Makalah Fraktur Lansia
Makalah Fraktur Lansia
Kelompok III
Seorang Nenek Mengerang Kesakitan pada Panggul Kanannya
030.05.091
Fanny Febriani
030.06.134
Juliana Sie
030.06.230
Rudy Adiputra
030.07.010
030.07.042
Bastian
030.07.065
030.07.090
Fauziah
030.07.127
Juliana
030.07.162
Mega Permata
030.07.184
030.07.206
Putri Inda
030.07.241
030.07.262
Victhoria A. Paragaye
030.07.284
030.07.304
030.07.324
030.07.344
BAB I
PENDAHULUAN
Salam sejahtera dan rasa terima kasih kami ucapkan kepada seluruh dosen Fakultas atas
bimbingan yang telah diberikan kepada Mahasiswa dan Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti.
Kami telah melaksanakan diskusi kasus dengan topik pembahasan nyeri panggul kanan
pada wanita lansia. diskusi telah dilaksanakan sebanyak 2 sesi. Sesi pertama dilaksanakan pada
hari Rabu 28 Oktober 2009 pukul 08.00 dan Sesi kedua dilaksanakan pada hari Kamis 29
Oktober 2009 pukul 10.00 dengan dosen pembimbing Dr. Anthony R. Widjaja, Sp.B. Diskusia
dipimpin Ukim bin Antiko sebagai ketua dan Nidia Putri sebagai sekretraris.
Diskusi berjalan cukup lancar, seluruh peserta diskusi aktif dan berpatisipasi dalam
menjawab dan member informasi yang berkaitan dengan topik diskusi. Dr. Anthony R. Widjaja,
Sp.B juga sangat membantu kami untuk berpikir sistematis dalam menghadapi pertanyaan
pertanyaan pada kasus diskusi.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang nenek mengerang kesakitan pada panggul kanannya, diantar oleh keluarganya ke
UGD dengan tandu ambulans posisi baring terlentang, sang nenek sering mengerang kesakitan
sambil memegangi panggul kanannya. Pasien diantar cucunya ( laki laki ), mahasiswa semester
satu.
Identitas Pasien :
Nama
Usia
Status
Alamat
Kira kira 1 jam lalu mendengar nenek menjerit kesakitan akibat jatuh duduk saat
Setelah kakek meninggal, nenek sering berdiam diri dan banyak berbaring di kamar dan
Nampak murung, tidak melakukan aktivitas sehari hari seperti biasanya. Tak ada lagi
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Dalam posisi baring terlentang, tampak sangat menderita, sebentar sebentar
memegangi panggul kanannya, seraya mengaduh kesakitan dengan sikap
terpaksa tungkai kanannya sedikit fleksi dan sedikit eksorotasi.
Pernafasan
: Adekuat 20 x/menit
Tekanan Darah : 160/90 mmHg ( hipertensi grade II )
Suhu
: 36,8 C
Badan kurus, postur tubuh kifotik, kulit tampak keriput agak kering banyak pigmentasi.
Rambut uban banyak rontok
Mata agak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, arkus senilis +/+, kaca
mata +/+
Gigi palsu tidak dipasang
Toraks tidak ada kelainan, batas jantung normal.
Paru vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen soepel, hepar/lien/buli tidak teraba. bising usus normal.
Perabaan tulang belakang dari bawah tak ditemukan deformitas (kecuali kifotik), tidak
Ekstemitas bawah : tampak sikap terpaksa tungkai kanan agak fleksi dan sedikit
eksorotasi, tak ada gerakan aktif. Tungkai kiri posisi normal dengan gerak aktif normal.
Status Lokalis Panggul Kanan: paha sedikit fleksi dan eksorotasi, tak tampak
jejas/memar, tidak teraba pembengkakan/hematom. NT di inguinal dan gluteal teraba
lebih hangat, tak ada gerakan aktif sendi panggul (tak mampu mengangkat maupun fleksi
tungkai), tak ada tanda tanda gangguan vaskular maupun neurologis tungkai kanan.
Faktor Resiko 2 : Depresi ( rasa sedih yang berkepanjangan akibat suaminya meninggal )
hilang gairah hidup kurang nafsu makan nutrisi tidak seimbang tubuh lemah
hilang konsentrasi/pusing jatuh terduduk fraktur panggul kanan nyeri
Kondisi Patologi
Trauma
Degeneratif
Imobilisasi
akibat osteoporosis
Pasien sering berdiam diri, banyak berbaring di
kamar, tidak melakukan aktivitas sehari hari.
Sistem musculoskeletal yang lemah, sehingga
Fraktur Vertebra
menyebabkan tubuh pasien lemas, mudah pusing sehingga mudah terjatuh. selain itu
malnutrisi juga dapat menjadi pencetus timbulnya penyakit akibat imunitas yang
menurun )
Bagaimana kondisi lingkungan pasien ?
( di khawatirkan kondisi lingkungan pasien dapat membahayakan, misalnya keadaan
ruangan yang gelap sedangkan kondisi pengelihatan lansia kurang baik, lantai licin yang
dapat menyebabkan mudah terpeleset, posisi tempat tidur, kondisi rumah tinggal )
Apakah mengkonsumsi obat sedatif ?
( obat sedatif dapat menekan sistem saraf pusat yang menyebabkan keadaan kantuk )
Bagaimana aktivitas pasien sehari hari ?
( untuk mengatahui apakah pasien termasuk orang yang aktif atau pasif, karena pada
orang yang aktif terjadi banyak pergerakan. sementara pada orang yang pasif terjadi
imobilisasi akibat sistem musculoskeletal yang jarang digunakan )
Faktor Pencetus
- kurang keseimbangan
- lingkungan tempat tinggal
- sist. musculoskeletal lemah
- suami meninggal
- tidak bersosialisasi
- wanita menopause
- kurang nutrisi
- susah makan
- tidak mau pakai gigi palsu
- pola makan tidak sehat
(senang makan kerang, cumi)
Resiko
1. Fraktur collum femoris
2. Dislokasio acetabulum
1. Wajah tampak cepat tua
2. Kurang beraktivitas
(berakibat imobilitas)
1. Postur kifotik
2. Mudah fraktur jika trauma
1. Badan sangat kurus
2. Merasa pusing (kurang glukosa)
3. Lemah ( kurang energi )
4. Kolestrol
Hipotesis masalah
Hipotesis
1. Fraktur collum femoris
2. Dislokasio acetabulum
3. Sindroma deconditioning
4. Malnutrisi
Cek Kolestrol
Tes fungsi ginjal
Tujuan
Indikasi pada pasien
- mengetahui ada infeksi/tdk - pasien sulit makan, sehingga
-mengetahui ada anemia/tdk
dikhawatirkan
sistem
imunnya
menurun dan mudah terjadi penyakit
Cek Elektrolit
Mengetahui
hipertensi.
kerusakan ginjal
apakah - Pasien sulit
untuk
makan,
Hal yang menjadi prioritas utama pada pasien ini adalah keluhan rasa sakit pada panggul kanan
Tata Laksana
Untuk mengatasi nyeri : Analgesik
PRICE ( Protect, Rest, Ice, Dari kedua foto x-ray yang sudah diberikan, dapat dilihat adanya
beberapa kekurangan seperti:
Tidak ada foto panggul kiri yang dapat menjadi perbandingan untuk mendeteksi
perubahan-perubahan patologis pada panggul kanan.
Foto hanya mencakup 1 articulatio (articulatio coxae dextra). Harusnya foto juga
di
2. Ligamentum
Ligamentum iliofemorale adalah sebuah ligamentum yang kuat dan berbentuk seperti Y
terbalik. Dasarnya, di sebelah atas melekat pada spina iliaca anterior inferior; di bawah, kedua
lengan Y melekat pada bagian atas dan bawah linea intertrochanterica femoris. Ligamentum yang
kuat ini mencegah ekstensi berlebihan selama berdiri.
Ligamentum pubofemorale berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior
ossis pubis, dan apex melekat di bawah pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamentum
ini membatasi gerakan ekstensi dan abduksi.
Ligamentum ischiofemorale berbentuk spiral dan melekat pada corpus os ischium dekat margo
acetabuli. Serabut-serabut berjalan ke atas dan lateral dan melekat pada trochanter major.
Ligamentum ini membatasi ekstensi.
Ligamentum transversum acetabuli dibentuk oleh labrum acetabuli sewaktu menghubungkan
incisura acetabuli. Ligamentum ini mengubah incisura menjadi terowongan yang dilalui oleh
pembuluh darah dan saraf yang memasuki sendi.
Ligamentum teres femoris (ligamentum capitis femoris) berbentuk pipih dan segitiga.
Ligamentum ini melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris (fovea
capitis) dan melalui dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabuli.
Ligamentum ini terletak di dalam sendi dan dibungkus oleh membrana sinovial.
3. Membrana sinovial
Membrana ini melapisi capsula dan melekat pada margines facies articulares, dan meliputi
bagian collum femoris yang terletak di dalam simpai sendi. Membrana sinovial membungkus
ligamentum teres femoris dan meliputi bantalan lemak yang ada di dalam fossa acetabuli.
Kantung membrana sinovial sering menonjol keluar melalui celah yang ada pada dinding
anterior capsula, di antara ligamentum pubofemorale dan ligamentum iliofemorale, dan
membentuk bursa psoas di bawah tendo dari m. psoas.
4. Persarafan
Terdapat n. femoralis, n. obturatorius, n. ischiadicus, dan nervus yang akan mempersarafi m.
quadratus femoris.
Gerakan
Bila lutut difleksikan, fleksi dibatasi oleh permukaan anterior tungkai atas yang
berkontak dengan dinding anterior abdomen. Bila lutut diekstensi, fleksi dibatasi oleh
ketegangan otot-otot hamstring. Ekstensi, yaitu gerakan ke belakang kembali ke posisi anatomi,
dibatasi oleh tegangan ligamentum iliofemorale, ligamentum pubofemorale, dan ligamentum
ischiofemorale. Abduksi dibatasi oleh tegangan ligamentum pubofemorale, dan adduksi dibatasi
oleh kontak dengan tungkai di sisi yang berlawanan dan oleh tegangan ligamentum teres femoris.
Rotasi lateral dibatasi oleh tegangan ligamentum iliofemorale dan ligamentum pubofemorale,
dan rotasi medial dibatasi oleh ligamentum ischiofemorale.
Otot-otot yang berperan pada berbagai macam pergerakan articulatio coxae:
1. Fleksi
Dilakukan oleh m. iliopsoas, m. rectus femoris, m. sartorius, dan mm. adductores.
2. Ekstensi
Dilakukan oleh m. gluteus maximus dan otot-otot hamstring.
3. Abduksi
Dilakukan oleh m. gluteus medius dan m. gluteus minimus dibantu oleh m. sartorius, m.
tensor fasciae latae, dan m. piriformis.
4. Adduksi
Dilakukan oleh m. adductor longus dan m. adductor brevis serta serabut-serabut adductor
dari m. adductor magnus. Otot-otot ini dibantu oleh m. pectineus dan m. gracilis.
5. Rotasi lateral
Dilakukan oleh m. piriformis, m. obturatorius internus, m. obturatorius externus, m.
gemellus superior, m. gemellus inferior, dan m. quadratus femoris dibantu oleh m. gluteus
maximus.
6. Rotasi medial
Dilakukan oleh serabut-serabut anterior dari m. gluteus medius, m. gluteus minimus, dan
m. tensor fasciae latae.
7. Sirkumdiksi
Merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan di atas.
Akibat trauma yang terjadi pada pasien ini, dapat terjadi anatomi abnormal sendi panggul
berupa fraktur collum femoris intrakapsular yang dibagi menjadi 4 tipe dengan klasifikasi
garden:
Tingkat I : Fraktur inkomplet dimana fraktur tidak meliputi seluruh collum femoris.
Tingkat II : Disini sudah terjadi fraktur komplet dari collum femoris tapi tidak ada
pergeseran dari fragmen fraktur.
Tingkat III : Fraktur komplet dari collum femoris dengan pergeseran fragmen fraktur
(caput femoris).
Tingkat IV : Fraktur komplet dimana caput femoris sudah terpisah yang disebut fraktur
separasi.
Ht 40%
Eritrosit 4,5 juta (N= 4-5 juta) Eritrosit pasien dalam batas normal
normal
MCHC 32 g/dL
SGPT 36 U/L (N= 5-41 u/l) SGPT pasien dalam batas normal
SGOT 34 U/L (N= 5-40 U/L) SGOT pasien dalam batas normal
Protein total 8 g/dL (N= 6,1-8,2 g/dL) Protein pasien dalam batas normal
Kreatinin 1,6 mg/dL (N= 0,5-1,5 mg/dL) Kreatinin pasien mengalami sedikit
peningkatan
Asam urat 8,2 mg/dL (N= 2,4-5,7 mg/dL) As. urat paisen mengalami kenaikan
GDS (Gula Darah Sewaktu) 140 mg/dL (N= <200mg/dL) GDS pasien dalam batas
nornal
Trigliserid 140 mg/dL (N= <150 mg/dL) Trigliserid pasien dalam batas normal
Kolesterol 250 mg/dL (N= <200 mg/dL) Kolestrol paisen mengalami kenaikan
LDL 170 mg/dL (N= <150 mg/dL) LDL pasien mengalami peningkatan
Urinalisa:
BJ 1.030
Protein ++ (N= -)
Glukosa -
Bilirubin -
Torak -
Epitel ++ (N= +)
Kristal + (N= -)
Bakteri + (N= -)
Dapat dilihat dari pemeriksaan lab bahwa terjadi perubahan di luar nilai normal pada beberapa
pemeriksaan. Berikut ini adalah masalah yang dapat disimpulkan berdasarkan perubahan nilainilai di atas:
3. BMD (Bone Mineral Density) untuk mengetahui sejauh mana proses osteoporosis
mempengaruhi pasien.
4. Pengukuran sudut panggul untuk mengetahui apakah ada dislokasi atau tidak.
Compress, Elevation )
Diagnosis
Penanganan
Konservatif
Operatif
Pasang pin/pin dan plate screw,atau eksisi kaput(pasang prosthesis Austin Moore
atau Thompson)
Jika menolak operatif : traksi kulit 3 minggu;jalan pakai crutch
Dekubitus
Pneumonia
Inkontinensia urin
Konfusi
Osteoatritis
Anemia
Dehidrasi
Heart Failure
Depresi
Mistreatment
Prognosis
Ad vitam
BAB III
PEMBAHASAN
Gangguan keseimbangan dan jatuh merupakan salah satu masalah yang sering terjadi
pada lansia akibat berbagai perubahan fungsi organ, penyakit dan faktor lingkungan. Akibat yang
ditimbulkan berupa cedera kepala, cedera jaringan lunak, sampai patah tulang. Jatuh merupakan
petanda kerapuhan,
Terdapat banyak faktor yang perperan pada terjadinya instabilitas dan jatuh pada lansia.
Faktor resiko diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
Faktor Instrinsik
Faktor Ekstrinsik
Fraktur merupakan resiko yang sering dijumpai terutama pada lansia. Banyak faktor
predisposisi yang dapat menjadi penyebab terjadinya fraktur. Porositas tulang yang meningkat
daripada proses pembentukan tulang, menjadi penyebab utama fraktur pada lansia. Pada orang
dengan usia lanjut, sering ditemukan kondisi seperti gangguan pengelihatan, gangguan
keseimbangan, serta imobilisasi yang lama menjadi penyebab terjadinya jatuh pada lansia yang
akhirnya berakibat fraktur.
Fraktur yang biasa terjadi pada lansia misalnya, fraktur collum femoris, fraktur colles
(pergelangan tangan) dan fraktur collumna vertebralis. Fraktur juga dapat menjadi penyebab
kesakitan, kematian dan pengeluaran biaya untuk pelayanan kesehatan dan sosial pada lansia.
Oleh karena fraktur merupakan kondisi yang berbahaya pada lansia, maka perlu
dilakukan hal hal yang berkaitan dengan pencegahan fraktur. Dalam kasus pada lansia, tim
tenaga medis tidak hanya perlu berkomunikasi dengan pasien, namun juga dengan keluarga
pasien atau perawat pasien agar mereka dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik pada
pasien (lansia) di rumah dan membantu untuk mencegah hal hal yang dapat menjadi faktor
pencetus terjadinya fraktur.
