Anda di halaman 1dari 67

MODUL PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK I

PENYUSUN
Aziz Ansori Wahid
Ira Primasari
Assyifa Junitasari

PRODI DIV TEKNOLOGI LABORATORIU MEDIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI

KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan kenikmatan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan Modul Praktikum Kimia Klinik I ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada rekan – rekan yang telah
membimbing dan meluangkan waktunya dalam tiap kesempatan sehingga
menyelesaikan Modul Praktikum Kimia Klinik I ni dapat kami selesaikan
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari menyelesaikan Modul Praktikum Kimia Klinik I
ini jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran membangun sangat
penulis harapkan dari berbagai pihak untuk kesempurnaan
menyelesaikan Modul Praktikum Kimia Klinik I ini. Semoga menyelesaikan
Modul Praktikum Kimia Klinik I ini dapat diterima dan bermanfaat.

Bandung, Februari 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

SPEKTROFOTOMETRI ................................................................................. 1
PEMERIKSAAN GLUCOSE GOD FS* ...................................................... 28
PEMERIKSAAN PROFIL LIPID .............................................................. 30
PEMERIKSAAN BILIRUBIN TOTAL DAN DIRECT............................................ 10
PEMERIKSAAN SGOT ......................................................................................... 18
PEMERIKSAAN SGPT........................................................................................... 21
PEMERIKSAAN ALKALINE PHOSPHATASE (ALP) ............................................ 24
PEMERIKSAAN GAMMA-GT ................................................................. 26
PEMERIKSAAN BUN (BLOOD UREA NITROGEN) .................................... 33
PEMERIKSAAN CREATININ .................................................................. 36
PEMERIKSAAN ASAM URAT ................................................................. 38
PUSTAKA ................................................................................................................... 41
SPEKTROFOTOMETRI

Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis


Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia
analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik
secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara
materi dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri
disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya
visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan
molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi.
Sinar atau cahaya yang berasal dari sumber tertentu disebut juga
sebagai radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari adalah cahaya matahari.
Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik,
radiasi elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan, diabsorbsi atau
dihamburkan sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan,
spektroskopi absorbsi ataupun spektroskopi emisi.
Pengertian spektroskopi dan spektrofotometri pada dasarnya sama
yaitu di dasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi
elektromagnetik. Namun pengertian spektrofotometri lebih spesifik atau
pengertiannya lebih sempit karena ditunjukan pada interaksi antara materi
dengan cahaya (baik yang dilihat maupun tidak terlihat). Sedangkan
pengertian spektroskopi lebih luas misalnya cahaya maupun medan
magnet termasuk gelombang elektromagnetik.
Radiasi elektromagnetik memiliki sifat ganda yang disebut sebagai
sifat dualistik cahaya yaitu:
1) Sebagai gelombang
2) Sebagai partikel-partikel energi yang disebut foton.
Karena sifat tersebut maka beberapa parameter perlu diketahui
misalnya panjang gelombang, frekuensi dan energi tiap foton. Panjang
gelombang (l) didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak.
Energi dan frekuensi suatu foton akan berbanding terbalik dengan
panjang gelombang tetapi energi yang dimiliki suatu foton akan
berbanding lurus dengan frekuensinya. Misalnya: energi yang dihasilkan
cahaya UV lebih besar dari pada energi yang dihasilkan sinar tampak. Hal
ini disebabkan UV memiliki panjang gelombang (NJ) yang lebih pendek
(100–400 nm) dibanding panjang gelombang yang dimiliki sinar tampak
(400–800 nm).
Interaksi antara materi dengan cahaya disini adalah terjadi
penyerapan cahaya, baik cahaya Uv, Vis maupun Ir oleh materi sehingga
spektrofotometri disebut juga sebagai spektroskopi absorbsi.
Dari 4 jenis spektrofotometri ini (UV, Vis, UV-Vis dan Ir) memiliki
prinsip kerja yang sama yaitu “adanya interaksi antara materi dengan
cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu”. Perbedaannya
terletak pada panjang gelombang yang digunakan.
Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut
spektrofotometer terdiri dari :

“Sumber cahaya – Monokromator – Sel sampel – Detektor – Read out”

Gambar 1. Instrumen Spektrofotometri


Fungsi masing-masing bagian:
1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar
polikromatis dengan berbagai macam rentang panjang
gelombang. Untuk sepktrofotometer
 UV menggunakan lampu deuterium atau disebut juga heavi
hidrogen
 VIS menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu
wolfram
 UV-VIS menggunan photodiode yang telah
dilengkapi monokromator
 Infra merah, lampu pada panjang gelombang IR
2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang
yaitu mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar
polikromatis menjadi cahaya monaokromatis. Jenis monokromator
yang saat ini banyak digunakan adalan gratting atau lensa prisma
dan filter optik.
Jika digunakan grating maka cahaya akan dirubah menjadi
spektrum cahaya. Sedangkan filter optik berupa lensa berwarna
sehingga cahaya yang diteruskan sesuai dengan warnya lensa
yang dikenai cahaya. Ada banyak lensa warna dalam satu alat
yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan.
Pada gambar di atas disebut sebagai pendispersi atau penyebar
cahaya. dengan adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau
2
cahaya dengan panjang gelombang tunggal yang mengenai sel
sampel. Pada gambar di atas hanya cahaya hijau yang melewati
pintu keluar
3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel
– UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat
sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun
kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang
lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik
dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada
spektrofotometer sinar tampak (VIS). Cuvet biasanya berbentuk
persegi panjang dengan lebar 1 cm.
– IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya
dioleskan pada dua lempeng natrium klorida. Untuk sampel
dalam bentuk larutan dimasukan ke dalam sel natrium klorida.
Sel ini akan dipecahkan untuk mengambil kembali larutan yang
dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya
mahal
4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari
sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat
sebuah detektor :
 Kepekaan yang tinggi
 Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
 Respon konstan pada berbagai panjang gelombang
 Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi
 Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga
radiasi
Macam-macam detektor :
 Detektor foto (Photo detector)
 Photocell, misalnya CdS.
 Phototube
 Hantaran foto
 Dioda foto
 Detektor panas
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap
besarnya isyarat listrik yang berasal dari detektor.

Proses Absorbsi Cahaya pada Spektrofotometri


Ketika cahaya dengan panjang berbagai panjang gelombang
(cahaya polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang
gelombang tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu molekul yang
memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang
ada hingga terbentuk suatu materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh
suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar
(vibrasi) jika dikenai suatu energi.
Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi
perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi.
Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang
diserap adalah cahaya inframerah maka elektron yang ada dalam atom
atau elektron ikatan pada suatu molekul dapat hanya akan bergetar
(vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi yang
lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio.
Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur
konsentrasi suatu suatu yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang
ada dalam sel sampel disinari dengan cahaya yang memiliki panjang
gelombang tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel sebagian akan
diserap, sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan.
Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau
cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat
tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan
cahaya datang dengan cahaya setelah melewati materi (sampel)). Proses
penyerapan cahaya oleh suatu zat dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Proses penyerapan cahaya oleh zat dalam sel sampel

Dari gambar terlihat bahwa zat sebelum melewati sel sampel lebih
terang atau lebih banyak di banding cahaya setelah melewati sel sampel.
Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan
cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan
dengan hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi: “jumlah radiasi
cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap atau
ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari
konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Secara eksperimen hukum Lambert-beer akan terpenuhi apabila
peralatan yang digunakan memenuhi kriteria-kriteria berikut:
1. Sinar yang masuk atau sinar yang mengenai sel sampel berupa
sinar dengan dengan panjang gelombang tunggal
(monokromatis).
4
2. Penyerapan sinar oleh suatu molekul yang ada di dalam larutan
tidak dipengaruhi oleh molekul yang lain yang ada bersama dalam
satu larutan.
3. Penyerapan terjadi di dalam volume larutan yang luas penampang
(tebal kuvet) yang sama.

4. Penyerapan tidak menghasilkan pemancaran sinar pendafluor.


Artinya larutan yang diukur harus benar-benar jernih agar tidak
terjadi hamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid atau
suspensi yang ada di dalam larutan.
5. Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan
menggangu kelinearan grafik absorbansi versus konsntrasi.
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam
menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan
penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen
yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau
kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi
sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan
pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari
alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).

Spektrum UV dan UV-VIS


Spektrofotometri uv-vis adalah pengukuran serapan cahaya di
daerah ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh
suatu senyawa. Serapan cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan
transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan
dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih
tinggi. Panjang gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung
pada mudahnya promosi elektron.
Molekul- molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk
promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap
pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap
cahaya dalam daerah tampak (senyawa berwarna) mempunyai elektron
yang lebih mudah dipromosikan dari padasenyawa yang menyerap pada
panjang gelombang lebih pendek (Herliani, 2008).
Absorpsi spektrofotometri UV-Vis adalah istilah yang digunakan
ketika radiasi ultraviolet dan cahaya tampak diabsorpsi oleh molekul yang
diukur. Alatnya disebut UV-Vis spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis
(Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari sekian banyak instrumen yang
biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.
Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk:
1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang
terkonyugasi dan ausokrom dari suatu senyawa organik.
2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang
gelombang dengan absorbansi maksimum suatu senyawa.
3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif
dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang
dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh
sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup
untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang
lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan
ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis
mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang
struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini sangat berguna untuk
pengukuran secara kuantitatif. Sinar ultraviolet berada pada panjang
gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang
gelombang 400-800 nm.
Panjang gelombang adalah jarak antara satu lembah dan satu
puncak, sedangkan frekuensi adalah kecepatan cahaya dibagi dengan
panjang gelombang. Bilangan gelombang adalah (v) adalah satu
satuan per panjang gelombang.
Kebanyakan penerapan spektrofotometri UV-Vis pada senyawa
organik didasarkan n-π* ataupun π-π* karena spektrofotometri UV-Vis
memerlukan hadirnya gugus kromofor dalam molekul itu. Transisi ini
terjadi dalam daerah spektrum (sekitar 200 ke 700 nm) yang nyaman
untuk digunakan dalam eksperimen. Spektrofotometer UV-Vis yang
komersial biasanya beroperasi dari sekitar 175 atau 200 ke 1000 nm.
Identifikasi kualitatif senyawa organik dalam daerah ini jauh lebih terbatas
daripada dalam daerah inframerah. Ini karena pita serapan terlalu lebar
dan kurang terinci. Tetapi, gugus-gugus fungsional tertentu seperti
karbonil, nitro dan sistem tergabung, benar-benar menunjukkan puncak
yang karakteristik, dan sering dapat diperoleh informasi yang berguna
mengenai ada tidaknya gugus semacam itu dalam molekul tersebut.

6
PENENTUAN PANJANG GELOMBANG DENGAN ABSORBANSI MAKSIMUM
(-max)

Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang


dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia.
Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang
gelombang 400-800 nm dan memiliki energi sebesar 299-149 kJ/mol.
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh
manusia. Cahaya yang tampak/cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari
disebut warna komplementer. Misalnya, suatu zat akan berwarna orange bila
menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna
hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak.
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang
gelombang dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang
disebut ƛ maks. Hal ini disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang yang sama, maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan
yang muncul makin kecil.
Berikut adalah warna yang terlihat dan warna yang diserap pada tiap-tiap
rentang panjang gelombang cahaya.

Panjang gelombang Warna warna yang Warna komplementer


(nm) diserap (warna yang terlihat)
400 – 435 Ungu Hijau kekuningan
435 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Biru kehijauan Jingga
490 – 500 Hijau kebiruan Merah
500 – 560 Hijau Ungu kemerahan
560 – 580 Hijau kekuningan Ungu
580 – 595 Kuning Biru
595 – 610 Jingga Biru kehijauan
610 – 800 Merah Hijau kebiruan

Untuk mengetahui panjang gelombang yang tepat untuk mengukur suatu larutan
kimia tertentu dilakukan dengan menentukan panjang gelombang dengan
absorbansi maksimum (-max)
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk menentukan panjang gelombang dengan
absorbansi maksimum (-max) antara lain:
- Spektrofotometer UV-Vis - Pengaduk
- Erlenmeyer - Larutan kimia dengan warna
- Kuvet tertentu
- Beaker glass
Cara kerja penentuan panjang gelombang dengan absorbansi maksimum (-
max):
1. Membuat larutan kimia yang berwarna
a. Ambil sedikit bubuk K2Cr2O7 , masukkan ke dalam beaker glass.
b. Tambahkan aquadest.
c. Aduk dengan pengaduk hingga larut.
2. Persiapan spektrofotometer
a. Kabel penghubung dipastikan tersambung ke saklar listrik.
b. Tekan tombol power on.
c. Warming alat selama 15 menit.
d. Atur dalam mode “absorbansi”
3. Menentukan panjang gelombang dengan absorbansi maksimum
a. Atur panjang gelombang
b. Masukkan kuvet yang berisi aquadest (sebagai blanko) ke dalam alat.
c. Tunggu hingga angka berhenti bergerak.
d. Keluarkan kuvet yang berisi aquadest.
e. Masukkan kuvet yang berisi larutan K2Cr2O7.
f. Amati angka yang menunjukkan absorbansinya.
g. Ulangi lagi percobaan dari langkah a-f (dengan mengubah angka
panjang gelombang)
h. Catat angka absorbansi yang di dapat, percobaan dihentikan apabila
sudah didapatkan nilai maksimal absorbansi

8
PENGUKURAN MENGGUNAKAN FOTOMETER

Terdapat 2 metode pembacaan dalam pengukuran menggunakan fotometer:

1. End Point:
pengukuran yang dilakukan saat reaksi sudah berhenti
Contoh pemeriksaan: Glukosa, Cholesterol, asam urat, total protein , dll
Rumus umum pada metode End Point:
𝐴𝑏𝑠.𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
Kadar = 𝐴𝑏𝑠.𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

2. Kinetik: pengukuran yang dilakukan ketika reaki sedang berlangsung


(kecepatan reaksi enzym dalam merubah substar per satuan waktu)
a. Multi point kinetic
Pembacaan absorbansi lebih dari dua kali
Contoh pemeriksaan: enzim (SGOT, SGPT, ALP, LDH)
Rumus umum pada metode Multi point kinetic:
Kadar = (A/menit) x Faktor
b. Fix two point kinetic
Pembacaan absorbansi pada awal dan akhir reaksi
Contoh pemeriksaan: kreatinin jaffe, CKMB
Rumus umum pada metode Fix two point kinetic:
(𝐴2−𝐴1)𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar = (𝐴2−𝐴1)𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

Pada kedua jenis pengukuran tersebut digunakan BLANKO


Macam – macam blanko:
1. Blanko udara:
mengenolkan alat saat kuvet dalam keadaan kosong
2. Blanko aquadest / air:
mengenolkan alat dengan menggunakan Aquadest
3. Blanko reagen:
ikstinsi sebenarnya dari larutan reagen yang mengandung konstituen
pemeriksaan tanpa penambahan sampel
4. Blanko sampel:
ikstinsi sebenarnya dari larutan reagensia yang mengandung sampel
tanpa penambahan reagensia starter
Reagensia starter: larutan pereaksi/ reagensia yang menjalankan reaksi
yang spesifik
Contoh: NaNO3 pada pemeriksaan Bilirubin

Selain menggunakan blanko, juga digunakan larutan Standart (berfungsi untuk


standarisasi absorban)
PEMERIKSAAN KIMIA DARAH

Tujuan pemeriksaan kimia darah adalah untuk mengetahui hasil pemeriksaan


kimia darah secara kuantitatif ( ketepatan nilai )
Sampel yang digunakan: serum / plasma

Perbedaan serum dan plasma:


Perbedaan serum dan plasma dapat dilihat dari komposisinya dan cara
pembuatannya

a. Komposisi
Serum Plasma
Tidak mengandung antikoagulan Mengandung antikoagulan
Tidak mengandung fibrinogen Mengandung fibrinogen
Kemungkinan hemolisis besar Kemungkinan terjadi hemolisis kecil
Serotinin tinggi Tidak mengandung serotinin

b. Cara pembuatan
Serum Plasma
Lakukan pengambilan darah vena Lakukan pengambilan darah vena
sebanyak 3x volume serum yang sebanyak 3x volume plasma yang
dibutuhkan dibutuhkan
Diamkan darah sampai membeku Darah ditampung dalam wadah
pada suhu kamar selama 30 menit berisi anti koagulan yang sesuai
Lakukan pemusingan selama 10- 15
menit pada kecepatan 3000 rpm
Pemisahan serum dilakukan dengan
mikropipet dan bebas dari eritrosit,
dengan catatan:
- Tidak boleh dilakukan Campur darah dan antikoagulan
pemusingan ulang terhadap perlahan – lahan dan merata
sampel yang sama, karena per
ubahan rasio cairan plasma Segera lakukan pemusingan 10 – 15
terhadap sel dapat menit dengan kecepatan 3000 rpm
mempengaruhi konsentrasi
analit, sehingga menyebabkan Pisahkan plasma dari sel darah
kesalahan pada analisis
- Serum yang tidak dapat
dikerjakan dalam 24 jam dapat
disimpan sesuai stabilitas
pemeriksaan

10
Sumber kesalahan pada persiapan sampel:

1. Hemolisis
Definisi:
Pecahnya eritrosit disertai keluarnya zat – zat yang tekandung didalamnya,
sehingga serum/ plasma tampak kemerahan dan dapat menyebabkan
kesalahan dalam analisis
Cara pencegahan:
a. Alat yang digunakan dissposible
b. Punksi vena yang dilakukan harus benar dan segera berhasil
c. Saat memasukkan darah ke dalam tabung/ vial, alirkan perlahan –
lahan melalui dinding tabung/ vial dan tidak boleh disemprotkan
d. Segera dilakukan pemisahan

2. Ikterik
Definisi:
Serum yang berwarna kuning coklat akibat adanya hiperbilirubinemia
(peningkatan kadar bilirubin dalam darah )
Serum ikterik dapat mempengaruhi pengukuran pada panjang gelombang
400 – 500 nm akibat warna kuning coklat dari spesimen, sehingga tidak
mampu dibaca oleh fotometer

3. Lipemik
Definisi: serum yang keruh, putih/ seperti susu karena hiperlipidemia
(peningkatan kadar lemak dalam darah) atau adanya kontaminasi bakteri.
Makanan yang baru dikonsumsi, terutama yang mengandung lemak dan
karbohidrat dapat menyebabkan lipemia ( peningkatan kadar lemak darah
untuk sementara )

Persiapan pasien untuk pemeriksaan kimia darah:

1. Puasa 10 – 12 jam
2. Pengambilan darah dilakukan dengan posisi pasien duduk
3. Pengobatan yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, dihentikan
sebelum pemeriksaan
12
SPESIMEN / BAHAN PEMERIKSAAN

A. Persiapan Bakan Pemeriksaan


1. Secara Umum, persiapan pasien dalam keadaan basal
a. Sebaiknya pagi antara jam 07.00 – 09.00
b. Untuk pemeriksaan tertentu, pasien harus puasa selama 8 – 12 jam
sebelum dilakukan pemeriksaan ( lihat Tabel 1 )
Tabel 1
Pemeriksaan yang Harus Puasa

Glukosa Puasa 10 – 12 jam


TTG ( Test Toleransi Glukosa ) Puasa 10 – 12 jam
Glukosa Kurva Harian Puasa 10 – 12 jam
Trigliserida Puasa 12 jam
Asam Urat Puasa 10 – 12 jam
VMA Puasa 10 – 12 jam
Renin ( PRA ) Puasa 10 – 12 jam
Insulin Puasa 8 jam
C Peptide Puasa 8 jam
Gastrin Puasa 12 jam
Aldosteron Puasa 12 jam
Homocycteine Puasa 12 jam
Lp (a) Puasa 12 jam
PTH Intact Puasa 12 jam
Apo A1 Dianjurkan puasa 12 jam
Apo B Dianjurkan puasa 12 jam

c. Menghindari obat – obatan sebelum spesimen diambil


1) Spesimen darah: tidak minum obat 4 – 24 jam sebelumnya
2) Spesimen urine: tidak minum obat 48 – 72 jam sebelumnya
3) Apabila tidak memungkinkan penghentian pemberian obat, maka
hal tersebut harus diinformasikan pada petugas laboratorium
Contohnya: Pasien minum obat antidiabetes sebelum pemeriksaan
2 jam PP
d. Menghindari aktifitas fisik / olah raga sebelum spesimen diambil
e. Memperhatikan efek postur
Untuk menormalkan keseimbangan cairan tubuh dari posisi berdiri ke
posisi duduk, dianjurkan pasien dududk tenang sekurangkurangnya 15
menit sebelum diambil darahnya
f. Memperhatikan variasi diurna
Pemeriksaan yang dipengaruhi variasi diurna, perlu diperhatikan
waktu pengambilan darahnya, antara lain pemeriksaan ACTH, Renin,
dan aldosteron
2. Faktor pada pasien yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan kimia
darah
a. Diet
Makanan-minuman dapat mempengeruhi hasil beberapa jenis
pemeriksaan baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya:
1) Gula darah dan Trigliserid
Pemeriksaan ini dipengaruhi secara langsung oleh makanan dan
minuman.
Karena pengaruhnya sangat besar, maka pada pemeriksaan gula
darah puasa, pasien perlu dipuasakan 10-12 jamsebelum diambil
darahnya, dan pada pemeriksaan Trigliserid pasien perlu
dipuasakan sekurangkurangnya 12 jam
2) Pemeriksaan LED, aktivitas enzim, besi, dan trace element
Pemeriksaan ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh makan dan
minuman karena akan mempengaruhi reaksi dalam proses
pemeriksaan sehingga hasilnya menjadi tidak benar
b. Obat –obatan
Obat – obatan yang diberikan baik secara oral maupus secara lainnya
akan menyebabkan respon tubuh terhadap obat tersebut. Pemberian
obat secara intra muskular akan menimbulkan jejas pada otot
sehingga mengakibatkan enzim yang terkandung dalam otot masuk ke
dalam darah, yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil pemeriksaan,
antara lain Creatin Kinase ( CK ) dan Lactic Dehydrogenase ( LDH )
Obat – obatan yang sering digunakan dan dapat mempengaruhi
pemeriksaan dapar dilihat pada tabel 2
c. Merokok
Merokok memyebabkan terjadinya perubahan cepat atau lambat pada
kadar zat tertentu yang diperiksa. Perubahan cepat terjadi dalam 1
jam hanya dengan merokok 1 – 5 batang dan terlihat akibatnya
berupa peningkatan kadar asam lemak, epinefrin, gliserol bebas, dan
kortisol
d. Alkohol
Konsumsi alkohol juga menyebabkan perubahan cepat dan lambat
beberapa kadar analit. Perubahan cepat terjadi dalam waktu 2-4 jam
setelah konsumsi alkohol dan terlihat akibatnya berupa peningkatan
kadar Glukosa, laktat, asam urat, dan terjadinya asidosis metabolik.
Perubahan lambat berupa peningkatan aktifitas r-glutamil transferase,
AST, ALT, trigliserid, kortisol, dan MCV (Mean Corpuscular Volume) sel
darah merah
e. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik dapat menyebabkan terjadinya shift volume antara
kompartemen di dalam pembuluh darah dan interstitial, kehilangan
14
cairan karena berkeringat dan perubahan kadar hormon. Akibatnya
akan terdapat perbedaan yang besar antara kadar gula dalam darah
arteri dan vena serta terjadi perubahan konsentrasi gas darah, kadar
asam urat, kreatinin, aktivitas CK, AST, LDH, LED, Hb, Hitung sel
darah, dan produksi urine.
f. Ketinggian/ altitude
Beberapa parameter pemeriksaan menunjukkan perubahan yang nyata
sesuai dengan tinggi rendahnya daratan terhadap permukaan laut.
Parameter tersebut adalahCRP, β2-globulin, hematokrit, hemoglobin,
dan asam urat.
Adaptasi terhadap perubahan ketinggian daratan memerlukan wahtu
harian hingga berminggu-minggu
g. Demam
Saat demam akan terjadi:
1) Peningkatan gula darah pada tahap permulaan dengan akbat
terjadi peningkatan kadar insulin yang akan menyebabkan
terjadinya penurunan kadar gula darah lebih lanjut
2) Terjadi penurunan kadar kolesterol dan trigliserida pada awal
demam karena terjadi peningkatan metabolisme lemak dan terjadi
peningkatan asam lemak bebas dan benda=benda keton karena
penggunaan lemak yang meningkat pada demam yang sudah lama
h. Trauma
Trauma dengan luka perdarahan akan menyebabkan antara lain
terjadinya penurunan kadar substrat maupun kadar enzim yang akan
diukur, termasuk kadar Hb, hematokrit, dan produksi urin. Hal ini
disebabkan terjadinya pemindahan cairan tubuh ke dalam pembuluh
darah sehingga mengakibatkan terjadinya pengenceran darah. Pada
tingkat lanjut akan terjadi peningkatan kadar ureum, kreatinin, serta
enzim – enzim yang berasal dari otot
i. Variasi Circadian Rythme
Pada tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu dalam
tubuh dari waktu ke waktu yang disebut dengan variasi circadian
rythme. Perubahan kadar zat yang dipengaruhi waktu dapat bersifat
linier ( garis lurus ) seperti umur, dan dapat bersifat siklus seperti
siklus harian ( variasi diurnal ), siklus bulanan ( menstruasi ), dan
musiman.
Variasi diurnal yang terjadi antara lain:
1) Besi serum. Kadar besi serum yang diambil pada sore hari akan
lebih tinggi daripada pagi hari
2) Glukosa. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi hari,
sehingga bila test toleransi glukosa dilakukan pada siang hari,
maka hasilnya akan lebih tinggi daripada yang dilakukan pada
pagi hari
j. Umur
Umur berpengaruh terhadap kadar dan aktivitas zat dalam darah.
Contohnya: ALP, kolesterol total dan kolesterol LDL akan berubah
dengan pola tertentu sesuai dengan pertambahan umur

k. Ras
Contoh: jumlah leukosit dan aktivitas CK pada orang kulit hitan
Amerika lebih rendah daripada orang kulit putihnya.
l. Jenis Kelamin / Gender
Berbagai kadar dan aktivitas zat dipengaruhi oleh jenis kelamin
m. Kehamilan
Bila pemeriksaan dilakukan pada pasien hamil, saat
menginterpretasikan hasil pemeriksaan perlu mempertimbangkan
masa kehamilan wanita tersebut. Pada kehamilan akan terjadi
hemodilusi ( pengenceran darah ) yang dimulai pada minggu ke 10
kehamilan dan terus meningkat sampai minggu ke 35 kehamilan

B. Pengambilan Bahan Pemeriksaan


1. Peralatan
Secara umum peralatan yang digunakan harus memenuhi syarat-
syarat:
a. Bersih
b. Kering
c. Tidak mengandung bahan kimia atau deterjen
d. Terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat yang ada pada
spesimen
e. Mudah dicuci dari bekas spesimen sebelumnya
f. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan biakan harus
menggunakan peralatan yang steril. Pengambilan spesimen
yang bersifat invasif harus menggunakan peralatan yang steril
dan sekali pakai buang.
2. Wadah
Wadah spesimen harus memebuhi syarat:
a. Terbuat dari gelas atau plastik
Untuk spesimen darah harus terbuat dari gelas
b. Tidak bocor atau tidak merembes
c. Harus dapat ditutup dengan tutup berulir
d. Besar wadah disesuaikan dengan volume spesimen
e. Bersih
f. Kering
g. Tidak mempengaruhi sifat zat-zat dalam spesimen
h. Tidak mengandung bahan kimia atau deterjen
i. Untuk pemeriksaan zat dalam spesimen yang mudah rusak atau
terurai karena pengaruh sinar matahari, maka perlu digunakan
botol berwarna coklat ( inaktinis )
j. Untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman, wadah
harus steril
16
k. Untuk wadah spesimen urine, sputum, tinja, sebaiknya
menggunakan wadah yang bermulut lebar

3. Pengawet
Pengawet adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam sampel agar
analit yang akan diperiksa dapat bertahankan kondisi dan jumlahnya
untuk kurun waktu tertentu
Kesalahan dalam pemberian bahan tambahan tersebut dapat
mempengatuhi hasil pemeriksaan
Bahan tanbahab yang dipakai harus memenuhi persyaratan, yaitu tidak
mengganggu atau mengubah kadar zat yang diperiksa

Tabel. 2
Spesimen dengan jenis antikoagulan/ pengawet dan wadah yang
dipakai untuk beberapa spesimen laboratorium dengan stabilitasnya
Jenis Spesimen Antikoagulan
Stabilitas
Pemeriksaan Jenis Jumlah / Pengawet
20 - 25°C ( 3 hari )
NaF-Oksalat
4°C ( 7 hari )
Darah 2 ml 4,5mg/ml
Gula Darah -20°C ( 30 hari )
darah
Serum 2 ml - 2-8°C ( 7 hari )
20 - 25°C ( 6 hari )
Kolesterol Serum 1 ml - 4°C ( 6 hari )
-20°C ( 6 bulan )
Bilirubin Serum 1 ml - Segera mungkin
20 - 25°C ( 5 hari )
Amilase Serum 1 ml - 4°C ( 5 hari )
-20°C ( 7 hari )
20 - 25°C ( 5 hari )
Asam Urat Serum 1 ml - 4°C ( 5 hari )
-20°C (6 bulan)
20 - 25°C ( 24 jam )
Lipase Serum 1 ml - 4°C ( 5 hari )
-20°C ( 3 tahun)
20 - 25°C ( 6 hari )
Protein Total Serum 1 ml - 4°C ( 6 hari )
-20°C ( 10 hari )
20 - 25°C ( 14 hari )
Na, K, Cl Serum 1 ml -
4°C ( 14 hari )
20 - 25°C ( > 7 hari
Fosfatase aktivitas turun 1% )
Serum 1 ml -
Alkali 4°C ( 7 hari )
-20°C ( 7 hari )
20 - 25°C ( 10 hari )
Kalsium Serum 1 ml -
4°C ( 10 hari )
4°C ( 24 jam )
Kreatinin Serum 1 ml -
-20°C ( 8 bulan )
20 - 25°C (7 hari )
γ - Glutamil
Serum 1 ml - 4°C ( 7 hari )
Transferase
-20°C ( 7 hari )
20 - 25°C ( > 3 hari
aktivitas turun 10% )
GOT / GPT Serum 1 ml - 4°C (> 3 hari aktivitas
turun 8%)
-20°C ( 7 hari )
4. Waktu
Pada umumnya pengambilan spesimen untuk pemeriksaan kimia klinik
dilakukan pada pagi hari, karena umumnya nilai normal ditetapkan
pada keadaan basal

5. Lokasi
Sebelum mengambil spesimen, harus ditetapkan dulu lokasi
pengambilan yang tepat sesuai dengan jenis pemeriksaan yang
diminta; misalnya:
a. Spesimen untuk darah vena, umumnya diambil dari v.cubiti di
daerah siku. Spesimen darah arteri umumnya diambil dari A radialis
di pergelangan tangan atau A. femoralis di daerah lipat paha.
Spesimen darah kapiler diambil dari ujung jari tengah tangan atau
jari jari manis tangan bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3
bagian tepi telapak kaki atau cuping telinga pada bayi. Tempat
yang dipilih tidak boleh memperlihatkan gangguan peredaran darah
seperti cyanosis atau pucat
Sampel untuk pemeriksaan Gas Darah berupa darah heparin yang
diambil dari pembuluh arteri dan kapiler
b. Spesimen untuk pemeriksaan biakan harus diambil di tempat yang
sedang mengalami infeksi, kecuali darah dan cairan otak

6. Volume
Volume spesimen yang diambil harus mencukupi kebutuhan
pemeriksaan lab yang diminta atau dapat mewakili objek yang
diperiksa.
7. Teknik
Pengambilan spesimen harus dilaksanakan dengan cara yang benar
agar spesimen tersebut mewakili keadaan yang sebenarnya
a. Darah Vena
1) Posisi lengan pasien harus lurus, jangan membengkokkan siku.
Pilih lengan yang banyak melakukan aktivitas
2) Pasien diminta untuk mengepalkan tangan
3) Pasang torniquet ±10 cm di atas siku
4) Pilih vena bagian median cubital atau chepalic
5) Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darahnya dengan
alkohol 70% dan biarkan kering untuk mencegah terjadinya
hemolisis dan rasa terbakar. Kulit yang sudah dibersihkan jangan
dipegang lagi
18
6) Tusuk bagian vena tadi dengan lubang jarum menghadap ke
atas dengan sudut kemiringan antara jarum dan kulit 15° ( bila
menggunakan tabung vakum, tekan tabung vakum sehingga
vakumnya bekerja dan darah terisap ke dalam tabung ) Bila
jarum berhasil masuk vena, akan terlihat darah masuk ke dalam
semprit. Bila darah tidak keluar, ganti posisi penusukan ( bila
terlalu dalam, tarik sedikit dan sebaliknya), usahakan darah
dapat keluar dengan satu kali tusuk.
7) Setelah volume darah dianggap cukup, lepaskan torniquet dan
pasien diminta membuka kepalan tangannya. Volume darah yang
diambil ±3 kali jumlah serum / plasma yang dibutuhkan untuk
pemeriksaan
8) Lepaskan/ tarik jarum dan segera letakkan kapas alkohol 70% di
atas bekas tusukan untuk menekan bagian tersebut selama ±2
menit. Setelah darah berhenti, plester bagian ini selama ±15
menit. Jangan menarik jarum sebelum torniquet dibuka.

Kesalahan – kesalahan dalam pengambilan darah vena:


1) Mengenakan torniquet terlalu lama dan terlalu keras, sehingga
mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi
2) Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol
3) Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terpisah penuh,
sehingga mengakibatkan masuknya udara ke dalam tabung dan
merusak sel darah merah
4) Pada saat memindahkan darah ke tabung lain ( atau dari spuit ke
tabung ), terlalu cepat atau spesimen dikocok ( busa atau
gelembung darah )dapat mengakibatkan hemolisis

b. Darah Kapiler
1) Bersihkan bagian yang akan ditusuk dengan alkohol 70% dan
biarkan sampai kering lagi
2) Pegang bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan sedikit
supaya rasa nyeri berkurang
3) Tusuklah dengan cepat memakai lancet steril. Pada jari, tusuklah
dengan arah tegak lurus pada garis – garis sidik kulit, jangan
sejajar. Pada daun telinga, tusuklah pinggirnya, jangan sisinya.
Tusukan harus cukup dalam supaya darah mudah keluar, jangan
menekan-nekan jari atau telinga untuk mendapar cukup darah.
Darah yang diperas keluar semacam itu telah bercampur dengan
cairan jaringansehingga menjadi encer dan menyebabkan
kesalahan dalam pemeriksaan
4) Buangklah tetesan darah yanbg pertama keluar dengan
menggunakan segumpal kapas kering, tetes darah berikutnya
boleh dipakai untuk pemeriksaan

Kesalahan – kesalahan dalam pengambilan darah kapiler:


1) Mengambil darah dari tempat yang memperlihatkan adanya
gangguan peredaran darah, seperti: vasokonstriksi ( pucat ).
Vasodilatasi ( oleh radang, trauma, dsb ), kongesti, atau adanya
cyanosis setempat
2) Tusukan yang kurang dalam, sehingga darah harus diperas
keluar
3) Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol
4) Tetes darah pertama dipakai untuk pemeriksaan
5) Tejadi bekuan pada tetesan darah karena terlalu lambat bekerja

C. Pemberian Identitas
Pemnerian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal yang penting,
baik pada saat pengisian surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan,
pendaftaran, pengisian label wadah spesimen

Pada surat pengantar formulir pemeriksaan laboratorium sebaiknya memuat


secara lengkap:
1. Tanggal permintaan
2. Tanggal dan jam pengambilanspesimen
3. Identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin, alamat/ruang ) termasuk
rekam medik
4. Identitas pengirim ( nama, alamat, nomor telepon )
5. Nomor laboratorium
6. Diagnosis/ keterangan klinik
7. Obat – obatan yang sudah duberikan dan lama pemberian
8. Pemeriksaan laboratorium yang diminta
9. Jenis spesimen
10. Lokasi pengambilan spesimen
11. Volume spesimen
12. Transpor media/ pengawet yang diberikan
13. Nama pengambil spesimen

Label wadah spesimen yang akan diambil/ dikirim ke laboratorium harus


memuat:
1. Tanggal pengambilan spesimen
2. Nama dan Nomor pasien
3. Jenis Spesimen

Bagi pasien yang datang sendiri ke laboratorium, berlaku persyaratan surat


pengantar butir 1, 3, 4, 6, 7, 8, 11

D. Pengolahan Bahan Pemeriksaan


1. Serum
a. Biarkan darah membeku terlebih dulu pada suhukamar selama 20 –
30 menit, kemudian disentrifus 3000 rpm selama 5 – 15 menit

20
b. Pemisahan serum dilakukan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan
spesimen
c. Serum yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan keruh (
lipemik )

2. Darah EDTA
- Sediakan botol atau tabung berisi 2 mg EDTA
- Alirkan 2 ml darah vena ke dalam botol tersebut dari semprit tanpa
jarum
- Tutuplah botol/ tabung dan dengan segera homogenkan selama 60
detik atau lebih
Ambil darah untuk pemeriksaan langsung dari botol/ tabung
tersebut, tutuplah botol segera. Bila pemeriksaan tidak dapat
dilakukan segera, simpanlah botol/ tabung itu dalam almari es,
biarkan suhu kamar terlebih dahulu sebelum darah tersebut
diperiksa
3. Plasma
a. Kocok darah EDTA atau citrat dengan segera secara perlahan
b. Pemisahan plasma dilakukan dalam waktu 2 jam setelah
pengambilan spesimen
c. Plasma yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan
keruh (lipemik)

E. Penyimpanan dan Pengiriman Spesimen


1. Penyimpanan
Spesimen yang sudah diambil harus segera dikirim ke laboratorium untuk
diperiksa karena stabilitasnya dapat berubah
Faktor – faktor yang mempengaruhi stabilitas spesimen antara lain:
a. Terjadi kontaminasi oleh kuman dan bahan kimia
b. Terjadi metabolisme oleh sel hidup pada spesimen
c. Terjadi penguapan
d. Pengaruh suhu
e. Terkena paparan sinar matahari

Beberapa spesimen yang tidak langsung diperiksa dapat disimpan dengan


memperhatikan jenis pemeriksaan yang akan diperiksa. Ppenyimpanan
masing – masing spesimen harus memperhatikan jenis spesimen,
antikoagulan/pengawet, wadah serta stabilitasnya.
Beberapa cara penyimpanan spesimen:
a. Disimpan pada suhu kamar
b. Disimpan pada almari es suhu 2 – 8 °C
c. Dibekukan pada suhu -20°C, -70°C atau -120°C
d. Dapat diberikan bahan pemgawet
e. Penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum atau
lisat

2. Pengiriman
Spesimen yang akan dikirim ke laboratorium lain, sebaiknya dikirim dalam
bentuk yang relatif stabil, untuk itu perlu diperhatikan persyaratan
pengiriman spesimen, antara lain:
a. Waktu pengiriman jangan sampai melampaui masa stabilitas spesimen
b. Tidak terkena sinar matahari langsung
c. Kemasan harus memenuhi syarat keamanan kerja laboratoriium,
termasuk pemberian label yang bertuliskan “Bahan Pemeriksaan
Infeksius” atau “ Bahan Pemeriksaan Berbahaya”
d. Suhu pengiriman harus memenuhi syarat
e. Penggunaan media transpor untuk pemeriksaan mikrobiologi

22
Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Kesehatan Bidang Kimia Klinik

Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium kesehatan adalah semua


kegiatan yang digunakan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan
laboratorium.
Laboratorium Kesehatan (Labkes) adalah sarana kesehatan yang
melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari
manusia atau bahan bukan berasal dari untuk penentuan jenis penyakit, kondisi
kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan
masyarakat.
Sebagai bagian yang integral dari pelayanan kesehatan, pelayanan
laboratorium sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan berbagai program dan upaya
kesehatan, dan dimanfaatkan untuk keperluan penegakan diagnosis, pemberian
pengobatan dan evaluasi hasil pengobatan serta pengambilan keputusan lainnya.
Mutu pelayanan di laboratorium berkaitan dengan data hasil uji analisa
laboratorium. Laboratorium dikatakan bermutu tinggi apabila data hasil uji laboratorium
tersebut dapat memuaskan pelanggan dengan memperhatikan aspek-aspek teknis
seperti precision and accuracy atau ketepatan dan ketelitian yang tinggi dapat dicapai
dan data tersebut harus terdokumentasi dengan baik sehingga dapat dipertahankan
secara ilmiah.
Untuk mencapai mutu hasil laboratorium yang memiliki ketepatan dan ketelitian
tinggi maka seluruh metode dan prosedur operasional laboratorium harus terpadu mulai
dari perencanaan, pengambilan contoh uji, penanganan, pengujian sampai pemberian
laporan hasil uji laboratorium ke pelanggan. Mutu suatu produk atau jasa bukan hanya
penting bagi pemakai namun juga bagi pemasok. Pada pelayanan jasa laboratorium
kesehatan rendahnya mutu hasil pemeriksaan pada akhirnya akan menimbulkan
penambahan biaya untuk kegiatan pengerjaan ulang dan klaim dari jasa pelanggan.
Untuk menanggulangi biaya kompensasi yang berasal dari rendahnya mutu hasil
pemeriksaan laboratorium tersebut diperlukan suatu usaha peningkatan mutu.

Pemantapan Mutu Internal (PMI)


Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan
pengawasan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium
secara terus menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.
a. Cakupan Objek PMI
1) Tahap pra-analitik
2) Tahap analitik
3) Tahap pasca-analitik
b. Tujuan
1) Memantapkan dan menyempurnakan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis ;
2) Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga tidak terjadi mengeluarkan hasil yang
salah dan perbaikan kesalahan dapat dilakukan segera ;
3) Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien, pengambilan
spesimen, pengiriman spesimen, penyimpanan serta pengolahan spesimen
sampai dengan pencatatan dan pelaporan hasil telah dilakukan dengan benar ;
4) Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumbernya :
5) Membantu perbaikan pelayanan pasien melalui peningkatan PMI.
Pemantapan Mutu Internal (PMI) dilakukan sendiri olah laboratorium klinik yang
bersangkutan untuk mengendalikan mutu analisisnya setiap hari. PMI meliputi
pemantapan presisi dan pemantapan akurasi.
a. Presisi
Presisi atau ketelitian adalah kesesuaian atau kemiripan hasil-hasil
pemeriksaan berulang pada satu bahan pemeriksaan. Presisi dinyatakan dalam
koevisien variasi (CV) dalam bentuk persen, dimana semakin kecil nilai CV berarti
semakin baik.
b. Akurasi
Akurasi atau ketepatan adalah kesesuaian antara hasil pemeriksaan dengan
“nilai benar/sebenarnya” (True Value). Penilaian akurasi tidak harus selalu tepat sama
dengan (True Value) karena ada rentang nilai yang bisa digunakan sebagai standar.
Rentang nilai (range) tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan berulang yang
dihitung secara statistik berdasarkan standar deviasi (SD) dimana akurasi dianggap
bagus jika hasil pemeriksaan berada pada ± 2 SD.
Untuk melakukan pemeriksaan akurasi biasanya digunakan bahan kontrol yang
nilainya sudah diketahui dan didapatkan dari perusahaan reagen yang digunakan
dalam pemeriksaan.
Pada pemeriksaan kimia klinik , bahan pemeriksaan yang digunakan adalah
serum atau plasma. Perbedaan serum dengan plasma terletak pada pengolahan
darah yang telah diambil. Untuk pembuatan serum, darah tidak perlu dicampur
dengan antikoagulan, sedangkan untuk membuat plasmaterlebih dahulu darah harus
dicampur dengan antikoagulan.
Interpretasi hasil pemantapan mutu biasanya dianalisis menggunakan
aturan “Westgard Multirule System” yang merupakan cara untu mengambul
keputusan/kesimpulan dari hasil pelaksanaan PMI. “Westgard Multirule
System” dapat mendeteksi adanya kesalahan dengan ketentuan yang sangat sensitif
untuk kesalah acak maupun kesalahan sistematik.
Aturan “Westgard Multirule System” meliputi 12S, 13S, 22S, R4S, 41S, dan 10x,
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) 12S
Ketentuan peringatan, dimana terdapat 1 kontrol berada lebih dari ± 2SD (masih
terdapat di daerah ± 3SD), dikategorikan sebagi warning (tidak untuk menolaksuatu
proses pemeriksaan, perlu analisis lebih seksama).
2) 13S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol (out of
control), apabila hasil pemeriksaan satu bahan kontrol melewati batas x ± 3SD.
Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan adanya kesalahan acak.

24
3) 22S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila hasil
pemeriksaan 2 kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama yaitu x +2SD atau x
–2SD. Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan adanya kesalahan
sistematik.
4) R4S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila perbedaan
antara 2 hasil kontrol yang berturut-turut melebihi 4 SD (satu kontrol diatas +2SD,
lainnya dibawah -2SD). Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan
kesalahan acak.
5) 41S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 4 kontrol
berturut-turut keluar dari batas yang sama baik x +SD maupun x –SD. Merupakan
“ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan acak dan sistematik.
6) 10 X
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 10 kontrol
berturut-turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah. Merupakan “ketentuan
penolakan” yang mencerminkan kesalahan sistematik.
Aturan ini mendeteksi gangguan ketelitian (kesalahan acak) yaitu 13S, R4S atau
gangguan ketepatan (kesalahan sistematik) yaitu 22S, 41S, 10 x, 13S.

Dalam proses analisis dikenal 3 jenis kesalahan :


1) Inherent random error, merupakan kesalahan yang hanya disebabkan oleh limitasi
metodik pemeriksaan.
2) Systematik shift (kesalahan sistematik), yaitun kesalahan yang terus-menerus dengan
pola yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh standar kalibrasi atau instrumentasi
yang tidak baik. Kesalahan ini berhubungan dengan akurasi.
3) Random error (kesalahan acak), yaitu kesalahan dengan pola yang tidak tetap.
Penyebab kesalahan ini adalah ketidak-stabilan, misalnya pada penangas air,
reagen, pipet dan lain-lain.kesalahan ini berhubungan dengan presisi.

Sumber
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman PraktekLaboratorium
Kesehatan. Jakarta : Direktorat Laboratorium Kesehatan.
Muslim,Muhamad dan Kuntjoro, Tjahjono. 2001. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.
PEMERIKSAAN GLUCOSE GOD FS*

TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui prinsip pemeriksaan Glukosa pada sampel
serum.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Glukosa pada sampel
serum.
b. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil dari pemeriksaan Glukosa
pada sampel serum.

METODE
“ GOD-PAP “ : Uji Fotometri Enzimatis

PRINSIP
Penentuan glukosa setelah oksidasi enzimatik oleh oksidase glukosa. Indikator
kolorimetri yang digunakan adalah quinoneimine, yang dihasilkan dari 4-
aminoantipyrine dan phenol oleh hidrogen peroksida pada aksi katalis
peroksidase.

DESKRIPSI
Glukosa dibentuk dari hasil penguraian karbohidrat dan perubahan glikogen dalam
hati. Pemeriksaan glukosa darah adalah prosedur skrining yang menunjukan
ketidakmampuan sel pankreas memproduksi insulin, ketidakmampuan usus
halus mengabsorpsi glukosa, ketidakmampuan sel mempergunakan glukosa
secara efisien, atau ketidakmampuan hati mengumpulkan dan memecahkan
glikogen.

