Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS HUBUNGAN BALOK KOLOM BETON BERTULANG

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DPRD-BALAI KOTA


DKI JAKARTA
Agus Setiawan
Civil Engineering Department, Faculty of Engineering, Binus University
Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
agustinusset@yahoo.com

ABSTRACT
In terms of structural design of reinforced concrete buildings for earthquake-resistant, the beamcolumn joint is a critical area that needs to be accurately designed properly so that the area is able to dissipate
energy in the event of an earthquake. The ability of beam-column joint to deform in the inelastic region provides
a structure that has a good ductility, so as to minimize the damage caused by earthquake shaking. This study
aims to analyze the design of beam-column connection at the Parliament Building-City Hall of Jakarta. The
analysis performed refers to the Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI
03-2847-2002. The analysis results shows that the terms of detailing in the field implementation have not been
fulfilled properly.
Keywords: beam-column joint, dissipate, inelastic

ABSTRAK
Dalam perencanaan struktur bangunan gedung beton bertulang yang tahan gempa, daerah hubungan
balok-kolom merupakan daerah kritis yang perlu didesain benar-benar akurat sehingga mampu mendisipasi
energi dengan baik pada saat terjadi gempa. Kemampuan hubungan balok-kolom untuk berdeformasi pada
daerah inelastik memberikan struktur dengan daktilitas baik, sehingga mampu meminimalisasi kerusakan yang
terjadi akibat goyangan gempa bumi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis desain hubungan balok-kolom
pada Gedung DPRD-Balaikota DKI Jakarta, mengacu pada Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk

Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002. Hasil analisis menyatakan bahwa syarat detailing belum
dipenuhi secara benar dalam pelaksanaan di lapangan.
Kata kunci: hubungan balok kolom, disipasi, inelastik

Analisis Hubungan Balok Kolom (Agus Setiawan)

711

PENDAHULUAN
Daerah hubungan balok-kolom merupakan daerah kritis pada suatu struktur rangka beton
bertulang, yang harus didesain secara khusus untuk berdeformasi inelastik pada saat terjadi gempa
kuat. Sebagai akibat yang timbul dari momen kolom di atas dan di sebelah bawahnya, serta momenmomen dari balok pada saat memikul beban gempa, daerah hubungan balok-kolom akan mengalami
gaya geser horizontal dan vertikal yang besar. Gaya geser yang timbul ini besarnya akan menjadi
beberapa kali lipat lebih tinggi daripada gaya geser yang timbul pada balok dan kolom yang
terhubung. Akibatnya apabila daerah hubungan balok-kolom tidak didesain dengan benar, akan
menimbulkan keruntuhan geser yang bersifat getas dan membahayakan pengguna bangunan.
Guna mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman dan tahan terhadap bencana, terutama
akibat gempa bumi, struktur harus didesain sedemikian rupa mematuhi kaidah atau aturan konstruksi
yang baku. Dalam hal struktur beton bertulang, seluruh bangunan gedung di Indonesia harus didesain
mengikuti Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002
(Badan Standarisasi Nasional, 2002). Dalam standar tersebut diatur mengenai dasar-dasar analisis dan
perencanaan suatu struktur bangunan beton bertulang, dan dalam pasal 23 diatur mengenai ketentuan
khusus untuk perencanaan gempa.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan balok-kolom yang terdapat pada proyek
pembangunan Gedung DPRD-Balaikota DKI Jakarta (Gambar 1). Penelitian ini hanya dibatasi untuk
pemeriksaan daerah hubungan balok-kolom beserta tulangan confinement pada daerah hubungan
tersebut. Selanjutnya akan dibandingkan antara kondisi nyata yang terpasang di lapangan dengan
perhitungan eksak sesuai standar yang berlaku, dalam hal ini mengacu pada SNI 03-2847-2002,
mengenai Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung

Gambar 1. Potongan tampak samping kanan Gedung DPRD Balaikota DKI Jakarta.