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah
mengkaji dan mengobati trauma fisik, mengobati penyakit yang mendasari, dan memberikan
terapi fisik serta penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, dll. Perubahan
lingkungan sangat penting dilakukan untuk mencegah jatuh berulang.
Tujuan utama tatalaksana adalah mengembalikan pasien pada keadaan dan fungsi
sebelum menjadi fraktur. Hal ini dapat dicapai dengan operasi dan disertai mobilisasi dini.
Mobilisasi dini penting untuk menghindari komplikasi akibat tirah baring yang lama.
Pasien lansia yang mengalami fraktur diperlukan penilaian geriatri yang komprehensif.
Pasien lansia umumnya lemah, memiliki beberapa masalah medis, dan seringkali terdapat
demensia. Berdasarkan data yang dikumpulkan, dibuat pengkajian geriatri yang prinsipnya
mencakup penyakit dasar, penyakit penyerta, faktor resiko, prognosis dan kelayakan operasi.
Bila didapatkan penyakit penyerta pada pasien, maka dilakukan manajemen perioperatif hingga
penyakit penyerta dapat terkontrol.
Perlu pula dilakukan penapisan aktivitas hidup harian sebelum dan setelah fraktur,
maupun adanya gangguan fungsi kognitif dan depresi. Aktivitas hidup secara sederhana dapat
dinilai dengan indeks activity daily living (ADL) Barthel. Evaluasi fungsi kognitif dapat secara
kuantitatif menggunakan abbreviated mental test (AMT) atau mini mental state examination
(MMSE). Adanya depresi dapat di cek dengan geriatric depression scale (GDS).
Osteoporosis dengan bertambahnya usia baik pada perempuan maupun laki-laki
menyebababkan meningkatnya risiko fraktur pada trauma minimal. Fraktur osteoporotik sering
terjadi pada lengan bawah, vertebrata, dan femur proksimal. Risiko fraktur selain berhubungan
dengan aktivitas fisik dan menungkatnya risikop jatuh juga dapat diperhitungkan dengan dentitas
massa tulang (bone mineral density, BMD). penyebab osteoporosis sekunder harus pula digali
seperti terapi kortikosteriod, hipertiroid, hiperparatiroid, dan hipogonadisme/
Kendati terapi osteoporosis menurunkan resopsi tulang dan meningkatkan dentitas
tulang, penurunan insidens fraktur sebagian berhubungan dengan mekanisme non skeletal.
Suplementasi 800 UI vitamin D3 dan 1,2 gram kalsium elemental setiap hari selama 3 tahun
menurunkan resiko fraktur panggul.
BAB IV
KESIMPULAN
Gangguan keseimbangan, jatuh dan fraktur merupakan masalah besar pada usia lanjut.
Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan instabilitas dan jatuh pada lansia. Dibutuhkan
pengkajian lebih lanjut untuk mencegah jatuh dan fraktur. Diperlukan tatalaksana secara holistik
dan interdisiplin
Pada lansia, dibutuhkan dukungan berupa modifikasi lingkungan agar dapat memberikan
rasa aman dari resiko terjatuh karena kerapuhan pada tulang lansia sangat memudahkan lansia
mengalami fraktur yang penyembuhannya tidak sama dengan orang dewasa pada umumnya.
Untuk itu, dibutuhkan juga kerjasama tenaga medis dengan keluarga pasien agar turut menjaga
kondisi pasien agar aman dari bahaya terjatuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yasif Watampone ; 2007 .p.17884
2. Setiati S, Laksmi PW. Gangguan Keseimbangan Jatuh dan Fraktur. In : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta
: FKUI ; 2007.p. 1378-88
3. Andayani R, Murti Y. Jatuh. In : Martono H, Pranarka K, eds. Buku Ajar Boedhi Darmojo
Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ). 4th ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2009.p.174-97
4. Carter MA. Fraktur dan Dislokasi. In : Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2006 .p.
1365-70