Anda di halaman 1dari 2

Memahami Konsep Hegemoni Gramsci

Antonio Gramsci adalah salah satu pemikir besar abad 20. Ia merupakan
pemimpin partai komunis italia di era fasisme Bennito Mussolini awal abad ke-20.
Konsep besar dalam pemikiranya adalah Hegemoni. Konsep yang ia cetuskan
selama menjalani masa penahanan di. Sampai kematianya, Gramsci pun belum
mengetahui apakah konsep tentang hegemoni benar adanya atau mampu
dibuktikan dalam lapangan. Hingga kematianya karena sakit, ia masih
mendekam dalam penjara.
Catatan-catatn gramsci terangkum dalam prison notebook yang merupakan
kumpulan dari tulisanya yang berserakan sebelumnya. Baru pada tahun
catatan mmiliknya dibukukan.
Dalam corak berfikir, ia adalah salah satu neo marxis yang mengadopsi
pemikoran karl marx sebagai senjata utamanya. Namun, wilayah yang diselami
Gramsci berbeda dan dirasa aneh pada saat itu bagi kalangan marxis, karena
justru membahas persoalan ideologi yang dianggap hanya sebagai epifenomena
belaka. Yang dimaksud epifenomena adalah superstuktur dalam logika
deterministis marxis tentang basis struktur dan superstruktur. Dimana basis
menentukan supra. Dengan begitu dipahami bahwa pembahasan supra tidaklah
radikal dan menurut marx sendiri, dalam ideologi german, tak akan memberi
pengaruh besar dalam menciptakan revolusi.
Namun hal ini dipandang berbeda oleh Gramsci. Baginya, kondisi Italia berbeda
dengan Rusia yang telah berhasil menjalankan revolusi sebelumnya. Kondisi
negara italia dipandang lebih modern dibandingkan dengan rusia. Dalam kondisi
demikian, pengaruh ideologi memgang peranan penting sebagai hegemoni
terhadap kelas proletar.
Hal ini ia sadari sewaktu melihat kondisi kaum proletar yang kehilangan
semangat perlawananya. Bahkan dalam keaadaan miskin ditindas kapital, massa
proletar tak kunjung memiliki kesadaran kelas sebagai kelas yang ditindas.
Hal inilah yang menjadi titik berangkat gramsci untuk menganalisa faktor
melemahnya kesadaran kaum proletar di negaranya. Dengan begitu, ia pun
menyadari bahwa analisa ini hanyalah bersifat lokal.
Hegemoni sendiri adalah pengaruh dominiasi dan kekuasaan yang bermain di
wilayah kultural dan intelektual. Ia mengada lewat sarana-sarana publik seperti
sekolah, universitas, media dan surat kabar. Dalam bahasa Gramsci, penyebar
hegemoni adalah masyarakat sipil. Sebellumya, gramsci membagi negara dalam
dua golongan. Masyarakat politik dan masyarakat sipil. Masyarakat politik
mencakup lembaga-lembaga negara seperti aparat dan kejaksaan. Sementara
masyarakat sipil seperti universitas, sekolah dan media. Masyarakat politik
bergerak dalam wilayah kekuasaan. Dan menjankan pengaruhnya melalui
kekuatan dan paksaan. Sementara masyarakat sipil berjalan pada wilayah
kultural dan intelektual.

Dampak dari hegemoni adalah redupnya kesadaran melawan masyarakat


tertindas. Norma-norma dalam masyarakat diatur sedemikian rupa agar orangorang menjadi tertib, pasif dan tidak kritis. Bahkan di kala seseorang kelaparan
mungkin saja ia hanya pasrah dan mengatakan bahwa hal takdir Tuhan. Padahal
sebelum menjangkau kesana, seyogyanya orang tersebut mapu melihat relasi
kenyataan antara perutnya yang lapar dan birorasi yang korup. Dalam hal ini,
ajaran agama menjadi alat hegemoni yang mengaburkan kesadaran seseorang
akan kenyataan.
Terhadap hegemoni, gramsci mengusulkan perang posisi atau counter hegemoni.
Yaitu menciptakan wacana tandingan melawan hegemoni negara. Jika negara
mempopulerkan ajaran tentang ketaatan buta lewat sekolah-sekolah. Maka
massa yang ditindas bisa mempopulrkan ajaran perlawanan kepada rakyat.
Namun juga patut disadari bahwa terdapat kelemahan dalam perang posisi. Ia
dalah basis material massa sendiri dalam menyebarkan gagasanya. Jika negara
memiliki universitas, lembaga hukum dan media maka apa yang rakyat punya.
Selain itu, legitimasi yang dimiliki rakyat juga kurang diyakini sebagian rakyat
lainya. Mayoritas massa belum meyadari kenyataan ini dan menganggap perang
posisi adalah tindakan buruk.
Persoalan ini belum bisa penulis pecahkan karena masih minimnya refrensi dan
literatur yang dibaca. Dengan demikian, penulis berharap persoalan perang
posisi ini menjadi PR bersama dalam mewujudkan perang posisi. Sekali lagi,
Gramsci mengaggap persoalan hegemoni yang menurut kaum marxis hanyalah
epifenomena yang tak menyentuh akar persoalan sebagai sebuah urgensi
tersendiri, terutama dalam kondisi negara modern. Esok, penulis berencana
menambah literatur dengan membaca buku prison notebook karya Gramsci. Hal
ini terkendala karena harga yang belum terjangkau, lagi-lagi persoalanya
menyentuh basis struktur. Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai