Tema : Perjuanganku terus berlanjut bahagia (meski belum diberikan keturunan)
Program hamilku, Ladang amalku
Perjalanan cinta ini telah kami mulai 4 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 7 bulan Maret 2015. Hari itu suamiku menggetarkan Arsy Allah dengan mengikrarkan janji suci untuk terus membersamai, semoga hingga kelak di surgaNya, aamiin. Namun ada duka mendalam yang harus aku alami sehari sebelum hari bahagia itu. Aku terlahir sebagai anak tunggal dalam keluarga kami. Sebagai anak tunggal tentunya besar harapan orang tua agar kelak aku bisa menjadi orang yang sukses secara duniawi. Begitupun ibuku yang menginginkan aku untuk bisa menjadi orang yang sukses, dan beliau ingin sekali melihatku selesai kuliah pascasarjana. Tentunya hal ini menjadi ‘beban’ tersendiri bagiku. Puncaknya adalah sehari sebelum hari bahagia itu tiba, ibuku memaksaku untuk suntik KB untuk menunda kehamilan. Aku menikah ketika usia 22 tahun, usia yang cukup matang untuk memulai rumah tangga, saat itu aku baru menyelasaikan kuliah sarjanaku di Fakultas Farmasi. Dan sedang melanjutkan study di profesi Apoteker. Keputusan ibu untuk suntik KB bagiku adalah hal yang sangat bertentangan dengan hatiku, kala itu aku tak kuasa menolak, dan hati kecilku berusaha menerima keputusan ibu dengan berdalih sebagai bakti anak kepada ibunya. Sebelumnya saya sudah curhat dengan seorang bidan senior tentang keputusan ibu ini, beliau menyarankan agar jangan suntik KB, terlebih lagi aku belum pernah hamil dan punya anak, bidan tersebut khawatir jika nanti kedepannya aku akan susah mendapatkan anak. Setelah diskusi dengan calon suami tentang keputusan ibu itu dan calon suami aslinya pun keberatan, namun kami tidak ada pilihan lain. Siang itu ibu jadi mengajaku ke rumah temannya yang bidan untuk menyuntiku KB untuk 1 bulan, hatiku hancur saat itu, sambil terus pasrah menjalani takdir atas diriku yang diluar kuasaku untuk menolaknya. Pasca suntik KB itu siklus haidku menjadi berantakan, selama 3 bulan tidak keluar darah segar selama haid, hanya flek – flek saja, namun setelah itu siklus haidku normal kembali antara 25-29 hari. Masalahku tak berhenti disini, tenyata aku mengalami penyakit yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Penyakit ini membuatku amat merasa bersalah kepada suami. Karena aku tidak bisa menjalankan peranku sebagai istri yang sempurna. Belakangan ini aku tahu bahwa penyakit ini bernama VAGINISMUS, setelah menemukan akun Instagram @vaginismusindonesia. Penyakit ini adalah ketika vagina selalu mengalami kegagalan penetrasi, karena otot bagian depan vagina mengalami kekakuan. Awalnya selalu berpikir bahwa aku kurang rileks dalam melayani suami, namun ternyata penyakit ini bukan karena pikiran. Hingga akhirnya saya belajar tentang mengatasi vaginismus ini, yaitu dengan mencoba dilatasi dengan menggunakan bantuan Tema : Perjuanganku terus berlanjut bahagia (meski belum diberikan keturunan) lubrikan atau pelumas. Kondisi ini baru bisa tertangani ketika usia pernikahan kami memasuki usia ke 8 bulan. Tak terbayangkan betapa sedihnya aku saat itu, merasa istri yang paling payah karena tidak dapat memuaskan suami, bersyukurnya Allah mengirimkan suami yang sangat pengertian dan sabar menghadapi kekuranganku ini. Tahun pertama mengarungi pernikahan pun berlalu, pikiran mulai galau dan terusik akan pertanyaan – pertanyaan yang menanyakan kok belum punya anak juga, saat itu aku masih bisa menjawab dengan santai, mohon doanya saja, sambil tersenyum ketika menanggapi pertanyaan – pertanyaan tersebut. Karena dalam pikirku aku mengalami beberapa hal yang tidak memungkinkan untuk hamil, seperti efek suntik KB dan karena aku mengalami vaginismus selama 8 bulan. Tahun kedua pernikahan kami telah terlewati, keluarga kecil kami belum dimeriahkan oleh tangisan bayi. Hatiku mulai galau, sering merasa baper, apalagi