ALAT DAN BAHAN


Alat:
 Mikropipet + tip
 Spektrofotometer
 Tabung serologi
 Rak tabung
 Beaker glass
26
Bahan:
 Reagen
Buffer Phospate pH 7,5 250 mmol/L
Phenol 5 mmol/L
4-aminoantipyrine 0,5 mmol/L
Glucose Oxidase ( GOD ) ≥ 10 kU/L
Peroxidase ( POD ) ≥ 1 kU/L

CARA KERJA

Blanko Sampel
Sampel -
Blanko -
Reagent
Campur, inkubasi 20 menit pada suhu 20⁰C-25⁰C atau 10 menit pada 37⁰C.
Baca Absorbansi Sampel dan Blanko dalam waktu maksimal 60 menit

Perhitungan:
𝐴𝑏𝑠.𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
Kadar Glukosa = 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴𝑏𝑠.𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

INTERPRETASI HASIL

mg/dL mmol/L

Baru Lahir :

Janin 53-158 3.5-8.8


1 jam 36-99 2.0-5.5

2 jam 36-89 2.2-4.9


5-14 jam 34-77 1.9-4.3
10-28 jam 46-81 2.6-4.5
44-52 jam 48-79 2.7-4.4

Anak-Anak

1-6 tahun 74-127 4,1-7.0

7-19 tahun 70-106 3.9-5.9


Dewasa ( Plasma ) 70-115 3.9-6.4

28
Implikasi klinik:
• Peningkatan gula darah (hiperglikemia) atau intoleransi glukosa (nilai
puasa > 120 mg/dL) dapat menyertai penyakit cushing (muka bulan), stres
akut, feokromasitoma, penyakit hati kronik, defisiensi kalium, penyakit
yang kronik, dan sepsis.
• Kadar gula darah menurun (hipoglikemia) dapat disebabkan oleh kadar
insulin yang berlebihan atau penyakit Addison.
• Obat-obat golongan kortikosteroid dan anestetik dapat meningkatkan kadar
gula darah menjadi lebih dari 200 mg/dL.
• Bila konsentrasi glukosa dalam serum berulang-ulang > 140 mg/dL, perlu
dicurigai adanya diabetes mellitus.
• Dengan menghubungkan konsentrasi serum glukosa dan adanya glukosa pada
urin membantu menentukan masalah glukosa dalam ginjal pasien.

Faktor pengganggu:
• Merokok meningkatkan kadar glukosa
• Perubahan diet (misalnya penurunan berat badan) sebelum pemeriksaan
dapat menghilangkan toleransi karbohidrat dan terjadi “false diabetes”
• Kadar glukosa normal cenderung meningkat dengan penambahan umur
• Penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang dapat menyebabkan glukosa
meningkat secara signifikan pada jam kedua atau spesimen darah
berikutnya
• Penyakit infeksi dan prosedur operasi mempengaruhi toleransi glukosa. Dua
minggu setelah pulih merupakan waktu yang tepat untuk mengukur kadar
glukosa
PROFIL LIPID
( PENENTUAN KADAR KOLESTEROL, TRIGLISERIDA, HDL & LDL )

TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui kadar kolesterol dalam darah.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan kadar trigliserida darah.
3. Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan HDL dan LDL darah.

TINJAUAN PUSTAKA
Kolesterol adalah molekul yang ditemukan dalam sel. Merupakan sejenis atau lipid yang
merupakan molekul atau yang menyerupai. Kolesterol adalah sejenis lipid yang disebut
steroid. Steroid adalah lipid yang memiliki struktur kimia khusus. Struktur ini terdiri dari 4
cicin atom karbon. Semua hormon steroid terdapat dari perubahan struktur dasar kimia
kolesterol. ( Ganong, 2012 )
Total kolesterol menunjukkan jumlah antara HDL kolesterol, LDL kolesterol dan
trigliserida. Jika kadar kolesterol total melebihi 240 mg/dl (6,21 mmol/L ). Pasien harus
waspada terhadap penyakit jantung. Pada kadar kolesterol yang tinggi tidak otomatis
menandakan adanya bahaya kolesterol karena bisa saja yang tinggi adalah HDL kolesterol (
kolesterol baik ) yang justru bermanfaat bagi kesehatan. Normalnya nilai kolesterol dalam
darah adalah 70 – 140 mg tiap 100 ml darah. Kolesterol dapat larut dalam pelarut lemak,
misal ester, kloroform, benzena dan alkohol panas. Endapan kolesterol apabila terdapat
dalam pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah karena dinding
pembuluh darah makin tebal. Hal ini mengakibatkan berkurangnya elastisitas atau
kelenturan pembuluh darah, maka aliran darah terganggu dan untuk mengatasi gangguan
ini jantung harus memompa lebih keras, hal ini berarti jantung bekerja ekstra keras.
Sedangkan apabila mengalami penurunan kadar kolesterol, menyebabkan hipertensi,
kelaparan dan malabsorbsi. ( Adisty, 2012 )
Kolesterol hanya ditemukan pada lemak hewani. Sumber kolesterol dalam makanan
seperti kuning telur, susu, daging, lemak ( gajih ). Kolesterol yang tinggi bertalian dengan
peningkatan prevalensi penyakit hipertensi. Metabolisme lemak menghasilkan Acetyl – COA.
Dari Acetyl- COA ada jalur metabolisme ke arah sintesa kolesterol melalui asam kynurenat.
Penurunan kadar kolesterol dapat dikurangi dengan cara mengurangi konsumsi lemak
hewani. ( Sediaoetama, 2010 )
HDL ( High Density Lipoprotein ) adalah kompleks lipid dan protein yang didominasi
protein dan berfungsi mengikat kolesterol dan trigliserida dalam sistem sirkulasi darah.
Kolesterol yang berikatan dengan HDL sebagai pembawa memiliki efek positif bagi tubuh,
sehingga disebut kolesterol baik. Kolesterol HDL dapat membersihkan plak yang berada di
arteri dan membawanya ke hati untuk dikeluarkan dan digunakan kembali oleh tubuh. Kadar
HO2-C yang tinggi memberikan efek perlindungan terhadap penyakit kardiovaskuler dari
rendahnya HDL – C ( kurang dari 40 mg/dl ) meningkatkan resiko penyakit jantung. (
sudirman, 2012 )

30
HDL adalah lipoprotein yang mempunyai diameter paling kecil yaitu 5 – 12 nm,
mempunyai densitas 1.063 – 1,21 gram/ml. HDL mengandung 25 – 30 % fosfolipid, 15 – 20
% kolesterol, 3 % trigliserida dan 45 – 59 % protein. ( Adisty, 2012 )
LDL adalah lipoprotein dengan diameter 18 – 30 nm, mempunyai densitas 2.029 – 2.069
/ml. LDL mengandung 35 – 45 kolesterol, 4 % trigliserida, 22 – 25 % fosfolipid dan 22 – 26
% protein. LDL bersikulasi dalam tubuh dibawa ke sel otot, lemak dan sel – sel lainnya.
Pengatur utama kadar kolesterol darah adalah hati, karena sebagian reseptor LDL terdapat
di dalam hati. LDL mengangkut paling banyak kolesterol di dalam darah. LDL disebut juga
kolesterol jahat, karena kadar LDL yang tinggi menyebabkan kolesterol didalam arteri. (
Adisty, 2012 )
Trigliserida adalah lemak darah yang dibawa oleh serum lipoprotein. Trigliserida adalah
penyebab utama penyakit – penyakit arteri dan biasanya dengan kolesterol menggunakan
lipoprotein elektroforesis. Bila terjadi peningkatan konsentrasi trigliserida maka terjadi
peningkatan VLDL, yang menyebabkan hiperlipoprotein. Masukan alkohol dapat
menyebabkan peningkatan sementara kadar trigliserida. ( Adisty, 2012 )
Konsumsi karbohidrat yang tinggi dapat sewaktu – waktu meningkatkan kadar trigliserida
dalam darah, tetapi dapat segera menurun kembali. Jadi tidak benar bahwa untuk
mengurangi kadar trigliserida dalam darah orang harus mengkonsumsi karbohidrat rendah.
Padahal konsumsi karbohidrat tinggi dapat secara tidak langsung mengurangi konsumsi
lemak, sehingga ikut mengendalikan kadar lemak dalam darah. ( Winarno, 2008 )
Trigliserida adalah bentuk lemak lain yang bisa berasal dari makanan atau dibentuk
sendiri oleh tubuh. Trigliserida dalam darah yang normal harus di bawah 150 mg/dl.
Beberapa orang yang mempunyai trigliserida tinggi lantaran penyakit lain atau keturunan.
Apabila merupakan faktor keturunan maka harus segera mengubah gaya hidup. Trigliserida
bukan kolesterol melainkan salah satu lemak yang terdapat dalam darah yang dikemas
dalam bentuk lipoprotein. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi tingginya kadar trigliserida
dalam darah seperti kegemukan, makanan berlemak jenuh tinggi serta minuman beralkohol.
( Ganong, 2012 )
Trigliserida merupakan senyawa hasil kondensasi 1 molekul gliserol dan 3 molekul asam
lemak. Dalam gliserida yang lain yaitu digliserida dan monogliserida hanya terdapat sangat
sedikit pada tanaman. Dalam dunia perdagangan lebih bnyak dikenal digliserida dan
monogliserida yang dibuat dengan sengaja dari hidrolisa tidak lengkap trigliserida dan
banyak dipakai dalam teknologi makanan, misalnya sebagai bahan pengemulsi, penstabil
dan lain lain. Pada kondisi murni, minyak dan lemak tidak mempunyai warna, bau dan rasa.
Dalam larutan alkali trigliserida akan mengalami hidrolisis menjadi komponen penyusunnya
yaitu gliserol dan garam alkali dan lemaknya. ( Ganong, 2012 )

PRINSIP
1. Cholesterol (Metode kolorimetrik enzimatik CHOD-PAP)
Kolesterol ditentukan secara hidrolisis dan oksidasi enzimatik. Indikator kolorimetri
adalah quinoneimine yang dihasilkan dari 4- aminoantipyrine dan fenol dengan
katalisator peroksidase membentuk quinoneimine yang berwarna merah. Intensitas
warna sebanding dengan konsentrasi kolesterol dan dapat ditentukan secara
fotometrik. Absorbansi warna diukur pada panjang gelombang 546 nm.

CHE
Cholesterol ester + H2O Cholesterol + Fatty Acid

CHO
Cholesterol + O2 Cholesterol + Fatty Acid

POD
2H2O2 + 4-aminoantipyrine + phenol Quinoneimein + 4H2O

2. Trigliserida ditentukan setelah hidrolisa enzimatis dengan gliserol kinase dan enzim
oksidase membentuk peroksida. Quinoneimin yang warnanya stabil terbentuk dari
hidrogen peroksida aminophenazone dan chlorophenol dengan katalisator peroxide.

3. Pada pemeriksaan HDL-kolesterol, reagen presipitasi akan mengendapkan Kilomikron,


VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan LDL (Low Density Lipoprotein). Setelah
disentrifuge didapatkan supernatan yang mengandung HDL-kolesterol yang kadarnya
ditentukan dengan reaksi enzimatik CHOD-PAP (menggunakan reagen kolesterol
total).
4. Pada pemeriksaan LDL-kolesterol secara direk, reagen-1 (R1) melarutkan partikel
selain LDL-kolesterol. Reagen-2 (R2) bereaksi dengan partikel LDL-kolesterol
membentuk warna yang intensitasnya setara dengan kadar LDL-kolesterol.

ALAT DAN BAHAN


Alat
- Centrifuge - Spuit injeksi
- Tabung reaksi - Inkubator
- Rak tabung reaksi
- Mikropipet 10 µL
- Mikropipet 1000 µL
- Fotometer
32
Bahan
- Plasma darah
- Reagen kolesterol
- Reagen trigliserida
- Reagen presipitasi HDL
- Reahen LDL kolesterol

CARA KERJA
a. Penentuan kadar kolesterol darah
1) Ambil 3 tabung reaksi dan masing-masing tabung diberi label
“blanko”, “standar”, dan “test”
2) Masing-masing tabung diberi larutan sebagai berikut :

Blanko Standar Test


Reagen 1000 µl 1000 µl 1000 µl
Aquades 10 µl - -
Standar - 10 µl -
Serum - - 10 µl
3) Campuran dalam masing-masing tabung dihomogenkan
4) Campuran diinkubasi pada suhu ruang (20˚-25˚ C) selama 20 menit
5) Masing-masing campuran dituang ke dalam kuvet
6) Absorbansi campuran tadi dibaca dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 546 nm dengan titik nol sebagai blanko
7) Hasil absorbansi dicatat dan dihitung kadar kolesterol total.
8) Perhitungan:
𝐴𝑏𝑠.𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
Kadar Cholesterol= 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴𝑏𝑠.𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

b. Pemeriksaan Trigliserida
1) Ambil 3 tabung reaksi dan masing-masing tabung diberi label
“blanko”, “standar”, dan “test”
2) Masing-masing tabung diberi larutan sebagai berikut :

Blanko Standar Test


Reagen 1000 µl 1000 µl 1000 µl
Aquades 10 µl - -
Standar - 10 µl -
Serum - - 10 µl
3) Campuran dan inkubasi pada suhu ruang (20˚-25˚ C) selama 20 menit
4) Absorbansi campuran tadi dibaca dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 546 nm
5) Hasil absorbansi dicatat dan dihitung kadar kolesterol total.
6) Perhitungan:
𝐴𝑏𝑠.𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
Kadar Cholesterol= 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴𝑏𝑠.𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

c. Pemeriksaan HDL-Kolesterol
Persiapan sampel
1) Pipet ke dalam tabung reaksi 200 L sampel dan 5000 L reagen
presipitasi
2) Campur dan biarkan selama 10 menit pada suhu kamar
3) Sentrifugasi selama 10 menit pada 4000 rpm atau 2 menit pada 12.000
rpm
4) Setelah sentrifugasi, serum harus jernih. Apabila didapatkan serum yang
lipemik, prosedur 1 – 3 diulang dengan terlebihdahulu sampel
diencerkan dengan NaCl 0,9% 1 banding 1, hasil akhir di kalikan 2.

Prosedur pemeriksaan
1) Pipet ke dalam tabung reaksi
Blanko Sampel Standar
Reagen kolesterol 1000 L 1000 L 1000 L
Supernatan - 100 L -
Standar - - 100 L
Aquadest 100 L - -

2) Campur dan inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar atau 5 menit
pada suhu 37oC
3) Absorbansi campuran tadi dibaca pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang 546 nm
4) Hasil absorbansi dicatat dan dihitung kadar HDL-kolesterol
5) Perhitungan:
𝐴𝑏𝑠.𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
Kadar Cholesterol= 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴𝑏𝑠.𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴𝑏𝑠. 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
Konsentrasi standar adalah konsentrasi total kolesterol pada larutan
standar kolesterol

d. Pemeriksaan LDL- Kolesterol


Terdapat dua cara pemeriksaan LDL-kolesterol
1. Cara tidak langsung dengan menggunakan persamaan Friedewald. Cara
ini dapat digunakan dengan syarat kadar trigliserida kurang dari 400
mg/dL
Persamaan Friedewald:

34
𝑡𝑟𝑖𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎)
LDL-kolesterol = 𝐾𝑜𝑙𝑒𝑠𝑡𝑒𝑟𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − ( ) − (𝐻𝐷𝐿_𝑘𝑜𝑙𝑒𝑠𝑡𝑒𝑟𝑜𝑙)
5

2. Secara langsung dengan metode Homogeneous enzymatic colorimetric


assay
1) Pipet ke dalam tabung reaksi
Blanko (L) Standar (L) Sampel (L)
Aquadest 1000 - -
Reagen 1 - 750 750
Standar LDL - 10 -
Sampel - - 10
Campur hingga homogen
Reagen 2 - 250 250

2) Inkubasi selama 5 menit pada suhu kamar atau 5 menit pada suhu
37oC
3) Absorbansi campuran tadi dibaca pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang 600 nm dengan blanko aquadest (A0)
4) Di inkubasi lagi selama 5 menit
5) Absorbansi campuran tadi dibaca lagi pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang 600 nm dengan blanko aquadest (A1)
6) Hasil absorbansi dicatat dan dihitung kadar LDL-kolesterol
7) Perhitungan:
(𝐴1−𝐴0)𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
LDL-Kolesterol = (𝐴1−𝐴0)𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟(mg/dL)
Nilai normal kadar LDL-kolesterol:
< 100 mg/dL = optimal
100 – 129 mg/dL = mendekati optimal
130 – 159 mg/dL = batas normal tertinggi
160 – 189 mg/dl = tinggi
>190 mg/dl = sangat tinggi
Implikasi klinik :
• Trigliserida meningkat dapat terjadi pada pasien yang mengidap
sirosis alkoholik, alkoholisme, anoreksia nervosa, sirosis bilier,
obstruksi bilier, trombosis cerebral, gagal ginjal kronis, DM,
Sindrom Down’s, hipertensi, hiperkalsemia, idiopatik,
hiperlipoproteinemia (tipe I, II, III, IV, dan V), penyakit
penimbunan glikogen (tipe I, III, VI), gout, penyakit iskemia hati
hipotiroidism, kehamilan, porfiria akut yang sering kambuh,
sindrom sesak nafas, talasemia mayor, hepatitis viral dan sindrom
Werner,s
• Penurunan trigliserida dapat terjadi pada obstruksi paru kronis,
hiperparatiroidism, hipolipoproteinemia, limfa ansietas, penyakit
parenkim hati, malabsorbsi dan malnutrisi.
• Vitamin C, asparagin, klofibrat dan heparin dapat menurunkan
konsentrasi serum trigliserida.
• Nilai LDL tinggi dapat terjadi pada penyakit pembuluh darah
koroner atau hiperlipidemia bawaan. Peninggian kadar dapat
terjadi pada sampel yang diambil segera. Hal serupa terjadi
pula pada hiperlipoproteinemia tipe Ha dan Hb, DM,
hipotiroidism, sakit kuning yang parah, sindrom nefrotik,
hiperlipidemia bawaan dan idiopatik serta penggunaan
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen.
• Penurunan LDL dapat terjadi pada pasien dengan
hipoproteinemia atau alfa-beta-lipoproteinemia.
• Terdapat hubungan antara HDL – kolesterol dan penyakit arteri
koroner
• Peningkatan HDL dapat terjadi pada alkoholisme, sirosis bilier
primer, tercemar racun industri atau poliklorin hidrokarbon.
Peningkatan kadar HDL juga dapat terjadi pada pasien yang
menggunakan klofibrat, estrogen, asam nikotinat, kontrasepsi oral
dan fenitoin.
• Penurunan HDL terjadi dapat terjadi pada kasus fibrosis sistik,
sirosis hati, DM, sindrom nefrotik, malaria dan beberapa infeksi
akut. Penurunan HDL juga dapat terjadi pada pasien yang
menggunakan probucol, hidroklortiazid, progestin dan infus nutrisi
parenteral.

36
PEMERIKSAAN BILIRUBIN TOTAL DAN DIRECT

TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami cara pemeriksaan bilirubin total direct
dan indirect.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk dapat melakukan pemeriksaan bilirubin total direct dan
indirect.
b. Untuk dapat mengetahui kadar pemeriksaan bilirubin total
direct dan indirect pada suatu sampel serum.

METODE
Jendrassik-Grof yang Dimodifikasi

PRINSIP
Bilirubin bereaksi dengan diazotized sulphanitic acid (DSA) untuk
membentuk larutan azo merah. Absorbsi dari larutan pada 546 nm sesuai
dengan kadar bilirubin dalam sampel. Bilirubin glucoronida yang larut
dalam air bereaksi langsung (direct) dengan DSA sedangkan bilirubin yang
terikat pada albumin bereaksi tak langsung (indirect) dengan DSA dengan
adanya acellerator.
Total bilirubin = bilirubin direct + bilirubin indirect.

DESKRIPSI
Bilirubin terjadi dari hasil peruraian hemoglobin dan merupakan produk
antara dalam proses hemolisis. Bilirubin dimetabolisme oleh hati dan
diekskresi ke dalam empedu sedangkan sejumlah kecil ditemukan dalam
serum. Peningkatan bilirubin terjadi jika terdapat pemecahan sel darah
merah berlebihan atau jika hati tidak dapat mensekresikan bilirubin yang
dihasilkan.
Terdapat dua bentuk bilirubin:
a) tidak langsung atau tidak terkonjugasi (terikat dengan protein).
b) langsung atau terkonjugasi yang terdapat dalam serum.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi lebih sering terjadi akibat
peningkatan pemecahan eritrosit, sedangkan peningkatan bilirubin tidak
terkonjugasi lebih cenderung akibat disfungsi atau gangguan fungsi hati.
ALAT DAN BAHAN
Alat:
 mikropipet
 tip
 tabung reaksi
 rak tabung reaksi
 spektrofotometer
Bahan :
 serum
 aquades
 tissue

CARA KERJA
Bilirubin Total
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Di buat formula pada masing – masing tabung dengan
rincian sebagai berikut.
Blanko (µL) Sampel (µL)
Reagen 1 100 100
Reagen 2 - 25
Reagen 3 500 500
Dicampur dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar
Reagen 4 500 500

3. Dihomogenkan kemudian diinkubasi selama 5 menit pada


suhu kamar
4. Di baca absorbansi pada panjang gelombang 578 nm
sebelum 30 menit
5. Perhitungan:
Bilirubin total = (A sampel – A blanko) x 10,8
Bilirubin Direct
1. Di buat formula pada masing – masing tabung dengan
rincian sebagai berikut.
Blanko (µL) Sampel (µL)
Reagen 1 100 100

38
Reagen 2 - 25
NaCl 0,9% 1000 1000

2. Dihomogenkan kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu


kamar.
3. Dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 546 nm.
4. Perhitungan:
Bilirubin direct = (A sampel – A blanko) x 14,4
INTERPRETASI HASIL
Kategor Nilai Normal Kadar Bilirubin
Total Direct Indirect
Dewasa 0,1-1,2 0,1-0,3 0,1-1,0
Anak-anak 0,2-0,8 - 0,1-1,0
Bayi baru lahir 1,0-1,2 - 0,1-1,0

Implikasi klinik :
• Peningkatan bilirubin yang disertai penyakit hati dapat terjadi pada
gangguan hepatoseluler, penyakit sel parenkim, obstruksi saluran
empedu atau hemolisis sel darah merah.
• Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi pada
anemia hemolitik, trauma disertai dengan pembesaran hematoma
dan infark pulmonal.
• Bilirubin terkonjugasi tidak akan meningkat sampai dengan
penurunan fungsi hati hingga 50%
• Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat terjadi pada
kanker pankreas dan kolelitiasis
• Peningkatan kadar keduanya dapat terjadi pada metastase
hepatik, hepatitis, sirosis dan kolestasis akibat obat – obatan
• Pemecahan bilirubin dapat menyamarkan peningkatan bilirubin.
PEMERIKSAAN SGOT
(SERUM GLUTAMIC–OXALOACETIC TRANSAMINASE)

TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
a. Mahasiswa mampu mengetahui prinsip pemeriksaan SGOT pada
serum
b. Mahasiswa mampu memahami teknik/cara pemeriksaan SGOT pada
sampel serum
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan kadar SGOT pada serum
b. Mahasiswa dapat mengetahui kadar SGOT pada serum yang
diperiksa

METODE
Metode yang digunakan adalah metode spektrofotometri UV berdasarkan
IFCC (International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine)
(Modifikasi)

PRINSIP
Aspartat amino transperase (ASAT/AST) mengkatalis transaminase dari L-
aspartate dan 2-oxogluttarate membentuk L-glutamate dan oxaloacetate>
Oxaloacetate direduksi menjadi L-milate oleh enzim malate dehydrogenase
(MDH) dan nicomamide Adenin denodeotide 9NADH) teroksidasi menjadi
NAD. Banyaknya NADH yang teroksidasi berbanding lurus dengan aktifitas
AST dan diukur secara fotometrik pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 340 nm.

