Anda di halaman 1dari 18

1.

Sesak nafas bisa disebabkan karena:


a. Bronkitis, disebabkan oleh virus dan sistem pertahanan tubuh yang menurun,
ditandai dengan sesak sesaat
b. Bronkiolitis, disebabkan oleh virus, terjadi infeksi dan meradang, menyebabkan
bronkiolus menyempit dan timbul wheezing, ekspirasi memanjang dan bisa gagal
nafas. Biasanya dimulai dengan gejala seperti flu, setelah beberapa hari menjadi
sulit bernafas.
c. Pneumonia, karena infiltrat di lapangan paru dan di alveoli terdapat pus yang
akan menganggu proses difusi. Gejalanya nafas cepat, ada retraksi intercosta,
nafas cuping hidung, pada auskultasi terdengar ronki basah halus nyaring pada
inspirasi
d. Asma, terdengar wheezing saat ekspirasi. Akan menyebabkan bronkospasme
disertai hipersekresi lendir dan edema dinding bronkus yang akan menyebabkan
terganggunya aliran udara di saluran pernafasan.
e. Aspirasi benda asing karena dapat menghambat saluran pernafasan yang
mengakibatkan terganggunya aliran udara di saluran pernafasan, terganggu
f.
g.
h.
i.

masuknya oksigen dan keluarnya karbondioksida di paru.


Laringotrakeobronkitis (croup)
Kelainan jantung
Kelainan darah, seperti anemia
Kelainan metabolik seperti Asidosis Metabolik

Sesak nafas merupakan kompensasi tubuh akibat kekurangan oksigen.


3. Ketika alergen berikatan dengan IgE, terjadi degranulasi (pecah dinding sel) sel mast
dan sel basofil yang kemudian akan terlepas mediator kimia, terutama histamin.
Histamin menyebabkan sel goblet dan kelenjar mukosa mengalami hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat yang akan menyebabkan peningkatan produksi
mukus dan terjadinya pilek. Batuk merupakan reaksi kompensasi tubuh untuk
mengeluarkan alergen atau mukus yang terbentuk dan mekanisme pertahanan tubuh di
saluran pernafasan terhadap iritasi di saluran pernafasan dan terhadap masuknya
benda asing. Sesak nafas bisa timbul sebagai kompensasi tubuh karena kekurangan
oksigen yang bisa timbul akibat mukus yang terbentuk menghambat saluran nafas
sehingga menghambat masuknya oksigen dan keluarnya karbon dioksida.

4. Aspirasi benda asing dapat menghambat saluran pernafasan yang mengakibatkan


terganggunya aliran udara di saluran pernafasan, terganggu masuknya oksigen dan
keluarnya karbon dioksida di paru.
5. Pemberian oksigen bertujuan untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan mengatasi
sianosis. Infus merupakan upaya rehidrasi. Bayi yang berumur kurang dari 1 tahun
dengan keluhan sesak nafas dan kelelahan harus dirujuk ke rumah sakit untuk
pemeriksaan lebih lanjut dan untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut.
6. Pemeriksaan foto toraks dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Tampak infiltrat atau konsolidasi jika terjadi
pneumonia dan tampak hiperinflasi jika terjadi asma. Dari pemeriksaan laboratorium
bisa ditemukan eosinofilia (peningkatan eosinofil)
7. Riwayat asma dan dermatitis bisa diturunkan secara genetik melalui peningkatan
kemungkinan hipersensitivitas pada keturunannya sehingga keturunan selanjutnya
bisa menderita asma dan dermatitis juga. Jika salah satu orang tua menderita asma,
maka kemungkinan anaknya juga menderita asma sebesar 25%, jika kedua orang tua
menderita asma, maka kemungkinan anaknya menderita asma sebesar 50%.
8. Obat suntik yang dapat diberikan seperti steroid dan bronkodilator untuk terapi dan
diagnostik. Terapi antibiotik jika terjadi infeksi bakteri. Jika asma tidak mempan di
nebulisasi bisa diberikan suntik epinefrin.
9. Ada tanda hipoksia, respirasi rate lebih dari 70x/menit, stridor, sulit makan,
pengawasan orang tua yang kurang karena sibuk.
10. Sesuai dengan jawaban pertanyaan nomor satu, pada usia 8 bulan, merupakan fase
oral, kemungkinan bisa mengalami aspirasi benda asing, bronkiolitis, asma,
pneumonia, croup, dan lain-lain. Angka kejadian asma lebih banyak diderita laki-laki
daripada perempuan.
11. Dermatitis atopi merupakan reaksi alergi pada dasarnya. Kemungkinan dalam coklat
tersebut ditambahkan zat-zat lain yang dapat memicu reaksi alergi.

Step 4: Sistematika Pembelajaran


- Nafas Cuping
hidung
- Retraksi supra
strenalis dan

Takipneu
Sakit
Sadar

Fase
oral

Aspirasi benda
Bronkit

Nefi Asmara,
perempuan,
8 Bulan

Tiba-tiba
sesak nafas

Bronkiolit
is
Kelainan

Ekspirasi
memanja
ng

Tatalaksa

Pemeriksa
an Fisik

Demam
Muntah
Biru
(+/-)
Bunyi
mengi
(-)
ASI

Pemeriksa
Pemeriksa
an
penunjan

Komplik
asi

Radang
dan

Batukpilek (+)

Kemungkian
infeksi virus

Reaksi
Dermatitis

Prognosi
s

Asidosis
metabolik
Asm
Alergen
Ig
Antibodiantigen
Sel mast dan
sel basofil

Laboratoriu
m
- Foto

Anemi

Produksi mukus
(+)

Histam
in

Rujuka

1. Infeksi Saluran Pernafasan Atas pada Anak


A. Rinitis pada anak
a. Definisi
Peradangan akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus
b.

atau bakteri.
Etiologi
Penyebab terbanyak adalah virus, yaitu rhinovirus, coronavirus, influenza,
RSV (Respiratory Syncytial Virus), parainfluenza dengan masa inkubasi 1

c.

sampai 3 hari. Menyebar melalui droplet, inhalasi aerosol,


Manifestasi Klinis
Muncul setelah 1-2 inokulasi virus. Hidung gatal, bersin, hidung berair

d.

(rinorea), hidung tersumbat, mata merah, berair.


Tatalaksana
Tidak ada terapi atau pengobatan untuk penyebab. Terapi simptomatis seperti
antihistamin, dekongestan, antitusif, ekspektoran, antipiretik bila diperlukan,
antibiotik jika ada infeksi sekunder Istirahat yang cukup karena dapat
sembuh sendiri

B. Sinusitis

a.
b.

c.

Definisi
Peradangan pada mukosa sinus paranasal
Etiologi
Virus. Penyebab infeksi sekunder biasanya Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae
Manifestasi klinis
Gejala ISPA yang menetap atau makin berat dalam waktu kurang dari 30 hari
berupa post nasal discharge, batuk siang hari yang dapat memberat pada

d.

malam hari, pilek, nyeri kepala, nyeri sinus, demam


Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Prosedur
penunjang diagnostik untuk sinusitis akut meliputi transiluminasi, foto polos
sinus paranasal waters position, caldwell position, proyeksi lateral, USG, CT-

e.

Scan, MRI
Tatalaksana
Sembuh dalam 7 sampai 10 hari jika tanpa komplikasi. Antibiotik jika ada
infeksi sekunder. Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin 40 mg/kgBB/hari,
jika tidak ada perbaikan dalam 48-72 jam, berikan amoksisilin/klavulanar.
Antibiotik sebaiknya selama 10-14 hari. Pada sinusitis kronis, antibiotik
diberikan selama 4-6 minggu. Antihistamin kontra indikasi sinusitis kecuali
jelas adanya etiologi alergi karena dapat mengentalkan sekret sehinggan
menimbulkan penumpukan sekret di sinus dam memperberat sinusitis.

C. Faringitis
a. Definisi
Peradangan pada membran mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya.
Jarang terjadi infeksi lokal pada faring atau tonsil saja, jadi pengertian secara
b.

luas mencakup tonsillitis, nasofaringitis dan tonsilofaringitis.


Epidemiologi
Paling banyak didapatkan pada anak-anak. Insidens meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur (puncak usia 4-7 th). Insiden dipengaruhi oleh

c.

perubahan musim
Etiologi
Penyebab terbanyak adalah Virus seperti Influenza A dan B, Parainfluenza,
Adenovirus, Rhinovirus, jarang virus coxsackie, echovirus, herpes simplex,
dan Epstein-Barr. Sering pada usia 3 tahun. Selain virus juga bisa bakteri,
terbanyak Streptokokus beta hemolitikus grup A (15-20%), Streptococcus
non group A, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis, Bacteroides fragilis, Corynebacteria Diphtheriae, Neisseria
gonorrhoeae, Kuman atipikal (klamidia dan mikoplasma). Faringitis berulang

diduga karena reinfeksi oleh kuman yang sama (homolog) atau berbeda
(heterolog). Faktor predisposisi umum eksogen adalah musim, cuaca,
temperatur, polusi, debu, pemakaian AC dan endogen adalah anemia, kurang
zat besi, avitaminosis A, agranulositosis, alergi, hipotiroid, imunodefisiensi,
sarkoidosis, diabetes. Faktor predisposisi lokal bisa berupa bahan iritan,
d.

pernafasan melalui mulut, refluks esofagus, paparan rokok, dan voice abuse.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis bervariasi (ringan, sembuh sendiri sampai menimbulkan
gejala sisa berat seperti meningitis, demam rematik, gromerulonefritis akut.
Manifestasi klinis faringitis karena streptokokus grup

A berupa nyeri

tenggorok, disfagia, eksudat tonsil/faring, demam (diatas 38oC ), pembesaran


kelenjar leher anterior, tidak ada batuk dan faringitis karena virus berupa
rhinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis. Pada beberapa kasus disertai
diare, ulkus di palatum mole dan dinding faring serta eksudat di palatum
dan tonsil yang sulit dibedakan

dengan eksudat karena faringitis

streptokokus.
e.

f.

Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Baku
emasnya adalah pemeriksaan kultur apusan tenggorok.
Tatalaksana
Istirahat cukup, pemberian nutrisi dan cairan yang cukup, pemberian obat
kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar untuk mengurangi nyeri
Tenggorok, pemberian antipiretik, dianjurkan Paracetamol atau Ibuprofen.
Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis
streptokokus dan diharapkan didukung hasil Rapid antigen detection test
dan/atau kultur positif dari usap tenggorok. Tujuannya adalah untuk
menangani fase akut dan mencegah gejala sisa. Antibiotik empiris dapat
diberikan pada anak dengan klinis mengarah ke faringitis streptokokus,
tampak toksik dan tidak ada fasilitas pemeriksaan laboratorium.
Golongan penisilin (pilihan untuk faringitis streptokokus)
penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10 hari atau
Amoksisilin 50mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari.
Bila alergi penisilin dapat diberikan
Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari atau
Eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4 kali
perhari selama 10 hari.

Makrolid baru misalnya azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari selama


3 hari
Tidak dianjurkan antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II karena
resiko resistensi lebih besar.
Jika setelah terapi masih didapatkan streptokokus persisten, perlu dievaluasi :
Kepatuhan yang kurang
Adanya infeksi ulang
Adanya komplikasi misal: abses peritonsilar
Adanya kuman beta laktamase.
Penanganan faringitis streptokokus persisten :
Klindamisin oral 20-30 mg/kgBB/hari (10 hari) atau
Amoksisilin clavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 10 hari
atau
Injeksi benzathine penicillin G intramuskular, dosis tunggal 600.000 IU
(BB<30 kg) atau 1.200.000 IU (BB>30 kg).
2. Infeksi Saluran Pernafasan Bawah pada Anak
A. Laringotrakeobronkitis (croup)
a. Definisi
Penyakit saluran nafas yang sering pd anak-anak disebabkan virus,
menyebabkan inflamasi saluran ditandai oleh batuk menggonggong, stridor
inspirasi, suara parau, dan sesak nafas (Guideline australia, 2007). Kelompok
heterogen bersifat akut dan infeksius ditandai oleh adanya stridor inspirasi,
batuk menggonggong/brassy, suara parau, dan sesak nafas yang terjaadi pada
b.

laring, trakea, dan bronki (Roosevelt, 2007)


Epidemiologi
Paling banyak dialami oleh anak-anak usia 6 bulan-5 tahun dan tersering

c.

pada usia 1-2 tahun. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan.
Etiologi
Penyebab terbanyak adalah virus, seperti RSV (Respiratoy Syncytial Virus),
adenovirus, rhinovirus, enterovirus, virus parainfluenza, Virus Influenzae A

d.

dan B. Ditemukan di udara dan ditularkan melalui droplet dan airborne.


Manifestasi Klinis
Batuk menggonggong, stridor inspirasi, suara parau yang timbul mendadak,
didahului gejala infeksi saluran nafas atas (panas, batuk, pilek) dan sesak

e.

nafas
Diagnosis

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Didapatkan


adanya retraksi interkosta saat inspirasi, saat auskultasi terdengar wheezing
saat inspirasi, ekspirasi memanjang, berkurangnya suara pernafasan. Pada
f.

rontgen didapatkan adanya penyempitan trakea.


Tatalaksana
Jika ringan, istirahat yang cukup, gunakan humidifier di rumah. Anak dengan
croup berat atau mengancam kehidupan harus diberikan adrenalin sebagai
pengobatan pertama. Tidak ada bukti yang meneliti dosis paling efektif dari
adrenalin. Konsensus guideline Australia merekomendasikan nebulisaasi 4
ampul (4ml) adrenalin 1:1000 tanpa dilarutkan. L-epineprine tampaknya
sama efektifnya dengan rasemic epineprine dalam memperbaiki skor croup.

B. Bronkiolitis
a. Definisi
Peradangan pada bronkiolus.
b. Epidemiologi
Terjadi pada usia 2 bulan pertama dan puncak pada usia 3-6 bulan. Banyak
c.

pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.


Etiologi
Penyebabnya adalah virus seperti RSV (Respiratory Syncytial Virus),
Parainfluenza, Influenza, Adenovirus. Penularan melalui airborne dan
droplet. Faktor risiko berupa tidak mendapat ASI, tinggal dilingkungan padat,

d.

banyak perokok, dan lahir prematur.


Manifestasi Klinis
Dimulai dengan gejala seperti flu, hidung berair, bersin-bersin, demam tidak
terlalu tinggi, batuk, setelah beberapa hari menjadi sulit bernafas, nafas cepat,
batuk semakin parah, wheezing saat ekspirasi, retraksi interkosta, nafas

e.

cuping hidung, rewel, gelisah, ekspirasi memanjang dan sianosis.


Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Saat
auskultasi terdengar wheezing atau ronki, perlu rontgen (hiperinflasi, mikro
atelektasis), analisa gas darah dan apusan lendir di dalam hidung untuk

f.

identifikasi penyebab.
Tatalaksana
Hirup udara lembab untuk mengencerkan lendir, hindari asap rokok, istirahat
yang cukup. Dapat sembuh sendiri dalam 3-5 hari. Jika terdapat sesak,
sianosis, lelah, dehidrasi, maka harus di rawat inap. Terapi oksigen, terapi
cairan, nebulisasi dengan bronkodilator, seperti salbutamol. Beri antivirus
seperti Ribavirin.

C. Pneumonia
a. Definisi
Peradangan akut pada parenkim paru meliputi alveolus dan jaringan
b.

interstisial terutama disebabkan oleh infeksi bakteri.


Epidemiologi
Banyak pada usia < 5 tahun. Mortalitas masih tinggi. Penyebab kematian

c.

balita 15,5% (83 orang perhari) yaitu kedua setelah diare (25,2%)
Faktor risiko
i. Bayi, BBLR, ASI tidak adekuat, tidak mendapat imunisasi, malnutrisi,

defisiensi vit A
ii. Status kesehatan anak
iii. Kepadatan penduduk
iv. Tingginya koloni bakteri patogen di nasofaring
v. Polusi udara (rokok, pabrik, lingkungan)
Spesifik:
i. Kelainan anatomi bawaan mis fistula trakeoesofageal, labiopalatoskizis,
trakeomalacia.
ii. Aspirasi benda asing
iii. Defisiensi imunitas
iv. Penyakit paru mis asma, fibrosis kistik
d. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri Streptococcus

pneumoniae

(50%) dan

Haemophyllus influenzae B (20%), jarang Mycoplasma pneumoniae dan lain


lain (30%). Cara penularan dengan droplet, inhalasi aerosal, hematogen.
Jika usia <2 bulan : Streptococcus group B, E. Coli, Chlamydia trachomatis,
S. pneumoniae, H. influenzae, Staph. aureus, Bordetella pertussis,
Cytomegalo, Adeno, Influenza, Parainfluenza, Respiratory Syncytial Virus.
Jika usia 3 bln-5th : S. pneumoniae, H. Influenza, Streptococcus group A dan
B, Staph. aureus, Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Adeno,
Influenza, Parainfluenza, Respiratory Syncytial Virus.
Jika usia > 5 tahun : S. pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae, H. Influenza, Staph. aureus.
Patogenesis
Proses radang pada pneumonia memiliki 4 stadium:
i. Kongesti
ii. Hepatisasi merah
iii. Hepatisasi kelabu
iv. Resolusi
f. Patofisiologi
Akibat peradangankonsolidasi udara masuk kurang perkusi redup
Radang pada alveoli ronki basah
Inflamasi dan oedem paru paru kurang mengembang pernapasan
e.

meningkat (takipneu) agar ventilasi adekuat

g.

Ventilasi memburuk ventilasi perfusi tidak padu padan hipoksemia


Manifestasi Klinis
Biasanya diawali dengan batuk produktif (biasanya pada anak besar, bisa
tanpa batuk pada neonatus) , pilek, demam tinggi 2-3 hari kemudian nafas

h.

cepat, muntah, tarikan dinding dada, nafas cuping hidung, crackles.


Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium dengan hitung jumlah leukosit, hitung jenis
leukosit, CRP (C-Reactive Protein), mikrobiologi, uji tuberkulin dan foto
rontgen dada (direkomendasikan pada penderita pneumonia yang dirawat

i.

inap dan bila tanda klinis membingungkan)


Tatalaksana
Terapi oksigen, terapi cairan, antipiretik dan analgetik bila diperlukan,
antibiotik, seperti kloramfenikol pada pneumonia berat, ampisilin +
gentamisin pada pneumonia berat usia 2-59 bulan, amoxicillin 3 hari untuk
pneumonia tidak berat usia 2-59 bulan

D. Tuberkulosis Paru
a. Definisi
Peradangan paru kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
b.

tuberculosis
Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis (TB) pada anak walaupun dikatakan merupakan Self
limited disease atau Stable disease sampai saat ini masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang.
Indonesia merupakan negara dengan proporsi TB tertinggi nomor 3 (tiga)
setelah India (30%) dan Cina (15%) yaitu sebesar 10%. Sedangkan
prevalensi penyakit berkisar antara 1,2 2,5%.

c.

Faktor Risiko
i.
Sosial Ekonomi
o Makanan yang kurang baik dalam kualitas dan kuantitas
mengakibatkan daya tahan tubuh anak turun dan mudah terjadi
infeksi
o Obat yang mahal dan dibutuhkan waktu yang relatif lama.
ii.
iii.

d.

Perumahan : kurangnya udara ventilasi, dan biasanya over crowded


Kurangnya pengetahuan kesehatan dan kurangnya pengertian mengenai

sifat dan cara penularan TB


Klasifikasi

i.

TB Primer
- Komplek Primer
- Komplikasi paru dan alat lain (sistemik)

ii.

TB Post Primer
- Re infeksi endogen (karena daya tahan tubuh turun, kuman yang
indolen aktif kembali)
- Re infeksi eksogen

e.

Etiologi
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dengan sifat tahan asam,
pertumbuhan lambat, tahan lama dalam keadaan kering berminggu-minggu,

f.

tidak tahan sinar matahari, sinar ultraviolet, suhu > 60oC


Patogenesis
Transmisi TB melalui pasien TB dewasa. Melalui udara > 90%, droplet,
melalui mulut seperti minum susu sapi, kontak langsung seperti luka di kulit,

g.

Manifestasi klinis
Sistemik (non spesifik)
i. Demam > 2 mg
ii. Batuk > 3 mg, sebab lain (-)
iii. Anoreksia, BB tidak naik/ turun/ naik tak sesuai
iv. Pembesaran KGB
v. Diare persisten
Spesifik Organ ( lokal)
i. Meningitis:muntah, sakit kepala, kesadaran menurun, kaku kuduk, kejang.

tuberkuloma
ii. Tulang & sendi: spondilitis, gibbus, gonitis, coxitis
iii. Kulit : skrofuloderma
iv. Mata : konyungtivitis flikten, teberkel koroid
v. Peritonitis TB, TB ginjal
h. Diagnosis
Kendala dalam menegakkan diagnosis karena gejala TB pada anak tidak
khas,

diagnosis

pasti

dengan

menemukan

kuman

Mycobacterium

tuberculosis dalam sputum sulit karena jumlah kuman sedikit dan


pengambilan spesimen sputum pada anak sulit. Diagnosis ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
darah, uji tuberkulin, foto rontgen, pemeriksaan mikrobiologis, pemeriksaan
patologi anatomi.
Uji tuberkulin
Merupakan campuran protein yang berasal dari kultur komponen presipitat
yang diambil dari kultur bakteri M tb yang telah disterilkan.
Terdapat 2 tipe tuberkulin :
Old Tuberculin (OT)
multiple puncture devices
Purified Protein Derivative (PPD)
Patch test
multiple puncture devices (Tine, Heaf)

Indikasi

Anak dengan gejala dan tanda sakit TB aktif


Kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif
Anak

dengan

faktor

risiko

terpapar

TB

(tuna

wisma,alkoholik,pengguna narkoba suntik)


Imunokompromais

(infeksi

HIV,

sindrom

nefrotik,keganasan,imunosupresan jangka panjang)


Bayi usia > 3 bulan yang akan di BCG
Kontraindikasi
Riwayat reaksi kulit yang hebat pada uji tuberkulin sebelumnya
Luka bakar atau kelainan kulit yang luas
Infeksi virus berat atau vaksinasi virus hidup satu bulan terakhir
Cara melakukan uji tuberkulin
Cara Mantoux

: penyuntikan intrakutan

2. Multiple puncture

: cara Heaf 6 jarum

cara Tine 4 jarum


3. Patch test
Disuntikkan intrakutan, daerah volar lengan bawah
Pembacaan

: 48-72 jam setelah penyuntikan


diukur diameter indurasi transversal
dinyatakan dalam milimeter

Diameter indurasi :

0 - 5 mm : negatif
5 - 9 mm : positif/meragukan
> 10 mm : positif

i.

Tatalaksana
Obat Anti Tuberkulosis :
Isoniazid (INH)
: 5 - 15 mg/Kg BB/hari, max. 300 mg/hari
oral 1 - 2 x / hari
Rifampisin (R)

: 10 - 20 mg/Kg BB/hari, max. 600 mg/hari


oral 1 - 2 x / hari, perut kosong

Pirazinamid (Z)

: 15 - 30 mg/Kg BB/hari, max. 2 gram/hari


oral 1 - 2 x / hari

Streptomisin (S)

: 15 - 40 mg /Kg BB/hari, max. 1gram/hari


intramuskulus

Etambutol (E)

: 15 - 20 mg/Kg BB/hari, max. 1,5 gram/hari


oral 1 x /hari, perut kosong

Lain-lain
-

: Ethionamide, Kanamycin, Cycloserin, Ciprofloxacin

Pada TB umumnya pengobatan:


Fase intensif 3 macam obat ( R,H,Z) selama 2 bln
Fase lanjutan 2 macam obat (R,H) selama 4 bln
Pada TB berat (milier, meningitis) dan TB Tulang :
fase intensif min 4 macam obat (R, H, Z, E atau S) selama 2 bulan,
Fase lanjutan : INH dan Rif selama 7 dan 10 bulan.
Prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis diberikan pada :

Efusi pleura dan TB milier : 2 minggu dosis penuh diikuti 2 minggu


tapering off

Meningitis TB : 4 minggu dosis penuh diikuti 2-4 minggu tapering off


Kombipak anak berisi :
obat fase intensif :
Rifampisin (R) 2 x 75mg (kapsul),
INH (H) 100 mg (tablet)
Pirazinamid (Z) 2 x 200 mg (tablet)

obat fase lanjutan:


Rifampicin (R) 2x75 mg (kapsul)

INH (H) 100 mg (1 tablet)


-

Kombinasi dosis tetap(KDT) atau fixed dose combination (FDC) anak dibuat
dengan komposisi :

Fase intensif : RIF, INH, dan PZA, masing-masing 75 mg/50 mg/150


mg untuk 2 bulan pertama

Fase lanjutan : RIF dan INH masing-masing 75 mg dan 50 mg untuk


fase 4 bulan berikutnya

j.

Komplikasi
Dapat terjadi penyebaran secara limfogen hematogen akan terjadi TB milier,
meningitis TB, bronkogenik, pleuritis, peritonitis, perikarditis, TB tulang dan
sendi.

3. Asma
a.

Definisi
Penyakit saluran nafas kronik yang dapat muncul berupa serangan akut.
Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik
sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau
atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. Kondisi berulang dimana
dicetuskan rangsangan tertentu sehingga saluran nafas menyempit untuk
beberapa waktu sehingga kesulitan bernafas. Serangan akut asma
(Ekaserbasi) merupakan episode perburukan progresif gejala : batuk, sesak

b.

nafas, mengi, rasa tertekan, dll.


Klasifikasi
Derajat Asma Kronik : Asma episodik jarang, Asma episodik sering, Asma
peristen
Serangan Akut Asma : Asma serangan ringan, Asma serangan sedang, Asma
serangan berat

Klasifikasi Derajat Serangan Asma :

Klasifikasi Derajat Asma :

c.

Etiologi
Serangan akut asma dapat terjadi karena gagal tatalaksana jangka panjang
asma kronis atau dirangsang oleh pencetus asma seperti infeksi saluran nafas,
aktivitas fisik, alergen, tungau, iritan asap rokok, polusi udara, perubahan
cuaca, kimia, dll

d.

e.

f.

Patogenesis
Bronkospasme yang disertai hipersekresi mukus dan edema dinding bronkus
serta hiperaktivitas bronkus.
Patofisiologi

Manifestasi Klinis
Gejala serangan asma berupa batuk berat/ batuk tidak bisa berhenti, dyspnea/
sulit bernafas, wheezing/mengi, Tachypnea/nafas cepat, nyeri dada, sukar

g.

berbicara, sianosis
Diagnosis
Dari manifestasi klinis, klasifikasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

h.

Tatalaksana
Asma Kronik menggunakan tatalaksana jangka panjang yaitu menghindari
penyebab dan pencetus, serta obat kontrol seperti steroid inhalasi, LABA,
ALTR dan asma serangan akut menggunakan tatalaksana serangan yaitu
reliever seperti -agonis tunggal (terbutaline, salbutamol). Xanthine,
antikolinergik, kombinasi -agonis dan ipatropium bromida, dengan rute
pemberian inhalasi atau oral.
Tujuan Managemen serangan asma akut :
Mengurangi serangan asma secara cepat
Untuk mengurangi hipoksemia
Mengembalikan fungsi paru secepat mungkin

Mencegah terjadinya serangan asma


Algoritma tatalaksana :

Nama obat untuk nebulisasi :

Daftar Obat Steroid Sistemik untuk Serangan Asma :

Anda mungkin juga menyukai