Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

KASUS HIV

Disusun Oleh: Kelompok 3

1. ANDRIAN ALIFIANTO 1704015130


2. INDAH KURNIA 1804015224
3. SYIFA NUR ALAWIYAH 1804015024
4. WIDYA PRASTIKA SARI 1804015160
Kelas: H1

Dosen Pengampu Praktikum : Nurhasnah, M.Farm., Apt


Tanggal Diskusi Kelompok : 3 Novermber 2021
Tanggal Presentasi Diskusi : 4 November 2021

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2021
BAB I

KASUS

A. Kasus HIV
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sakit
kepala dan demam. Riwayat yang dialami anak atas nama Aljoko adalah :
• Riwayat penyakit dahulu /lainnya / kondisi khusus: kandidiasis dan TB
• Riwayat penyakit keluarga: HIV
• Riwayat lingkungan, sosial dan gaya hidup: -
• Riwayat pengobatan: pasien patuh minum obat ABC + 3TC + LPV/r (selama 12 bulan)
• Riwayat alergi obat: tidak ada
• Informasi lain terkait pengobatan: pemeriksaan viral load tanggal 6 Maret 2021 dengan
hasil 1300 kopi/ mL

B. Hasil Pemeriksaan
Nama: An. Aljoko
Usia: 14 tahun
Berat badan: 45 kg
Tinggi Badan: 160 cm
Alamat: Jalan Kemayoran, Jakarta Pusat
Tanggal Pemeriksaan: 29 Oktober 2021

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Tanda Vital
Tekanan darah 120/80 mmg/dL <140/80 mg/dL
Suhu 38oC 36 - 37 oC
Darah
Leukosit 9 x 103/mm3 4-10 x 103/ mm3
Hb 11,0 g/dL 11,0 - 16,0 g/dL
CD4 80 sel/ µL >350 sel/ µL
Viral load 1500 kopi/ mL < 1000 kopi/ mL

C. Diagnosa
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan informasi, disebutkan bahwa nilai CD4 pasien
adalah sangat jauh dibawah normal, riwayat keluarga pasien juga mengalami HIV, viral load
pasien juga tinggi melebihi normal. Maka berdasarkan data tersebut maka pasien tersebut
dinyatakan mengalami HIV.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
virus yang menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 yaitu Human
Immunodeficiency Virus (HIV), virus tersebut menyebabkan AIDS dalam waktu tertentu
dapat merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia. Infeksi oportunistik yang menyertai
dapat menjadi manifestasi klinis yang terlihat.Menurunnya imun tubuh terjadi karena
melemahnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV sehingga dapat terjadi infeksi
oportunistik. AIDS (Aquared Immunodeficiency Syndrome)yang terjadi akibat efek dari
perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup, kondisi dimana tubuh sudah
diserang sepenuhnya/ sudah tidak mempunyai kekebalan tubuh lagi.Jadi ketika tubuh
sakit tidak bisa sembuh dengan kekebalan sendiri.HIV hidup didalam darah dan cairan
tubuh orang yang terinfeksi.Cairan yang bisa mengeluarkan HIV itu dari cairan darah,
dinding anus, ASI, sperma dan cairan vagina termasuk darah menstruasi. Sedangkan
penularan dapat terjadi melalui: hubungan sek bebas/seks yang tanpa menggunakan
pengaman dengan orang yang terinfeksi HIV, jarum suntik atau tindik dan bisa melalui
tato yang tidak steril dan dipakai secara bergantian, dapat juga melalui transfusi darah
yang mengandung virus HIV, ibu penderita HIV positif saat proses persalinan atau melalui Air
Susu Ibu (ASI) yang diberikan.

B. Etiologi
Melemahnya sistem imun akibat HIV menyebabkan timbulnya gejala AIDS. HIV
tergolong pada kelompok retrovirus dengan materi genetic dalam Rebonukleat Acid
(RNA), menyebabkan AIDS dan menyerang sel khususnya yang memiliki antigen
permukaan CD4 terutama sel limfosit T4 yang mempunyai peran penting dalam
mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus HIV juga bisa
menginfeksi sel monosit dan magrofag, sel lagerhands pada kulit, sel dendrit pada
kelenjar linfa, makrofag pada alveoli paru, sel retina, dan sel serviks uteri. Lalu kemudian
virus HIV akan masuk kedalam limfosit T4 dan menggandakan dirinya selanjutnya akan
menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Ketika sistem kekebalan tubuh yang tidak
mempunyai kemampuan untuk menyerang maka virus ini akan menyebabkan seseorang
mengalami keganasan dan infeksi oportunistik

C. Patofisiologi
virus HIV masuk kedalam tubuh seseorang melalui darah ketika sudah tertular
virus akan masuk kedalam sistem peredaran darah/tubuh seseorang. Kemudian organ atau
target yang akan diserang pertama kali oleh virus ini adalah sel darah putih manusia atau
sel CD4 jadi sel darah putih itu ada limfosit, leukosit virus ini menyerang CD4 dari sel
darah putih limfosit. Virus ini akan terikat kemudian virus ini akan mengalami fusion
setelah itu virus HIV akan masuk kedalam sel CD4. virus HIV hanya memiliki RNA
tidak mempunyai DNA agar virus HIV tetap bertahan atau berkembang biak atau
reprekasi virus HIV harus memiliki DNA oleh karena itu HIV memanfaatkan enzim
reverse trancriptase untuk membantu mensintesa DNA dari RNA. Lalu terbentuklah
DNA dari virus HIV. Kemudian DNA dari virus HIV akan memasuki nucleus dari sel
CD4 dan akan bergabung disana, dan berintegrasi dengan DNA manusia tujuannya untuk
bereplekasi karena ketika sel CD4 bereplekasi otomatis dia akan ikut bereplikasi. Setelah
itu virus HIV akan menyusun virus baru kemudian virus HIV akan bereplekasi dan akan
merilist protease sehingga menjadi sel yang infeksius. Karena itu sel CD4 ini akan
menjadi parameter ketika penegakan diagnose dari HIV disebabkan CD4 adalah target
dari HIV.

D. Tanda dan gejala HIV


Keadaan umum:
• Kehilangan berat badan >10% dari berat badan dasar
• Demam (terus menerus atau intermiten, tempratur oral >37,5oC yang lebih dari satu
bulan
• Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan
• Limfadenopati meluas

Kulit

• PPE* dan kulit kering yang luas* merupakan dugaan kuat infeksi HIV.
Beberapa kelainan seperti kulit genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering
terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV

Infeksi

• Infeksi jamur
✓ Kandidas oral*
✓ Dermatitis seboroik
✓ Kandidas vagina berulang
• Infeksi viral
✓ Herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu dermatome)*
✓ Herpes genital (berulang)
✓ Moluskum kontagiosum
✓ Kondiloma

Gangguan pernafasan

• Batuk lebih dari satu bulan


• Sesak nafas
• Tuberculosis
• Pneumonia berulang
• Sinusitis kronis atau berulang

Gejala neurologis

• Nyeri kepala yang semakin parah ( terus menerus dan tidak jelas penyebabnya)
• Kejang demam
• Menurunnya fungsi kognitif

* keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap infeksi HIV

(WHO SEARO 2007)

E. Terapi ARV
1. Tujuan terapi ARV
a. Mengurangi risiko penularan HIV
b. Menghambat perburukan infeksi oportunistik
c. Meningkatkan kualitas jidup penderita HIV
d. Menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi

2. Klasifikasi ARV
a. Nucleoside reserve transcriptase inhibitor (NRTI)
• Zidovudine (AZT)
• Stavudine (d4T)
• Lamivudine (3TC)
• Abacavir (ABC)
• Zalcitabine (ddC)
• Emtricitabine (FTC)
b. Non nucleoside reserve transcriptase inhibitor (NNRTI)
• Efavirenz (EFV)
• Delavirdine (DLV)
• Nevirapine (NVP)
• Etravirine (ETV)
• Rilpivirine (RPV)
• Doravirine (DOR)
c. Protease Inhibitor (PI)
• Indinavir (IDV)
• Nelfinavir (NFV)
• Saquinavir (SQV)
• Amprenavir (APV)
• Ritonavir (RTV)
• Lopinavir (LPV)
• Atazanavir (ATV)
• Fosamprenavir (FPV)
• Tipranavir (TPV)
• Darunavir (DRV)
d. Entry inhibitor
1) CCR5 inhibitor
• Maraviroc (MRV)
2) CXCR4
3) Fusion inhibitor (FI)
• Enfuvirtide (ENF)
e. Integrase inhibitor
• Raltegravir (RAL)
• Dolutadravir (DTG)
• Elvitegravir (EVG)
• Bictegravir (BTG)
f. Maturation inhibitor
g. CD4 binding inhibitor
• Ibalizumab

3. Paduan Terapi ARV lini pertama (Tatalaksana HIV, 2019)


a. Pada orang dewasa
Paduan terapi ARB lini pertama pada orang dewasa, termasuk ibu hamil dan
menyusui, terdiri atas 3 paduan ARV. Paduan tersebut harus terdiri dari
2 obat kelompok NRTI + 1 obat kelompok NNRTI :

b. Pada remaja (10 – 19 tahun)


Paduan terapi ARV lini pertama untuk remaja terdiri atas 3 paduan ARV. Paduan
tersebut terdiri dari 2 obat kelompok NRTI + 1 obat kelompok NNRTI :
c. Pada anak berusia 3 – 10 tahun
Untuk anak terinfeksi HIV berusia 3 – 10 tahun, pilihan paduan kelompok NRTI harus
merupakan salah satu dari berikut:

d. Pada anak berusia < 3 tahun


Paduan terapi ARV pada anak < 3 tahun terdiri atas 2 obat kelompok NRTI dan 1
obat kelompok Pi, sedangkan paduan alternatif terdiri atas 2 obat kelompok NRTI
dan 1 obat kelompok NNRTI

4. Paduan Terapi ARV lini kedua (Tatalaksana HIV, 2019)


a. Pada remaja dan orang dewasa
Paduan obat lini kedua pada remaja dan orang dewasa menggunakan kombinasi
2 NRTI dan 1 boosted-PI

b. Pada anak
Setelah kegagalan terapi ARV lini pertama berbasis LPV/r, paduan garus berganti kepada
paduan terapi ARV lini kedua yang terdiri atas 2 paduan kelompok NNRTI+EFV.
Setelah kegagalan terapi ARV lini pertama berbasis NNRTI, anak terinfeksi HIV harus
berganti kepada paduan terapi ARB lini kedua berbasis kelompok PI. Pilihan paduan dari
kelompok PI yang merupakan pilihan pertama adalah LPV/r.
Setelah kegagalan terapi ARV lini pertama dengan paduan ABC atau TDF+3TC, paduan
kelompok NRTI lini kedua yang terpilih adalah AZT+3TC.
Setelah kegagalan terapi ARV lini pertama dengan paduan AZT+3TC, paduan kelompok
NRTI lini kedua yang terpilih adalah ABC atau TDF+3TC (atau FTC).

5. Paduan Terapi ARV lini ketiga (Tatalaksana HIV, 2019)


Paduan ARV lini ketiga harus menggunakan obat dengan risiko resistensi silang dengan
paduan yang digunakan sebelumnya, seperti INSTI, NNRTI generasi kedua dan PI.

6. Pemantauan penggunaan ARV


a. Pemantauan klinis
Pengawasan dokter dilakukan rutin minimal sebulan sekali dalam 6 bulan pertama
setelah inisiasi ART. Pemantauan dokter selanjutnya dapat dilakukan minimal 3
bulan sekali
b. Pemantauan efek samping obat
c. Pemantauan sindrom pulih imun
d. Diagnose kegagalan terapi
7. Diagnose kegagalan terapi
a. Kegagalan klinis
Munculnya IO dari kelompok stadium 4 setelah minimal 6 bulan dalam terapi ARV.
Beberapa penyakit yang termasuk dalam stadium klinis 3 (TB paru, infeksi bakteri
berat) dapat merupakan petunjuk kegagalan terapi.
b. Kegagalan imunologis
Gagal mencapai dan mempertahankan jumlah CD4 yang adekuat, walaupun telah
terjadi penurunan/penekanan jumlah virus
c. Kegagalan virologis
Disebut gagal virologis jika:
Pada ODHA dengan kepatuhan yang baik, viral load di atas 1000 kpi/mL
berdasarkan 2x pemeriksaan HIV RNA dengan jarak 3 – 6 bulan.

F. Algoritma Terapi

G. Obat yang digunakan dalam Resep


1. Zidovudine + Lamivudin
Zidovudine
Mekanisme : Zidovudine bekerja dengan cara menghambat enzim reverse
transciptase yang digunakan virus HIV untuk berkembang biak.
Dengan begitu, jumlah virus dapat berkurang dan sistem
kekebalan tubuh dapat bekerja dengan lebih baik.
Bentuk obat : Tablet, kapsul.
Dosis :
• Dewasa dan anak dengan berat badan ≥30 kg: 250–300 mg, 2
kali sehari, dikombinasikan dengan obat antivirus lain.
• Anak-anak dengan berat badan 22–30 kg: 200 mg, 2 kali sehari.
• Anak-anak dengan berat badan 14–21 kg: 100 mg diberikan
pada pagi hari dan 200 mg diberikan pada malam hari.
• Anak-anak dengan berat badan 8–13 kg: 100 mg, 2 kali sehari.
• Untuk pencegah penularan infeksi HIV dari ibu hamil ke janin
yaitu Dewasa: 100 mg, 5 kali sehari, diberikan sejak usia
kandungan 14 minggu hingga menjelang persalinan.
• Untuk Mencegah infeksi HIV pada bayi baru lahir Bayi: 2
mg/kgBB, setiap 6 jam sekali, mulai diberikan 12 jam setelah
bayi lahir dan dilanjutkan selama 6 minggu.
Efek Samping : Sakit kepala, Mual, Muntah, Sakit perut, Berat badan menurun,
Sembelit atau diare, Lemas, Insomnia

Lamivudine
Indikasi : untuk infeksi HIV progresif, dalam bentuk sediaan kombinasi
dengan obat-obat antiretroviral lainnya. infeksi hepatitis B
kronik dengan bukti adanya replikasi virus hepatitis B.
Kontraindikasi: wanita menyusui; hipersensitif terhadap lamivudin.
Efek samping : infeksi saluran nafas bagian atas, mual, muntah, diare, nyeri
perut; batuk; sakit kepala, insomnia; malaise, nyeri
muskuloskelatal; gejala nasal; dilaporkan adanya neuropati
periferal; pankreatitis (jarang, bila terjadi hentikan pengobatan);
neutropenia dan anemia (dalam kombinasi dengan zidovudin);
trombositopenia; dilaporkan terjadinya peningkatan enzim hati
dan amilase serum.
Dosis : 150 mg dua kali sehari (sebaiknya tidak bersama makanan);
dosis yang direkomendasikan untuk hepatitis B kronik 100 mg
sehari satu kali; ANAK di bawah 12 tahun, keamanan dan
khasiatnya belum diketahui.

2. Efavirenz

Indikasi : pengobatan infeksi HIV pada dewasa, remaja dan anak, dalam
bentuk kombinasi dengan obat antiretroviral lainnya
Kontraindikasi : wanita menyusui, hipersensitif, pemberian bersamaan dengan
terfenadin, astemizol, cisaprid, midazolam, triazolam dan
turunan ergot, gangguan fungsi hati berat.
Efek Samping : ruam termasuk sindroma Steven-Johnson (lihat di bawah
RUAM); sakit perut, diare, nausea, muntah, ansietas, depresi,
gangguan tidur, mimpi yang tidak normal,pusing, sakit kepala,
lelah, gangguan dalam konsentrasi (pemberian pada jam tidur,
khususnya pada 2–4 pekan pertama menurunkan efek pada
sistem saraf pusat); pruritis; kurang umum, pankreatitis,
hepatitis, psikosis, mania, pemikiran untuk bunuh diri,
amnesia,ataksia, konvulsi, dan pandangan kabur; juga
dilaporkan adanya gagal hati, peningkatan serum kolesterol,
ginekomastia, fotosensitifitas.
Dosis : Dosis untuk dewasa yang direkomendasikan pada kombinasi
dengan inhibitor protease dan/atau inhibitor nucleoside analogue
reverse transcriptase (NRTIs) adalah 600 mg, sekali sehari.
Dosis untuk remaja di bawah 17 tahun dengan berat >40 kg
adalah 600 mg. Dapat diminum dengan atau tanpa makan. Tidak
dianjurkan untuk anak-anak yang beratnya kurang dari 40 kg.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Berdasarkan lembar hasil pengumpulan data dan informasi pasien, maka DRP pada kasus
ini yaitu:

1. Aturan pakai obat Zidovudine tidak tepat


2. Kombinasi obat Zidovidine dan lamivudine .
3. Pemakaian LPV/r tidak tepat.
4. Penambahan Paracetamol untuk sakit kepala dan demam.

• Aturan pakai obat zidovudine tidak tepat

Penggunaan Zidovudine 300 mg 1x1 tab : kurang tepat dosis karena menurut
acuan DIH, untuk HIV invection oral 300 mg 2 kali sehari 1 tablet.
• Kombinasi obat Zidovidine dan lamivudine

Pada kasus terapi lini 1 yaitu ABC + 3TC + LPV/r maka terapi lini kedua
diberikan AZT + 3TC + EFV maka terapi lini 2 pada pasien diatas AZT yaitu
zidovudine, 3TC yaitu lamivudine, dan EFV yaitu Efavirenz (Wati, 2019a).
Diharapkan dalam terapi dengan pemberian obat sedikit namun tetap berefek
pada jangka waktu yang lama.
• Pemakaian LPV/r tidak tepat.

LPV/R tidak digunakan karena pada kasus sebelumnya sudah menggunakan


LPV/R namun tidak mempan.
• Penambahan Paracetamol untuk sakit kepala dan demam.

Pasien memiliki keluhan saat ini sakit kepala dan demam, menurut kesepakatan
kami perlu untuk ditambahkan Paracetamol 500mg untuk meredakan keluhan
tersebut, tidak ada interaksi obat yang terjadi selain dengan evafirenz. Namun
masih dalam level moderate.
No RM : 05
Rumah Sakit UHAMKA Nama Pasien : An. Aljoko
Jl. Delima 1 No 1, Jakarta Timur
Tgl Lahir/Umur : - / 10 Tahun
Telphone: (021) 0890909090
Jenis kelamin : Laki - laki

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI


KLINIK : Wisa Medika
Tanggal/ Profesional Hasil Asesman Pasien Instruksi PPA Review dan
Jam Pemberi dan Pemberian verifikasi DPJP
Asuhan Pelayanan
(PPA)
04-11- Apoteker S: P: 4/11/2021
2021 1. merekomendasikan :
Keluhan saat ini: sakit
Penggunaan Andrian
13.00 kepala dan demam. Zidovudine dalam Alifianto
resep 300 mg
Diagnosa: HIV
dinaikkan menjadi 600 Indah Kurnia
Riwayat penyakit dahulu mg/hari menurut acuan
DIH Widya Prastikia
/lainnya / kondisi khusus:
kandidiasis dan TB 2. merekomendasikan : Syifa Nur A.
Menggunakan
Riwayat penyakit
kombinasi obat Paraf
keluarga: HIV zidovudin+lamivudine
untuk ketaatan dan
Riwayat lingkungan,
kemudahan
sosial dan gaya hidup: - penggunaan agar tidak
terlalu banyak
Riwayat pengobatan:
penggunaan obatnya
pasien patuh minum obat
3. merekomendasikan :
ABC + 3TC + LPV/r
lpv/r tidak digunakan
(selama 12 bulan) kembali karena pasien
tidak mempan lagi
Riwayat alergi obat: tidak
memakai lini pertama
ada
4. merekomendasikan :
Informasi lain terkait
penggunaan
pengobatan: pemeriksaan
paracetamol untuk
viral load tanggal 6 Maret
mengatasi demand an
2021 dengan hasil 1300
sakit kepalanya
kopi/ mL
digunakan bila perlu
O:
BB/TB: 45kg /160cm
Tekana darah:120/80
mmg/dL
Suhu: 38oC
Leukosit: 9x103/mm3
Hb: 11,0 g/dL
CD4 80 sel/µL
Viral Load: 1500 kopi/mL

A:
1. Penggunaan Zidovudine
dalam resep 300 mg
dinaikkan menjadi 600
mg/hari menurut acuan
DIH
2. Menggunakan
kombinasi obat
zidovudin+lamivudine
untuk ketaatan dan
kemudahan penggunaan
agar tidak terlalu banyak
penggunaan obatnya
3. lpv/r tidak digunakan
kembali karena pasien
tidak mempan lagi
memakai lini pertama
4. penggunaan
paracetamol untuk
mengatasi demand an sakit
kepalanya digunakan bila
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Aberg J.A., Lacy C., Amstrong L., G. M. . and L. L. L. (2009) ‘Drug Information Handbook,
17th Edition’, American Pharmacists Association.

‘Ahfs 2011’ (no date).

DIH (2009) ‘Drug Information Handbook, 17th Edition’, American Pharmacists Association.

Dipiro, J. T. et al. (2020) Past Editors of Pharmacotherapy.

Schlaeppi, C. et al. (2020) ‘Prevalence and management of drug–drug interactions with


antiretroviral treatment in 2069 people living with HIV in rural Tanzania: a prospective cohort
study’, HIV Medicine, 21(1), pp. 53–63. doi: 10.1111/hiv.12801.

Wati, R. (2019a) 8(5), p. 55.

Wati, R. (2019b) ‘Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana HIV’, Αγαη, 8(5), p.
55.

Anda mungkin juga menyukai