Vaskularisasi Faring
Anatomi Oesophagus
Oesophagus merupakan saluran dari systema digestive yang berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke gaster, pada oesophagus terdapat 3 penyempitan
yaitu pada faringoesophageal junction, kemudian pada saat menyilangi arcus aorta
dan pada gastrooesophageal junction (Moore, 2010)
Histologi Laring
e.
mendahului peristaltik. Selanjutnya seluruh lambung akan sedikit lebih luas, bahkan
duodenum menjadi terelaksasi sewaktu gelombang ini mencapai bagian akhir
esofagus dan dengan demikian mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan
yang akan didorong ke bawah esofagus selama proses menelan (Guyton, 2002).
terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal
(Ruiz JW, 2009).
Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan
panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke
dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang
kosong diatasnya dikenalsebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring.
Dibatasi oleh:
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau
kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di
bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus.
Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring
terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa
Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masingmasing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 37 tahun kemudian akan mengalami regresi (Hermani B, 2004).
Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata (Kartosoediro S,
2007).
Etiologi:
Sering batuk pilek
Pemeriksaan
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
diagnosis
Faringitis
Laringitis
Tonsilitis
akut
Tonsilitis
kronik
Diagnosis banding
komplikasi
Diagnosis
kerja
penatalaksanaan
pencegahan
invasif
Follow up
medikament
osa
dengan fimbria
bakteri. Hal ini merupakan antigenic shift dan antigenic drift pada GAS.
Protein M mengikat fibrinogen host dan melakukan blokade pada pengikatan
komplemen dengan peptidoglikan utama. Hal ini menyebabkan bakteri mampu
bertahan dari fagositosis neutrofil maupun makrofag.
Karakteristik spesial lain yang dimiliki oleh bakteri ini adalah kemampuannya
untuk menginvasi sel epitel. Menurut studi yang telah dilakukan, kegagalan penicillin
untuk mengeradikasi S pyogens dari tenggorokan pasien terutama mereka yang
merupakan carrier dari bakteri ini adalah kurang efektifnya penicillin untuk masuk ke
dalam sel epitel (Khan, 2012).
Produk toksin streptococcus
Streptococcus memiliki beberapa toksin dan produk ekstrasel menurut Khan
(2013), yaitu:
1. Hemolisin: terdapat dua jenis, yaitu streptolisin O dan streptolisin S.
Streptolisin O berperan dalam kerusakan jaringan dan berbagai macam sel,
termasuk miokardium. Toksin ini sangat imunogenik sehingga digunakan
dalam pemeriksaan titer ASTO (Anti-Streptococcus O). Streptolisin S berperan
dalam kerusakan leukosit polimorfonuklear dan organela subsel, sifatnya
kurang imunogenik.
2. Eksotoksin pirogenik atau Streptococcal Pyrogenic Exotoxins (SPEs), terdapat
4 tipe yaitu A, B, C, dan F. Toksin ini berperan dalam timbulnya bercak-bercak
pada demam Scarlett. SPE B merupakan prekusor dari protease sistein, yang
menjadi salah satu faktor virulensi bakteri ini. Toksin pirogenik dapat
menginduksi respon febril, proliferasi limfosit T, dan sintesis dan pelepasan
berbagai macam sitokin (TNF, IL-1, IL-6).
3. Nuklease (A, B, C, D) berperan dalam membantu mencairkan pus dan
menghasilkan substrat untuk tumbuh.
menyebabkan lebih dari 500.000 kematian setiap tahun, membuatnya menjadi salah
satu patogen terkemuka di dunia. Grup A Streptococcus infeksi umumnya didiagnosis
dengan Strep Rapid Test atau budaya. (Cohen-Poradosu et al., 2007)
Laringitis
Laringitis Akut
Radang akut laring umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis, yang
disebabkan oleh bakteri (menyebabkan peradangan lokal) atau virus (menyebabkan
peradangan sistemik) (Hermani et.al, 2007).
Gejala dan TandaTerdapat gejala radang umum, seperti demam, malaise,serta
gejala lokal seperti suara parau sampai afoni, nyeri menelan atau bicara, serta gejala
sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan kemudian disertai dengan dahak
kental (Hermani et.al, 2007).
Pada pemeriksaan mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama diatas dan
dibawah pita suara. Biasanya juga terdapat tanda radang akut di hidung atau sinus
paranasal atau paru (Hermani et.al, 2007).
TerapiIstirahat bicara dan bersuara 2-3 hari. Menghindari udara lembab dan
iritasi pada faring dan laring. Antibiotik diberikan bila peradangan berasal dari paru.
Bila terdapat sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa endotrakeal atau
trakeostomi (Hermani et.al, 2007).
Laringitis Kronis
Sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip
hidung atau bronkitis kronis, atau oleh penyalahgunaan suara seperti berteriak atau
berbicara keras (Hermani et.al, 2007).
Gejala dan tanda seluruh mukosa
laring hiperemis
dan menebal,
permukaannya tidak rata dan hiperemis, dan terkadang terdapat metaplasi skuamosa.
Terdapat gejala suara parau menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien
sering mendehem tanpa mengeluarkan sekret karena mukosa yang menebal (Hermani
et.al, 2007).
Terapi yaitu mengobati peradangan di hidung, faring, serta bronkus yang
mungkin menjadi penyebab laringitis kronis itu. Pasien diminta untuk tidak banyak
berbicara (vocal rest) (Hermani et.al, 2007).
Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang termasuk dalam cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yaitu: tonsil faringeal
(adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual, tonsil tuba Eustachius (lateral
band dinding faring/ Gerlachs tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air borne
droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak
(Soepardi et al, 2007).
a) Tonsilitis akut
Tonsillitis Viral
Gejalanya lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus Epstein-Barr.Hemofilus
Influenza merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif.
Gejala: Common cold disertai nyeri tenggorok. Pada
pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil
pada palatum dan tonsil.
Tonsilitis Bakterial
Etiologi nya kuman grup A Streptococcus haemolitikus yang dikenal
sebagai
Streptokokus
viridian, dan
Streptococcus pyogenes.
PatofisiologiInfiltrasi bakteri pada lapisan epitel menimbulkan reaksi
radang berupa keluarnya leukosit PMN sehingga terbentuk detritus.
Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri mati, dan epitel yang
terlepas. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsillitis folikularis. Bila bercak menjadi satu membentuk alur akan
terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus juga dapat melebar
membentuk pseudomembran yang menutup tonsil (Soepardi et al, 2007).
Gejala dan TandaMasa inkubasi 2-4 hari. Sering ditemukan nyeri
tenggorok dannyeri waktu menelan, demam tinggi, rasa lesu, nyeri sendi,
tidak nafsu makan dan otalgia. Otalgia terjadi karena nyeri alih melalui N.
IX. Tonsil tampak membengkak, hiperemis dan terdapat detritus
berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh pseudomembran. Kelenjar
submandibula bengkak dan nyeri tekan.
TerapiAntibiotika spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik
danobat kumur yang mengandung desinfektan(Soepardi et al, 2007).
b)
Tonsilitis Kronik
Proses radang berulang menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis, sehingga diganti dengan jaringan parut yang mengalami
pengerutan sehingga kripti melebar, yang kemudian diisi dengan detritus.
Proses ini berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan melekat
dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak disertai dengan
pembengkakan kelenjar submandibular.
Gejala dan tanda, tonsil membesar, permukaan tidak rata, kriptus melebar,
diisi oleh detritus. Rasa tenggorok mengganjal, kering, napas berbau.
Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat
isap. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau
kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Soepardi et al
2007).
Epidemiologi
Faringitis lebih sering disebabkan oleh virus (rhinovirus atau adenovirus) dan
bakteri (Streptococcus pyogenes). Puncak insidensinya adalah pada usia 4-7 tahun dan
apabila disebabkan oleh Streptococcus grup A jarang terjadi pada usia di bawah 3
tahun (Acerra, 2013).
Tonsilitis jarang terjadi pada anak usia kurang dari 2 tahun. Sedangkan,
tonsillitis yang disebabkan Streptococcus banyak terjadi pada usia 5-15 tahun.
Tonsilitis yang disebabkan oleh virus lebih sering terjadi pada anak-anak yang lebih
muda (Shah, 2013).
Faktor Resiko
Faktor resiko dari faringitis dan tonsillitis adalah:
a) Merokok atau terpapar asap rokok
b) Alergi
c) Infeksi sinus berulang
d) Usia
e) Hygiene oral
f) Jenis makanan
g) Cuaca
h) Terapi yang tidak adekuat (Rusmarjono et al, 2007)
c. Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah
sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun
berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :
a) Komplikasi sekitar tonsil
i. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya
ii.
iii.
infeksi gigi.
Abses Parafaringeal
v.
vi.
multipel.
Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam
jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.
b)
Selain itu, komplikasi dari infeksi streptococcus dapat dibedakan menjadi berikut:
Upper respiratory tract:
Tonsillopharyngitis
Otitis media
Sinusitis
Pneumonia
Empyema
Impetigo
Cellulitis
Erysipelas
Cardiovascular
Endocarditis
Myocarditis
Pericarditis
Phlebitis
Musculoskeletal
Septic arthritis
Osteomyelitis
Pyomyositis
Lymphatic
Lymphadenitis
Meningitis
Brain abscess
Systemic
Septicemia
(Pichichero, 2003)
bentuk suntikan.
Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
i. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
ii. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun
iii.
waktu 2 tahun.
Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun
iv.
waktu 3 tahun.
Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
iii.
simptomatik.
Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantungselama 2-3 minggu atau sampai hasil
iv.
b)
Indikasi Tonsilektomi
Berdasarkan The American Academy of Otolaryngology- Head and Neck
Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi :
a) Indikasi absolut
i. Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas
atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi
ii.
b)
kardiopulmonal.
Abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik
iii.
pengobatan medik.
Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang
tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten
terhadap -laktamase (Efiaty, 2011)
Pencegahan
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari
satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah
terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas
minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan
sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan
kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi
berulang. Orang orang yang merupakan karier tonsilitis semestinya sering mencuci
tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain.