Anda di halaman 1dari 13

PRESENTASI KASUS

STASE ANAK

BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK

Disusun Oleh :
Ahmad Ali Zulkarnain
20070310070

Stase Ilmu Kesehatan Anak


RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

PRESENTASI KASUS

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama

: An. M

Umur

: 10 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

No RM

: 520415

Agama

: Islam

MRS

: 17 April 2013

II. ANAMNESIS
Keluhan utama

: Batuk

Keluhan tambahan

: Demam

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh batuk-batuk disertai
dengan demam, batuk berdahak warna agak kekuningan, demam tidak terlalu tinggi, tidak
ada pusing, mual, maupun muntah, buang air kecil normal lancar, buang air besar normal
tidak diare.pasien sudah diberikan obat bnatuk yang dibeli sendiri namun tidak mengalami
perbaikan yang berarti.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat sering gatal dan sering pilek disangkal
o Riwayat pernah sesak sebelumnya ada
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
o Riwayat sesak nafas dalam keluarga disangkal
o Riwayat batuk lama dalam keluarga disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran

: compos mentis

Nadi

: 80 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, reguler

Pernapasan

: 36 kali/ menit

Suhu

: 36,0 oC

Status Generalis
Kepala
Mata

: mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik,

refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor, 3 mm


Hidung

: sekret tidak ada, NCH ada

Telinga

: sekret tidak ada

Mulut

: mukosa mulut kering

Tenggorok

: dinding faring tidak hiperemis, T1-T1 tidak hiperemis

Leher

: perbesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat

Thorax
Paru-paru
Inspeksi

: statis dan dinamis simetris, retraksi ada (IC, SC, epigastrium)

Palpasi

: fremitus kanan = kiri ()

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: vesikuler (+) menguat, ronkhi basah halus nyaring di kedua basal paru,
wheezing (-).

Jantung
Inspeksi

: pulsasi, iktus cordis tidak terlihat

Perkusi

: jantung dalam batas normal

Auskultasi

: HR=80kali/ menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak ada


Bunyi Jantung I dan II normal

Abdomen
Inspeksi

: datar

Palpasi

: lemas, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Ekstremitas
Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
Laukosit

: 9,4

Eritrosit

: 5,5

Hemoglobin : 15,1
Hematokrit : 42%
Trombosit

: 70.000

IV. DIAGNOSIS
Bronkopneumonia
V. TERAPI
Inj. Cefotaxime

3x500mg

Inj. Metil Prednisolon

2x30mg

Inj. Antrain

150mg(kp)

Ventolin + NaCl 1

(nebulasi)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pendahuluan
Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam
penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pneumonia adalah salah satu penyakit
yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya di dapatkan di praktekpraktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit
saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia.
Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu
pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan
infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

II.2 Definisi
Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronkopneumonia merupakan
peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
II.3 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan

infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena
pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita
akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan
kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita
setiap 5 menit
II.4

Etiologi

Bronkopneumonia terjadi secara umum dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan non-infeksi.

Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
- Pada bayi

Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.


Organisme

atipikal

Chlamidia

trachomatis,

Pneumocytis.

Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B.


pertusis
- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
- Pada anak besar dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
-

Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
-

Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk
jeli

petroleum.

Setiap

keadaan

yang

mengganggu

mekanisme

menelan

seperti

palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian


makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit
tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung
asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti
AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor
predisposisi terjadinya penyakit ini.
II.5

Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada

umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi
yang lebih relevan.
Pembagian secara anatomis :
-Pneumonialobaris yaitu radang paru yang mengenai satu atau lebih dari satu lobus.
-Pneumonialobularis (bronkopneumonia) yaitu radang yang mengenai lobules-lobulus dan
tersebar di dalam paru.
-Pneumonia interstisialis (bronkiolitis) yaitu radang yang mengenai jaringan interstisial paru dan
bronchitis.
Pembagian secara etiologi :
-

Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia,


Haemofilus influenzae.

Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus

Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis, Blastomycosis,


Cryptoccosis.

Corpus alienum

Aspirasi : Makanan, kerosene (benzene,minyak tanah) cairan amnion, benda asing

Pneumoniahipostatik

Sindroma loeffle

II.6

Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan

ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara,
antara lain :
-

Inhalasi langsung dari udara

Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

Penyebaran secara hematogen


Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah

infeksi yang terdiri dari :


-

Susunan anatomis rongga hidung

Jaringan limfoid di nasofaring

Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang
dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.

Refleks batuk.

Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.

Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.

Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
antimikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.

Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang
meliputi empat stadium, yaitu :

Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi
sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

Stadium III (3 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah
tidak lagi mengalami kongesti.

Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

II.7 Diagnosis
Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai retraksi
epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa kelainan kecil menyatu.
Pada

perkusi

sering

tidak

ditemukan

kelainan,

tetapi

kalau

sarang

bronkopneumonia menjadi satu, pada perkusi terdengar redup. Pada auskultasi


terdengar vesikuler mengeras, ronkhi basah halus dan sedang nyaring yang
terdengar pada stadium permulaan dan stadium resolusi sedangkan pada stadium
hepatisasi ronkhi tidak terdengar.
Pemeriksaan Laboratorium
1

Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan


pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus
atau mycoplasma.

Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

Peningkatan LED.

Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak ,
biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).

Analisa gas darah ( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis metabolik.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena


pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan:
1

Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih
sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
-

60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun

40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas,
tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:


1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. deteksi antigen bakteri
II.8 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan hasil resistensi dari kuman, akan tetapi
mengingat hal ini sulit dilakukan, maka di bagian IKA pengobatan langsung diberikan
1 Antibiotika pada penderita secara polifragmasi selama 10-15 hari:
Ampisilin 100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
kloramfenikol dengan dosis:
o umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari.
o Umur >6 bulan :50-75 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
Atau gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis
2 Suportif
IVFD,oksigen,pembersih jalan nafas

II.9. DIAGNOSIS BANDING


Secara klinis pneumonia yang disebabkan oleh kuman (bakteri), virus tidak dapat dibedakan.
Keadaan yang menyerupai pneumonia secara klinik:
Bronkhiolitis
Payah jantung
Aspirasi benda asing

II.10 KOMPLIKASI
Bronkiektasis
Abses paru
Empiema
II.11

PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada

anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial
tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi
memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.

II.12 PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita
atau

mengobati

secara

dini

penyakit-penyakit

yang

dapat

menyebabkan

terjadinya

bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh
kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi
dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan lain-lain

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara


lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan

DAFTAR PUSTAKA
Asih, Retno, et.al. Kuliah Pneumonia disampaikan dalam Seminar Continuing Education
Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI tanggal 29-30 Juli 2006.
IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I 2004. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta. 2004. Halaman 351-358.
ISO Indonesia volume 43. PT ISFI. Jakarta. 2008.
Matondang, Cory dkk. Diagnosis Fisik pada Anak edisi II. CV Sagung Seto, Jakarta. 2003.
Soetjiningsih, dr.,SpA. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit EGC. Jakarta. 1995.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak edisi III. FKUI, Jakarta. 1985,
halaman 1228-1232.

Anda mungkin juga menyukai