Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

ABORTUS IMMINENS

Oleh:
Jeffi Wahyu Ekoputro

0710710044

Yunita Dwi Anggarini

0710710112

Pembimbing I: dr. Pande Made Dwijayasa, SpOG


Pembimbing II: dr. Effie Masyitha Siregar

LABORATORIUM / SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2012

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah abortus dipakai untuk menunjukan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dan berusia kurang dari 20 minggu
dengan berat badan kurang dari 500 gr. Insiden abortus spontan secara umum
pernah disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Abortus ini dibedakan
antara lain abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplitus, dan abortus
komplitus, selain itu juga dikenal adanya abortus habitualis, missed abortion dan
abortus infeksious selama kehamilan
Abortus imminens ditandai dengan terjadinya perdarahan dari uterus
pada masa kehamilan < 20 minggu, hasil konsepsi masih dalam uterus, belum
didapati adanya pembukaan serviks, disertai atau tidak dengan adanya rasa
mules. Sifat abortus imminens adalah baru mengancam dan masih ada harapan
untuk mempertahankan janin.
Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti
kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan
anak memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 %
dari semua kehamilan. . Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia
kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan pada
kromosom. Dari 1.000 kejadian abortus spontan, setengahnya merupakan
blighted ovum dan 50-60 % dikarenakan abnormalitas kromosom. Disamping
kelainan kromosom, abortus spontan juga disebabkan oleh penggunaan obat
dan faktor lingkungan, seperti konsumsi kafein selama kehamilan.
Abnormalitas dari kromosom adalah etiologi yang paling sering
menyebabkan abortus. Penyebab yang lain dari aborsi dengan persentasi yang
kecil adalah infeksi, kelainan anatomi, factor endokrin, factor immunologi, dan
penyakit sistemik pada ibu.
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau
seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.
Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus.
Abortus dapat dibagi menjadi abortus spontan dan abortus provokatus.
Abortus spontan merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan atau
terjadi secara spontan. Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan

sebelum 20 minggu akibat tindakan baik menggunakan alat maupun obatobatan. Dan abortus imminens termasuk abortus spontan.
Penegakan diagnosis abortus imminens dapat

dilakukan

melalui

anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Pada anamesa


akan

didapatkan

gejala

perdarahan

pervaginam

setelah

mengalami

keterlambatan haid, sering terdapat rasa mules atau kram perut bawah. Pada
pemeriksaan fisik dapat dijumpai perdarahan berupa bercak hingga sedang,
servik masih tertutup, uterus sesuai dengan tanda gestasi, dan uterus masih
lunak. Penatalaksanaan abortus imminens antara lain: Observasi perdarahan,
istirahat, hindarkan coitus, istirahat berbaring, pemberian hormon progesteron
namun masih dalam perdebatan, dan pemeriksaan USG apakah janin masih
hidup atau tidak. Prognosis ditentukan lamanya perdarahan , jika perdarahan
berlangsung lama, mules- mules yang disertai pendataran serviks menandakan
prognosis

yang

buruk.

Selain

mendiagnosis

abortus,

perlu

dipikirkan

kemungkinan diagnosis lain, seperti kehamilan ektopik yang terganggu, mola


hidatidosa dan kehamilan dengan kelainan pada serviks.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui penegakan diagnosa pada pasien ini.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya abortus imminens pada pasien
3.
4.
5.
6.

