Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS COR PULMONAL


CHRONIC DISEASE (CPCD) DI RUANG FLAMBOYAN
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Menurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran
dari jantung kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit
yang mempengaruhi struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya.
Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi atau dilatasi
dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan
oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, didinding toraks maupun vaskuler paru. Cor
Pulmonal dapat bersifat akut akibat adanya emboli paru yang pasif, dan dapat juga
bersifat kronis. (Yogiarto,M dan Baktiyasa,B: 2003).
2. Etiologi
Banyak penyaklit yang berhubungan dengan hipoksemia dan mempengaruhi paru-paru
dapat menyebabkan cor pulmonal. Secara umum, penyakit cor pul monal disebabkan
oleh :
a. Penyakit paru yang merata
Terutama emfisema, brnkhitis kronik (salah satu deretan penyakit cronic
obstructive pulmonary disease- COPD). Dan fribosis akibat tuberculosis.
b. Penyakit pembuluh darah paru-paru
Terutama trombosis dan embolus paru-paru, fibrosis akibat penyinaran
menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru- paru
c. Hipoventilasi alveolar menahun
Adalah semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, misalnya :
Penebalan pleura bilateral
Kelainan neomuskuler, seperti polimielitis dan distrofi otot
Kiposkoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasita rongga trorak sehingga
pergerakan thorak berkurang.
Teori lain mengatakan, Penyakit ini disebabkan oleh:
a. Penyakit paru obstruksi kronik.
b. Emfisema
c. Penyumbatan vaskuler/ remodeling vaskuler/ obstruksi pembuluh darah: emboli
paru, atau penyakit yang menyebabkan kompresi perivaskular atau destruksi
jaringan pada fibrosis paru, granulomatosis, kanker paru.
d. Trombo emboli
e. Vasokonstriksi pulmonal menyeluruh: dapat disebabkan oleh hipoksia, pirau
intrapulmonal kanan ke kiri.

f.
g.
h.
i.
j.
k.

Penyakit / radang pembuluh darah


Penyakit sickle cell
Penyakit parenkim dan pengurangan daerah pembuluh darah
Bronkiektasis difus
TB paru luas
Hipertensi pulmonal primer. Hipertensi pulmonale merupakan komplikasi
hemodinamik. Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada kor pulmunale
dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu :
1) Obstuksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu
penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 0.5 %
pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis
akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru
dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini
tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai
pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau
penyempitan pembuluh darah paru.
2) Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale
adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan
pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan
infiltrasi sel-sel yang progersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan
jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan
jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru.
3) Vasokontriksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam patogenesis
terjadinya

hipertensi

pulmonale.

Hipoksia

sejauh

ini

merupakan

vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik


merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan
sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom
hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis
juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi
dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara tersendiri tidak mempunyai
efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan tekanan
arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat

hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan


peningkatan tekanan arteri pumonalis.
4) Idiopatik
Kelainan idiopatik ini didapatkan pada pasien hipertensi pulmonale primer
yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa
didapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada
jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya hipertrofi tunika media,
fibrosis tunika intima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus.
Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui. Walaupun sering
di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit
autoimun lainnya serta infeksi HIV.
3. Klasifikasi
Kor pulmonal (Pulmonary heart disease) diklasifikasikan berdasarkan etiologinya,
yaitu :
a. Kor pumonal (Pulmonary heart disease) akibat Emboli Paru adalah hipertropi
ventrikel kanan yang disebabkan karena adanya sumbatan pada area sirkulasi
pulmonal.
b. Kor pulmonal (Pulmonary heart disease) dengan PPOM adalah hipertropi
ventrikel kanan karena pengaruh penyakit bronkhitis kronik, bronkhiektosis,
emfisema paru dan asma yang menyerang paru-paru.
c. Kor pulmonal (Pulmonary heart disease) dengan Hipertensi Pulmonal primer
adalah hipertropi ventrikel kanan yang dikarenakan oleh peningkatan tekanan
darah dalam sirkulasi pulmonal.
d. Kor pulmonal (Pulmonary heart disease) dengan kelainan jantung kanan adalah
hipertropi ventrikel kanan yang memang dicetuskan oleh adanya gangguan pada
vertrikel kanan itu sendiri.
4. Insiden
Meskipun prevalensi PPOK di Amerika Serikat pada tahun 2006 terdapat sekitar 15 juta,
prevalensi yang tepat dari cor pulmonale sulit untuk ditentukan karena tidak terjadi pada semua kasus
PPOK, pemeriksaan fisik tidak sensitive untuk mendeteksi adanya hipertensi pulmonal. Cor pulmonal
mempunyai insidensi sekitar 6-7 % dari seluruh kasus penyakit jantung dewasa di Amerika
Serikat, dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) karena bronchitis kronis dan
emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus cor pulmonale.
Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli paru
massif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari cor pulmonale akut yang
mengancam jiwa pada orang dewasa.

Terdapat sekitar 50.000 angka kematian di Amerika Serikat pada tahun 2006 ini dalam setahun
akibat emboli paru dan sekitar setengahnya terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung
kanan.
Menurut Boedhi-Darmojo (2001) di Indonesia angka prevalensi hipertensi
pulmonal penyebab kor-pulmonal berkisar antara 0,65-28,6%. Biasanya kasus
terbanyak ada pada daerah perkotaan. Angka tertinggi tercatat di daerah Sukabumi,
diikuti daerah Silungkang, Sumatera barat (19,4%) serta yang terendah di daerah
lembah Bariem, Irian Jaya.
Secara global, insidensi cor pulmonale bervariasi antar tiap negara, tergantung pada prevalensi
merokok, polusi udara, dan factor resiko lain untuk penyakit paru-paru yang bervariasi.
5. Manifestasi Klinis
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antara satu penderita yang satu dengan
yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.
a. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadangkadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
b. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum).
c. Kor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering
pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).
d. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan
kaki serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan
penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing
respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal
jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran
kanan atas dapat juga muncul.
Tanda-tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher
distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop (atau keduanya), pulsasi sternum bawah
atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
Gejala- gejala tambahan ialah:

Sianosis

Kurang tanggap/ bingung

Mata menonjol

6. Patofisiologi

Pembesaran ventrikel kanan pada cor pulmonal merupakan fungsi pembesaran


atau kompensasi dari peningkatan dalam afterload. Jika resistensi vaskuler paru-paru
meningkat dan tetap meningkat, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paruparu, peningkatan curah jantung dan pengerahan tenaga fisis dapat meningkatkan
tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronis
meningkat jika volume paru-paru membesar seperti pada penyakit COPD yang
dikarenakan adanya pernaniangan pernbuluh paru-paru dan kompresi kapiler alveolar.
Penyakit paru-paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang pada suatu waktu
akan memengaruhi jantung, menyebabkan pembesaran ventrikel kanan, dan sering kali
berakhir dengan gagal jantung.
Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan oksigenasi paru-paru,dapat
mengakibatkan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkapnia (pen ingkatan PaCO2),
dan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnia akan menyebabkan vasokonstriksi
arteri pulmonar dan memungkinkan penurunan vaskularisasi pull-part seperti pada
emfisema dan emboli paru-parti. Akibatnya, akan terjadi peningkatan tahanan pada
sistem sirkulasi pulmonal, sehingga menyebabkan hipertensi pulmonal. Arterial mean
pressure pada paru-paru sebesar 45 mmHg atau lebih dan dapat menimbulkan cor
pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin diikuti oleh gagal jantung
kanan.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik, didapatkan :
JVP meningkat dikaitkan dengan adanya respon gagal jantung kanan dan
hipertropi ventrikel kanan sendiri, ketika terjadi hipertropi ventrikel kanan dan
akhirnya gagal jantung kanan, maka vena jugularis juga ikut menunjang
kompensasi sehingga tekanan atau venous jugularis pulse mengalami

peningkatan.
Hepatomegali dikatkan dengan adanya desakan dari arah ventrikel kanan
jantung yang mendesak ruang diafragma dan hepar sehingga ketika dilakukan

pemeriksaan, yaitu palpasi dan perkusi hepar ditemukan adanya hepatomegali.


Asites dan edema tungkai dikaitkan dengan salah satu tanda penyakit gagal
jantung kanan sebagai respon komplikasi penyakit kor pulmonal ini, yaitu
oedema pada daerah ekstremitas bawah (tungkai) dan berisi cairan (asites).

b. Pemeriksaan jantung, didapatkan :


Peningkatan bunyi komponen pulmoner merupakan tanda hipertensi pulmoner.
Tekanan arteri pulmoner sangat tinggi akan terjadi regurgitasi di katup
trikuspid ditandai dengan bunyi murmur sistolik.
c. Elektro Kardiogram (EKG), digambarkan :
Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus
takikardia saja.
Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai
berikut, yaitu:

Gelombang P mulai tinggi pada lead II

Depresi segmen S-T di lead II, III, Avf

Gelombang T terbalik atau mendatar di lead V1-3

Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete


Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG

menunjukkan:

Aksis bergeser ke kanan (RAD) lebih dari +90

Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di lead II, III, Avf

Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation)

Rasio R/ S di V1 lebih dari 1

Rasio R/ S di V6 lebih dari 1

Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri)

RBBB incomplete atau incomplete


Pada kor-pulmonal akut (emboli paru masif), EKG menunjukkan adanya

Right Ventrikular Strain yaitu adanya depresi segmen S-T dan gelombang T yang
terbalik pada sandapan perikordial kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi
ventrikel kanan yang klasik sulit didapat. Padmavati dalam penelitiannya
menyatakan criteria yang lain untuk kor-pulmonal dalam kombinasi EKG sebagai
berikut :
RS di V5 dan V6
Aksis bergeser ke kanan
QR di AVR
P pulmonal

Gambar 2. Kor pulmonal dan EKG


d. Radiografi, digambarkan :
Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus
dan arteri pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi
kecil/tidak nyata.
Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena
adanya dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit
dinyatakan pada foto dada karena adanya hiperinflasi paru (misalnya pada
emfisema). Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta
ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel
kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari ukuran normal. Lebih
singkatnya sebagai berikut :

Pembesaran jantung dimana ikhtus akan tampak bergeser ke kiri atas.

Arteri pulmonale kanan di katakan melebar apabila lebih dari 16 mm dan kiri
lebih 18 mm.

Tampak gambaran penyakit dasarnya

Ictus tampak
bergeser &
naik ke kiri
atas

Gambar 3. Gambaran radiologis pada pasien dengan Kor Pulmonal


e. Ekokardiografi, digambarkan :

Tampak gambaran pembesaran ventrikel kanan

Tampak gambaran regurgitasi saat sistole

Gambar 4. Gambaran ekokardiografi pada penderita kor pulmonal


f. Kateterisasi jantung kanan
Diagnosis pasti untuk hipertensi pulmonale.

Gambar 5. Kateterisasi jantung


g. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%),
tekanan oksigen (PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO 2)
>50 mmHg.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Pada dasarnya adalah mengobati penyakit dasarnya. Pengobatan terdiri dari:
1) Tirah baring, anjuran untuk diet rendah garam.
Tirah baring mencegah memburuknya hipoksemia yang akan lebih menaikkan
lagi tekanan arteri pulmonalis. Garam perlu dibatasi tetapi tidak secara
berlebihan karena klorida serum yang rendah akan menghalangi usaha untuk
menurunkan hiperkapnia.
2) Tindakan preventif, yaitu berhenti merokok olahraga dan teratur, serta senam
pernapasan sangat bermanfaat walaupun harus dalam jangka panjang.
b. Penatalaksanaan Medis
Terapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada
penatalaksanaan untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta
peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari ventrikel
kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di paru. Pada
pulmonary heart disease akut akan dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu di
fokuskan pada kestabilan klien.
Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary heart
disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang meliputi
masalah

pengisian

cairan

di

ventrikel

dan

pemberian

vasokonstriktor

(epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang adekuat. Tetapi pada


dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah utama,
misalnya pada emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan,

agen trombilisis atau tindakan pembedaham embolektomi. Khususnya jika


sirkulasi terhambat akan dipertimbangkan pula pemberian broncodilator dan
penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan PPOK; pemberian steroid dan
imunosupresif pada penyakit fibrosis paru.
Terapi oksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline, dan
terapi antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada kor pulmonal
kronis.
1) Terapi Oksigen
Terapi oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang perlu ventilator
mekanik bila terjadi retensi CO2 yang berbahaya (gagal napas). Pada kasus
eksaserbasi akut insufisiensi paru, sering pasien perlu dirawat intensif untuk
aspirasi sekret bronkus, pengobatan infeksi paru, bronkodilator, kortikosteroid,
keseimbangan cairan, dan pengawasan penggunaan sedatif. Klien dengan
pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO 2) di bawah 55 mm Hg dan
menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat
menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar, kemudian dapat menaikkan
cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, meringankan hipoksemia jaringan, dan
meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO 2
kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%.
Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan
meningkatkan status fungsional. Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan
untuk managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia atau
penyakit paru obstruktif (PPOK).
2) Diuretik
Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis,
terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer.
Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri.
Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di
perhatikan penggunaannya. Volume pengosongan yang berlebihan dapat
menimbulkan penuruna cardiac output. Komplikasi lain dari diuretic adalah
produksi hypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas
stimulasi karbondioksida pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi.
Produksi elektrolit dan asam yang merugikan sebagai akibat dari penggunaaan
diuretic juga dapat menimbulkan aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac
output. Oleh karena itu diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary
heart disease kronis, dengan memperhatikan pemakaian. Contoh : Aldactone

(spironalactone), Anhydrone (Siklotiazida), Aquatag (Benztiazida), Aquatensin


(Metiklotiazida),

Lasix

(Furosemida),

Midamor

(Amilorid),

Naqua

(Triklormetiazida), Zaroxolyne (Metolazone).


Dosis pemberian diuretik tergantung efek diuresis yang dikehendaki.
3) Vasodilator
Tujuan terapi dg vasodilator adalah menurunkan hipertensi pulmonale tetapi
sebagian besar berdampak pada sirkulasi sistemik sehingga akan terjadi hipotensi.
Contoh obat vasodilator adalah

ACE-inhibitor

(Angiotensin

Converting

Enzyme

Inhibitio)

mengembangkan pembuluh darah arteri dan vena.

Nitroglycerine = mengembangkan pembuluh darah vena saja.

Hidrolacyne = mengembangkan pembuluh darah arteri saja.

4) Digitalis
Adalah obat yang meningkatkan kekuatan dan efisiensi jantung dan digunakan
untuk mengobati layu jantung dan menormalkan lagi denyut jantung. Dalam
kaitannya terhadap pengobatan kor pulmonal hanya bermanfaat diberikan apabila
telah disertai dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Digitalis diberikan
terutama bila terdapat gagal jantung kanan, tetapi yang paling penting adalah
mengobati penyakit paru yang mendasarinya.
Dosis pemberian obat digitalis :

Jika dalam 2 minggu terakhir klien tidak mendapat terapi digitalis, maka
dapat diberikan digitalis cepat (IV) dengan dosis 0,2-0,4 mg setiap 4-6 jam
sampai dengan total dosis 1,6 mg.

Dosis maintenanceny adalah 0,25-0,50 mg/hari.

Beberapa nama obat digitalis adalah digitoksin (paten= Crystodigin,


Digifortis, Lanoxin).
5) Trakeostomi
Kadang-kadang diperlukan trakeostomi untuk membantu aspirasi sekret dan
mengurangi ruang mati.
6) Antikoagulan
Antikoagulan dapat mencegah trombosis yang memperberat penyakit paru
obstruktif kronik. Contoh obat antikoagulan oral adalah warfarin, sedangkan yang
melalui IV line adalah Heparin atau Syntrom dan obat jenis Anti-agresi Platelet
(antiplatelet) : AsamvSalisilat (Aspirin/ Aspilet).

Dosis pemberian Heparin adalah sebagai berikut :

Heparin : IV bolus 5000 IU, drip 1000 IU/jam atau sesuai dengan hasil APTT.
Contoh :
RUMUS = DOSIS : PENGENCERAN
i. Advis dokter Heparin 1000 unit/jam
ii. Pengenceran 25.000 dalam 500 ml normal saline
iii. 500 ml = 25.000 unit 1 ml = 50 unit
iv. 1000 : 50 = 20 ml/jam
v. Jika menggunakan infus set mikro, maka (20 ml/jam x 60) : 60 = 20
tetes/menit

Syntrom 2-20 mg/hari atau sesuai dengan waktu pembekuan.

Anti-agresi Platelet (antiplatelet) : AsamvSalisilat (Aspirin/ Aspilet) dengan


dosis 50-300 mg/hari.

7) Pengobatan Lain
Inhibitor karbonik anhidrase (asetasolamid) suatu waktu banyak dipakai pada
pasien hiperkapnia kronik. Tetapi efek sampingnya yang membahayakn adalah
terjadinya asidosis metabolik pada asidosis respiratorik yang telah ada.
Phlebotomy menjadi tatalaksana standar pada polisitemia yang disebabkan
hipoksia kronik. Saat ini belum berhasil dibuktikan adanya perbaikan onyektif
pada pertukaran gas maupun tekanan arteri pulmonalis akibat phlebotomy.
Beberapa ahli mengeluarkan darah vena sebanyak 250 mL, untuk mencegah
tromboemboli bila hematokrit atau hipertensi pulmonal sangat tinggi.
9. Komplikasi
Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:
a. Sinkope
b. Gagal jantung kanan
c. Edema perifer
d. Kematian
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Anamnesa, meliputi:
1) Identitas Pasien

a) Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk
orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia
karena sering didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal
ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi
penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak
dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru. Untuk kasus anakanak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas atas
seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
b) Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah
para pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok
yang tinggi.
c) Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor
pulmonal adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi
rumah yang kurang memenuhi persyaratan runmah yang sehat. Contohnya
ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan semakin memicu terjadinya
penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor pulmonal.
2) Riwayat Sakit dan Kesehatan
a) Keluhan utama : Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak,
nyeri dada
b) Riwayat penyakit saat ini : Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan
diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang
tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa

tindakan

yang

telah

dilakukan

untuk

menurunkan

atau

menghilangkan keluhan-keluhan tersebut. Penyebab kelemahan fisik


setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya
disertai sesak nafas.
Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot
rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan
pergerakan.
Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas seharihari.
Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya
kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun
saat beraktifitas

c) Riwayat penyakit dahulu : Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki


riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis
paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat
hipertensi pulmonal.
3) Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)
a) B1 (BREATH)

Pola napas : irama tidak teratur

Jenis: Dispnoe

Suara napas: wheezing

Sesak napas (+)

b)

B2 (BLOOD)

Irama jantung : ireguler s1/ s2 tunggal (-)

Nyeri dada (+)

Bunyi jantung: murmur

CRT : tidak terkaji

Akral : dingin basah

c)

B3 (BRAIN)

Penglihatan(mata)

Pupil : tidak terkaji

Selera/ konjungtiva : tidak terkaji

Gangguan pendengaran/ telinga: tidak terkaji

Penciuman (hidung) : tidak terkaji

Pusing

Gangguan kesadaran

d)

B4 (BLADDER)

Urin:
o Jumlah : kurang dari 1-2 cc/ kg BB/ jam
o Warna : kuning pekat
o Bau : khas

e)

Oliguria
B5 (BOWEL)

Nafsu makan : menurun

Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji

Abdomen : asites

Peristaltic : tidak terkaji

f)

B6 (BONE)

Kemampuan pergerakan sendi: terbatas

Kekuatan otot : lemah

Turgor : jelek

Oedema

4) Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.

2.

Diagnosa keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan. hipoksemia secara
reversible/ menetap, refraktori dan kebokoran interstisial pulmonal/ alveolar pada
status cedera kapiler paru.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan. sempitnya lapang respirasi
dan penekanan toraks.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan.
penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas,
sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
4) Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan. kelemahan fisik dan keletihan.
5) Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan oliguria.

3.

Perencanaan Keperawatan
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan. Hipoksemia secara reversible/
menetap, refraktori dan kebokoran interstisial pulmonal/ alveolar pada status cedera
kapiler paru.

Tujuan

: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan

tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh dapat dipertahankan.

Kriteria hasil

o Klien tidak mengalami sesak napas.


o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Tidak ada tanda-tanda sianosis.
o PaO2 dan PaCO2 dalam batas normal
o Saturasi O2 dalam rentang normal

Intervensi dan Rasional :


No.
1

Intervensi
Mandiri
Pantau frekuensi, kedalaman
pernapasan.Catat penggunaan
otot aksesori, nafas bibir,
tidakmampuan bicara/ berbincang.
Tinggikan kepala tempat tidur,
bantu pasien untuk memilih
posisi yang mudah untuk
bernapas.
Dorong
nafas
perlahan atau nafas bibir sesuai
kebutuhan
atau
toleransi
individu.
Awasi secara rutin kulit dan
warna membrane mukosa.

Dorong mengeluarkan sputum;


penghisapan bila diindikasikan.

Auskultasi bunyi nafas, catat


area penurunan aliran udara
dan/ atau bunyi tambahan.

Palpasi fremitus.

Awasi
tingkat
kesadaran/
status mental. Selidiki adanya
perubahan.

Rasional
Berguna dalam evaluasi derajat
distress pernapasan dan/ atau
kronisnya proses penyakit.
Pengiriman
oksigen
diperbaiki dengan posisi
tinggi dan latihan nafas
menurunkan kolaps jalan
dispnea dan kerja nafas.

dapat
duduk
untuk
nafas,

Sianosis mungkin perifer (terlihat


pada kuku) atau sentral (terlihat
sekitar bibir/ atau daun telinga).
Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindi-kasikan
beratnya
hipoksemia.
Kental, tebal, dan banyaknya
sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada
jalan nafas kecil. Penghisapan
dibutuhkan bila batuk tidak
efektif.
Bunyi nafas mugkin redup karena
aliran udara atau area konsolidasi.
Adanya mengi mengindikasikan
secret. Krekel basah menyebar
menunjukkan
cairan
pada
intertisial/ dekompensasi jantung.
Penurunan getaran fibrasi diduga
ada pengumpulan cairan atau
udara terjebak.
Gelisah dan ansietas adalah
manifestasi umum pada hypoxia,
GDA memburuk disertai bingung/
somnolen menunjukkan disfungsi
sersbral yang berhubungan dengan

hipoksemia.
Evaluasi
tingkat
toleransi
Selama distress pernapasan berat/
aktifitas. Berikan lingkungan
akut/ refraktori pasien secara total
yang tenang dan kalem. Batasi
tak mampu melakukan aktifitas
aktifitas pasien atau dorong
sehari-hari karena hipoksemia dan
untuk tidur/ istirahat dikursi
dispnea.
Istirahat
diselingi
selama fase akut. Mungkinkan
aktifitas perawatan masih penting
pasien melakukan aktifitas
dari program pengobatan. Namun,
secara bertahap dan tingkatkan
program latihan ditujukan untuk
sesuai toleransi individu.
meningkatkan ketahanan dan
kekuatan tanpa menye-babkan
dispnea
berat,
dan
dapat
meningkatkan rasa sehat.
Awasi tanda vital dan irama
Tachycardia,
disritmia,
dan
jantung
perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
Awasi/ gambarkan seri GDA
PaCO2
biasanya
meningkat
dan nadi oksimetri.
(bronchitis, enfisema) dan pao2
secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat
lebih kecil atau lebih besar.
Catatan: PaCO2 normal atau
meningkat menandakan kegagalan
perna-pasan yang akan datang
selama asmatik.
Berikan oksigen tambahan
Dapat memperbaiki/ mencegah
yang sesuai dengan indikasi
memburuknya hypoxia. Catatan:
hasil GDA dan toleransi pasien.
emfisema
kronis,
mengatur
pernapasan pasien ditentukan oleh
kadar
CO2
dan
mungkin
dieluarkan dengan peningkatan
PaO2 berlebihan.

Berikan penekanan SSP (misal:


ansietas,
sedative,
atau
narkotik) dengan hati-hati.

Bantu
instubasi,
berikan/
pertahankan
ventilasi
mekanik,dan pindahkan UPI
sesuai instruksi pasien.

Digunakan untuk mengontrol


ansietas/ gelisah yang meningkatkan
konsumsi
oksigen/
kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karena dapat
terjadi gagal nafas.
Terjadinya/ kegagalan nafas yang
akan datang memerlukan penyelamatan hidup.

Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan. Hipoksia.

Tujuan

o Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal


o Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.

Kriteria hasil

o Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif.


o Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress
pernapasan

Intervensi dan Rasional :


No.
1

Tindakan/ intervensi
Berikan posisi fowler atau semi
fowler

Rasional
Memaksimalkan ekspansi paru,
menurunkan kerja pernapasan, dan
menurunkan resiko aspirasi
2
Ajarkan teknik napas dalam
Membantu meningkatkan difusi
dan atau pernapasan bibir atau
gas dan ekspansi jalan napas kecil,
pernapasan diafragmatik abdomemberika
pasien
beberapa
men bila diindikasikan
kontrol terhadap pernapasan,
membantu menurunkan ansietas.
3
Obserfasi TTV (RR atau
Mengetahui
keadekuatan
frekuensi permenit)
frekuensi
pernapasan
dan
keefektifan jalan napas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism
berlangsung lebih cepat).

Tujuan

: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan nafsu

makan membaik.

Kriteria hasil :
o Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi
o Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.

Intervensi dan Rasional :


No.
1

Tindakan/ intervensi
Beri motivasi pada klien untuk
mengubah kebiasaan makan.

Sajikan makanan untuk klien


semenarik mungkin.
Pantau
nilai
laboratorium,
khususnya transferin, albumin,
dan elektrolit.
Timbang berat badan pasien
pada interval yang tepat.

3
4

Rasional
Agar pasien mau memenuhi diet
yang disarankan untuk kebutuhan
nutrisi dalam metabolisme.
Mengurangi anorexia pada pasien.
Untuk mengetahui perkembangan
asupan gizi klien melalui sampel
darah.
Untuk mengetahui perkembangan
klien dalam mempertahankan berat
badan normal.

5
6

Diskusikan dengan ahli gizi


dalam menentukan kebutuhan
protein untuk klien.
Pertahankan kebersihan mulut
yang baik.

Untuk bisa lebih tepat memberikan


diet kepada pasien sesuai zat gizi
dan kalori yang dibutuhkan.
Menambah nafsu makan dan
membersihkan kuman-kuman yang
ada
dalam
mulut,
sehingga
makanan yang klien makan akan
terasa lebih nikmat.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand


oksigen.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan


tercapainya keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.

Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan
daya tahan, menunjukkan penghematan energi.

Intervensi dan Rasional

No.
1
2

Tindakan/ Intervensi

Rasional
Mandiri
Beri
bantuan
untuk Ajarkan
klien
bagaimana
melaksanakan aktifitas sehari- meningkatkan rasa control dan
hari
mandiri dengan kondisi yang ada
Ajarkan
klien
bagaimana Istirahat memungkinkan tubuh
menghadapi
aktifitas memperbaiki
energy
yang
menghindari kelelahan dan digunakan selama aktifitas
berikan periode istirahat tanpa
gangguan di antara aktifitaa
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi Dengan ahli gizi,perawat dapat
mengenai menu makanan pasien
menentukan jenis-jenis makanan
yang harus dikonsumsi untuk
memaksi-malkan
pembentukan
energy dalam tubuh pasien.

Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan. Penurunan curah jantung.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan pola
eliminasi urin normal dapat dikembalikan.

Kriteria hasil : klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien
menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.

Intervensi dan Rasional

No.
1

Tindakan/ intervensi

Rasional

Mandiri
Pantau pengeluaran urine, catat Pengeluaran urine mungkin sedikit
jumlah dan warna saat dimana dan pekat karena penurunan perfusi
diuresis terjadi.
ginjal. Posisi terlentang membantu
diuresis sehingga pengeluaran urine
dapat ditingkatkan selama tirah
baring.
Pantau/ hitung keseimbangan Terapi diuretic dapat disebabkan
intake dan output selama 24 jam
oleh kehilangan cairan tiba-tiba/
berlebihan (hipovolemia) meskipun
edema/ asites masih ada.
Pertahakan duduk atau tirah Posisi
tersebut
meningkatkan
baring dengan posisi semifowler filtrasi ginjal dan menurunkan
selama fase akut.
produksi
ADH
sehingga
meningkatkan dieresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada)
Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya
peningkatan kongesti paru, gagal
jantung.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan Kongesti visceral (terjadi pada GJK
anoreksia,
mual,
distensi lanjut) dapat mengganggu fungsi
abdomen dan konstipasi.
gaster/ intestinal.
Kolaborasi
Konsul dengan ahli diet.
Perlu memberikan diet yang dapat
diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.

DAFTAR PUSTAKA
A. Sovari, Ali.(2009). Kor Pulmonal. Available at http://emedicine.medscape.com, di
akses pada tanggal 7 Oktober 2012 jam 19.46 WIB.
Bahar, Asril, dkk.(2011). Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid III, Edisi ketiga
(Persatuan Ahli Penyakit Dalam). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Boughman, Diane C & Hackley, Joann C.(2000).Buku Saku Keperawatan Medical
Bedah. Jakarta: EGC
Nuzulul.(2011). Asuhan Keperawatan (Askep) Cor Pulmonal Atau Pulmonary Heart
Disease available at http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35530-Kep
%20Respirasi-Askep%20Cor%20Pulmonal.html diakses pada tanggal 23 Oktober
2012 jam 21.09 WIB.
Udjianti, Wayan Juni.(2010).Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.
Wahyusari,

Shinta.(2011).Kor

Pulmonal.

Available

at

http://www.scribd.com/doc/129876/definisi-KOR/ di akses pada tanggal 20 Januari


2014 jam 19.08 WIB.
Wilkinson, Judith. M.(2002).Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria NOC. Jakarta: EGC.
_______.1997.Mastering

Medical-Surgical

Nursing.USA:Springhouse

Korporation.

Available at http://www.scribd.com/doc/127650/Springhouse/ di akses pada tanggal


20 Januari 2014 jam 20.00 WIB.
_______.(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
_______.(2007).Chronic

obstructive

pulmonal

disease

copd

availabel

at

http://cintalestari.wordpress.com/2009/08/29/chronic-obstructive-pulmonal-diseasecopd/ di akses pada tanggal 20 Januari 2014 jam 20.05 WIB.


Sumber

gambar

http://www.doctortipster.com/3553-pulmonary-heart-disease-cor-

pulmonale-causes-symptoms-diagnosis-and-treatment.html

Anda mungkin juga menyukai