KELOMPOK 3
BUYA HAMKA
Daftar Anggota:
DONAYA PRAMESTYA PUTRI
FATKHUL JANNAH
GLORIA BAYU NUSA PRAYUDA
HANDIKA YOGA PRATAMA
IDHA CHRISTIANA
IRSAN YOGIE PRATAMA
MUHAMMAD HANIF FEBRIANTO
MACHFUDIN
MAXIMILLIAN CAESARO PARAMA BISATYA
MUHAMMAD BAGUS SAMUDRA GIANIVA
NAHIDL IQBALUL ANAM
NATASHYA SALSHABILLA YUANTOMOPUTRI
NUR FAIHA SALSABIL HAYA
PANCA LINTANG DYAH PARAMITHA
Abdul Malik
Karim Amrullah
17 Februari 1908 - 24 Juli 1981
Hamka adalah seorang ulama, sastrawan,
budayawan, sekaligus filsuf yang
melandaskan pemikirannya dari ajaran
agama Islam yang sangat berpengaruh
keberadaannya bagi bangsa Indonesia.
Latar Belakang Buya Hamka
LATAR BELAKANG
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan
Hamka adalah seorang ulama, sastrawan, sejarawan, dan juga politikus
yang sangat terkenal di Indonesia. Dia lahir di desa kampung Molek,
Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta,
24 Juli 1981 pada umur 73 tahun. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim
bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan
pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari
Makkah pada tahun 1906.
IDHA CHRISTIANA
20/458561/FI/04797
Latar Belakang Buya Hamka
PENDIDIKAN
Hamka menempuh Sekolah Dasar di Maninjau, tetapi hanya sampai
kelas dua. Ketika usia 10 tahun, ayahnya mendirikan Sumatera
Thawalib dan dia belajar agama di sana. Lalu saat usia 16 tahun ia
merantau ke Jawa untuk menimba ilmu tentang gerakan Islam modern
kepada HOS Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, RM Soerjopranoto,
dan KH Fakhrudin.
Latar Belakang Buya Hamka
KARIER
1927 : guru agama di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan.
1929 : dosen di Universitas Islam, Jakarta
1951 : pegawai di Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim
1957- 1958: Dosen Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang
1977 : Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia
RIWAYAT ORGANISASI
1925 : mengikuti pendirian Muhammadiyah
1928 : mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang.
1929 : mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah
1931 : menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar.
1946 : menjadi ketua Majelis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat
1953 : penasihat pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Latar Belakang Buya Hamka
AKTIVITAS POLITIK
Tahun 1925 menjadi anggota Partai Sarekat Islam
Tahun 1945 membantu menentang kembalinya penjajah melalui pidato dan kegiatan
gerilya di Medan
Tahun 1947 menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional Indonesia
Tahun 1955 menjadi anggota Konstituante melalui Partai Masyumi dan menjadi
pemidato utama dalam Pemilihan Raya Umum
Tahun 1964-1966 dipenjarakan oleh Soekarno, tetapi tetap menulis karya ilmiah dan
setelah keluar diangkat menjadi anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional,
Majelis Perjalanan Haji Indonesia, dan Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia
Sering berbeda pandangan dengan pemerintah tentang beberapa hal, seperti sila
pertama pancasila, pencabutan ketentuan libur selama puasa Ramadhan, dan
pencabutan fatwa larangan natal bersama yang akhirnya membuat Hamka
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua MUI.
Latar Belakang Buya Hamka
AKTIVITAS KEAGAMAAN
Hamka secara total menjadi ulama setelah peristiwa 1965 dan Orde Baru
berlangsung. Ia meninggalkan dunia lamanya seperti politik dan sastra. Ia menulis
beberapa karya sebagai ulama dan puncaknya adalah saat ia menjadi ketua MUI
pada 1975.
Hamka menulis roman atau cerpen untuk menyampaikan pesannya mengenai
moral Islam
Hamka dikenal sebagai orang yang independen dan memegang teguh prinsipnya
walaupun tidakan yang ia ambil berisiko bagi dirinya sendiri
Hamka memberi sumbangsih yang besar dalam bidang agama, misalnya Tafsir al-
Azhar
FATKHUL JANNAH
20/458555/FI/04791
Yang Mempengaruhi
Buya Hamka
Buya Hamka otodidak mempelajari filsafat,
sosiologi, politik dan sebagainya. Beliau
mempelajari pemikiran ulama dan filsuf timur
tengah, para pemikir eropa terutama
perancis, dan juga pemikir-pemik Nusantara.
“Mereka tidak mengerti lagi memakai bahasa asli bangsa dan kaum seagamanya.
Cara mereka berpikir pun, bahkan cara mereka bermimpi, sudah cara Belanda!”
Sehingga saat ini perkembangan bahasa dan budaya lebih condong ke Barat daripada
Nusantara sendiri. Bagi Hamka ini bisa menjadi suatu kehinaan sebab bangsa ini lebih
memilih identitas yang tak seharusnya ia miliki dan kemudian melupakan jati dirinya.
Moralitas menurut Hamka adalah sesuatu yang penting karena tidak hanya
menyangkut kehidupan individu dan masyarakat tetapi lebih dari itu juga menyangkut
masalah berbangsa dan bernegara.
Hamka mengemukakan pentingnya moralitas bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara lewat syair Syauqy Bey
Terdapat perbedaan pemikiran apakah pemikiran Hamka itu termasuk etika atau moral.
Menurut Hamka, moralitas harus tetap di bangun diatas sendi-sendi agama dan ia
menentang keras moralitas yang di tidak berpegang pada dasar-dasar agama.
MACHFUDIN
20/458567/FI/04803
Analisis Pemikiran Buya Hamka
PEMIKIRAN HAMKA MENGENAI TAUHID, AKHLAK, DAN AKAL
Tauhid
Prof Dr. Hamka memposisikan tauhid bukan hanya sebagai teori belaka, tetapi beliau juga
mengaplikasikan tauhid ke dalam kehidupan bernegara, ekonomi, dan bermasyarakat.
Buya Hamka memandang bahwa tauhid tidak menyukai kekacauan. Oleh karena itu,
penjajahan suatu bangsa terhadap bangsa lain adalah tindakan yang bertentangan
dengan tauhid. Buya Hamka menyatakan, tauhid adalaha ajaran atau ilmu yang sangat
besar pengaruhnya dalam penggemblengan jiwa manusia agar menjadi kuat dan teguh.
Tauhid dipandang oleh beliau sebagai pembentuk tujuan hidup yang sejati bagi manusia.
(Hamka, Pendidikan Agama Islam, 1992, hlm. 63). Prof. Dr. Hamka juga menyebut tauhid
sebagai ruhnya agama islam dan sebagai intisari dan pusatnya dari segala peribadatan
umat Islam.
Akhlak
Apabila Hamka menjelaskan bahwa tauhid menjadi ajaran utama dan inti dari agama, maka
akhlak adalah aspek yang menempati urutan kedua. Bagi beliau, akhlak manusia
seharusnya dijiwai oleh makna dari kalimat tauhid,yaitu ﻻ اﻟﻪ إﻻﷲyang berarti "tiada Tuhan
selain Allah). Ummat islam hendaknya mampu menjalankan segala syari'at Islam yang
berintikan akhlak dan mengerucut dan berpusat pada tauhid.
Analisis Pemikiran Buya Hamka
PEMIKIRAN HAMKA MENGENAI TAUHID, AKHLAK, DAN AKAL
Akal
Seperti dijelaskan pada bahasan falsafah di atas, Buya Hamka menempatkan akal sebagai salah
satu objek yang membawanya untuk berfilsafat. Beliau menganggap ilmu dan akal adalah dua hal
yang diperuntukkan manusia untuk mengenali Tuhannya.
Sedangkan akal sendiri diambil dari bahasa arab '( ﻋﻘﻞakal) yang berarti ikatan. Bagaikan tali untuk
mengikat seekor unta agar tidak lepas dari tuannya, akal juga mengikat manusia agar tidak lepas
kendali menjadi penganut atau budak dari hawa dan nafsunya sendiri.
Hamka menekankan bertasawuf lewat taat peribadatan (ibadah) yang dituntunkan agama
dan merenungkan hikmah (semangat Islam yang tersembunyi) di balik seluruh bentuk dan
macam peribadatan itu.
Tasawuf yang ditawarkan oleh Hamka bukan tasawuf tradisional melainkan tasawuf
modern. Tasawuf modern bagi Hamka berdasar pada prinsip tauhid, tidak perlu terus
menerus menyepi serta menjauhi kehidupan normal.
Tasawuf modern bagi Hamka adalah penerapan dari sifat: qanaah, ikhlas, siap fakir tetapi
tetap semangat dalam bekerja.
Qanaah bagi Hamka berarti menerima dengan cukup. Qanaah mengandung lima perkara
yaitu: (a) menerima dengan rela akan apa yang ada. (b) memohonkan kepada Tuhan
Tambahan yang pantas, dan berusaha. (c) menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
(d) bertawakal kepada Tuhan. (e) tidak tertarik oleh tipu daya dunia.
Bagi Hamka, ikhlas artinya bersih, tidak ada campuran, ibarat emas murni, tidak ada
bercampur perak berapa persen pun. Pekerjaan yang bersih terhadap sesuatu, bernama
ikhlas.
KESIMPULAN Filsafat hidup menurut pemikiran Buya Hamka “Kehidupan itu
laksana tenunan yang bersambung menjadi kain. Sekalian
KELOMPOK makhluk dimuka bumi ini seakan-akan tidak kelihatan didalam
tenunan ini, karena sangat kecil. Kematian itu datang tidaklah pula
secepat kilat, tetapi berangsur-angsur, adakalanya seperti lampu
dinding yang kehabisan minyak. Atau laksana negeri yang ditimpa
kelaparan, penduduknya mati, tetapi tidak sekaligus, melainkan
hanya yang lemah dahulu, berturut-turut sampai kepada yang
lebih kuat menahan lapar.”