ini.
Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini.
Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada pasien ini.
Untuk mengetahui prognosis abortus imminens pada pasien ini.
Untuk mengetahui upaya pencegahan abortus imminens pada kehamilan
selanjutnya dari pasien ini.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus imminens disebut juga abortus membakat, dimana terjadi
perdarahan pervaginam pada kehamilan <20 minggu dengan atau tanpa
kontraksi uterus tanpa disertai dilatasi serviks dan tanpa pengeluaran hasil

konsepsi. Perdarahan pada abortus imminens seringkali hanya sedikit, namun


hal tersebut berlangsung beberapa hari atau minggu. Dapat atau tanpa
disertai rasa mulas ringan, sama dengan pada waktu menstruasi atau nyeri
pinggang bawah (Wiknjosastro,2007).
Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan tidak adanya
pembukaan serviks. Sementara pemeriksaan dengan real time ultrasound
pada panggul menunjukkan ukuran kantong amnion normal, jantung janin
berdenyut, dan kantong amnion kosong, servik tertutup, dan masih teKdapat
janin utuh. Keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan tirah baring dan
memberikan obat-obatan (Wiknjosastro,2007).

2.2 Faktor resiko


Angka kejadian abortus imminens dipengaruhi oleh berbagai faktor :
-

Usia Ibu
Faktor yang berkaitan dengan kehamilan
Jumlah kehamilan dengan janin aterm sebelumnya
Kejadian abortus sebelumnya
Riwayat hamil dengan janin yang mengalami kelainan congenital atau

defek genetik
- Pengaruh orang tua
Kelainan genetik orang tua
Komplikasi medis (Saifudin, 2004)

2.3 Klasifikasi Abortus


a. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis ataupun medialis, semata-mata disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah. Biasanya disebabkan karena kurang baiknya
-

kualitas sel telur dan sel sperma.


Abortus imminens (threaned abortion)
Pengertian abortus imminens adalah perdarahan yang berasal
dari intra uterine sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu
dengan atau tanpa kontraksi, tanpa dilatasi cerviks, dan tanpa
ekspulsi hasil konsepsi. Abortus imminens sifatnya adalah
mengancam,

tetapi

masih

ada

kemungkinan

untuk

mempertahankan hasil konsepsi. Abortus imminens ditegakan

pada wanita yang hamil dengan gejala perdarahan pervaginam


yang timbul dalam waktu kehamilan trimester pertama.
Perdarahan pada abortus imminens lebih ringan , namun dapat
menetap dalam beberapa hari sampai dengan beberapa minggu.
Hal ini akan mengakitkan gangguan terhadap hasil konsepsi
berupa persalinan preterm, berat badan lahir rendah serta
kematian prenatal
-

Abortus insipiens (inivitable)


Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai
dengan perdarahan pervaginam <20 minggu dengan adanya
pembukaan serviks, namun tanpa pengeluaran hasil konsepsi.
Pada keadaan ini didapatkan juga nyeri perut bagian bawah atau
nyeri kolik uterus yang hebat.
Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan
dilatasi ostium serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol.
Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih
berdenyut, kantong gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong
(3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik banyak di bagian
bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi dan
pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret
vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan kerokan.
-

Abortus komplit
Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan
kurang dari 20 mingguatau berat badan kurang dari 500 gram dan

masih terdapat hasil konsepsi yang tertinggal di dalam uterus.


Abortus inkomplet
Adalah pengeluaran hasil konsepsi. Pada penderita ditemukan
perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah
banyak mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala kehamilan dan
uji kehamilan menjadi negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan
uterus yang kosong (Sastrawinata, 2008).

b. Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu
akibat tindakan baik menggunakan alat maupun obat-obatan. Jenis
abortus provokatus dibagi berdasarkan alasan melakukan abortus
adalah :

Abortus terapeutik adalah abortus provokatus yang dilakukan atas

indikasi medis
Abortus kriminalis adalah abortus provokatus yang dilakukan bukan
karena indikasi medis tetapi perbuatan yang tidak legal atau
melanggar hokum (Cunningham, 2007).
Abortus complete dan abortus incomplete (Mochtar, 2007)

Abortus imminens, abortus insipiens, dan miss abortion (Mochtar, 2007)


2.4 Epidemiologi
Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya
seperti kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran
6

dengan anak memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan


sekitar 10-15 % dari semua kehamilan. Namun, frekuensi angka kejadian
sebenarnya dapat lebih tinggi lagi karena banyak kejadian yang tidak
dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi; juga karena abortus spontan
hanya disertai gejala ringan, sehingga tidak memerlukan pertolongan medis
dan kejadian ini hanya dianggap sebagai haid yang terlambat. Delapan
puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia kehamilan sebelum 12
minggu. Hal ini banyak disebabkan karena

kelainan pada kromosom

(Mansjoer,2001).
Dari 1.000 kejadian abortus spontan, setengahnya merupakan blighted
ovum dan 50-60 % dikarenakan abnormalitas kromosom. Disamping
kelainan kromosom, abortus spontan juga disebabkan oleh penggunaan
obat dan faktor lingkungan, seperti konsumsi kafein selama kehamilan
(Mansjoer, 2001).

2.5 Etiologi
Abortus spontan meiliki banyak etiologi yang satu dan lainnya saling
terkait. Abnsormalita dari kromosom adalah etiologi yang paling sering
menyebabkan abortus, 50% angka kejadian abortus pada trimester
pertama, lalu insiden menurun pada trimester kedua sekitar 20-30 %, dan
5-10 % pada trimester ketiga. Penyebab yang lain dari aborsi dengan
persentasi yang kecil adalah infeksi, kelainan anatomi, factor endokrin,
factor immunologi, dan penyakit sistemik pada ibu. Dan ada banyak pula
penyebab yang belum diketahui hingga sampai saat in (Cunningham,
2007).
Pada kehamilan muda, abortus tidak jarang didahului oleh kematian
janin, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai
berikut :
1. hasil konsepsi
kelainan perkembangan dapat dipengaruhi oleh faktor endogen
seperti kelainan kromosom ( trisomi dan popiplidi)
2. fakor ibu antara lain :

Infeksi : Mycoplasma,Ureaplasma,dll

Penyakit kronis : Celiac sprue (sindrom malabsorbsi)

Gangguan endokrin : diabetes melitus

Kelainan alat reproduksi

Kelainan darah

Pengaruh obat-obatan : tembakau,alcohol, kafein

Faktor lingkungan : radiasi

Faktor imunologis

Trauma fisik (Saifudin, 2004)

2.6 Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau
seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.
Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua
tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya
proses abortus.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu


Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian
desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun
sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di
canalis

servikalis.

Perdarahan

pervaginam

terjadi

saat

proses

pengeluaran hasil konsepsi.


Pada kehamilan 8-14 minggu
Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya selaput
ketuban telebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat
namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering

menimbulkan perdarahan pervaginam banyak.


Pada kehmilan minggu ke 14-22 :
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta
beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal
dalam uterus sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan
terjadi

perdarahan

pervaginam

banyak.

Perdarahan

pervaginam

umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol (Mochtar, 2007).

2.7 Diagnosis
Diagnosis abortus imminens ditegakan antara lain:
Tanda-tanda hamil muda

Perdarahan melalui OUE (+)


Uterus membesar sesuai usia kehamilan
Servis belum membuka
Sehingga

untuk

menegakan

diagnosis

abortus

imminens

kita

perlu

memperhatikan :

Riwayat menstruasi

Riwayat penggunaan obat-obatan dan zat

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat operasi terutama pada uterus dan adneksa

Riwayat obstetrik dan ginekologis dahulu (Sastrawinata, 2008).


Pada abortus spontan biasanya disertai dengan perdarahan pervaginam

dengan atau tanpa rasa mules. Perdarahan pervaginam dapat hanya berupa flek
(bercak-bercak darah) hingga perdarahan banyak. Hal in sangat penting untuk
menilai apakah perdarahan semakin berkurang atau bahkan semakin memburuk.
Adanya gumpalan darah atau jaringan merupakan tanda bahwa abortus berjalan
dengan progresif. Bila ditemukan nyeri perlu dicatat letak dan lamanya nyeri
tersebut berlangsung (Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan fisik, abdomen perlu diperiksa untuk menentukan
lokasi nyeri. Sumber dicari dengan pemeriksaan inspekulo dan pemeriksaan
vaginal toucher , tentukan perdarahan berasal dari dinding vagina, permukaan
serviks atau keluar melalui OUE (Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan dalam, lakukan pemeriksaan pergerakan serviks
karenanya bila nyeri pada pergerakan serviks (+), maka kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik perlu dipertimbangkan. Jika ditemukan UOI telah membuka,
kemungkinan yang terjadi adalah abortus insipiens, inkomplit maupun abortus
komplit. Pemeriksaan pada uterus juga perlu dilakukan, tentukan besar,
konsistensi uterus serta pada adneksa, adakah nyeri tekan atau massa. Bila
didapatkan adanya sekret vagina abdominal, sebaiknya dibuat pemeriksaan
biologisnya (Saifudin, 2004).
Pada kasus abortus, selain menghentikan perdarahannya, perlu dicari
penyebab terjadinya abortus dan menentukan sikap dalam penanganannya
selanjutnya. Pemeriksaan penunjang yang dapat kita lakukan antara lain :
1. - HCG
2. Pemeriksaan kadar Hb dan Ht

3. Pemeriksaan golongan darah dan skrining antibodi


4. Pemeriksaan kadar progesteron serum
5. USG (Saifudin, 2002)
Perdarahan

Serviks

Uterus

Gejala/

Diagnosis

Tindakan

Bercak

Tertutup

Sesuai

Tanda
Kram perut

Abortus

Observasi

hingga

dengan

bawah uterus

Imminens

perdarahan,

Sedang

usia

lunak

istirahat,

gestasi

hindarkan

Sedikit

Limbung /

Kehamilan

coitus
Laparotomi

membesar

pingsan

ektopik

dan parsial

dari normal

Nyeri perut

yang

salpingektomi

bawah

terganggu

atau

Nyeri goyang

salpingestomi

porsio
Masa adneksa
Cairan bebas
Tertutup

Lebih kecil

intra abdomen
Sedikit/tanpa

Abortus

Tidak perlu

/terbuka

dari usia

nyeri perut

komplit

terapi spesifik

gestasi

bawah

kecuali

Riwayat

perdarahan

ekspulsi hasil

berlanjut atau

Sesuai

konsepsi
Kram atau

Abortus

hingga

usia

nyeri perut

insipiens

massif/

kehamilan

bawah belum

Sedang

Terbuka

banyak

terjadi infeksi
Evakuasi

terjadi ekspulsi
hasil konsepsi
Kram atau

Abortus

nyeri perut

inkomplit

evakuasi

bawah ekspulsi
sebagian hasil
Terbuka

Lunak dan

konsepsi
Mual/muntah

Abortus

Evakuasi

10

lebih besar

Kram perut

mola

dari usia

bawah

gestasi

Sindroma mirip

tatalaksana
mola

preeklamsia
Tak ada janin
keluar jaringan
seperti anggur
(Saifudin, 2002)
2.8 Diagnosa Banding
1. Kehamilan ektopik terganggu ( KET )
Pada KET ditemukan amenore, perdarahan pervaginam, biasanya sedikit
sedangkan pada abortus biasanya perdarahan cukup banyak, nyeri bagian
bawah perut dan pembesaran di belakang uterus. Tetapi nyerri pada KET
biasanya lebih hebat. Pemeriksaan seperti kuldosintesis dan USG dapat
dikerjakan untuk menyingkirkan diagnosis banding ini. Sebelum timbul KET,
suatu kehamilan ektopik hanya berupa kehamilan ektopik yang belum
terganggu. Pada keadaan ini yang ditemui berupa gejala gejala hamil
muda atau abortus imminens (Mansjoer, 2001)
2. Mola Hidatidosa
Pada

