BAB I Pendahuluan
BAB I Pendahuluan
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jalan merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang
1.2
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan tebal lapis
1.3
tebal perkerasan lentur jalan dengan menggunakan dua metode yaitu American
Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO 1993)
dengan A Guide to the Structural of Road Pavement Austroads 1992. Pada
penelitian ini data yang digunakan adalah data asumsi berupa data lalu lintas, data
tanah dan data geometrik jalan sedangkan data regangan vertikal tanah dasar dan
vertikal tanah aspal menggunakan hasil dari tugas akhir Adi Sutrisno.
1.4
Sistematika Penulisan
Tugas Akhir ini dibagi dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN;
menjelaskan latar belakang, tujuan, ruang lingkup pembahasan,
dan sistematika penulisan tugas akhir.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA;
berisi suatu tinjauan pustaka yang menjelaskan konstruksi
perkerasan lentur, jenis lapisan, tahap perencanaan tebal
perkerasan lentur dengan metode AASHTO 1993 dan Austroads
1992.
BAB III
: METODE PENELITIAN;
berisikan metode yang digunakan dalam perencanaan tebal
perkerasan lentur.
BAB IV
dengan
melalukan
analisis
perhitungan
tebal
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
kelayakan jalan, maka beban yang diterima oleh struktur perkerasaan jalan
semakin bervariasi baik itu beban dari kendaraan berat maupun beban dari
kendaraan ringan dengan klasifikasi tertentu.
2.1
aspal
sebagai
bahan
pengikatnya.
Lapisan-lapisan
c.
2.2
b.
c.
d.
permukaan harus mampu menerima seluruh gaya yang bekerja, lapis pondasi
menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar menerima gaya
vertikal saja. Oleh karena itu, ada perbedaan syarat-syarat harus dipenuhi masingmasing jenis lapisan.
2.2.1
Lapisan permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan beban roda
kendaraan. Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai:
a.
b.
c.
Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke
lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan dibawahnya.
d.
Apabila diperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup / lapis aus (wearing
course) di atas lapis permukaan tersebut. Fungsi lapis aus adalah sebagai lapis
pelindung bagi lapis permukaan untuk mencegah masuknya air dan memberikan
kekesatan (skid resistance) pada permukaan jalan. Lapis aus tidak diperhitungkan
ikut memikul beban lalu lintas.
2.2.2 Lapis Pondasi (Base Course)
Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis
pondasi bawah dan lapis permukaan. Lapis pondasi atas ini berfungsi sebagai:
a.
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
b.
2.2.3
Lapis pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak di atas lapisan tanah
dasar dan di bawah lapis pondasi atas. Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai;
a.
b.
Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis
pondasi atas
c.
Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat (akibat
lemahnya daya dukung tanah dasar) pada awal-awal pelaksanaan pekerjaan
d.
Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan.
2.2.4
Lapis tanah setebal 50-100 yang terletak pada bagian dasar dari suatu lapisan
perkerasan dibawah lapis pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar atau
lapisan subgrade. Mutu persiapan lapisan tanah dasar sebagai perletakan struktur
perkerasan jalan, sangan menentukan ketahanan struktur menahan beban selama
masa pelayanan.
Berdasarkan elevasi muka tanah dimana kostruksi perkerasan jalan akan
diletakkan, lapisan tanah dasar dikelompokkan menjadi:
a.
Permukaan tanah asli adalah lapisan tanah dasar yang merupakan muka tanah
asli di lokasi jalan tersebut
b. Permukaan tanah timbunan adalah lapisan tanah dasar yang lokasinya di atas
Permukaan tanah galian adalah lapis tanah dasar yang lokasinya di bawah
muka tanah asli.
2.3
Beban lalu lintas adalah beban kendaraan yang dilimpahkan ke perkerasan jalan
melalui kontak antara ban dan muka jalan, beban tersebut merupakan beban
dinamis yang terjadi secara berulang. Tebal dari lapis perkerasan lentur ditentukan
dari beban yang akan terjadi pada permukaan perkerasan lentur tersebut. Besarnya
beban yang akan bekerja ditentukan dari beban lalu lintas yang berupa repetasi
beban kendaraan yang akan menggunakan selama masa pelayanan tersebut.
Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati suatu
titik pengamatan selama satu satuan waktu. Untuk perencanaan tebal lapis
perkerasan, volume lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari/2 arah untuk jalan
2 arah tidak terpisah dan kendaraan /hari/1 arah untuk 1 arah atau 2 arah terpisah.
Untuk menentukan volume kendaraan yang akan menggunakan jalan digunakan
survei lalu lintas.
2.3.2
Di atas lapisan tanah dasar bertumpu struktur perkerasa struktur perkerasan lainya.
Oleh karena itu, daya dukung tanah mempengaruhi mutu jalan secara keseluruhan.
Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar
air, dan kondisi drainase dari jalan tersebut. Tanah dasar yang dipadatkan sampai
tingkat kepadatan tertentu mempunyai daya dukung yang baik serta mampu
mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan terhadap perubahan
kondisi lingkungan.
Saat ini terdapat beberapa parameter daya dukung tanah dasar seperti Califonia
Bearing Ratio (CBR), CBR segmen dan Modulus Resilien (MR). CBR merupakan
parameter penunjuk daya dukung tanah dasar yang paling umum digunakan di
Indonesia saat ini. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk
penetrasi contoh tanah sebesar 0,1 inch dan 0,2 inch dengan beban yang ditahan
batu pecah standar. Nilai CBR dinyatakan dengan persen. Sedangakan CBR
segmen adalah bagian dari ruas jalan yang dengan CBR titik
pengamatan
yang relatif
sama.
Modulus resilient adalah pernbandingan antara nilai deviator stress yang
menggambarkan repetisi beban roda dan recoverable strain. Nilai MR
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kadar air, derajat kejenuhan, kepadatan,
tempratur, jumlah butir halus, dan gradasi.
2.3.3
Faktor Pertumbuhan
Perkerasan jalan dirancang untuk menahan beban kumulatif lalu lintas selama
waktu tertentu. Umur perkerasan dirancang dalam satuan waktu yang dinamakan
umur rencana. Faktor pertumbuhan untuk setiap jenis kendaraan nilainya konstan
setiap tahunnya.
2.3.4
Kondisi Lingkungan
10
2.4
Salah satu metode perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering
digunakan adalah metode AASHTO 1993. Metode ini sudah dipakai secara umum
diberbagai negara untuk perencanaan tebal perkerasan dan di adopsi sebagai
standar perencanaan.
Metode AASHTO 1993 ini pada dasarnya adalah metode perencanaan yang
didasarkan pada metode empiris. Terdapat beberapa parameter diantaranya adalah
daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas, indeks permukaan, reabilitas, koefisien
drainase dan Structural Number.
2.4.1
11
MR = 1500(CBR).....................................................(2.1)
MR = 2555(CBR)0,64................................................(2.2)
2.4.2
ADT
>10.000
3.000 10.000
<3.000
Sumber : AASHTO93
2.4.3
a.
12
sumbu tertentu atau jenis dan beban kendaraan tertentu. Angka ekivalen untuk
roda tunggal, tandem, dan tridem ditentukan pada lampiran I-1, I-2, dan I-3.
b. Lalu Lintas pada Lajur Rencana
Rumus 2.3 digunakan untuk memperoleh lalu lintas pada lajur rencana (W18)
adalah:
W18= DD x DL xW18..........................................................(2.3)
dengan :DD = faktor distribusi arah
DL = faktor distribusi lajur
W18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah
Faktor distribusi arah (DD) digunakan untuk menunjukan distribusi
kendaraan ke masing-masing arah. Pada umumnya nilai (DD) diambil 0,5,
walaupun nilainya berada pada bentang 0,3-0,7. Pemilihan nilai lebih besar
atau lebih kecil dari 0,5 ditentukan oleh analisis yang dilakukan terhadap arus
lalu lintas yang akan menggunakan jalan tersebut.
