Anda di halaman 1dari 59

TEKNIK PEMBORAN

PERENCANAAN SUMUR
(WELL PLANNING)

Perencanaan sumur merupakan suatu hal yang sangat penting dalam


persiapan program pemboran. Untuk itu, diperlukan berbagai macam prinsipprinsip teknik disamping faktor pelaksanaan dan pengalaman. Walaupun
suatu metode perencanaan sumur sudah dipraktekan, tetapi masih
memungkinkan terjadinya perubahan sejalan dengan pelaksanaan pemboran
itu sendri, dan pada akhirnya semuanya harus memperhatikan beberapa
faktor, yaitu : keamanan, minimisasi biaya pemboran, dan metoda produksi
yang digunakan.
Dalam suatu perencanaan sumur akan melibatkan berbagai disiplin keahlian,
yaitu para ahli yang berpengalaman dalam bidang pemboran yang dapat
memadukan semua aspek pemboran secara baik. Mereka menggunakan
perlengkapan maupun piranti teknik, seperti komputer dan beberapa alat
bantu lainya dalam merencanakan sumur.
Dalam merencanakan sumur seorang drilling engineer harus dapat berperan
sebagai seorang detektif seperti Sherlock Holmes yang mampu melihat
karakter dan aspek perencanaan dalam usaha untuk menemukan tempat
atau area yang terdapat masalah.
1. Perencanaan Sumur
Dalam perencanaan sumur diperlukan beberapa variabel sebagai berikut :
Keamanan (safety)
Biaya minimum (minimum cost)
Usable Hole
Pada kenyataannya tidak selalu faktor-faktor di atas terdapat pada setiap
sumur, karena adanya kendala-kendala yang terkait dengan masalah geologi
dan peralatan pemboran, seperti tekanan, temperatur, keterbatasan ukuran
casing, ukuran lubang bor, mapun anggaran.
1.1. Keamanan (Satety)
Faktor keamanan harus mendapat prioritas yang paling tinggi dalam
perencanaan program pemboran. Pertimbangan manusia harus ditempatkan
diatas seluruh aspek. Dalam pelaksaanaan pemboran, perencanaan sumur

dapat dirubah, jika sampai terjadi problem pemboran yang akan


membahayakan para pekerja. Kegagalan faktor keamanan ini dapat
mengakibatkan kematian, kebakaran, dan cacat pada individu .
Prioritas selanjutnya dalam segi keamanan yang harus selalu diperhatikan
adalah perencanaan pemboran harus didesain agar dapat meminimalkan
resiko terjadinya semburan liar (blow-out) dan faktor kemungkinan terjadi
problem pemboran (hole problems). Desain ini harus berdasarkan pada
sumber data yang terkait dalam perencanaan sumur.
1.2. Biaya Minimum.
Dalam perencanaan sumur diusahakan untuk menekan biaya sekecil
mungkin, tanpa mengabaikan aspek keamanan. Pada banyak kasus, biaya
dapat di sesuaikan pada batas-batas tertentu dalam usaha perencanaan
(Gambar-1). Hal Ini bukan berarti membangun Monumen baja untuk faktor
keamanan jika biaya tambahan tidak diperlukan. Pada sisi lain,uang harus di
keluarkan untuk membangun sistem keamanan.
1.3. Usable Hole (Lubang Bor Terpakai)
Lubang bor yang mencapai target kedalaman tidak selalu sesuai seperti yang
di harapkan. Jika sumur yang dihasilkan pada akhirnya tidak sesuai

dengan konfigurasi, maka sumur tersebut tidak dapat dilakukan komplesi dan
akibatnya sumur tersebut tidak dapat diproduksikan (gagal).
Untuk itu, istilah usable tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut
:
Ukuran diameter lubang bor sesuai dengan komplesi sumur yang akan
dilakukan .
Formasi produksi tidak mengalami kerusakan yang tidak dapat di perbaiki.

Gambar-1
Biaya pemboran vs perencanaan sumur yang baik
Perencanaan sumur akan sukar dicapai, jika dijumpai adanya tekanan
abnormal, sumur dalam yang mengalami problem geometri sumur ataupun
lumpur .

2. Klasifikasi Tipe Sumur


Seorang drilling engineer dalam membuat perencanaan pemboran harus
memahami tentang tipe-tipe sumur, yaitu :
Sumur wildcat
Sumur eksplorasi
Sumur deliniasi
Sumur infill
Sumur reentry
Pada umumnya untuk sumur wildcat memerlukan perencanaan yang lebih
rumit dibandingkan dengan tipe lainnya. Sedangkan untuk sumur infill dan
reentry memerlukan perencanaan yang lebih sederhana.
Perencanaan pemboran sumur wildcat hanya dengan menggunakan sedikit
data geologi. Sumur wildcat adalah merupakan sumur yang sangat mahal,
karena bersifat gambling dalam penentuan titik sumur. Sedangkan untuk
berbagai pemboran untuk sumur-sumur pengembangan dapat di gunakan
data dari beberapa sumber yang tersedia.
3. Tekanan Formasi
Tekanan formasi (tekanan pori) adalah tekanan yang dijumpai pada sumur
dan sangat berpengaruh dalam perencanaan sumur. Tekanan formasi dapat
dikategorikan normal, abnormal (tekanan tinggi) atau tekanan subnormal
(tekanan rendah).
Tekanan normal biasanya tidak mendatangkan masalah dalam perencanaan
sumur, dan berat lumpur yang digunakan berkisar 8,5 - 9,5 lb/gal.

Pencegahan kick dan blouw-out dapat diminimalkan, tetapi tidak boleh di


hilangkan sama sekali. Pada kondisi tekanan normal diperlukan casing yang
dapat menahan tekanan tersebut, maupun tekanan normal pada sumursumur dalam dengan kedalaman lebih dari 20.000 ft karena adanya
pembebanan tension/collapse.

Sumur-sumur yang bekanan subnormal diperlukan casing tambahan untuk


melindungi zona lemah atau formasi yang bertekanan rendah. Tekanan yang
lebih rendah dari tekanan normal ini dihasilkan dari faktor geologi atau
tektonik atau dari hilangnya tekanan (pressure depletion) pada interval
produksi.
Tekanan abnormal mempengaruhi perencanaan sumur, yaitu meliputi :
Casing and tubing design
Penentuan densitas dan jenis lumpur
Casing setting depth selection
Perencanaan semen
Berikut adalah masalah-masalah yang harus dipertimbangkan akibat adanya
formasi yang bertekanan tinggi (abnormal) :
Kick dan blowout
Terjadinya defferential pressure dan terjepitnya pipa
Hilang lumpur atau sirkulation akibat lumpur terlalu berat
Heaving shale
Karena kesulitan yang berkaitan dengan perencanaan sumur eksplorasi yang
bertekanan tinggi, maka kriteria desain, studi detail daerah, dan berbagai
usaha harus dijustifikasi. Seorang drilling engineer harus mampu membatasi
permasalahan dalam merencanakan parameter-parameter yang terkait
dengan perencanaan sumur seperti deliniasi ataupun infill.

4. Perencanaan Biaya
Biaya yang diperlukan untuk perencanaan sumur disesuaikan sebagai
perbandingan dari biaya pemboran sebenarnya. Pada banyak kasus, kurang
dari US$1.000 dikeluarkan untuk perencanaan sebuah sumur yang bernilai
US$1 juta, hal ini berarti merepresentasikan 1/10 dari 1% biaya pemboran.
Sering kali hasil akhirnya adalah merupakan biaya pemboran yang melebihi
jumlah yang diperlukan. Untuk itu, diusahakan mengurangi data-data yang
tidak terlalu penting. Meskipun data yang baik biasanya dapat diperoleh
dengan biaya kurang dari US$ 2,000 US$ 3,000 per prospek, beberapa
perencanaan sumur tanpa pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya
problem pemboran. Kurangnya pengeluaran biaya pada tahap awal dalam

proses perencanaan sumur hampir selalu menimbulkan biaya pemboran


menjadi lebih tinggi dari perkiraan.
5. Proses Perencanaan Sumur
Perencanaan sumur adalah merupakan suatu proses pekerjaan yang
sistematis dan urut. Hal ini memerlukan banyak aspek perencanaan yang
dikembangkan sebelum mendisain item-item lainnya. Sebagai contoh,
perencanaan densitas lumpur harus dilakukan sebelum pembuatan program
casing, karena densitas lumpur akan berpengaruh terhadap pembebanan
pada pipa. Gambar-2 memperlihatkan sistematika perencanaan sumur.
Program bit dapat dilakukan kapan saja dalam perencanaan sumur setelah
historical data dievaluasi. Program bit biasanya berdasarkan pada parameterparameter pemboran dari sumur-sumur sebelumnya. Tetapi, pemilihan bit

dapat dipengaruhi oleh perencanaan lumpur, seperti performance PDC dalam


oil based mud. Selain itu, ukuran bit juga ditentukan berdasarkan ukuran
diameter casing yang diperlukan.

Gambar 2
Proses Perencanaan Sumur

PERSIAPAN OPERASI PEMBORAN


Dalam operasi pemboran, peralatan pemboran yang digunakan dapat
dikelompokkan menjadi 5 sistem, yaitu :
1. Sistem Pengangakatan (Hoisting System)
2. Sistem Pemutar (Rotating System)
3. Sistem Sirkulasi (Circulating System)
4. Sistem Tenaga (Power System)
5. Sistem Pencegah Semburan Liar (BOP System)

Kelima sistem tersebut diatas mempunyai hubungan yang erat antara satu
dengan yang lain. Dengan kata lain, bahwa kerja sistem-sistem tersebut
berlangsung pada waktu yang bersamaan.
Operasi pemboran adalah merupakan suatu kegiatan yang terpadu dengan
kegiatan-kegiatan lainnya dalam industri perminyakan.
Pada masa sekarang, operasi pemboran dapat dilaksanakan baik di darat
(on-shore) maupun di lepas pantai (off-shore). Peralatan yang digunakan
untuk operasi pada kedua tempat tersebut pada prinsipnya sama,
perbedaannya adalah tempat untuk menempatkan menara (rig) serta
perlengkapannya.
Tahap Persiapan Operasi Pemboran ini meliputi :
1. Persiapan tempat
2. Pengiriman pelaratan ke lokasi
3. Penunjukan pekerja
4. Persiapan rig dan pendiriannya.
5. Peralatan penunjang dan pemasangannya
6. Persiapan akhir.
Persiapan Tempat
Pada tahap persiapan tempat ini, terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
Pembuatan sarana transpotasi
Pembutan kolam cadangan (reserve pit)
Persiapan lubang bor (Cellar)
Memasang Conductor Pipe
Penyediaan air

Gambar 3
Pembuatan Sarana Transportasi

Gambar 4
Pemasangan Pipa Conductor

Gambar 5
Pembuatan Cellar

Gambar 6
Pembuatan Kolam Cadangan (Reserve Pit)

Gambar 7
Penyediaan Air
Pengiriman Peralatan ke Lokasi
Pengiriman peralatan melalui darat
Pengiriman peralatan melalui air
Pengiriman peralatan melalui udara

Gambar 8
Pengiriman Peralatan (Darat, Laut, Udara)
Penunjukan Pekerja
Dalam pelaksanaan operasi pemboran, kebutuhan personil yang
berpengalaman adalah merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi.
Personil-personil tersebut terdiri dari kru kontraktor pemboran dan kru
perusahaan jasa (service company).
Kebutuhan personil tersebut adalah sebagai berikut :
o Company man
o Tool pusher
o Driller
o Derrickman
o Rotary helper
o Motor man
o Rig mechanic.
o Rig electrician
o Mud engineer
o Mud logger
o Casing and cementing crew

Gambar 9
Personil Yang Mendukung Operasi Pemboran
Mendirikan Rig
Pengiriman unit rig ke lokasi pemboran biasanya berupa bagian-bagian
(modul-modul). Kontraktor pemboran dan kru-nya dengan menggunakan
mesin derek segera memulai pemasangan dan pendirian menara bor atau rig
(rigging up).
Peralatan Penunjang dan Pemasangannya
Dengan selesainya pendirian rig, tahap berikutnya adalah mulai memasang
peralatan-peralatan penunjang. Peralatan penunjang ini biasanya dikirim
dengan truck, tetapi untuk bebarapa komponen yang besar, seperti mud
pump biasanya dikirim dengan truck yang dilengkapi dengan mesin derek
atau dengan menggunakan flat bed truck.
Dengan telah siapnya peralatan penunjang, kru pemboran dengan tugasnya
masing-masing mulai menyambung bagian-bagian dari berbagai peralatan
yang terangkai menjadi suatu sistem dari rotary drilling yang siap untuk
melaksanakan operasi pemboran. Material pemboran, seperti bahan-bahan
lumpur pemboran, dan peralatan-pelatan lainnya seperti drill pipe, drill collar,
tool joint juga diatur pada tempat yang telah tersedia.
Pada dasarnya persiapan tahap rigging up ini dapat dikatakan mendekati
penyelesaian, sehingga lokasi pemboran tersebut telah berubah menjadi
suatu komplek rotary drilling yang modern

Gambar 10
Urutan mendirikan Menara
Persiapan Akhir
Persiapan akhir ini meliputi 2 hal pokok, yaitu :
1. Persiapan Lumpur Pemboran, kru pemboran mulai mempersiapkan lumpur

pemboran untuk circulating system. Pada umumnya pada saat pelaksanaan


pemboran surface hole, tekanan formasi pada trayek ini relatif kecil, sehingga
cukup digunakan air tawar.
2. Pengecekan Komponen-komponen Sistem Pemboran, persiapan akhir
untuk memulai pemboran kini sudah hampir mendekati penyelesaian.
Persiapan akhir ini termasuk pengecekan untuk kedua kalinya dari setiap
komponen sistem pemboran yang ada pada sistem rotary drilling.
Pengecekan sistem pemboran tersebut meliputi :
Sistem Pengangakatan (Hoisting System)
Sistem Pemutar (Rotating System)
Sistem Sirkulasi (Circulating System)
Sistem Tenaga (Power System)
Sistem Pencegah Semburan Liar (BOP System)
Setelah tahap persiapan akhir telah selesai, maka operasi pemboran dapat
dilaksanakan baik untuk membor sumur minyak atau gas.

Gambar 11
Sistem Pengangakatan (Hoisting System)

Gambar 12
Sistem Pemutar (Rotating System)

Gambar 13
Sistem Sirkulasi (Circulating System)

LUMPUR PEMBORAN
Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting dalam operasi pemboran.
Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat
tergantung dari lumpur pemboran yang dipakai.
Lumpur pemboran diperkenalkan pertama kali dalam pemboran putar pada
sekitar awal tahun 1900. Pada mulanya orang hanya menggunakan air untuk

mengangkat serbuk bor (cutting) secara kontinyu. Kemudian dengan


berkembangnya teknologi pemboran, lumpur mulai digunakan, dan fungsi
lumpur menjadi semakin komplek dan untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur
tersebut ditambahkan bahan-bahan kimia (additive).
1. Fungsi Lumpur Pemboran
Fungsi utama lumpur pemboran adalah :
1. Mengangkat serbuk bor ke permukaan
2. Mengontrol tekanan formasi
3. Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring
4. Membersihkan dasar lubang bor
5. Membantu dalam evaluasi formasi
6. Melindungi formasi produktif
7. Membantu stabilitas formasi
1.1. Mengangkat Serbuk Bor ke Permukaan
Serbuk bor yang dihasilkan pada waktu operasi pemboran harus segera
diangkat ke permukaan agar tidak terjadi penumpukan serbuk bor di dasar
lubang. Kapasitas pengangkatan serbuk bor tergantung dari beberapa faktor,
antara lain : kecepatan aliran di anulus, viskositas plastik, yield point lumpur
pemboran dan slip velocity dari serbuk bor yang dihasilkan.
Secara umum, resultan kecepatan (atau kecepatan pengangkatan) serbuk bor
adalah merupakan perbedaan antara kecepatan di anulus, Vr, dan slip
velocity, Vs. Dengan menggunakan power-law model, slip velocity serbuk bor
dapat dihitung dengan persamaan :
1.2. Mengontrol Tekanan Formasi
Untuk keselamatan pemboran, tekanan formasi yang tinggi juga harus
diimbangi dengan tekanan hidrostatik lumpur yang tinggi, sehingga tekanan
hidrostatik lumpur lebih besar dari tekanan formasi. Secara efektif perbedaan
anatara tekanan hidrostatik lumpur dengan tekanan formasi (overbalance
pressure) harus sama dengan nol, tetapi dalam praktek harganya sekitar 100
- 200 psi. Untuk mengontrol tekanan formasi tersebut dilakukan dengan
mengatur berat (densitas) lumpur.

1.3. Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring

Perputaran pahat dan drillstring terhadap formasi akan menghasilkan panas,


sehingga dapat mempercepat keausan pahat dan drillstring. Selain panas
yang ditimbulkan akibat gesekan juga panas yang berasal dari formasi itu
sendiri, dimana semakin dalam formasi yang dibor, temperatur juga semakin
tinggi. Dengan adanya lumpur pemboran, maka panas tersebut dapat
ditransfer keluar dari lubang bor. Lumpur pemboran dapat membantu
mendinginkan drillstring dengan menyerap panas dan melepaskannya,
melalui proses konveksi dan radiasi, pada udara di sekitar mud pit. Lumpur
pemboran juga dapat melumasi pahat dan drillstring dengan menurunkan
friksi drillstring dan pahat dengan formasi yang ditembus. Untuk mendapatkan
pelumasan yang lebih baik pada umumnya dapat ditambahkan sedikit minyak
kedalam lumpur.
1.4. Membersihkan Dasar Lubang Bor
Secara umum, pembersihan dasar lubang bor dilakukan dengan
menggunakan fluida yang encer pada shear rate tinggi saat melewati nozzle
pada pahat. Ini berarti bahwa fluida yang kental kemungkinan besar dapat
digunakan untuk membersihkan lubang bor, jika fluida tersebut mempunyai
sifat shear thinning yang baik. Dan pada umumnya, fluida dengan kandungan
padatan (solid content) yang rendah merupakan fluida yang paling baik untuk
membersihkan dasar lubang bor.
1.5. Membantu Dalam Evaluasi Formasi
Sifat fisik dan kimia lumpur pemboran berpengaruh terhadap program well
logging. Pada saat tertentu diperlukan informasi tentang kandungan
hidrokarbon, batas air-minyak, dan lainnya untuk korelasi, maka dilakukan
well logging, yaitu memasukkan sonde/alat kedalam sumur, misalnya log
listrik, maka diperlukan media penghantar, dalam hal ini lumpur merupakan
penghantar listrik. Sebagai contoh, lumpur dengan kadar garam yang tinggi
akan menghambat pengukuran spontaneous potensial (SP) karena
konsentrasi garam dari lumpur dan formasi hampir sama. Disamping itu, oil
mud akan menghambat resistivitas karena minyak akan bertindak sebagai
insulator dan dapat mencegah terjadinya aliran listrik. Oleh karena itu,
pemilihan lumpur pemboran harus sesuai dengan program evaluasi formasi.
1.6. Melindungi Formasi Produktif
Perlindungan formasi produktif sangat penting. Oleh karena itu, pengendapan

mud cake pada dinding lubang bor dapat mengijinkan operasi pemboran terus
berjalan dan tidak menyebabkan kerusakan formasi produktif. Kerusakan
formasi produktif biasanya akan menurunkan permeabilitas disekitar lubang
bor.
1.7. Membantu Stabilitas Formasi
Pada lubang bor sering dijumpai adanya problem stabilitas yang disebabkan
oleh fenomena geologi, seperti zona rekahan, formasi lepas, hidrasi clay, dan
tekanan tinggi. Lumpur pemboran harus mampu mengontrol problem-problem
tersebut, sehingga lubang bor tetap terbuka dan proses pemboran dapat terus
dilanjutkan. Perencanaan sistem lumpur untuk menjaga stabilitas lubang bor
sering digunakan sebagai basis untuk pemilihan jenis dan sifat lumpur.

2. Komposisi Lumpur Pemboran


Secara umum lumpur pemboran terdiri dari tiga komponen atau fasa
pembentuk sebagai berikut :
1. Fasa cair (air atau minyak)
2. Fasa padat ( reactive solids dan inert solids)
3. Bahan kimia (additive)
2.1. Fasa cair
Fasa cair lumpur pemboran pada umumnya dapat berupa air, minyak, atau
campuran air dan minyak. Air dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air
tawar dan air asin. Air asin juga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air
asin tidak jenuh dan air asin jenuh. Sekitar 75% lumpur pemboran
menggunakan air, karena mudah didapat, murah, mudah dikontrol jika
terdapat padatan-padatan (solid content) dan merupakan fluida yang paling
baik sebagai media penilaian formasi. Istilah oil-base muds digunakan jika
kandungan minyaknya lebih besar dari 95%. Sedangkan emulsion muds
mempunyai komposisi minyak 50 -70% (sebagai fasa kontinyu) dan air 30 50% (sebagai fasa diskontinyu).
2.2. Fasa padat (solids)
Fasa padat dibagi dalam dua kelompok, yaitu padatan dengan berat jenis
rendah dan padatan dengan berat jenis tinggi. Padatan berat jenis rendah

dibagi menjadi dua, yaitu Non-reactive solid (inert solid) dan Reactive solid.
2.2.1. Reactive Solid
Reactive solid adalah clay, merupakan padatan yang dapat bereaksi dengan
air, membentuk koloid. Clay dapat didefinisikan sebagai berikut :
Padatan dengan diameter kurang dari 2
Partikel yang bermuatan listrik dan mampu menyerap air
Material yang dapat mengembang (swelling) jika menyerap air
Clay (atau low-gravity reactive solid) ditambahkan ke dalam air agar diperoleh
sifat-sifat fisik seperti viskositas dan yield point yang diperlukan untuk
mengangkat serbuk bor atau untuk menjaga agar serbuk bor tidak
mengendap pada saat tidak ada sirkulasi (lihat persamaan 1 dan 2).
Mekanisme pembentukan viskositas dan yield point yang tinggi
pengembangannya sangat komplek dan belum seluruhnya dapat difahami.
Hal ini dihubungkan dengan struktur internal partikel-partikel clay dan gayagaya elektrostatik yang mempertahankannya jika clay terdispersi dalam air.
Pada dasarnya ada dua jenis clay yang digunakan dalam pembuatan waterbase mud, yaitu :
a) Bentonitic clay (gel) ; adalah merupakan anggota dari kelompok clay
montmorillonite (smectite), dan hanya dapat digunakan dengan air tawar,
karena baik viskositas maupun yield point tidak dapat terbentuk pada air asin.
Bentonit yang ada di pasaran bukan merupakan sodium montmorillonite
murni, tetapi mempunyai kandungan sodium montmorillonite sekitar 60 -70%.
Sodium montmorillonte adalah merupakan material yang berbentuk plat-plat
seperti lembaran-lembaran buku. Plat-plat tersebut sangat tipis dengan
ukuran partikel kurang dari 0.1 . Bentonit menyerap air tawar pada
permukaan partikel-partikelnya, sehingga dapat menaikkan volumenya
sampai 10 kali atau lebih, yang disebut swelling atau hidrasi. Besarnya
swelling yang terjadi dapat dilihat dengan meningkatnya kekentalan atau
viskositas lumpur, yang tergantung dari luas permukaan dan total jumlah air
yang diserap oleh clay.
b) Attapulgite (salt gel) ; adalah merupakan anggota dari kelompok clay
palygorskite, dan hanya dapat mengasilkan viskositas dan yield point yang
tinggi baik pada air tawar maupun air asin. Salt water clay (attapulgite), akan
terjadi swelling jika dimasukkan dalam air asin.

Gambar 14
Peralatan Solid Control Lumpur

PENYEMENAN SUMUR PEMBORAN


Gambar 15
Proses Penyemenan
Gambar 16
Sistem Pencegah Semburan Liar (BOP System)

Gambar 17
Sistem Tenaga (Power System)

Kelima sistem tersebut diatas mempunyai hubungan yang erat antara satu
dengan yang lain. Dengan kata lain, bahwa kerja sistem-sistem tersebut
berlangsung pada waktu yang bersamaan.
Operasi pemboran adalah merupakan suatu kegiatan yang terpadu dengan
kegiatan-kegiatan lainnya dalam industri perminyakan.
Pada masa sekarang, operasi pemboran dapat dilaksanakan baik di darat
(on-shore) maupun di lepas pantai (off-shore). Peralatan yang digunakan
untuk operasi pada kedua tempat tersebut pada prinsipnya sama,
perbedaannya adalah tempat untuk menempatkan menara (rig) serta
perlengkapannya.

TEKANAN FORMASI DAN


GRADIEN REKAH

1. PENDAHULUAN
Pengetahuan tentang tekanan formasi (tekanan pori) adalah merupakan hal
yang sangat penting, karena tekanan formasi sangat berpengaruh terhadap

casing design, densitas lumpur, laju penembusan, problem pipa terjepit dan
well control. Perkiraan dan penentuan zona yang bertekanan tinggi sangat
penting karena adanya resiko terjadinya blowout (semburan liar). Pada
umumnya air asin yang terperangkap pada zona-zona yang berasosiasi
dengan lapisan shale yang tebal terbebaskan selama proses sedimentasi
berlangsung. Fenomena ini akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
Proses kompaksi dapat digambarkan dengan sebuah model sederhana yaitu
berupa sebuah selinder yang berisi suatu fluida dan sebuah pegas (mewakili
matriks batuan). Overburden stress dapat disimulasikan dengan
menggunakan sebuah piston yang ditekan kebawah pada selinder.
Overburden (S) ditahan oleh pegas () dan tekanan fluida (p), maka :
S = + p ...................................................(1)
Jika tekanan overburden bertambah (karena proses sedimentasi terus
berlangsung) maka beban tambahan tersebut harus ditahan oleh matriks dan
fluida dalam pori. Pada formasi dimana fluida dapat bergerak bebas maka
kenaikan beban harus ditahan oleh matriks, sedangkan fluida yang tersisa
sebagai hidrostatik. Dalam kondisi tersebut maka tekanan formasi disebut
Normal, dan nilainya proporsional terhadap kedalaman dan densitas fluida.
Tetapi jika formasi tersebut tersekat sehingga fluida terperangkap, maka
tekanan fluida tersebut akan bertambah diatas harga hidrostatik. Kondisi ini
disebut sebagai Overpressure (yaitu bagian dari beban overburden ditransfer
dari matriks ke fluida yang mengisi ruang pori). Luas bidang kontak antar butir
tidak dapat bertambah karena hadirnya air yang tidak kompresibel, maka
pertambahan beban tersebut akan ditransfer ke fluida, sehingga tekanan pori
naik.

2. TEKANAN FORMASI NORMAL


Jika perlapisan sedimen terendapkan di dasar laut, maka butir-butir sedimen
tersebut akan terkompaksi satu dengan yang lain, sehingga air akan terperas
dari dalam ruang pori. Jika proses tersebut tidak terganggu, dan air bawah
permukaan masih tetap berhubungan dengan laut diatasnya melalui ruang
pori yang saling berhubungan, maka akan menghasilkan tekanan hidrostatik.
Gradien hidrostatik (psi/ft) nilainya bervariasi tergantung dari densitas fluida.
Pada umumnya air asin di lapangan minyak mempunyai kadar mineral terlarut
bervariasi antara 0 sampai 200.000 ppm. Sehubungan dengan hal itu, maka
gradien hidrostatik nilainya bervariasi antara 0,433 psi/ft (air murni) sampai

sekitar 0,50 psi/ft. Pada umumnya secara geografis gradien hidrostatik


diambil sebesar 0,465 psi/ft (dengan asumsi kadar garam 80.000 ppm).
Gradien ini menunjukkan tekanan normal. Sedangkan untuk setiap tekanan
formasi yang nilainya diatas atau dibawah 0,465 psi/ft disebut tekanan
abnormal (overpressured).
Besarnya bulk density dari suatu batuan ditentukan oleh matriks dan air yang
mengisi ruang pori.

atau
..........................................(2)
dimana ;
b = bulk density batuan berpori
m = densitas matriks
f = densitas fluida dalam ruang pori
= porositas
Karena litologi dan kadar fluida tidak konstan, maka bulk density nilainya akan
bervariasi terhadap kedalaman.
Gradien overburden diturunkan dari tekanan yang dikenakan pada batuan
diatas kedalaman tertentu. Hal ini dapat dihitung dari spesific gravity yang
bervariasi antara 2.1 (batupasir) sampai 2,4 (batugamping). Dengan
menggunakan spesific gravity rata-rata = 2,3, maka gradien overburden dapat
dihitung :
2,3 x 0,433 = 0,9959 psi/ft.
Pada umumnya untuk perhitungan nilai gradien overburden dibulatkan
menjadi 1 psi/ft, dan gradien overburden juga sering disebut sebagai gradien
geostatik. Harus diingat bahwa gradien overburden nilainya bervariasi
terhadap kedalaman karena kompaksi dan perubahan litologi, sehingga
nilainya tidak dapat dianggap konstan.

3. TEKANAN ABNORMAL
Tekanan abnormal didifinisikan sebagai tekanan yang menyimpang dari
gradien tekanan normal. Penyimpangan tersebut dapat Subnormal (kurang
dari 0,465 psi/ft) atau Overpressured/Tekanan Abnormal (lebih besar dari

0,465 psi/ft). Secara umum tekanan subnormal jarang sekali dijumpai dan
dapat menyebabkan masalah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan
overpressure. Tekanan abnormal terjadinya sangat berkaitan erat dengan
adanya sealing mechanism. Penyekatan (sealing) mencegah adanya
ketetimbangan tekanan yang terjadi dalam urutan proses geologi. Sekat (seal)
terbentuk oleh adanya penghalang permeabilitas (permeability barrier) yang
dihasilkan dari proses fisik maupun kimiawi.
Penyekat fisik (physical seal) dapat terbentuk dari efek gravitasi patahan
selama proses pengendapan atau pengendapan dari bahan dengan ukuran
butir yang lebih halus. Penyekat kimiawi (chemical seal) terbentuk karena
adanya pengendapan kalsium karbonat, sehingga akan mengakibatkan
terjadinya penghalang permeabilitas rata-rata. Contoh lain dari adanya
diagenesa kimia selama proses kompaksi adalah bahan organik. Baik proses
fisika maupun kimia kemuanya akan menyebabkan terbentuknya penyekat,
seperti proses pelarutan gypsum.

3.1. Tekanan Subnormal


Mekanisme terbentuknya tekanan subnormal (lebih kecil dari tekanan
hidrostatik) dapat dijelaskan sebagai berikut :
(a) Ekspansi Panas (Thermal Expansion)
Karena batuan sedimen dan fluida yang mengisi pori berada pada lingkungan
yang dalam, dimana temperatur juga mengalami kenaikan, maka fluida akan
mengembang. Hal ini akan menyebabkan penurunan densitas, dan akibatnya
tekanan akan berkurang.
(b)Formation Shortening
Selama proses kompresi berlangsung akan menyebabkan perlapisan batuan
terlipat (bagian atas terlipat ke atas, sedangkan bagian bawah terlipat ke
bawah), sehingga perlapisan bagian tengah akan mengembang, sehingga
mengakibatkan terjadinya tekanan subnormal
(c) Deplesi
Jika hidrokarbon atau air diproduksikan dari formasi yang tidak mengalami
efek subsidence, maka akan menyebabkan terjadinya tekanan subnormal.
Hal ini sangat penting jika pemboran sumur dikembangkan pada reservoir
yang telah lama diproduksikan. Sebagai contoh, gradien tekanan akuifer di
salah satu lapangan minyak di Texas besarnya hanya 0,36 psi/ft.

(d) Penguapan
Pada daerah kering, seperti di Timur Tengah batas water table dapat berada
pada kedalaman ratusan meter dari permukaan, hal ini akan menurunkan
tekanan hidrostatik.
(e) Permukaan Potensiometrik
Permukaan potensiometris ini mengikuti relief formasi dan dapat
menghasilkan baik tekanan subnormal maupun tekanan tinggi (overpressure).
Permukaan potensiometris didefinisikan sebagaibatas ketinggian kenaikan air
yang dibor dari aquifer yang sama. Permukaan potensiometris dapat berada
ribuan foot diatas atau dibawah permukaan tanah
(f) Pergeseran Epirogenik
Perubahan elevasi dapat menyebabkan terjadinya tekanan abnormal pada
formasi yang terbuka secara lateral, tetapi dibagian lainnya tersekat. Jika
singkapan arahnya naik akan menghasilkan tekanan tinggi, dan jika arahnya
ke bawah akan menghasilkan tekanan subnormal.
Perubahan tekanan jarang disebabkan oleh adanya perubahan elevasi saja,
tetapi juga karena adanya proses erosi dan pengendapan. Adanya kehilangan
atau pertambahan saturasi air pada batuan sedimen juga penting.
Batas besarnya tekanan subnormal kurang diperhatikan dalam praktek di
lapangan.

3.2. Tekanan Formasi Abnormal (Overpressured Formation)


Ada beberapa formasi yang tekanan porinya lebih besar dibanding dengan
kondisi normal (gradien 0,465 psi/ft). Tekanan formasi dapat diplot antara
gradien hidrostatik dan gradien overburden (1 psi/ft). Beberapa contoh
tekanan tinggi yang telah dilaporakan adalah :
Gulf Coast 0,8 - 0,9 psi/ft.
Iran 0,71- 0,98 psi/ft
North Sea 0,5 - 0,9 psi/ft
Carpathian Basin 0,8 - 1,1 psi/ft.
Dari data tersebut diatas terlihat bahwa tekanan abnormal dapat dijumpai di
seluruh dunia. Mekanisme terbentuknya tekanan abnormal ada berbagai

faktor, diantaranya adalah permukaan potensiometris dan penyusutan formasi


(formation foreshortening).

Selain itu, mekanisme terbentuknya tekanan abnormal juga dapat disebabkan


oleh :
(a). Kompaksi Sedimen yang tidak Sempurna
Pada proses pengendapan clay atau shale yang sangat cepat, maka air yang
terbebaskan sangat kecil. Pada kondisi normal porositas awal yang tinggi (+/50%) akan berkurang karena air terperas keluar melaui struktur pasir yang
permeabel atau melalui penyaringan dari clay/shale itu sendiri. Jika proses
sedimentasi terlalu cepat, sehingga tidak terjadi proses pembebasan air,
akibatnya air akan terperangkap dan selanjutnya menahan tekanan
overburden.
(b). Patahan
Patahan dapat merubah struktur batuan sedimen, sehingga zona permeabel
berhadapan dengan zona impermeabel. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
penghalang bagi aliran fluida, akibatnya air tidak dapat keluar dari shale dan
selanjutnya akan menghasilkan tekanan abnormal.
(c). Perubahan Fasa Selama Proses Kompaksi
Mineral dapat mengalami perubahan fasa dengan naiknya tekanan, seperti
gypsum + anhydrite + air bebas. Diperkirakan bahwa lapisan gypsum setebal
50 ft akan menghasilkan kolom air setinggi 24 ft. Sebaliknya anhydrite dapat
terhidrasi pada kedalaman untuk menghasilkan gypsum dengan peningkatan
volume sampai 40%. Transformasi montmorillonite menjadi illite juga akan
melepaskan sejumlah air.
(d). Deposisi Batu Garam Masif
Deposisi batu garam dapat terjadi karena batu garam bersifat impermeabel,
sehingga fluida dalam formasi yang berada dibawahnya akan menghasilkan
tekanan abnormal. Tekanan abnormal biasanya dijumpai pada zona-zona
dibawah perlapisan batu garam.
(e). Salt Diaperism

Gerakan keatas dari kubah garam yang berdensitas rendah karena adanya
efek apung (bouyancy) yang mengganggu perlapisan sedimen akan
menghasilkan anoma;i tekanan. Garam juga dapat berfungsi sebagai
penghalang (impermeable seal) terhadap pembebasan air dari clay secara
lateral.
(f). Kompresi Tektonik
Kompresi lateral sedimen dapat menghasilkan pengangkatan sedimen lapuk
atau perlipatan sedimen yang lebih kuat, sehingga formasi yang secara
normal terkompaksi akan naik ke bagian yang lebih tinggi. Jika tekanan mula
tetap, maka pengangkatan formasi tersebut dapat menghasilkan tekanan
abnormal.
(g). Migrasi Fluida
Migrasi fluida dari zona tekanan tinggi ke zona yang lebih dangkal yaitu
dengan melalui patahan atau dari casing/semen yang buruk akan dapat
menyebabkan terjadinya kick, karena perubahan litologi tidak dapat
mendeteksi adanya tekanan yang tinggi. Dengan kata lain, bahwa tekanan
abnormal dapat terjadi pada formasi-formasi dangkal jika terjadi migrasi gas
dari formasi-formasi dibawahnya.

(h). Pembentukan Hidrokarbon


Shale yang terendapkan dengan sejumlah bahan-bahan organik akan
menghasilkan gas, karena bahan organik akan terdegradasi pada saat proses
kompaksi. Jika gas tersebut tidak terbebaskan, maka akan berkembang
menjadi tekanan abnormal. Produk organik juga membentuk garam yang
akan terendapkan dalam ruang pori, sehingga akan menurunkan porositas
dan menghasilkan suatu penghalang (seal).

4. PROBLEM PEMBORAN YANG BERKAITAN DENGAN


TEKANAN FORMASI
Jika pemboran menembus formasi dengan tekanan hidrostatik lumpur yang

cukup memadai, maka dapat mencegah :


1. lubang bor runtuh dan
2. masuknya fluida formasi.
Untuk mencapai kondisi tersebut, maka tekanan hidrostatik lumpur harus
sedikit lebih besar dari tekanan formasi (disebut sebagai overbalance). Tetapi
jika overbalance terlalu besar akan menyebabkan :
1. Menurunkan laju penembusan (chip hold down effect)
2. Hilang lumpur (aliran lumpur masuk ke formasi)
3. Rekah formasi (melebihi gradien rekah formasi)
4. Pipa terjepit (differntial pressure pipe stuck).
Tekanan formasi juga berpengaruh terhadap perencanaan casing. Jika zona
tekanan abnormal berada diatas zona subnormal, maka densitas lumpur yang
sama tidak dapat digunakan pada kondisi tersebut (karena zona bawah akan
rekah). Untuk itu, maka zona atas harus dipasang casing, agar berat lumpur
dapat diturunkan untuk melanjutkan pemboran pada zona bawah. Problem
umum yang sering terjadi adalah penempatan surface casing terlalu tinggi,
sehingga ketika pemboran menembus zona tekanan abnormal kick tidak
dapat disirkulasikan keluar dengan lumpur berat karena terjadi rekah formasi
pada zona atas yang tidak dipasang casing. Setiap rangkaian casing harus
dipasang pada kedalaman maksimum berdasarkan data gradien rekah
formasi. Jika hal ini tidak dilakukan, maka harus dipasang casing tambahan
atau liner sebagai protektor. Hal ini bukan saja mahal, tetapi juga akan
memperkecil diameter lubang bor, sehingga akan menimbulkan masalah
pada saat sumur dikomplesi.
Berdasarkan hubungan antara tekanan formasi dengan problem-problem
pemboran, maka tekanan formasi abnormal harus diidentifikasikan sebelum
perencanaan program pemboran dilakukan.

5. ZONA TRANSISI
Perubahan tekanan fluida dari normal menjadi abnormal pada suatu interval
zona impermeabel disebut sebagai zona transisi, yaitu akibat adanya air
konat yang terperangkap pada saat proses sedimentasi. Jika zona transisi
berupa lapisan shale yang tebal, maka tekanan formasi secara gradual
bertambah besar. Zona transisi ini dicirikan oleh adanya perubahan gradien

tekanan secara menyolok. Dibawah zona transisi abnormal gradien tekanan


mengecil lagi. Variasi tekanan formasi pada sumur yang bertekanan
abnormal. Zona transisi memberikan indikasi kepada kru pemboran supaya
menyadari bahwa mereka akan menembus zona tekanan abnormal.

Gambar 18
Ploting Pressure Gradient
MASALAH PEMBORAN
(HOLE PROBLEMS)
Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemboran sumur minyak
sebagian besar disebabkan oleh karena adanya gangguan keseimbangan
terhadap tegangan tanah (earth stress) di sekitar lubang bor yang disebabkan
akibat adanya aktivitas pembuatan lubang bor itu sendiri, dan adanya
interaksi antara lumpur pemboran dengan formasi yang ditembus.
Tegangan tanah bersama dengan tekanan formasi berusaha untuk
mengembalikan keseimbangan yang telah ada sebelumnya, dengan cara
mendorong lapisan batuan untuk bergerak ke arah lubang bor.
Untuk itu, lubang bor harus dijaga stabilitasnya dengan cara
menyeimbangkan tegangan tanah dan tekanan formasi di satu sisi dengan
tekanan lumpur pemboran di sekitar lubang bor serta komposisi kimia lumpur
pada sisi yang lain.
Dalam modul ini akan diuraikan secara singkat tentang masalah-msalah yang
paling sering terjadi pada saat operasi pemboran berlangsung. Sebagian
besar materi modul ini diambil dari beberapa artikel maupun literatur terbaru
yang pada saat ini banyak digunakan dalam industri perminyakan.
Masalah pemboran (hole problems) secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi 3, yaitu :
1. Pipa Terjepit (Pipe Stuck)
2. Sloughing Shale, dan
3. Hilang sirkulasi (Lost Circulation)

Gambar 19
Problem Lubang Sumur
SUMUR BOR

perminyakan umumnya dikenal tiga macam jenis sumur :


Pertama, sumur eksplorasi (sering disebut juga wildcat) yaitu sumur yang dibor untuk
menentukan apakah terdapat minyak atau gas di suatu tempat yang sama sekali baru.
Jika sumur eksplorasi menemukan minyak atau gas, maka beberapa sumur konfirmasi
(confirmation well) akan dibor di beberapa tempat yang berbeda di sekitarnya untuk
memastikan apakah kandungan hidrokarbonnya cukup untuk dikembangkan.
Ketiga, sumur pengembangan (development well) adalah sumur yang dibor di suatu
lapangan minyak yang telah eksis. Tujuannya untuk mengambil hidrokarbon semaksimal
mungkin dari lapangan tersebut.
Istilah persumuran lainnya :
Sumur produksi : sumur yang menghasilkan hidrokarbon, baik minyak, gas ataupun
keduanya. Aliran fluida dari bawah ke atas.
Sumur injeksi : sumur untuk menginjeksikan fluida tertentu ke dalam formasi (lihat
Enhanced Oil Recovery di bagian akhir). Aliran fluida dari atas ke bawah.
Sumur vertikal : sumur yang bentuknya lurus dan vertikal.
Sumur berarah (deviated well, directional well) : sumur yang bentuk geometrinya tidak lurus
vertikal, bisa berbentuk huruf S, J atau L.
Sumur horisontal : sumur dimana ada bagiannya yang berbentuk horisontal. Merupakan
bagian dari sumur berarah.

LUMPUR PEMBORAN

Lumpur berbentuk Gell membantu menggantung potongan2 yang di bor


Gell menjaga agar potongan2 tidak jatuh ke lubang dan bertumpuk di
Sekitar mata bor. Daya apung gell diukur dari gell itu sendiri.
Bila pekerja memompa dan mensirkulasi lumpur kekentalan gel lumpur
Menurun shg mengijinkan pengeboran mengalir lebih muda.
umpur menstabilkan lubang menjaganya dari kelongsoran atau keruntuhan.Begitu lumpur
Bergerak ke atas lubang ia biasanya mengalir melalui formasi2 yang dapat dirembes.
Cairan dari lumpur dapat menembus melalui formasi . Ketika lumpur berada disebelah
formasi
Yang dapat dirembes itu, tekanan memaksa cairan terpisah dari lumpur atau filltrip melalui
Bukaan 2 yang kecil sekali atau ruangan pori2 didalam formasi.
Waktu filtripnya dipaksa keluar dari lumpur yang tersisa adalah lapisan tipis/plester dari
partikel
Partikel padat yg disebut potongan lumpur / mud cake. Plester dari partikel2 padat di
samping

Lubang banyak kesamaannya dari plester dari dinding gedung.


Mud cake membantu menjaga lubang dari kelongsoran/keruntuhan.

CASING SUMUR BOR

Fungsi Casing Setelah suatu pemboran minyak dan gas bumi mencapai kedalaman
tertentu, maka kedalaman sumur tersebut perlu dipasang casing yang kemudian dilanjutkan
dengan proses penyemanan. Casing merupakan suatu pipa baja yang berfungsi antara lain
: Mencegah gugurnya dinding sumur, menutup zona bertekanan abnormal, zona lost dan
sebagainya. Tujuan utama dari perencanaan casing adalah mendapatkan rangkaian casing
yang cukup kuat untuk melindungi sumur baik selama pemboran maupun
Selama bertahun-tahun pemboran putar konvensional (pahat pada ujung rangkaian pipa
pemboran) telah mendominasi dunia pemboran minyak dan gas di seluruh dunia, terutama
semenjak rotary rock bit muncul pada tahun 1909. Dengan metode pemboran ini dapat
terjadi beberapa kali cabut-masuk rangkaian pemboran pada suatu sumur.
Pemboran dengan casing merubah dasar tersebut. Pemboran ini menawarkan kinerja yang
sama dengan pemboran menggunakan pipa bor konvensional. Pekerjaan memasukkan
casing dan membor formasi yang dilakukan bersamaan dapat menghilangkan sejumlah
langkah dalam pemboran konvensional dan menyediakan beberapa keuntungan tambahan.
Teknik pemboran casing pertama kali di lakukan di Canada. Pemboran dilakukan dengan
menggunakan casing 7 dan berhasil mencapai kedalaman 1000 m. Konsep dari Casing
drilling adalah sederhana : yaitu daripada menggunakan drill pipe, bor lubang dengan
menggunakan casing yang kemudian juga akan secara permanen disemen. Ketika casing
point dicapai, posisi casing langsung telah ada di dasar sumur, sehingga akan mengurangi
waktu untuk trip rangkaian yang biasa dilakukan dengan pemboran konvensional. Jika
sumur tidak bagus, rangkaian casing bisa di recover kembali. Hasilnya adalah lebih sedikit
kendala yang tidak diinginkan terjadi, operasi lebih aman, dan penyelesaian sumur yang
lebih cepat.
Pengalaman lapangan sebelumnya menunjukkan bahwa pemboran dengan casing adalah
suatu pilihan yang menguntungkan. Pengembangan yang berkelanjutan terhadap peralatan
dan prosedur telah meningkatkan potensi penerapannya baik untuk formasi keras maupun
lunak, baik di darat maupun di laut (off shore).
Dengan mengurangi waktu untuk trip, pemboran dengan casing dapat memotong waktu
yang dibutuhkan untuk membor sumur 20 30 %. Tanpa trips, unscheduled event yang
dapat terjadi karena cabut-masuk rangkaian dapat dihilangkan seperti kicks, sidetrack yang

tidak disengaja, swab, surge, dan reaming.


Pada dasarnya ada dua metoda untuk membor dengan casing yaitu :
1. Pemboran casing dengan retrieveable BHA
yaitu digunakan suatu BHA tambahan di dalam casing yang dapat diretrieve. BHA ini
biasanya terdiri dari mud motor, under reamer dan bit konvensional.
2. Pemboran casing tanpa retrieveable BHA
yaitu dengan menggunakan casing itu sendiri sebagai BHA yang diputar langsung dan
disemen di dasar.
Di Indonesia, sudah ada beberapa lapangan yang sudah menerapkan teknologi casing
drilling ini, salah satunya di lapangan Tugu Batu Pertamina EP Cirebon.
Ada banyak perusahaan yang capable untuk melakukan pekerjaan Casing Drilling ini.
Salah satunya adalah Tesco dan Weatherford. Dalam Penggunaanya, Casing Drilling harus
menggunakan Top Drive System, karena membutuhkan tenaga yang cukup besar.
Dengan Casing Drilling, kita akan dapat menghemat waktu dalam proses

Mungkin tidak ada satu onderdil minyak yang sampai membuat 250 juta rakyat Indonesia
membicarakannya belakangan ini yaitu pipa "casing" yang diterjemahkan sebagai
selubung. Padahal di lapangan bentuknya sekedar pipa baja dan kurang menarik untuk
didongengkan.
Harga casing sekitar sepertiga biaya pengeboran, tak heran beberapa operator mencoba
menghemat pemakaiannya. Seperti halnya orang mengebor tanah untuk dipasang jetpump
yang di Pondok Gede ditulis "Cervis ZePam" - untung bukan salah tulis "Cervic Zus Pam."
maka pada kedalaman tertentu sumur yang berdinding tanah ini harus di lindungi oleh
selubung agar tidak rontok. Begitu juga sumur diperminyakan.
Bedanya casing ini harus kuat dipuntir, ditarik, ditekan dan diplembungkan pendeknya
tahan dibuat remek dan tidak bisa menghandalkan lem Isarplas. Tidak boleh ada bagian
casing yang bocor sedikitpun semua harus mulus tanpa dempul.
Sebagai ilustrasi perkenankan saya membuat anda sedikit berkerut dengan perhitungan
sederhana. Sebatang casing rata-rata 12 meter, dan berukuran (diameter) 13.4 inci atau
24,4 cm. Kalau pengeboran sudah mencapai katakanlah 2000 meter maka paling tidak
dibutuhkan 170 batang casing. Maka menara bor harus mampu menahan berat 200 ton
berat pipa.
Yang bikin pusing bahan casing harus dipilih dari baja yang paling kuat ulirnya. Soalnya
casing nomor buncit akan menahan berat casing dari nomor dua sampai seratus tijuh puluh
dengan berat tak kurang 200 ton. Bayangkan ulir seperti nampak pada gambar harus
menahan bebas seberat itu. Bisa "kiwir-kiwir."
Ternyata penderitaan casing bukan hanya dicekek oleh teman-teman yang bergantung
dibawahnya, sifat cairan adalah makin dibawah makin berat tekanannya, lagi-lagi casing

yang menderita. Belum lagi saat terjadi semburan gas liar (amit-amit) maka pipa dapat
tambahan derita gencetan. Gampangnya kalau casing saja dibuat harus mampu mengatasi
gencetan 200 ton, maka bisa dibayangkan betapa dahsyat musuh yang akan dihadapinya
yaitu luapan atau semburan gas liar.
Teknologi membuat casing juga tidak sembarangan. Casing sendiri dibuatnya bukan seperti
membentuk pipa ledeng. Ia dibentuk saat baja masih panas "mongah-mongah" alias panas
banget, lalu ditusuk sehingga berlubang.
ada gambar pertama nampak seseorang sedang "roughneck" alias pekerja bor papan
bawah sedang mengancing casing sambil menengadah ke atas. Rupanya ia menunggu
isyarat dari manusia papan atas alias manusia menara alias "spiderman."
a.k.a derrickman.
Nampak juga alat pemegang casing yang diisebut "spider." Jadi spider mansejatinya
sudah dikenal dikalangan perminyakan, hanya ia pakai baju overall, bukan kaos.
Spider ini harus kokoh karena memang beban yang ditahannya sangatlah berat.
Dan yang terakhir adalah casing saat diangkut dari tumpukannya untuk dibawa ke lantai
bor. Setiap batang diberi dop pelindung agar tidak ketempelan pasir atau tanah. Dan yang
lebih penting lagi tidak kepentok benda keras sehingga merusakdraadnya.
Urusan casing memang bikin pusing.

BIT

Kegunaan Pahat BorUntuk mendapatkan kedalaman yang diharapkan diperlukan suatu alat
yang letaknya di ujung rangkaian pipa pemboran dinamakan mata bor atau bit. Mata bor
atau bit adalah alat yang terpasang di ujung paling bawah dari rangkaian pipa yang
langsung berhadapan dengan formasi atau batuan yang di bor. Adanya putaran dan beban

yang diperoleh dari rangkaian pipa bor diatasnya, akan menyebabkan mata bor itu
menghancurkan batuan yang terletak dibawah sehingga akan menembus semakin dalam
bebatuan tersebut. Lumpur yang disirkulasikan akan keluar melalui mata bor dan
menyemprotkan langsung kebatuan yang sedang dihancurkan di dasar lubang bor.
Semprotan ini akan ikut membantu menghancurkan batuan-batuan itu. Batuan yang
disemprot oleh Lumpur tadi akan lebih mudah lagi dihancurkan oleh mata bor, sehingga
dengan demikian akan diperoleh laju pemboran yang lebih cepat.

DRILL STRING

DRILL STRING COMPONENTS


DRILL PIPE ( SIFATNYA LENTUR , SEPEK SESUAI KONDISI SUMUR , UKURAN UMUM
5 IN DIA DAN PANJANG 8.2-9.1 M , ISTILAH BATANG PIPA ; JOINTS) , UJUNG ; PIN
SAMBUNGAN LAKI2, BOX SAMBUNGAN PEREMPUAN.
PIPA KELAS BERAT ( DIPASANG DI UJUNG BAWAH DRILL PIPE ) BERFUNGSI
MENGURANGI TEGANGAN DARI DRILL COLLARS
BENTUK POLOS / LICIN
BENTUK ULIR

Rig Bor

Rig pengeboran
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Rig pengeboran darat
Rig pengeboran adalah suatu bangunan dengan peralatan untuk melakukan pengeboran
ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, ataugas bumi, atau
deposit mineral bawah tanah. Rig pengeboran bisa berada di atas tanah (on shore) atau di
atas laut/lepas pantai (off shore) tergantung kebutuhan pemakaianya. Walaupun rig lepas
pantai dapat melakukan pengeboran hingga ke dasar laut untuk mencari mineral-mineral,
teknologi dan keekonomian tambang bawah laut belum dapat dilakukan secara komersial.
Oleh karena itu, istilah "rig" mengacu pada kumpulan peralatan yang digunakan untuk
melakukan pengeboran pada permukaan kerak Bumi untuk mengambil contoh minyak, air,
atau mineral.
Rig pengeboran minyak dan gas bumi dapat digunakan tidak hanya untuk mengidentifikasi
sifat geologis dari reservoir tetapi juga untuk membuat lubang yang memungkinkan
pengambilan kandungan minyak atau gas bumi dari reservoir tersebut.
Rig pengeboran dapat berukuran:
Kecil dan mudah dipindahkan, seperti yang digunakan dalam pengeboran eksplorasi
mineral
Besar, mampu melakukan pengeboran hingga ribuan meter ke dalam kerakBumi.
Pompa lumpur yang besar digunakan untuk melakukan sirkulasi lumpur
pengeboran melalui mata bor dan casing (selubung), untuk mendinginkan sekaligus
mengambil "bagian tanah yang terpotong" selama sumur dibor.
Katrol di rig dapat mengangkat ratusan ton pipa. Peralatan lain dapat
mendorongasam atau pasir ke dalam reservoir untuk mengambil contoh minyak dan
mineral; akomodasi untuk kru yang bisa berjumlah ratusan. Rig lepas pantai dapat
beroperasi ratusan hingga ribuan kilometer dari pinggir pantai

Dasar Teori Casing

Fungsi Casing
Setelah suatu pemboran minyak dan gas bumi mencapai kedalaman tertentu, maka
kedalaman sumur tersebut perlu dipasang casing yang kemudian dilanjutkan dengan
proses penyemanan. Casing merupakan suatu pipa baja yang berfungsi antara lain :
Mencegah gugurnya dinding sumur, menutup zona bertekanan abnormal, zona lost dan
sebagainya. Tujuan utama dari perencanaan casing adalah mendapatkan rangkaian casing
yang cukup kuat untuk melindungi sumur baik selama pemboran maupun produksi dengan
biaya yang murah. Beberapa fungsi casing adalah sebagai berikut :
Mencegah Gugurnya Dinding Sumur
Pada lapisan batuan yang tidak terkonsolidasi dengan baik, maka pada saat pemboran
menembus lapisan tersebut dapat menyebabkan terjadinya pembesaran pada lubang bor.
Pembesaran pada lubang bor ini adalah akibat runtuhnya dinding sumur, lebih jauh apabila
lapisan lunak ini berselang-seling dengan lapisan keras maka akan memberikan efek
pembelokan terhadap drill string.
Mencegah Terkontaminasinya Air Tanah Oleh Lumpur Pemboran
Dalam suatu pemboran, untuk mengimbangi tekanan formasi digunakan lumpur pemboran
yang memiliki densitas tertentu. Lumpur pemboran ini akan memberikan/mengimbangi
tekanan hidrostatik dari formasi. Pada dinding sumur akan terbentuk mud cake sedangkan
filtrat lumpur akan masuk menembus formasi. MAsuknya filtrat lumpur ke dalam formasi
dapat menyebabkan adanya air. Untuk mencegah terjadinya pencemaran air formasi maka
dipasanglah casing.
Menutup Zona Bertekanan Abnormal dan Zona Loss
Zona bertekanan abnormal adalah zona yang dapat menyebabkan terjadinya well kick yaitu
masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor. Terlebih apabila fluida ini berupa gas dan
tidak segera ditanggulangi maka akan terjadi semburan liar (blow out)yang sangat
membahayakan. Sedangkan zona loss adalah zona dimana lumpur pemboran menghilang
masuk ke formasi.
Membuat Diameter Sumur Tetap
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa pada dinding sumur akan terbentuk mud cake.
tetapi ketebalan mud cake ini merupakan fungsi dari waktu dan permeabilitas dari batuan
yang ditembus.Bila permeabilitasnya besar maka mud cake semakin tebal. Dengan

dipasangnya casing maka diameter sumur akan tetap, hal ini terutama akan bermanfaat
apabila kita membutuhkan data volume annulus secara tepat.
Mencegah Hubungan Langsung Antar Formasi
Sebagai contoh apabila suatu sumur dapat menghasilkan minyak dan gas dari lapisan yang
berbeda dan dikehendaki untuk diproduksi bersama-sama maka untuk memisahkan dua
lapisan produktif tersebut dipasang casing dan packer.
Tempat Kedudukan BOP dan Peralatan Produksi
BOP (Blow Out Preventer) merupakan peralatan untuk menahan tekanan sumur yang
berada dalam kondisi kick. BOP ini diletakkan pada surface casing. Peralatan produksi
yang dipasang pada casing misalnya X-mas Tree dll.

APLIKASI PENGGUNAAN SISTEM DRILLING WITH CASING PADA


PEMBORAN EKSPLORASI DENGAN SURFACE CASING 13 3/8 DI
LAPANGAN LEPAS PANTAI

Dalam 20 tahun belakangan ini, pencarian persediaan minyak menjadi semakin penting karena
sumber-sumber gas alam dan minyak mentah yang ada sudah semakin menipis dengan pesat,
karena dipakai oleh negara-negara industri. Pada saat ini kenyataannya sulit untuk menemukan
lapangan minyak baru di darat. Ditambah pula oleh fakta baru, bahwa banyak cekungan tepi benua
merupakan tempat endapan minyak yang potensial, keadaan semacam ini yang melengkapi kondisi
awal bagi lahirnya teknologi lepas pantai. Dalam perkembangannya, pada operasi-operasi
pemboran sumur dilepas pantai selalu dilakukan pengembangan teknologi dan metode-metode
alternatif baru untuk penghematan biaya operasional.
Dalam penulisan tugas akhir ini, terbagi atas beberapa BAB yaitu : BAB II akan membahas
mengenai struktur geologi dan stratigrafi dari lapangan lepas pantai Blok Nila Laut Natuna selatan,
BAB III membahas mengenai dasar unit pemboran dengancasing, cara kerja/mekanisme serta
keuntungan dan kerugian dalam penerapan yang mempengaruhi pemboran dengan casing.
Selain itu juga, pada BAB IV akan membahas mengenai aplikasi penggunaan dari sistem DWC,
tingkat keberhasilan dari cara kerja sistem DWC, kemampuan pipacasing khususnya casing 13 3/8
saat menahan beban yang terjadi dalam pelaksanaan operasi pemboran dan pengaruh pelaksanaan
pemboran dengan casing terhadap waktu dan biaya operasional yang dikeluarkan. BAB V akan
membahas hasil analisa dari aplikasi penggunaan sistem DWC pada pemboran lepas pantai dan
terakhir adalah BAB IV yang akan membahas Kesimpulan dari penulisan Tugas Akhir ini.
Pelaksanaan Tugas Akhir ini memilih Sumur Melati-01 yang terletak di lapangan lepas pantai
ConocoPhillips Inc. Ltd. di Blok Nila Laut Natuna Selatan, khususnya pada pemboran interval
selubung permukaan dengan ukuran pipacasing 13 3/8 sebagai obyek penelitian dengan
mempertimbangkan sumur ini telah selesai dibor maka data-data yang diperlukan untuk melakukan
analisa dan perhitungan dalam kondisi standar dapat dilakukan. Lapangan lepas pantai di Blok Nila
Laut Natuna Selatan dibeli oleh ConocoPhillips Inc. Ltd. pada tahun 2003 dari Pemerintah Republik
Indonesia. Pada saat ini Blok Nila telah membor 7 sumur dan belum menemukan cadangan

hidrokarbon.
Dalam rangka untuk Continue Improvement atau menambah peningkatan pada operasi pemboran
sumur di Blok Nila pihak perusahaan Conocophillips menggunakan sistem DWC yang diharapkan
dapat mengurangi biaya pemboran sekaligus sebagai sistemalternatif untuk mengatasi masalah
pemboran seperti dogleg, keyseat, swabbing dan masalah-masalah pemboran lainnya.
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah mengetahui bagaimana prosedur dan penggunaan dari
sistem Drilling With Casing, juga pemilihan casing yang akan digunakan pada sistem DWC
berdasarkan gaya-gaya di dalam sumur (tekanan collapse, tekanan burst dan tekanan tension)
dengan menggunakan metode grafis. Selain itu juga agar dapat mengetahui metoda pemboran
mana yang lebih efektif, efisien dan ekonomis. Juga diharapkan dari hasil studi ini akan diperoleh
suatu metoda pemboran yang paling tepat untuk digunakan pada interval selubung permukaan,
khususnya bagi lapangan lepas pantai ConocoPhillips Inc. Ltd. di Laut Natuna Selatan, namun tidak
tertutup kemungkinan untuk digunakan juga di lapangan lain, baik di darat (onshore) atau lepas
pantai (offshore).
BAB II
TINJAUAN UMUM LAPANGAN
Lapangan Nila di Laut Natuna Selatan merupakan lapangan minyak dan gas yang dioperasikan oleh
ConocoPhillips. Lapangan Nila merupakan lapangan yang dipercayakan Pertamina kepada
ConocoPhillips dalam bentuk kerja sama PSC (Production Sharing Contract). Tinjauan umum
Lapangan Nila ini meliputi regional geologi dan stratigrafi.
2.1 Letak Geografis Lapanagan
Blok Nila secara geografis terletak pada 106o107o BT dan 04o 50 05o 00 LU. Blok Nila terletak
pada cekungan barat dalam Blok B ConocoPhillips di antara Blok Lasmo, Premier dan Gulf di
sebelah utaranya.
Wilayah kerja ini terletak sekitar 90 km sebelah utara pulau Matak, atau kurang lebih 1175 km utara
Jakarta (lihat gambar 2.1).
2.2 Geologi Regional Lapangan
Blok Nila terletak di cekungan Natuna bagian barat dari Lautan Natuna bagian selatan. Cekungan ini
berasal dari masa Eosen sampai Oligosen yang Basement yang mengandung bermacam-macam
batuan granit dan metasedimen merupakan daerah pembentukan bagi lapisan klasik syn-rift (proses
pengendapan yang terjadi akibat pergeseran kerak bumi), yang diselingi terkadang dengan lapisanlapisan tipis batuan beku, ini berdasarkan dari Formasi Belut .
Di beberapa waktu pada syn-rift, sediment graben (sisipan) lacustrine terakumulasi dan membentuk
lapisan sumber minyak yang sangat penting.
Gambar 2.1
Lokasi Lapangan Nila Laut Natuna Selatan8
Pada pertengahan Oligosen gerak patahan berhenti, sedimen-sedimen fasa rifting dan sinking
merupakan lapisan yang menutupi batas patahan lama dan disebut formasi Gabus. Ini terdiri dari
daerah besar reservoir fluvio-alluvial (pengendapan batuan yang terjadi di darat,merupakan umur
pengendapan yang paling muda kurang lebih 20.000 tahun).
Awal diera Oligosen akhir, patahan Malay-Natuna bertukar silang lapisan tanpa dipengaruhui oleh
temperatur, sebagai akibat dari gerakan tektonik transgressional NW-SE. Pembentuk patahan dan
beberapa daerah batas cekungan berubah menjadi antiklin yangbesar yang mana menjadi bagian
dari target utama dari eksplorasi ini. Indikasi pertama kali dari invers (hasil pengendapan yang
terlipat kembali) dan pemudaan kembali batas pantai dilihat dalam getaran yang diperbaharui untuk
reservoir batuan pasir berkualitas tinggi yang terdiri dari bagianbesar formasi Gabus. Antara

pembesaran syn-invers tak berpusat, pengendapan didominasi oleh shale-shale brackish-lacustrine


(pengendapan shale yang terbentuk pada lingkungan air payau) dari formasi barat, penutup atas
yang terpenting. Penutup dari batas cekungan, klasik co-eval dari formasi udang terendapkan dan
membentuk reservoir penting di beberapa lapangan.
Tahap Miosen Awal, getaran pembaharuan dari penekanan dan invers dihasilkan dari erosi
pembesaran invers dari dataran tinggi dan pengikisan yang didominasi dari batuan klastik pasiran
yang bergerak ke daerah tersebut. Ini didasarkan dari bagian batuan pasir arang bawah. Internal ini
ditutup kebanyakan oleh penutup shale-shale tipis. Invers berlanjut secara beruntun dari Miosen
awal dan pertengahan dengan deposisi yang didominasi dari formasi arang atas fluvio-deltaic
(pengendapan yang terjadi di laut). Invers di daerah Nila sangat dramatis dan kebanyakan formasi
arang menghilang dari daerah sturuktur Nila. Beberapastruktur telah digabungkan menjadi formasi
Gabus.
Penekanan berhenti di akhir Miosen pertengahan dan sebuah daerah unconfirmity bersudut
mengembang. Pengendapan dari daerah terusannya yang terbentuk karena fasa sinking dan terdiri
dari pengendapan marine dangkal formasi muda.
2.3 Struktur Stratigrafi Lapangan
Stratigrafi cekungan Natuna Barat pada sumur Melati-01 dimulai dari basement pra-tersier dan
seluruh pengendapan tersier dijelaskan pada gambar 2.2. Urutan lithostratigrafi di Cekungan Natuna
Barat dari yang paling tua (basement) sampai ke yang muda menurut Conoco Block B Team (1997)
dibagi atas lima kelompok, yaitu:
1. Batuan Dasar atau Basement, berumur Pra-Tersier.
2. Kelompok Belut, berumur antara Eocene sampai Oligocene Bawah.
3. Kelompok Gabus, berumur akhir Oligocene.
4. Kelompok Udang, berumur antara akhir Oligocene atas sampai awal Miocene.
5. Kelompok Barat, berumur antara Oligocene Bawah sampai Miocene Bawah.
6. Kelompok Arang, berumur antara Miocene Bawah sampai Miocene Tengah.
7. Kelompok Muda, berumur antara Miocene Atas sampai Pleistocene.
1. Basement
Arsitektur basement Laut Natuna berkembang selama fasa pergerakan pada zaman Eosen sampai
awal Oligosen yang menyebabkan terbentuknya tiga unit geologi utama yaitu, cekungan Natuna
Barat, Natuna high dan cekungan Natuna Timur. Basement pada umumnya terdiri dari batuan beku
dan metamorfik atau endapan continental yang non-marine.
2. Formasi Belut
Proses pengendapan dimulai pada zaman awal Oligosen, di mana hasil pelapukan batuan granit
dari basement mengisi palung dan lembah yang telah terbentuk. Pada blok B ConocoPhillips,
formasi ini disebut formasi Belut yang ekivalen dengan formasi Gajah, Sotong, Terumbuk dan
Tenggiri pada Blok lainnya.
3. Formasi Gabus
Pengendapan berlanjut pada akhir Oligosen yang membentuk formasi Gabus. Bagian bawahnya
terdiri dari endapan aluvial dan delta, sedangkan pada
Endapan transgressive delta front terbentuk di bagian atasnya dan inter distributary bay. Formasi
Gabus terdiri dari batuan pasir pada sistem delta yang pada umumnya sangat berlempung dan
susah diperkirakan penyebarannya
4. Formasi Udang

Formasi Udang terbentuk pada akhir Oligosen atas sampai awal Miosen yang ditandai oleh proses
pengendapan bidang yang landai dengan energi lemah kebagian atas formasi. Hal ini menyebabkan
terbentuknya endapan klastik halus pada sistem meandering dan brackish lacustrine.
5. Formasi Barat
Pengendapan berlangsung pada awal Miosen yang dominan terdiri dari batuan lempung yang
disisipi batuan pasir
Gambar 2.2
Kolom Stratigrafi Blok B Natura Barat8
. Pengaruh endapan marine mulai ditemukan pada bagian bawah formasi barat yang ditandai
dengan serbuk tanaman air tawar.
6. Formasi Arang
Formasi Arang terbentuk dalam kurun waktu Miosen-Bawah sampai akhir Miosen-Tengah yang
terdiri dominan dari batuan pasir kasar sampai halus dan glauconitic sandstone (pengendapan
batuan pasir yang terjadi di laut dalam) menunjang terjadinya pengendapan marine.
Pada Miosen-Tengah terjadi proses regresi yang menyebabkan terbentuk endapan batuan pasir
kasar yang disisipi carbonaceous shale terdapat pada bagian atas formasi Arang. Lapisan atas ini
tererosi pada akhir Miosen-tengah.
7. Formasi Muda
Sejak Miosen-Atas sampai sekarang, formasi muda diendapkan pada proses transgresi diatas
formasi yang lebih tua dan batasannya memberi refleksi yang berharga pada seismic maker.
Formasi muda terdiri dari shallow marine muda dan sand stones.
BAB III
TEORI DASAR PEMBORAN DENGAN CASING
Perkembangan teknologi pemboran di dunia telah membuat pembaharuan dalam segi operasi
pemboran, salah satunya adalah pemboran dengan Casing. Pemboran dengan casing adalah
penyempurnaan dan pengembangan dari Casing While Drilling. Faktor yang membawa operator
untuk menggunakan teknologi ini adalah pengurangan waktu dalam kurva pemboran dan
pengurangan biaya peralatan yang berdampak akan mengurangi biaya pemboran.
Ada dua metode dasar atau sistem penggunaan dari pemboran dengan casing yaitu :
1. Dengan memasukkan retrievable bottom hole assembly ke dalam casing dan menggunakan
motor untuk menggerakan pahat konvensional dan reamer, yang selanjutnya disebut dengan casing
drilling.
2. Dengan sistem memutar casing dari permukaan dan menggunakan sistem penyambungan casing
internal dan pahat yang dapat dibor kembali dengan peralatan BHA penyemenan di tempat, yang
selanjutnya disebut dengan drilling with casing.
Penggunaan kedua metode atau sistem ini tergantung dari kegunaan dan fungsi pemakaian di
lapangan, karena pemboran dengan casing ditawarkan sebagai solusi bagi masalah-masalah yang
mungkin terjadi pada saat pemboran.
3.1 Konsep Dasar Casing Drilling
Sistem casing drilling adalah sistem atau metode pemboran dengan menggunakan casing sebagai
rangkaian pipa pemboran. Dalam hal ini fungsi dari rangkaian pipa pemboran sebagai media untuk

melewatkan energi mekanik dan hidrolik kepada pahat bor digantikan oleh casing sehingga dalam
pengoperasiannya sistem ini memerlukan peralatan khusus atau beberapa bentuk modifikasi dari
peralatan konvensional yang sudah ada.
Pada dasarnya, suatu rangkaian casing drilling terbagi menjadi dua rangkaian utama (lihat gambar
3.1), yaitu :
1. Rangkaian Bottom Hole Assembely (BHA)
Rangkaian BHA casing drilling terdiri dari :
a. Pilot Bit.
b. Underreamer.
c. Motor untuk Dirrectional Control (jika diperlukan).
d. Rangkaian peralatan LWD dan MWD (jika diperlukan).
2. Rangkaian Pipa Casing
Rangkaian pipa casing pada casing drilling telah didesain khusus untuk menahan beban putaran
dan tekanan, yang telah dilengkapi pula dengan parameter khusus seperti :
a. Casing Lock Collar
b. Casing Torque Collar
c. Centralizer Khusus
d. Sistem pengunci pada bagian akhir rangkain
Pada aplikasinya rangkaian BHA diturunkan dan dipasang pada bagian akhir casing dengan sutu
sistem pengunci khusus, kemudian kedua rangkaian tersebut diturunkan secara bersamaan ke
dalam lubang bor dan melakukan pekerjaan pemboran sampai menembus formasi yang dituju.
Sedangkan untuk mengoperasikan sistem BHA serta untuk mencabut rangkaian BHA apabila
kedalaman yang sudah tercapai atau diperlukan untuk mengganti bit atau motor digunakan powerfull
wireline unit.
Gambar 3.1
Rangkaian Downhole Tools Casing Drilling5
Sistem penyemenan yang digunakan pada casing drilling tidak jauh berbeda dengan sistem
penyemenan yang digunakan pada operasi pemboran konvensional. Operasi penyemenan pada
sistem ini dilakukan dengan menurunkan bottom plug terlebih dahulu sehingga bottom plug terkunci
pada landing collar setelah itu barulah dipompakan semen dan didorong dengan menggunakan
cementing plug hingga cementing plug terkunci pada bottom plug dengan suatu mekanisme
pengunci khusus yang selanjutnya berfungsi untuk menahan tekanan balik dari semen yang
dipengaruhui oleh tekanan formasi. Setelah itu barulah dilakukan pemboran untuk fase selanjutnya.
3.2 Tujuan Penggunaan Casing Drilling
Casing drilling terutama didesain untuk suatu kondisi yang mengharuskan operator segera
memasang casing setelah membor, sehingga kemungkinan terjadinya masalah formasi dapat
dikurangi. Dengan segera menurunkan dan memasang casing pada lubang bor, masalah formasi
yang disebabkan oleh runtuhnya formasi shale pada saat memasang casing dapat dicegah. Sistem
ini juga dapat mengurangi time spent waiting maupun unscheduled event, yang terutama penting
untuk operasi pemboran lepas pantai, di mana arus pasang surut sangat berpengaruh pada saat
harus dilakukan pencabutan BHA dan menurunkan casing dengan segera. Selain dapat diperoleh
efisiensi biaya operasional dan efisiensi waktu operasi yang berarti, dengan digunakannya metode
casing drilling ini faktor keselamatan dapat ditingkatkan pula (dengan mengurangi tenaga kerja yang
diperlukan).
3.3 Keuntungan Penggunaan Casing Drilling
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan sistem casing drilling pada suatu operasi
pemboran antara lain adalah sebagai berikut :
3.3.1 Efisiensi Rig

Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan rig khusus pada operasi casing drilling adalah :
Desain rig lebih kecil dan ringan sehingga transportasinya lebih mudah.
Mengurangi biaya sewa rig.
Membutuhkan horse power dan perawatan yang lebih sedikit.
Mengurangi pengulanggan kerja pada drawwork (pada saat triping time).
Dalam mengoperasikannya sistem casing drilling dapat juga digunakan rig konvensional dengan
memodifikasi beberapa sistemnya.
3.3.2 Efisiensi Operasional
Dalam segi operasional, keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan sistem casing drilling
adalah :
Diperlukan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit (dengan digunakannya diameter rangkaian
pemboran yang lebih besar pada casing drilling, maka pressure loss pada rangkaian pemboran
dapat diminimalkan sehingga tenaga pompa yang diperlukan tidak terlalu besar dan penggunaan
bahan bakar dapat dihemat).
Mengurangi biaya lumpur dan semen.
Mengurangi waktu tripping (pada saat penggantian BHA).
Mengurangi masalah deviasi dan dogleg.
3.3.3 Efisiensi Unscheduled event
Untuk meminimalkan unscheduled event pada suatu operasi pemboran keuntungan bisa diperoleh
dari penggunaan sistem casing driling adalah :
Dapat mengatasi timbulnya masalah pada lubang sumur yang disebabkan oleh tekanan swab dan
surge.
Dapat mengaatasi timbulnya masalah pada zona waterflow, shear dan fluid loss pada saat
menempatkan casing.
Dapat mengatasi timbulnya rongga pada lubang bor saat dilakukan reaming back dari rangkaian
pipa pemboran.
3.4 Keterbatasan Penggunaan Casing Drilling.
Pada sistem ini terdapat beberapa keterbatasan yang disebabkan oleh penggunaan casing sebagai
rangkaian pemboran. Keterbatasan tersebut antara lain adalah :
Kecepatan putaran casing string tidak terlalu tinggi.
Keterbatasan beban torsi yang mampu ditahan oleh casing pada saat rangkaian casing diputar.
Hanya efektif digunakan pada sumur-sumur pengembangan (development well).
Timbulnya masalah fatigue.
3.5 Konsep Dasar Drilling With Casing (DWC)
Drilling with casing adalah suatu metode atau sistem dengan menggunakan rangkaian casing
sebagai rangkaian pipa pemboran. Dalam hal ini rangkaian pipa pemboran sebagai media untuk
melewatkan energi mekanik atau hidrolik kepada pahat bor, digantikan oleh casing. Berbeda dengan
konsep pemboran casing drilling yang telah diterangkan sebelumnya, Drilling With Casing
menggunakan pahat bor khusus yang dinamakan Drillshoe, yang akan diletakkan pada sambungan
casing pertama.
Dengan sistem ini, setelah lubang yang dibor dengan casing mencapai kedalaman casing setting
depth, penyemenan ditempat dapat langsung dilaksanakan tanpa harus diangkat dulu dari lubang
(tanpa memerlukan tripping) dan tidak membutuhkan alat lain dalam casing untuk penyemenan.
Karena float valve sudah diletakkan pada rangkaian casing selama operasi pemboran. Setelah CSD
(casing setting depth) dicapai dan lubang bor dibersihkan dengan mensirkulasikan lumpur di dalam

lubang, lalu bottom plug diturunkan sampai duduk pada float collar kemudian pompakan bubur
semen dan didorong dengan top plug, maka membrane pada bottom plug akan pecah dan semen
akan masuk mengisi annulus sampai posisi top plug berhimpit dengan bottom plug, dan setelah
pekerjaan penyemenan selesai Drillshoe dapat langsung dibor dengan pahat PDC konvensional
untuk fase pemboran selanjutnya.
Sistem pemboran dengan casing ini tidak membutuhkan modifikasi untuk rig pemboran
konvensional. Peralatan yang dibutuhkan untuk operasi ini adalah sistem top drive. Karena tidak ada
yang dihilangkan dari casing, tidak ada persyaratan khusus untuk kabel bor atau peralatan
penanganan pipa khusus untuk operasi ini. Sampai saat ini, tidak ada operasi DWC yang
menggunakan rig penggerak kelly.
3.6 Tujuan Penggunaan Sistem DWC
Teknik pemboran dengan menggunakan casing tidak dapat dipungkiri lagi sebagai teknik yang
mampu mengurangi biaya-biaya pembuatan sumur, atau mempermudah pembuatan sumur yang
efektif dan praktis selama bisa diaplikasi dilapangan. Pemboran dengan casing memberikan
keuntungan dalam penyelesaian pekerjaan dimana tripping time untuk mengangkat peralatan
pemboran dan waktu untuk menurunkan casing ke kedalaman setting depth di eliminasi dan
pekerjaan dapat langsung dilanjutkan pada tahap penyemenan tanpa masalah.
3.7 Keuntungan Penggunaan Sistem DWC
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan penggunaan sistem DWC pada suatu operasi pemboran
dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu efisiensi rig, efisiensi fluida, efisiensi operasional,
efisiensi unscheduled event.
3.7.1 Efisiensi Rig
Keuntungan yang dapat diperoleh dari efisiensi rig pada operasi DWC adalah :
Tidak memerlukan rig khusus atau bisa menggunakan rig konvensional sehingga tidak ada biaya
untuk menyewa rig yang khusus.
Tidak diperlukkan sewa transportasi , perawatan dari drill pipe dan drill collar.
Membutuhkan horse power dan perawatan yang lebih sedikit.
Mengurangi pengulangan kerja pada drawwork (pada saat triping time).
3.7.2 Efisiensi Fluida
Keuntungan yang dapat diperoleh dari efisiensi fluida pada operasi DWC adalah :
Laju alir dapat dikurangi.
Meningkatkan pengangkatan cutting sehingga pembersihan lubang dapat lebih effisien.
3.7.3 Efisiensi Operasional
Dalam segi operasional, keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan sistem DWC adalah :
Diperlukan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit ( dengan digunakannya diameter rangkaian
pemboran yang lebih besar pada sistem DWC, maka pressure loss pada rangkaian pemboran dapat
diminimalkan sehingga tenaga pompa yang diperlukan tidak terlalu besar, dan dengan adanya hal
tersebut maka penggunaan bahan bakar dapat lebih dihemat ).
Menggurangi waktu tripping ( pada saat tripping dan penggantian BHA )
Menggurangi masalah deviasi dan dogleg.
Mengurangi kebutuhan horse power rig, karena kebutuhan rate pompa dan tekanan yang lebih
kecil.

3.7.4 Efisiensi Unscheduled event


Dalam meminimalkan unscheduled event pada suatu operasi pemboran keuntungan yang bisa
diperoleh dari penggunaan sistem DWC adalah :
Dapat meminimalkan timbulnya masalah pada lubang sumur yang disebabkan oleh tekanan swab
dan surge.
3.8 Keterbatasan Sistem DWC
Pada sistem DWC terdapat beberapa keterbatasan yang disebabkan penggunaan casing sebagai
rangkaian pemboran. Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain adalah :
Torsi pemboran harus tidak boleh melebihi dari torsi casing.
Teknologi saat ini dibatasi hanya untuk formasi yang lunak.
Kedalaman dibatasi oleh kemampuan bit. Penggantian bit tidak memungkinkan karena harus
mencabut seluruh rangkaian, sehingga menjadi tidak efisien.
3.9 Sistem DWC dan Alat Alat Khusus yang Digunakan
Sistem DWC dengan menggunakan casing drill shoe yaitu bagian terbawah dari rangkaian casing
sebagai pengganti drill bit. Drill shoe ini didesain dan berfungsi sebagai pahat pemborannya.
Pemutaran casing di permukaan menggunakan top drive system. Ada dua cara untuk
menghantarkan torsi dan putaran dari top drive ke rangkaian casing pemboran, yaitu dengan casing
spears atau water bushing.
Rangkaian pemboran pada sistem ini terbagi menjadi dua rangkaian utama yang pertama rangkaian
adalah BHA yang terdiri dari drill shoe, float collar, dan casing. Sedangkan yang kedua adalah
peralatan pengangkatan yang harus bisa menahan berat, melakukan permutaran torsi dan
mengandung tekanan. Perputaran DWC membutuhkan metode penyambungan dari top drive
dengan casing, untuk menggerakan rangkaian casing.
Ada dua alternatif peralatan pengangkatan yang digunakan yaitu : water bushing (casing cross over)
dan casing spears.
3.9.1 Drillshoe
Drillshoe adalah alat yang berfungsi sebagai pahat.yang diset di bawah rangkaian pemboran (lihat
gambar 3.6). Bagian tengah dari nose alat ini terbentuk dari alumunium alloy, yang dapat dibor
dengan segala macam bit / pahat.
Alat ini dibentuk dengan kombinasi dari elemen thermally stable diamond cutting (intan pemotong
yang stabil dalam temperatur dan densitas tinggi), tungsten carbide (besi berat tempaan yang
terbuat dari bahan sejenis karbid) di depan blade dan badan luarnya mempunya PDC cutter.
Drillshoe sangat agresif dan akan membor secara cepat dengan WOB rendah. Alat pemboran yang
agresif dapat membuat torsi yang tinggi untuk berat yang rendah.
Gambar 3.2
Profile Drillshoe6
Tiga jenis model drillshoe yang digunakan dalam pemboran dengan casing yaitu:
1. Drillshoe 1
2. Drillshoe 2
3. Drillshoe 3
Adapun keterangan dari ketiga jenis drillshoe yang digunakan adalah sebagai berikut,
1. Drillshoe 1

Drillshoe 1 (gambar 3.7) mempunyai sistim kerja untuk lapisan atau formasi yang tidak begitu keras
dan juga menghemat biaya ketika melakukan pemboran di bandingkan dengan pemboran
konvensional, saving cost sewaktu akan mempersiapkan dan melakukan penyemenan (Cement in
Place), tanpa adanya lagi Running Casing, drillshoe 1 merupakan produk berjenis inti aluminium
yang berpusat di tengah dengan integral cutting blades.
Pisau (blades) terbuat dari bahan-bahan yang keras yang akan menghasilkan ketahanan terhadap
adanya abrasi dikarenakan pengaruh pemboran, nozzel yang dapat di bor (Drillable) terdapat di
antara blades langsung kepada fluida pemboran yang berfungsi atau berpengaruh kepada
pendinginan dan cuttings removal.
Pusat dari drillable core terdapat di dalam badan baja (steel body) yang merupakan profile dari
keseluruhan dari blades dan dilanjutkan kepada badan dari shoes yang melingkar hingga kepada
diameter luar.
Badan besi yang terdapat di dalam badan (body) berhubungan dengan blades di luar dari diameter
luar cutting dan strutkur cutting yang terbuat dari carbide yang akan akan dibor keluar kepada
keseluruhan diameter.
Gambar 3.3
Drillshoe 112
Ketahanan terhadap abrasi dilindungi oleh kandungan metal matriks yang mengandung carbide
Bricketts.
2. Drillshoe 2
Drillshoe 2 secara umum merupakan konstruksi yang hampir sama dengan Drillshoes 1, di mana
(Gbr 3.8) terdapat pembaharuan terhadap cuttingnya yang terdapat di blades, yang mengandung
berbagai jenis cutter jenis TSP yang terdapat di sekitar permukaan blades.
Ini akan menghasilkan kemampuan untuk membor formasi yang lebih keras dan interval yang lebih
dalam atau kata lain berkemampuan dalam menembus zona yang lebih dalam dalam pemboran
dengan casing blades-nya di modifikasi dengan PDC cutter kepada diameter gauge-nya di sekeliling
bagian luar dari drillshoe.
Gambar 3.3
Drillshoe 212
2. Drillshoe 3
Drillshoe 3 merupakan produk yang telah dikembangkan dari dua jenis Drillshoe di atas (Gbr. 3.9) di
mana telah dikombinasikan dengan keunggulan atau keuntungan dengan struktur cutting dari jenis
PDC di mana merupakan standar dari mata bor PDC.
Dengan kemampuan untuk meletakkan atau menempatkan non drillable dari struktur cutting ke
dalam lubang sumur, jadi hanya meninggalkan material dari pipa pemboran di daerah pahatnya
tanpa merusak dari blades drillshoes.
Gambar 3.5
Drillshoe 312
3.9.2 Water Bushing
Water bushing (cross over) adalah sebuah alat sederhana yang berfungsi untuk menyambungkan
top drive ke casing dan dapat di pasang pada torsi rendah. water bushing dibuat agar casing yang
paling atas terhubungkan dengan top Drive sewaktu lubang dibuat dan sambungan menambah (lihat
gambar 3.10).
Ini adalah suatu operasi yang sangat sederhana, penyambungannya dilakukan langsung dari water

bushing ke casing, di mana jenis ulir dari bagian water bushing harus sama dengan ulir casing.
Gambar 3.6
Water Bushing11
3.9.3 Casing Spear
Casing spear sama fungsinya seperti water bushing yaitu alat sederhana untuk menyambungkan
top drive ke casing. Seperti dapat dilihat pada gambar 3.11. Casing spear didesain untuk
penyambungan cepat pada casing, casing spears dihubungkan dengan casing tidak dengan ulir,
tapi melalui bagian dalam casing yang dimasukkan oleh spears yang juga dilengkapi dengan packoff yang dapat menahan tekanan fluida (seal).
Gambar 3.7
Casing Spear11
menyebabkan ulir casing sama sekali tidak dipergunakan sehingga untuk penyambungan, hanya
memerlukan satu koneksi, mengurangi waktu dan berarti akan mempercepat proses penyambungan
dengan top drive system.
Stop ring diposisikan dekat dengan puncak spear untuk memastikan pegangan diletakkan pada
tempat yang tepat di dalam casing. putaran ke kiri tanpa pengangkatan khusus akan melepaskan
casing sedangkan putaran ke kanan memasang spear untuk memegang rangkaian casing.
3.10 Prosedur Kerja Umum
Pada Drillshoe 1 (HVOF Tungsten Carbide) dan Drillshoe 2 (Thermally Stable Diamond), keduaduanya sangatlah agresif dan cepat dalam melakukan pemboran dengan WOB yang rendah.
Peralatan pemboran yang agresif dalam menimbulkan torque yang besar untuk berat yang rendah.
Sangat direkomendasikan nilai WOB dijaga sampai minimum, sampai beban torque yang didapat
dari Drillshoe diketahui. Hal ini dikarenakan jika menggunakan berat WOB yang besar terlalu awal,
kemungkinan dapat menyebabkan beban torque yang terlalu besar atau menyebabkan terlalu
banyak pemakaian cutting structure.
Prosedur kerja pada pemboran dengan casing melalui beberapa persiapan yaitu 3:
? Persiapan Awal Pada Pemboran
1. Membongkar semua peralatan dan lakukan pemeriksaan peralatan.
2. Memeriksa dan mencatat nomor seri, ukuran dan tipe alat.
3. Memastikan tidak ada kerusakan pada aluminium nose atau cutting structure.
4. Memeriksa bagian nozzle.
5. Memindahkan pelindung ulir (thread protector) dan memeriksa jika ada kerusakan.
6. Memastikan bahwa tidak ada lapisan yang sobek atau serpihan didalam peralatan.
? Menyambung Casing Drilling String
1. Mendirikan Drillshoe box-up diatas keset karet atau alas kayu.
2. Membersihkan dan keringkan sambungan.
3. Memasukan casing joint dan putar dengan beban torque normal.
4. Mengangkat dan menjalankan casing seperti prosedur normal sampai 1 joint dari bagian akhir.
5. Mengangkat rangkaian casing dengan water bushing atau drilling spear.
? Proses Awal Pemboran
1. Memompakan lumpur dengan aliran bertekanan tinggi seperti yang direkomendasikan.

2. Memastikan indikator berat pada kondisi nol dan catat tekanan pompa dan rotary torque.
3. Menjalankan pemboran dengan lambat sampai ke mudline dan dengan hati-hati monitor nilai
WOB, torque dan tekanan.
4. Dianjurkan bahwa joint pertama dilakukan pemboran dengan berat minimum sampai rangkaian
casing berdiri tegak dan stabil pada lubang.
? Pemboran Awal
1. Selalu melakukan pemompaan dan memuutar rangkaian sebelum sampai ke bawah.
2. Menaikkan berat secara beransur untuk mencapai ROP yang diinginkan.
3. Mengingat, berat WOB yang melampaui batas akan mengurangi umur alat.
4. Memonitor tekanan pompa secara hati-hati.
? Pekerjaan Penyemenan
Float collar yang terpasang bersamaan dengan rangkaian casing dapat membuat operasi
penyemenan segera dimulai begitu target total depth dicapai. Operasi penyemenan ini dapat
dilakukan seperti prosedur penyemenan normal.
? Drilling Out
Drilling out atau pemboran selanjutnya pada Drillshoe dapat digunakan dengan pahat bor standar
atau dengan Drillshoe tipe lainnya.
A. Pemboran selanjutnya dengan pahat bor.
- Aluminum nose sangat baik dibor dengan WOB medium, RPM rendah dan flow rate maksimum.
- Diperkirakan waktu yang dibutuhkan menembus nose Drillshoe adalah 5 20 menit.
- Jangan melakukan putaran ketika menarik BHA naik keatas shoe, kecuali benar-benar diperlukan.
B. Pemboran selanjutnya dengan Drillshoe
- Aluminum nose sebaiknya dibor dengan WOB yang sangat rendah, RPM rendah dan flow rate
maksimum.
- Diperkirakan waktu yang dibutuhkan menembus nose Drillshoe adalah 10 - 40 menit.
- Jangan melakukan putaran ketika menarik naik keatas shoe, kecuali benar-benar diperlukan.
3.11 Metode Perhitungan yang Digunakan pada DWC
Dalam pemilihan material casing yang tepat pada aplikasi sistem DWC ini, perlu diperhitungkan pula
beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan pipa casing yang dalam hal ini akan
digunakan sebagai rangkaian pipa pemboran. Faktor-faktor yang harus diperhitungkan agar
rangkaian pipa casing dapat mampu menahan beban tekanan lain adalah, beban collapse, beban
burst serta beban tension.
Metode perhitungan yang digunakan untuk perhitungan ini adalah metode grafis4. Metode ini secara
luas digunakan untuk memilih sesuai berat, grade dan menentukan kedalaman casing yang akan
diseting. Beban burst, collapse dan tension ditentukan dengan menggunakan grafik tekanan vs
kedalaman. ini.
3.11.1 Beban Collapse
Beban collapse adalah beban yang ditimbulkan oleh tekanan fluida yang terdapat di luar rangkaian
pipa pemboran (pada annulus).
Metode ini beranggapan bahwa beban collapse ditimbulkan oleh tekanan formasi di sepanjang
casing tersebut sebelum penyemenan dilakukan. Metode ini juga beranggapan yang sama dengan
metode maksimum load bahwa bahwa beban collapse akan mencapai harga terbesar pada saat
sumur mengalami lost circulation dengan sebagian tinggi lumpur tersisa di dalam sumur/casing.
Biasanya fluida yang berpengaruh terhadap beban collapse yang ditimbulkan adalah lumpur serta

semen pada saat casing dipasang terutama tekanan hidrostatik pada saat semen disirkulasikan
sampai ke permukaan.
Pembebanan fluida yang membantu casing menahan collapse (back up) adalah lumpur dengan
densitas yang paling ringan yang dipakai saat pemboran kedalaman selanjutnya di bawah kaki
casing.
Tahapan-tahapan perhitungan untuk mengetahui besarnya beban collapse yang harus ditanggung
oleh pipa adalah sebagai berikut :
1. Menghitung tekanan eksternal dan tekanan Internal pada kolom lumpur di luar dan di dalam
casing.
2. Menghitung tekanan collapse (Pc) dari perbedaan tekanan eksternal dan tekanan internal.
3. Pada grafik kedalaman vs tekanan,tarik garis dari Pc = 0 di permukaan dan Pc = maksimum di
casing shoe. Garis ini adalah garis tekanan collapse.
Pc di shoe = 0.052 x mud weight (ppg) depth (ft) 3.1
4. Menarik garis lurus harga collapse dari casing yang tersedia.
5. Persilangan dari garis tekanan collapse dan garis lurus dari casing tertentu akan mendapatkan
kedalaman yang sesuai untuk casing tersebut.
3.11.2 Beban Burst
Beban burst adalah beban yang yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik lumpur di dalam casing
dan tekanan permukaan. Beban burst untuk surface casing ditimbulkan oleh kolom lumpur yang
mengisi seluruh panjang casing dan tekanan maksimum tertentu yang dapat dicapai pada bagian
atas dan bawah serta pada masing-masing kedalaman antara bagian atas dan dasar rangkaian pipa
bor.
Beban burst maksimum dapat ditemui pada saat terjadi kick dan dalam annulus berisi gas dan
lumpur. Untuk dapat menghitung beban burst yang harus ditahan oleh pipa, maka berdasarkan pada
metode grafis tahapan-tahapan perhitungannya adalah :
1. Menghitung gradient tekanan formasi.
Gf = Gradient rekah (ppg) x 0.052................................................ 3.2
2. Menghitung tekanan eksternal dari tekanan formasi yang diharapkan dari kedalaman selanjutnya.
Pf = Gf (psi/ft) depth (ft)........................................................... 3.3
3. Menghitung tekanan dalam casing.
Pi = Pf (psi) (TD (ft) CSD (ft) ) x Gradien gas (psi/ft)............. 3.4
4. Menghitung tekanan luar casing.
Pe = 0.052 x berat lumpur (ppg) x CSD (ft).................................... 3.5
5. Denga perbedaan tekanan yang diperoleh dari tahap 3 dan tahap 4 akan memberikan tekanan
burst di shoe.
Pb di shoe = (Pi (psi) - Pe(psi) ) x SF burst ............ 3.6
Sedangkan harga burst di permukaan diberikan menggunakan persamaan :
Pb di permukaan = Pf - TD Gf ................................................. 3.7
di mana :
Pb = Tekanan burst, psi.
Pf = Tekanan formasi, psi.
TD = Total depth, ft.
CSD = Casing setting depth, ft.
Gf = Gradien formasi, psi/ft.
6. Memplot tekanan burst pada grafik dan tarik garis lurus harga burst yang tersedia dari casing.
7. Persilangan dari garis tekanan burst dan garis lurus dari casing tertentu akan mendapatkan
kedalaman yang sesuai untuk casing tersebut.
3.11.3 Beban Tension

Beban tension sebagaimana diketahui adalah beban dari berat rangkaian casing yang digantung di
dalam sumur. Tetapi dengan adanya lumpur di dalam sumur tersebut akan memberikan gaya apung
terhadap casing tersebut sehingga berat casing akan lebih ringan bila dibandingkan dengan berat
casing di udara. Akibat lain dari adanya gaya apung ini adalah bahwa pada sebagian rangkaian
casing tepatnya pada bagian bawah, casing berada dalam kondisi kompresif dan selebihnya pada
keadaan tension.
Pada tiap-tiap bagian dari rangkaian casing beban tensile atau beban kompresif harus dapat
diketahui secara pasti. Perhitungan beban tension sangat penting untuk dilakukan pada bagianbagian terpisah dari rangkaian casing. Prosedur ini perlu dilakukan pada saat masing-masing bagian
dari casing diturunkan ke dalam lubang bor serta disemen pada densitas fluida yang berbeda.
Perhitungan beban tension digunakan untuk mengevaluasi kekuatan casing untuk memilih
sambungan (coupling) yang sesuai dan untuk menghitung beban biaksial. Untuk menghitung beban
tension maksimum yang harus ditahan oleh rangkaian casing pada masing-masing bagian, dapat
digunakan langkah - langkah sebagai berikut :
1. Menentukan berat rangkaian casing di udara :
.. 3.8
Wia = L P
2. Menentukan buoyancy factor :
3.9
BF =
3. Menentukan desain beban ( maximum tension )
... 3.10
T = W BF
di mana :
W = Berat rangkaian casing, lb.
L = Panjang casing ( kedalaman ), ft.
P = Berat casing / joint, ppf.
BF = Buoyancy factor.
= Berat lumpur pemboran, ppg.
T = Beban tension,lb.
3.11.4 Beban Biaksial
Beban biaxsial adalah gaya-gaya yang bekerja pada casing yang terdapat di dalam sumur terjadi
secara kombinasi. Dengan adanya tension maka akan menurunkan collapse resistance dan
menaikkan burst resistance.
Jadi dapat disimpulkan dari uraiain di atas, bahwa terdapat empat kondisi dasar yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan casing.
1. Bila tekanan dalam tekanan luar maka akan terjadi pembebanan burst.
2. Bila terkanan luar tekanan dalam maka akan terjadi pembebanan collapse.
3. Bila Tension minimum Yield Strength maka akan terjadi Deformasi Permanent.
4. Tension akan menurunkan Collapse Resistance.
Parameter yang akan dihitung pada beban biaksial ini adalah :
a. Tes tekanan = 60% Pb .... 3.11
b. TST = BW + . ................ 3.12
c. SF tension = .......................................... 3.13
d. SF burst = ................................. 3.14
e. SF collapse = ................................................. 3.15
f. BF = 630 x D x Wn ......................................................................... 3.16
g. SL = 3200 Wn.. 3.17
di mana :
Wia = Berat di udara,lbs.
Bf = Bouyancy factor.

Pb = Tekanan burst, psi.


TST = Total kekuatan tensile,lbs.
ID = Inside Diameter, in.
SF = Safety Factor.
BF = Kekuatan bending, lbs.
Wn = Berat persatuan panjang, lbs.
SL = Shock Load/kekuatan drag, lbs.
3.12 Perhitungan Waktu dan Cost/foot Pemboran.
Dalam aplikasi penggunaan DWC pada operasi pemboran lepas pantai di sumur Melati-01,
perhitungan waktu operasional perlu dilakukan sebagai salah satu faktor penentu kemungkinan
digunakannya sistem ini, karena waktu operasional berhubungan dengan segi keekonomisannya.
Apabila waktu yang dicapai dengan menggunakan sistem DWC ini lebih besar atau sama dengan
sistem konvensional maka sistem DWC ini tidak layak untuk digunakan, karena secara langsung
berhubungan dengan biaya opersional yang akan ditanggung oleh perusahaan.
Pada dasarnya ada dua jenis biaya operasional yang harus dipertimbangkan dalam perhitungan
estimasi biaya yang dilakukan yaitu :
1. Biaya untuk peralatan yang akan digunakan, yang meliputi :
Biaya Daily operation.
Biaya Pembelian atau penyediaan alat yang diperlukan.
Biaya operating service
2. Biaya yang dihitung berdasarkan lamanya waktu operasi yang dilakukan.
Drilling Operation.
Tripping Operation.
Others Operation.
3. Biaya yang dihitung berdasarkan jarak kaki (Cost/foot).
Biaya Cost/foot ini dari (referensi Rabia), dapat dihitung dengan persamaan:
.. 3.18
4. Total Waktu Operasi Pemboran.
Total waktu operasi pemboran ini dapat dihitung dengan persamaan :
Total waktu = drilling Time + Cementing Time jam.. 3.19
di mana :
C = Cost per foot, $/ft.
B = Biaya pahat, $.
R = Biaya rig per jam, $/jam.
T = Waktu saat pemboran, jam.
t = Waktu saat trip, jam.
F = Panjang lubang yang dibor atau footage, ft.
BAB IV
APLIKASI PENGGUNAAN SISTEM DWC PADA PEMBORAN
LEPAS PANTAI DI SUMUR MELATI-01
Pada aplikasi penggunaan sistem pemboran dengan casing selubung permukaan pada lapangan
lepas pantai milik ConocoPhillips Inc. Ltd. dilakukan pada sumur Melati-01sedangkan untuk
membandingkan waktu dan biaya operasi pemboran digunakan data offset well yaitu sumur IB-1.
Lokasi sumur-sumur ini terletak di Blok Nila lapangan lepas pantai Laut Natuna Selatan dan dapat
dilihat pada gambar 4.1. Pada aplikasi ini, dilakukan pada interval lubang permukaan dimana lubang
bor mencapai formasi Muda paling bawah (Base Muda Formation) dengan ketebalan dapat
mencapai 1500 ft8 .
Penggunaan Drillshoe pada sumur Melati-01 sangatlah ideal pada formasi ini. seperti yang diketahui
DSII Drillshoe tidaklah dirancang untuk membor pada lapisan pasir yang besar atau batu gamping

dari uraian formasi yang didapat menunjukan beberapa batu gamping yang tipis dan dapat dibor
dengan RPM yang rendah, semua data itu akan berguna untuk pemanfaatan dari DSII Drillshoe11.
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui aplikasi penggunaan sistem DWC
dan menghitung kemampuan casing yang akan digunakan untuk menahan beban collapse, burst
dan tension dengan menggunakan metode grafis. Nilai keekonomisan juga sebagai faktor
pembanding dalam penulisan, dengan melihat cost/foot dari masing-masing pemboran.
Sehingga dari studi banding ini akan diketahui metoda pemboran mana yang lebih efektif, efisien
dan ekonomis.
Gambar 4.1
Lokasi sumur Melati-01 dan Sumur IB-18
Harapan dari hasil tugas akhir ini akan diperoleh suatu metoda pemboran yang paling tepat untuk
digunakan pada interval selubung permukaan, khususnya bagi lapangan lepas pantai
ConocoPhillips Inc. Ltd. di Laut Natuna Selatan,
4.1 Aplikasi Penggunaan Sistem DWC Pada Pemboran Lepas Pantai
Dari data yang disediakan akan diharapkan tingkat kesuksesan 90% untuk kedalaman 1400 ft dan
80% untuk 1650 ft dan 70 % sampai kedalaman 2000 ft di luar lapisan yang tidak diketahui dan
untuk membor sampai dengan TD Formasi Belut DSII Drillshoe tidak direkomendasikan9.
Target reservoir yang utama pada Sumur Melati-01 adalah pasir yang berada di dalam intra Belut
yang terletak pada kedalaman TD 4165 ft MD ( 4100 ft TVDSS). Tidak ada gas dangkal yang harus
diantisipasi di Melati-01, pada lubang 17 dan casing 13 3/8 diharapkan dibor riser-less dengan
menggunakan sistem DWC sampai puncak formasi Belut dengan kedalaman kira-kira 1,145 ft MD.
Aplikasi penggunaan sistem DWC pada pemboran lepas pantai di sumur Melati -01 terdiri dari
beberapa tahapan yang harus dilalui. Beberapa tahapan tersebut adalah : persiapan di darat,
persiapan perakitan di darat dan persiapan di lepas pantai.
4.1.1. Persiapan di Darat
Persiapan di darat adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan persiapan untuk melakukan
proses pemboran yang dilakukan di darat. Tahapan-tahapan persiapan di darat adalah sebagai
berikut :
1. Peralatan sudah ada di lokasi.
2. Memindahkan pelindung.
3. Membersihkan area terakhir.
4. Pemeriksaan terakhir.
5. Persiapan untuk pengeoperasian di lepas pantai.
6. Menggantikan pelindung ulir yang usang dengan yang bersih.
7. Mengikatkat kuat-kuat dan memberi tanda.
8. Mengitung jumlah yang terdaftar.
9. Persediaan berbentuk pipa.
4.1.2. Persiapan Perakitan di Darat.
Persiapan perakitan di darat adalah tahapan-tahapan persiapan yang dilakukan sebelum merakit
atau membuat rangkaian pemboran. Langkah-langkah persiapan tersebut adalah :
Memeriksa cutting structur Drillshoe dari kerusakan yang mungkin terjadi selama perjalanan.
Mencek dan catat nomor urut, ukuran alat dan jenis Drillshoe.
Memeriksa bahwa semua nozzle-nozzle Drillshoe harus bersih.
Mengkonfirmasikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam Drillshoe.
Mencek float collar dari kerusakan yang mungkin terjadi selama perjalanan.

Memeriksa bahwa klep collar berfungsi dengan baik.


Mencek dan catat nomor urut, ukuran alat dan jenis float collar.
4.1.3 .Membuat Sambungan atau Merakit Rangkaian Pemboran
Setelah selesai dilakukan beberapa persiapan maka perangkaian atau perakitan rangkaian
pemboran dapat dilakukan. Perangkaian atau perakitan rangkian pemboran dimulai dari yang paling
bawah sampai pada tahap penyambungan casing. Tahapan-tahapan membuat sambungan atau
rakitan rangkaian pemboran adalah :
1. Shoe joint.
a. Menyambung 13 3/8 x 17 Drillshoe ( DS2-133170) dengan 13 3/8 float collar.
Menggunakan tenaga putaran 10.000 ft/lb.
Menggunakan tabung pengunci Drillshoe untuk float collar dan casing pin yang terakhir.
b. Menyambung Drillshoe atau rakitan Float Collar ke sambungan pertama dari casing 13 3/8.
Tenaga putaran berdasarkan segi tiga approx.
Memasang ulir gabungan dan pasang pelindung yang bersih pada kotak terakhir.
c. Menghitung jumlah panjangnya ke sambungan shoe track.
d. Memasukkan ke dalam kotak untuk mencegah kerusakan selama perjalanan.
e. Memasang tali gantungan ke shoe joint untuk safety dan penanganan lebih mudah.
2. Merakit peralatan spear casing pemboran.
Memasang 11.3/4" HE spear mandrel, 13.3/8" HE grapple dan rakitan spear 13-3/8" dilakukan
sesuai perosedur seperti casing drilling spear.
* HE spear akan dimodifikasi dengan memperluas mandrel dan menambahkan suatu perluasan
antara stop ring dari slip section (yang mempunyai gigi) dari grapple. Panjang dari grapple spear
extension dan spear mandrel perlu diperluas dengan panjangnya yang sama (1.8-2.0 m).
4.1.4 Menjalankan Persiapan di Lepas Pantai.
Setelah rangkaian pemboran selesai dirakit maka tahapan berikutnya adalah menjalankan
persiapan di lepas pantai, pastikan semua peralatan sudah ada di lokasi. Peralatan yang
dipersiapkan antara lain :
1. Shoe joint tersusun dari :
a. 13-3/8" x 17" DRILLSHOE TM Model DS2-133170
b. 13-3/8" BTC float collar Model 402NP13BTCO.
2. Peralatan drilling with casing spear.
4.2. Menjalankan Operasi PemboranDengan Casing
Operasi pemboran dapat dilakukan apabila semua persiapan yang dilakukan sudah memenuhi
persyaratan. Kegiatan pemboran dimulai dengan casing 13.3/8
1. Mengadakan pertemuan untuk membicarakan pemboran dengan casing pastikan semua orang
menyadari tanggung-jawab mereka.
2. Peralatan yang disediakan oleh rig untuk menangani casing : slips, single joint elevator, casing
power tong dan lain-lain.
3. Pasang backup rig tong.
4. Meletakan satu stand drill pipe 5" sebagai jarak untuk mendaratkan well head di atas well head
26".
5. Mengambil peralatan casing spear.
6. Memasang casing spear ke dalam top drive sistem. Menggunakan putaran normal. Jalankan
sampai ke garis lumpur pada 39m dengan casing 13.3/8" BTC .
a) Konfirmasikan floats terbuka ketika casing dipenuhi oleh air laut
b) Tidak ada centralizers yang digunakan

c) Sambungan tunggal Elevator akan tinggal dipasang di luar prosedur sampai ada tanda dari
mudline.
d) Casing safety clamp akan digunakan untuk 6 joint pertama sewaktu membuat koneksi.
7. Sambungan pertama ( shoe joint)
a) Mengambil shoe joint dengan crane ke dalam mouse hole. Sambungkan single joint elevator
(SJE) dan bagian belakang shoe joint ke dalam rig floor gunakan rig crane selagi mengambil dengan
blok untuk memastikan tidak ada kerusakan pada sambungan Drillshoe/float collar.
b) Menurunkan shoe joint ke rotary table, memasang casing slips dan pasang casing safety clamp.
8. Sambungan kedua
a) Mengambil casing kedua dari catwalk yang menggunakan air tugger atau crane ke dalam mouse
hole. Pasang SJE ekor yang dihubungkan ke dalam meja berputar dengan menggunakan suatu tali
ke seberang mouse hole.
b) Melepaskankan pelindung ulir, periksa pada sambungan pin. Masukkan ke dalam kotak shoe
joint.
c) Memasang casing power tong dan backup tong, jalankan berdasarkan segi tiga.
d) Memasukan spear ke dalam casing 13-3/8" dan putar 1/4 ke kanan.
e) Mengambil dan tarik casing slips ( SJE tetap dipasang)
f) Menurunkan casing dengan pelan-pelan.
g) Menset casing slips,pasang safety clamp.
h) Memutar 1/4 ke yang kiri untuk melepaskan spear.
9. Sambungan ke tiga
a) Mengambil casing ke tiga dari catwalk dengan menggunakan air tugger ke dalam mouse hole.
Pasang SJE ekor yang dihubungkan ke dalam rotary table dengan menggunakan suatu tali ke
seberang mouse hole.
b) Melepaskan pelindung ulir, periksa pada sambungan pin.. Masukkan ke dalam kotak shoe joint
yang ke dua.
c) Memasang casing dengan menggunakan casing power tong dan back up tong sebagai dasar
segitiga.
d) Memasukan spear ke dalam casing 13-3/8" dan putar 1/4 ke kanan.
e) Mengambil dan tarik casing slips (SJE tetap terpasang).
f) Menurunkan rangkaian casing dengan pelan-pelan sampai batas lumpur.
** Beban hook dan kedalaman batas lumpur harus direkam**
g) Mensirkulasi pelan-pelan dengan air laut dan putar casing spear dan top drive.
h) Memulai pemboran bawah casing. Menambahkan berat WOB dan RPM pelan-pelan.
WEIGHT ON BIT : 2-6 Ton
RPM : 20-60
Laju alir : 200-1000 GPM
** Amati pompa WOB, RPM, tekanan pompa dan tenaga putaran/torque**
i) Membor sambungan casing yang bawah . back ream dan/atau pompa Hi-Vis lumpur untuk
menyapu serpihan/cutting jika diperlukan
j) Menset casing slips dan pasang casing safety clamp (untuk 6 sambungan pertama) matikan
pompa.
k) Memutar casing spear 1/4 ke kiri untuk melepaskan casing spear.
l) Mengambil casing joint berikutnya dari catwalk dengan menggunakan air tugger ke dalam mouse
hole. Pasang SJE ekor yang hubungkan ke rotary table dengan menggunakan suatu tali ke
seberang mouse hole.
m) Melepaskan pelindung ulir, memeriksa sambungan pin dan masukkan ke dalam kotak
sambungan sebelumnya.
n) Memasang casing (dengan backup tong untuk 6 sambungan yang pertama).
o) Memasukan casing spear ke dalam casing 13-3/8" dan putar 1/4 ke kanan.
p) Mengambil dan tarik casing slips, pasang casing safety clamp (untuk 6 sambungan yang pertama
).

q) Menjalankan pompa.
r) Membor dengan menurunkan sambungan casing. Back ream dan atau pompa lumpur Hi-Vis
untuk mengangkat cutting.
s) Menset casing slips dan matikan pompa.
t) Mengendurkan dan putar 1/4 ke kiri untuk melepaskan peralatan casing spear.
10. TD adalah 1200 kaki atau puncak Formasi Belut bor sampai 815 feet dengan L80.68 PPF casing
dan diganti dengan waterhead bushing X ke atas drill pipe sampai 1200 feet.
11. Mengulangi langkah-langkah (l)-(t) sampai drillshoe menjangkau puncak Formasi Belut yang
ditunjukan oleh reverse drilling break.
12. Menyemen normal.
13. Melanjutkan pemboran ke kedalaman selanjutnya sesuai prosedur.
4.3. Pengolahan Data dengan Menggunakan Metode Grafis.
Metode perhitungan yang digunakan adalah metode grafis yang bertujuan untuk pemilihan material
casing yang akan di tempatkan pada kedalaman tertentu dan kita dapat mengetahui secara teknik
bahwa beban burst, collapse dan tension yang harus ditanggung oleh pipa casing tidak melebihi dari
kemampuan maksimum pipa casing dalam menahan beban, burst, collapse dan tension.
Pada perhitungan matematis beban burst, collapse dan tension yang dilakukan secara manual untuk
casing 13 3/8 dengan grade casing yang tersedia yaitu P-110 dan L-80.
4.3.1 Data Pemboran
Berikut ini adalah data pemboran yang dipakai pada sumur Melati-01 pemboran sampai dengan
lubang permukaan:
Data Umum:
Nama Sumur : Melati -01
Tipe pemboran : Vertikal
Spud Date : 17 Agustus 2003
Nama Rig : Semi-Submersible, Sedco-601
RKB SL : 65 ft
Kedalaman Air Laut : 246 ft
Surface Depth : 1075 ft
Plastic Viscosity, PV : 5 cp
Yield Point, YP : 50 lbs/100ft2
Densitas Lumpur, ? : 8.5 ppg
Tekanan Permukaan, Psurface : 363 psi
Laju Alir Lumpur, Q : 1095 gpm
Data Pahat dan Pipa:
Pahat DrillShoe : 17 inch, Ukuran nozzle: 14-14-14-14-14-14
Casing P-110 : 13 3/8 inch OD (12.347 inch ID)
Casing L-80 : 13 3/8 inch OD (12.515 inch ID)
Sistem Pompa:
Nama Pompa : Continental Emsco FB-1600 (@1600 HP)
Jumlah Pompa : 2 Pompa
Tipe Pompa : Triplex Pump
Maximum Input Power : 1193 kW (1600 HP) dalam 1 pompa
Rotasi Per Menit, rpm : 120 rpm
Maximum Speed, spm : 120 spm
Stroke Length, Lstroke : 12 inch
Liner Size, Dliner : 7 inch
Maximum Pressure : 3422 psi

Sedangkan parameter yang berupa data-data untuk casing dan coupling yang tersedia untuk sumur
Melati-01 dapat dilihat pada tabel 4.1. dan parameter yang berupa speksifikasi untuk casing yang
tersedia dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.1
Data Parameter, Casing dan Coupling
CASING
(OD/ID)
COUPLING
COUPLING
(OD/ID)
DRIFT
ID
13-3/8/12.347 NSCC 14.375/NA 12.250
13-3/8/12.515 BTC 14.375/NA 12.359
Data-data inilah yang akan digunakan sebagai input untuk perhitungan pada bab ini.
Tabel 4.2
Data Parameter Spesifikasi Casing
CASING
(OD/ID)
GRADE
WEIGHT
(LB/FT)
COLLAPSE
(PSI)
BURST
(PSI)
BODY
TENSILE
STRENGHT
(1000 LB)
13-3/8/12.347 P-110 72.0 2880 7400 2596
13-3/8/12.515 L-80 68.0 2260 5020 1556
4.4. Hasil Perhitungan Dengan Menggunakan Metode Grafis.
Pada Sumur Melati-01 penggunaan conductor casing telah digantikan oleh pipa surface casing 133/8. Surface casing 13 3/8 ini akan diset pada kedalaman 1300 RKB dengan menggunakan pahat
17 lalu akan dilanjutkan sampai kedalaman 4100 yang merupakan total kedalaman (TD). Program
berat lumpur yang akan digunakan pada fasa surface casing ini adalah 8.5 ppg atau 64 ppf dan
gradient rekah sebesar 9.0 ppg dapat dilihat pada lembar lampiran B selain itu juga diketahui data
safety factor yang direkomendasikan dari perusahaan dan adalah sebagai berikut :
a) Collapse = 1.05
b) Burst = 1.1
c) Tension = 1.8
Gradient tekanan gas diasumsikan dengan harga sebesar 0,1 psi/ft. Perhitungan beban collapse,

burst dan tension dengan menggunakan metode grafis untuk casing 13-3/8 dengan Grade P-110
dan L-80 adalah sebagai berikut :
1. Tekanan collapse.
Tekanan collapse dibagi menjadi 2 yaitu tekanan collapse di permukaan dan tekanan collapse di
shoe, data yang diperlukan untuk menghitung tekanan collapse adalah :
a. Berat lumpur = 8.5 ppg
b. Kedalaman casing 13 3/8 = 1300 ft
Dengan data yang diberikan di atas maka di dapat :
Tekanan collapse di permukaan = 0
Tekanan collapse di shoe, dengan menggunakan persamaan 3.1
Pc di shoe = 0.052 x mud weight (ppg) depth (ft)
= 0.052 x 8.5 ppg x 1300 ft
= 575 psi.
2. Tekanan burst.
Sama seperti tekanan collapse tekanan burst juga terbagi menjadi dua yaitu tekanan burst di
permukaan dan tekanan burst di shoe, data yang diperlukan untuk menghitung tekanan burst adalah
:
a. Gradient rekah = 9.0 ppg.
b. Total kedalaman = 4100 ft.
c. Gradient gas = 0.1 psi/ft.
d. Berat lumpur = 8.5 ppg.
e. Kedalaman casing 13 3/8 = 1300 ft
f. Safety factor burst = 1.1
Dari data yang diberikan di atas maka dapat dihitung harga tekanan burst melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut :
Menghitung gradient tekanan formasi, menggunakan persamaan 3.2.
Gradient tekanan formasi = gradient rekah (ppg) x 0.052
= 9.0 ppg x 0.052
= 0.468 psi/ft.
Tekanan external formation dengan menggunakan persamaan 3.3. Pf = True depth (ft) x gradient
tekanan formasi (psi/ft)
= 4100 ft x 0.468 psi/ft
= 1919 psi.
Tekanan dalam casing dengan menggunakan persamaan 3.4
Pi = Pf (psi) (TD (ft) CSD (ft) ) x Gradien gas (psi/ft)
= 1919 psi ( 4100 ft 1300 ft ) x 0.1 psi/ft
= 1639 psi.
Tekanan luar casing dengan menggunakan persamaan 3.5
Pe = 0.052 x berat lumpur (ppg) x CSD (ft)
= 0.052 x 8.5 ppg x 1300 ft
= 575 psi.
Tekanan burst di shoe dengan menggunakan persamaan 3.6
Pb di shoe = (Pi (psi) - Pe(psi) ) x SF burst
= ( 1639 psi - 575 psi ) x 1.1
= 1170 psi.
Tekanan burst di permukaan dengan menggunakan persamaan 3.4
Pb di permukaan = Pf (psi) - ( TD (ft) x gradient gas (psi/ft) )
= 1919 psi ( 4100 ft x 0.1psi/ft )
= 1509 psi.

Setelah mengetahui harga dari tekanan collapse di permukaan maupun di shoe dan tekanan burst di
permukaan dan di shoe, tahapan selanjutnya adalah membuat garis lurus dari harga collapse dan
burst yang dimiliki oleh casing P-110 dan L-80. Grafik hasil combinasi dari collapse dan burst ini bisa
dilihat pada lembar lampiran D dan tabel 4.3 akan memberikan pemilihan casing berdasarkan
kedalaman untuk fasa surface casing 13-3/8.
Tabel 4.3
Pemilihan Casing Berdasarkan Kedalaman
DEPTH
(ft) GRADE & WEIGHT WEIGHT IN AIR
1000 LB
0 - 426 P 110, 72 lb/ft 30672
426 - 1300 L 80, 68 lb/ft 59432
3. Beban tension.
Dengan menggunakan data parameter spesifikasi casing dari tabel 4.3 di atas maka untuk
perhitungan beban tension, langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
? Menghitung berat rangkaian casing di udara dengan menggunakan persamaan 3.8.
Casing 13-3/8 OD / 12.347 ID grade P-110.
Wia = L (ft) x P (ppf)
= 426 ft x 72 ppf
= 30672 lb.
Casing 13-3/8 OD / 12.515 ID grade L-80.
Wia = L (ft) x P (ppf)
= ( 1300 - 426 ) ft x 68 ppf
= 59432 lb.
? Menghitung Buoyancy factor dengan menggunakan persamaan 3.9. Diketahui data berat lumpur
pemboran yang digunakan sebesar 8.5 ppg. Karena penggunaan berat lumpur yang sama pada
fasa surface casing maka harga buoyancy factor untu grade P-110 dan L-80 adalah sama.
BF =
BF =
= 0.871
? Menghitung beban tension dengan menggunakan persamaan 3.10.
Casing 13-3/8 OD / 12.347 ID grade P-110.
T = Wia x Bf
T = 30672 x 0.871
= 26715 lb.
Casing 13-3/8 OD / 12.515 ID grade L-80.
T = Wia x Bf
T = 59432 x 0.871
= 51765 lb.
4. Beban biaxial.
Beban biaxial berkaitan dengan safety factor untuk tiap-tiap grade casing karena parameter yang
menjadi data dari perhitungan safety factor ini di dapat dari parameter yang dihitung pada beban
biaxial.
Data yang digunakan untuk perhitungan beban biaxial untuk casing 13-3/8 OD / 12.347 ID grade
P-110. adalah sebagai berikut
a. Tekanan collapse SF = 1 = 2880 psi.
b. Tekanan collapse di shoe = 575 psi.

c. Tekanan burst SF = 1 = 7400 psi.


d. Tekanan burst di permukaan = 1509 psi.
e. Body tensile strength = 2596000 lb.
f. Beban tension = 26715 lb.
g. Berat rangkaian casing di udara = 30672 lb.
Dengan data-data yang diberikan di atas maka langkah-langkah perhitungan untuk beban biaxial
dan safety factor tension, burst dan collapse adalah sebagai berikut :
? Menghitung tes tekanan dengan menggunakan persamaan 3.11.
Tes tekanan = 60% Pb (psi)
= 0.6 x 7400 psi
= 4440 psi.
? Menghitung total kekuatan tensile dengan menggunakan persamaan 3.12.
TST = Wia (lb) + x ID2 (inch) x tes tekanan (psi).
= 30672 lb + x 152.4484 inch x 4440 psi
= 562285 lb.
? Menghitung safety factor untuk tension dengan menggunakan persamaan 3.13.
SF tension = = = 4.6
? Safety factor tension yang didapat yaitu sebesar 4.6 lebih besar dari safety factor burst yang
direkomendasikan oleh perusahaan yaitu 1.8 maka untuk casing grade P-110 untuk faktor tension
sudah aman untuk digunakan.
? Menghitung safety factor untuk burst dengan menggunakan persamaan
3.14.
SF burst =
=
= 4.9
? Safety factor burst yang didapat yaitu sebesar 4.9 lebih besar dari safety factor burst yang
direkomendasikan oleh perusahaan yaitu 1.1 maka untuk casing grade P-110 untuk faktor burst
sudah aman untuk digunakan.
? Menghitung safety factor untuk collapse,dengan menggunakan persamaan 3.15.
SF collapse =
=
= 5.0
? Safety factor collapse yang didapat yaitu sebesar 5.0 lebih besar dari safety factor collapse yang
di rekomendasikan oleh perusahaan yaitu 1.05 maka untuk casing grade P-110 untuk faktor
collapse sudah aman untuk digunakan.
Sedangkan data yang digunakan untuk perhitungan beban biaxial untuk casing 13-3/8 OD / 12.515
ID grade L-80 adalah sebagai berikut :
a. Tekanan collapse SF = 1 = 2260 psi.
b. Tekanan collapse di shoe = 575 psi.
c. Tekanan burst SF = 1 = 5020 psi.
d. Tekanan burst di permukaan = 1509 psi.
e. Body tensile strength = 1556000 lb.
f. Beban tension = 51765 lb.
g. Berat rangkaian casing di udara = 59432 lb.
Dengan data-data yang diberikan di atas maka langkah-langkah perhitungan untuk beban biaxial
dan safety factor tension, burst dan collapse adalah sebagai berikut :
? Menghitung tes tekanan dengan menggunakan persamaan 3.11.
Tes tekanan = 60% Pb (psi)
= 0.6 x 5020 psi
= 3012 psi.

? Menghitung total kekuatan tensile dengan menggunakan persamaan 3.12.


TST = Wia (lb) + x ID2 (inch) x tes tekanan (psi).
= 59432 lb + x 156.625 inch x 3012 psi
= 429947 lb.
? Menghitung safety factor untuk tension dengan menggunakan persamaan 3.13.
SF tension = = = 3.6
? Safety factor tension yang didapat yaitu sebesar 3.6 lebih besar dari safety factor burst yang
direkomendasikan oleh perusahaan yaitu 1.8 maka untuk casing grade L-80 untuk faktor tension
sudah aman untuk digunakan.
? Menghitung safety factor untuk burst dengan menggunakan persamaan 3.14
SF burst =
=
= 3.3
? Safety factor burst yang didapat yaitu sebesar 3.3 lebih besar dari safety factor burst yang
direkomendasikan oleh perusahaan yaitu 1.1 maka untuk casing grade L-80 untuk faktor burst
sudah aman untuk digunakan.
? Menghitung safety factor untuk collapse,dengan menggunakan persamaan 3.15.
SF collapse =
=
= 4.0
? Safety factor collapse yang didapat yaitu sebesar 4.0 lebih besar dari safety factor collapse yang
di rekomendasikan oleh perusahaan yaitu 1.05 maka untuk casing grade L-80 untuk faktor collapse
sudah aman untuk digunakan
4.5 Hasil Perhitungan Biaya dan Waktu Operasi Pemboran
Pada operasi pemboran dengan casing sumur Melati-01 untuk lubang permukaan sampai
kedalaman 1075 ft, dilakukan pekerjaan pemboran dengan ukuran lubang berdiameter 17.
Data-data yang dipergunakan untuk menghitung waktu dan biaya operasi pemboran dengan casing
pada sumur Melati-01, adalah sebagai berikut
Lubang bor 17:
Interval kedalaman = 311 1075 ft
Footage = 764 ft
Rotating time = 19.50 hrs
Pasang BOP dan
cement 13 3/8" casing = 16.00 hrs
Harga DrillShoe 17 = $ 37000
Operating equipment cost = $ 60.000
Operating service cost = $ 12.000
Sewa rig = $ 62000/day = $2583.33/hr
Pada operasi pemboran dengan casing ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya suatu
biaya pemboran, antara lain adalah harga pahat, harga sewa rig, waktu operasi pemboran dan
footage dari pahat yang digunakan. Harga pahat pada operasi pemboran dengan casing termasuk
didalamnya adalah biaya pahat itu sendiri, ditambah biaya peralatan operasi dan biaya jasa. Faktor
tersebut perlu dihitung, untuk melihat seberapa besar waktu dan biaya pemboran yang telah dipakai.
Berikut ini adalah perhitungan biaya pemboran dan nilai cost/foot dari operasi pemboran dengan
casing pada sumur Melati-01:
1. Waktu Operasi Pemboran Dengan Casing Pada Sumur Melati-01
Waktu operasi pemboran dengan casing pada lubang 17, dengan menggunakan persamaan 3.19
yaitu:
Total waktu = Rotating time + cement 13 3/8 casing time hrs
Total waktu = 19.50 hrs + 16.00 hrs

= 35.50 hrs
2. Cost/Foot Operasi Pemboran Pada Sumur Melati-01
Adapun cost/foot operasi pemboran pada lubang 17, dengan menggunakan persamaan 3.18 yaitu:
di mana:
B = Harga DrillShoe 17 + Operating equipment cost
+ Operating service cost
B = $ 37000 + $ 60000$ + 12000
B = $ 55000
maka, cost/foot pada pemboran dengan casing, yaitu:
Sedangkan untuk perhitungan waktu dan biaya operasi pemboran pada sistem konvensional
menggunakan data sumur IB-1 yang merupakan offset well dari Melati-01. Data dipergunakan untuk
menghitung waktu dan biaya operasi pemboran konvensional pada sumur IB-1, adalah sebagai
berikut
Lubang bor 36:
Interval kedalaman = 325 - 610 ft
Footage = 285 ft
Rotating time = 1.50 hrs
Trip time = 7.91 hrs
RIH dan cement 30" casing = 20.71 hrs
Harga pahat 36 = $ 35000
Sewa rig = $ 62000/day = $2583.33/hr
Lubang bor 26:
Interval kedalaman = 610 - 1205 ft
Footage = 595 ft
Rotating time = 6.03 hrs
Trip time = 10.91 hrs
Pasang BOP,
RIH dan cement 20" casing = 40 hrs
Harga pahat 36 = $ 33000
Sewa rig = $ 62000/day = $2583.33/hr
Pada operasi pemboran konvensional ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya suatu
biaya pemboran, antara lain adalah harga pahat, harga sewa rig, waktu operasi pemboran dan
footage dari pahat yang digunakan, faktor tersebut perlu dihitung, untuk melihat seberapa besar
waktu dan biaya pemboran yang telah dipakai. Berikut ini adalah perhitungan biaya pemboran dan
nilai cost/foot dari operasi pemboran konvensional pada sumur IB-1:
1. Waktu Operasi Pemboran Konvensional Pada Lubang 36.
Waktu operasi pemboran konvensional pada lubang 36, yaitu:
Total waktu = Rotating time + Trip time +
RIH dan cement 30 casing time hrs
Total waktu = 1.5 hrs + 7.91 hrs + 20.71 hrs
= 30.21 hrs
2. Waktu Operasi Pemboran Konvensional Pada Lubang 26.
Waktu operasi pemboran konvensional pada lubang 26, yaitu:
Total Waktu = Rotating time + Trip time + RIH dan cement 20 casing time hrs
Total Waktu = 6.03 hrs + 10.91 hrs + 40.00 hrs
= 56.94 hrs

3. Total Waktu Operasi Pemboran Lubang Permukaan Pada sumur IB-1.


Adapun total waktu yang dipakai pada operasi pemboran lubang permukaan, yaitu:
Total waktu = Total waktu pemboran 36 + Total waktu pemboran 26
Total waktu = 30.21 hrs + 56.94 hrs
= 87.15 hr
4. Cost/Foot Operasi Pemboran Pada Lubang 36.
Adapun cost/foot operasi pemboran pada lubang 36, yaitu:
5. Cost/Foot Operasi Pemboran Pada Lubang 26.
Adapun cost/foot operasi pemboran pada lubang 26, yaitu:
6. Total Cost/Foot Operasi Pemboran Konvensional Sumur IB-1.
Total cost/foot operasi pemboran konvensional pada sumur IB-1 untuk lubang permukaan, yaitu:
7. Cost/Foot Rata-Rata Pada Lubang Permukaan Sumur IB-1.
Cost/foot rata-rata pada operasi pemboran konvensional sumur IB-1 untuk lubang permukaan,
adalah:
BAB V
PEMBAHASAN
Aplikasi pemboran dengan casing untuk lubang permukaan dilakukan di lapangan lepas pantai Laut
Selatan Natuna yaitu Blok Nila milik ConocoPhillips Inc. Ltd. (COPI). Sumur Melati-01 adalah sumur
yang menggunakan metode pemboran dengan casing. Kegiatan pemboran pada sumur-sumur
tersebut untuk membuat lubang permukaan dilakukan pada Formasi Muda, dengan ketebalan
formasi dapat mencapai 1500 ft dan kedalaman air laut dapat mencapai 350 ft.
Pada penulisan tugas akhir aplikasi pemboran dengan casing ini akan ditinjau kinerja pemboran,
waktu pemboran dan cost/foot pemboran. Dari data hasil perhitungan yang diperoleh akan dapat
dievaluasi tentang penggunaan sistem DWC di sumur Melati-01 baik dari segi teknik maupun dari
segi keekonomisannya.
Kinerja pemboran yang dianalisa adalah pemilihan casing dan beban rangkaian casing yang
ditanggung selama pemboran dengan casing berlangsung, antara lain yaitu beban collapse, beban
burst dan beban tension. Pemilihan dan perhitungan beban yang ditanggung oleh rangkaian casing
ini dilakukan dengan menggunakan metode grafis.
Aplikasi penggunaan sistem DWC pada pemboran lepas pantai di sumur Melati -01 terdiri dari
beberapa tahapan yang harus dilalui. Beberapa tahapan tersebut adalah : persiapan di darat,
persiapan perakitan di darat dan persiapan di lepas pantai. Setelah persiapan tersebut telah
memenuhui persyaratan maka selanjutnya pengoperasian pemboran dengan casing dapat
dilakukan. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan metode grafis, maka dapat
diperoleh harga untuk tekanan collapse dipermukaan 0 psi, tekanan collapse di shoe 575 psi,
tekanan burst di permukaan 1509 psi, tekanan burst di shoe 1170 psi, beban tension untuk grade P110 26715 dan beban tension untuk grade L-80 adalah 51765.
Casing dengan grade P-110 dipasang dari kedalaman 0 sampai 426 sedangkan casing dengan
grade L-80 dipasang dari 426 sampai kedalaman 1300, penggunaan grade casing P-110 dan L-80
didasari oleh perbandingan harga SF yang didapat dengan SF yang merupakan standar dari
perusahaan.
Untuk casing dengan grade P-110 dan L-80 didapat SF tension sebesar 4.6 dan 3.6 kedua safety
factor ini telah dianggap memenuhui standar karena lebih besar dari SF yang diberikan oleh
perusahaan yaitu sebesar 1.8, sedangkan untuk SF burst untuk casing dengan grade P-110 dan L80 didapat 4.9 dan 3.3 safety factor ini juga telah dianggap memenuhui standar karena lebih besar
dari SF yang diberikan oleh perusahaan yaitu sebesar 1.1, yang terakhir adalah SF collapse untuk
casing dengan grade P-110 dan L-80 didapat 5.0 dan 4.0 ini juga telah dianggap memenuhui

standar karena lebih besar dari SF yang diberikan oleh perusahaan yaitu sebesar 1.05.
Pada operasi pemboran dengan casing sumur Melati-01, lubang permukaan sampai kedalaman
1075 ft, dilakukan pekerjaan pemboran dengan ukuran pahat bor berdiameter 17 inch dengan
footage berjarak 764 ft. Pada pelaksanaan pemboran di sumur ini, lamanya rotating time adalah
19.50 jam, yang kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan penyemenan casing 13 3/8 inch dan
memasang BOP selama 16.00 jam. Total waktu pemboran yang dibutuhkan pada operasi pemboran
ini adalah sebesar 30.05 jam. Pada pemboran dengan casing pahat yang digunakan adalah
DrillShoe dengan harga sebesar $ 37000, biaya peralatan operasi sebesar $ 60000 dan biaya jasa
sebesar $ 12000. Besarnya cost/foot yang didapat untuk operasi lubang permukaan ini adalah $
137.93/ft. Berbeda dengan pemboran konvensional, besarnya cost/foot pada pemboran dengan
casing ini tidak dipengaruhi oleh trip time (t).
Pada operasi pemboran konvensional, yaitu semur IB-1 untuk lubang permukaan sampai
kedalaman 1205 ft, dilakukan pekerjaan pemboran dengan ukuran lubang berdiameter 36 inch dan
26 inch. Footage pahat 36 inch adalah 285 ft dan footage pahat 26 inch adalah 595 ft. Pada
pelaksanaan pemboran di sumur ini dengan lubang bor 36 inch, lamanya waktu pahat berputar atau
rotating time adalah 1.50 jam dan waktu cabut rangkaian pipa bor atau trip time adalah 7.91 jam
yang kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan memasukkan rangkaian atau run in hole (RIH) pipa
casing 30 inch serta pekerjaan penyemenan selama 20.71 jam. Waktu yang dibutuhkan pada
kegiatan pemboran lubang bor 26 inch antara lain adalah rotating time selama 6.03 jam, trip time
selama 10.91 jam. Kegiatan ini dilanjutkan dengan RIH pipa casing 20 inch, penyemenan dan
memasang BOP selama 40 jam.
Dari pekerjaan-pekerjaan tersebut total waktu pemboran yang dibutuhkan pada operasi pemboran
lubang permukaan adalah sebesar 87.15 jam. Dari pekerjaan-pekerjaan ini pula cost/foot yang
didapatkan untuk operasi lubang permukaan adalah sebesar $ 337,11 di mana harga pahat 36 inch
adalah $ 35000, harga pahat 26 inch adalah $ 33000 dan biaya sewa rig adalah $ 2583.33/jam.
Besarnya cost/foot pada pemboran konvensional dipengaruhi oleh harga pahat (B), harga rig (R),
rotating time (T), trip time (t) dan footage (F). Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa
total waktu yang dibutuhkan untuk membuat lubang permukaan pada metode pemboran
konvensional lebih besar dari pada total waktu pemboran pada metode pemboran dengan casing.
Lamanya waktu pemboran pada metode pemboran konvensional ini dikarenakan pada pelaksanaan
metode pemboran konvensional, peralatan bawah lubang atau BHA harus dicabut kembali ke
permukaan dan pipa casing harus diturunkan sebelum dilakukannya penyemenan. Hal ini
menyebabkan adanya trip time dan RIH time untuk pipa casing.
Sedangkan pada metode pemboran dengan casing, hematnya waktu pemboran dikarenakan tidak
diperlukannya mencabut peralatan BHA dan pekerjaan untuk menurunkan casing seperti pada
metode pemboran konvensional. Pada metode pemboran dengan casing, setelah pemboran
mencapai target kedalaman yang telah ditentukan, pekerjaan penyemenan dapat langsung
dilakukan, sehingga dapat menghemat total waktu pemboran. Dari hasil perhitungan diatas juga
dapat diketahui bahwa nilai cost/foot pada metode pemboran konvensional lebih besar dari pada
cost/foot pada pemboran dengan casing. Walaupun pada pemboran konvensional harga pahat lebih
kecil dibandingkan harga pahat pada pemboran dengan casing, tetapi dikarenakan pada pemboran
dengan casing tidak ada trip time maka nilai cost/foot pada metode pemboran dengan casing lebih
kecil dari pada cost/foot pada metode pemboran konvensional.
BAB VI
KESIMPULAN
Aplikasi sistem DWC di Sumur Melati-01 milik ConocoPhilllips Inc. Ltd. (COPI) sebelah selatan laut
natuna dari kapal Transocean Sedco 601, untuk lubang permukaan pada lapangan lepas pantai
Laut Selatan Natuna di Blok Nila, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada dua metode dalam pemboran dengan casing yaitu : pemutaran casing di permukaan untuk
menghantar torsi ke BHA pemboran, atau mempunyai BHA yang dapat dilepas, terpasang di dalam
casing yang bekerjasama dengan motor untuk menggerakan bit konvensional dan undereamer.
2. Dengan digunakannya sistem DWC dimana pemasangan casing dilakukan bersamaan pada saat

pemboran berlangsung, maka akan mengurangi resiko sumur blow out sewaktu Tripping atau
pemasangan casing.
3. Dengan penggunaan sistem DWC ini telah berhasil menghilangkan pemakaian casing 30 dan
menggantikan rangkaian casing 20 dengan menggunakan pemakaian casing 13-3/8 dan
diperbolehkan menggunakan BOP permukaan.
4. Pada pemboran lepas pantai sistem DWC telah menggantikan riser yang dihubungkan dengan
BOP dengan casing 13-3/8 dan dari permukaan sampai batas lumpur terdiri dari beberapa
sambungan casing P-110 NSCC dipasang dari kedalaman 0 sampai 426 dan L-80 BTC dipasang
dari kedalaman 426 sampai 1075.
5. Pemasangan casing 13 3/8 yang direncanakan yaitu 1300 RKB tidak sesuai dengan kondisi
aktualnya yaitu 1075 ini disebabkan umur pahat yang sudah habis dan tak bisa lagi menggerus.
6. Peralatan pemboran bawah lubang atau bottom hole assembly (BHA) pada metode pemboran
dengan casing tanpa mencabut peralatan BHA (non-retrievable BHA) yang diperkenalkan oleh
Weatherford lebih sederhana dari pada peralatan pemboran konvensional. Peralatan BHA
pemboran dengan casing antara lain yaitu pipa casing, float collar dan Drill Shoe sebagai pahat bor.
Sedangkan peralatan BHA pemboran konvensional antara lain adalah drill pipe, drill collar, stabilizer,
bumper sub, cross over, bit sub, under reamer dan pahat bor.
7. Pemilihan dan penentuan beban rangkaian casing tergantung dari casing yang tersedia oleh
perusahaan. Untuk pemboran dengan casing ini perusahaan menggunakan casing 13 3/8 dengan
grade L-80 BTC dan P-110 NSCC selama pemboran berlangsung dianggap telah memenuhi
standar.
8. Dengan penggunaan sistem DWC , maka dapat diperoleh penghematan biaya operasional
sebesar 13000 USD fasa 13-3/8 dan penghematan waktu operasi selama 2 hari.
9. Pemboran dengan casing menghilangkan flat spot (titik datar) dalam kurva pemboran. Juga
mempunyai kemampuan untuk memperpanjang bagian open hole untuk mencapai titik casing
terdalam dengan diameter kecil.
APLIKASI PENGGUNAAN SISTEM DRILLING WITH CASING PADA PEMBORAN EKSPLORASI
DENGAN SURFACE CASING 13 3/8
DI LAPANGAN LEPAS PANTAI CONOCOPHILLIPS Inc. Ltd. BLOK NILA LAUT NATUNA
SELATAN INDONESIA

Proses pengeboran minyak bumi

Jika cadangan minyak bumi positif pada suatu lokasi maka proses pengeboran mulai di lakukan.
Berikut ini bagian bagian peralatan Rig yang digunakan untuk mengebor di daratan.

1.
Hoist attachment (1), Derrick (2), Traveling block (3), Hook (4), Injection head (5),
Mud injection column (6), Turntable driving the drilling pipes (6), Winches (7), Motors (8),
Mud pump (9), Mud pit (10), Drilling pipe (11), Cement retaining the casing (12), Casing (13),
Drill string (14), Drilling tool (15).
2.
Rig digunakan untuk mengebor dengan kedalaman 2000 sampai 4000 meter tapi
ada juga yang sampai 6000 meter. Rig dilengkapi mata bor dengan diameter 20 sampai 50
sentimeter. Mata bor ini yang berputar menembus perut bumi.

Anda mungkin juga menyukai