mola

hidatidosa,

uterus

biasanya

membesar

lebih

cepat

dibandingkan dengan masa kehamilannya, dan kadang disertai dengan


adanya hiperemis gravidarum. Ini disebabkan oleh adanya kadar HCG
yang tinggi di dalam darah. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan
gambaran seperti badai salju ( snowform like appearance ) (Mansjoer, 2001)
3. Kelainan serviks
Karsinoma serviks uteri ,polipus serviks dan sebagainya. Perdarahan
yang disebabkan oleh hal ini dapat menyerupai abortus imminens.
Pemeriksaan dengan spekulum , pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat
membantu dalam menegakan diagnosis (Mansjoer, 2001).
2.9 Prognosis
Macam

dan

lamanya

perdarahan

menentukan

prognosis

kelangsungan kehamilan. Prognosisnya menjadi kurang baik bila


perdarahan

berlangsung

lama,

mules

mules

disertai

dengan

11

perdarahan dan pembukaan serviks. Jika kehamilan terus berlanjut, maka


sering diikuti

dengan persalinan preterm, plasenta previa, dan IUGR.

Prognosis ditentukan lamanya perdarahan , jika perdarahan berlangsung


lama, mules- mules yang disertai pendataran serviks menandakan
prognosis yang buruk Prognosis buruk bila dijumpai pada pemeriksaan
USG adanya :
-

Kantong kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan

dan tidak adanya kutub janin


Perdarahan retrochorionic yang luas ( >25 % ukuran kantung

kehamilan )
DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ) (Mochtar, 2007).

2.10 Penatalaksanaan
Penanganan abortus iminens terdiri atas :
1. Istirahat tirah baring, tujuannya agar aliran darah ke uterus lebih lancar dan
berkurangnya rangsangan mekanik sehimgga perdarahan berhenti, dilarang
untuk koitus selama 2 minggu . Pemberian sedatif juga bisa diberikan, dan
tidak melakukan aktifitas fisik yang berlebihan
2. Pemberian progesteron pada abortuis imminens masih bersifat controversial.
Hormon progesterone dapat diberikan jika pada pemeriksaan didapatkan
adanya kekurangan hormon progesterone
3. Pemeriksaan USG perlu untuk menentukan viabilitas janin
4. bila perdarahan :
berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang
bila terjadi perdarahan lagi.
Berlangsung lama : nilai kembali kondisi janin. Konfirmasikan
kemungkinan adanya penyebab lain ( hamil ektopik atau mola )
(Cunningham, 2007)
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah :
1.

Perdarahan masif
Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah erforasi

2.

Perforasi uterus

12

Dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika ditemukan


tanda tanda abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan
tergantung luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu
dilakukan histerektomi.
3.

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya


Dapat terjadi pada abortus dan dapat menyebar ke miometrium, tuba,
parametrium dan peritonium. Apabila terjadi peritonitis umum atau sepsis
dapat disertai dengan terjadinya syok. Penanganan bisa diberikan antibiotik
pilihan dan dilakukan laparotomi
4.

Syok
Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan ( syok
hemoragik ) dan karena infeksi berat ( syok septik ) (Saifuddin, 2004)

BAB 3
URAIAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
Register
Usia
Alamat
Pekerjaan
Menikah
Lama Menikah
Tanggal pertama kontrol poli

: Ny. S. M
: 110402xx
: 38 tahun
: Jl.Perusahaan III Barat RT 02/08 Singosari
: Ibu Rumah Tangga
: 1 kali
: 20 tahun
: 30 Maret 2012

3.2 Subyektif
Autoanamnesis tgl 28 April 2012, pukul 09.00
-

Keluhan Utama
Keluar darah (flek-flek) dari jalan lahir sejak satu hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Wanita/ 38 tahun/ menikah 1x, 20 tahun/ G3 P2002 Ab000 Uk: 14-16

minggu/ AT 12 tahun/ HPHT: 21-1-2012


Px juga mengeluhkan adanya rasa mules-mules
Px mengalami pendarahan sejak tanggal 28/4/12 flek-flek, ganti

pembalut 3x/hari
Tanggal 22/3/12 pasien merasakan perut membesar dan kaku ke

bidan tes kencing: hasil positif hamil


ANC : 1x, di bidan

13

Px mengeluhkan keputihan sejak 3 minggu yang lalu, warna seperti

susu, tidak gatal dan tidak berbau.


Riwayat kehamilan dan kelahiran sebelumnya
Kehamilan : G3 P2002 Ab000
1. Th 1993, laki-laki, BB 2900 gr, spontan, bidan
2. Th 1999, perempuan, BB 3300 gr, spontan, bidan
3. Kehamilan ini

Riwayat menstruasi
Menarche 15 th, siklus haid 28 hari lamanya 7 hari, banyaknya 3
pembalut/hari, nyeri haid tidak ada

Riwayat penyakit dahulu


Belum pernah sakit seperti ini

Riwayat operasi
Tidak didapatkan riwayat operasi

Riwayat penyakit keluarga


Tidak didapatkan riwayat penyakit yang serupa pada keluarga

Riwayat kebiasaan diri pribadi


Merokok (-), minum alkohol (-), jamu-jamuan (-), obat-obatan (-)

3.3 Obyektif
3.3.1 Pemeriksaan Fisik
KU

: baik, compos mentis

TD

: 110/70 mmHg

: 100 x/m

RR

: 20 x/m

TB/BB skrg

: 161 cm/ 55 kg

Kepala/leher

: anemis -/-, ikterik -/-

Toraks

: Cor
Pulmo

Abdomen

: S1-S2 reguler, murmur (-)


: Rh (-), Wh (-)

: flat, supel, BU (+) N


FU: 1 jari dibawah pusat

GE

: flux (-), flex (+)

Inspekulo

: flux (-), flex (+)


POMP tertutup licin

VT

: flux (-), flex (+)


POMP tertutup licin

14

CUAF ~ 14-16 minggu


APCD: nyeri (-), massa (-)
3.3.2 Pemeriksaan Penunjang

Plano test (28 April 2012) (+) hamil


Pemeriksaan Lab (29 April 2012)
Hb
: 10,7 g/dl
PCV
: 32 vol %
Leuko

: 10.600 ul

Trombo

: 249.000 ul

GDS

: 111 mg/dl

USG ginekologi (28 April 2012)


Tampak VU terisi minimal, tampak janin intrauterin, BJA (+), BPD 30,9
(15w5d)

3.4 Assessment
3.3.1 Diagnosis
Abortus imminens
3.3.2 Differential Diagnosis

Kehamilan ektopik terganggu


Mola hidatidosa

3.5 Planning
Bed rest total
Duphaston 3x1 tab
Asam mefenamat 3x1 tab
Amoksisilin 3x500 mg
Rob 1x1 tab
KIE
Pro USG Fetomaternal 4 minggu lagi

15

BAB 4
PEMBAHASAN
Abortus berdasarkan definisinya adalah pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, dengan usia kurang dari 20 minggu
dan berat janin belum mencapai 500 gr.
Keluhan utama pada abortus adalah perdarahan pervaginan, dimana
pada pasien ini. Ny s , 38 th datang dengan keluhan perdarahan pervaginam
sejak 1 bulan, disertai keluhan tambahan berupa rasa mules. Serta pada
pemeriksaan fisik, tidak terdapat dilatasi servik.
Penyebab abortus secara garis besar terbagi menjadi dua berdasarkan
faktor maternal dan faktor hasil konsepsi . pada pasien ini penyebabnya masih
perlu dicari. Dari faktor konsepsi, kelainan perkembangan maupun pertumbuhan
hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin maupun cacat , tetapi dari
hasil pemeriksaan USG tidak didapati kelainan. Penyebab lain bisa berupa
kelainan kromosom , dari beberapa penelitian tamapak bhwa 50-60% dari
abortus dini spontan berhubungan dengan anomali kromosom pada saat
konsepsi. Pada pasien ini adanya kelainan kromoson pada janinnya yang
menjadi penyebab abortus tidak dapat dibuktikan sebab tidak dilakukan
pemeriksaan.
Faktor maternal yang memungkinkan menjadi penyebab abortus, antara
lain adalah infeksi. Pada pasien ini didapatkan riwayat keputihan yang
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya abortus terjadinya abortus. Faktorfaktor lain yang bisa menjadi penyebab abortus ,seperti adanya gangguan
endokrin, riwayat penyakit kronis, penggunaan obat-obatan maupun riwayat
trauma tidak ditemukan pada pasien ini.
Berdasarkan keluhan utama pasien berupa perdarahan pervaginam, pada
kehamilan kurang dari 20 minggu, selain abortus perlu juga dicurigai adanya KET
dan mola hidatidosa sebagai diagnosis banding.
Kehamilan ekopik terganggu, gejala awalnya berupa amenore seperti
pada kehamilan biasa dan kemudian terjadi perdarahan pervaginam, Tetapi hal
ini dapat disingkirkan sebab tidak terdapatnya tanda-tanda akut abdomen yang
merupakan tanda klasik pada KET dan pada pemeriksaan fisik tdak ditemukan
nyeri goyang portio dan pada pemeriksaan USG didapati bvahwa hasil konsepsi
berada dalam kavum uteri sehingga diagnosis banding KET dapat disingkirkan

16

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di


mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami
perubahan hidropik. Pada awalnya gejala yang timbul mirip pada kehamilan
biasa, terjadi perdarahan. Tetapi diagnosa ini dapat disangkal, karena pada
pasien ini terdapat tanda-tanda kehamilan pasti, seperti terdapatnya gerakan
janin dan

adanya BJJ, serta tidak ditemukannya snow flake pattern pada

pemeriksaan USG.
Penanganan abortus imminens yang utama adalah tirah baring (bed rest),
Pemberian antibiotika di sini adalah untuk mengatasi infeksi tidak untuk
mencegah terjadinya abortus. Pemberian analgetik berupa asam mefenamat.
Dan pemberian inbion sebagai terapi suportif. Pemberian hormon progesteron
pada abortus imminens masih merupakan kontroversi sebab keberhasilan
dalam penggunaan obat ini sering mengakibatkan tidak lebih dari keadaan
missed abortion.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Pada kasus perdarahan pada masa kehamilan , dengan usia kehamilan
dibawah 20 minggu. Selain dicurigai sebagai abortusvtapi perlu juga dipikirkan
adanya KET dan mola hodatidosa.

17

Pada abortus

imminens, perlu penanganan yang adekuat, dimana

proses kehamilan dapat dipertahankan, dan sebisa mungkin dapat dicegah


menjai berlanjut. Masih perlu juga dicari penyebab abortusnya, supaya dapat
mencegah terjadinya abortus habitualis pada kehamilan selanjutnya.

SARAN
Penanganan yang adekuat dari para tenaga medis (bidan/dokter) dalam
melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang
sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang adekuat sehingga dapat
mempengaruhi prognosanya.

DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312
Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 21th edition. Appleton and Lange.
Stanford Connecticut. 2007:856-877
Sastrawinata, Sulaeman, Prof. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung 2008:11-17
Safuddin, Abdul bari. Prof. Dr. DSOG. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta. 2004:146-147
Perdarahan

dalam

kehamilan,

persalinan

dan

masa

nifas

http://srobgyn.www3.50megs.com/mnh/Obs4.html;

18

Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri.


Edisi kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217
Latest

Research

spontaneous

Abortion.

Diakses

dari

http://www.fertilitysolution.com/PDF/abort.pdf
Estronaut

Signs

of

Spontaneus

Abortion.

Diakses

dari

http://www.gennexhealth.com
Saifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I
-Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2002
Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265.

19

Anda mungkin juga menyukai