METODE
Sebagai kaidah baku dalam perencanaan struktur beton bertulang di Indonesia, SNI 03-28472002 juga memuat secara khusus tata cara perhitungan struktur beton tahan gempa. Pasal 23 dalam
SNI 03-2847-2002 memuat secara lengkap peraturan desain struktur beton tahan gempa. Dalam pasal
23.5 dijelaskan pula tata cara untuk melakukan desain pada suatu hubungan balok kolom.

712

ComTech Vol.3 No. 1 Juni 2012: 711-717

Beberapa ketentuan dalam perencanaan hubungan balok-kolom dijelaskan dalam pasal 23.5
SNI 03-2847-2002 sebagai berikut: (1) gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan
balok-kolom harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur adalah
1,25 kali tegangan leleh tulangan (1,25 fy); (2) kuat hubungan balok-kolom harus direncanakan
menggunakan faktor reduksi kekuatan sebesar 0,8; (3) apabila tulangan longitudinal balok diteruskan
hingga melewati hubungan balok-kolom, dimensi kolom dalam arah paralel terhadap tulangan
longitudinal balok tidak boleh kurang daripada 20 kali diameter tulangan longitudinal terbesar balok
untuk beton normal, dan tidak kurang dari 26 kali diameter tulangan longitudinal untuk beton ringan.
Dalam hal perencanaan kuat geser, kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak boleh
diambil lebih besar daripada ketentuan berikut: (1) untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada
keempat sisinya: 1,7f cAj; (2) untuk hubungan yang terkekang pada ketiga sisinya atau dua sisi yang
berlawanan: 1,25f cAj; (3) untuk hubungan lainnya: 1,0f cAj. Panduan menentukan luas efektif
hubungan balok-kolom, Aj, ditunjukkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Luas efektif hubungan balok-kolom.

Gaya geser terfaktor yang bekerja pada hubungan balok-kolom, Vu, dihitung sebagai berikut
(Nawy, 2005):
Vu
= T1 + C2 Vkolom
(1.a)
= T1 + T2 Vkolom
(1.b)
dengan
T1
adalah gaya tarik pada baja tulangan di balok akibat momen negatif
T2
adalah gaya tarik pada baja tulangan di balok akibat momen positif
C2
adalah gaya tekan beton akibat momen positif
Vkolom adalah gaya geser pada kolom di sisi atas dan bawah hubungan balok-kolom
Tulangan transversal pada hubungan balok-kolom diperlukan untuk memberikan kekangan
yang cukup pada beton, sehingga mampu menunjukkan perilaku yang daktail dan tetap dapat memikul
beban vertikal akibat gravitasi meskipun telah terjadi pengelupasan pada selimut betonnya. Luas total
tulangan transversal tertutup persegi tidak boleh kurang daripada (Hassoun & Manaseer, 2005):
Ash

f /c
= 0,09shc
fy

Analisis Hubungan Balok Kolom (Agus Setiawan)

(2)

713

Ash
dengan
Ash
s
hc
Ag
Ach

f /c
Ag
1
fy
Ach

= 0,3shc

(3)

adalah luas tulangan transversal yang disyaratkan


adalah jarak antar tulangan transversal
adalah lebar inti kolom yang diukur dari as tulangan longitudinal kolom
adalah luas penampang kolom
adalah luas inti penampang kolom

Untuk suatu hubungan balok-kolom dengan ukuran lebar balok sekurang-kurangnya adalah
tiga perempat dari lebar kolom, nilai-nilai dalam persamaan (2) dan (3) dapat direduksi sebesar 50%.
Tulangan transversal yang diperlukan harus dipasang sepanjang lo dari setiap muka hubungan balokkolom, dengan panjang lo ditentukan tidak kurang daripada tinggi penampang komponen struktur pada
muka hubungan balok-kolom atau seperenam bentang bersih komponen struktur atau tidak kurang dari
500 mm.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Spesifikasi Balok dan Kolom
Spesifikasi balok dan kolom yang dianalisis ditampilkan dalam Tabel 1 dan Tabel 2 berikut.
Mutu beton balok yang digunakan adalah 24,9 MPa, sedangkan untuk kolom digunakan mutu beton
33,2 MPa.
Tabel 1
Spesifikasi Balok

Posisi
Dimensi
Atas
Bawah

Tumpuan

Sengkang

8 D 25
5 D 25
D10 - 100

Lapangan
350 x 700
3 D 25
5 D 25
D10 - 150

Tumpuan
8 D 25
5 D 25
D10 - 100

Tabel 2
Spesifikasi Kolom
Posisi
Dimensi
Tulangan utama
Sengkang
Pengekang arah x
Pengekang arah y

Tumpuan

Lapangan
Tumpuan
900 x 900
48 D25
2D10 - 100 2D10 - 200 2D10 - 100
2D10 - 100 2D10 - 200 2D10 - 100
2D10 - 100 2D10 - 200 2D10 - 100

Langkah-langkah perhitungan analisis joint kolom balok adalah sebagai berikut:

Menghitung Probable Moment Balok (Mpr)


fy
fc

714

= 400 MPa
= 24,9 MPa

ComTech Vol.3 No. 1 Juni 2012: 711-717

b
= 350 mm
h
= 700 mm
d
= h 50 = 650 mm
As
= 8 490 = 3920 mm2
/
= 5 490 = 2450 mm2
As
h1 = h2 = 4,15 m
Untuk Mpr
T1
= 1,25 3920 400
= 1.960 kN
a
= 1.960.000/(0.8524,9350) = 265,06 mm
Mpr
= T1(d a/2) = 1.960.000(650 265,06/2)
= 1.016,05 kNm
Untuk Mpr+
= 1,25 2450 400
= 1.225 kN
T2
a
= 1.225.000/(0.8524,9350) = 165,37 mm
Mpr+
= T2(d a/2) = 1.225.000(650 165,37/2)
= 694,96 kNm
Gaya geser pada kolom, Vkolom, dapat dihitung berdasarkan nilai Mpr dan Mpr+ dibagi dengan
setengah tinggi kolom atas (h1) ditambah setengah tinggi kolom bawah (h2). Jika dituliskan dalam
bentuk persamaan adalah:
+

Vkolom

M pr + M pr
1.016 ,05 + 694 ,96
=
=
= 412,29 kN
h1 h2
4 ,15 4 ,15
+
+
2
2
2 2

Gaya geser terfaktor yang timbul pada hubungan balok-kolom dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan Vu
= T1 + T2 Vkolom, yaitu:
Vu
= 1.960 + 1.225 412,29 = 2.772,71 kN
Nilai ini tidak boleh lebih besar daripada Vn, di mana Vn adalah kuat geser nominal hubungan
balok kolom dan f adalah faktor reduksi kekuatan hubungan balok-kolom yang diambil sebesar 0,8.
Nilai Vn dapat dihitung sebagai berikut:
= 1,7f cAj = 1,7 33,2 (900 900) = 7.934,20 kN
Vn
Vn
= 0,8 7.934,20 = 6.347,36 kN > Vu (= 2.772,71 kN)
Jadi, kuat geser hubungan balok kolom sudah mencukupi.

Menghitung Tulangan Confinement Kolom pada Joint Balok Kolom


fy
fc
b
h
ds
db
d
hc

= 400 MPa
= 33,2 MPa
= 900 mm
= 900 mm
= 50 mm
= 25 mm
= h ds = 850 mm
= h 2(ds db/2)
= 775 mm
Luas total tulangan transversal tertutup persegi tidak boleh kurang dari:

Analisis Hubungan Balok Kolom (Agus Setiawan)

715

Dengan mensubstitusikan variabel-variabel yang telah diketahui, diperoleh:

Ash 0 ,09 775 33,2


= 5,79 mm2/mm
=
s
400
dan

Ash 0,3 775 33,2 900 900


=
1 = 6,73 mm2/mm

s
400
775 775
Sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.4.(2) disyaratkan bahwa tulangan transversal diletakkan
dengan spasi tidak lebih dari: (1) 0,25 kali dimensi terkecil struktur, yaitu 0,25 900 = 225 mm; (2) 6
kali diameter tulangan longitudinal, yaitu 6db = 6 25 = 150 mm; (3)

s x = 100 +

350 hx
,
3

dengan hx dapat diambil sebesar 1/3 kali dimensi inti kolom, atau 1/3 775 = 258,3 mm, sehingga sx =
100 + (350 258,3)/3 = 130,56 mm. Disyaratkan bahwa nilai sx tidak lebih besar dari 150 mm dan
tidak perlu lebih kecil dari 100 mm.
Dari ketiga syarat tersebut, dapat diambil spasi tulangan transversal adalah 100 mm, hal mana
sudah sesuai dengan kondisi yang terpasang di lapangan. Selanjutnya adalah menghitung luas tulangan
transversal yang diperlukan berdasarkan nilai Ash/s dan s yang telah diperoleh sebelumnya. Nilai Ash/s
terbesar adalah 6,73 mm2/mm, dan dengan nilai s = 200 mm, diperoleh nilai luas tulangan transversal
yang diperlukan sebesar 6,73 100 = 673 mm2. Misal digunakan D10, jumlah tulangan yang
digunakan adalah:

10

Ash
673
= 8,57 (dibutuhkan 9 leg D10-100 atau 4,5D10-100)
=
AD10 0 ,25 10 2

Dari hasil perhitungan dibutuhkan 4,5D10-100, dan pada proyek ini sengkang yang terpasang 2D10100.
Tulangan transversal harus dipasang sepanjang l0 dari setiap muka hubungan balok-kolom dan
juga sepanjang l0 pada kedua sisi dari setiap penampang yang berpotensi membentuk leleh lentur
akibat deformasi lateral inelastis struktur rangka (SNI 03-2847-2002, pasal 23.4.4.(4)). Panjang l0
ditentukan tidak kurang dari: (1) tinggi penampang komponen struktur, yaitu = 900 mm; (2) 1/6 kali
bentang bersih komponen struktur, yaitu 1/6 7100 = 1183,3 mm; (3) 500 mm. Dari ketiga syarat
tersebut, harus diambil nilai terbesar yaitu 1183,3 mm. Sedangkan pada kondisi aktual di lapangan,
tulangan transversal terpasang sepanjang 0,25 kali tinggi kolom, yaitu = 0,25 4150 = 1037,5 mm
dari muka hubungan balok-kolom.

PENUTUP
Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa simpulan: (1) ukuran kolom
(900 900 mm2) dan balok (350 700 mm2) sudah mencukupi untuk memikul gaya geser yang

716

ComTech Vol.3 No. 1 Juni 2012: 711-717

terjadi pada hubungan balok-kolom pada saat terjadi gempa; (2) kebutuhan tulangan geser/transversal
ternyata tidak dipenuhi dengan baik sesuai dengan hasil analisis, kebutuhan tulangan transversal
adalah 4,5D10-100 namun hanya terpasang 2D10-100; (3) tulangan transversal harus dipasang
sepanjang l0, yaitu sebesar 1183,3 mm, namun pada kenyataannya hanya terpasang sepanjang 1037,5
mm; (4) dari tinjauan hubungan balok-kolom ini ternyata aturan detailing sebagai suatu Struktur
Rangka Pemikul Momen Khusus tidak terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton, SNI 03-28467-2002.
Bandung: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Hassoun, M.N., Manaseer A.A. (2005). Structure Concrete Theory and Design. Canada: John Wiley
& Sons.
Nawy, E. G. (2005). Reinforced Concrete a Fundamental Approach. New Jersey: Pearson Education.

Analisis Hubungan Balok Kolom (Agus Setiawan)

717

Anda mungkin juga menyukai