hingga Shenzhou
Pada tanggal 15 Oktober 2003 lalu, RRC berhasil mencatatkan sejarah sebagai
negara ketiga di dunia yang mampu mengirimkan manusia ke antariksa setelah
Amerika Serikat (AS) dan Rusia. Dari landasan pusat antariksa China di Jiauquan,
Bulan menjadi sasaran berikutnya dari kedua negara yang tengah bersaing itu.
Rusia lagi-lagi mendahului dengan mengirim wahana tak berawak Lunik II pada 14
September 1959. Wahana ini tercatat sebagai wahana buatan manusia pertama
yang mendarat di permukaan bulan. Sayangnya, Lunik II mendarat secara keras
(hard landing), dengan akibat seluruh peralatan yang dibawanya rusak sehingga
tidak mampu mengirimkan data apapun ke Bumi. Rusia baru berhasil mendaratkan
wahana yang mampu melakukan pendaratan Lunak (soft landing) pada Februari
1966 melalui wahana Lunik IX.
Bagaimana dengan AS? Walaupun pada awalnya sempat tertinggal, AS berhasil
mengirimkan wahana untuk melakukan pendaratan lunak pada 1966. Setahun
kemudian, sebuah wahana AS lainnya berhasil mengirimkan gambar TV pertama
dari permukaan bulan. Puncaknya terjadi pada 17 Juli 1969, ketika Neil Armstrong
dan Edwin Aldrin berhasil mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai manusia
pertama yang menginjak permukaan bulan melalui misi Apollo-11. Misi ini
dilanjutkan dengan 5 pendaratan lainnya, masing-masing Apollo-12 (November
1969), Apollo-14 (Februari 1971), Apollo-15 (Agustus 1971), Apollo-16 (April 1972),
dan terakhir, Apollo-17 (Desember 1972). Misi Apollo juga pernah mencatat
kegagalan, tepatnya menimpa misi Apollo-13 yang mengalami kecelakaan (ledakan
pada salah satu modulnya). Lewat tindakan pertolongan yang legendaris, para
awaknya dapat kembali dengan selamat ke Bumi walaupun gagal menjejak ke
permukaan Bulan.
Sementara itu, Rusia tercatat pernah mengirimkan modul Lunkhod I pada 17
November 1970. Modul ini berupa robot yang dikendalikan dari Bumi. Namun
demikian, sesudahnya program antariksa Rusia di Bulan tidak lagi berlanjut. Begitu
pula dengan AS. Setelah berakhirnya misi Apollo-17, AS tidak lagi mengirimkan
manusia ke Bulan.
Era Ulang Alik
Namun, dalam kenyataannya target itu tidak pernah tercapai. Misi ulang-alik sendiri
mulai dipertanyakan efektifitas dan efisiensinya mengingat dana yang diserap
ternyata tidak jauh berbeda dengan pada era roket-sekali-pakai yang sudah
ditinggalkan NASA. Nahas yang menimpa pesawat ulang-alik Challenger yang
meledak saat peluncuran (28 Februari 1986) dan menewaskan ketujuh awaknya
memang sempat membuat NASA merestrukturisasi kembali program ulang-aliknya,
khususnya dalam persoalan keamanan. Namun demikian, teknologi ulang-alik
sendiri tidak banyak berubah, bahkan selama lebih dari 20 tahun sejak pertama kali
digunakan.
Puncaknya terjadi pada peristiwa kecelakaan yang menimpa Columbia, 1 Februari
2003 lampau, ketika pesawat tersebut meledak di udara sesaat setelah memasuki
atmosfir Bumi dalam proses pendaratan. Peristiwa yang menewaskan tujuh awak
tersebut kembali membuka perdebatan mengenai keamanan serta kepentingan
misi ulang-alik. Buntut dari kecelakaan ini adalah dibekukannya program luar
angkasa AS sambil mengkaji kembali berbagai faktor dalam penerbangan ulangalik, termasuk kemungkinan digunakannya teknologi yang sama sekali baru,
dengan efisiensi dan tingkat keamanan yang lebih tinggi. Ada beberapa alternatif
pengganti pesawat ulang-alik yang saat ini sedang dikembangkan, walaupun masih
belum jelas teknologi mana yang kelak akan dipilih untuk menggantikan model
peluncuran pesawat ulang-alik. Sepeninggal Challenger dan Columbia, AS masih
memiliki tiga pesawat ulang-alik lain, yaitu Discovery, Atlantis, dan Endeavour,
ditambah dengan satu prototipe yang tidak pernah mengudara, Enterprise, yang
kini menghuni museum Smithsonian.
Sementara itu, dalam megejar ketertinggalannya dari AS, Rusia tercatat juga
sempat mengembangkan pesawat ulang-aliknya sendiri yang diberi nama Buran,
dari bahasa setempat yang berarti Badai Salju. Tahun 1988, Buran sempat diujicoba dalam sebuah penerbangan tanpa awak. Sayangnya, krisis politik maupun
ekonomi yang melanda Uni Sovyet sesaat sebelum bubar membuat proyek Buran
tersendat, dan bahkan terhenti sama sekali sebelum sempat berkembang.
Pecahnya Uni Sovyet akhirnya juga membawa malapetaka bagi program antariksa
Rusia. Pangkalan peluncuran Rusia yang berada di Tyuratam (dikenal sebagai
kosmodrom Baikonur) kini telah masuk wilayah Kazakhstan, sebuah negara kecil
yang secara ekonomi tidak begitu makmur. Tentu saja pemerintah Kazakhstan tidak
ingin membiarkan begitu saja sebagian teritorinya dipakai secara gratis oleh negara
"asing" untuk kepentingannya sendiri. Pendeknya, pemerintah Kazakhstan
menuntut pihak Rusia untuk membayar semacam ongkos sewa untuk dapat terus
menggunakan pangkalan tersebut, hal mana cukup memusingkan bagi pihak Rusia
yang perekonomiannya juga sedang sekarat dibelit "krismon". Walhasil, pasca
bubarnya Sovyet, program rang angkasa Rusia sempat tersendat selama beberapa
waktu.