Faktor distribusi lajur (DL) digunakan untuk menunjukan distribusi
kendaraan ke lajur rencana. Tabel 2.2 menunjukan faktor distribusi kendaraan
ke lajur rencana
Tabel 2.2 Faktor Distribusi Lajur
DL (%)
100
80-100
60-80
50-75
Sumber : AASHTO1993
Lalu lintas yang digunakan adalah jumlah lalu lintas selama umur rencana.
Rumus 2.4 untuk menentukan lalu lintas selama umur rencana.
13
Wt = W 18 x
....................................(2.4)
2.4.4
W18
Reabilitas
Bebas Hambatan
Arteri
Kolektor
Lokal
80 90
80 95
50 80
Fungsi Jalan
75 95
75 95
50 80
Sumber: AASHTO93
14
Reliabilitas, R, %
Standard
50
Deviative (ZR)
0.000
%
93
Deviative (ZR)
-1,476
60
70
75
80
85
90
91
92
-0,253
-0,524
-0,674
-0,841
-1,037
-1,282
-1,340
-1,405
94
95
96
97
98
99
99,9
99,99
-1,555
-1,645
-1,751
-1,881
-2,054
-2,327
-3,090
-3,750
2.4.5
Koefisien Drainase
Ketahana kinerja struktur perkerasan dalam melayani arus lalu lintas sangat
dipengaruhi oleh kondisi drainase dari struktur perkerasan tersebut. Pengaruh
kondisi drainase ini ditentukan berdasarkan 2 hal yaitu kualitas drainase sesuai
kemampuan mengalihkan air dari struktur perkerasan. Untuk perencanaan tebal
perkerasan
jalan
kualitas
drainase
ditentukan
berdasarkan
kemampuan
Kualitas Drainase
Baik sekali
Baik
Sedang
Jelek
Jelek sekali
15
kualitas Drainase
Baik sekali
Baik
Sedang
Jelek
Jelek sekali
5 - 25 %
1,30 - 1,20
1,15 1
1 - 0,8
0,8 - 0,6
0,75 - 0,4
> 25 %
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
2.4.6
Metode ini memperkenalkan kerelasi antara koefisien kekuatan relatif (a) dengan
modulus resilien (MR). Berdasarkan fungsi dan jenis material lapisan perkerasan,
perhitungan ini dikelompokan menjadi tiga katagori yaitu :
a.
b.
c.
16
Koefisien ini (a3) didapat dengan menggunakan Lampiran II-3 atau Rumus
2.6.
a3 = 0,227 ( logESB) 0,839...........................................(2.6)
dengan:
a3 = koefisien relatif lapis pondasi bawah berbutir
ESB
2.4.7
Rumus dasar AASHTO 1993 mengalami perubahan sesuai hasil penelitian sejak
1972 yaitu seperti pada Rumus 2.7 dan 2.8.
...............................(2.7)
dengan :
W18
ZR
S0
SN
17
a1, a2, a3
..........................................................(2.9)
...............................................(2.12)
...............................................(2.13)
..............................................(2.14)
* menunjukan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan (D 1*), lapis
pondasi (D2*), lapis pandasi bawah (D3*)
18
2.4.8
Pada
saat
menentukan
tebal
lapis
perkerasan,
perlu
dipertimbangkan
ESAL
< 50000
50001 150000
150001 500000
500001 2000000
2000001 7000000
> 7000000
2.5
19
dengan : Lj
......................................(2.16)
Li
= beban standar pada roda gandar tipe i dilihat pada Tabel 2.8 (kN)
EXP
regangan repetisi yang menjelaskan kinerja aspal, bahan bersemen, atau tanah
dasar saat digunakan. Nilai pangkat 5 (aspal), 18 (bahan bersemen), dan 7,14
(tanah dasar) didapat dari kriteria kinerja.
Tabel 2.8. Beban Sumbu yang Mengakibatkan Kerusakan Sama
Konfigurasi
Tunggal
Tunggal
Tandem
Tripel
sumbu
Beban (kN)
Tunggal
53
Ganda
80
Ganda
135
Ganda
181
2.5.2
Lalu lintas rencana adalah volume lalu lintas harian yang diperoleh dari nilai ratarata jumlah kendaraan selama satu tahun dan telah dikalikan dengan faktor ESA
dan faktor pertumbuhan lalu lintas. Lalu lintas harian rata-rata pada awal jalan
dibuka dapat dihitung menggunakan Rumus 2.18 dan lalu lintas rencana dapat
dihitung menggunakan Rumus 2.19.
20
( ken/hari/2 arah
GF
2.5.3
Pengali usia perkerasan atau pavement life multipliers (PLM) digunakan untuk
memperhitungkan pengaruh rentang suhu berdasarkan lokasi spesifik pada kinerja
perkerasan aspal. Rumus 2.19 menunjukan cara untuk mendapatkan PLM. Harus
diingat bahwa PLM tidak dapat digunakan pada perkerasan yang terdiri dari bahan
bersemen. PLM dibagi menjadi dua bagian yaitu PLMN dan PLMD. PLMN adalah
faktor pengali pada malam hari sedangkan PLMD faktor pengali pada malam hari.
Faktor PLMN dan PMLD ditetapkan dari data di wilayah New Zealand yang
terdapat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Nilai Faktor Ketebalan Aspal untuk Wilayah NEW ZEALAND
.......................................(2.19)
21
dengan:
PLM
PD
dengan :
2.5.4
NA
PLM
Daya dukung lapis perkerasan pada metode Austroads 1992 menggunakan CBR
dan parameter elastis. Parameter elastis pada perencanaan tebal perkerasan
menggunakan Austroads 1992 adalah modulus vertikal (Ev), modulus horizontal
(EH), angka poisson, dan modulus geser. Angka poisson rasio adalah rasio
kontraksi terhadap ekstensi atau rasio dari tegangan yang terjadi tegak lurus
dengan beban terhadap tegangan aksial. Angka poisson rasio didapat dari Tabel
2.11
Tabel 2.11 Nilai Dugaan untuk Karakterisasi Elastis Material Berbutir Bawah
Lapisan Permukaan Aspal Tipis
22
dengan:
EV
EH
vv
CBR
23
2.5.5
Regangan Vertikal
= jumlah repetisi yang diijinkan sebelum tingkat yang tidak dapat diterima
CIRCLY
Faktor kerusakan didapat dari ESA rencana dibagi dengan ESA yang diijinkan
seperti Rumus 2.26
Faktor kerusakan = N/Nijin...................................................(2.26)
24
dengan:
N
VB
Smix
2.5.6
Sub lapisan tidak diperlukan dan modulus dapat ditentukan secara langsung untuk
bahan butiran yang diletakkan langsung pada fondasi dasar bersemen kaku.
Namun untuk bahan butiran yang diletakkan langsung pada tanah dasar
diperlukan sub lapisan. Pokok permasalahannya yaitu ketebalan lapisan harus
berada pada kisaran antara 50 150 mm. Rasio modular (R) sub lapisan yang
berbatasan tidak boleh mencapai 2. Rasio modular (R) dapat didapat dengan
menggunakan Rumus 2.28. Jumlah dari sublapisan bahan berbutir dapat dilihat
dari Tabel 2.14
Tabel 2.14 Jumlah Sub Lapisan Bahan Berbutir
25
dengan :
R
= rasio modular
ETop of base
DB
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
26
27
3.2
Semakin bertambah banyak pengguna jalan dan beban yang diterima oleh
perkerasan semakin besar, sehingga dibutuhkan metode untuk menghitung tebal
perkerasan yang dapat menghasilkan tebal perkerasan yang dapat menanggung
beban lalilintas tersebut. Banyaknya metode-metode yang digunakan untuk
menghitung tebal perkerasan lentur di dunia. Salah satunya adalah AASHTO,
Austroads dan Analisa Komponen.
Saat ini di Indonesia mengadopsi metode untuk perkerasan lentur memakai
metode AASHTO 1993 sedangkan untuk perkerasan kaku memakan Austroad
1992. Maka dari pada itu tugas akhir ini ingin membandingkan perencanaan tebal
perkerasan lentur menggunakan metode AASHTO 1993 dan Austroads 1992
untuk perkerasan lentur.
3.3
Studi Literatur
Studi literatur yaitu tahapan pengumpulan bahan-bahan kepustakaan
Setelah mengetahui data-data yang diperlukan dari studi litelatur, penulis akan
mengumpulkan data-data tersebut untuk diolah. Data yang digunakan pada tugas
akhir ini menggunakan data asumsi dan data skunder dari tugas akhir ADI
SUTRISNO (2011).
28
3.5
perencanaan
tebal
lapisan
perkerasan
dengan
b.
c.
d.
nilai SN diasumsikan untuk menentukan angka ekivalen untuk masingmasing jenis kendaraan;
e.
f.
g.
nilai deviasi standar S0, sesuai kondisi lingkungan dan tingkat kepercayaan
akan data yang dimiliki;
h.
nilai MR dari segmen jalan tertentu dengan menggunakan Rumus 2.1 atau
Rumus 2.2 MR dalam psi;
i.
j.
k.
koefisien relatif (a1) didapat dari lapis permukaan menggunakan grafik pada
Lampiran II-1;
l.
koefisien relatif (a2) didapat dari lapis pondasi dengan menggunakan grafik
pada Lampiran II-2;
29
m. koefisien relatif (a3) didapat dari lapis pondasi bawah menggunakan grafik
pada Lampiran II-3;
n.
o.
3.6
perencanaan
tebal
lapisan
perkerasan
dengan
b.
menghitung nilai foktor ESA aspal dan tanah dasar menggunakan Rumus
2.16;
c.
d.
menghitung lalu lintas rencanan aspal dan tanah dasar menggunakan Rumus
2.18;
e.
f.
30
31
g.
h.
i.
jika ESA ijin lebih besar dari nilai repetisi ESA rencanan maka perkerasan dapat
diterima, jika tidak dapat di terima maka perhitungan harus diulangi dari langkah
6;
32
j.
k.
nilai rasio modular setiap lapisan dapat dihitung menggunakan Rumus 2.27.
33
3.7
Analisis
BAB 4
DATA PERENCANAAN DAN ANALISIS
Jumlah
Jenis Kendaraan
c.
d.
e.
Kendaraan
(kend/hari/2
arah)
2101
181
120
12
2416
Berat Kendaraan
(ton)
2,13
11,15
13,005
15,47
Data Geometri
Panjang ruas jalan
= 5 km
Lebar badan jalan
= 2 x 7 meter (4 lajur 2 arah)
Fungsi jalan
= arteri
Data Tanah
CBR tanah dasar
= 3,59%
tanah dasar
= 946,29 microstrain
aspal
= 439,07 microstrain
Umur Rencana
= 10 tahun
Pertumbuhan Lalu Lintas = 6%
34
Beban Tiap
Sumbu
0,8t + 1,33t
4,18t + 6,97t
4,875t + 8,13
5,8t + 9,67
35
dengan
Nilai SN yang sudah disesuaikan dengan hasil perhitungan adalah 3,2636. Nilai
SN digunakan untuk menghitung x dan 18. Contoh perhitungan x dengan
menggunakan SN 3,2636 untuk kendaraan ringan yang memiliki berat sumbu
depan 1,76368 kips:
36
Dengan:
SN
= structural number
37
Lx
L18
L2x
Nilai faktor ESAL (LEF) untuk kendaraan ringan adalah sebagai berikut:
dengan: LEF
= faktor ESAL
Hasil perhitungan faktor ESAL (LEF) untuk sumbu depan dapat dilihat pada
Tabel 4.2 dan untuk sumbu belakang pada Tabel 4.3.
38
Nilai faktor ESAL yang telah dididapat kemudian dijumlah untuk mendapat
faktor ESAL total dari setiap kelas kendaraan. Contoh perhitungan faktor ESAL
(LEF) untuk kendaraan ringan sebagai berikut;
Total LEF = LEFdepan + LEFbelakang
Total LEF = 0,000132 + 0,000714 = 0,000846
Hasil dari perhitungan faktor ESAL (LEF) setiap kendaraan dapat dilihat pada
Tabel 4.4
39
= LHR2014 x GF x 365
arah
Lalu lintas rencana ESAL
rencana/2 arah
Hasil dari perhitungan lalu lintas Rencana ESAL dapat dilihat pada Tabel 4.5
40
d. Reabilitas
Direncanakan tingkat reabilitas 85% (Tabel 2.3)
Deviasi standar (S0)
= 0,4
f. Koefisien Drainase
41
42
i. Tebal Perkerasan
43
3
in
17,5
in
/
Gambar 4.5 Tebal Lapis Perkerasan pada Metode AASHTO 1993
dengan:
Fcij = faktor ESA aspal
Fsij
= faktor ESA tanah dasar
Lij
= beban roda gandar pada sumbu j (ton)
pada
44
Lsi
EXP
regangan repetisi yang menjelaskan kinerja aspal, bahan bersemen, atau tanah
dasar saat digunakan. Nilai pangkat 5 (aspal), 18 (bahan bersemen), dan 7,14
(tanah dasar) didapat dari kriteria kinerja.
Faktor ESA sumbu depan dan bekakang yang telah dihitung, selanjutnya
dijumlahkan untuk mendapat faktor ESA setiap kendaraan. Berikut hasil
perhitungan faktor ESA dimana untuk ESA aspal terdapat pada Tabel 4.6 dan
ESA tanah dasar terdapat pada Tabel 4.7.
/
Tabel 4.8 Perhitungan ESA Tanah Dasar
/
b) Lalu Lintas Rencana
45
/
Kedua lajur diasumsikan memiliki lalu lintas yang sama 50%-50%. Maka berikut
contoh perhitungan lalu lintas rencana menggunakan Rumus 2.19.
Nilai rencana ESA aspal = NSA x 365 x GF x 0,5
Nilai rencana ESA aspal = 274,946 x 365 x 13,18 x 0,5
Nilai rencana ESA aspal = 661341,361 (kendaraan rencana/umur Rencana/jalur
Rencana)
Nilai Rencana ESA tanah dasar = 256,625 x 356 x 13,18 x 0,5
Nilai Rencana ESA tanah dasar = 602052,515 (kendaraan Rencana/umur
Rencana/jalur Rencana)
c) Lalu Lintas Rencana yang Disesuaikan
Faktor PLMN dan PLMD ditetapkan pada wilayah New Zealand (Auckland) yang
terdapat pada Tabel 2.9.
Tebal perkerasan diasumsikan 100 mm
Contoh perhitungan PLM dengan tebal 100 mm sebagai berikut:
46
rencana/umur
rencana/jalur rencana)
d) Parameter Pelastis
1) Tanah Dasar
CBR Rencana yang digunakan adalah sebesar 3,59. Nilai parameter-parameter
elastis
EV = 35,9 MPa didapat menggunakan Rumus 2.21
EH
= 17,95 MPa didapat menggunakan Rumus 2.22
Vv
= VH = 0,45
f
= 24,764 MPa didapat menggunakan Rumus 2.23
2) Material Berbutir
Ev
= 190 MPa
EH
= 95 MPa didapat menggunakan Rumus 2.22
VV
= VH = 0,35 didapat menggunakan Tabel 2.11
f
= 140,741 MPa didapat menggunakan Rumus 2.23
3) Aspal
Ev
= 2000 MPa
Vv
= 0,4
e) Regangan Vertikal
Tebal lapis permukaan diasumsikan 110 mm dan tebal lapis berbutir 350 mm
didapat dari lampiran III-1.