DESKRIPSI
SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim
yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang
dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai
dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak
dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat
setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark.
SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark
tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung

40
lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit
hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam
waktu yang lama.
ALAT DAN BAHAN
Alat:
- Mikropipet
- Blue tip
- Tabung reaksi
- Kuvet
- Spektrofotometri

Bahan:
- Reagen
R1 Tris buffer (pH 7,8) 110 mmol/L
L-Aspartate 340 mmo/L
LDH > 4000 U/L
MDH > 750 U/L
R2 CAPSO 20 mmol/L
2-Oxoglutarat 85 mmol/L
NADH 1,05 mmol/L
- Sampel serum
- Standar

CARA KERJA
1. Disiapkan semua alat dan bahan yang akan diperlukan
2. Monoreagen dibuat dengan mencampurkan 4 bagian R1 dengan 1
bagian R2, kemudian ditunggu 30 menit.
3. Sebanyak 500 µl monoreagen ASAT (GOT) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi
4. Ditambahkan 50 µl sampel serum dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang telah berisi reagen.
5. Absorbansi larutan S E G E R A diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm.
6. Absorbansi dibaca setelah 1 menit. Absorbansi dibaca kembali
setelah 1,2 dan 3 menit berikutnya.
7. Hasil data absorbansi sampel dicatat lalu dilakukan perhitungan
kadar SGOT dari sampel serum yang diperiksa.
8. Perhitungan:
SGOT = (A/menit) x Faktor
INTERPRETASI HASIL
Wanita dewasa : < 31 U/L
Laki-laki dewasa : < 35 U/L
Anak-anak
 1 – 3 Tahun : < 50 U/L
 4 – 6 tahun : < 45 U/L
 7 – 9 tahun : < 40 U/L
 10 – 12 tahun : < 40 U/L
 13 – 15 tahun : < 35 U/L
 16 – 18 tahun : < 35 U/L

Implikasi Klinik
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
 Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut,
infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis
infeksiosa
 Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu,
aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau
primer), distrophia muscularis
 Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark
paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


 Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
 Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat
menurunkan kadar SGOT/AST
 Hemolisis sampel darah
 Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin,
karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin,
nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin,
vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi
(metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison,
flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin,

42
kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif
atau negatif yang keliru.
PEMERIKSAAN SGPT
(SERUM GLUTAMIC–PYRUVIC TRANSAMINASE)

TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mengetahui prinsip pemeriksaan SGPT/ALAT pada
serum.
b. Mahasiswa mengetahui prosedur pemeriksaan SGPT/ALAT pada
serum.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan SGPT/ALAT pada
serum.
b. Mahasiswa dapat mengetahui kadar SGPT/ALAT pada serum
sampel.

METODE
Uji UV menurut IFCC (International Federation of Clinical Chemistry and Medical
Laboratory)

PRINSIP
Penambahan Pyridoxal-5-phospate (P-5-P) menstabilkan aktivitas transaminase
dan menghindari nilai-nilai palsu rendah dalam sampel mengandung P-5-P,
e.g endogen cukup, misalnya dari pasien dengan infark miokard, penyakit
hati, dan pasien perawatan intensif.

DESKRIPSI
SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim
yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis
destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot
jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi
daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada
proses kronis didapat sebaliknya.

ALAT DAN BAHAN


Alat:
 Tabung reaksi
 Rak tabung
 Mikropipet
 Tip
 Spektrofotometer

44
Bahan:
 Sampel serum (Ni Made Meita Suari, 23 tahun)
 Reagen 1
TRIS pH 7,15 140 mmol/L
L-Alanie 700 mmol/L
LDH (Lactate dehydrogenase) 2300 U/L
 Reagen 2
2-oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-Phosphate FS Buffer pH 9,6 100 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

CARA KERJA
1. Disiapkan semua alat dan bahan yang akan diperlukan
2. Monoreagen dibuat dengan mencampurkan 4 bagian R1 dengan 1
bagian R2, kemudian ditunggu 30 menit.
3. Sebanyak 500 µl monoreagen ALAT (SGPT) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi
4. Ditambahkan 50 µl sampel serum dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang telah berisi reagen.
5. Absorbansi larutan S E G E R A diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm.
6. Absorbansi dibaca setelah 1 menit. Absorbansi dibaca kembali
setelah 1,2 dan 3 menit berikutnya.
7. Hasil data absorbansi sampel dicatat lalu dilakukan perhitungan
kadar SGPT dari sampel serum yang diperiksa.
8. Perhitungan:
SGPT = (A/menit) x Faktor

NILAI NORMAL
Laki-laki : 0 - 50 IU/L
Perempuan : 0 - 35 IU/L
IMPLIKASI KLINIK
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
 Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis
hati (toksisitas obat atau kimia)
 Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif,
sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard
(SGOT>SGPT)
 Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis
Laennec, sirosis biliaris.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


 Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat
menurunkan kadar
 Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena
dapat meningkatkan kadar
 Hemolisis sampel
 Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin,
karbenisilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin,
tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi
(metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin (Indosin), salisilat,
rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral
(progestin-estrogen), lead, heparin.
 Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar.

46
PEMERIKSAAN ALKALINE PHOSPHATASE (ALP)

TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami prinsip pemeriksaan Alkaline
Phosphatase (ALP)
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Alkaline
Phosphatase (ALP)
b. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan Alkaline
Phosphatase (ALP)

METODE
Kinetik fotometri tes, metode standar optimal berdasarkan German Society of Clinical
Chemistry (DGKC).

PRINSIP
ALP
p-Nitrophenylphosphate + H2O Phosphate + p-Nitrophencl

DESKRIPSI
osfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi terutama oleh epitel hati
dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini juga berasal dari usus, tubulus proksimalis
ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang sedang membuat air susu. Fosfatase alkali disekresi melalui
saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada saluran empedu (kolestasis).
Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit hati (hepatobiliar) atau
tulang.

Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan pada anak-anak
sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan pada sel hati, mungkin kadar ALP
agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada penyakit hati akut. Begitu fase akut terlampaui,
kadar serum akan segera menurun, sementara kadar bilirubin tetap meningkat. Peningkatan kadar ALP
juga ditemukan pada beberapa kasus keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan
kadang-kadang keganasan pada hati atau tulang tanpa matastase (isoenzim Regan).

Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal) pada sirosis biliar primer,
pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan pada penyakit-penyakit radang, regenerasi, dan
obstruksi saluran empedu intrahepatik. Peningkatan kadar sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada
obstruksi saluran empedu ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi hanya sebagian.
Sedangkan peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit hati oleh alcohol, hepatitis
kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.
Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas osteoblastik (pembentukan
sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika ditemukan kadar ALP yang tinggi pada
anak, baik sebelum maupun sesudah pubertas, hal ini adalah normal karena pertumbuhan tulang
(fisiologis). Elektroforesis bisa digunakan untuk membedakan ALP hepar atau tulang. Isoenzim ALP
digunakan untuk membedakan penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan penyakit hati dan ALP2
menandakan penyakit tulang.

Jika gambaran klinis tisak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari isoenzim-isoenzim lain, maka
dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan pertumbuhan tulang.
Enzim-enzim itu adalah : 5’nukleotidase (5’NT), leusine aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar
GGT dipengaruhi oleh pemakaian alcohol, karena itu GGT sering digunakan untuk menilai perubahan
dalam hati oleh alcohol daripada untuk pengamatan penyakit obstruksi saluran empedu.

ALAT DAN BAHAN


Alat:
 Mikropipet
 Tip
 Beker glass
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Spektrofotometer
Bahan:
- Monoreagen ALP
- Sampel serum
- Standar

CARA KERJA
Sampel Standar
Sampel 10 µL -
Standar - 10 µL
Monoreagen 500 µL 500 µL
Campurkan, baca absorbansi setelah 1 menit pada spektrofotometer. Baca
absorbansi kembali setelah 1,2,3 menit

Perhitungan:
ALP = (A/menit) x Faktor

INTERPRETASI HASIL

48
25 oc 30 oc 37 oc
Anak-anak <480 <596 <727
1-12 tahun
Dewasa <170 <211 <258
Implikasi Klinis
 PENINGKATAN KADAR : obstruksi empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel hati, hepatitis,
hiperparatiroidisme, kanker (tulang, payudara, prostat), leukemia, penyakit Paget, osteitis
deforman, penyembuhan fraktur, myeloma multiple, osteomalasia, kehamilan trimester akhir,
arthritis rheumatoid (aktif), ulkus. Pengaruh obat : albumin IV, antibiotic (eritromisin, linkomisin,
oksasilin, penisilin), kolkisin, metildopa (Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat penenang,
indometasin (Indocin), prokainamid, beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid, isoniazid, asam
para-aminosalisilat.
 PENURUNAN KADAR : hipotiroidisme, malnutrisi, sariawan/skorbut (kekurangan vit C),
hipofosfatasia, anemia pernisiosa, isufisiensi plasenta. Pengaruh obat : oksalat, fluoride,
propanolol (Inderal)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


 Sampel hemolisis,
 Pengaruh obat-obatan tertentu (lihat pengaruh obat),
 Pemberian albumin IV dapat meningkatkan kadar ALP 5-10 kali dari nilai
normalnya,
 Usia pasien (mis. Usia muda dan tua dapat meningkatkan kadar ALP),
 Kehamilan trimester akhir sampai 3 minggu setelah melahirkan dapat meningkatkan
kadar ALP.
PEMERIKSAAN GAMMA-GT

TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa mampu mengetahui prinsip pemeriksaan Gamma-GT
(GGT) pada serum.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan Gamma-GT (GGT)
pada serum.
b. Mahasiswa dapat mengetahui kadar Gamma-GT (GGT) pada
serum sampel.

METODE
Uji kolorimetri kinetik sesuai dengan metode Szasz / Persijn [2]. Tes ini
standar sesuai dengan metode IFCC [4]. Hasil menurut IFCC ditentukan
dengan menggunakan faktor khusus atau, dalam kasus penggunaan
kalibrator (TruCal U) dengan menggunakan nilai kalibrasi yang diberikan
untuk metode IFCC.

PRINSIP
GGT mengkatalisis transfer asam glutamat ke akseptor seperti, dalam hal
ini, glycylglycine. 4-amino-2-nitrobenzoate dan membebaskan menyerap
cahaya pada 405 nm. Peningkatan absorbansi pada panjang gelombang
ini secara langsung terkait dengan aktivitas GGT.
Reaksi Kimia:
L-Gamma-glutamyl-3-carboxy-4-nitroanilide + Glycylglycine Gamma-GT
Gamma-glutamyl-glycylglycine + 5-amino-2-nitrobenzoat

50
ALAT DAN BAHAN
Alat:
 Mikropipet dan tip
 Spektrofotometer
 Tabung serologi
 Rak tabung
 Beaker glass
Bahan:
 Reagen Dyasis Gamma-GT (GGT)
R1 : TRIS Penyangga pH 8,28 135 mmol/L
Glycylglycine 135 mmol/L
R2 : L-Gamma-glutamyl-3-carboxy-4-nitroanilide pH 6,00 22
mmol/L

CARA KERJA

Sampel atau kalibrator 100 µL


Monoreagen 1000 µL
Campurkan, baca absorbansi setelah 1 menit. Baca absorbansi
kembali setelah 1,2,3 menit

INTERPRETASI HASIL
Perempuan Laki-laki
Dewasa < 38 U/L < 55 U/L
Anak-anak/Remaja
1 hari – 6 bulan 15-132 U/L 12-122 U/L
6 bulan – 1 1-39 U/L 1-39 U/L
tahun
1 – 12 tahun 4-22 U/L 3-22 U/L
13 – 18 tahun 4-24 U/L 2-42 U/L
PEMERIKSAAN BUN (BLOOD UREA NITROGEN)

TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui prinsip pemeriksaan BUN
(Blood Urea Nitrogen) pada sampel serum.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan BUN (Blood
Urea Nitrogen) pada sampel serum.
b. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil dari
pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen) pada sampel serum

METODE
Metode yang digunakan adalah metode Berthelod

PRINSIP
Urea dihidrolisa dengan adanya air dan urease untuk menghasilakan ammoniak
dan CO2. Pada reaksi modifikasi berthelod, ion NH4 akan bereaksi dengan
hipoclorite dan salisilat membentuk warna hijau. Absorbance diukur pada 578
nm sebanding denagan konsentrasi urea dalam sampel.

DESKRIPSI
BUN adalah produk akhir dari metabolisme protein, dibuat oleh hati, sampai
pada ginjal tidak mengalami perubahan molekul. Pada orang normal ureum
diekskresikan melalui urine. Konsentrasi nitrogen / urea dalam darah bukan
untuk mengukur fungsi glomerulus yang ideal, karena peningkatannya dalam
darah dipengaruhi oleh banyak faktor diluar ginjal.
Ureum merupakan senyawa ammonia berasal dari metabolisme asam amino
yang diubah oleh hati menjadi ureum. Ureum bermolekul kecil mudah berdifusi
ke cairan ekstra sel, dipekatkan dan diekskresikan melalui urine lebih kurang 25
gr/hari.

