Anda di halaman 1dari 8

TEORI KRITIS: GRAMSCI DAN JURGEN HABERMAS

Oleh: Usep Saepul Ahyar 1106117796

Mata Kuliah-Teori Sosiologi Klasik II Pasca Sarjana Sosiologi Universitas Indonesia Semester Genap 2012

TEORI KRITIS: GRAMSCI DAN JURGEN HABERMAS

Teori Hegemoni Gramsci Adalah Antonio Gramsci, seorang Marxis Italia yang

mengembangkan lebih dalam konsep hegemoni, sehingga menjadi gagasan sentralnya. Istilah hegemoni itu sendiri, pertama kali digunakan bukan oleh Gramsci, tetapi oleh Plekhanov dan para pengikut Marxisme Rusia lainnya, seperti Axelrod, Stalin dan Lenin, pada tahun 1880-an. Konsep hegemoni digunakan untuk menunjukkan perlunya menggalang aliansi dengan kaum petani dalam upaya meruntuhkan gerakan Tsarisme. Gagasan hegemoni lebih jauh lagi dikembangkan oleh Lenin yang menjadikannya sebagai strategi revolusi yang harus dijalankan oleh kelas pekerja dan para anggotanya untuk tampil sebagai kelas hegemonik dalam rangka meraih dukungan mayoritas. Plekhanov memahami hegemoni dilakukan oleh kepemimpinan elite; sementara hegemoni menurut Stalin adalah sinonim dari kepemimpinan. Adapun Lenin menggunakannya sebagai istilah yang berarti kepemimpinan politik dari kaum pelopor proletariat atau mereka yang bertanggung jawab paling penting dalam proses perubahan. Pemggunaan hegemoni berfungsi untuk menginstruksikan massa tentang kepentingan mereka. Tujuannya adalah untuk memperoleh dukungan kaum tani sangat besar untuk program revolusioner proletariat kecil.1 Menurut Patria dan Arief, konsep hegemoni Gramsci lahir sebagai response terhadap permasalahan Marxisme, dalam hal ini di Italia. Dimana proses revolusi tidak terjadi di Italia dan dalam mencari tafsir Marxisme setelah kematian Marx, Engels, Lenin dan Stalin. Dengan
1

Thomas R. Bates, review of Gramsci and the theory of hegemony, Journal of the History of Ideas, Vol. 36, No. 2 (Apr. - Jun., 1975), University of Pennsylvania Press, http://www.jstor.org/stable/2708933

demikian,

konsep

Hegemoni

ini

dimaksudkan

untuk

menjawab

permasalahan-permasalahan pokok mengenai Marxisme, yakni; mengapa terjadi kesenjangan antara teori Marxis dengan praktek politik kelas ploretariat? Dan Mengapa kelas ploretariat Barat tidak meniru revolusi Bolsheviks seperti di Rusia? Berikutnya sarana dan strategi apakah yang dapat dilakukan untuk menutup kesenjangan tersebut? Pertanyaanpertanyaan inilah yang menjadi concern dari pemikiran Gramsci.2 Ide dasar dari teori hegemoninya gramsci adalah bahwa orang tidak hanya diatur dengan kekerasan/kekuatan. Di atas mereka ada ideide kelas penguasa yang dapat mengatur mereka. Fakta ini menjadi sentral dalam teori Gramsci. Ide dapat menjamin "kesatuan ideologis dari sebuah blok sosial secara keseluruhan." Inilah yang disebut oleh gramsci sebagai hegemoni umum yang yang berarti kepemimpinan oleh politik berdasarkan persetujuan mendfinisikan didukung sebagai semacam Weltanschaung kultural yang

(pandangan dunia) dari kelas penguasa.3 Dengan bahasa lain, Gramsci hegemoni kepemimpinan dilaksanakan oleh kelas penguasa.4 Gramsci termasuk Marxis Kritis generasi pertama. Sebagai seorang Marxis, Gramsci mennggunakan konsep hegemoni dalam tradisi Marxian, sebagai kritik atas ideologisasi ajaran Marx, terutama determinisme ekonomi, dimana Marxisme direduksi menjadi hukum sejarah yang otomatis dan tidak akan terelakkan. Ia menyebut kelompok ini sebagai deterministis, fatalistis dan mekanistis.5 Gramsci tetap mempercayai adanya keteraturan sejarah, namun tidak setuju akan sejarah yang otomatis, Ia berpendapat bahwa jika masyarakat menghendaki adanya revolusi sosial, maka mereka harus bertindak untuk melakukannya. Berbeda dengan Marxis ortodok yang memandang faktor utama (bahkan satu-satunya) penggerak perubahan
2

Nezar Patria dan Andi Arief, Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni, Pustaka Pelajar, 1999

Thomas R. Bates, review of Gramsci and the theory of hegemony, Journal of the History of Ideas, Vol. 36, No. 2 (Apr. - Jun., 1975), University of Pennsylvania Press, http://www.jstor.org/stable/2708933 . 4 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hlm. 176 5 Ibid, hlm. 175

adalah struktur ekonomi, Gramsci justeru mengembangkan teori yang sedikit elitis, dimana faktor gagasan intelektual yang akan mendorong revolusi atau perubahan sosial tersebut. Massa tidak akan mampu membangkitkan gagasan perubahan, tetapi mereka, dengan bantuan elite sosial, akan mampu menghayati, setelah itu mereka yang akan melaksanakannya. Jadi dalam hal ini, sama dengan gagasan Marxis Kritis generasi pertama, seperti George Lukacs, Gramsci lebih menekankan pada gagasan kolektif, dibanding dengan struktur sosial, seperti ekonomi. Dominasi dan sub-ordinasi Kata kunci (key word) untuk memahami konsep hegemoni dari Gramsci adalah dominasi dan Sub-ordinasi. Hegemoni merupakan sebuah proses penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah (sub-ordinat), sementara kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan tersebut. Di sini penguasaan dilakukan tidak atas dengan kekerasan, masyarakat melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai. Bentuk-bentuk persetujuan masyarakat nilai-nilai dominan dilakukan dengan penguasaan basis-basis pikiran, kemampuan kritis, dan kemampuan-kemampuan afektif masyarakat melalui konsensus yang menggiring kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka yang ditentukan melalui institusi (masyarakat dominan). Di sini terlihat adanya usaha untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa. Diantara sekian potensi dominasi, negara adalah institusi yang paling subur dalam hal dominasi, sehingga wajar apabila negara memiliki kecenderungan tinggi untuk menghegemoni masyarakatnya. Selain negara, sesungguhnya setiap orang mempunyai

kecenderungan untuk berkuasa atas manusia lainya. Kelompok tertentu akan menunjukan supremasi kelas sosial mereka dibanding kelompok lain. Kemunculan supremasi kelompok akan terjadi melalui dua cara, yakni; melalui dominasi (dominance) dan kepemimpinan intelektual(direction). Menuju Masyarakat Komunikatif Jurgen Habermas
4

Jurgen Habermas merupakan generasi penerus kelompok ilmuan yang tergabung dalam Mazhab frankfurt. Lahir di Gummersback dekat Dussedorf, Jerman pd tgl 18 Jui 1929. Ayahnya seorang usahawan industri dan pedagang kelas menengah. Ia lahir ketika dunia sedikit kacau karena perang, sehingga pemikirannya terpengaruh untuk mengatasi penindasan akibat komunikasi yang tidak seimbang atau terdominasi (tertindas). Habermas belajar filsafat di Gottingan (1956) dan menjadi asisten Adorno di Sekolah Frankfurt. Habermas tertarik untuk mempelajari perilaku manusia dalam hubungannya dengan teknologi. Ia Menjadi profesor filsafat dan sosiolog pada usia muda di Heidelberg. Setelah itu kembali ke Frankfurt karena memperoleh tempat untuk mengajar di sana dan mengembangkan tradisi berfikir Kritis yang telah dirintis oleh Marcuse, Adorno dkk. Habermas dan Positivisme Seperti pendahulunya, Adorno dan Horkheimer, Habermas

menginginkan filsafat menjadi praxis/empiris6, sejarah tidak hanya bisa menjadi pisau analisis tetapi juga dapat berfungsi dalam tataran praktis. Karena, bagi Habermas, tujuan sebuah teori adalah untuk mempermudah dan menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia, tidak sekedar melakukan deskripsi terhadap masalah. Dengan demikian, teori bertujuan emansipatoris, bertujuan untuk melakukan transformasi sosial terhadap tatanan yang berlaku. Dalam konteks ini, Habermas juga menemukan masalah pada positivisme yang digunakan untuk ilmu-ilmu kemasyarakatan dan aplikasi sebagai tekhnologi sosial. Namun, Habermas mempunyai respons yang berbeda dengan pendahulunya yang menolak sama sekali pemikiran modern tersebut. Habermas malah menemukan segi-segi positifnya. Unsur-unsur modernitas sepeti tekhnologi, ilmu pengetahuan empiris dan positivisme, merupakan faktor penting yang dapat membantu praxis dalam dimensi hidup manusia, yaitu kerja. Dengan bantuan ilmu modern
6

Fransisco Budi Hardiman, Kritik Ideologi, menyingkap kepentingan pengetahuan bersama Jurgen Habermas, Yogyakarta, 2004, hlm. 85

inilah, manusia dapat melepaskan diri (emansipasi) dari belenggu lingkungan eksternalnya.7 Tetapi, jika ilmu-ilmu modern ini diterapkan dalam konteks interaksi sosial, Habermas tetap mengkritiknya sebagai ideologis dan saintisme, karena positivisme dapat mengklaim dirinya sebagai pengatahuan sejati yang melingkupi seluruh bidang kehidupan manusia. Habermas dan Marxisme Bagi Habermas, Marxisme merupakan ilmu pengetahuan sekaligus filsafat. Dengan cara demikian, Habermas ingin memurnikan cara berfikir yang pada selama ini berkembang, dan yaitu Marxisme Dengan yang terpengaruh Habermas positivisme dan intelektual-intelektual Marxis, dimana Marxisme jatuh romantisme ideologis.8 demikian, mengkritik Marxisme ortodoks dan Neo Marxisme. Kritik Habermas terhadap Marxisme, karena Marxisme telah

mengalami kebuntuan ketika terjebak pada positivisme ilmu alam. Analisis Marx bertumpu pada pernyataan hakekat manusia adalah kerja. Dan ini yg diyakini oleh tokoh aliran kritis gelombang pertama (Mazhab Frankfurt). Habermas memberikan penawaran utk mengatasi kebuntuan dg dua langkah. Pertama, melakukan kritik secara terus menerus rasio yg berpusat pd subyek. Kedua, menghentikan semua program krtikan terhadap rasio masyarakat utk mengembalikan modernitas ke arah tujuan awalnya9. Habermas juga membuat terobosan baru dengan mengambil jalan ketiga yang merupakan proyek lanjutan jalan pertama. Habermas tidak lagi hanya melakukan kritikan terhadap rasio, namun mengubah arah analisis ke dalam bahasa (komunikatif). Habermas meneruskan kembali proyek rasionalisasi yg telah dimulai sejak zaman pencerahan. Hal ini membawa Teori Kritis selamat dari krisis besar yaitu pesimisme. Menurut Habermas, analisis perkembangan masyarakat dari Marx telah gagal dan
7 8 9

Ibid. Hlm. 85 Ibid. Hlm. 89 Ibid, hlm. 92

tidak

terbukti.

Karena

realisasinya

hanya

melihat

perkembangan

masyarakat yang bertumpu pada kepemilikan alat-alat produksi. Asumsi ramalan Marx, dinilai oleh Habermas telah terjadi kesalahan, dimana asumsi Marxis menganggap negara akan dan harus hilang ketika masuk tahap masyarakat sosialis. Kondisi tersebut tidak akan terjadi karena selain kapitalisme tidak hancur, akan sulit untuk memisahkan negara dengan masyarakat. karena, Negara merupakan produk masyarakat yang dimaksudkan untuk mendapatkan kemakmuran. Negara bukan diciptakan utk melakukan penindasan seperti analisis Marx. Negara, dalam jangka panjang akan muncul kembali, karena akibat kebebasan (yang kebablasan) yang pada gilirannya akan melahirkan dominasi dan eksploitasi baru oleh pemain baru. Habermas dan Pergeseran ke Paradigma Komunikasi Habermas memusatkan diri pada pengembangan teori komunikasi dengan mengintegrasikan linguistic-analysis dalam Teori Kritis. Teori Kritisnya yang disebut Teori Tindakan Komunikatif didialogkan dengan tradisi-tradisi besar ilmu-ilmu sosial modern. Komunikasi adalah titik tolak fundamental Habermas dalam mengatasi kemacetan Teori Kritis sebelumnya. Pendahulunya sibuk mempermasalahkan praxis dengan teori. Praxis menjadi konsep utama dalam tradisi filsafat kritis ini. Menurutnya praxis bukanlah tingkah laku buta atas naluri belaka, melainkan tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Praksis dilandasi kesadaran rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukkan alam dengan kerja tetapi juga dalam interaksi intersubjektif dengan bahasa sehari-hari.10 Kemacetan Teori Kritis terdahulu disebabkan oleh Marx yang menyempitkan praksis pada kerja, sehingga kritik dipahami sebagai penaklukan kelas tertentu atas kelas lainnya. Dengan cara ini, kritik tak kurang dari rasionalitas yang menyembunyikan kekuasaan saja. Habermas berpegang teguh bahwa kritik hanya bisa maju dengan landasan rasio komunikatif. Sehingga bisa dikatakan Habermas mengubah
10

Fransisco Budi Hardiman, Menuju Masyarakat Komunikatif, Kanisius,1993

paradigma kerja tahun 60-an

dalam Teori Kritis ke paradigma komunikasi. Pada menyendirikan kritik sebagai kepentingan

Habermas

emansipatoris, tetapi ia tetap mengisyaratkan bahwa kritik dan ilmu-ilmu kritis termasuk praksis komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Thomas R. Bates, review of Gramsci and the theory of hegemony, Journal of the History of Ideas, Vol. 36, No. 2 (Apr. - Jun., 1975), University of Pennsylvania Press, http://www.jstor.org/stable/2708933

2. Nezar Patria dan Andi Arief, Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni, Pustaka Pelajar, 1999
3.

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media Group, Jakarta, 2010. Fransisco Budi Hardiman, Kritik Ideologi, menyingkap kepentingan pengetahuan bersama Jurgen Habermas, Yogyakarta, 2004.

4.

5. Fransisco Budi Hardiman, Menuju Masyarakat Komunikatif, Kanisius,1993

Anda mungkin juga menyukai