LP Post SC DGN Partus Lama

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA

A. PENGERTIAN
1.

Istilah Sectio Caesarea berasal dari perkataan latin caedera yang artinya
memotong. Pengertian ini sering dijumpai dalam roman law (lex regia) dan
emporers law (lex Caesare) yaitu undang-undang yang menghendaki
supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus keluarkan dari
dalam rahim (Mochtar, 1998).

2.

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat


sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
(Muchtar, 1998).

3.

Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan


melalui insisi pada dinding perut dan dindina rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Prawirohadjo, 2002).

B. ETIOLOGI
1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
2. Panggul sempit
Holmel mengambil batas terendah untuk melahirkan vas naturalis
ialah CV= 8 cm panggul dengan CV= 8 cm dapat dipastikan tidak
dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan seiso
sesaria. CV antara 8-10 cm dicoba dengan partus percobaan baru
setelah gagal dilakukan seksio sesaria sekunder.
3. Disporporsi sefalo pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala
4. Ruptur uteri mengancam
5. Partus lama
6. Partus macet
7.

Distosia serviks

8. pernah seksio sesaria

9. Malpresentasi jenin :
a)

Letak lintang

b)

Letak bokong

c)

Presentasi dahi dan muka

d)

Presentasi rangkap

e)

Gemeli

C. JENIS-JENIS SECTIO CAESAREA


1.

Sectio Caesarea Transperitoneal


a.

Sectio Caesarea Klasik atau Korporal


yaitu dengan melakukan sayatan vertical sehingga memungkinkan
ruangan yang lebih baik untuk jalan keluar bayi.

b.

Sectio Caesarea Ismika atau Profunda


yaitu dengan melakukan sayatan/insisi melintang dari kiri kekanan pada
segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan.

2.

Sectio Caesarea Ekstraperitoneal


Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal. (Mochtar,1998)

D.

INDIKASI
Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal), indikasi Sectio Caesarea adalah :
1)

Indikasi ibu
a. Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD
b. Disfungsi Uterus
c. Distosia Jaringan Lunak
d. Plasenta Previa.

2)

Indikasi Anak
a. Janin besar
b. Gawat janin
c. LetakLintang.

Adapun indikasi lain dari Sectio Caesarea menurut Sulaiman 1987 Buku
Obstetri Operatif adalah :
a.

Sectio sesarea ke III

b.

Tumor yang menghalangi jalan lahir

c.

Pada kehamilan setelah operasi vagina, misal vistel vesico

d.

Keadaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam gagal.

E. KOMPLIKASI
a. Pada Ibu
a)

Infeksi Puerperalis/nifas bias terjadi dari infeksi ringan yaitu kenaikan


suhu beberapa hari saja, sedang yaitu kenaikan suhu lebih tinggi
disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung, berat yaitu dengan
peritonitis dan ileus paralitik.

b)

Perdarahan akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang


terputus dan terluka pada saat operasi

c)

Trauma kandung kemih akbat kandung kemih yang terpotong saat


melakukan sectio caesarea

d)

Resiko rupture uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah


mengalami pembedahan pada didind rahim insisi yang dibuat
menciptakan garis kelemahan yang sangat berisiko untuk rupture pada
persalinan berikutnya.

b.

Pada Bayi
a)

Hipoksia

b)

Depresi pernafasan

c)

Sindrom gawat pernafasan

d)

Truma persalinan

F. NASEHAT PADA POST OPERASI SC


a)

Dianjurkan jangan hamil selama itu, dengan memakai kontrasepsi.

b)

Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.

c)

Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit yang besar.

d)

Apakah persalinan berikutnya harus dengan seksio sesarea tergantung pada


indikasi seksio sesarea dan keadaan kehamilan berikutnya.

G. PENATALAKSAAN
Penatalaksaan medis post-op Sectio Caesarea secara singkat :
a)

Awasi TTV sampai pasien sadar

b)

Pemberian cairan dan diit

c)

Atasi nyeri yang ada

d)

Mobilisasi secara dini dan bertahap

e)

Kateterisasi

f)

Jaga kebersihan luka operasi dan Perawatan luka insisi

g)

Berikan obat antibiotic dan analgetik (Muchtar R, 1998).

h) Tempat perawatan pasca bedah

PARTUS LAMA
1. Pengertian
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung
12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada
persalinan aktif (Syaifuddin AB., 2002 : h 184).
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24jam pada
primigradiva, dan lebih dari 18 jam pada multigradiva. (Mochtar, 1998 : h 348)
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam, yang
dimulai dari tanda-tanda persalinan.
2. Factor Penyebab
Menurut Saifudin AB, (2007: h 185) Pada prinsipnya persalinan lama dapat
disebabkan oleh :
a. His tidak efisien (in adekuat)
b. Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi
bokong, dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala janin
relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin yang
dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan
partus lama atau partus macet. (Saifudin AB, 2007 : h 191)

c. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)


Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu
besar dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet. Cara penilaian
serviks yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan (trial of
labor). Kegunaan pelvimetre klinis terbatas. (Saifudin AB, 2007 : h 187)
3. Faktor lain (Predisposisi)
a. Paritas dan Interval kelahiran (Fraser MD, 2009 : 432)
b. Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD
sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang
terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. (Sujiyatini, 2009 : h
13).
Pada ketuban pecah dini bisa menyebabkan persalinan berlangsung lebih
lama dari keadaan normal, dan dapat menyebabkan infeksi. Infeksi adalah
bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya, bakteri di dalam cairan
amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. (Wiknjosastro, 2007
:h)
KPD pada usia kehamilan yang lebih dini biasanya disertai oleh periode
laten yang lebih panjang. Pada kehamilan aterm periode laten 24 jam pada
90% pasien. ( Scott RJ, 2002 : h 177)
4. Gejala klinik partus lama
Menurut chapman (2006 : h 42), penyebab partus lama adalah :
a. Pada ibu :
1) Gelisah
2) Letih
3) Suhu badan meningkat
4) Berkeringat
5) Nadi cepat
6) Pernafasan cepat
7) Meteorismus

8) Didaerah

sering

dijumpai bandle

ring,

oedema

vulva,

oedema

serviks, cairan ketuban berbau terdapat mekoneum


b. Janin :
1) Djj cepat, hebat, tidak teratur bahkan negative
2) Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan berbau
3) Caput succedenium yang besar
4) Moulage kepala yang hebat
5) Kematian janin dalam kandungan
6) Kematian janin intrapartal

5. Diagnosis kelainan partus lama


Tabel 2.2 diagnosis Kelainan Partus Lama
Tanda dan gejala klinis
Pembukaan

serviks

Diagnosis
tidak

membuka Belum inpartu, fase labor

(kurang dari 3 cm) tidak didapatkan


kontraksi uterus
pembukaan serviks tidak melewati 3 cm Prolonged laten phase
sesudah 8 jam inpartu
pembukaan serviks tidak melewati garis
waspada partograf
Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang

Inersia uteri

dari 3 kontraksi per 10 menit dan kurang


dari 40 detik
Secondary

arrest

of

Disporporsi sefalopelvik

dilatation atau arrest of descent


Secondary
bagian

arrest

terendah

terdapat moulasehebat,

of

dilatation dan

dengan

caput

edema

serviks,

Obstruksi

tanda rupture uteri immenens, fetal dan


maternal distress
Kelainan presentasi (selain vertex)

Malpresentasi

Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin kala II lama (prolonged,


mengedan, tetapi tidak ada kemajuan second stage)