tanah dasar didapat dari Tugas Akhir Adi Sutrisno, 2011 sebesar 946,29
microstrain
47
tanah aspal didapat dari Tugas Akhir Adi Sutrisno, 2011 sebesar 439,07
microstrain
f) Nilai Sumbu Standar yang Ijin
N ijin Tanah Dasar = 6475126,64 didapat menggunakan Rumus 2.25
Faktor kerusakan = 0,07170891 didapat menggunakan Rumus 2.26
Nijin Aspal
= 561682,476 didapat menggunakan Rumus 2.27
Faktor kerusakan = 0,88568597 didapat menggunakan Rumus 2.26
Nilai Nijin lebih besar dari Nrencana maka asumsi tebal lapis permuakaan benar
sehingga banyak tebal lapis lapis berbutir bisa dihitung dengan menggunakan
Tabel 2.14 dengan menggunakan data sebagai berikut:
Etop
= 190 MPa
Etanah dasar
= 35,9 MPa
Tebal bahan berbutir ditetapkan sebesar 350 mm. Sesuai dengan tabel 2.14 maka
jumlah sub lapisan berbutir 3 sub lapisan.setelah didapat banyak sub lapisan ,
nilai rasio modular setiap lapisan dan parameter elastis setiap lapisan dapat
dihitung menggunakan Rumus 2.28. contoh perhitungan
= 35,9 x 1,7705
= 63,561 MPa
= 63,561 x 0,5
= 31,781 MPa
48
Berikut hasil perhitungan nilai rasio modular setiap lapisan dan parameter elastis
yang dapat dilihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.10 Angka Posion Rasio dan Parameter Elastis Setiap Sub Lapisan
/
Tebal masing masing lapis perkerasan berdasarkan hasil perhitungan tebal
masing-masing lapisan sebagai berikut:
1. Lapis permukaan menggunakan aspal dengan modulus vertikal/horizontal
2000MPa, VB 15%, angka posion rasio 0,4, dan tebal 11 cm
2. Lapis pondasi menggunakan bahan butiran yang dibagi 3 sub lapisan masingmasing setebal 12 cm, 12 cm, dan 11 cm dengan modulus vertikal puncak 190
MPa dengan angka posion rasio 0,35 serta tebal total 35 cm.
/Berikut adalah tebal lapis peerkerasan menggunakan metode Austroads 1992
Dapat dilihat pada gambar 4.10.
11 cm
Aspal 2000 MPa
Sub Lapisan 3 dengan kekuatan
11 cm
190 Mpa
Lapis Pondasi
Sub Lapisan 2 dengan kekuatan
12 cm
Berbutir
112,550 MPa
Gambar 4.6 Tebal Lapis Perkerasan menggunakan Metote Austroads 1992
12 cm
Sub Lapisan 1 dengan kekuatan
Lapis Permukaan
63,572 MPa
49
4.4 Pembahasan
Dari contoh perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat hasil tebal dan
parameter-parameter perkerasan lentur yang digunakan pada metode AASHTO
1993 dan metode Austroads 1992 dengan menggunakan data yang sama pada
Tabel 4.11
Tabel 4.11 Parameter Perencanaan dan Hasil Perencanaan Metode AASHTO 1993 dan
Austroads 1992
No
Keterangan
Parameter
Perencanaan
dasar
- Indeks permukaan
- Beban lalu lintas rencana
- Jenis material
- Koefisien Drainase
- Reabilitas
Dinyatakan dengan MR
Daya dukung
tanah
Beban lalu
lintas
Angka
ekivalen
dasar
Beban lalu lintas
rencana
Jenis material
Suhu
Dinyatakan dengan
Modulus Elastis
Dinyatakan dengan Nilai
Rencana ESA
dipengaruhi oleh;
dipengaruhi oleh:
- Jumlah kendaraan
- Distribusi lajur (DL)
- Distribusi arah (DA)
- Angka ekivalen (E)
- Faktor pertumbuhan
Dihitung untuk setiap sumbu
berbagai jenis kendaraan
Jumlah kendaraan
Angka ekivalen
Faktor pertumbuhan
Jenis material
Tebal
50
perkerasan
(7,62 cm)
Lapis pondasi berbutir CBR
80% = 17,5 in (44,45
2000MPa = 11 cm
Tebal total pondasi
berbutir 35 cm
cm)
Dapat dilihat dari Tabel 4.11 bawasannya dengan menggunakan data
perencanaan yang sama untuk kedua metode mendapatkan hasil tebal perkerasan
yang berbeda. Lapis permukaan menggunakan metode Austroads 1992 lebih
tebal dibandingkan dengan AASHTO 1993 sedangkan untuk tebal lapisan
berbutir metode AAHTO 1993 lebih tebal dibandingkan dengan Metode
Austroads 1992. Hal ini diakibatkan adanya perbedaan metode dalam mencari
faktor beban sumbu pada setiap kendaraan, pada metode Austroads faktor beban
sumbu dibedakan menjadi dua dan metode AASHTO 1993 tidak dibedakan.
Pada metode Austroads 1992 dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitar
sedangkan pada metode AASHTO tidak.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
a. Tebal untuk lapis permukaan aspal beton dengan menggunakan metode
Austroads 1992 bernilai 11 cm, lebih tebal dibandingkan dengan AASHTO
1993 yang bernilai 7,5 cm.
b. Tebal untuk lapis pondasi berbutir dengan menggunakan metode Austroads
1992 bernilai 35 cm, lebih tipis dibandingkan dengan AASHTO 1993 yang
bernilai 44,45 cm
c. Faktor beban sumbu dalam metode Austroads 1992 dibagi menjadi dua
sedangkan pada metode AASHTO 1993 faktor beban sumbunya tidak dibagi
menjadi dua.
d. Perencanaan menggunakan Austroad menggunakan software CIRCILY
untuk mendapatkan regangan vertikal pada lapis tanah dasar dan aspal.
5.2
Saran
a. Perencanaan tebal perkerasan menggunakan metode Austroads 1992 untuk
menentukan volume bitumen dirasa membutuhkan ketelitian yang besar
karna menggunakan metode grafis sehingga disarankan supaya dibuat rumus
yang bisa mengetahui nilai volume bitumen dalam campuran aspal.
b. Untuk perencanaan sebaiknya menggunakan program CIRLY supaya
mendapatkan regangan vertikal yang lebih akurat
51
52
BAB 1............................................................................................................................1
1.1
Latar Belakang................................................................................................1
1.2
Tujuan.............................................................................................................2
1.3
1.4
Sistematika Penulisan.....................................................................................2
BAB 2............................................................................................................................5
2.1
2.2
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
53
2.3
2.3.1
2.3.2
2.3.3
Faktor Pertumbuhan..............................................................................10
2.3.4
Kondisi Lingkungan..............................................................................10
2.4
2.4.1
2.4.2
2.4.3
2.4.4
Reabilitas...............................................................................................14
2.4.5
Koefisien Drainase................................................................................15
2.4.6
2.4.7
2.4.8
2.5
2.5.1
2.5.2
2.5.3
2.5.4
2.5.5
Regangan Vertikal..................................................................................24
2.5.6
BAB 3..........................................................................................................................27
3.1
3.2
54
3.3
Studi Literatur...............................................................................................28
3.4
3.5
3.6
3.7
Analisis......................................................................................................3-34
BAB 4..........................................................................................................................36
4.1
Data Perencanaan..........................................................................................36
4.2
4.3
4.4
Pembahasan...................................................................................................52
BAB 5..........................................................................................................................56
5.1
Kesimpulan...................................................................................................56
5.2
Saran.............................................................................................................56
55