PK PCT Dalam Plasma Chavetz
PK PCT Dalam Plasma Chavetz
B. Dasar Teori
Parasetamol atau asetaminofen adalah senyawa turunan para-aminofenol
yang memiliki rumus bangun seperti di bawah ini:
HO
NHCOCH3
N-(4-Hydroxy-phenyl)-acetamide
Parasetamol berupa serbuk hablur atau serbuk putih yang tidak berbau dengan
rasa agak pahit. Kelarutan parasetamol yakni larut dalam air mendidih dan dalam
NaOH 1 N, serta mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995). Parasetamol
merupakan obat asam lemah dengan pKa 9,5 (Katzung, 1989).
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang
sama dan digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretiknya ditimbulkan oleh
gugus aminobnezen. Efek analgesik parasetamol serupa dengan asam salisilat,
yaitu menghilangkan nyeri ringan sampai sedang dengan mekanisme yang diduga
berdasarkan efek sentralnya. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis
prostaglandin yang lemah. Dalam plasma, 25 % parasetamol terikat pada protein
plasma. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama
karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik (Wilmana, 1995).
Plasma adalah bagian bening yang terdapat pada lapisan bagian atas darah
yang telah diberi antikoagulan dan telah disentrifugasi. Jika sebelum
Cincin aromatis dari parasetamol akan dinitrasi oleh asam nitrit menjadi 2nitro-4-asetamidofenol. Produk ini kemudian dilarutkan dalam natrium hidroksida
sehingga suasananya menjadi basa. Dalam suasana inilah larutan akan
memberikan kromofor yang kuat sehingga absorbansi dapat terbaca pada
430
OH
OH
NO2
HNO2 [O]
H+
NHCOCH3
NO2
OH -H2O
NHCOCH3
NHCOCH3
D. Cara Kerja
Pembuatan Larutan Stok
Ditimbang 100 mg parasetamol dan dilarutkan dengan aquadest panas
secukupnya.
Dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian di-add aquades sampai tanda.
Penetapan OT
Dipipet 4 mL dari larutan stok, kemudian di-add hingga 10 mL, sehingga
diperoleh larutan intermediet 400 g/mL.
Diambil sebanyak 1,5 mL, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL, ditambahkan 0,5
mL HCl 6 N
Ditambahkan (perlahan) 1 mL NaNO2 10 % dan dihomogenkan dengan vortex.
Didiamkan selama OT.
Ditambahkan 1 mL Amonium Sulfat 15 %.
max.
Diperoleh seri kadar larutan intermediet 300, 350, 400, 500, 700 g/mL.
Masing-masing intermediet diambil sebanyak 250 L, kemudian ditambah 250 L
plasma.
Kemudian didapatkan seri larutan baku dengan konsentrasi 150, 175, 200, 250,
350 g/mL
Dicampur homogen dan ditambah sebanyak 2 mL TCA, di-vortex, lalu disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
Diambil 1,5 mL, kemudian di-add aquades 10 mL.
max.
Pembuatan Blanko
Diambil sebanyak 250 L aquades dan 250 L plasma.
Dicampur homogen dan ditambah sebanyak 2 mL TCA, di-vortex, lalu disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
Diambil 1,5 mL, kemudian di-add aquades 10 mL.
max.
L kemudin ditambahkan
dengan 250 L plasma sehingga didapatkan kadar larutan intermediet sebesar 150,
200, 350 g/mL.
Dicampur homogen dan ditambah sebanyak 2 mL TCA, di-vortex, lalu disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
max.
Dihitung :
Perolehan Kembali (recovery) =
Kesalahan Sistematik = 100 P%
Kesalahan Acak =
x 100% = P %
0,3908 g
0,4969 g
0,3967 g
0,1002 g = 100,2 mg
Konsentrasi Stok :
= 0,0811
= 1,4677 x 10-3
= 0,7669
0.16
Absorbansi
0.14
0.12
0.1
Series1
0.08
Linear (Series1)
0.06
0.04
0.02
0
0
10
20
30
40
50
Waktu (menit)
0,3908 g
0,4969 g
0,3967 g
Berat
0,1002 g = 100,2 mg
Konsentrasi Stok :
C1.V1 = C2.V2
1002 g/mL . 3 mL = C2 . 10 mL
1002 g/mL . 5 mL = C2 . 10 mL
C2 = 300,6 g/mL
C2 = 501 g/mL
C1.V1 = C2.V2
C1.V1 = C2.V2
1002 g/mL . 7 mL = C2 . 10 mL
C2 = 350,7 g/mL
C2 = 701,4 g/mL
C1.V1 = C2.V2
1002 gmL . 4 mL = C2 . 10 mL
C2 = 400,8 g/mL
C1.V1 = C2.V2
C2 = 150,3 g/mL
C2 = 250,5 g/mL
C1.V1 = C2.V2
C1.V1 = C2.V2
C2 = 175,35 g/mL
C2 = 350,7 g/mL
C1.V1 = C2.V2
400,8 g/mL . 250 L = C2 . 500 L
C2 = 200,4 g/mL
Absorbansi
0,269
0,109
0,127
0,194
0,245
0
r = 0,2999
y = 2,664 x 10-4x + 0,1287
Absorbansi
0.25
0.2
0.15
Series1
0.1
Linear (Series1)
0.05
0
0
100
200
Kadar (g/mL)
300
400
Kelompok A2 :
Kadar Terhitung (g/mL)
150,3
175,35
200,4
250,5
350,7
Blangko
Absorbansi
0,115
0,128
0,133
0,162
0,199
0
A = 0,0522
B = 4,2216 x 10-4
r = 0,9960
y = 4,2216 x 10-4 x + 0,0522 (kurva baku yang digunakan)
Absorbansi
0.2
0.15
Series1
0.1
Linear (Series1)
0.05
0
0
100
200
Kadar (g/mL)
Kelompok A3
Kadar Terhitung (g/mL)
150,3
175,35
200,4
250,5
350,7
Blangko
A = 0,0238
B = 6,7066 x 10-4
r = 0,9872
y = 6,7066 x 10-4 x + 0,0238
Absorbansi
0,134
0,141
0,154
0,180
0,266
0
300
400
Absorbansi
0.25
0.2
0.15
Series1
0.1
Linear (Series1)
0.05
0
0
100
200
Kadar (g/mL)
300
400
0,3994 g
0,4496 g
0,3998 g
0,0498 g = 49,8 mg
= V2 x C2
3 mL x 996 g/mL = 10 mL x C2
= 298,8 g/mL
C2
= V2 x C2
C2
Sampel
Absorbansi
CV(%)
(g/mL)
Replikasi I
0,090
Replikasi II
0,084
Replikasi III
0,087
149,4
(g/mL)
(%)
89,5395
59,9327%
75,3269
50,4196%
82,4332
55,1762%
82,4332
55,1762%
SD =
7.1063
% CV =
x 100% = 8,6207 %
% Recovery Sampel 1 =
x 100%= 59,9327%
% Recovery Sampel 2 =
x 100%= 50,4196%
% Recovery Sampel 3 =
x 100%= 55,1762%
Kelompok A2
Penimbangan Parasetamol (g/mL)
Berat kertas
Berat kertas + zat
Berat kertas + sisa
Berat zat
0,3998 g
0,4555 g
0,4013 g
0,0541 g = 54,1 mg
= V2 x C2
4 mL x 1082 g/mL = 10 mL x C2
= 432,8 g/mL
C2
= V2 x C2
x
100% =
8,6207%
C2
Sampel
Absorbansi
Replikasi I
0,124
Replikasi II
0,150
Replikasi III
0,154
Kadar
Kadar Teoritis
Sebenarnya
(g/mL)
(g/mL)
216,4
g/mL
Recovery
(%)
170,0777
78,5941
231,6657
107,0544
241,1408
111,4329
214,2947
99,0271
SD =
38.5850
% CV =
x 100% = 18,0056%
% Recovery Sampel 1 =
x 100%= 78,5941%
% Recovery Sampel 2 =
x 100%= 107,0544%
% Recovery Sampel 3 =
x 100%= 111,4329%
Kelompok A3
Penimbangan Parasetamol (g/mL)
Berat kertas
Berat kertas + zat
Berat kertas + sisa
Berat zat
0,4038 g
0,4535 g
0,4033 g
0,0502 g = 50,2 mg
= V2 x C2
7 mL x 1004 g/mL
= 10 mL x C2
C2
= 702,8 g/mL
CV(%)
100%
= 18,0056%
= V2 x C2
C2
Sampel
Replikasi I
Absorbansi
0,266
Replikasi II
0,257
Replikasi III
0,274
351,4
g/mL
506,443
114,121
485,124
138,055
525,393
149,514
505,653
133,897
SD =
% CV =
14.607
x 100% = 2,8887%
% Recovery Sampel 1 =
x 100% = 114,121%
% Recovery Sampel 2 =
x 100% = 138,055%
% Recovery Sampel 3 =
x 100% = 149,514%
CV(%)
x
100%
= 2,8887%
216,4 g/mL
Kadar Sebenarnya :
y = 4,2216 x 10-4x + 0,0522
0,124 = 4,2216 x 10 -4 x +
0,0522
x
= 170,0777 g/mL
Kadar Sebenarnya :
y = 4,2216 x 10-4x + 0,0522
0,150 = 4,2216 x 10 -4 x +
0,0522
x
= 231,6657 g/mL
Kadar Sebenarnya :
y = 4,2216 x 10-4x + 0,0522
0,154 = 4,2216 x 10 -4 x +
0,0522
x
= 241,1408 g/mL
351,4 g/mL
Kadar Sebenarnya :
y = 4,2216 x 10-4x + 0,0522
0,266 =4,2216 x 10-4 x +
0,0522
x
= 506,443 g/mL
Kadar Sebenarnya :
y = 4,2216 x 10-4x + 0,0522
0,257 = 4,2216 x 10-4x +
0,0522
x
= 485,124 g/mL
Kadar Sebenarnya :
y = 4,2216 x 10-4x + 0,0522
0,274 = 4,2216 x 10-4x +
0,0522
x
= 525,393 g/mL
F. Pembahasan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk menentukan kadar
parasetamol dalam plasma dengan metode Chafetz (secara kolorimetri). Prinsip
dari kolorimetri adalah pengukuran absorbansi dari zat yang semula tak berwarna
diubah menjadi berwarna (direaksikan dengan zat tertentu) yang kemudian diukur
serapannya pada daerah tampak/visible (diantara 400-800 nm). Pengukuran ini
sendiri didasarkan pada hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert menyatakan
bahwa intensitas sinar keluar akan menurun secara eksponensial sesuai dengan
kenaikan tebal dari zat penyerap. Hukum Beer menyatakan bahwa intensitas sinar
keluar menurun secara eksponensial sesuai dengan kenaikan konsentrasi zat
penyerap. Secara matematis, Hukum Lambert-Beer dapat dituliskan menjadi :
A=bc
dimana:
A = absorbansi
= daya serap molar
b = tebal zat penyerap
c = konsentrasi zat penyerap
Penggunaan spektrofotometri visibel (untuk pengukuran absorbansi
kolorimetri) merupakan jenis spektrofotometri serap yang mengukur serapan
radiasi elektromagnetik pada tertentu yang sempit (mendekati monokromatik)
yang diserap oleh zat. Prinsip dasar dari spektrofotometri visible adalah senyawa
uji yang dikenai radiasi elektromagnetik (REM) berupa cahaya tampak ( diantara
400-800 nm), bila energi REM sesuai dengan energi yang dibutuhkan untuk
transisi ke excited state dari ground state, maka elektron akan tereksitasi. Di
tingkat eksitasi, elektron akan berada pada keadaan yang tak stabil dan cenderung
akan kembali ke ground state sambil melepaskan energi emisi. Cahaya yang
dipancarkan ke senyawa, ada yang diabsorbsi dan ada juga yang diteruskan, oleh
detektor dengan sistem read out, akan diperoleh angka absorbansi zat uji tersebut.
Perbedaan kolorimetri dengan spektrofotometri lainnya adalah:
Perbedaan
Kolorimetri
Spektrofotometri
Spektrofotometri
Visibel
Ada atau tidaknya Senyawa
warna
yang Senyawa
dari diukur
senyawa
yang Senyawa
yang
yang merupakan
diuji
UV
senyawa
sudah
yang warna.
tak
berwarna,
yang
kemudian
memiliki warna.
dibuat berwarna,
baru diukur.
yang digunakan
Kuvet
400-800 nm
yang Kuvet
digunakan
Ada/tidaknya OT
400-800 nm
yang Kuvet
200-400 nm
yang Kuvet
yang
digunakan
dari gelas
Adanya
OT Tidak
dari kuarsa
dibutuhkan Tidak
(Operating Time) OT
dibutuhkan
OT
untuk
mengetahui
absorbansi yang
dihasilkan sudah
stabil/tidak.
5. Kepekaan tinggi: diharapkan reaksi warna sangat peka walaupun pada zat
dengan konsentrasi/ kuantitas yang kecil, namun menyerap kuat pada daerah
tampak, bukan pada daerah UV.
Asetaminofen/parasetamol dapat diukur kadarnya dengan berbagai
metode, antara lain spektrofotometri UV, kromatografi gas dan HPLC. Meskipun
sudah terdapat metode kromatografi untuk penetapan kadarnya, metode
spektrofotometri masih sering digunakan di dalam laboratorium. Hal ini
dikarenakan metode ini relatif mudah, ekonomis, dan cepat dalam pengerjaannya
(dibandingkan dengan metode kromatografi). Metode kolorimetri untuk
parasetamol atau yang dikenal dengan metode Chafetz merupakan salah satu
metode penetapan kadar parasetamol secara spektrofotometrik. Metode ini
didasarkan pada reaksi nitrasi pada cincin benzen dari parasetamol.
Reaksi nitrasi merupakan reaksi pembentukan warna pada parasetamol
yang merupakan reaksi substitusi aromatik elektrofilik (SAE). Dalam reaksi
nitrasi, yang digunakan sebagai agen penitrasi merupakan HNO2/asam nitrit.
HNO2 merupakan gas pada suhu kamar. Oleh karenanya, untuk mendapatkan
HNO2 dengan mudah, garam NaNO2 direaksikan dengan HCl yang kemudian
didiamkan beberapa saat agar reaksi berjalan dengan sempurna. Reaksi yang
terjadi:
Oleh karena pada reaksi terbentuk gas N2, maka sebelum dilakukan
pengukuran, perlu dilakukan degassing untuk menghilangkan gas yang terbentuk
dengan memberikan getaran ultrasonik pada larutan. Hal ini dilakukan agar N 2
yang terbentuk tidak mengganggu saat pengukuran absorbansi dari larutan yang
diuji.
Pada percobaan digunakan plasma yang berasal dari darah tikus. Darah
tikus tersebut diambil dari daerah sinus orbitalis (mata) dan harus ditambahkan
antikoagulan untuk mencegah penggumpalan darah, antikoagulan yang digunakan
adalah heparin. Setelah penambahan heparin, darah disentrifuge untuk
memisahkan plasma (cairan yang berwarna jernih/supernatan) dari sel-sel darah.
Plasma lebih dipilih untuk digunakan daripada serum karena dalam plasma
terdapat protein (yang mengikat obat) yang tidak ikut mengendap sehingga obat
masih ada di dalam plasma yang nantinya akan diukur kadarnya. Tujuan
sentrifugasi yaitu untuk mempercepat pengendapan protein sehingga plasma lebih
mudah diperoleh, prinsip sentrifugasi ini yaitu pemisahan zat berdasarkan bobot
molekulnya. Plasma yang didapat ditambahkan TCA 20% untuk merusak struktur
sekunder dan tersier protein yaitu dengan merusak sulfida yang merupakan
pembentuk kedua struktur tersebut, akibatnya protein akan mengendap sementara
obat tetap berada di dalam plasma. Jika tidak diendapkan maka protein plasma
yang dapat berikatan dengan parasetamol akan membentuk molekul yang lebih
besar, sehingga dapat mengganggu analisis. Reaksi TCA dengan protein plasma
adalah sebagai berikut :
dengan cara mendesak senyawa lain. Oleh karena itu setelah penambahan TCA,
larutan kemudian divortex untuk menghomogenkan campuran ini.
Supernatan yang diperoleh kemudian diukur kadar parasetamolnya dengan
menggunakan metode Chafetz (metode kolorimetri). Plasma darah ini direaksikan
dengan HCl 6N, HCl 6N berfungsi menghidrolisis parasetamol dan memberikan
suasana asam. Hasil hidrolisis parasetamol akan bereaksi dengan Na nitrit
(NaNO2) 10% dan membentuk garam diazonium, larutan campuran parasetamol
HCl 6N dan Na nitrit (NaNO2 ) 10% didiamkan selama 15 menit agar
pembentukan garam diazonium berlangsung sempurna.
Kemudian setelah pendiaman selama Operating Time (15 menit)
ditambahkan Asam sulfamat 15 % untuk menghentikan reaksi antara NaNO 2
(Natrium nitrit) dengan parasetamol dalam pembentukan garam diazonium yaitu
dengan cara menghilangkan NaNO2 yang berlebihan. Lalu dilakukan penambahan
NaOH tujuannya untuk memperpanjang gugus kromofor sehingga warna yang
terbentuk akan semakin jelas.
dengan OT teoritis yang terdapat pada metode Chafetz. Untuk pengukuran max
sendiri diperoleh nilai sebesar 432,5 nm ( teoritis sebesar 430 nm).
G. Kesimpulan
1. Prinsip penetapan kadar parasetamol dengan metode Chafetz (metode
kolorimetri) adalah pengukuran absorbansi dari zat yang semula tak
berwarna diubah menjadi berwarna (direaksikan dengan zat tertentu) yang
kemudian diukur serapannya pada daerah tampak/visible (diantara 400800 nm).
2. Persamaan kurva baku yang diperoleh kelompok A1: y = 2,664 x 10-4x +
0,1287; A2: y = 4,2216 x 10-4 x + 0,0522; A3: y = 6,7066 x 10-4 x +
0,0238 dengan nilai koefisien korelasi (r) berturut-turut (dari A1 hingga
A3) adalah 0,2999; 0,9960; 0,9872. Persamaan yang digunakan untuk
melakukan perhitungan adalah regresi kelompok A2.
3. Hasil recovery (perolehan kembali) yang didapat untuk sampel kadar
149,4 g/mL adalah 59,9327% (replikasi I), 50,4196% (replikasi II),
55,1762% (replikasi III); 216,4 g/mL adalah 78,5941% (replikasi I),
107,0544% (replikasi II), 111,4329% (replikasi III); dan 351,4 g/mL
adalah 114,121% (replikasi I), 138,055% (replikasi II), 149,514%
(replikasi III).
4. Hasil kesalahan sistematik yang didapat untuk sampel dengan kadar 149,4
g/mL adalah 40,0673% (replikasi I), 49,5804% (replikasi II), 44,8238%
(replikasi III); 216,4 g/mL adalah 21,4059% (replikasi I), -7,0544%
(replikasi II), -11,4329% (replikasi III); dan 351,4 g/mL adalah -14,121%
(replikasi I); -38,055% (replikasi II), -49,514% (replikasi III).
5. Hasil kesalahan acak yang didapat untuk sampel dengan kadar 149,4
g/mL adalah 8,6207%; 216,4 g/mL adalah 18,0056% dan 351,4 g/mL
adalah 2,8887%.
H. Daftar Pustaka
Anonim a, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 765, Depkes RI, Jakarta
Anonim b, 1995, United States of Pharmacopeica, 23rd ed, 1932-1983, New York,
United State of America
Chafetz et al., 1971, Selective Colorimetric Determination of Acetaminophen,
J.Pharm. Sci.,60 93), 463-466
Chamberlain, J., 1995, The Analysis of Drugs in Biological Fluids, 2 rd ed., 39-40,
84, CRC Press Inc, New York
Chambers dan Jones, 1976, Comparison of a Gas Chromatographic and
Colorimetric Method for the Determination of Plasma Paracetamol. Ann.
Clinn. Biochem., 13(4),433-4
Katzung, 1989, Basic and Clinical Pharmacology, diterjemahkan oleh Binawati,
H.K., Budi, I., Christianto, S., Hermawan, S., Yurita, H.H., Gunadi, B.,
Petrus, A., edisi 3, 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Montgomery et al., 1992, BioChemistry: A Case Oriented Approach, Alih bahasa
Staff Pengajar FKUI. Edisi V, Jilid I, 80-91, Binarupa Aksara, Jakarta
Mulja, M., Hanwar , D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Laboratorium yang Baik,
Majalah Farmasi Airlangga, Volume VI, 73, Airlangga University Press,
Surabaya
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Cetakan Pertama, 6-9,
Airlangga University Press, Surabaya
Mutschler, Ernst, 1991, Dinamika Obat, ed. V, hal 16-17, 36 , 90, Pnenrbit ITB,
Bandung
Rang et al., 2003, Pharmacology, 5th Ed., 96-97, Chorchill Livingstone, Ednburg,
London, New York, Oxford, Philadelphia, St Louis, Sydney, Toronto
Ritschel, W. A, 1976, Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st edition, hal 78,
Drug Inteligence Publication Inc. Hamillton, USA
Roth, H.J., Blaschke, 1981, Pharmaceutical Analysis, diterjemahkan oleh sarjoko
Kisman dan Slamet Ibrahim, 359-361, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Skoog, A., D., West, M., Donald, J., F., 1994, Analytical Chemistiy, 6rh ed, 161195, Saunde College Publishing, United Stated of America
Stalcup et al., 1995, Medwork: Anatomy and Physiology, Chapter 13, section 2.2,
page 2 of 2, Victory Technology Inc.
Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat A.
C.,Jackson J.V., Moss, M.S., Widdop, B.,Greenfield, E.S., (Eds) Clarkes
Isolation and Identification of Drug in Pharmaceutical, Body Luids, and
Post Mortem Material, 2nd Ed., 23, The Pharmaceutical Press, London
Wilmana, P.F., 1995, Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid
dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, S.G., Farmakologi dan Terapi, Edisi IV,
214, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia,
Jakarta