teman – teman yang menikahnya setelahku mulai memamerkan berita kehamilannya di media sosial. Saat itu setiap bulan selalu berharap – harap cemas, dan ketika pertanda tak diharapkan atau haid itu datang selalu pecah tangisku seketika. Saat itu suami mendapatkan saran dari temannya yang juga menanti momongan dalam waktu yang agak lama, yaitu dengan mengkonsumsi madu kesuburan untuk suami dan istri. Kami sudah habis 2 botol, namun belum membuahkan hasil. Saat itu muncul perasaan was – was, apakah ada yang salah dengan kesehatan reproduksi kami, dan aku meminta kepada suami untuk mencoba menjalani program hamil secara medis. Saat itu kami mecari dokter spesialis kandungan perempuan di Jember, karena selain masalah aurat, menurut kami jika dokter perempuan akan nyaman dalam konsultasi. Namun setelah tanya kepada teman-teman, bahwa di Jember tidak ada dokter perempuan yang rekomended, karena dokter yang perempuan itu tidak nyaman saat sharing. Akhirnya dengan terpaksa kami ke dokter laki – laki, suami mengijinkan meski dengan berat hati. Saat itu saya diperiksa USG di perut, dan hasilnya rahimnya baik dan normal kata dokter waktu itu, dan kami disarankan untuk cek sperma suami. Keesokan harinya kami langsung ke laboratorium untuk cek sperma suami, namun saat itu gagal, mungkin kurang nyaman atau kurang privasi, suami gagal untuk mengeluarkan spermanya. Saat itu suami juga mengikuti terapi pijat untuk kesuburan di kota sebelah, selama 3 kali, namun qodarullah masih belum berhasil juga. Ketika kami sedang bersemangat untuk menjalani promil secara medis, kembali ibuku memintaku untuk melanjutkan studi seperti keinginannya sebelum aku menikah dulu. Dan hal ini mengharuskan aku Long Distance Marriage dengan suami. Awalnya aku mencoba untuk menunda keinginan ibu, untuk terus beralasan sedang menyiapkan Tema : Perjuanganku terus berlanjut bahagia (meski belum diberikan keturunan) diri untuk mencari beasiswa dengan upgrade kemampuan Bahasa Inggrisku, sembari berusaha promil dengan terus menghitung masa subur, karena jadwal haidku lumayan teratur jadi masa subur bisa ditentukan dengan ditandai keluarnya lender putiih bening seperti putih telur dari vagina. Namun setelah beberapa bulan berusaha, amanah Allah berupa anak tak kunjung diamanahkan kepada kami. Sehingga kami memutuskan untuk melanjutkan studi dan memenuhi keinginan ibu, karena kami khawatir jangan – jangan selama ini doa – doa kami belum selaras dengan doa – doa orang tua, khususnya ibu. Akhirnya saya pun memulai kuliah lagi di Surabaya dan LDM dengan suami yang ada di Jember. Semester pertama, merupakan semester yang terberat, karena menjalani kuliah ini terpaksa, belum bisa menerima dalam hati, sehingga saya sering tidak kerasaan di Surabaya, seminggu sekali pulang ke Jember, dan ketika hendak kembali ke Surabaya pasti akan ada drama antara aku dan suami, namun suamiku tak henti – hentinya menyamangatiku. Dan alhamdulillah masa – masa terberat itu terlewati. Kini aku sudah semester 4 dan tinggal selangkah lagi untuk menyelesaikan tesis sebagai syarat lulusnya aku dari kuliah pasca sarjana dan lulus dari ujian LDM dengan suami. Awal semester 2 kuliah, saya mendapat kabar bahagia dari sahabatku yang berhasil hamil setelah sebelumnya keguguran. Dia cerita bahwa dokter tempatnya promil itu perempuan, sangat sabar dan bisa konsultasi via telpon. Semangat program hamilku meletup lagi, karena dari banyaknya informasi yang aku dapatkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan infertilitas, sehingga perlu serangkaian uji untuk menemukan penyebabnya. Akupun melobi ke suami untuk menemaniku konsultasi kepada dokter kandungan sahabatku itu di kota Probolinggo, hingga suatu sore kita janjian untuk bertemu di stasiun Probolinggo, dimana aku berangkat dari Surabaya dan Suami berangkat dari Jember. Malam itu kami konsultasi ke dokter kandungan, saya diperiksa sel telurnya dengan USG transvaginal, kebetulan saat ke dokter waktu itu saya baru saja selesai haid, jadi bisa terlihat jelas sel telurnya. Di saluran yang kanan ada satu buah telur dengan besar yang dominan. Intinya periksa malam itu menyatakan bahwa saya baik – baik saja, karena siklus haid juga teratur. Dokter hanya meresepkan vitamin untuk saya dan suami selama sebulan ke depan, dan diberikan jadwal untuk berhubungan tergantung dari masa subur yang dihitungkan oleh dokternya. Alhamdulillah ada kelegaan di hati kami akan hasil pemeriksaan malam itu. Suatu hari setelah pemeriksaan di dokter kandungan di Probolinggo, suamiku mengirimkan pesan WA, bahwa dia telah menjalani prosedur tes sperma dan alhamdulillah berhasil. Hal yang sangat menakjubkan, karena sebelumnya saya temani tapi tidak berhasil, dan ini ketika berangkat sendiri malah berhasil. Namun saat itu dia Tema : Perjuanganku terus berlanjut bahagia (meski belum diberikan keturunan) mengirimkan pesan dan memintaku untuk tetap bersabar menerima apapun hasil dari tes spermanya, jika nanti ada hal yang tidak sesuai dengan keinginan hati, suami memintaku untuk tetap menjalani hari – hari seperti biasanya, tetap mesra dan harmonis, karena kata suami tujuan kita menikah bukan hanya semata karena ingin punya anak namun ada banyak kebaikan yang bisa kita upayakan bersama. Dan akhirnya suami telah mengambil hasil uji sperma dan hasilnya adalah noormosperma alias spermanya normal, baik jumlah maupun kecepatan gerakannya. Saat itu suami sedang fokus menekuni bisnis herbal, dan suami memintaku mencoba pogram hamil dengan herbal dari brand HPAI. Telah banyak rupiah yang kami alokasikan untuk meminum obat herbal itu, namun lagi – lagi masalahnya adalah saya kurang istiqomah dalam meminumnya dan kuliah semester dua agak lebih padat, sehingga ketika masa subur kadang tidak bisa berkumpul dengan suami. Alhamdulillah riset untuk mengarjakan tesisku sudah bisa aku cicil sejak semester dua, dan ketika semester 3 aku berencana untuk memulai promil dengan medis lagi, karena sebelumnya dengan herbal gagal. Setelah diskusi dengan suami, akhirnya suami mendukung keputusanku ini, meski awalnya beliau telah memberikan saran untuk sekalian menyelesaikan kuliah dulu, biar nanti totalitas menjalani promilnya, karena meski saat itu menjalani promil namun kami masih LDR, dan suami sempat mengkhawatirkan jika nanti kehamilannya bermasalah, suami tidak tega karena kami masih LDR. Namun aku terus menguatkan argumentku bahwa teman kuliahku saja sudah ada yang melahirkan ketika menjalani masa studi, dan aku yakin akupun pasti bisa, disamping itu karena faktor tekanan psikisku, mengingat tahun pernikahan kami telah memasuki tahun ketiga, belum lagi kakak ipar sedang diberikan rejeki untuk hamil anak ketiganya, dan adik ipar yang baru saja menikah juga segera diberikan anugerah kehamilan, saat itu banyak pikiran yang berkecamuk dalam pikiranku. Saat itu aku konsultasi via telpon dengan dokter kandungan yang di Probolinggo, dan saya disarankan untuk tes HSG. Tes ini untuk mengetahui apakah ada sumbatan pada saluran telur yang menghalangi bertemunya sel telur dengan sperma. Langsung suami mencari informasi untuk menjalani prosedur HSG di Jember, dan lagi – lagi dia menginginkan ditangani oleh dokter yang perempuan. Dan alhamdulillah kami menemukan di salah satu RS swasta di Jember. Kamipun segera menjadwalkan waktu untuk menjalani prosedur HSG. Sebelumnya menjalani program HSG aku banyak mencari info dan review dari orang – orang yang pernah menjalani HSG sebelumnya, banyak yang bilang tidak sakit, sakitnya hanya mulas biasa seperti hari pertama haid. Aku agak lega meski sebelum menjalani prosedur aku nampak sedikit ketakutan. Dan benar rupanya ketika prosedur HSG, aku belum bisa meredakan nerveous ku, mendadak ketika Tema : Perjuanganku terus berlanjut bahagia (meski belum diberikan keturunan) dokter hendak memasang alat vaginal speculum, aku merasa kebelet buang air kencing. Beruntung dokternya sabar dan mempersilahkan aku untuk ke WC dulu. Setelah selesai dari WC dokternya kembali hendak memasang alat itu, namun kembali otot di sekitar vaginaku menegang dan alat itu tidak bisa terpasang. Seketika aku ingat kondisiku ketika mengalami vaginismus awal nikah dulu. Butuh waktu agak lama bagi dokter untuk mensugesti aku bahwa semua akan baik – baik saja, dan akhirnya alhamdulillah alat yang bagiku mengerikan itu berhasil dipasang. Dokter akhirnya menyemprotkan cairan kontras dan memintaku untuk miring ke kanan lalu diambil fotonya dan juga untuk bagian yang kiri. Setelah pengambilan foto selesai, drama barupun segera dimulai, karena otot vaginalku kembali kaku, hingga dokter tidak bisa mengambil alatnya kembali, telah di akali dengan berbagai cara, hingga akhirnya aku mengalami pendarahan. Sang dokter panik dan menyuruh asistennya untuk segera mengambil obat di apotek. Sementara itu suami menunggu diluar ruangan dengan berharap – harap cemas, karena kata dokternya prosedur HSG ini hanya 15 menit, dan ini saya hampir 1 jam belum selesai juga, ditambah lagi tiba – tiba asisten dokternya berlari ke apotek mengisyaratkan ada hal urgent yang terjadi. Setelah diberikan obat oleh dokter aku sudah merasakan baikan, dan sebenarnya selama HSG saya tidak merasakan kesakitan, karena sebelum prosedur dokter telah memberikan obat anti nyeri. Saat itu dokternya menyarankan saya untuk ke psikiater untuk mengatasi traumaku dengan alat – alat medis. Hasil HSG segera kami konsultasikan dengan dokter kandungan perempuan yang juga berpraktek di Rumah sakit tersebut. Dokter kandunganku yang baru ini alhamdulillah sangat sabar daan enak untuk konsultasi, dan pemeriksaan yang dilakukan secara menyeluruh. Hasil HSG ku alhamdulillah saluran tuba ku keduanya patent atau tidak ada sumbatan. Malam itu aku di ambil vaginal swab nya untuk di uji apakah ada kandungan mikroba yang merugikan, dan dilakukan pemeriksaan USG transvaginal lagi, dan ternyata terdeteksi aku mengalami gejala PCOS yang ditandai dengan sel telur yang banyak namun ukurannya relatif kecil – kecil. Hasil pemeriksaan malam itu dokter menemukan adanya keputihan yang tidak wajar di bagian dalam vagina dan aku diberikan resep untuk mengatasi keputihannya yang berbentuk gel yang dimasukan ke vagina. Selain itu dokter juga meresepkan obat inlacin untuk menekan gula darah yang ada kaitannya dengan PCOS dan juga ovacare, multivitamin untuk kesehatan sel telur, serta dokter memberikan jadwal untuk masa suburnya. Dan seperti saran dari dokter tempatku HSG sebelumnya saya diminta untuk konsultasi dengan seorang psikiater untuk mengatasi rasa traumaku dengan alat – alat Tema : Perjuanganku terus berlanjut bahagia (meski belum diberikan keturunan) medis. Karena aku harus segera kembali ke Surabaya, suami menemaniku untuk mencari dokter psikiater di Surabaya, setelah kami mencari info, kami mendapatkan rekomendasi untuk ke psikiater yang praktek di Rumah Sakit PHC Perak Surabaya. Saat konssultasi ke psikiater tersebut, langsung hal ditanyakan oleh beliau adalah bagaimana hubungan ku dengan ibu? Seakan beliau tahu bahwa aku selama ini hidup di bawah tekanan keinginan ibu yang sebenarnya bermaksud baik untuku. Sepulang dari psikiater aku dinasehati untuk memperbaiki hubungan dengan ibu, menyelaraskan impian dengan ibu. Beliau juga memberikan cerita inspiratif dalam menghadapi “keinginan untuk punya anak”, beliau cerita tentang kakaknya sendiri yang hingga usia lanjut belum bertemu dengan jodohnya, akhirnya dia mengabdikan sisa umurnya untuk merawat ibu dan neneknya yang sudah tua, karena dia berpikir bahwa saudara -saudara yang lainnya telah punya ladang pahala dengaan merawat keluarganya masing – masing, makanya beliau memutuskan untuk merawat ibu dan mertuanya yang telah berusia senja sebagai ladang pahalanya, hikmah dari cerita beliau adalah betapa besar jiwa seseorang yang tidak merasa galau ketika jodohnya belum kunjung hadir dan terus bersemangat untuk berbuat kebaikan sebagai tabungan amalnya untuk di akhirat kelak. Sebulan berlalu dan haid pun kembali hadir, ikhtiar promil kami bulan itu gagal lagi, namun kami tidak putus asa dan kembali menjalani promil secara medis. Bulan kedua kami menjalani promil dengan dokter Eka dina, hari kedua setelah haid hari pertama, merupakan waktu yang dianjurkan oleh dokternya untuk mengetahui kondisi sel telur. Dan hasil pemeriksaan USG transvaginalku malam itu adalah masih belum ada perbaikan sel telur masih kecil – kecil, sehingga dokter menyarankan aku untuk menjaga pola makan serta menurunkan berat badan. Adapun obat yang diresepkan adalah sama seperti sebelumnya, hanya ditambahkan obat Blasifen 5 buah yang diminum dimulai dari haid hari ketiga. Obat ini bertujuan untuk membantu memperbesar sel telur, dan dokter meminta untuk kontrol lagi pada hari ke 12 haid. Setelah kontrol malam itu ada perkembangan untuk ukuran sel telur, namun di saluran tuba yang sebelah kiri masih relatif kecil kecil ukurannya, lalu malam itu dokter meresepkan obat dihidrogesteron semacam obat yang mengandung hormone yang berfungsi untuk menguatkan rahim. Namun qodarullah ikhtiar bulan itupun harus berakhir dengan kegagalan. Bulan ketiga kami berjuang untuk menjalani promil dokter, namun suami waktu itu berpesan, jika promil kali ini berhasil, akuakan bernadzar untuk menyembelih kambing dan syukuran dengan makan bersama dengan tetangga-tetangga di perumahan. Namun jika masih gagal sepertinya kita perlu muhasabah dulu dan berhenti sementara dari program hamil secara medis, akupun menyanggupi permintaan dari suami. Lalu Tema : Perjuanganku terus berlanjut bahagia (meski belum diberikan keturunan) kamipun memulai untuk konsultaasi dengan dokter lagi dengan rangkaian yang sama, namun karena efek pengobata sebelumnya tidak signifikan, dokter meningkatkan dosis obat blasifennya menjadi 2 tablet selama 5 hari dan untuk suami diberikan multivitamin CQ10 untuk meningkatkan kualitas spermanya, dan seperti biasa hari ke 12 haid kami diminta untuk kontrol kembali dan ternyata obat yang diberikan oleh dokter memberikan efek yang signifikan, di kedua saluran tuba sel telur memiliki ukuran yang besar dan jika terjadi pembuahan maka besar peluangnya untuk berhasil. Pernyataan dari dokter membesarkan hati kami dan sekaligus kami mengutarakan maksud jika ikhtiar kali ini belum berhasil, kami akan stop sementara untuk promil sembari menerapkan gaya hidup sehat dan muhasabah diri. Dokter menyarankan untuk terapi suntik hormone, yaitu akan diberikan hormon menjelang masa ovulasi atau lepasnya sel telur dari ovarium. Setelah diberikan obat suntik tersebut maka 6 jam setelahnya disarankan untuk berhubungan karena diprediksi sel telur telah mengalami ovulasi, namun biayanya sekitar 3 juta sekali suntik, memberatkan kami yang saat itu belum memiliki tabungan sebanyak itu, dan kamipun menolak dengan halus. Tangis tak terbendung ketika tamu bulanan itu terus istiqomah hadir menemuiku, haid itu masih juga datang, pertanda Kegagalan itu harus kembali bersahabat dengan kami. Rasanya kemarin telah menguras semua tabungan kami yang belum seberapa untuk promil ini, ada perasaan sedih yang mendalam di dlam hatiku. Suami terus menenangkan dan membesarkan hatiku, bahwa belum di amanahi anak bukanlah akhir dari segalanya. Ada banyak pejuang – pejuang lain yang harus menanti dalam waktu yang lebih lama lagi dan telah banyak bermacam – macam ikhtiar, jika kita terus sersabar dengan ketetapan Allah ini insyaAllah pahala yang besar bagi kita, begitu nasehat suami untuk menguatkanku dari keterpurukan ini. Saat itu pun juga aku curhat ke ibu ku, meminta dukungan dan menceritakan semua upaya yang telah ku tempuh untuk menjemput amanah Allah yang berupa anak. Ibu pun tetap memberikan semangat untuku dan ibu bilang bahwa selama ini juga belum mendoakan aku untuk segera diberikan keturunan dulu, agar aku bisa fokus dengn kuliah dan bisa menata masa depanku, karena ibu tau perjuangan ibu saat hamil, ibu khawatir kuliah tidak optimal dan kehamilan juga tidak optimal, maka dari itu ibu belum mendoakan untuk aku agar diberikan keturunaan, mendengar penjelasan dari ibu hatiku sedih sekaligus tersadarkan bahwa selama ini aku telah menuhankan ikhtiar, merasa dengan ikhtiar yang dilakukan pasti bisa mendapatkan kehamilan, seakan lupa bahwa kehamilan adalah hak prerogative Allah dan hanya Allah yang menentukan kuasanya, apalagi ketika keinginan kami belum belum selaras dengan keinginan ibu. Dan kebetulan apa yang dikhawatirkan oleh ibu terjadi kepada sahabatku Tema : Perjuanganku terus berlanjut bahagia (meski belum diberikan keturunan) yang sedang kuliah bersamaku, dia juga telah lama menanti anak, dan awal semester 3 yang lalu dia diamanahi kehamilan, namun karena kehamilannya bermasalah akhirnya dia memutuskan untuk cuti kuliah. Aku segera bangkit dari kesedihan ini agar tidak muram hidupku, aku terus berpositif thingking kepada Allah bahwa apapun yang telah ditakdirkan Allah kepadaku adalah baik. Adapun hal – hal yang menjadi amalanku dalam menanti buah hati terinspirasi dari kajian via telegram oleh ustadz Nasrullah, yaitu dengan mengamalkan istiqomah membaca surat Maryam ayat 1-11, terus berpositif thinking dan berpositif feeling. Dan tak lupa untuk terus berdoa untuk minta ketenangan hati agar tidak mudah baper dan terus bahagia. Perbanyak istigfar dan sedekah, dan minta sering – sering didoakan oleh ibu dan ibu mertua. Saat ini kami sedang berhenti promil secara medis, karena qodarullah ibu mertua sedang sakit keras sejak akhir tahun lalu, dan saya juga sedang perjuangan dalam menuntaskan tesis. Saya juga sering mengikuti kajian bersama sahabat, karena dengan datang ke majelis ilmu hati bisa menjadi tenang dan tawakkal meningkat, sehingga saya tidak mudah baper lagi dan teruss bersabar menjalani takdir Allah ini. Disamping itu saya juga sambil membenahi gaya hidup saya. PR saya untuk menurunkan berat badan agar kembali ideal sebagai penunjang keberhasilan promil. Ujian lama tidak diamanai buah hati adalah ujian berat bagi pasutri yang telah lama membina rumah tangga. Terlebih lagi ketika pertanyaan – pertanyaan dari kerabat yang sebenarnya adalah sebagai bentuk perhatian itu tentang kapan punya anak? Bagi hati yang telah lama merindu pertanyaan itu bisa lebih perih dari pada luka yang ditetesi dengan air jeruk nipis. Namun sebenarnya berbahagialah bagi para pejuang 2 garis atas ujian ini, karena jika kita dapat memanfaatkan kesempatan ujian lama tidak mempunyai anak ini bisa menjadi ladang pahala yang subur bagi kita yang kelak dapat menjadi catatan Amal baik bagi kita di SurgaNya, InsyaAllah. Berikut beberapa tips untuk dapat menjadikan ujian ini sebagai ladang pahala : Teruslah bersabar, berdamai dengan diri sendiri dan menerima dengan ikhlas akan takdir Allah yang telah ditetapkan pada diri ini. Dan mari dalam masa penanttian ini kita persiapkan diri kita untuk menjadi ibu yang baik, karena visi kita harus lebih dari sekedar memiliki anak, namun bagaimana kita bisa mencetak generasi emas, yang menjunjung tinggi islam dan bermanfaat bagi umat manusia, tentunya hal ini butuh ilmu maka mari kita bersemangat mengkaji ilmu parenting khususnya, selamat bercocok tanam di ladang pahala, mari kita jalani masa – masa penantian ini dengan indah, dan semoga Allah segera mengamanahkan buah hati disaat yang tepat, di saat kita sudah siap. Tema : Perjuanganku terus berlanjut bahagia (meski belum diberikan keturunan)