Anda di halaman 1dari 5

Telaah Konsep Otentik Sosialisme Karl Marx dalam Artikel Jurnal “Filsafat dan

Konsep Negara Marxisme”


Harsa Permata1
Doni Andika Pradana2

Abstrak
Pandangan Marxisme tentang negara atau yang diidentikkan dengan Sosialisme
merupakan antitesis pandangan liberalisme tentang negara yang menganggap bahwa negara
adalah kontrak sosial untuk perdamaian. Sosialisme sebagai pemikiran filsafat merupakan
upaya intelektual yang perlu diketengahkan sebelum menilainya sebagai sebuah ideologi.
Sosialisme mengkonsepsikan negara sebagai produk dari pertarungan kelas dalam masyarakat
yang kemudian tidak terselesaikan. Akhirnya, secara definitif sosialisme yang disebut juga
sebagai fase kediktatoran proletariat merupakan tahapan peralihan menuju masyarakat
komunis, yang secara ekonomi dicirikan oleh penguasaan kolektif atas alat-alat produksi, serta
hubungan distribusi pasar bebas. Sosialisme juga dicirikan dengan transformasi ekonomi, yang
pada dasarnya berarti menata ulang distribusi tanah, pendapatan dan kredit, memotong
monopoli swasta, mereformasi sistem pajak dan kredit.
Abstract
The view of socialism about the state or identified with socialism is the antithesis of liberalism's
view of the state which considers that the state is a social contract for peace. Socialism as a
philosophical thought is an intellectual endeavor that needs to be presented before judging it
as an ideology. Socialism conceptualizes the state as the product of class struggles in society
that are then unresolved. Finally, socialism definitively referred to as the dictatorship phase
of the proletariat is the transitional stage towards a communist society, economically
characterized by collective control over the means of production, as well as free market
distribution relations. Socialism is also characterized by economic transformation, which
basically means rearranging the distribution of land, income and credit, cutting private
monopolies, reforming the tax and credit system.

1
Penulis Artikel “Filsafat dan Konsep Negara Marxisme”, (Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Filsafat,
Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada).
2
Penulis Esai “Telaah Konsep Otentik Sosialisme Karl Marx dalam artikel ‘Filsafat dan Konsep Negara
Marxisme”, (Mahasiswa Program Sarjana Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada).
PENDAHULUAN
Berbicara tentang sosialisme maka tidak dapat dilepaskan dari pemikiran yang melandasi
konsep tersebut, yaitu pemikiran Karl Marx yang kemudian dikenal sebagai Marxisme.
Sosialisme-Marxisme sebagai sebuah pemikiran filsafat merupakan upaya intelektual yang
perlu diketengahkan sebelum menilainya sebagai sebuah ideologi.
Di Indonesia sendiri terdapat dasar hukum yang melegitimasi pelarangan penyebaran
paham atau ajaran Marxisme. Larangan tersebut tertuang dalam TAP MPRS Nomor
XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai
Organisasi Terlarang Diseluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis
Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham
atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme (MPRSRI, 1966).
Padahal, sejarah mencatat kemerdekaan yang berhasil diraih atas perjuangan panjang
tidak dapat dipungkiri telah dicapai melalui pemikiran para founding fathers yang banyak
terinsipirasi oleh gagasan Marxisme-Sosialisme dalam mencita-citakan kemerdekaan. Bahkan
Soekarno mengadaptasikan pemikiran sosialisme ke dalam konsep yang ia sebut sebagai
Marhaenisme (Permata, 2011). Peranan Sosialisme-Marxisme di Indonesia pun tercermin
dalam poros kebijakan Bung Karno yang disebut dengan NASAKOM. Poros ini adalah upaya
untuk mengintegrasikan ideologi Nasionalis, Islamisme, dan Marxisme itu sendiri.
Oleh karena itu, penelusuran ulang pemikiran Marxisme secara lebih utuh menjadi
diperlukan. Karl Marx sendiri bahkan mengatakan bahwa sosialisme yang digagasnya adalah
sosialisme ilmiah sehingga prasangka yang tidak ilmiah terhadap pemikiran ini mesti
dikesampingkan.
PEMBAHASAN
Filsafat Materialisme Dialektika Historis sebagai Dasar Pemikiran Marxisme
Pemikiran Marx yang utama dan paling mendasar adalah konsepnya mengenai
Materialisme-Dialektis dan Materialisme-Historis. Konsep yang dipikirkan oleh Marx
berangkat dari kritiknya atas beberapa filsuf sebelumnya, yaitu Hegel dan Feurbach.
Pemikiran mengenai konsep historis dan dialektis berangkat dari kritiknya atas dialektika
Hegel yang bersifat idealis. Menurut Hegel, dunia yang terbentuk oleh sejarah bergerak menuju
arah rasionalitas dan kebebasan. Konsep Hegel yang terkenal mengenai roh absolut menjadi
basis pemikirannya tentang hakikat dunia dan sejarah. Roh absolut semesta berada dibalik
sejarah dan mendapatkan objektivitasnya yang termanifestasikan dalam budaya, moralitas
bangsa, dan institusi (Permata, 2011).
Namun, berbeda filsafat Idealisme Hegel yang menekankan spirit atau ruh, Marx melihat
bahwa justur perubahan material yang mengubah sejarah. Perubahan material menciptakan
hubungan spirit baru. Marx menekankan bahwa kekuatan ekonomi masyarakat menciptakan
perubahan dan memajukan sejarah.
Sementara materialisme Marx bersumber dari kritiknya terhadap materialisme
Feuerbach, inti materialisme Feuerbach adalah kritiknya terhadap agama. Dasar kritik
Feuerbach terhadap agama adalah bahwa Tuhan tidak menciptakan manusia, tetapi Tuhan
adalah hasil imajinasi manusia. Menurut Feuerbach, agama hanyalah proyeksi manusia. Tuhan,
malaikat, surga, neraka tidak nyata, mereka hanyalah gambar yang dibuat orang tentang diri
mereka sendiri. Jadi agama hanyalah ide manusia. Bagi Feuerbach, agama tak lebih dari
proyeksi manusia.
Kemudian, Marx memadukan beberapa konsep tersebut, yaitu dialektika, historis, dan
materialisme kedalam pemikirannya sendiri. Menurut Marx, sejarah memiliki sifat yang
material yaitu mengacu pada kondisi fundamental dari eksistensi manusia. Aspek yang disoroti
oleh Marx adalah kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara nyata dan pengaruh pandangan
masyarakat secara nyata tentang kehidupan terhadap pemikiran dan perasaan. Karakter sebuah
masyarakat ditentukan oleh sistem ekonominya. Sistem tersebut ditentukan oleh penggunaan
buruh produktif oleh rezim. Akan tetapi, rezim-rezim tersebut tidak abadi mereka muncul
secara historis, lalu menjadi penghambat kemajuan. Ini yang kemudian menjadi konsep inti
teori Materialisme Dialektika Historis dari Karl Marx.
Konsep Negara Sosialisme-Marxisme
Marxisme mengkonsepsikan negara sebagai produk dari pertarungan kelas dalam
masyarakat yang kemudian tidak terselesaikan. Negara dalam pandangan Marxis tidak
mengenal pembagian kekuasaan sebagaimana slogan trias politica yang dikemukakan oleh
John Locke dalam menggagas liberalisme. Konsep negara Marxis adalah penghapusan
parlementarisme dan institusi borjuasi lainnya (seperti tentara reguler yang digantikan dengan
rakyat bersenjata) (Permata, 2011).
Selain berbeda dengan konsep negara liberal, konsep negara Marxis juga berbeda dengan
konsep negara Hegel, yang memandang negara sebagai bentuk tertinggi dari sebuah ide
sehingga tidak dapat dikendalikan oleh pendapat orang. Negara adalah produk akhir dari roh
absolut. Menurut filsafat Hegelian, negara adalah realitas konsep moral, berdasarkan
pemahaman awal bahwa "segala sesuatu yang nyata dapat diterima" dan bahwa "negara itu
sendiri rasional". Ini berarti bahwa negara adalah roh moral, yaitu. menjadi kata benda yang
terlihat jelas oleh dirinya sendiri, mampu berpikir dan mengetahui dirinya sendiri.
Marxisme justru melihat bahwa negara merupakan bentuk realisasi dari keterasingan
manusia dalam aktivitas politik. Negara tak lain merupakan sebuah mesin penindas suatu kelas
atas kelas lainnya, hal ini terjadi di republik demokratis seperti juga terjadi pada negara
monarki. Negara hanya menjadi instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk menindas kelas
lainnya.
Selain itu, Marxisme juga melihat negara sebagai alat yang digunakan oleh kelas
penguasa (berkuasa) untuk menaklukkan kelas lain. Itulah sebabnya negara memiliki satuan
khusus orang bersenjata dan penjara, yang tujuannya tidak lain adalah untuk melindungi dan
melestarikan kekuasaan yang ada. Negara adalah alat untuk menyerap kelas tertindas, sehingga
orang yang menguasai negara biasanya adalah kelas yang menguasai ekonomi politik.
Marxisme meruntuhkan ideal tersembunyin yang menyelimuti konsep negara liberal dan
negara versi Hegelian. Seperti dalam filsafat materialisme dialektika historis, yang menurutnya
realitas adalah sejarah kontradiksi material, negara Marxis adalah sarana untuk mereduksi
kontradiksi-kontradiksi tersebut (khususnya kontradiksi kelas).
Konsep Sosialisme Otentik menurut Marx
Sebagaimana konsep negara dalam sudut pandang Marxis telah dijelaskan diatas, penulis
kemudian menganalisis konsep sosialisme yang otentik menurut Marx. Bagi Marx karena
selalu ada kontradiksi dalam masyarakat (dari komunitas primitif, perbudakan, feodalisme, dan
kapitalisme), maka hanya saat di bawah komunisme, ketika negara menghilang dan konflik
kelas juga menghilang, masyarakat akan berkembang.
Selain itu, karena bagi Marx negara bukanlah instrumen perdamaian, maka negara yang
menciptakan perdamaian akan sejalan dengan upaya menghilangkan konflik kelas. Ini terjadi
setelah melewati fase transisi, yaitu negara sosialisme (kediktatoran proletariat). Suatu
masyarakat di mana negara telah lenyap disebut masyarakat komunis oleh Marx, atau
merupakan tingkat tertinggi dari tahapan ekonomi (proses produksi) masyarakat. Dalam tahap
kehidupan ini, “setiap orang memberi sesuai dengan kemampuannya, setiap orang mengambil
sesuai dengan kebutuhannya”.
Akhirnya, secara definitif sosialisme yang disebut juga sebagai fase kediktatoran
proletariat merupakan tahapan peralihan menuju masyarakat komunis, yang secara ekonomi
dicirikan oleh penguasaan kolektif atas alat-alat produksi, serta hubungan distribusi pasar
bebas. Sosialisme juga dicirikan dengan transformasi ekonomi, yang pada dasarnya berarti
menata ulang distribusi tanah, pendapatan dan kredit, memotong monopoli swasta,
mereformasi sistem pajak dan kredit.
Dalam bidang politik juga diperlukan modernisasi negara, yaitu desentralisasi
penyelenggaraan negara dan penugasan kembali pejabat-pejabat politik yang sebelumnya
melakukan tugas-tugas birokrasi yang tidak berguna ke posisi yang lebih produktif. Kemudian,
pada bidang pendidikan membangun sekolah dan memperluas akses pendidikan bagi seluruh
lapisan masyarakat menjadi gagasan utama yang perlu dibangun dalam sosialisme.
Namun, setelah tahapan ini berhasil dicapai yaitu terciptanya tatanan masyarakat yang
ideal, masyarakat tanpa kelas kemudian perlu diwujudkan suatu internasionalisme atau suatu
sosialisme yang mendunia terlebih dahulu. Proses pergeseran kekuasaan dari kelas penindas
kepada kelas tertindas juga membutuhkan persatuan internasional kaum tertindas yang
sepaham dengan ideologi sosialisme (internasionalisme). Tanpa internasionalisme yang benar-
benar sosialis, proses lenyapnya negara (terwujudnya komunisme) sulit ditegakkan.
Praktis upaya perwujudan sosialisme di Dunia telah coba dipraktikkan dalam sejarah
dunia oleh beberapa negara seperti Uni Soviet dan RRC pada awal abad ke-20. Namun,
ketidakmampuan sosialisme dalam menjawab tantangan paling praktis dari kehidupan sosial
membuatnya gagal mewujudkan cita-cita masyarakat komunis, sedangkan disisi lain ekonomi-
politik liberal-kapitalis semakin berkembang dan bertransformasi dalam bentuk globalisasi
atau neoliberalisme sehingga mampu menyesuaikan diri dan menyebarluas.
PENUTUP
Kegagalan sosialisme dalam mewujudkan tatanan masyarakat tanpa kelas menjadi basis
amunisi untuk setiap kritik terhadap pemikiran Marxisme. Namun, Marxisme sebagai
pemikiran teoritik masih menjadi cita-cita yang paling indah dan ideal. Kritik terhadap ide-ide
Sosialisme dan Marxisme tidak kemudian menyurutkan para pecinta pemikiran Karl Marx. Di
era kontemporer bahkan gerakan pemikiran yang dihasilkan oleh Mazhab Frankfurt atau
dikenal dengan Teori Kritis di Jerman diidentifikasi sebagai gerakan Neo-Marxis, yaitu upaya
untuk merevitalisasi pemikiran Marx dengan meninggalkan beberapa konsep yang sudah tidak
relevan dan merelevansikan nafas intelektual Marx pada era kapitalisme lanjut.
DAFTAR PUSATAKA
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No.
XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Menyebarkan Paham
Komunis/Marxisme-Leninisme.
Permata, H., 2011. Filsafat dan Konsep Negara Marxisme. Jurnal Filsafat, 21(3), hlm. 200-
223.

Anda mungkin juga menyukai