Anda di halaman 1dari 2

Karl Marx tentang sosiologi hukum

Karl Marx dapatlah disebut seorang sosiolog hukum. Waktu mengemukakan pendapatnya
tentang pencurian kayu pada tahun 1842 – 1843, mengatakan bahwa hukum adalah tatanan
peratutan yang memenuhi kepentingan kelas orang yang beruang dalam masyarakat. Selanjutnya
Karl Marx merumuskan ideologi dalam hukum. Menurut Karl Marx hukum merupakan suatu
bangunan yang ditopang oleh interaksi antara kekuatan-kekuatan sektor ekonomi. Karl Marx
memandang masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang antagonistis, watak dasar seperti ini
ditentukan oleh hubungan konflik antar kelas-kelas sosial, yang kepentingan-kepentingannya
saling bertentangan dan tidak dapat didamaikan karena perbedaan kedudukan mereka dalam
tatanan ekonomi. Dalam masyarakat kapitalis, konflik utama terjadi antara kaum borjuis (kelas
kapitalis yang memiliki sarana-sarana produksi) dengan kaum proletar (kelas pekerja yang tidak
memiliki apapun, kecuali tenaga kerja mereka).

Menurut Karl Marx hukum bukan saja berlaku sebagai fungsi politik saja, melainkan sebagai
fungsi ekonomi.

Pokok pikiran Karl Marx dalam sosiologi hukum:

1. Hukum adalah alat yang menyebabkan timbulnya konflik dan perpecahan. Hukum tidak
berfungsi untuk melindungi. Hukum hanya meelindungi kelompok- kelompok yang
dominan.
2. Hukum bukan merupakan alat integrasi tetapi merupakan pendukung ketidaksamaan dan
ketidakseimbangan yang dapat membentuk perpecahan kelas.
3. Hukum dan kekuasaan merupakan sarana dari kaum kapitalis yang berkuasa di bidang
ekonomi, untuk melanggengkan kekuasaannya.
4. Hukum bukanlah model idealis dari moral masyarakat atau setidak-tidaknya masyarakat
bukanlah manifestasi normatif dari apa yang telah dihukumkan.

Sebenarnya Karl Marx sendiri tidak secara gamblang membahas Sosiologi hukum, tapi ada
beberapa pendapat nya mengenai bagaimana hukum digunakan untuk mengontrol masyarakat.
Pendapatnya yang paling terkenal yaitu bahwa “Sejarah masyarakat yang ada sampai sekarang
adalah sejarah perjuangan kelas”. Jadi intinya kekuasaan termasuk hukum di dalamnya
dijadikan alat untuk menguasai sumber daya alam, sumber daya manusia, dsb. Teori konflik
yang dikemukakan oleh Marx Dan kaitannya dengan sosiologi hukum tercantum juga pada
teorinya yang menyatakan, “ The class wich ruling material force in society, is at the same time
its ruling intelectual force”. Artinya kekuatan untuk menguasai materi otomatis juga menguasai
Pemahaman atau kebenaran itu sendiri. Dan kata intellectual force merujuk pada hukum untuk
mengatur mana yang salah, mana yang benar, mana yang boleh, mana yang tidak boleh, mana
yang boleh dilakukan juga , mana yang tidak boleh dilakukan, dsb.

Marx juga menambahkan bahwa “Capital therefore not a personal, it is a social power”. Yang
mana artinya kapital tadi tidak hanya persoalan uang, tetapi persoalan kekuatan sosial atau
kekuasaan dalam mengontrol masyarakat. Seperti dalam hal menentukan upah yang bukan
keinginan buruh tersebut, tetapi ditentukan oleh pemilik modal (Borjuis). Social Power tadi
terdiri dari Law (hukum), morality ( nilai-nilai moral), dan religion (agama). Adanya hukum
untuk mengatur moral dari pada proletar. Nilai-nilai moral , yang dimaksud adalah harus bekerja
dengan rajin, tekun,dll. Lalu agama menurut marx yang menjadi perdebatan yaitu “Agama
adalah candu” , maksudnya agama yang dijadikan alat supaya proletar pasrah akan ketetapan
takdir tuhan dan menerima nasib kemiskinannya yang mana ditukar dengan keberkahan, dsb.

Hukum dan kekuaaan politik merupakan sarana kapitalis yang berkuasan dibidang ekonomi
untuk melestarikan kegunaan hartanya sebagai sarana produksi dan sarana eksploitasi. Dari
kajian Karl Marx dapat disimpulkan bahwa hukum bukan sekali-kali model idealisasi model
masyarakat, atau setidak-tidaknya bahwa masyarakat adalah manifestasi normatif apa yang telah
dihukumkan, melainkan merupakan pengemban amanat kepentingan ekonomi kapitalis yang
tidak segan memarakkan kehidupannya lewat eksploitasi- eksploitasi yang lugas.

Anda mungkin juga menyukai