Teknik Pemboran
Teknik Pemboran
PERENCANAAN SUMUR
(WELL PLANNING)
dengan konfigurasi, maka sumur tersebut tidak dapat dilakukan komplesi dan
akibatnya sumur tersebut tidak dapat diproduksikan (gagal).
Untuk itu, istilah usable tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut
:
Ukuran diameter lubang bor sesuai dengan komplesi sumur yang akan
dilakukan .
Formasi produksi tidak mengalami kerusakan yang tidak dapat di perbaiki.
Gambar-1
Biaya pemboran vs perencanaan sumur yang baik
Perencanaan sumur akan sukar dicapai, jika dijumpai adanya tekanan
abnormal, sumur dalam yang mengalami problem geometri sumur ataupun
lumpur .
4. Perencanaan Biaya
Biaya yang diperlukan untuk perencanaan sumur disesuaikan sebagai
perbandingan dari biaya pemboran sebenarnya. Pada banyak kasus, kurang
dari US$1.000 dikeluarkan untuk perencanaan sebuah sumur yang bernilai
US$1 juta, hal ini berarti merepresentasikan 1/10 dari 1% biaya pemboran.
Sering kali hasil akhirnya adalah merupakan biaya pemboran yang melebihi
jumlah yang diperlukan. Untuk itu, diusahakan mengurangi data-data yang
tidak terlalu penting. Meskipun data yang baik biasanya dapat diperoleh
dengan biaya kurang dari US$ 2,000 US$ 3,000 per prospek, beberapa
perencanaan sumur tanpa pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya
problem pemboran. Kurangnya pengeluaran biaya pada tahap awal dalam
Gambar 2
Proses Perencanaan Sumur
Kelima sistem tersebut diatas mempunyai hubungan yang erat antara satu
dengan yang lain. Dengan kata lain, bahwa kerja sistem-sistem tersebut
berlangsung pada waktu yang bersamaan.
Operasi pemboran adalah merupakan suatu kegiatan yang terpadu dengan
kegiatan-kegiatan lainnya dalam industri perminyakan.
Pada masa sekarang, operasi pemboran dapat dilaksanakan baik di darat
(on-shore) maupun di lepas pantai (off-shore). Peralatan yang digunakan
untuk operasi pada kedua tempat tersebut pada prinsipnya sama,
perbedaannya adalah tempat untuk menempatkan menara (rig) serta
perlengkapannya.
Tahap Persiapan Operasi Pemboran ini meliputi :
1. Persiapan tempat
2. Pengiriman pelaratan ke lokasi
3. Penunjukan pekerja
4. Persiapan rig dan pendiriannya.
5. Peralatan penunjang dan pemasangannya
6. Persiapan akhir.
Persiapan Tempat
Pada tahap persiapan tempat ini, terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
Pembuatan sarana transpotasi
Pembutan kolam cadangan (reserve pit)
Persiapan lubang bor (Cellar)
Memasang Conductor Pipe
Penyediaan air
Gambar 3
Pembuatan Sarana Transportasi
Gambar 4
Pemasangan Pipa Conductor
Gambar 5
Pembuatan Cellar
Gambar 6
Pembuatan Kolam Cadangan (Reserve Pit)
Gambar 7
Penyediaan Air
Pengiriman Peralatan ke Lokasi
Pengiriman peralatan melalui darat
Pengiriman peralatan melalui air
Pengiriman peralatan melalui udara
Gambar 8
Pengiriman Peralatan (Darat, Laut, Udara)
Penunjukan Pekerja
Dalam pelaksanaan operasi pemboran, kebutuhan personil yang
berpengalaman adalah merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi.
Personil-personil tersebut terdiri dari kru kontraktor pemboran dan kru
perusahaan jasa (service company).
Kebutuhan personil tersebut adalah sebagai berikut :
o Company man
o Tool pusher
o Driller
o Derrickman
o Rotary helper
o Motor man
o Rig mechanic.
o Rig electrician
o Mud engineer
o Mud logger
o Casing and cementing crew
Gambar 9
Personil Yang Mendukung Operasi Pemboran
Mendirikan Rig
Pengiriman unit rig ke lokasi pemboran biasanya berupa bagian-bagian
(modul-modul). Kontraktor pemboran dan kru-nya dengan menggunakan
mesin derek segera memulai pemasangan dan pendirian menara bor atau rig
(rigging up).
Peralatan Penunjang dan Pemasangannya
Dengan selesainya pendirian rig, tahap berikutnya adalah mulai memasang
peralatan-peralatan penunjang. Peralatan penunjang ini biasanya dikirim
dengan truck, tetapi untuk bebarapa komponen yang besar, seperti mud
pump biasanya dikirim dengan truck yang dilengkapi dengan mesin derek
atau dengan menggunakan flat bed truck.
Dengan telah siapnya peralatan penunjang, kru pemboran dengan tugasnya
masing-masing mulai menyambung bagian-bagian dari berbagai peralatan
yang terangkai menjadi suatu sistem dari rotary drilling yang siap untuk
melaksanakan operasi pemboran. Material pemboran, seperti bahan-bahan
lumpur pemboran, dan peralatan-pelatan lainnya seperti drill pipe, drill collar,
tool joint juga diatur pada tempat yang telah tersedia.
Pada dasarnya persiapan tahap rigging up ini dapat dikatakan mendekati
penyelesaian, sehingga lokasi pemboran tersebut telah berubah menjadi
suatu komplek rotary drilling yang modern
Gambar 10
Urutan mendirikan Menara
Persiapan Akhir
Persiapan akhir ini meliputi 2 hal pokok, yaitu :
1. Persiapan Lumpur Pemboran, kru pemboran mulai mempersiapkan lumpur
Gambar 11
Sistem Pengangakatan (Hoisting System)
Gambar 12
Sistem Pemutar (Rotating System)
Gambar 13
Sistem Sirkulasi (Circulating System)
LUMPUR PEMBORAN
Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting dalam operasi pemboran.
Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat
tergantung dari lumpur pemboran yang dipakai.
Lumpur pemboran diperkenalkan pertama kali dalam pemboran putar pada
sekitar awal tahun 1900. Pada mulanya orang hanya menggunakan air untuk
mud cake pada dinding lubang bor dapat mengijinkan operasi pemboran terus
berjalan dan tidak menyebabkan kerusakan formasi produktif. Kerusakan
formasi produktif biasanya akan menurunkan permeabilitas disekitar lubang
bor.
1.7. Membantu Stabilitas Formasi
Pada lubang bor sering dijumpai adanya problem stabilitas yang disebabkan
oleh fenomena geologi, seperti zona rekahan, formasi lepas, hidrasi clay, dan
tekanan tinggi. Lumpur pemboran harus mampu mengontrol problem-problem
tersebut, sehingga lubang bor tetap terbuka dan proses pemboran dapat terus
dilanjutkan. Perencanaan sistem lumpur untuk menjaga stabilitas lubang bor
sering digunakan sebagai basis untuk pemilihan jenis dan sifat lumpur.
dibagi menjadi dua, yaitu Non-reactive solid (inert solid) dan Reactive solid.
2.2.1. Reactive Solid
Reactive solid adalah clay, merupakan padatan yang dapat bereaksi dengan
air, membentuk koloid. Clay dapat didefinisikan sebagai berikut :
Padatan dengan diameter kurang dari 2
Partikel yang bermuatan listrik dan mampu menyerap air
Material yang dapat mengembang (swelling) jika menyerap air
Clay (atau low-gravity reactive solid) ditambahkan ke dalam air agar diperoleh
sifat-sifat fisik seperti viskositas dan yield point yang diperlukan untuk
mengangkat serbuk bor atau untuk menjaga agar serbuk bor tidak
mengendap pada saat tidak ada sirkulasi (lihat persamaan 1 dan 2).
Mekanisme pembentukan viskositas dan yield point yang tinggi
pengembangannya sangat komplek dan belum seluruhnya dapat difahami.
Hal ini dihubungkan dengan struktur internal partikel-partikel clay dan gayagaya elektrostatik yang mempertahankannya jika clay terdispersi dalam air.
Pada dasarnya ada dua jenis clay yang digunakan dalam pembuatan waterbase mud, yaitu :
a) Bentonitic clay (gel) ; adalah merupakan anggota dari kelompok clay
montmorillonite (smectite), dan hanya dapat digunakan dengan air tawar,
karena baik viskositas maupun yield point tidak dapat terbentuk pada air asin.
Bentonit yang ada di pasaran bukan merupakan sodium montmorillonite
murni, tetapi mempunyai kandungan sodium montmorillonite sekitar 60 -70%.
Sodium montmorillonte adalah merupakan material yang berbentuk plat-plat
seperti lembaran-lembaran buku. Plat-plat tersebut sangat tipis dengan
ukuran partikel kurang dari 0.1 . Bentonit menyerap air tawar pada
permukaan partikel-partikelnya, sehingga dapat menaikkan volumenya
sampai 10 kali atau lebih, yang disebut swelling atau hidrasi. Besarnya
swelling yang terjadi dapat dilihat dengan meningkatnya kekentalan atau
viskositas lumpur, yang tergantung dari luas permukaan dan total jumlah air
yang diserap oleh clay.
b) Attapulgite (salt gel) ; adalah merupakan anggota dari kelompok clay
palygorskite, dan hanya dapat mengasilkan viskositas dan yield point yang
tinggi baik pada air tawar maupun air asin. Salt water clay (attapulgite), akan
terjadi swelling jika dimasukkan dalam air asin.
Gambar 14
Peralatan Solid Control Lumpur
Gambar 17
Sistem Tenaga (Power System)
Kelima sistem tersebut diatas mempunyai hubungan yang erat antara satu
dengan yang lain. Dengan kata lain, bahwa kerja sistem-sistem tersebut
berlangsung pada waktu yang bersamaan.
Operasi pemboran adalah merupakan suatu kegiatan yang terpadu dengan
kegiatan-kegiatan lainnya dalam industri perminyakan.
Pada masa sekarang, operasi pemboran dapat dilaksanakan baik di darat
(on-shore) maupun di lepas pantai (off-shore). Peralatan yang digunakan
untuk operasi pada kedua tempat tersebut pada prinsipnya sama,
perbedaannya adalah tempat untuk menempatkan menara (rig) serta
perlengkapannya.
1. PENDAHULUAN
Pengetahuan tentang tekanan formasi (tekanan pori) adalah merupakan hal
yang sangat penting, karena tekanan formasi sangat berpengaruh terhadap
casing design, densitas lumpur, laju penembusan, problem pipa terjepit dan
well control. Perkiraan dan penentuan zona yang bertekanan tinggi sangat
penting karena adanya resiko terjadinya blowout (semburan liar). Pada
umumnya air asin yang terperangkap pada zona-zona yang berasosiasi
dengan lapisan shale yang tebal terbebaskan selama proses sedimentasi
berlangsung. Fenomena ini akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
Proses kompaksi dapat digambarkan dengan sebuah model sederhana yaitu
berupa sebuah selinder yang berisi suatu fluida dan sebuah pegas (mewakili
matriks batuan). Overburden stress dapat disimulasikan dengan
menggunakan sebuah piston yang ditekan kebawah pada selinder.
Overburden (S) ditahan oleh pegas () dan tekanan fluida (p), maka :
S = + p ...................................................(1)
Jika tekanan overburden bertambah (karena proses sedimentasi terus
berlangsung) maka beban tambahan tersebut harus ditahan oleh matriks dan
fluida dalam pori. Pada formasi dimana fluida dapat bergerak bebas maka
kenaikan beban harus ditahan oleh matriks, sedangkan fluida yang tersisa
sebagai hidrostatik. Dalam kondisi tersebut maka tekanan formasi disebut
Normal, dan nilainya proporsional terhadap kedalaman dan densitas fluida.
Tetapi jika formasi tersebut tersekat sehingga fluida terperangkap, maka
tekanan fluida tersebut akan bertambah diatas harga hidrostatik. Kondisi ini
disebut sebagai Overpressure (yaitu bagian dari beban overburden ditransfer
dari matriks ke fluida yang mengisi ruang pori). Luas bidang kontak antar butir
tidak dapat bertambah karena hadirnya air yang tidak kompresibel, maka
pertambahan beban tersebut akan ditransfer ke fluida, sehingga tekanan pori
naik.
atau
..........................................(2)
dimana ;
b = bulk density batuan berpori
m = densitas matriks
f = densitas fluida dalam ruang pori
= porositas
Karena litologi dan kadar fluida tidak konstan, maka bulk density nilainya akan
bervariasi terhadap kedalaman.
Gradien overburden diturunkan dari tekanan yang dikenakan pada batuan
diatas kedalaman tertentu. Hal ini dapat dihitung dari spesific gravity yang
bervariasi antara 2.1 (batupasir) sampai 2,4 (batugamping). Dengan
menggunakan spesific gravity rata-rata = 2,3, maka gradien overburden dapat
dihitung :
2,3 x 0,433 = 0,9959 psi/ft.
Pada umumnya untuk perhitungan nilai gradien overburden dibulatkan
menjadi 1 psi/ft, dan gradien overburden juga sering disebut sebagai gradien
geostatik. Harus diingat bahwa gradien overburden nilainya bervariasi
terhadap kedalaman karena kompaksi dan perubahan litologi, sehingga
nilainya tidak dapat dianggap konstan.
3. TEKANAN ABNORMAL
Tekanan abnormal didifinisikan sebagai tekanan yang menyimpang dari
gradien tekanan normal. Penyimpangan tersebut dapat Subnormal (kurang
dari 0,465 psi/ft) atau Overpressured/Tekanan Abnormal (lebih besar dari
0,465 psi/ft). Secara umum tekanan subnormal jarang sekali dijumpai dan
dapat menyebabkan masalah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan
overpressure. Tekanan abnormal terjadinya sangat berkaitan erat dengan
adanya sealing mechanism. Penyekatan (sealing) mencegah adanya
ketetimbangan tekanan yang terjadi dalam urutan proses geologi. Sekat (seal)
terbentuk oleh adanya penghalang permeabilitas (permeability barrier) yang
dihasilkan dari proses fisik maupun kimiawi.
Penyekat fisik (physical seal) dapat terbentuk dari efek gravitasi patahan
selama proses pengendapan atau pengendapan dari bahan dengan ukuran
butir yang lebih halus. Penyekat kimiawi (chemical seal) terbentuk karena
adanya pengendapan kalsium karbonat, sehingga akan mengakibatkan
terjadinya penghalang permeabilitas rata-rata. Contoh lain dari adanya
diagenesa kimia selama proses kompaksi adalah bahan organik. Baik proses
fisika maupun kimia kemuanya akan menyebabkan terbentuknya penyekat,
seperti proses pelarutan gypsum.
(d) Penguapan
Pada daerah kering, seperti di Timur Tengah batas water table dapat berada
pada kedalaman ratusan meter dari permukaan, hal ini akan menurunkan
tekanan hidrostatik.
(e) Permukaan Potensiometrik
Permukaan potensiometris ini mengikuti relief formasi dan dapat
menghasilkan baik tekanan subnormal maupun tekanan tinggi (overpressure).
Permukaan potensiometris didefinisikan sebagaibatas ketinggian kenaikan air
yang dibor dari aquifer yang sama. Permukaan potensiometris dapat berada
ribuan foot diatas atau dibawah permukaan tanah
(f) Pergeseran Epirogenik
Perubahan elevasi dapat menyebabkan terjadinya tekanan abnormal pada
formasi yang terbuka secara lateral, tetapi dibagian lainnya tersekat. Jika
singkapan arahnya naik akan menghasilkan tekanan tinggi, dan jika arahnya
ke bawah akan menghasilkan tekanan subnormal.
Perubahan tekanan jarang disebabkan oleh adanya perubahan elevasi saja,
tetapi juga karena adanya proses erosi dan pengendapan. Adanya kehilangan
atau pertambahan saturasi air pada batuan sedimen juga penting.
Batas besarnya tekanan subnormal kurang diperhatikan dalam praktek di
lapangan.
Gerakan keatas dari kubah garam yang berdensitas rendah karena adanya
efek apung (bouyancy) yang mengganggu perlapisan sedimen akan
menghasilkan anoma;i tekanan. Garam juga dapat berfungsi sebagai
penghalang (impermeable seal) terhadap pembebasan air dari clay secara
lateral.
(f). Kompresi Tektonik
Kompresi lateral sedimen dapat menghasilkan pengangkatan sedimen lapuk
atau perlipatan sedimen yang lebih kuat, sehingga formasi yang secara
normal terkompaksi akan naik ke bagian yang lebih tinggi. Jika tekanan mula
tetap, maka pengangkatan formasi tersebut dapat menghasilkan tekanan
abnormal.
(g). Migrasi Fluida
Migrasi fluida dari zona tekanan tinggi ke zona yang lebih dangkal yaitu
dengan melalui patahan atau dari casing/semen yang buruk akan dapat
menyebabkan terjadinya kick, karena perubahan litologi tidak dapat
mendeteksi adanya tekanan yang tinggi. Dengan kata lain, bahwa tekanan
abnormal dapat terjadi pada formasi-formasi dangkal jika terjadi migrasi gas
dari formasi-formasi dibawahnya.
5. ZONA TRANSISI
Perubahan tekanan fluida dari normal menjadi abnormal pada suatu interval
zona impermeabel disebut sebagai zona transisi, yaitu akibat adanya air
konat yang terperangkap pada saat proses sedimentasi. Jika zona transisi
berupa lapisan shale yang tebal, maka tekanan formasi secara gradual
bertambah besar. Zona transisi ini dicirikan oleh adanya perubahan gradien
Gambar 18
Ploting Pressure Gradient
MASALAH PEMBORAN
(HOLE PROBLEMS)
Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemboran sumur minyak
sebagian besar disebabkan oleh karena adanya gangguan keseimbangan
terhadap tegangan tanah (earth stress) di sekitar lubang bor yang disebabkan
akibat adanya aktivitas pembuatan lubang bor itu sendiri, dan adanya
interaksi antara lumpur pemboran dengan formasi yang ditembus.
Tegangan tanah bersama dengan tekanan formasi berusaha untuk
mengembalikan keseimbangan yang telah ada sebelumnya, dengan cara
mendorong lapisan batuan untuk bergerak ke arah lubang bor.
Untuk itu, lubang bor harus dijaga stabilitasnya dengan cara
menyeimbangkan tegangan tanah dan tekanan formasi di satu sisi dengan
tekanan lumpur pemboran di sekitar lubang bor serta komposisi kimia lumpur
pada sisi yang lain.
Dalam modul ini akan diuraikan secara singkat tentang masalah-msalah yang
paling sering terjadi pada saat operasi pemboran berlangsung. Sebagian
besar materi modul ini diambil dari beberapa artikel maupun literatur terbaru
yang pada saat ini banyak digunakan dalam industri perminyakan.
Masalah pemboran (hole problems) secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi 3, yaitu :
1. Pipa Terjepit (Pipe Stuck)
2. Sloughing Shale, dan
3. Hilang sirkulasi (Lost Circulation)
Gambar 19
Problem Lubang Sumur
SUMUR BOR
LUMPUR PEMBORAN
Fungsi Casing Setelah suatu pemboran minyak dan gas bumi mencapai kedalaman
tertentu, maka kedalaman sumur tersebut perlu dipasang casing yang kemudian dilanjutkan
dengan proses penyemanan. Casing merupakan suatu pipa baja yang berfungsi antara lain
: Mencegah gugurnya dinding sumur, menutup zona bertekanan abnormal, zona lost dan
sebagainya. Tujuan utama dari perencanaan casing adalah mendapatkan rangkaian casing
yang cukup kuat untuk melindungi sumur baik selama pemboran maupun
Selama bertahun-tahun pemboran putar konvensional (pahat pada ujung rangkaian pipa
pemboran) telah mendominasi dunia pemboran minyak dan gas di seluruh dunia, terutama
semenjak rotary rock bit muncul pada tahun 1909. Dengan metode pemboran ini dapat
terjadi beberapa kali cabut-masuk rangkaian pemboran pada suatu sumur.
Pemboran dengan casing merubah dasar tersebut. Pemboran ini menawarkan kinerja yang
sama dengan pemboran menggunakan pipa bor konvensional. Pekerjaan memasukkan
casing dan membor formasi yang dilakukan bersamaan dapat menghilangkan sejumlah
langkah dalam pemboran konvensional dan menyediakan beberapa keuntungan tambahan.
Teknik pemboran casing pertama kali di lakukan di Canada. Pemboran dilakukan dengan
menggunakan casing 7 dan berhasil mencapai kedalaman 1000 m. Konsep dari Casing
drilling adalah sederhana : yaitu daripada menggunakan drill pipe, bor lubang dengan
menggunakan casing yang kemudian juga akan secara permanen disemen. Ketika casing
point dicapai, posisi casing langsung telah ada di dasar sumur, sehingga akan mengurangi
waktu untuk trip rangkaian yang biasa dilakukan dengan pemboran konvensional. Jika
sumur tidak bagus, rangkaian casing bisa di recover kembali. Hasilnya adalah lebih sedikit
kendala yang tidak diinginkan terjadi, operasi lebih aman, dan penyelesaian sumur yang
lebih cepat.
Pengalaman lapangan sebelumnya menunjukkan bahwa pemboran dengan casing adalah
suatu pilihan yang menguntungkan. Pengembangan yang berkelanjutan terhadap peralatan
dan prosedur telah meningkatkan potensi penerapannya baik untuk formasi keras maupun
lunak, baik di darat maupun di laut (off shore).
Dengan mengurangi waktu untuk trip, pemboran dengan casing dapat memotong waktu
yang dibutuhkan untuk membor sumur 20 30 %. Tanpa trips, unscheduled event yang
dapat terjadi karena cabut-masuk rangkaian dapat dihilangkan seperti kicks, sidetrack yang
Mungkin tidak ada satu onderdil minyak yang sampai membuat 250 juta rakyat Indonesia
membicarakannya belakangan ini yaitu pipa "casing" yang diterjemahkan sebagai
selubung. Padahal di lapangan bentuknya sekedar pipa baja dan kurang menarik untuk
didongengkan.
Harga casing sekitar sepertiga biaya pengeboran, tak heran beberapa operator mencoba
menghemat pemakaiannya. Seperti halnya orang mengebor tanah untuk dipasang jetpump
yang di Pondok Gede ditulis "Cervis ZePam" - untung bukan salah tulis "Cervic Zus Pam."
maka pada kedalaman tertentu sumur yang berdinding tanah ini harus di lindungi oleh
selubung agar tidak rontok. Begitu juga sumur diperminyakan.
Bedanya casing ini harus kuat dipuntir, ditarik, ditekan dan diplembungkan pendeknya
tahan dibuat remek dan tidak bisa menghandalkan lem Isarplas. Tidak boleh ada bagian
casing yang bocor sedikitpun semua harus mulus tanpa dempul.
Sebagai ilustrasi perkenankan saya membuat anda sedikit berkerut dengan perhitungan
sederhana. Sebatang casing rata-rata 12 meter, dan berukuran (diameter) 13.4 inci atau
24,4 cm. Kalau pengeboran sudah mencapai katakanlah 2000 meter maka paling tidak
dibutuhkan 170 batang casing. Maka menara bor harus mampu menahan berat 200 ton
berat pipa.
Yang bikin pusing bahan casing harus dipilih dari baja yang paling kuat ulirnya. Soalnya
casing nomor buncit akan menahan berat casing dari nomor dua sampai seratus tijuh puluh
dengan berat tak kurang 200 ton. Bayangkan ulir seperti nampak pada gambar harus
menahan bebas seberat itu. Bisa "kiwir-kiwir."
Ternyata penderitaan casing bukan hanya dicekek oleh teman-teman yang bergantung
dibawahnya, sifat cairan adalah makin dibawah makin berat tekanannya, lagi-lagi casing
yang menderita. Belum lagi saat terjadi semburan gas liar (amit-amit) maka pipa dapat
tambahan derita gencetan. Gampangnya kalau casing saja dibuat harus mampu mengatasi
gencetan 200 ton, maka bisa dibayangkan betapa dahsyat musuh yang akan dihadapinya
yaitu luapan atau semburan gas liar.
Teknologi membuat casing juga tidak sembarangan. Casing sendiri dibuatnya bukan seperti
membentuk pipa ledeng. Ia dibentuk saat baja masih panas "mongah-mongah" alias panas
banget, lalu ditusuk sehingga berlubang.
ada gambar pertama nampak seseorang sedang "roughneck" alias pekerja bor papan
bawah sedang mengancing casing sambil menengadah ke atas. Rupanya ia menunggu
isyarat dari manusia papan atas alias manusia menara alias "spiderman."
a.k.a derrickman.
Nampak juga alat pemegang casing yang diisebut "spider." Jadi spider mansejatinya
sudah dikenal dikalangan perminyakan, hanya ia pakai baju overall, bukan kaos.
Spider ini harus kokoh karena memang beban yang ditahannya sangatlah berat.
Dan yang terakhir adalah casing saat diangkut dari tumpukannya untuk dibawa ke lantai
bor. Setiap batang diberi dop pelindung agar tidak ketempelan pasir atau tanah. Dan yang
lebih penting lagi tidak kepentok benda keras sehingga merusakdraadnya.
Urusan casing memang bikin pusing.
BIT
Kegunaan Pahat BorUntuk mendapatkan kedalaman yang diharapkan diperlukan suatu alat
yang letaknya di ujung rangkaian pipa pemboran dinamakan mata bor atau bit. Mata bor
atau bit adalah alat yang terpasang di ujung paling bawah dari rangkaian pipa yang
langsung berhadapan dengan formasi atau batuan yang di bor. Adanya putaran dan beban
yang diperoleh dari rangkaian pipa bor diatasnya, akan menyebabkan mata bor itu
menghancurkan batuan yang terletak dibawah sehingga akan menembus semakin dalam
bebatuan tersebut. Lumpur yang disirkulasikan akan keluar melalui mata bor dan
menyemprotkan langsung kebatuan yang sedang dihancurkan di dasar lubang bor.
Semprotan ini akan ikut membantu menghancurkan batuan-batuan itu. Batuan yang
disemprot oleh Lumpur tadi akan lebih mudah lagi dihancurkan oleh mata bor, sehingga
dengan demikian akan diperoleh laju pemboran yang lebih cepat.
DRILL STRING
Rig Bor
Rig pengeboran
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Rig pengeboran darat
Rig pengeboran adalah suatu bangunan dengan peralatan untuk melakukan pengeboran
ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, ataugas bumi, atau
deposit mineral bawah tanah. Rig pengeboran bisa berada di atas tanah (on shore) atau di
atas laut/lepas pantai (off shore) tergantung kebutuhan pemakaianya. Walaupun rig lepas
pantai dapat melakukan pengeboran hingga ke dasar laut untuk mencari mineral-mineral,
teknologi dan keekonomian tambang bawah laut belum dapat dilakukan secara komersial.
Oleh karena itu, istilah "rig" mengacu pada kumpulan peralatan yang digunakan untuk
melakukan pengeboran pada permukaan kerak Bumi untuk mengambil contoh minyak, air,
atau mineral.
Rig pengeboran minyak dan gas bumi dapat digunakan tidak hanya untuk mengidentifikasi
sifat geologis dari reservoir tetapi juga untuk membuat lubang yang memungkinkan
pengambilan kandungan minyak atau gas bumi dari reservoir tersebut.
Rig pengeboran dapat berukuran:
Kecil dan mudah dipindahkan, seperti yang digunakan dalam pengeboran eksplorasi
mineral
Besar, mampu melakukan pengeboran hingga ribuan meter ke dalam kerakBumi.
Pompa lumpur yang besar digunakan untuk melakukan sirkulasi lumpur
pengeboran melalui mata bor dan casing (selubung), untuk mendinginkan sekaligus
mengambil "bagian tanah yang terpotong" selama sumur dibor.
Katrol di rig dapat mengangkat ratusan ton pipa. Peralatan lain dapat
mendorongasam atau pasir ke dalam reservoir untuk mengambil contoh minyak dan
mineral; akomodasi untuk kru yang bisa berjumlah ratusan. Rig lepas pantai dapat
beroperasi ratusan hingga ribuan kilometer dari pinggir pantai
Fungsi Casing
Setelah suatu pemboran minyak dan gas bumi mencapai kedalaman tertentu, maka
kedalaman sumur tersebut perlu dipasang casing yang kemudian dilanjutkan dengan
proses penyemanan. Casing merupakan suatu pipa baja yang berfungsi antara lain :
Mencegah gugurnya dinding sumur, menutup zona bertekanan abnormal, zona lost dan
sebagainya. Tujuan utama dari perencanaan casing adalah mendapatkan rangkaian casing
yang cukup kuat untuk melindungi sumur baik selama pemboran maupun produksi dengan
biaya yang murah. Beberapa fungsi casing adalah sebagai berikut :
Mencegah Gugurnya Dinding Sumur
Pada lapisan batuan yang tidak terkonsolidasi dengan baik, maka pada saat pemboran
menembus lapisan tersebut dapat menyebabkan terjadinya pembesaran pada lubang bor.
Pembesaran pada lubang bor ini adalah akibat runtuhnya dinding sumur, lebih jauh apabila
lapisan lunak ini berselang-seling dengan lapisan keras maka akan memberikan efek
pembelokan terhadap drill string.
Mencegah Terkontaminasinya Air Tanah Oleh Lumpur Pemboran
Dalam suatu pemboran, untuk mengimbangi tekanan formasi digunakan lumpur pemboran
yang memiliki densitas tertentu. Lumpur pemboran ini akan memberikan/mengimbangi
tekanan hidrostatik dari formasi. Pada dinding sumur akan terbentuk mud cake sedangkan
filtrat lumpur akan masuk menembus formasi. MAsuknya filtrat lumpur ke dalam formasi
dapat menyebabkan adanya air. Untuk mencegah terjadinya pencemaran air formasi maka
dipasanglah casing.
Menutup Zona Bertekanan Abnormal dan Zona Loss
Zona bertekanan abnormal adalah zona yang dapat menyebabkan terjadinya well kick yaitu
masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor. Terlebih apabila fluida ini berupa gas dan
tidak segera ditanggulangi maka akan terjadi semburan liar (blow out)yang sangat
membahayakan. Sedangkan zona loss adalah zona dimana lumpur pemboran menghilang
masuk ke formasi.
Membuat Diameter Sumur Tetap
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa pada dinding sumur akan terbentuk mud cake.
tetapi ketebalan mud cake ini merupakan fungsi dari waktu dan permeabilitas dari batuan
yang ditembus.Bila permeabilitasnya besar maka mud cake semakin tebal. Dengan
dipasangnya casing maka diameter sumur akan tetap, hal ini terutama akan bermanfaat
apabila kita membutuhkan data volume annulus secara tepat.
Mencegah Hubungan Langsung Antar Formasi
Sebagai contoh apabila suatu sumur dapat menghasilkan minyak dan gas dari lapisan yang
berbeda dan dikehendaki untuk diproduksi bersama-sama maka untuk memisahkan dua
lapisan produktif tersebut dipasang casing dan packer.
Tempat Kedudukan BOP dan Peralatan Produksi
BOP (Blow Out Preventer) merupakan peralatan untuk menahan tekanan sumur yang
berada dalam kondisi kick. BOP ini diletakkan pada surface casing. Peralatan produksi
yang dipasang pada casing misalnya X-mas Tree dll.
Dalam 20 tahun belakangan ini, pencarian persediaan minyak menjadi semakin penting karena
sumber-sumber gas alam dan minyak mentah yang ada sudah semakin menipis dengan pesat,
karena dipakai oleh negara-negara industri. Pada saat ini kenyataannya sulit untuk menemukan
lapangan minyak baru di darat. Ditambah pula oleh fakta baru, bahwa banyak cekungan tepi benua
merupakan tempat endapan minyak yang potensial, keadaan semacam ini yang melengkapi kondisi
awal bagi lahirnya teknologi lepas pantai. Dalam perkembangannya, pada operasi-operasi
pemboran sumur dilepas pantai selalu dilakukan pengembangan teknologi dan metode-metode
alternatif baru untuk penghematan biaya operasional.
Dalam penulisan tugas akhir ini, terbagi atas beberapa BAB yaitu : BAB II akan membahas
mengenai struktur geologi dan stratigrafi dari lapangan lepas pantai Blok Nila Laut Natuna selatan,
BAB III membahas mengenai dasar unit pemboran dengancasing, cara kerja/mekanisme serta
keuntungan dan kerugian dalam penerapan yang mempengaruhi pemboran dengan casing.
Selain itu juga, pada BAB IV akan membahas mengenai aplikasi penggunaan dari sistem DWC,
tingkat keberhasilan dari cara kerja sistem DWC, kemampuan pipacasing khususnya casing 13 3/8
saat menahan beban yang terjadi dalam pelaksanaan operasi pemboran dan pengaruh pelaksanaan
pemboran dengan casing terhadap waktu dan biaya operasional yang dikeluarkan. BAB V akan
membahas hasil analisa dari aplikasi penggunaan sistem DWC pada pemboran lepas pantai dan
terakhir adalah BAB IV yang akan membahas Kesimpulan dari penulisan Tugas Akhir ini.
Pelaksanaan Tugas Akhir ini memilih Sumur Melati-01 yang terletak di lapangan lepas pantai
ConocoPhillips Inc. Ltd. di Blok Nila Laut Natuna Selatan, khususnya pada pemboran interval
selubung permukaan dengan ukuran pipacasing 13 3/8 sebagai obyek penelitian dengan
mempertimbangkan sumur ini telah selesai dibor maka data-data yang diperlukan untuk melakukan
analisa dan perhitungan dalam kondisi standar dapat dilakukan. Lapangan lepas pantai di Blok Nila
Laut Natuna Selatan dibeli oleh ConocoPhillips Inc. Ltd. pada tahun 2003 dari Pemerintah Republik
Indonesia. Pada saat ini Blok Nila telah membor 7 sumur dan belum menemukan cadangan
hidrokarbon.
Dalam rangka untuk Continue Improvement atau menambah peningkatan pada operasi pemboran
sumur di Blok Nila pihak perusahaan Conocophillips menggunakan sistem DWC yang diharapkan
dapat mengurangi biaya pemboran sekaligus sebagai sistemalternatif untuk mengatasi masalah
pemboran seperti dogleg, keyseat, swabbing dan masalah-masalah pemboran lainnya.
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah mengetahui bagaimana prosedur dan penggunaan dari
sistem Drilling With Casing, juga pemilihan casing yang akan digunakan pada sistem DWC
berdasarkan gaya-gaya di dalam sumur (tekanan collapse, tekanan burst dan tekanan tension)
dengan menggunakan metode grafis. Selain itu juga agar dapat mengetahui metoda pemboran
mana yang lebih efektif, efisien dan ekonomis. Juga diharapkan dari hasil studi ini akan diperoleh
suatu metoda pemboran yang paling tepat untuk digunakan pada interval selubung permukaan,
khususnya bagi lapangan lepas pantai ConocoPhillips Inc. Ltd. di Laut Natuna Selatan, namun tidak
tertutup kemungkinan untuk digunakan juga di lapangan lain, baik di darat (onshore) atau lepas
pantai (offshore).
BAB II
TINJAUAN UMUM LAPANGAN
Lapangan Nila di Laut Natuna Selatan merupakan lapangan minyak dan gas yang dioperasikan oleh
ConocoPhillips. Lapangan Nila merupakan lapangan yang dipercayakan Pertamina kepada
ConocoPhillips dalam bentuk kerja sama PSC (Production Sharing Contract). Tinjauan umum
Lapangan Nila ini meliputi regional geologi dan stratigrafi.
2.1 Letak Geografis Lapanagan
Blok Nila secara geografis terletak pada 106o107o BT dan 04o 50 05o 00 LU. Blok Nila terletak
pada cekungan barat dalam Blok B ConocoPhillips di antara Blok Lasmo, Premier dan Gulf di
sebelah utaranya.
Wilayah kerja ini terletak sekitar 90 km sebelah utara pulau Matak, atau kurang lebih 1175 km utara
Jakarta (lihat gambar 2.1).
2.2 Geologi Regional Lapangan
Blok Nila terletak di cekungan Natuna bagian barat dari Lautan Natuna bagian selatan. Cekungan ini
berasal dari masa Eosen sampai Oligosen yang Basement yang mengandung bermacam-macam
batuan granit dan metasedimen merupakan daerah pembentukan bagi lapisan klasik syn-rift (proses
pengendapan yang terjadi akibat pergeseran kerak bumi), yang diselingi terkadang dengan lapisanlapisan tipis batuan beku, ini berdasarkan dari Formasi Belut .
Di beberapa waktu pada syn-rift, sediment graben (sisipan) lacustrine terakumulasi dan membentuk
lapisan sumber minyak yang sangat penting.
Gambar 2.1
Lokasi Lapangan Nila Laut Natuna Selatan8
Pada pertengahan Oligosen gerak patahan berhenti, sedimen-sedimen fasa rifting dan sinking
merupakan lapisan yang menutupi batas patahan lama dan disebut formasi Gabus. Ini terdiri dari
daerah besar reservoir fluvio-alluvial (pengendapan batuan yang terjadi di darat,merupakan umur
pengendapan yang paling muda kurang lebih 20.000 tahun).
Awal diera Oligosen akhir, patahan Malay-Natuna bertukar silang lapisan tanpa dipengaruhui oleh
temperatur, sebagai akibat dari gerakan tektonik transgressional NW-SE. Pembentuk patahan dan
beberapa daerah batas cekungan berubah menjadi antiklin yangbesar yang mana menjadi bagian
dari target utama dari eksplorasi ini. Indikasi pertama kali dari invers (hasil pengendapan yang
terlipat kembali) dan pemudaan kembali batas pantai dilihat dalam getaran yang diperbaharui untuk
reservoir batuan pasir berkualitas tinggi yang terdiri dari bagianbesar formasi Gabus. Antara
Formasi Udang terbentuk pada akhir Oligosen atas sampai awal Miosen yang ditandai oleh proses
pengendapan bidang yang landai dengan energi lemah kebagian atas formasi. Hal ini menyebabkan
terbentuknya endapan klastik halus pada sistem meandering dan brackish lacustrine.
5. Formasi Barat
Pengendapan berlangsung pada awal Miosen yang dominan terdiri dari batuan lempung yang
disisipi batuan pasir
Gambar 2.2
Kolom Stratigrafi Blok B Natura Barat8
. Pengaruh endapan marine mulai ditemukan pada bagian bawah formasi barat yang ditandai
dengan serbuk tanaman air tawar.
6. Formasi Arang
Formasi Arang terbentuk dalam kurun waktu Miosen-Bawah sampai akhir Miosen-Tengah yang
terdiri dominan dari batuan pasir kasar sampai halus dan glauconitic sandstone (pengendapan
batuan pasir yang terjadi di laut dalam) menunjang terjadinya pengendapan marine.
Pada Miosen-Tengah terjadi proses regresi yang menyebabkan terbentuk endapan batuan pasir
kasar yang disisipi carbonaceous shale terdapat pada bagian atas formasi Arang. Lapisan atas ini
tererosi pada akhir Miosen-tengah.
7. Formasi Muda
Sejak Miosen-Atas sampai sekarang, formasi muda diendapkan pada proses transgresi diatas
formasi yang lebih tua dan batasannya memberi refleksi yang berharga pada seismic maker.
Formasi muda terdiri dari shallow marine muda dan sand stones.
BAB III
TEORI DASAR PEMBORAN DENGAN CASING
Perkembangan teknologi pemboran di dunia telah membuat pembaharuan dalam segi operasi
pemboran, salah satunya adalah pemboran dengan Casing. Pemboran dengan casing adalah
penyempurnaan dan pengembangan dari Casing While Drilling. Faktor yang membawa operator
untuk menggunakan teknologi ini adalah pengurangan waktu dalam kurva pemboran dan
pengurangan biaya peralatan yang berdampak akan mengurangi biaya pemboran.
Ada dua metode dasar atau sistem penggunaan dari pemboran dengan casing yaitu :
1. Dengan memasukkan retrievable bottom hole assembly ke dalam casing dan menggunakan
motor untuk menggerakan pahat konvensional dan reamer, yang selanjutnya disebut dengan casing
drilling.
2. Dengan sistem memutar casing dari permukaan dan menggunakan sistem penyambungan casing
internal dan pahat yang dapat dibor kembali dengan peralatan BHA penyemenan di tempat, yang
selanjutnya disebut dengan drilling with casing.
Penggunaan kedua metode atau sistem ini tergantung dari kegunaan dan fungsi pemakaian di
lapangan, karena pemboran dengan casing ditawarkan sebagai solusi bagi masalah-masalah yang
mungkin terjadi pada saat pemboran.
3.1 Konsep Dasar Casing Drilling
Sistem casing drilling adalah sistem atau metode pemboran dengan menggunakan casing sebagai
rangkaian pipa pemboran. Dalam hal ini fungsi dari rangkaian pipa pemboran sebagai media untuk
melewatkan energi mekanik dan hidrolik kepada pahat bor digantikan oleh casing sehingga dalam
pengoperasiannya sistem ini memerlukan peralatan khusus atau beberapa bentuk modifikasi dari
peralatan konvensional yang sudah ada.
Pada dasarnya, suatu rangkaian casing drilling terbagi menjadi dua rangkaian utama (lihat gambar
3.1), yaitu :
1. Rangkaian Bottom Hole Assembely (BHA)
Rangkaian BHA casing drilling terdiri dari :
a. Pilot Bit.
b. Underreamer.
c. Motor untuk Dirrectional Control (jika diperlukan).
d. Rangkaian peralatan LWD dan MWD (jika diperlukan).
2. Rangkaian Pipa Casing
Rangkaian pipa casing pada casing drilling telah didesain khusus untuk menahan beban putaran
dan tekanan, yang telah dilengkapi pula dengan parameter khusus seperti :
a. Casing Lock Collar
b. Casing Torque Collar
c. Centralizer Khusus
d. Sistem pengunci pada bagian akhir rangkain
Pada aplikasinya rangkaian BHA diturunkan dan dipasang pada bagian akhir casing dengan sutu
sistem pengunci khusus, kemudian kedua rangkaian tersebut diturunkan secara bersamaan ke
dalam lubang bor dan melakukan pekerjaan pemboran sampai menembus formasi yang dituju.
Sedangkan untuk mengoperasikan sistem BHA serta untuk mencabut rangkaian BHA apabila
kedalaman yang sudah tercapai atau diperlukan untuk mengganti bit atau motor digunakan powerfull
wireline unit.
Gambar 3.1
Rangkaian Downhole Tools Casing Drilling5
Sistem penyemenan yang digunakan pada casing drilling tidak jauh berbeda dengan sistem
penyemenan yang digunakan pada operasi pemboran konvensional. Operasi penyemenan pada
sistem ini dilakukan dengan menurunkan bottom plug terlebih dahulu sehingga bottom plug terkunci
pada landing collar setelah itu barulah dipompakan semen dan didorong dengan menggunakan
cementing plug hingga cementing plug terkunci pada bottom plug dengan suatu mekanisme
pengunci khusus yang selanjutnya berfungsi untuk menahan tekanan balik dari semen yang
dipengaruhui oleh tekanan formasi. Setelah itu barulah dilakukan pemboran untuk fase selanjutnya.
3.2 Tujuan Penggunaan Casing Drilling
Casing drilling terutama didesain untuk suatu kondisi yang mengharuskan operator segera
memasang casing setelah membor, sehingga kemungkinan terjadinya masalah formasi dapat
dikurangi. Dengan segera menurunkan dan memasang casing pada lubang bor, masalah formasi
yang disebabkan oleh runtuhnya formasi shale pada saat memasang casing dapat dicegah. Sistem
ini juga dapat mengurangi time spent waiting maupun unscheduled event, yang terutama penting
untuk operasi pemboran lepas pantai, di mana arus pasang surut sangat berpengaruh pada saat
harus dilakukan pencabutan BHA dan menurunkan casing dengan segera. Selain dapat diperoleh
efisiensi biaya operasional dan efisiensi waktu operasi yang berarti, dengan digunakannya metode
casing drilling ini faktor keselamatan dapat ditingkatkan pula (dengan mengurangi tenaga kerja yang
diperlukan).
3.3 Keuntungan Penggunaan Casing Drilling
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan sistem casing drilling pada suatu operasi
pemboran antara lain adalah sebagai berikut :
3.3.1 Efisiensi Rig
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan rig khusus pada operasi casing drilling adalah :
Desain rig lebih kecil dan ringan sehingga transportasinya lebih mudah.
Mengurangi biaya sewa rig.
Membutuhkan horse power dan perawatan yang lebih sedikit.
Mengurangi pengulanggan kerja pada drawwork (pada saat triping time).
Dalam mengoperasikannya sistem casing drilling dapat juga digunakan rig konvensional dengan
memodifikasi beberapa sistemnya.
3.3.2 Efisiensi Operasional
Dalam segi operasional, keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan sistem casing drilling
adalah :
Diperlukan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit (dengan digunakannya diameter rangkaian
pemboran yang lebih besar pada casing drilling, maka pressure loss pada rangkaian pemboran
dapat diminimalkan sehingga tenaga pompa yang diperlukan tidak terlalu besar dan penggunaan
bahan bakar dapat dihemat).
Mengurangi biaya lumpur dan semen.
Mengurangi waktu tripping (pada saat penggantian BHA).
Mengurangi masalah deviasi dan dogleg.
3.3.3 Efisiensi Unscheduled event
Untuk meminimalkan unscheduled event pada suatu operasi pemboran keuntungan bisa diperoleh
dari penggunaan sistem casing driling adalah :
Dapat mengatasi timbulnya masalah pada lubang sumur yang disebabkan oleh tekanan swab dan
surge.
Dapat mengaatasi timbulnya masalah pada zona waterflow, shear dan fluid loss pada saat
menempatkan casing.
Dapat mengatasi timbulnya rongga pada lubang bor saat dilakukan reaming back dari rangkaian
pipa pemboran.
3.4 Keterbatasan Penggunaan Casing Drilling.
Pada sistem ini terdapat beberapa keterbatasan yang disebabkan oleh penggunaan casing sebagai
rangkaian pemboran. Keterbatasan tersebut antara lain adalah :
Kecepatan putaran casing string tidak terlalu tinggi.
Keterbatasan beban torsi yang mampu ditahan oleh casing pada saat rangkaian casing diputar.
Hanya efektif digunakan pada sumur-sumur pengembangan (development well).
Timbulnya masalah fatigue.
3.5 Konsep Dasar Drilling With Casing (DWC)
Drilling with casing adalah suatu metode atau sistem dengan menggunakan rangkaian casing
sebagai rangkaian pipa pemboran. Dalam hal ini rangkaian pipa pemboran sebagai media untuk
melewatkan energi mekanik atau hidrolik kepada pahat bor, digantikan oleh casing. Berbeda dengan
konsep pemboran casing drilling yang telah diterangkan sebelumnya, Drilling With Casing
menggunakan pahat bor khusus yang dinamakan Drillshoe, yang akan diletakkan pada sambungan
casing pertama.
Dengan sistem ini, setelah lubang yang dibor dengan casing mencapai kedalaman casing setting
depth, penyemenan ditempat dapat langsung dilaksanakan tanpa harus diangkat dulu dari lubang
(tanpa memerlukan tripping) dan tidak membutuhkan alat lain dalam casing untuk penyemenan.
Karena float valve sudah diletakkan pada rangkaian casing selama operasi pemboran. Setelah CSD
(casing setting depth) dicapai dan lubang bor dibersihkan dengan mensirkulasikan lumpur di dalam
lubang, lalu bottom plug diturunkan sampai duduk pada float collar kemudian pompakan bubur
semen dan didorong dengan top plug, maka membrane pada bottom plug akan pecah dan semen
akan masuk mengisi annulus sampai posisi top plug berhimpit dengan bottom plug, dan setelah
pekerjaan penyemenan selesai Drillshoe dapat langsung dibor dengan pahat PDC konvensional
untuk fase pemboran selanjutnya.
Sistem pemboran dengan casing ini tidak membutuhkan modifikasi untuk rig pemboran
konvensional. Peralatan yang dibutuhkan untuk operasi ini adalah sistem top drive. Karena tidak ada
yang dihilangkan dari casing, tidak ada persyaratan khusus untuk kabel bor atau peralatan
penanganan pipa khusus untuk operasi ini. Sampai saat ini, tidak ada operasi DWC yang
menggunakan rig penggerak kelly.
3.6 Tujuan Penggunaan Sistem DWC
Teknik pemboran dengan menggunakan casing tidak dapat dipungkiri lagi sebagai teknik yang
mampu mengurangi biaya-biaya pembuatan sumur, atau mempermudah pembuatan sumur yang
efektif dan praktis selama bisa diaplikasi dilapangan. Pemboran dengan casing memberikan
keuntungan dalam penyelesaian pekerjaan dimana tripping time untuk mengangkat peralatan
pemboran dan waktu untuk menurunkan casing ke kedalaman setting depth di eliminasi dan
pekerjaan dapat langsung dilanjutkan pada tahap penyemenan tanpa masalah.
3.7 Keuntungan Penggunaan Sistem DWC
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan penggunaan sistem DWC pada suatu operasi pemboran
dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu efisiensi rig, efisiensi fluida, efisiensi operasional,
efisiensi unscheduled event.
3.7.1 Efisiensi Rig
Keuntungan yang dapat diperoleh dari efisiensi rig pada operasi DWC adalah :
Tidak memerlukan rig khusus atau bisa menggunakan rig konvensional sehingga tidak ada biaya
untuk menyewa rig yang khusus.
Tidak diperlukkan sewa transportasi , perawatan dari drill pipe dan drill collar.
Membutuhkan horse power dan perawatan yang lebih sedikit.
Mengurangi pengulangan kerja pada drawwork (pada saat triping time).
3.7.2 Efisiensi Fluida
Keuntungan yang dapat diperoleh dari efisiensi fluida pada operasi DWC adalah :
Laju alir dapat dikurangi.
Meningkatkan pengangkatan cutting sehingga pembersihan lubang dapat lebih effisien.
3.7.3 Efisiensi Operasional
Dalam segi operasional, keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan sistem DWC adalah :
Diperlukan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit ( dengan digunakannya diameter rangkaian
pemboran yang lebih besar pada sistem DWC, maka pressure loss pada rangkaian pemboran dapat
diminimalkan sehingga tenaga pompa yang diperlukan tidak terlalu besar, dan dengan adanya hal
tersebut maka penggunaan bahan bakar dapat lebih dihemat ).
Menggurangi waktu tripping ( pada saat tripping dan penggantian BHA )
Menggurangi masalah deviasi dan dogleg.
Mengurangi kebutuhan horse power rig, karena kebutuhan rate pompa dan tekanan yang lebih
kecil.
Drillshoe 1 (gambar 3.7) mempunyai sistim kerja untuk lapisan atau formasi yang tidak begitu keras
dan juga menghemat biaya ketika melakukan pemboran di bandingkan dengan pemboran
konvensional, saving cost sewaktu akan mempersiapkan dan melakukan penyemenan (Cement in
Place), tanpa adanya lagi Running Casing, drillshoe 1 merupakan produk berjenis inti aluminium
yang berpusat di tengah dengan integral cutting blades.
Pisau (blades) terbuat dari bahan-bahan yang keras yang akan menghasilkan ketahanan terhadap
adanya abrasi dikarenakan pengaruh pemboran, nozzel yang dapat di bor (Drillable) terdapat di
antara blades langsung kepada fluida pemboran yang berfungsi atau berpengaruh kepada
pendinginan dan cuttings removal.
Pusat dari drillable core terdapat di dalam badan baja (steel body) yang merupakan profile dari
keseluruhan dari blades dan dilanjutkan kepada badan dari shoes yang melingkar hingga kepada
diameter luar.
Badan besi yang terdapat di dalam badan (body) berhubungan dengan blades di luar dari diameter
luar cutting dan strutkur cutting yang terbuat dari carbide yang akan akan dibor keluar kepada
keseluruhan diameter.
Gambar 3.3
Drillshoe 112
Ketahanan terhadap abrasi dilindungi oleh kandungan metal matriks yang mengandung carbide
Bricketts.
2. Drillshoe 2
Drillshoe 2 secara umum merupakan konstruksi yang hampir sama dengan Drillshoes 1, di mana
(Gbr 3.8) terdapat pembaharuan terhadap cuttingnya yang terdapat di blades, yang mengandung
berbagai jenis cutter jenis TSP yang terdapat di sekitar permukaan blades.
Ini akan menghasilkan kemampuan untuk membor formasi yang lebih keras dan interval yang lebih
dalam atau kata lain berkemampuan dalam menembus zona yang lebih dalam dalam pemboran
dengan casing blades-nya di modifikasi dengan PDC cutter kepada diameter gauge-nya di sekeliling
bagian luar dari drillshoe.
Gambar 3.3
Drillshoe 212
2. Drillshoe 3
Drillshoe 3 merupakan produk yang telah dikembangkan dari dua jenis Drillshoe di atas (Gbr. 3.9) di
mana telah dikombinasikan dengan keunggulan atau keuntungan dengan struktur cutting dari jenis
PDC di mana merupakan standar dari mata bor PDC.
Dengan kemampuan untuk meletakkan atau menempatkan non drillable dari struktur cutting ke
dalam lubang sumur, jadi hanya meninggalkan material dari pipa pemboran di daerah pahatnya
tanpa merusak dari blades drillshoes.
Gambar 3.5
Drillshoe 312
3.9.2 Water Bushing
Water bushing (cross over) adalah sebuah alat sederhana yang berfungsi untuk menyambungkan
top drive ke casing dan dapat di pasang pada torsi rendah. water bushing dibuat agar casing yang
paling atas terhubungkan dengan top Drive sewaktu lubang dibuat dan sambungan menambah (lihat
gambar 3.10).
Ini adalah suatu operasi yang sangat sederhana, penyambungannya dilakukan langsung dari water
bushing ke casing, di mana jenis ulir dari bagian water bushing harus sama dengan ulir casing.
Gambar 3.6
Water Bushing11
3.9.3 Casing Spear
Casing spear sama fungsinya seperti water bushing yaitu alat sederhana untuk menyambungkan
top drive ke casing. Seperti dapat dilihat pada gambar 3.11. Casing spear didesain untuk
penyambungan cepat pada casing, casing spears dihubungkan dengan casing tidak dengan ulir,
tapi melalui bagian dalam casing yang dimasukkan oleh spears yang juga dilengkapi dengan packoff yang dapat menahan tekanan fluida (seal).
Gambar 3.7
Casing Spear11
menyebabkan ulir casing sama sekali tidak dipergunakan sehingga untuk penyambungan, hanya
memerlukan satu koneksi, mengurangi waktu dan berarti akan mempercepat proses penyambungan
dengan top drive system.
Stop ring diposisikan dekat dengan puncak spear untuk memastikan pegangan diletakkan pada
tempat yang tepat di dalam casing. putaran ke kiri tanpa pengangkatan khusus akan melepaskan
casing sedangkan putaran ke kanan memasang spear untuk memegang rangkaian casing.
3.10 Prosedur Kerja Umum
Pada Drillshoe 1 (HVOF Tungsten Carbide) dan Drillshoe 2 (Thermally Stable Diamond), keduaduanya sangatlah agresif dan cepat dalam melakukan pemboran dengan WOB yang rendah.
Peralatan pemboran yang agresif dalam menimbulkan torque yang besar untuk berat yang rendah.
Sangat direkomendasikan nilai WOB dijaga sampai minimum, sampai beban torque yang didapat
dari Drillshoe diketahui. Hal ini dikarenakan jika menggunakan berat WOB yang besar terlalu awal,
kemungkinan dapat menyebabkan beban torque yang terlalu besar atau menyebabkan terlalu
banyak pemakaian cutting structure.
Prosedur kerja pada pemboran dengan casing melalui beberapa persiapan yaitu 3:
? Persiapan Awal Pada Pemboran
1. Membongkar semua peralatan dan lakukan pemeriksaan peralatan.
2. Memeriksa dan mencatat nomor seri, ukuran dan tipe alat.
3. Memastikan tidak ada kerusakan pada aluminium nose atau cutting structure.
4. Memeriksa bagian nozzle.
5. Memindahkan pelindung ulir (thread protector) dan memeriksa jika ada kerusakan.
6. Memastikan bahwa tidak ada lapisan yang sobek atau serpihan didalam peralatan.
? Menyambung Casing Drilling String
1. Mendirikan Drillshoe box-up diatas keset karet atau alas kayu.
2. Membersihkan dan keringkan sambungan.
3. Memasukan casing joint dan putar dengan beban torque normal.
4. Mengangkat dan menjalankan casing seperti prosedur normal sampai 1 joint dari bagian akhir.
5. Mengangkat rangkaian casing dengan water bushing atau drilling spear.
? Proses Awal Pemboran
1. Memompakan lumpur dengan aliran bertekanan tinggi seperti yang direkomendasikan.
2. Memastikan indikator berat pada kondisi nol dan catat tekanan pompa dan rotary torque.
3. Menjalankan pemboran dengan lambat sampai ke mudline dan dengan hati-hati monitor nilai
WOB, torque dan tekanan.
4. Dianjurkan bahwa joint pertama dilakukan pemboran dengan berat minimum sampai rangkaian
casing berdiri tegak dan stabil pada lubang.
? Pemboran Awal
1. Selalu melakukan pemompaan dan memuutar rangkaian sebelum sampai ke bawah.
2. Menaikkan berat secara beransur untuk mencapai ROP yang diinginkan.
3. Mengingat, berat WOB yang melampaui batas akan mengurangi umur alat.
4. Memonitor tekanan pompa secara hati-hati.
? Pekerjaan Penyemenan
Float collar yang terpasang bersamaan dengan rangkaian casing dapat membuat operasi
penyemenan segera dimulai begitu target total depth dicapai. Operasi penyemenan ini dapat
dilakukan seperti prosedur penyemenan normal.
? Drilling Out
Drilling out atau pemboran selanjutnya pada Drillshoe dapat digunakan dengan pahat bor standar
atau dengan Drillshoe tipe lainnya.
A. Pemboran selanjutnya dengan pahat bor.
- Aluminum nose sangat baik dibor dengan WOB medium, RPM rendah dan flow rate maksimum.
- Diperkirakan waktu yang dibutuhkan menembus nose Drillshoe adalah 5 20 menit.
- Jangan melakukan putaran ketika menarik BHA naik keatas shoe, kecuali benar-benar diperlukan.
B. Pemboran selanjutnya dengan Drillshoe
- Aluminum nose sebaiknya dibor dengan WOB yang sangat rendah, RPM rendah dan flow rate
maksimum.
- Diperkirakan waktu yang dibutuhkan menembus nose Drillshoe adalah 10 - 40 menit.
- Jangan melakukan putaran ketika menarik naik keatas shoe, kecuali benar-benar diperlukan.
3.11 Metode Perhitungan yang Digunakan pada DWC
Dalam pemilihan material casing yang tepat pada aplikasi sistem DWC ini, perlu diperhitungkan pula
beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan pipa casing yang dalam hal ini akan
digunakan sebagai rangkaian pipa pemboran. Faktor-faktor yang harus diperhitungkan agar
rangkaian pipa casing dapat mampu menahan beban tekanan lain adalah, beban collapse, beban
burst serta beban tension.
Metode perhitungan yang digunakan untuk perhitungan ini adalah metode grafis4. Metode ini secara
luas digunakan untuk memilih sesuai berat, grade dan menentukan kedalaman casing yang akan
diseting. Beban burst, collapse dan tension ditentukan dengan menggunakan grafik tekanan vs
kedalaman. ini.
3.11.1 Beban Collapse
Beban collapse adalah beban yang ditimbulkan oleh tekanan fluida yang terdapat di luar rangkaian
pipa pemboran (pada annulus).
Metode ini beranggapan bahwa beban collapse ditimbulkan oleh tekanan formasi di sepanjang
casing tersebut sebelum penyemenan dilakukan. Metode ini juga beranggapan yang sama dengan
metode maksimum load bahwa bahwa beban collapse akan mencapai harga terbesar pada saat
sumur mengalami lost circulation dengan sebagian tinggi lumpur tersisa di dalam sumur/casing.
Biasanya fluida yang berpengaruh terhadap beban collapse yang ditimbulkan adalah lumpur serta
semen pada saat casing dipasang terutama tekanan hidrostatik pada saat semen disirkulasikan
sampai ke permukaan.
Pembebanan fluida yang membantu casing menahan collapse (back up) adalah lumpur dengan
densitas yang paling ringan yang dipakai saat pemboran kedalaman selanjutnya di bawah kaki
casing.
Tahapan-tahapan perhitungan untuk mengetahui besarnya beban collapse yang harus ditanggung
oleh pipa adalah sebagai berikut :
1. Menghitung tekanan eksternal dan tekanan Internal pada kolom lumpur di luar dan di dalam
casing.
2. Menghitung tekanan collapse (Pc) dari perbedaan tekanan eksternal dan tekanan internal.
3. Pada grafik kedalaman vs tekanan,tarik garis dari Pc = 0 di permukaan dan Pc = maksimum di
casing shoe. Garis ini adalah garis tekanan collapse.
Pc di shoe = 0.052 x mud weight (ppg) depth (ft) 3.1
4. Menarik garis lurus harga collapse dari casing yang tersedia.
5. Persilangan dari garis tekanan collapse dan garis lurus dari casing tertentu akan mendapatkan
kedalaman yang sesuai untuk casing tersebut.
3.11.2 Beban Burst
Beban burst adalah beban yang yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik lumpur di dalam casing
dan tekanan permukaan. Beban burst untuk surface casing ditimbulkan oleh kolom lumpur yang
mengisi seluruh panjang casing dan tekanan maksimum tertentu yang dapat dicapai pada bagian
atas dan bawah serta pada masing-masing kedalaman antara bagian atas dan dasar rangkaian pipa
bor.
Beban burst maksimum dapat ditemui pada saat terjadi kick dan dalam annulus berisi gas dan
lumpur. Untuk dapat menghitung beban burst yang harus ditahan oleh pipa, maka berdasarkan pada
metode grafis tahapan-tahapan perhitungannya adalah :
1. Menghitung gradient tekanan formasi.
Gf = Gradient rekah (ppg) x 0.052................................................ 3.2
2. Menghitung tekanan eksternal dari tekanan formasi yang diharapkan dari kedalaman selanjutnya.
Pf = Gf (psi/ft) depth (ft)........................................................... 3.3
3. Menghitung tekanan dalam casing.
Pi = Pf (psi) (TD (ft) CSD (ft) ) x Gradien gas (psi/ft)............. 3.4
4. Menghitung tekanan luar casing.
Pe = 0.052 x berat lumpur (ppg) x CSD (ft).................................... 3.5
5. Denga perbedaan tekanan yang diperoleh dari tahap 3 dan tahap 4 akan memberikan tekanan
burst di shoe.
Pb di shoe = (Pi (psi) - Pe(psi) ) x SF burst ............ 3.6
Sedangkan harga burst di permukaan diberikan menggunakan persamaan :
Pb di permukaan = Pf - TD Gf ................................................. 3.7
di mana :
Pb = Tekanan burst, psi.
Pf = Tekanan formasi, psi.
TD = Total depth, ft.
CSD = Casing setting depth, ft.
Gf = Gradien formasi, psi/ft.
6. Memplot tekanan burst pada grafik dan tarik garis lurus harga burst yang tersedia dari casing.
7. Persilangan dari garis tekanan burst dan garis lurus dari casing tertentu akan mendapatkan
kedalaman yang sesuai untuk casing tersebut.
3.11.3 Beban Tension
Beban tension sebagaimana diketahui adalah beban dari berat rangkaian casing yang digantung di
dalam sumur. Tetapi dengan adanya lumpur di dalam sumur tersebut akan memberikan gaya apung
terhadap casing tersebut sehingga berat casing akan lebih ringan bila dibandingkan dengan berat
casing di udara. Akibat lain dari adanya gaya apung ini adalah bahwa pada sebagian rangkaian
casing tepatnya pada bagian bawah, casing berada dalam kondisi kompresif dan selebihnya pada
keadaan tension.
Pada tiap-tiap bagian dari rangkaian casing beban tensile atau beban kompresif harus dapat
diketahui secara pasti. Perhitungan beban tension sangat penting untuk dilakukan pada bagianbagian terpisah dari rangkaian casing. Prosedur ini perlu dilakukan pada saat masing-masing bagian
dari casing diturunkan ke dalam lubang bor serta disemen pada densitas fluida yang berbeda.
Perhitungan beban tension digunakan untuk mengevaluasi kekuatan casing untuk memilih
sambungan (coupling) yang sesuai dan untuk menghitung beban biaksial. Untuk menghitung beban
tension maksimum yang harus ditahan oleh rangkaian casing pada masing-masing bagian, dapat
digunakan langkah - langkah sebagai berikut :
1. Menentukan berat rangkaian casing di udara :
.. 3.8
Wia = L P
2. Menentukan buoyancy factor :
3.9
BF =
3. Menentukan desain beban ( maximum tension )
... 3.10
T = W BF
di mana :
W = Berat rangkaian casing, lb.
L = Panjang casing ( kedalaman ), ft.
P = Berat casing / joint, ppf.
BF = Buoyancy factor.
= Berat lumpur pemboran, ppg.
T = Beban tension,lb.
3.11.4 Beban Biaksial
Beban biaxsial adalah gaya-gaya yang bekerja pada casing yang terdapat di dalam sumur terjadi
secara kombinasi. Dengan adanya tension maka akan menurunkan collapse resistance dan
menaikkan burst resistance.
Jadi dapat disimpulkan dari uraiain di atas, bahwa terdapat empat kondisi dasar yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan casing.
1. Bila tekanan dalam tekanan luar maka akan terjadi pembebanan burst.
2. Bila terkanan luar tekanan dalam maka akan terjadi pembebanan collapse.
3. Bila Tension minimum Yield Strength maka akan terjadi Deformasi Permanent.
4. Tension akan menurunkan Collapse Resistance.
Parameter yang akan dihitung pada beban biaksial ini adalah :
a. Tes tekanan = 60% Pb .... 3.11
b. TST = BW + . ................ 3.12
c. SF tension = .......................................... 3.13
d. SF burst = ................................. 3.14
e. SF collapse = ................................................. 3.15
f. BF = 630 x D x Wn ......................................................................... 3.16
g. SL = 3200 Wn.. 3.17
di mana :
Wia = Berat di udara,lbs.
Bf = Bouyancy factor.
dari uraian formasi yang didapat menunjukan beberapa batu gamping yang tipis dan dapat dibor
dengan RPM yang rendah, semua data itu akan berguna untuk pemanfaatan dari DSII Drillshoe11.
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui aplikasi penggunaan sistem DWC
dan menghitung kemampuan casing yang akan digunakan untuk menahan beban collapse, burst
dan tension dengan menggunakan metode grafis. Nilai keekonomisan juga sebagai faktor
pembanding dalam penulisan, dengan melihat cost/foot dari masing-masing pemboran.
Sehingga dari studi banding ini akan diketahui metoda pemboran mana yang lebih efektif, efisien
dan ekonomis.
Gambar 4.1
Lokasi sumur Melati-01 dan Sumur IB-18
Harapan dari hasil tugas akhir ini akan diperoleh suatu metoda pemboran yang paling tepat untuk
digunakan pada interval selubung permukaan, khususnya bagi lapangan lepas pantai
ConocoPhillips Inc. Ltd. di Laut Natuna Selatan,
4.1 Aplikasi Penggunaan Sistem DWC Pada Pemboran Lepas Pantai
Dari data yang disediakan akan diharapkan tingkat kesuksesan 90% untuk kedalaman 1400 ft dan
80% untuk 1650 ft dan 70 % sampai kedalaman 2000 ft di luar lapisan yang tidak diketahui dan
untuk membor sampai dengan TD Formasi Belut DSII Drillshoe tidak direkomendasikan9.
Target reservoir yang utama pada Sumur Melati-01 adalah pasir yang berada di dalam intra Belut
yang terletak pada kedalaman TD 4165 ft MD ( 4100 ft TVDSS). Tidak ada gas dangkal yang harus
diantisipasi di Melati-01, pada lubang 17 dan casing 13 3/8 diharapkan dibor riser-less dengan
menggunakan sistem DWC sampai puncak formasi Belut dengan kedalaman kira-kira 1,145 ft MD.
Aplikasi penggunaan sistem DWC pada pemboran lepas pantai di sumur Melati -01 terdiri dari
beberapa tahapan yang harus dilalui. Beberapa tahapan tersebut adalah : persiapan di darat,
persiapan perakitan di darat dan persiapan di lepas pantai.
4.1.1. Persiapan di Darat
Persiapan di darat adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan persiapan untuk melakukan
proses pemboran yang dilakukan di darat. Tahapan-tahapan persiapan di darat adalah sebagai
berikut :
1. Peralatan sudah ada di lokasi.
2. Memindahkan pelindung.
3. Membersihkan area terakhir.
4. Pemeriksaan terakhir.
5. Persiapan untuk pengeoperasian di lepas pantai.
6. Menggantikan pelindung ulir yang usang dengan yang bersih.
7. Mengikatkat kuat-kuat dan memberi tanda.
8. Mengitung jumlah yang terdaftar.
9. Persediaan berbentuk pipa.
4.1.2. Persiapan Perakitan di Darat.
Persiapan perakitan di darat adalah tahapan-tahapan persiapan yang dilakukan sebelum merakit
atau membuat rangkaian pemboran. Langkah-langkah persiapan tersebut adalah :
Memeriksa cutting structur Drillshoe dari kerusakan yang mungkin terjadi selama perjalanan.
Mencek dan catat nomor urut, ukuran alat dan jenis Drillshoe.
Memeriksa bahwa semua nozzle-nozzle Drillshoe harus bersih.
Mengkonfirmasikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam Drillshoe.
Mencek float collar dari kerusakan yang mungkin terjadi selama perjalanan.
c) Sambungan tunggal Elevator akan tinggal dipasang di luar prosedur sampai ada tanda dari
mudline.
d) Casing safety clamp akan digunakan untuk 6 joint pertama sewaktu membuat koneksi.
7. Sambungan pertama ( shoe joint)
a) Mengambil shoe joint dengan crane ke dalam mouse hole. Sambungkan single joint elevator
(SJE) dan bagian belakang shoe joint ke dalam rig floor gunakan rig crane selagi mengambil dengan
blok untuk memastikan tidak ada kerusakan pada sambungan Drillshoe/float collar.
b) Menurunkan shoe joint ke rotary table, memasang casing slips dan pasang casing safety clamp.
8. Sambungan kedua
a) Mengambil casing kedua dari catwalk yang menggunakan air tugger atau crane ke dalam mouse
hole. Pasang SJE ekor yang dihubungkan ke dalam meja berputar dengan menggunakan suatu tali
ke seberang mouse hole.
b) Melepaskankan pelindung ulir, periksa pada sambungan pin. Masukkan ke dalam kotak shoe
joint.
c) Memasang casing power tong dan backup tong, jalankan berdasarkan segi tiga.
d) Memasukan spear ke dalam casing 13-3/8" dan putar 1/4 ke kanan.
e) Mengambil dan tarik casing slips ( SJE tetap dipasang)
f) Menurunkan casing dengan pelan-pelan.
g) Menset casing slips,pasang safety clamp.
h) Memutar 1/4 ke yang kiri untuk melepaskan spear.
9. Sambungan ke tiga
a) Mengambil casing ke tiga dari catwalk dengan menggunakan air tugger ke dalam mouse hole.
Pasang SJE ekor yang dihubungkan ke dalam rotary table dengan menggunakan suatu tali ke
seberang mouse hole.
b) Melepaskan pelindung ulir, periksa pada sambungan pin.. Masukkan ke dalam kotak shoe joint
yang ke dua.
c) Memasang casing dengan menggunakan casing power tong dan back up tong sebagai dasar
segitiga.
d) Memasukan spear ke dalam casing 13-3/8" dan putar 1/4 ke kanan.
e) Mengambil dan tarik casing slips (SJE tetap terpasang).
f) Menurunkan rangkaian casing dengan pelan-pelan sampai batas lumpur.
** Beban hook dan kedalaman batas lumpur harus direkam**
g) Mensirkulasi pelan-pelan dengan air laut dan putar casing spear dan top drive.
h) Memulai pemboran bawah casing. Menambahkan berat WOB dan RPM pelan-pelan.
WEIGHT ON BIT : 2-6 Ton
RPM : 20-60
Laju alir : 200-1000 GPM
** Amati pompa WOB, RPM, tekanan pompa dan tenaga putaran/torque**
i) Membor sambungan casing yang bawah . back ream dan/atau pompa Hi-Vis lumpur untuk
menyapu serpihan/cutting jika diperlukan
j) Menset casing slips dan pasang casing safety clamp (untuk 6 sambungan pertama) matikan
pompa.
k) Memutar casing spear 1/4 ke kiri untuk melepaskan casing spear.
l) Mengambil casing joint berikutnya dari catwalk dengan menggunakan air tugger ke dalam mouse
hole. Pasang SJE ekor yang hubungkan ke rotary table dengan menggunakan suatu tali ke
seberang mouse hole.
m) Melepaskan pelindung ulir, memeriksa sambungan pin dan masukkan ke dalam kotak
sambungan sebelumnya.
n) Memasang casing (dengan backup tong untuk 6 sambungan yang pertama).
o) Memasukan casing spear ke dalam casing 13-3/8" dan putar 1/4 ke kanan.
p) Mengambil dan tarik casing slips, pasang casing safety clamp (untuk 6 sambungan yang pertama
).
q) Menjalankan pompa.
r) Membor dengan menurunkan sambungan casing. Back ream dan atau pompa lumpur Hi-Vis
untuk mengangkat cutting.
s) Menset casing slips dan matikan pompa.
t) Mengendurkan dan putar 1/4 ke kiri untuk melepaskan peralatan casing spear.
10. TD adalah 1200 kaki atau puncak Formasi Belut bor sampai 815 feet dengan L80.68 PPF casing
dan diganti dengan waterhead bushing X ke atas drill pipe sampai 1200 feet.
11. Mengulangi langkah-langkah (l)-(t) sampai drillshoe menjangkau puncak Formasi Belut yang
ditunjukan oleh reverse drilling break.
12. Menyemen normal.
13. Melanjutkan pemboran ke kedalaman selanjutnya sesuai prosedur.
4.3. Pengolahan Data dengan Menggunakan Metode Grafis.
Metode perhitungan yang digunakan adalah metode grafis yang bertujuan untuk pemilihan material
casing yang akan di tempatkan pada kedalaman tertentu dan kita dapat mengetahui secara teknik
bahwa beban burst, collapse dan tension yang harus ditanggung oleh pipa casing tidak melebihi dari
kemampuan maksimum pipa casing dalam menahan beban, burst, collapse dan tension.
Pada perhitungan matematis beban burst, collapse dan tension yang dilakukan secara manual untuk
casing 13 3/8 dengan grade casing yang tersedia yaitu P-110 dan L-80.
4.3.1 Data Pemboran
Berikut ini adalah data pemboran yang dipakai pada sumur Melati-01 pemboran sampai dengan
lubang permukaan:
Data Umum:
Nama Sumur : Melati -01
Tipe pemboran : Vertikal
Spud Date : 17 Agustus 2003
Nama Rig : Semi-Submersible, Sedco-601
RKB SL : 65 ft
Kedalaman Air Laut : 246 ft
Surface Depth : 1075 ft
Plastic Viscosity, PV : 5 cp
Yield Point, YP : 50 lbs/100ft2
Densitas Lumpur, ? : 8.5 ppg
Tekanan Permukaan, Psurface : 363 psi
Laju Alir Lumpur, Q : 1095 gpm
Data Pahat dan Pipa:
Pahat DrillShoe : 17 inch, Ukuran nozzle: 14-14-14-14-14-14
Casing P-110 : 13 3/8 inch OD (12.347 inch ID)
Casing L-80 : 13 3/8 inch OD (12.515 inch ID)
Sistem Pompa:
Nama Pompa : Continental Emsco FB-1600 (@1600 HP)
Jumlah Pompa : 2 Pompa
Tipe Pompa : Triplex Pump
Maximum Input Power : 1193 kW (1600 HP) dalam 1 pompa
Rotasi Per Menit, rpm : 120 rpm
Maximum Speed, spm : 120 spm
Stroke Length, Lstroke : 12 inch
Liner Size, Dliner : 7 inch
Maximum Pressure : 3422 psi
Sedangkan parameter yang berupa data-data untuk casing dan coupling yang tersedia untuk sumur
Melati-01 dapat dilihat pada tabel 4.1. dan parameter yang berupa speksifikasi untuk casing yang
tersedia dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.1
Data Parameter, Casing dan Coupling
CASING
(OD/ID)
COUPLING
COUPLING
(OD/ID)
DRIFT
ID
13-3/8/12.347 NSCC 14.375/NA 12.250
13-3/8/12.515 BTC 14.375/NA 12.359
Data-data inilah yang akan digunakan sebagai input untuk perhitungan pada bab ini.
Tabel 4.2
Data Parameter Spesifikasi Casing
CASING
(OD/ID)
GRADE
WEIGHT
(LB/FT)
COLLAPSE
(PSI)
BURST
(PSI)
BODY
TENSILE
STRENGHT
(1000 LB)
13-3/8/12.347 P-110 72.0 2880 7400 2596
13-3/8/12.515 L-80 68.0 2260 5020 1556
4.4. Hasil Perhitungan Dengan Menggunakan Metode Grafis.
Pada Sumur Melati-01 penggunaan conductor casing telah digantikan oleh pipa surface casing 133/8. Surface casing 13 3/8 ini akan diset pada kedalaman 1300 RKB dengan menggunakan pahat
17 lalu akan dilanjutkan sampai kedalaman 4100 yang merupakan total kedalaman (TD). Program
berat lumpur yang akan digunakan pada fasa surface casing ini adalah 8.5 ppg atau 64 ppf dan
gradient rekah sebesar 9.0 ppg dapat dilihat pada lembar lampiran B selain itu juga diketahui data
safety factor yang direkomendasikan dari perusahaan dan adalah sebagai berikut :
a) Collapse = 1.05
b) Burst = 1.1
c) Tension = 1.8
Gradient tekanan gas diasumsikan dengan harga sebesar 0,1 psi/ft. Perhitungan beban collapse,
burst dan tension dengan menggunakan metode grafis untuk casing 13-3/8 dengan Grade P-110
dan L-80 adalah sebagai berikut :
1. Tekanan collapse.
Tekanan collapse dibagi menjadi 2 yaitu tekanan collapse di permukaan dan tekanan collapse di
shoe, data yang diperlukan untuk menghitung tekanan collapse adalah :
a. Berat lumpur = 8.5 ppg
b. Kedalaman casing 13 3/8 = 1300 ft
Dengan data yang diberikan di atas maka di dapat :
Tekanan collapse di permukaan = 0
Tekanan collapse di shoe, dengan menggunakan persamaan 3.1
Pc di shoe = 0.052 x mud weight (ppg) depth (ft)
= 0.052 x 8.5 ppg x 1300 ft
= 575 psi.
2. Tekanan burst.
Sama seperti tekanan collapse tekanan burst juga terbagi menjadi dua yaitu tekanan burst di
permukaan dan tekanan burst di shoe, data yang diperlukan untuk menghitung tekanan burst adalah
:
a. Gradient rekah = 9.0 ppg.
b. Total kedalaman = 4100 ft.
c. Gradient gas = 0.1 psi/ft.
d. Berat lumpur = 8.5 ppg.
e. Kedalaman casing 13 3/8 = 1300 ft
f. Safety factor burst = 1.1
Dari data yang diberikan di atas maka dapat dihitung harga tekanan burst melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut :
Menghitung gradient tekanan formasi, menggunakan persamaan 3.2.
Gradient tekanan formasi = gradient rekah (ppg) x 0.052
= 9.0 ppg x 0.052
= 0.468 psi/ft.
Tekanan external formation dengan menggunakan persamaan 3.3. Pf = True depth (ft) x gradient
tekanan formasi (psi/ft)
= 4100 ft x 0.468 psi/ft
= 1919 psi.
Tekanan dalam casing dengan menggunakan persamaan 3.4
Pi = Pf (psi) (TD (ft) CSD (ft) ) x Gradien gas (psi/ft)
= 1919 psi ( 4100 ft 1300 ft ) x 0.1 psi/ft
= 1639 psi.
Tekanan luar casing dengan menggunakan persamaan 3.5
Pe = 0.052 x berat lumpur (ppg) x CSD (ft)
= 0.052 x 8.5 ppg x 1300 ft
= 575 psi.
Tekanan burst di shoe dengan menggunakan persamaan 3.6
Pb di shoe = (Pi (psi) - Pe(psi) ) x SF burst
= ( 1639 psi - 575 psi ) x 1.1
= 1170 psi.
Tekanan burst di permukaan dengan menggunakan persamaan 3.4
Pb di permukaan = Pf (psi) - ( TD (ft) x gradient gas (psi/ft) )
= 1919 psi ( 4100 ft x 0.1psi/ft )
= 1509 psi.
Setelah mengetahui harga dari tekanan collapse di permukaan maupun di shoe dan tekanan burst di
permukaan dan di shoe, tahapan selanjutnya adalah membuat garis lurus dari harga collapse dan
burst yang dimiliki oleh casing P-110 dan L-80. Grafik hasil combinasi dari collapse dan burst ini bisa
dilihat pada lembar lampiran D dan tabel 4.3 akan memberikan pemilihan casing berdasarkan
kedalaman untuk fasa surface casing 13-3/8.
Tabel 4.3
Pemilihan Casing Berdasarkan Kedalaman
DEPTH
(ft) GRADE & WEIGHT WEIGHT IN AIR
1000 LB
0 - 426 P 110, 72 lb/ft 30672
426 - 1300 L 80, 68 lb/ft 59432
3. Beban tension.
Dengan menggunakan data parameter spesifikasi casing dari tabel 4.3 di atas maka untuk
perhitungan beban tension, langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
? Menghitung berat rangkaian casing di udara dengan menggunakan persamaan 3.8.
Casing 13-3/8 OD / 12.347 ID grade P-110.
Wia = L (ft) x P (ppf)
= 426 ft x 72 ppf
= 30672 lb.
Casing 13-3/8 OD / 12.515 ID grade L-80.
Wia = L (ft) x P (ppf)
= ( 1300 - 426 ) ft x 68 ppf
= 59432 lb.
? Menghitung Buoyancy factor dengan menggunakan persamaan 3.9. Diketahui data berat lumpur
pemboran yang digunakan sebesar 8.5 ppg. Karena penggunaan berat lumpur yang sama pada
fasa surface casing maka harga buoyancy factor untu grade P-110 dan L-80 adalah sama.
BF =
BF =
= 0.871
? Menghitung beban tension dengan menggunakan persamaan 3.10.
Casing 13-3/8 OD / 12.347 ID grade P-110.
T = Wia x Bf
T = 30672 x 0.871
= 26715 lb.
Casing 13-3/8 OD / 12.515 ID grade L-80.
T = Wia x Bf
T = 59432 x 0.871
= 51765 lb.
4. Beban biaxial.
Beban biaxial berkaitan dengan safety factor untuk tiap-tiap grade casing karena parameter yang
menjadi data dari perhitungan safety factor ini di dapat dari parameter yang dihitung pada beban
biaxial.
Data yang digunakan untuk perhitungan beban biaxial untuk casing 13-3/8 OD / 12.347 ID grade
P-110. adalah sebagai berikut
a. Tekanan collapse SF = 1 = 2880 psi.
b. Tekanan collapse di shoe = 575 psi.
= 35.50 hrs
2. Cost/Foot Operasi Pemboran Pada Sumur Melati-01
Adapun cost/foot operasi pemboran pada lubang 17, dengan menggunakan persamaan 3.18 yaitu:
di mana:
B = Harga DrillShoe 17 + Operating equipment cost
+ Operating service cost
B = $ 37000 + $ 60000$ + 12000
B = $ 55000
maka, cost/foot pada pemboran dengan casing, yaitu:
Sedangkan untuk perhitungan waktu dan biaya operasi pemboran pada sistem konvensional
menggunakan data sumur IB-1 yang merupakan offset well dari Melati-01. Data dipergunakan untuk
menghitung waktu dan biaya operasi pemboran konvensional pada sumur IB-1, adalah sebagai
berikut
Lubang bor 36:
Interval kedalaman = 325 - 610 ft
Footage = 285 ft
Rotating time = 1.50 hrs
Trip time = 7.91 hrs
RIH dan cement 30" casing = 20.71 hrs
Harga pahat 36 = $ 35000
Sewa rig = $ 62000/day = $2583.33/hr
Lubang bor 26:
Interval kedalaman = 610 - 1205 ft
Footage = 595 ft
Rotating time = 6.03 hrs
Trip time = 10.91 hrs
Pasang BOP,
RIH dan cement 20" casing = 40 hrs
Harga pahat 36 = $ 33000
Sewa rig = $ 62000/day = $2583.33/hr
Pada operasi pemboran konvensional ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya suatu
biaya pemboran, antara lain adalah harga pahat, harga sewa rig, waktu operasi pemboran dan
footage dari pahat yang digunakan, faktor tersebut perlu dihitung, untuk melihat seberapa besar
waktu dan biaya pemboran yang telah dipakai. Berikut ini adalah perhitungan biaya pemboran dan
nilai cost/foot dari operasi pemboran konvensional pada sumur IB-1:
1. Waktu Operasi Pemboran Konvensional Pada Lubang 36.
Waktu operasi pemboran konvensional pada lubang 36, yaitu:
Total waktu = Rotating time + Trip time +
RIH dan cement 30 casing time hrs
Total waktu = 1.5 hrs + 7.91 hrs + 20.71 hrs
= 30.21 hrs
2. Waktu Operasi Pemboran Konvensional Pada Lubang 26.
Waktu operasi pemboran konvensional pada lubang 26, yaitu:
Total Waktu = Rotating time + Trip time + RIH dan cement 20 casing time hrs
Total Waktu = 6.03 hrs + 10.91 hrs + 40.00 hrs
= 56.94 hrs
standar karena lebih besar dari SF yang diberikan oleh perusahaan yaitu sebesar 1.05.
Pada operasi pemboran dengan casing sumur Melati-01, lubang permukaan sampai kedalaman
1075 ft, dilakukan pekerjaan pemboran dengan ukuran pahat bor berdiameter 17 inch dengan
footage berjarak 764 ft. Pada pelaksanaan pemboran di sumur ini, lamanya rotating time adalah
19.50 jam, yang kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan penyemenan casing 13 3/8 inch dan
memasang BOP selama 16.00 jam. Total waktu pemboran yang dibutuhkan pada operasi pemboran
ini adalah sebesar 30.05 jam. Pada pemboran dengan casing pahat yang digunakan adalah
DrillShoe dengan harga sebesar $ 37000, biaya peralatan operasi sebesar $ 60000 dan biaya jasa
sebesar $ 12000. Besarnya cost/foot yang didapat untuk operasi lubang permukaan ini adalah $
137.93/ft. Berbeda dengan pemboran konvensional, besarnya cost/foot pada pemboran dengan
casing ini tidak dipengaruhi oleh trip time (t).
Pada operasi pemboran konvensional, yaitu semur IB-1 untuk lubang permukaan sampai
kedalaman 1205 ft, dilakukan pekerjaan pemboran dengan ukuran lubang berdiameter 36 inch dan
26 inch. Footage pahat 36 inch adalah 285 ft dan footage pahat 26 inch adalah 595 ft. Pada
pelaksanaan pemboran di sumur ini dengan lubang bor 36 inch, lamanya waktu pahat berputar atau
rotating time adalah 1.50 jam dan waktu cabut rangkaian pipa bor atau trip time adalah 7.91 jam
yang kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan memasukkan rangkaian atau run in hole (RIH) pipa
casing 30 inch serta pekerjaan penyemenan selama 20.71 jam. Waktu yang dibutuhkan pada
kegiatan pemboran lubang bor 26 inch antara lain adalah rotating time selama 6.03 jam, trip time
selama 10.91 jam. Kegiatan ini dilanjutkan dengan RIH pipa casing 20 inch, penyemenan dan
memasang BOP selama 40 jam.
Dari pekerjaan-pekerjaan tersebut total waktu pemboran yang dibutuhkan pada operasi pemboran
lubang permukaan adalah sebesar 87.15 jam. Dari pekerjaan-pekerjaan ini pula cost/foot yang
didapatkan untuk operasi lubang permukaan adalah sebesar $ 337,11 di mana harga pahat 36 inch
adalah $ 35000, harga pahat 26 inch adalah $ 33000 dan biaya sewa rig adalah $ 2583.33/jam.
Besarnya cost/foot pada pemboran konvensional dipengaruhi oleh harga pahat (B), harga rig (R),
rotating time (T), trip time (t) dan footage (F). Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa
total waktu yang dibutuhkan untuk membuat lubang permukaan pada metode pemboran
konvensional lebih besar dari pada total waktu pemboran pada metode pemboran dengan casing.
Lamanya waktu pemboran pada metode pemboran konvensional ini dikarenakan pada pelaksanaan
metode pemboran konvensional, peralatan bawah lubang atau BHA harus dicabut kembali ke
permukaan dan pipa casing harus diturunkan sebelum dilakukannya penyemenan. Hal ini
menyebabkan adanya trip time dan RIH time untuk pipa casing.
Sedangkan pada metode pemboran dengan casing, hematnya waktu pemboran dikarenakan tidak
diperlukannya mencabut peralatan BHA dan pekerjaan untuk menurunkan casing seperti pada
metode pemboran konvensional. Pada metode pemboran dengan casing, setelah pemboran
mencapai target kedalaman yang telah ditentukan, pekerjaan penyemenan dapat langsung
dilakukan, sehingga dapat menghemat total waktu pemboran. Dari hasil perhitungan diatas juga
dapat diketahui bahwa nilai cost/foot pada metode pemboran konvensional lebih besar dari pada
cost/foot pada pemboran dengan casing. Walaupun pada pemboran konvensional harga pahat lebih
kecil dibandingkan harga pahat pada pemboran dengan casing, tetapi dikarenakan pada pemboran
dengan casing tidak ada trip time maka nilai cost/foot pada metode pemboran dengan casing lebih
kecil dari pada cost/foot pada metode pemboran konvensional.
BAB VI
KESIMPULAN
Aplikasi sistem DWC di Sumur Melati-01 milik ConocoPhilllips Inc. Ltd. (COPI) sebelah selatan laut
natuna dari kapal Transocean Sedco 601, untuk lubang permukaan pada lapangan lepas pantai
Laut Selatan Natuna di Blok Nila, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada dua metode dalam pemboran dengan casing yaitu : pemutaran casing di permukaan untuk
menghantar torsi ke BHA pemboran, atau mempunyai BHA yang dapat dilepas, terpasang di dalam
casing yang bekerjasama dengan motor untuk menggerakan bit konvensional dan undereamer.
2. Dengan digunakannya sistem DWC dimana pemasangan casing dilakukan bersamaan pada saat
pemboran berlangsung, maka akan mengurangi resiko sumur blow out sewaktu Tripping atau
pemasangan casing.
3. Dengan penggunaan sistem DWC ini telah berhasil menghilangkan pemakaian casing 30 dan
menggantikan rangkaian casing 20 dengan menggunakan pemakaian casing 13-3/8 dan
diperbolehkan menggunakan BOP permukaan.
4. Pada pemboran lepas pantai sistem DWC telah menggantikan riser yang dihubungkan dengan
BOP dengan casing 13-3/8 dan dari permukaan sampai batas lumpur terdiri dari beberapa
sambungan casing P-110 NSCC dipasang dari kedalaman 0 sampai 426 dan L-80 BTC dipasang
dari kedalaman 426 sampai 1075.
5. Pemasangan casing 13 3/8 yang direncanakan yaitu 1300 RKB tidak sesuai dengan kondisi
aktualnya yaitu 1075 ini disebabkan umur pahat yang sudah habis dan tak bisa lagi menggerus.
6. Peralatan pemboran bawah lubang atau bottom hole assembly (BHA) pada metode pemboran
dengan casing tanpa mencabut peralatan BHA (non-retrievable BHA) yang diperkenalkan oleh
Weatherford lebih sederhana dari pada peralatan pemboran konvensional. Peralatan BHA
pemboran dengan casing antara lain yaitu pipa casing, float collar dan Drill Shoe sebagai pahat bor.
Sedangkan peralatan BHA pemboran konvensional antara lain adalah drill pipe, drill collar, stabilizer,
bumper sub, cross over, bit sub, under reamer dan pahat bor.
7. Pemilihan dan penentuan beban rangkaian casing tergantung dari casing yang tersedia oleh
perusahaan. Untuk pemboran dengan casing ini perusahaan menggunakan casing 13 3/8 dengan
grade L-80 BTC dan P-110 NSCC selama pemboran berlangsung dianggap telah memenuhi
standar.
8. Dengan penggunaan sistem DWC , maka dapat diperoleh penghematan biaya operasional
sebesar 13000 USD fasa 13-3/8 dan penghematan waktu operasi selama 2 hari.
9. Pemboran dengan casing menghilangkan flat spot (titik datar) dalam kurva pemboran. Juga
mempunyai kemampuan untuk memperpanjang bagian open hole untuk mencapai titik casing
terdalam dengan diameter kecil.
APLIKASI PENGGUNAAN SISTEM DRILLING WITH CASING PADA PEMBORAN EKSPLORASI
DENGAN SURFACE CASING 13 3/8
DI LAPANGAN LEPAS PANTAI CONOCOPHILLIPS Inc. Ltd. BLOK NILA LAUT NATUNA
SELATAN INDONESIA
Jika cadangan minyak bumi positif pada suatu lokasi maka proses pengeboran mulai di lakukan.
Berikut ini bagian bagian peralatan Rig yang digunakan untuk mengebor di daratan.
1.
Hoist attachment (1), Derrick (2), Traveling block (3), Hook (4), Injection head (5),
Mud injection column (6), Turntable driving the drilling pipes (6), Winches (7), Motors (8),
Mud pump (9), Mud pit (10), Drilling pipe (11), Cement retaining the casing (12), Casing (13),
Drill string (14), Drilling tool (15).
2.
Rig digunakan untuk mengebor dengan kedalaman 2000 sampai 4000 meter tapi
ada juga yang sampai 6000 meter. Rig dilengkapi mata bor dengan diameter 20 sampai 50
sentimeter. Mata bor ini yang berputar menembus perut bumi.