6. Penanganan partus lama menurut Saifudin AB (2007 : h 186) adalah :


a. False labor (Persalinan Palsu/Belum inpartu)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang.
Periksa adanya infeksi saluran kencing, KPD dan bila didapatkan adanya
infeksi obati secara adekuat. Bila tidak pasien boleh rawat jalan.
b. Prolonged laten phase (fase laten yang memanjang)
Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrospektif. Bila his
berhenti disebut persalinan palsu atau belum inpartu. Bilamana kontraksi
makin teratur dan pembukaan bertambah sampaim 3 cm, dan disebut fase
laten. Dan apabila ibu berada dalam faselaten lebih dari 8 jam dan tak ada
kemajuan, lakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan pemeriksaan
serviks. :
1) Bila didapat perubahan dalam penipisan dan p[embukaan serviks, lakukan
drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai
dengan 8 tetes permenit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his
adekuat (maksimal 40 tetes/menit) atau berikan preprat prostaglandin,
lakukan penilaian ulang setiap 4jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah
dilakukan pemberian oksitosin, lakukan secsio sesarea.
2) Bila tidak ada perubahan dalam penapisan dan pembukaan serviks serta tak
didapat tanda gawat janin, kaji ulang diagnosisnya kemungkinan ibu belum
dalam keadaan inpartu.
3) Bila didapatkan tanda adanya amnionitis, berikan induksi dengan oksitosin
5U dan 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8 tetes permenit, setiap
15 menit ditambah 4 tetes sampai adekuat (maksimal 40 tetes/menit) atau

berikan preprat prostaglandin, serta obati infeksi dengan ampisilin 2 gr IV


sebagai dosis awal dan 1 gr IV setiap 6 jam dan gentamicin 2x80 mg.
c. Prolonged active phase (fase aktif memanjang)
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD (chepalo Pelvic Disporportion) atau
adanya obstruksi :
1) Berikan berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki
kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan
2) Bila ketuban intak, pecahkan ketuban. Bila kecepatan pembukaan serviks pada
waktu fase aktif kurang dari 1 cm/jam, lakukan penilaian kontraksi uterusnya.
d. Kontraksi uterus adekuat
Bila kontraksi uterus adekuat (3 dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik)
pertimbangkan

adanya

kemungkinan

CPD, obstruksi,

malposisi atau malpresentasi.


e. Chefalo Pelvic Disporpotion (CPD)
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam persalinan
terjadi CPD akan kita dapatkan persalinan yang macet. Cara penilaian pelvis yang
baik

adalah

dengan

melakukan

partus

percobaan (trial

of

labor)

kegunaan pelvimetri klinis terbatas.


1) Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan SC
2) Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi (bila tidak mungkin
lakukan SC)
f. Obstruksi (Partus Macet)
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi :
1) Bayi hidup lahirkan dengan SC
2) Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi.
g. Malposisi/Malpresentasi
Bila tejadi malposi atu malpresentasi pada janin secara umum :
1) Lakukan evaluasi cepat kondisi ibu (TTV)
2) Lakukan evaluasi kondisi janin DJJ, bila air ketuban pecah lihat warna air
ketuban :
a) Bila didapatkan mekoneum awasi yang ketat atau intervensi
b) Tidakada cairan ketuban pada saat ketuban pecah menandakan adanya
pengurangan jumlah air ketuban yang ada hubungannya dengan gawat
janin.

3) Pemberian bantuan secara umum pada ibu inpartu akan memperbaiki


kontraksi atau kemajuan persalinan
4) Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf
5) Bila terjadi partus lama lakukan penatalaksanaan secar spesifik sesuai
dengan keadaan malposisi atau malpresentasi yang didapatkan. (Saifudin AB,
2007 : h 191-192)
h. Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia uteri)
Bila

kontraksi

uterus

tidak

adekuat

dan disporporsi atau obstruksi bias

disingkirkan, penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi yang tidak
adekuat
i.

Kala II memanjang (prolonged explosive phase)


Upaya mengejan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah
oksigen ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara
spontan, mengedan dan menahan nafas yang etrlalu lama tidak dianjurkan.
Perhatikan DJJbradikardi yang lama mungkin terjadi akibat lilitan tali pusat.
Dalam hal ini lakukan ekstraksi vakum / forcep bila syarat memenuhi.
Bila malpresentasi dan tanda obstruksi bias disingkirkan, berikan oksitosin dri.
Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam, lahirkan dengan
bantuan ekstraksi vacuum / forcep bila persyaratan terpanuhi. Lahirkan dengan
secsio sesarea.

Diagnosa Keperawatan
a. Cemas b.d prosedur operasi, perubahan konsep diri.
b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d discontinuitas jaringan dari kistektomy
c.

Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan berlebih, intake


kurang/puasa sekunder dari fungsi GI tract menurun

d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah intake
yang tidak adekuat.
e. Gangguan harga diri b.d biofisikal prosedur bedah yang mengubah gambaran
tubuh, psikososial, masalah tentang ketertarikan social.
f. Kerusakan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan,
pembentukan edema.

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d


kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
h. Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak)
Intervensi Keperawatan
1.

Gangguan rasa nyaman (cemas) berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
(Tujuan : Setelah 1 X 24 Jam diberi tindakan, gangguan rasa nyaman
(cemas) berkurang.
1.

Kaji dan pantau terus tingkat kecemasan klien.


(R/ mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman
tindakan selanjutnya )

2.

Berikan penjelasan tentang semua permasalahan yang berkaitan


dengan penyakitnya.
(R/ Informasi yang tepat menambah wawasan klien sehingga klien
tahu tentang keadaan dirinya )

3.

Bina hubungan yang terapeutik dengan klien.


(R/ Hubungan yang terapeutuk dapat menurunkan tingkat kecemasan
klien.

2.

Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan ketidakadekuatan


pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak)
(Tujuan : Selama dalam perawatan, infeksi luka operasi tidak terjadi)
1.

Pantau dan observasi terus tentang keadaan luka operasinya.


(R/ Deteksi dini tentang terjadinya infeksi yang lebih berat )

2.

Lakukan perawatan luka operasi secara aseptik dan antiseptik.


(R. menekan sekecil mungkin sumber penularan eksterna )

3.

Kolaborasi dalam pemberian antibiotika.


(Membunuh mikro organisme secara rasional )

3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan discontinuitas jaringan


dari kistektomy
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan, nyeri berkurang sampai hilang sama sekali.

Intervensi :
1. Kaji tingkat dan intensitas nyeri
Rasional : Mengidentifikasi lingkup masalah
2.
Atur posisi senyaman mungkin
Rasional : Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri
3. Kolaborasi untuk pemberian terapiu analgesic
Rasional : Menghilangkan rasa nyeri
4. Ajarkan dan lakukan teknik relaksasi
Rasional : Merelaksasi otot-otot tubuh

4. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan berlebih, intake


kurang/puasa sekunder dari fungsi GI tract menurun
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi risiko
kekurangan volume cairan
Intervensi:
1. Awasi tekanan darah dan nadi
R/

Tanda

yang

membantu

mengidentifikasi

fluktuasi

volume

intravaskuler.
2. Observasi membrane mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
R/ Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
3. Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus dan, gerakan usus.
R/ Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan oral
4. Awasi intake dan output, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.
R/ Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis
diduga dehydrasi/kebutuhan cairan meningkat.
5. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai
dan lanjutkan diit sesuai toleransi.
R/ Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan
cairan.
6. Berikan perawatan mulut dengan perhatian khusus pada perlindungan
bibir.
R/ Dehydrasi menyebabkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah.
7. Lakukan program kolaborasi cairan IV dan elektrolit
R/ Peritonium bereaksi terhadap iritasi dengan menghasilkan sejumlah
besar

cairan

yang

dapat

mengakibatkan hipovolemik

menurunkan

volume

sirkulasi

darah

DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk
Pendidikan Bidan. Cetakan I.jakarta:EGC
Mochtar, 1990. Obstetri Fisiologi (kin Obstetri Patologi, Jilid I, Edisi 2, EGC,
Jakarta.
Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif, Obstetri Sosial, EGC, Jakarta.
Sarwono P. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta:

LAPORAN PENDAHULUAN
POST SECTIO CESAREA DENGAN PARTUS LAMA

DI RUANG BRAWIJAYA
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

DI SUSUN OLEH :
ARIE ADITYO PRIDIGDA
201210461011004

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013

Anda mungkin juga menyukai