ALAT DAN BAHAN


Alat :
 Yellow tip  Mikropipet
 White tip  Stopwatch
52
 Tabung serologi  Beaker glass

Bahan :
 Aquadest
 Sampel serum

CARA KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan serta dikondisikan dalam
suhu ruang.
2. Disiapkan 3 buah tabung reaksi yang telah diberi label blanko,
standar, test.
3. Dipipet masing-masing ke dalam tabung :
Dipipet Blanko Standar Sampel

Sampel - - 1000 ul
Standart - 10 ul -
Reagen 1 1000 ul 1000 ul 1000 ul

Campur, inkubasi selama 5 menit pada suhu ruang atau 3 menit


pada suhu 37oC
R2 1000 ul 1000 ul 1000 ul
Campur, inkubasi 10 menit suhu ruang atau 5 menit suhu 37oC
4. Ukur absorbansi standar dan sampel terhadap Blanko sebelum 60
menit
5. Perhitungan:
(𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)
Ureum = (𝐴 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟(g/dL)

INTERPRETASI HASIL
 Dewasa
Umum : 17 – 43 mg/dl
Wanita < 50 tahun : 15 – 40 mg/dl
Wanita > 50 tahun : 21 – 43 mg/dl
Laki-laki < 50 tahun : 19 – 44 mg/dl
Laki-laki > 50 tahun : 18 – 55 mg/dl
 Anak-anak
1 – 3 tahun : 11 – 36 mg/dl
4 – 13 tahun : 15 – 36 mg/dl
14 – 19 tahun : 18 – 45 mg/dl
PEMERIKSAAN CREATININ

TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan kadar kreatinin
dalam serum.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiwa dapat melakukan pemeriksaan kadar kreatinin dalam
sampel serum dengan metode Jaffe.
b. Mahasiswa dapat mengetahui kadar kreatinin dalam sampel
serum
c. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan.

METODE
Metode yang digunakan adalah metode jaffe reaction

PRINSIP
Kreatinin akan bereaksi dengan asam pikrat dalam suasana alkali
membentuk senyawa kompleks yang berwarna kuning jingga. Intensitas
warna yang terbentuk setara dengan kadar kreatinin dalam sampel, yang
diukur dengan Fotometer dengan panjang gelombang 490 nm.

ALAT DAN BAHAN


Alat :
 Spektrofotometer
 Tabung reaksi dan rak tabung
 Tip
 Mikropipet 10 ul dan 1000 ul
 Beaker glass
Bahan :
 Sampel Serum
 Reagen Kreatinin : R1 : Sodium hidroksida 0,2 mol/L
R2 : Asam pikrat 20 mmol/L
 Standart kreatinin 2 mg/dL
 Aquades

CARA KERJA

54
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan serta dikondisikan dalam
suhu ruang.
2. Disiapkan 3 buah tabung reaksi yang telah diberi label blanko,
standar, test.
3. Dipipet masing-masing ke dalam tabung :

Blanko Standar Sampel

R1 500 µl 500 µl 500 µl


R2 500 µl 500 µl 500 µl
Aquadest 100 µl - -
Standar - 100 µl -
Sampel - - 100 µl

4. Campuran dihohomogenkan, setelah 60 detik, absorbansi larutan dibaca


dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm (A0).
Tepat 60 detik setelah pembacaan A0, absorbansi dibaca lagi (A1)
5. Absorbansi dicatat, lalu dihitung kadar kreatinin pada sampel.
6. Perhitungan:
(𝐴1−𝐴0)𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kreatinin = (𝐴1−𝐴0)𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟(g/dL)

INTERPRETASI HASIL
Nilai kreatinin normal pada metode jaffe reaction adalah:
Laki-laki : 0,6 - 1,1 mg / dL
Wanita : 0,5 - 1,9 mg / dL
PEMERIKSAAN ASAM URAT

TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan kadar asam urat
dalam serum.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiwa dapat melakukan pemeriksaan kadar asam urat
dalam sampel serum dengan metode TBHBA.
b. Mahasiswa dapat mengetahui kadar asam urat dalam sampel
serum
c. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan

METODE
Metode yang digunakan adalah enzimatis fotometri menggunakan TBHBA
(2,4,6-tribromo 3-hodroxybenzoic acid)

Prinsip
Prinsip dari reaksi enzimatik fotometri TBHBA adalah asam urat yang
bereaksi dengan air akan dioksidasi menjadi alantoin oleh adanya urikase,
selanjutnya hidrogen peroksida sebagai hasil samping reaksi tersebut akan
bereaksi dengan 4- aminoantipyrine dan 2,4,6–tribomo–3-hydroxybenzoic
acid (TBHBA) membentuk quinimine yang berwarna merah muda dengan
bantuan peroksidase warna yang terbentuk selanjutnya diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang
gelombang maksimal.
Reaksi Kimia:
Uricase
Asam urat + H2O + O2 Allantoin + CO2 + H2O2
POD
TBHBA + 4-aminoantipyrine + 2 H2O2 Quinoneimine + 3H2O

56
ALAT DAN BAHAN
Alat:
 Spektrofotometer
 Tabung reaksi dan rak tabung
 Tip
 Mikropipet 10 ul dan 1000 ul
 Beaker glass
 Kuve
t Bahan:
 Serum
 Reagen asam urat (R1 dan R2)
 Standar asam urat
 Aquades

CARA KERJA
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan serta dikondisikan dalam
suhu ruang.
2. Disiapkan 3 buah tabung reaksi yang telah diberi label blanko
,standar, test.
3. Dipipet masing-masing ke dalam tabung :

Blanko Standar Sampel

Aquadest 10 µl - -
Standar - 10 µl -
Sampel - - 10 µl
Monoreagent 500 µl 500 µl 500 µl

4. Campuran dihomogenkan, lalu diinkubasi selama 10 menit.


5. Lalu absorbansi larutan dibaca dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 520 nm.
6. Absorbansi dicatat, lalu dihitung kadar asam urat pada sampel
INTERPRETASI HASIL
Wanita (mg/dL) Laki-laki (mg/dL)
Dewasa 2,6 – 6,0 3,5 – 7,2
Anak-anak
0- 5 hari 1,9 -7,9 1,9 – 7,9
1-4 tahun 1,7 – 5,1 2,2 – 5,7
5-11 tahun 3,0 – 6,4 3, 0 – 6,4
12 – 14 tahun 3,2 – 6,1 3,2 – 7,4
15 – 17 tahun 3,2 – 6,4 4,5 – 8,1

58
DAFTAR PUSTAKA

Ani.2011. uji kadar bilirubin total. Online: http://


www.scribd.com/doc/20408857/uji-kadar-bilirubin-total. Diakses 20
Januari 2017

Aninda.2010. Bilirubin direct dan indirect. Online:


http://artikelkedokteran.net/bilirubin-direk-dan-bilirubin-indirek.html,
diakses 20 Januari 2017

Anonim, 2014. Protein bence Jones. Online.


http://informasitips.com/protein-bence-jones. 11 Januari 2017

Anonim. 2011. Tuntunan Praktikum Kimia Klinik. Universitas Muslim


Indonesia. Makassar

Anonim. 2011. Tuntunan Praktikum Kimia


Klinik. http://junikomang.blogspot.com/2011/09/laporan-kimia-klinik-
semester-4.html. 11 Januari 2017

Anonoim.2009. Bilirubin Serum. Online:


http://labkesehatan.blogspot.com/2009/12/bilirubin-serum.html.
Diakses 20 Januari 2017

Apriani, Nila. 2011. Pemeriksaan SGOT. Online.


http://nillaaprianinaim.wordpress.com. Diakses tanggal 8 Januari
2017

Bayupurnama, Putut. 2007. Hepatotoksisitas Imbas Obat. Ilmu Ajar


Penyakit Dalam Universitas Indonesia Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit
FK-UI.

Budiwarsono. 2009. Penyakit Hati hal 14. Surabaya : PIT Pro Prodia Panel
Dharma. 2009. Fosfatase Alkali. (online)
http://labkesehatan.blogspot.com/2009/12/fosfatase-alkali.html
Diakses tanggal 8 Januari 2017

60
E.N. Kosasih & A.S. 2008. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Klinik, Edisi 2, Karisma Publishing Group, Tangerang,
2008.

Frances K. Widmann, dkk. 1992. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan


Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1. Jakarta: EGC.

Frances K. Widmann.1989, alih bahasa : Siti B. Kresno, R. Gandasoebrata,


J. Latu, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9,
EGC, 1989.

Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 1997. Efek Insulin Terhadap


Metabolisme Karbohidrat dan Lemak. Dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC. 1221-38

Hafil. 2012. Laporan Praktikum Patologi Klinik.online.


http://darknessthe.blogspot.com /2012/07/laporan-praktikum-
patologi-klinik_22.html. diakses pada 10 Januari 2017

http//:Wikipedia.com/diakses pada tanggal 11 Januari 2017

Joyce LeFever Kee,2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium &


Diagnostik, Edisi 9, EGC, Jakarta, 2007.

Joyce LeFever Kee. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium &


Diagnostik. Jakarta: EGC.

Kusumobroto O Hernomo. 2007.Sirosis Hati, dalam Buku Ajar Ilmu


Penyakit Hati Edisi I hal 335-45. Jakarta : Jayabadi.Sacher

Lawang, 2013. Laporan Protein Total dalam Serum. Online.


www.lawangarl711.blogspot.com diakses pada tanggal 27 Januari
2017
Muhammad, Erwan. 2015. Makalah Pemeriksaan Total Protein. Online.
www. erwanmuhammad.blogspot.com diakses pada tanggal 27
Januari 2017
Murrey, Robert K, at all. 2003. Glikolisis dan Oksidasi piruvat. Dalam :
Biokimia Harper edisi 25. Jakarta : EGC. 200-4

Nursyam, Sri Oktavian. Laporan Praktikum Kimia Klinik.


http://sovasilinzuensik.blogspot.com/2012/07/laporan-praktikum-
kimia-klinik.html diakses pada tanggal 11 Januari 2017

Nursyam, Sri Oktaviani. 2013. Pemeriksaan SGOT. Online.


http://sovasilinzuensik.blogspot.com.

P. Andrianto, J Gunawan. 1990. Patologi Klinik., D.N. Baron, alih bahasa :


P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik, Edisi 4,
EGC, 1990.

Poedjiadi, Anna. 1994. Metabolisme Karbohidrat. Dalam: Dasar – dasar


Biokim. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). 259-62

Price, Sylvia A, at all. 2006. Pankreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes


Melitus. Dalam : Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit
edisi 6: Jakarta : EGC. 1110-9

R.A, McPherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis Atas Hasil


Pemeriksaan Laboratorium Cetakan 1. Jakarta : EGC

Reyni, 2010. Pemeriksaan Total Protein. Online.


www.reyniteen.blogspot.com /2010/09/total-protein.html diakses
pada tanggal 27 Januari 2017

Sabiston. 1992. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.

62
Sacher, Ronald A. dan McPherson, Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Jakarta: EGC.

Setijowati, Nanik. 2009.


Hubungan Kadar Enzim Hati Terhadap Beratnya Manifestasi Klinis De
mam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Diakses
pada tanggal 11 April 2015
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Sughy. 2012. Pemeriksaan SGOT. Online. http://sughy03.blogspot.com.
Suhanda. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta : PT Kompos Media
Nusantara.Wijayakusuma. 2008. Rumah Herbal Penurun Kolesterol.
Jakarta : PustakaBunda

Suri. 2012. Pemeriksaan Fungsi Hati.


(online) http://sesuri.blogspot.com/2012/11/pemeriksaan-fungsi-.
hati_287.html

Susanti,Tari. 2012. Protein Bence Jones. Online.


http://tarisblogger.blogspot.com/2012/01/protein-bence-jones.html.
11 Januari 2017

Sutedjo, SKM. 2007. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan


Laboratorium. Amara Books : Yogyakarta.

Wijayakusuma, Hembing. 2008. Tumpas Hepatitis dengan Ramuan Herbal.


Jakarta: Pustaka Bunda.

Winarno, F.G dan B. S. Laksmi. 1974. Kerusakan Bahan Pangan dan


Cara Pencegahannya. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai