Anda di halaman 1dari 5

Secara kuantitatif, sesuai dengan algoritma pendekatan diagnostik anemia, dengan

memperhatikan indeks eritrosit, yang meliputi : MCV, MCH, dan MCHC, anemia dapat
dibagi menjadi anemia hipokromik mikrositer, normokromik, normositer, dan makrositer.
MCV (Mean Corpuscular Volume / Volume Rata- Rata Eritrosit) didapatkan dari perkalian
hasil pemeriksaan hematokrit (dalam %) dengan konstanta 10 kemudian dibagi dengan hasil
dari hitung eritrosit (dalam 106/mm3). Harga rujukan MCV adalah 80-90 fl.
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin / Banyak Hemoglobin per Eritrosit) didapatkan dari
perkalian hasil pemeriksaan hemoglobin (dalam gram/dL) dengan konstanta 10 kemudian
dibagi dengan hasil dari hitung eritrosit (dalam 10 6/mm3). Harga rujukan MCH adalah 27-31
pg.
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration / Kadar Hemoglobin per Eritrosit)
didapatkan dari perkalian hasil pemeriksaan hemoglobin (dalam gram/dL) dengan konstanta
100 kemudian dibagi dengan hasil dari pemeriksaan hematokrit (dalam %). Harga rujukan
MCHC adalah 32-36 %. (Tahono, et al., 1998)

Jenis terapi yang dapat diberikan :


1. Terapi gawat darurat
Misalnya pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung,
maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah yang
dimampatkan (packed red cell) untuk mencegah perburukan payah jantung
tersebut.
2. Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai. Misalnya preparat besi
untuk anemia defisiensi besi, asam folat untuk defisiensi asam folat, dll.
3. Terapi kausal
Terapi ini bertujuan untuk mengobati penyakit dasar karena jika tidak diobati
dengan baik anemia akan kambuh lagi. Misalnya anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti cacing tambang.
4. Terapi ex juvantivus
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini
berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Tetapi ini hanya dilakukan jika tidak
tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Jika terdapat respons yang baik,
terapi diteruskan. Jika tidak, harus dilakukan evaluasi kembali.
(Bakta et.al, 2006)
Terapi menggunakan obat-obatan

Besi (Fe) dan garam-garamnya


Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin. Bila terjadi defisit maka morfologi sel

darah merah menjadi lebih kecil dan kandungan Hb nya rendah sehingga menyebabkan
anemia hipokromik mikrositik.
Absorbsi dilakukan di saluran cerna, terutama pada duodenum dan jejunum
proksimal. Absorbsi ditingkatkan oleh kobal, inosin, HCl, dan asam-asam lainnya. Tetapi
dihambat bila ada fosfat atau antasida. Bila besi tidak digunakan maka fe mengikat apoferitin
membentuk feritin lalu disimpan di sel mukosa usus halus dab dalam sel-sel
retikuloendotelial (hati, limpa, sumsum tulang)

Vitamin B12
Vitamin B12 merupakan satu-satunya kelompok senyawa alam yang mengandung

unsur Co dengan struktur yang mirip derivat porfirin alam lain. Molekulnya terdiri atas
bagian-bagian cincin porfirin dengan satu atom Co, basa dimetilbenzimidazol, ribose dan
asam fosfat. Umumnya senyawa dalam kelompok ini dinamakan kobalamin; penambahan
gugus-CN pada kobalamin menghasilkan sianokobalamin.
Vitamin B12 bersama asam folat memiliki fungsi penting untuk metabolisme intrasel,
dibutuhkan untuk sintesis DNA yang normal, sehingga defisiensi salah satu vitamin ini
menimbulkan gangguan produksi dan maturasi eritrosit yang memberikan gambaran sebagai
anemia megaloblastik. Berbeda dengan asam folat, defisiensi vitamin B 12 juga menyebabkan
kelainan neurologik.
Kebutuhan vitamin B12 bagi orang sehat kira-kira 1 g sehari, yaitu sesuai dengan
jumlah yang diekskresi oleh tubuh. Setiap hari tubuh akan mengeluarkan 3-7 g sehari ke
dalam saluran empedu; sebagian besar akan direabsorbsi oleh usus dan hanya 1 g yang tidak
di reabsorbsi. Sumber vitamin B alami satu-satunya untuk vitamin B 12 adalah
mikroorganisme. Namun ini tidak berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam tubuh karena
proses penyerapannya di dalam ileum dan vitamin yang diproduksi terikat oleh protein.
Paling baik adalah dari jeroan (hati, ginjal, jantung) dan kerang.
Vitamin B12 memiliki dua mekanisme absorbs yakni secara langsung dan melalui
perantara factor intrinsic Castle (FIC). Untuk absorbs dengan perantara FIC ini sangat
penting karena pada sebagian besar anemia megaloblastik disebabkan oleh gangguan
mekanisme ini. Setelah dibebaskan dari ikatan protein vitamin B 12 dari makanan akan
membentuk kompleks B12-FIC. Kompleks ini masuk ke ileum dan melekat pada reseptor

khusus di sel mukosa ileum untuk di absorbsi. Proses absorbs ini membutuhkan ion kalsium
dengan mekanisme pinositosis.
Setelah diabsorbsi, hamper semua vitamin B12 dalam darah diikat oleh protein plasma.
Sebagian besar diikat oleh beta-globulin, dan sisanya diikat oleh alfa-glikoprotein dan interalfa glikoprotein. Ini akan diangkut ke semua jaringan terutama di hati. Kadar normal dalam
plasma berkisar 200-900 pg/ml dengan simpanan di hepar sebesar 1-10 mg. Vitamin B 12
diubah jadi koenzim B12 dalam hati dan diekskresi bersama urin dengan bentuk tidak terikat
protein.

Asam Folat
Asam folat (asam pteroilmonoglutamat, PmGA) terdiri atas bagian-bagian

pteridin, asam paraaminobenzoat dan asam glutamat. PmGA bersama-sama dengan


konjugat yang mengandung lebih dari satu asam glutamat, membentuk asam folat. Folat
terdapat pada hati, ragi dan sayuran hijau segar. Fungsinya adalah untuk transfer unit
karbon tunggal. Berbagai reaksi penting yang menggunakan unit karbon tunggal adalah:
1. Sintesis purin melalui pembentukan asam inosinat
2. Sintesis nukleotida pirimidin melalui metilasi asam deoksiuridilat menjadi asam
timidilat.
3. Interkonversi beberapa asam amino, misalnya antara serin dengan glisin, histidin
dengan asam glutamat, homosistein dengan metionin.
Kebutuhan asam folat rata-rata 50 g sehari. Apabila kekurangan asam folat maka
akan menimbulkan gejala klinik hematopoiesis megaloblastik.
Pada pemberian oral absorbs folat paling baik di 13 bagian proksimal usus halus. 2/3
dari asam folat yang terdapat dalam plasma terikat oleh proyein yang tidak difiltrasi dalam
ginjal. Distribusinya merata dalam semua jaringan dan terdapat tumpukan dalam cairan
serebrospinal. Ekskresinya berlangsung melalui ginjal dalam bentuk metabolit. (Farmako UI,
2007)

dapus
Katzung, Bertram G. 2007. Farmakologi Dasar & Klinik. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Price S.A, Wilson L.M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Edisi 6
Volume 1. Jakarta: EGC, p: 1225
Guyton, C Arthur . 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Bakta, I Made, Ketut Suega, Tjokorda Gde Dharmayuda. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Tahono, dkk. 1998. Buku Pengantar Analisa Laboratorium Patologi Klinik.

Anda mungkin juga menyukai