Anda di halaman 1dari 246

FINAL REPORT

KAJIAN KEBERADAAN DAN KAPASITAS CSO/CBO


SERTA PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN MASYARAKAT
PADA 4 KABUPATEN DI WILAYAH PAPUA Selatan

Kerjasama
Yayasan Almamater Merauke dan
United Nation Development Programme (UNDP)

Merauke, March 2005

Laporan ini merupakan hasil kajian terhadap perikehidupan masyarakat dan keberadaan
lembaga kemasyarakatan dalam kapasitasnya mendukung usaha peningkatan
perikehidupan masyarakat. Kajian tersebut dilakukan secara independen, namun
demikian UNDP turut serta dalam memberikan pengarahan dan masukan kepada
organisasi baik pada proses awal maupun pada proses persiapan laporan. Adapun data
yang dikumpulkan, analisa dan isu-isu yang disampaikan tidak sepenuhnya mewakili
pandangan dari UNDP.

This report represents the result of an assessment of community livelihoods and civil
society organisations capacity to support improvements in community livelihoods. The
assessment was carried out independently of the UNDP, however UNDP advisors
provided initial guidance to the organizations that conducted the assessments and gave
feedback on the preparation of the report. As such, the information gathered, analysis
and issues associated herewith do not necessarily represent the views of UNDP.

RINGKASAN
Survey Kajian Keberadaan dan Kapasitas CSO/CBO serta Perikehidupan
Berkelanjutan Masyarakat Di Wilayah Papua Selatan dilakukan pada 4 Kabupaten
yaitu; Kabupaten Merauke, Mappi, Asmat dan Bouven Digoel pada 16 kampung.
Penentuan lokasi sasaran survei dilakukan dengan pertimbangan hal-hal sebagai
berikut: 1)Etnis dan karakteristik kehidupan sosial budaya masyarakat pada ke-4
kabupaten sangat berbeda dan tidak saling mewakili; 2)Perbedaan tingkat keberadaan,
perkembangan dan pertumbuhan CSO/CBO yang sangat berbeda; 3)Letak kampung
secara geografis (pesisir dan pedalaman) sehingga mewakili potensi sumberdaya alam
yang berbeda; 4) Letak dan akses transportasi (Kampung pinggiran kota
Kabupaten/Distrik dan daerah yang sulit dijangkau transportasi).
Pengumpulan data dan informasi tentang keberadaan dan kapasitas CSO/CBO
dilakukan di ke-4 Kabupaten melalui Inthep Interview orang-orang kunci, Diskusi dan
Wawancara dengan masyarakat dan Badan Pengurus kelembagaan serta FGD pada
kelompok-kelompok tertentu. Sedangkan pengumpulan data dan informasi tentang
perikehidupan masyarakat dilakukan Observasi dengan pendekatan PRA, Diskusi dan
wawancara dengan masyarakat pada ke 16 kampung. Pengumpulan data dan
informasi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang nyata tentang keberadaan
dan kapasistas CSO/CBO serta kondisi kehidupan masyarakat saat ini sebagai dasar
acuan perencanaan pembangunan di wilayah Selatan Papua ke depan.
Hasil pelaksanaan survei secara umum dapat digambarkan keberadaan CSO/CBO
tidak merata, lebih banyak terpusat pada Kabupaten Merauke (Kabupaten Induk) dan
di ibukota ke-3 kabupaten pemekaran. Sebagian besar daerah kampung-kampung
khususnya pada ke-3 kabupaten pemekaran sama sekali belum terjangkau. Tingkat
kapasitas lembaga dan SDM personal khususnya NGO lokal masih sangat rendah,
sehingga sangat berpengaruh terhadap kinerja pelayanan bagi masyarakat yang
dilakukan. Capaian hasil pengembangan program yang dilakukan CSO umumnya
belum memberikan manfaat bagi peningkatan keberlanjutan kehidupan pada
masyarakat kelompok sasaran. Pengembangan program yang dilakukan hasilnya
masih sebatas peningkatan motivasi dan pengembangan pemikiran kritis terhadap
kehidupan mereka. Ketidakberlanjutan pengembangan program yang dilakukan,
umumnya karena singkatnya waktu pendampingan dan perencanaan program yang
kurang sesuai dengan kondisi serta kebutuhan masyarakat maupun akses pasar.
Hampir seluruh masyarakat pada ke 16 melakukan dan mempertahankan kegiatan
usaha pemanfaatan sumber daya alam sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari. Kampung-kampung yang dekat dengan ibukota Kabupaten/Distrik di
Merauke lebih merasakan ketertekanan hidup secara ekonomi karena ketersediaan
sumber daya alam semakin terbatas dan tingkat kebutuhan semakin tinggi.

Merauke, Maret 2005


Tim Almamater

ii
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua. UNDP-ALMAMATER

DAFTAR ISI
Halaman

ii

iii

Halaman Cover
Ringkasan
Daftar Isi
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tujuan dan Metodologi .


Waktu dan Tempat Pelaksanaan Survei

Hasil Yang Diharapkan

1
1
2
3

KEBERADAAN DAN KAPASITAS CSO/CBO


1. Perkembangan dan Penyebaran
2. Kelembagaan dan Program Kerja
3. Capaian Hasil dan Permasalahan
4. Kesimpulan

3
5
6
8

PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN MASYARAKAT


1. Kabupaten Merauke
.
a) Sejarah dan keadaan umum .
b) Budaya dan pola kehidupan .
c) Profil Kampung ..
Kampung Onggaya .
Kampung Poo .
Kampung Okaba
.
Kampung Tageepe .

9
9
9
10
10
11
13
14

Kabupaten Mappi
.
a) Sejarah dan keadaan umum .
b) Budaya dan pola kehidupan .
c) Profil Kampung ..
Kampung Obaa

Kampung Muin..
Kampung Mur
.
Kampung Sumur Aman.

15
15
16
16
16
18
19
20

3. Kabupaten Asmat
.
a) Sejarah dan keadaan umum .
b) Budaya dan pola kehidupan .
c) Profil Kampung .
Kampung Syuru
.
Kampung Yamas
Kampung Erma
.
Kampung Buetkuar .

21
21
21
23
23
25
26
28

iii
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua. UNDP-ALMAMATER

4. Kabupaten Bouven Digoel


a) Sejarah dan keadaan umum .
b) Budaya dan pola kehidupan .
c) Profil Kampung ..
Kampung Sokanggo .
Kampung Mawan
Kampung Tinggam .
Kampung Awayanka .

30
30
30
31
31
32
33
34

5. Kesimpulan

36

LAMPIRAN-LAMPIRAN
1)
2)
3)
4.

Peta Lokasi Survei


.
Peta Sebaran CBO
.
Peta Sebaran CSO
.
Rekapitulasi Profil CSO/CBO .

38
39
40
41.

iv
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua. UNDP-ALMAMATER

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Keterlibatan organisasi masyarakat sipil (CSO/CBO) dalam memfasilitasi maupun
mendampingi masyarakat dalam proses pembangunan, merupakan bagian integral
dari upaya percepatan pembangunan di Papua. Untuk itu, dalam Papua Needs
Assessmentoleh UNDP (United Nation Development Programme) dilakukan Kajian
Keberadaan dan Kapasitas CSO/CBO dan Analisa Prikehidupan Berkelanjutan pada
Masyarakat. Pengkajian kapasitas Civil Society di seluruh Papua, dilaksanakan pada
empat wilayah yang mewakili ciri-ciri khas kultural dan ekologik yang sama yaitu;
Wilayah Papua Utara, Pegunungan Tengah, Teluk Cenderawasih dan Kepala Burung
serta Papua Selatan.
Pada wilayah Papua Selatan, pelaksanaan survey pengkajian kapasitas civil society
dilakukan bekerjasama dengan Yayasan Almamater Merauke. Kegiatan pengkajian
dilakukan pada 4 wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Merauke, Mappi, Asmat dan
Bouven Digoel. serta di 16 lokasi kampung. Di tingkat Kabupaten, survey dilakukan
untuk mendapatkan data dan informasi tentang keberadaan dan kapasistas CSO/CBO
(LSM=Lembaga Swadaya Masyarakat dan KSM=Kelompok Sawadaya Masyarakat
LA=Lembaga Agama; LMA=Lembaga Musyawarah Adat;). Pada tingkat kampung,
kegiatan survey dilakukan untuk mendapatkan data dan gambaran tentang tingkat
prikehidupan berkelanjutan masyarakat.
Data dan informasi yang tercakup dalam laporan ini merupakan data primer yang
diperoleh melalui Diskusi/Wawancara, FGD, Inthep Interview dan observasi langsung
dengan pendekatan PRA. Pembahasan tentang keberadaan dan kapasitas CSO/CBO
merupakan kajian dari data dan informasi yang dikumpulkan dalam bentuk notulensi
FGD, Questioner Inthep Interview dan profil kelembagaan. Sedangkan pembahasan
tentang Prikehidupan Berkelanjutan Masyarakat merupakan kajian dari data dan
informasi yang dikumpulkan dalam bentuk profil kampung yang memuat tentang
sejarah kampung, budaya dan pola kehidupan sehari-hari, potensi sumberdaya alam
dan mata pencaharian, potensi SDM, akses kelembagaan dan aspirasi serta kebutuhan
masyarakat. (Profil kampung secara detail dimuat terpisah dalam laporan ini sebagai
dokumen tersendiri).
Tujuan dan Metodologi
Survei pengkajian keberadaan dan kapasitas CSO-CBO serta pengkajian prikehidupan
berkelanjutan masyarakat di Kampung pada wilayah Papua Selatan ini bertujuan
sebagai berikut:
Mengidentifikasi dan mendata keberadaan dan kapasitas CSO-CBO
sehubungan dengan pelayanan yang dilakukan dalam membangun kehidupan
masyarakat mencakup, bidang pengembangan program, wilayah sasaran dan
capaian hasil pelaksanaan program dan permasalahan.
Mengkaji kondisi dan perkembangan kehidupan sosial, budaya, potensi
sumberdaya (SDA dan SDM), kebutuhan dan permasalahan, serta menggali
aspirasi, persepsi dan pola pikir masyarakat tentang rencana pembangunan
bagi kehidupan mereka kedepan.

1
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Metode dan pendekatan yang digunakan dalam mengumpulkan data maupun


informasi adalah sebagai berikut:
1. Indepth Interview dengan pendekatan nonformal dilakukan pada orang-orang
kunci dan pimpinan-pimpinan CSO/CBO untuk mendapatkan data dan
informasi tentang profil CSO-CBO, cakupan wilayah kerja capaian hasil dan
perencanaan kedepan.
2. Fokus Group Diskusi (FGD) dengan pendekatan semi formal pada kelompokkelompok tertentu dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi tentang
perkembangan pembangunan yang ada, isue-isue spesifik (Gender, HIV-AIDS
serta advokasi hukum dan ham).
3. Diskusi terbuka dan wawancara dengan pendekatan aspiratif dan partisipatif
pada masyarakat, dilakukan untuk mengali aspirasi, persepsi, kebutuhan dan
perkembangan permasalahan dan keberadaan CSO-CBO sehubungan dengan
pengembangan kegiatan yang dilakukan.
4. Observasi langsung dengan pendekatan PRA dilakukan pada lokasi kampung
sasaran survey. untuk mendapatkan data dan potret kongkrit tentang profile
kampung serta kondisi kehidupan masyarakat saat ini dan sebelumnya.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Survei
Pelaksanaan survey dilakukan selama 3 bulan dengan tahapan kegiatan sebagai
berikut:

Uraian Kegiatan
1. Pelatihan dan persiapan
2. Kord.dan pengumpulan
data di Kabupaten
3. Pelaksanaan survey
Di Kampung
4. Analisa data dan
penulisan Draf laporan
5. Lokakarya & penyerahan
laporan akhir

Desember
3
4
L

Bulan dan Minggu KeJanuari


Februari
Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

I
B
U
R

Survei dilakukan di 4 wilayah kabupaten dan 16 kampung dengan perincian sebagai


berikut:
1. Kabupaten Merauke dan 4 kampung yaitu; Kampung Onggaya, Poo, Okaba
dan Tagaepe.
2. Kabupaten Mappi dan 4 kampung yaitu; Kampung Kepi, Mum, Mur dan
Sumur Aman.
Kabupaten Asmat dan 4 kampung yaitu: Kampung Syuru, Yamas,
Erma dan Buetkuar.
3. Wilayah Kabupaten Bouven Digoel dan 4 kampung yaitu: Kampung
Sokanggo, Mawan, Awayanka dan Tinggam.

2
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

(Peta wilayah kabupaten dan 16 kampung lokasi survey, lampiran peta-1).


Penentuan wilayah Kabupaten sebagai lokasi sasaran pelaksanaan studi ini dilakukan
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Etnis dan karakteristik kehidupan sosial budaya masyarakat pada keempat
kabupaten sangat berbeda dan tidak saling mewakili satu sama lain.
2. Tingkat keberadaan CSO/CBO, pada Kabupaten Merauke (kabupaten induk)
tingkat perkembangan dan pertumbuhan CSO-CBOnya sangat tinggi
sedangkan pada ke 3 kabupaten lainnya (kabupaten pemekaran) tingkat
perkembangan dan pertumbuhan CSO-CBO masih sangat terbatas.
Penentuan kampung sebagai lokasi pelaksanaan survey dilakukan dengan
pertimbangan hal-hal tersebut;
1. Letak secara geografis (pesisir pantai dan pedalaman) sehingga mewakili
potensi sumber daya alam yang berbeda.
2. Letak dan akses transportasi (dipingiran kota kabupaten/Distrik dan daerah
yang sulit dijangkau transportasi).
Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan studi ini adalah sebagai berikut:
1. Peta penyebaran keberadaan CSO-CBO dan data tentang kapasitas mencakup
kelembagaan, program kerja, capaian hasil dan permasalahannya serta
perkembangan dan hambatannya.
2. Data dan gambaran tentang prikehidupan berkelanjutan pada masyarakat di
ke 4 wilayah kabupaten mencakup sejarah dan kondisi geografis daerah,
budaya dan pola kehidupan, potensi sumberdaya alam dan mata pencaharian,
sumber daya manusia, akses kelembagaan serta aspirasi dan kebutuhan
kedepan.
3. Dokumentasi detail profil ke-16 kampung lokasi sasaran survey sebagai
gambaran studi kasus.

KEBERADAAN DAN KAPASITAS CSO/CBO


1. Perkembangan dan Penyebaran
Perkembangan CSO/CBO di wilayah Papua Selatan sangat terkait dengan sejarah
masuknya penyebaran agama Katholik (Misionaris, 1905) dan Protestan (Zending,
1930). Masuknya kedua ajaran agama ini membawa perubahan besar pada
kehidupan masyarakat setempat baik secara budaya, prilaku dan pola kehidupan
sehari-hari. Misionaris maupun Zending tidak hanya menyebarkan agama tetapi
membuka sekolah-sekolah secara formal maupun non formal. Oleh karena itu,
setiap Misionaris maupun Zending yang datang selalu diikuti oleh guru-guru yang
dibawa dari luar (Maluku dan Timor) yang mempunyai andil besar dalam
meningkatkan SDM masyarakat setempat.

3
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Era tahun 1963-1979 setelah Pemerintah Indonesia masuk, pihak gereja Katholik
dan Protestan menyerahkan pengelolaan bidang pendidikan pada yayasan dibawah
lembaga gereja. Semua sekolah yang telah dibangun oleh Misionaris diserahkan
pengelolaannya pada YPPK (Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katholik) dan
gereja Protestan pada YPK (Yayasan Pendidikan Kristen).
Pada tahun 1979 atas prakarsa beberapa tokoh gereja dan pemerhati masyarakat,
didirikan Yayasan Santo Antonius (Yasanto) yang mandiri diluar lembaga gereja
dan sepenuhnya melayani masyarakat. Selanjutnya diikuti berdirinya Yapsel
(Yayasan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan) dan Yayasan Mitra
Karya disponsori oleh WVI (Wahana Visi Indonesia). Tahun 1990-1998 berdiri
beberapa yayasan lokal antara lain Yatari (Yayasan Wanita Mandiri), Yasamer
(Yayasan Sabang Merauke), Yayasan Almamater (Alam Lestari Masyarakat Maju
dan Sejahtera), YWL (Yayasan Wasur Lestari) dan masuknya 2 NGO
Internasional yaitu WWF(World Wide Fund for Nature) dan WVI (Wahana Visi
Indonesia). Tahun 19992001, setelah masa reformasi dan meningkatnya
penularan HIV/Aids di Kabupaten Merauke, pertumbuhan yayasan berkembang
pesat mencapai 43 yayasan lokal dan ditambah 1 NGO Internasional
(MSF=Medecins Sans Frontieres).
LMA (Lembaga Musyawarah Adat) di wilayah Papua Selatan mulai terbentuk
pada tahun 1998-2002 yang difasilitasi Yayasan maupun lembaga Pemerintah.
Saat ini hampir seluruh suku dan sub suku telah memiliki struktur dan badan
kepengurusan kelembagaan adat.. Sedangkan Lembaga Agama Islam umumnya
terbentuk berdasarkan jumlah pemeluknya dan berkembang secara mandiri
Hasil pendataan survey yang dilakukan (Februari 2004), saat ini di Wilayah Papua
Selatan CSO (Yayasan dan KSM) yang aktif kurang lebih 24 lembaga. Aktif
dimaksudkan disini adalah memiliki kantor atau badan pengurus yang bisa
dihubungi dan diperoleh data tentang kelembagaannya.
Secara ringkas,
perkembangan CSO di wilayah Papua Selatan digambarkan dalam diagram adalah
sebagai berikut:
Pertumbuhan dan Perkembangan
CSO di Wilayah Selatan Papua

50
40
30
20
10
0
1963-1979 1979-1990 1990-1998 1998-2001

2004NGO-Lokal

NGO-Internasional

4
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Berdasarkan kajian hasil data profil lembaga, FGD dan Inthep Interview yang
dilakukan, penyebaran CSO (LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat dan KSM =
Kelompok Swadaya Masyarakat) pada ke-4 wilayah kabupaten terlihat bahwa
sebagian besar masih terpusat di kota Merauke dan sekitarnya. (Peta Penyebaran
CSO terlampir, peta-2).
Penyebaran Lembaga Agama (Katholik, Protestan dan Islam) pada ke 4 wilayah
kabupaten telah berkembang sampai ke kampung baik secara struktur maupun
operasional mengikuti perkembangan penganutnya.
Sedangkan LMA
penyebarannya telah mengikuti suku/etnis tetapi secara operasional masih terbatas
di Ibukota Kabupaten/Distrik. Peta penyebaran CBO/Lembaga Agama dan
Lembaga Masyarakat Adat terlampir, peta-3.
2. Kelembagaan dan Program Kerja
Pendataan kelembagaan dan program kerja khusus untuk Lembaga Agama
(Katholik, Protestan dan Islam) tidak dilakukan karena secara struktural maupun
operasional berjalan dengan program yang tetap yaitu pengembangan ajaran
agama pada penganutnya.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
disampaikan bahwa pengembangan program lain, peran Lembaga Agama lebih
bersifat mendampingi untuk mendekatkan pada umat sebagai kelompok sasaran.
Pengumpulan profil lembaga masyarakat sipil (CSO/CBO) pada ke-4 kabupaten
hanya dilakukan pada LSM< KSM dan LMA yang ada dan aktif. Hasil
pengumpulan data di rekap dalam table ringkasan yang memuat tentang nama
lembaga, status hukum, jumlah personal (dibedakan atas tingkat pendidikan dan
jenis kelamin), Bidang/program kerja dan cakupan wilayah sasaran. Ringkasan
data profil kelembagaan LSM/KSM dan LMA dari ke-4 wilayah kabupaten
(Lampiran 3).
Dari data profil kelembagaan berdasarkan cakupan daerah sasaran terlihat bahwa,
sebagian besar CSO masih terpusat di Kabupaten Merauke sebagai kabupaten
induk, sedangkan pada wilayah kabupaten pemekaran jumlahnya sangat terbatas.
Cakupan program sangat bervariatif dalam berbagai bidang pelayanan. Jumlah
dan tingkat pendidikan personal, pada masing-masing lembaga sangat bervariasi
juga. Berdasarkan jumlah dan tingkat pendidikan, terlihat bahwa perbedaan NGO
lokal dan NGO internasional sangat jelas, dimana pada NGO-Internasional jumlah
dan tingkat pendidikan personal dapat dikatakan memadai sedangkan pada NGO
lokal sebagian besar sangat terbatas.
Dari kajian data profil kelembagan yang dikumpulkan dan hasil FGD serta Inthep
interview yang dilakukan, keberadaan CSO (LSM dan KSM) berdasarkan
bidang/program kerja yang dilakukan pada ke-4 kabupaten dapat digambarkan
sebagai berikut:

5
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Diagram Jumlah dan Bidang Program CSO


11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

Pendidikan/SDM
Ekonom i
Kesehatan
Gender
Merauke

Mappi

Asm at

Bo.Digoel

Konservasi

3. Capaian Hasil dan Permasalahan


Data dan Informasi tentang capaian hasil suatu lembaga CSO secara detail sangat
sulit didapatkan. Secara umum disampaikan bahwa tidak semua pengembangan
program yang tercantum dalam profil kelembagaan dilaksanakan. Sebagian juga
mengatakan ada yang sudah terlaksana tetapi tidak berlanjut sehingga hasilnya
tidak tampak saat ini. Untuk itu, dalam pembahasan capaian hasil dan
permasalahan sehubungan dengan pengembangan program yang dilakukan secara
garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Pengembangan program khususnya pada NGO lokal, capaian hasil
umumnya terbatas pada pelaksanaan target program yang sudah
direncanakan dalam batasan waktu dan dana yang tersedia. Keberlanjutan
pengembangan program sangat tergantung dari ada tidaknya dukungan dana
dari pihak donor. Hal ini mengakibatkan banyak program yang sudah
terlaksana tetapi tidak berkelanjutan karena pendampingan yang dilakukan
tidak sampai pada tahap tumbuhnya kemandirian kelompok sasaran.
Misalnya: Program Peningkatan Keterampilan Usaha; pendampingan
dilakukan sebatas pencapaian hasil terlaksananya kegiatan usaha yang
direncanakan dan tidak berlanjut sampai pada pencapaian tumbuhnya
kemandirian usaha dan berkembangnya produktifitas usaha yang dilakukan
.
Banyak pengembangan program dilakukan karena Trend Funding;
sehingga perencanaan kegiatan tidak sepenuhnya berdasarkan kebutuhan
masyarakat dan sifatnya sementara (isidentil). Capaian hasil pelaksanaan
program terbatas pada target pelaksanaan dan kurang mempertimbangkan
keberlanjutan dan perkembangan akses manfaat bagi kelompok sasaran.
Pengembangan program lebih banyak disesuaikan dengan persyaratan dan
keinginan pihak funding sehingga kurang mengakomodasi permasalahan
dan kebutuhan yang ada pada kelompok sasaran.

6
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Misalnya: Meningkatnya Issu Gender dan Penangulangan HIV/Aids


Banyak Funding yang masuk menawarkan kerjasama, sebagian besar NGOlokal terlibat dalam merencanakan/mengusulkan program dan pelaksanaan
kegiatannya dilakukan sebatas pencapaian target program. Umumnya
program tidak berlanjut dan capaian hasil kurang mempertimbangkan akses
manfaat dan keberlanjutan bagi kelompok sasaran yang didampingi.
Banyak program yang dilakukan tumpang tindih dan tidak saling menunjang
baik dengan Pemerintah/Instansi terkait maupun antar NGO, sehingga
menimbulkan kebingungan dan kejenuhan bagi kelompok sasaran. Hal ini
juga mengakibatkan berkembangnya sikap pasif dan rendahnya keperdulian
terhadap
keberhasilan
program
pada
kelompok
sasaran.
Masyarakat/kelompok sasaran umumnya menerima semua program dengan
harapan ada bantuan yang bisa dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan
sesaat. Pemikiran akan keberlanjutan dan akses manfaat hasil pelaksanaan
program kurang tumbuh dan berkembang, sehingga program selesai semua
kembali pada keadaan semula.
Misalnya: Pada kelompok sasaran yang sama dan waktu yang sama, NGOA mengembangkan program budidaya ternak, NGO-B melakukan kegiatan
pelatihan peningkatan SDM dan Pemerintah/Dinas Pertanian memberi
bantuan bibit tanaman buah-buahan ketiganya berjalan masing-masing.
Masyarakat kelompok sasaran menerima semua program dengan
merencanakan jadwal waktu yang berbeda dan menunjukan sikap antusias
dan perduli. Hasilnya, semua program dapat diselesaikan tetapi tidak
berkembang dan akses manfaatnya tidak merubah sikap dan kondisi
kehidupan masyarakat kelompok sasaran. Masyarakat/kelompok sasaran
pada akhir program menjual semua bantuan yang ada dan hidup seperti
semula menunggu program lain yang datang.
Pengembangan program yang dilakukan umumnya tidak didasari kajian
yang menyeluruh tentang kondisi kehidupan masyarakat sehubungan dengan
potensi SDA dan SDM, kebutuhan, permasalahan dan analisa keberlanjutan.
Hal ini mengakibatkan banyak program yang sudah dilakukan tetapi
hasilnya belum menunjang keberlanjutan kehidupan masyarakat tetapi
justru menimbulkan sikap ketergantungan yang tinggi.
Misalnya: Progam pengembangan tanaman pertanian seperti jambu mete
sudah banyak dikembangkan tetapi hasilnya tidak merubah perekonomian
elompok sasaran karena akses pasar yang sulit dan kwalitas hasil yang
rendah. Atau program pengembangan usaha ekonomi dilakukan tanpa
menumbuhkan pemahaman tentang manajemen usaha dan aspek
pemasaran. Hasilnya tidak berkembang dan berkelanjutan, pengembangan
kegiatan usaha kurang produktif sehingga tidak dapat diandalkan sebagai
sumber ekonomi yang tetap.

7
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Permasalahannya; sulitnya mendapatkan donatur yang mau mendanai suatu


kegiatan yang besar dan berkelanjutan serta terbatasnya SDM lembaga
dalam perencanaan maupun komunikasi pada tingkat jaringan funding.
Masalah lain yang sangat mempengaruhi keberadaan dan kapasitas khususnya
pada NGO-lokal adalah sebagai berikut:

Rendahnya jaminan kehidupan pada NGO-lokal sehingga keberadaan staf


sulit dipertahankan. Sebagian besar staf yang sudah cukup berpengalaman
beralih pada lembaga lain yang lebih menjamin secara profit atau beralih ke
pegawai negeri.

Sebagian besar NGO-lokal tidak memiliki funding tetap dan usaha produktif
sehingga sangat tergantung pada donatur.

Sebagian besar NGO-lokal memiliki kapasitas lembaga dan SDM staf yang
sangat terbatas sehingga sulit membangun komunikasi dengan Funding
Internasional.

Pemahaman funding terhadap karakteristik dan geografis daerah sangat


terbatas sehingga menyulitkan bagi perencanaan program pada daerahdaerah pedalaman yang membutuhkan biaya tinggi.
4. Kesimpulan
Berdasarkan gambaran perkembangan dan penyebaran, kelembagaan dan program
kerja, capaian hasil dan permasalah sehubungan dengan pengkajian keberadaan
dan kapasitas CSO/CBO di wilayah Selatan Papua beberapa hal yang dapat
disimpulkan adalah:
Perkembangan CSO/CBO di Selatan Papua cukup tinggi tetapi
penyebarannya tidak merata sehingga perlu di desentralisasi melalui
dukungan dana bantuan bagi pengembangan program pada daerah-daerah
yang belum mendapat akses.
Kapasitas kelembagaan sebagian besar sangat terbatas sehingga perlu
ditingkatkan melalui dukungan pemberdayaan secara kelembagaan dan
pelatihan-pelatihan bagi peningkatan SDM personal.
Berdasarkan pengumpulan data kelembagaan, variasi bidang dan
pengembangan program CSO/CBO cukup tinggi tetapi banyak yang sifatnya
hanya isidentil dan partcial. Pengembangan program tidak berkelanjutan
sehingga hasilnya kurang berkembang dan umumnya kegiatan program
kurang mengakomodir dampak-dampak lain yang ditimbulkan sehingga
hasilnya kurang memberi manfaat terhadap peningkatan kehidupan
kelompok sasaran.
Capaian hasil pengembangan program sebagian besar belum memberikan
manfaat bagi peningkatan keberlanjutan kehidupan pada masyarakat
kelompok sasaran. Untuk itu, kerjasama antar NGO maupun dengan
Pemerintah Daerah perlu ditingkatkan baik dalam perencanaan dan secara
operasional dilapangan.
Ketergantungan NGO-lokal pada donatur sangat tinggi sehingga perlu
dukungan bagi usaha peningkatan kemandirian lembaga melalui
pengembangan usaha produktif/Fund Rising.

8
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN MASYARAKAT


1. Kabupaten Merauke
a) Sejarah dan keadaan Umum; Kabupaten Merauke merupakan wilayah Selatan
Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Papua New Guinea
(PNG). Sejarah berdirinya kota Merauke berawal dari dibukanya Pos
pemerintahan oleh Pemerintah Belanda dekat sungai Maro pada tahun 12
Februari 1902. Kata Merauke berasal dari ucapan orang yang datang naik
kapal Maroke (Artinya ini sungai maro), yang selanjutnya dipakai sebagai
nama pos yang didirikan. Pendirian Pos Pemerintahan Belanda ini kemudian
diikuti oleh masuknya Misionaris (Gereja Katholik) tahun 1905 dan Zending
(Gereja Protestan) tahun 1930. Penyebaran kedua ajaran agama ini membawa
suku Marind kepada perubahan hidup untuk tidak saling bermusuhan dengan
tinggal bersama dalam suatu pemukiman. Sampai saat ini, masyarakat yang
bermukim pada wilayah pesisir pantai memeluk agama Katolik dan pada
daerah pedalaman memeluk agama Protestan.
Setelah pemekaran wilayah kabupaten pada tahun 2000, luas wilayah
Kabupaten Merauke menjadi 45.071 Km2 dengan jumlah penduduk 171.009
jiwa ( Laki-laki 89,235 orang dan perempuan 81.846 orang). Secara
administrasi kepemerintahan, Kabupaten Merauke membawahi 11 Distrik, 8
kelurahan dan 160 kampung. Secara geografis, wilayah kabupaten Merauke
merupakan daerah dataran yang didominasi oleh tanah lumpur, rawa, savanna
dan hutan musson.
b) Budaya dan Pola Kehidupan; secara budaya wilayah kabupaten Merauke
merupakan wilayah hak ulayat suku Marind yang terbagi dalam 6 sub suku
(Marind Pantai, Marind Bob, Marind Dek, Marind-Marori, Marind-Kanum
dan Marind-Yeinan). Kepemilikan dan batas-batas hak ulayat antar sub suku
dan antar marga dalam sub suku telah digariskan secara turun-temurun yang
diturunkan dalam bentuk ceritra atau nyanyian. Batas-batas kepemilikan hak
ulayat biasanya ditandai dengan tanda-tanda alam seperti kali, batas rawa,
batas dek (tanah tinggi) atau dengan menanam tanaman seperti bambu
maupun sagu. Aturan budaya selain batas-batas tanah adat, sampai sekarang
masih dilakukan adalah pesta perkawinan, peringatan orang meninggal
maupun prilaku saling menghargai antar marga. Sistim kekerabatan dalam
adat suku Marind berdasarkan faham Patrilineal (Mengikuti garis keturunan
Ayah/Laki-laki).
Pola kehidupan masyarakat suku Marind yang telah berlangsung sejak turuntemurun dan masih dipertahankan sampai sekarang adalah sebagai peramu dan
melakukan kegiatan pertanian tradisional. Sebagai peramu, pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari diperoleh dengan meramu hasil-hasil sumberdaya
alam baik hasil hutan maupun hasil laut. Hasil hutan yang dimanfaatkan
berupa kayu sebagai sumber pemenuhan kebutuhan akan rumah, pagar kebun
dan perahu serta binatang buruan sebagai sumber konsumtif. Makan
pokok/utama suku Marind adalah sagu, pisang dan umbi-umbian yang
dihasilkan dari kegiatan pertanian secara tradisional yang dilakukan pada
dusun-dusun yang telah diwariskan dari generasi sebelumnya.

9
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Untuk mengkaji lebih jauh tentang Prikehidupan berkelanjutan pada


masyarakat suku Marind di Kabupaten Merauke, dilakukan survey pada 4
wilayah kampung. Penentuan lokasi ke-4 wilayah kampung berdasarkan
pertimbangan letak geografis (pesisir pantai dan pedalaman),
akses
transportasi dan isolasi daerah serta tingkat homogenitas masyarakat yang
bermukim. Temuan dan hasil survey yang dilakukan pada ke-4 lokasi
kampung tersebut dijabarkan sebagai berikut:
C. Profil kampung:
Kampung Onggaya; mewakili kampung pesisir pantai yang mudah dijangkau
berjarak hanya 40 Km dari kota Merauke dengan kondisi jalan aspal. Akses
transportasi sangat baik bias dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4.
Pembentukan kampung dilakukan oleh Pemerintah Indonesia (1963) dengan
menggabungkan beberapa masyarakat yang tinggal didusun masing-masing.
Jumlah penduduk 296 jiwa (Laki-laki 150 dan perempuan 146 orang) dan
merupakan kampung yang tingkat heterogenitasnya cukup tinggi. Dampak
dari penggabungan ini masih dirasakan sampai sekarang terutama masalah
kepemilikan tanah adat. Penduduk yang bukan pemilik hak ulayat tidak bebas
mencari makan ataupun membuka lahan karena dilarang,
Potensi sumber daya alam semakin menurun akibat usaha pemanfaatan yang
cukup tinggi. Saat ini binatang buruan (rusa, babi, kasuari dan kangguru)
semakin sulit didapat karena banyak persaingan pemburu luar yang
menggunakan senjata yang masuk secara illegal., Pemanfaatan kayu untuk
dijual sangat dibatasi karena merupakan wilayah Taman nasional (daerah
konservasi). Hasil laut juga semakin berkurang karena tingginya persaingan
dengan pihak luar, masyarakat selalu kalah bersaing. Makanan pokok dari
sagu, pisang dan umbi-umbian telah lama beralih pada konsumtif beras.
Tingkat kebutuhan semakin tinggi sementara penghasilan masyarakat sangat
rendah karena hanya dengan mengandalkan usaha pemanfaatan sumber daya
alam yang semakin terbatas. Akibat pergeseran pola kehidupan ini, dusundusun sagu dan lahan pertanian tradisional sudah tidak produktif dan sering
terbakar karena kurang terawat, masyarakat lebih cendrung melakukan usaha
yang cepat menghasilkan uang.
Pengembangan program oleh NGO baik berupa pelatihan pertanian,
peternakan, penyulingan minyak kayu putih dan berbagai pelatihan
peningkatan keterampilan telah banyak dilakukan. Hasilnya tidak berkembang
karena program tidak berlanjut sampai pada masyarakat benar-benar mandiri.
(Pengembangan program biasanya dilakukan hanya sebatas pada pelaksanaan
kegiatan pelatihan dan tidak ditindaklanjuti dalam bentuk pengembangan
kegiatan secara langsung dilapangan). Pemerintah juga sudah banyak memberi
bantuan berupa tanaman buah-buahan, peralatan penangkapan ikan tapi tidak
berkembang karena bantuan diberikan tanpa pendampingan.

10
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Sumber mata pencaharian yang masih diandalkan dan dipertahankan sampai


saat ini adalah menangkap ikan, berburu dan menjual hasil kelapa (kopra
maupun dalam bentuk minyak) dan buah kemiri. Hasil usaha yang dilakukan
sangat terbatas dan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu,
masyarakat berusaha menjual kayu dan kulit gambir atau pasir yang digali dari
pantai secara ilegal (karena di larang) pada pedagang dikota.
Tingkat pendidikan masyarakat umumnya masih rendah dan keterampilan juga
masih terbatas khususnya bagi kaum perempuan (belum pernah ada program
pelatihan khusus bagi kaum perempuan). Generasi muda yang melanjut ke
tingkat SLTP dan SLTA di kota Merauke, sangat terbatas karena kurangnya
dukungan biaya dalam keluarga.
Kelembagaan kampung lengkat dan aktif secara struktur dan personil tetapi
tidak produktif dalam perencanaan dan pengembangan dikampung hanya
menunggu dari kecamatan. Pelayanan kesehatan cukup baik, sarana dan
petugas aktif bekerja. Akses pendidikan terbatas pada tingkat SD cukup aktif
dan mendapat dukungan dari WVI berupa beasiswa buku dan seragam
sekolah. Aktifitas pertanian tidak produktif karena PPL kurang aktif dan tidak
ada dukungan dari pihak yayasan Pembina (YWL) dan Balai Taman. Sumber
air bersih sangat terbatas, hanya beberapa sumur yang baik sehingga bila
musim kemarau air sulit harus diambil ke dusun yang jauh.
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak adalah pasar yang
dekat dengan kampung atau sarana transportasi yang khusus mengangkut
hasil-hasil masyarakat. Disamping itu juga diharapkan adanya pembinaan
yang baik untuk meningkatkan produktifitas usaha bidang perikanan,
pertanian dan pemanfaatan sumber daya alam yang semakin berkurang.
Harapan masyarakat juga adanya kerjasama pemerintah dengan pihak yayasan
sehingga program bisa berkelanjutan.
Kampung Poo; merupakan pemukiman yang didirikan oleh Misi pada tahun
1930 dengan mengumpulkan masyarakat dari dusun-dusun mereka. Jumlah
penduduk 288 jiwa (86 KK; L = 189 dan P = 202). Masyarakat kampung Poo
berasal dari suku Marind-Yeinan, merupakan kampung pedalaman yang jauh
dari pesisir pantai. Jarak dari kampung Poo ke kota Merauke sekitar 150 Km,
akses transportasi dapat dijangkau melalui darat atau sungai. Kondisi jalan
kurang baik sehingga pada musim hujan sulit dijangkau dan banyak jembatan
yang rusak.
Potensi sumber daya alam cukup banyak dan telah dimanfaatkan masyarakat
sebagai sumber penghasilan. Hasil hutan seperti kayu sudah semakin menurun
karena telah dimanfaatkan sejak tahun 1990 sedangkan hasil hutan non kayu
dimanfaatkan bila ada pembeli. Binatang buruan juga menjadi potensi
ekonomi karena dapat dipasarkan pada lokasi pemukiman transmigrasi yang
dekat dari kampung.

11
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Mata pencaharian utama bagi masyarakat saat ini adalah memanfaatkan hasil
hutan dan kali sebagai sumber penghasilan yang dipasarkan melalui pedagang
keliling. Hasil alam yang saat ini merupakan sumber penghasilan adalah
penjualan anakan ikan arwana, batok kura-kura dan tanaman obat (cakar
ayam) harganya cukup tinggi tetapi sifatnya musiman.
Pengembangan kegiatan pertanian dan peternakan pada lahan pekarangan saat
ini masih terbatas pada pemenuhan kebutuhan konsumtif. Makanan pokok
diperoleh dari menanam padi atau membeli beras dan sagu serta umbi-umbian
menjadi makanan tambahan. Sagu sudah semakin berkurang karena tidak
dipelihara, sehingga masyarakat sudah lebih banyak mengkonsumsi beras
yang mudah didapat. Pembinaan oleh NGO khususnya bidang pertanian dan
pelatihan keterampilan usaha telah dilakukan. Hasilnya, kegiatan usaha
seperti menanam padi, pisang dan umbi-umbian; sayur dan kacang-kacangan,
usaha peternakan khususnya ayam masih dikembangkan dan dimanfaatkan
untuk pemenuhan konsumtif sehari-hari. Bantuan ternak sapi dari pemerintah
dan penanaman jambu mete tidak berhasil karena kurangnya pendampingan
oleh tenaga PPL. Sapi bantuan kebanyakan mati atau dipotong masyarakat
sedangkan lahan jambu mete terbakar pada musim kemarau.
Tingkat pendidikan masyarakat secara umum masih sangat rendah (tamat SD)
tetapi saat ini banyak generasi mudah sudah melanjut pendidikan ke tingkat
SLTP dan SLTA yang ada pada lokasi pemukiman transmigrasi. Pendidikan
ketrampilan yang dilakukan khusus pada kaum perempuan masih sangat
terbatas. Pelatihan pembuatan emping pernah dilakukan hasilnya cukup baik
usaha pembuatan emping masih dilakukan khususnya pada musim berbuah di
hutan. Keterampilan menjahit pada kelompok ibu-ibu juga pernah
dikembangkan tetapi tidak berjalan karena program tidak ditindak lanjuti
sampai masyarakat mandiri.
Kelembagaan kampung cukup aktif secara personal tetapi tidak produktif
dalam meningkatkan pembangunan kampung.
Lembaga lain seperti
puskesmas cukup aktif dan kegiatan belajar pada sekolah dasar berjalan lancar
karena kekurangan guru ditambah tenaga bantu dari masyarakat lokal yang
sudah tamat SLTA. Akses pasar sangat terbatas sehingga masyarakat hanya
mengharapkan pedagang keliling yang datang membeli hasil masyarakat.
Sumber air minum bagi masyarakat cukup tersedia berupa sumur yang dibuat
sendiri dan air kali terutama pada musim kemarau. Tetapi kualitasnya kurang
baik sehingga perlu ditingkatkan denganmembangun prasarana yang lebih
baik.
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang utama adalah pasar atau alat
transportasi yang khusus melayani masyarakat setempat. Pengembangan
program peningkatan hasil usaha pertanian dan pengelolaan sumber daya alam
seperti ikan dan emping yang hasilnya semakin menurun. Pengembangan
program berupa rehabilitasi sagu dan budidaya sagu juga diharapkan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat yang sudah semakin hilang.

12
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Kampung Okaba;
merupakan pusat ibu kota Distrik didirikan oleh
pemerintah Belanda sejak tahun 1910. Saat ini, kampung Okaba merupakan
kampung yang tingkat heterogenitas penduduknya sangat tinggi. Jumlah
pendatang sudah lebih besar dari jumlah penduduk asli yang berasal dari suku
Marind-pantai. Jumlah penduduknya sebanyak 780 jiwa (82 KK) terdiri dari
laki-laki 534 dan perempuan 246, Akses transportasi dari kota kabupaten
(Merauke) bisa melalui darat dan laut. Melalui darat dengan kenderaan roda
dua melalui 2 kali penyebrangan (Sungai Kumbe dan Sungai Bian), kondisi
jalan kurang baik sehingga sulit dilalui pada musim hujan. Melalui laut
dengan kapal kayu yang jarak tempuh kurang lebih 1 malam dari Merauke.
Kondisi perumahan masyarakat setempat umumnya sangat sederhana terbuat
dari gaba-gaba dan atap daun sagu sangat berbeda dengan perumahan
pendatang.
Potensi sumber daya alam cukup banyak tetapi kondisinya mulai menurun
akibat pemanfaatan yang kurang terkendali. Hasil alam yang telah
dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber penghasilan keluarga adalah hasil
laut seperti jenis-jenis ikan yang memiliki nilai jual tinggi , udang, gelembung
dan sirip. Hasil rawa seperti ikan arwana yang dimanfaatkan secara musiman
dengan menjual anakan, harganya cukup tinggi. Hasil hutan berupa kayu
olahan telah banyak dilakukan sehingga hasilnya mulai menurun, hasil hutan
non kayu seperti binatang buruan (rusa, babi, kangguru) juga sudah mulai
terbatas.
Mata pencaharian utama masyarakat setempat adalah sebagai nelayan dan
mengelola hasil hutan yang laku dipasarkan, pembuatan kopra dan minyak
kelapa dari hasil kebun kelapa yang telah dikembangkan sejak zaman Belanda.
Makanan pokok adalah sagu, pisang dan umbi-umbian yang masih dipelihara
pada dusun-dusun tradisional yang dimiliki. Sedangkan konsumsi beras
sebagai makanan tambahan bila ada uang untuk membeli.
Permasalahan utama yang dihadapi masyarakat adalah terbatasnya pasar hasil
sumber daya alam karena hanya mengharapkan pedagang keliling yang
mengambil dengan harga cukup rendah. Pendapatan dari hasil laut menurun
karena meningkatnya persaingan dari nelayan luar yang memiliki perasarana
tangkap yang lebih baik. Hasil buruan juga menurun karena tingginya tingkat
perburuan liar yang dilakukan pendatang dari luar dengan menggunakan
senjata api. Pengembangan pembangunan bidang pertanian, peternakan
melalui bantuan pemerintah (Program IDT dan PPK) kurang berkembang
karena kurangnya pendampingan dilapangan.
Tingkat pendidikan masyarakat masih cukup rendah, rata-rata hanya tamat
SD. Keterampilan masyarakat juga sangat terbatas karena belum pernah ada
pelatihan keterampilan baik dari pemerintah maupun NGO-lokal. Masalah
utama bagi peningkatan pendidikan adalah kurangnya kesadaran orang tua
untuk menyekolahkan anaknya dan kurangnya biaya.

13
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Kelembagaan kampung secara struktural lengkap dan aktif, tetapi secara


administrasi dan operasional tidak produktif khususnya dalam meningkatkan
pembangunan di kampung. Sebagai pusat distrik akses pelayanan bagi
kesehatan, pendidikan dan keagamaan cukup aktif, dimana personal/petugas
dan fasilitas/prasarana yang ada cukup memadai. PPL pertanian ada tetapi
tidak aktif sehingga kegiatan pertanian tidak berkembang pada masyarakat.
Lembaga adat (LMA) cukup aktif dan berperan terutama dalam penyelesaian
permasalahan tanah adat dan konflik di masyarakat. Sumber air minum cukup
baik berupa sumur peninggalan pemerintah Belanda yang tidak pernah kering
walau musim kemarau.
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang utama saat ini adalah bantuan
perumahan karena kondisi rumah yang sudah rusak dan bocor; (membangun
secara swadaya masyarakat tidak mampu karena rendahnya penghasilan);
Bantuan beasiswa untuk anak melanjutkan sekolah dan penyadaran orang tua
sehingga memiliki motivasi untuk mendorong anaknya sekolah; Akses pasar
yang memadai dan pembinaan dan peningkatan keterampilan guna
meningkatkan produktifitas hasil usaha perikanan dan pertanian.
Kampung Tagaepe: didirkan tahun 1963 oleh Zending dengan mengumpul
masyarakat dari dusun-dusun disepanjang pinggiran kali. Penduduknya
berjumlah 351 jiwa (67 KK, L = 185, P = 166), mayoritas berasal dari suku
Marind. Akses transportasi dari ibu kota Distrik melalui jalan darat dengan
jarak berkisar 80 Km dapat ditempuh dengan menggunakan kenderaan roda
empat dan roda dua. Kondisi jalan belum terlalu baik sehingga pada musim
hujan sulit untuk dilalui. Kondisi perumahan masyarakat cukup baik terbuat
dari papan dan atap seng bantuan Pemerintah kerjasama dengan TNI (program
ABRI masuk desa).
Potensi sumber daya alam masih cukup tinggi, baru sedikit yang dimanfaatkan
untuk tujuan komersial karena tidak ada pemasaran. Hasil sumber daya kali
berupa ikan dimanfaatkan terbatas untuk pemenuhan kebutuhan konsumtif
sehari-hari. Sumber penghasilan masyarakat utama adalah menjual anakan
ikan arwana dan kakap batu yang harganya cukup tinggi serta pedagangnya
datang bila musim penangkapan. Hasil hutan berupa kayu dan non kayu
terutama binatang buruan hanya dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari karena tidak ada pasaran. Makanan pokok masyarakat adalah sagu
yang diperoleh dari dusun yang dipelihara sejak turun-temurun dan pisang
serta umbi-umbian yang ditanam disekitar lahan pekarangan. Kebun kelapa
peninggalan jaman Belanda dan Zending dimanfaatkan untuk kebutuhan
konsumtif dan dijual bila ada pedagang yang datang.
Bantuan pengembangan program pertanian pernah dilakukan oleh Yasanto
berupa penanaman jambu mete tetapi tidak berkembang dan berkelanjutan.
Pembinaan dilakukan sebatas pengembangan tujuan penanaman dalam 1 tahun
program. Setelah itu, belum ada bantuan pengembangan laian baik dari pihak

14
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

pemerintah maupun NGO. Usaha ternak ayam telah dilakukan masyarakat


secara swadaya dalam sekala kecil sebagai usaha sampingan keluarga,
hasilnya dikonsumtif atau di jual bila ada pedagang. Rendahnya penghasilan
masyarakat karena tidak adanya pemasaran hasil yang mereka miliki
mengakibatkan pemenuhan kebutuhan konsumtif yang harus dibeli untuk
keperluan hidup sangat terbatas.
Tingkat pendidikan masyarakat sangat terbatas dan banyaknya anak-anak usia
sekolah yang tidak sekolah. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan karena
tidak aktifnya proses belajar mengajar di kampung, kurangnya kesadaran
orang tua untuk mendorong anaknya sekolah dan tidak ada biaya.
Keterampilan masyarakat juga sangat terbatas karena belum pernah ada
pelatihan ataupun pembinaan yang dilakukan pemerintah maupun NGO.
Keterampilan menggunakan gergaji dan Chainsow terutama pada kaum lelaki
diperoleh setelah adanya pembanguan perumahan oleh TNI.
Kelembagaan pemerintahan kampung secara struktur lengkap dan aktif tetapi
pasif dalam merencanakan dan meningkatkan pembangunan Kampung.
Fasilitas kesehatan ada tetapi tidak ada tenaga bidan, sehingga dibantu oleh
ibu pendeta. Sarana dan bangunan SD ada tetapi tidak ada guru yang bertugas
dan menetap di kampung sehingga proses belajar mengajar tidak jalan.
Sumber air bersih diperoleh di dari kali dan pada musim kemarau kualitas
airnya tidak baik, belum ada perhatian pemerintah terhadap perbaikan sarana
air bersih.
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang mendesak antara lain: Pengaktifpan
sekolah SD yang ada; beasiwa bagi anak yang melanjut keluar kampung dan
penyadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya; Pemasaran hasil-hasil
masyarakat dan perbaikan jalan sehingga transportasi lancar; Kampung
dimekarkan sebagai distrik sehingga pembangunan bisa lebih cepat..
2. Kabupaten Mappi
a) Keadaan umum;
Kabupaten Mappi merupakan salah satu kabupaten
pemekaran baru (tahun 2000), sebagaian besar masyarakatnya berasal dari
suku Yaghai dan Auyu. Secara administrasi kepemerintahan, kabupaten
Mappi mencakup 6 distrik dan 136 kampung. Akses transportasi ke wilayah
Mappi dapat dilalui melalui jalur darat, laut dan udara. Jalur darat dari kota
Merauke dengan menggunakan kenderaan roda dua melalui 2 kali
penyebrangan (Sungai Kumbe dan Bian), waktu tempuh selama 2 hari. Jalur
laut dari kota Merauke dengan menggunakan kapal pelayaran perintis dengan
lama pelayaran 3-4 hari. Jalur udara dapat ditempuh dari kota Merauke
melalui 3 Distrik ( Senggo, Bade dan Obaa) dengan menggunakan pesawat
penerbangan printis (Merpati) waktu tempuh 1-1,5 jam.

15
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

b) Budaya dan Pola Kehidupan; Umumnya masyarakat suku Yaghai dan Auyu
masih memegang teguh prinsip-prinsip adat dan dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Kepemilikan hak ulayat sangat dihargai dan dijunjung
tinggi, bila terladi pelanggaran batas-batas akan menimbulkan konflik yang
besar dan berkepanjanagan.
Penjagaan hak ualayat adalah tugas dan
tanggung jawab yang telah dipercayakan leluhur masing-masing marga untuk
menjaga dan memelihara kelestarian alam. Alam (Bumi) ditempatkan sebagai
sumber yang kaya akan makanan sehingga harus dijaga supaya manusia tetap
hidup sejahtera. Secara budaya aturan-aturan adat dalam kehidupan seharihari seperti perkawinan, pringatan kematian dan membuka lahan baru masih
dipraktekkan. Secara sisitim kekerabatan dalam kampung, masyarakat diatur
oleh seorang kepala suku yang dipercaya dan bertugas memberi nasehat dan
mengawasi pelaksanaan aturan adat.
Pola kehidupan masyarakat tidak terlepas dari budaya dan hubungan yang erat
dengan alam sekitarnya. Usaha pemanfaatan sumber daya alam merupakan
salah satu cara yang dilakukan untuk mengawasi wilayah hak tanah adatnya.
Ketergantungan terhadap sumber daya alam dalam pandangan masyarakat
adalah suatu keterikatan yang kompleks baik secara fisik, spiritual dan
mentalitas. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari semuanya diambil dari alam
dengan sistim meramu dengan memperhatikan ketentuan atau norma adat
yang sudah digariskan. Untuk mengkaji lebih jauh tentang Prikehidupan
Berkelanjutan masyarakat suku Yaghai dilakukan survei pada 4 lokasi
kampung yang berbeda berdasarkan letak kampung (pesisir dan daerah
pedalaman), jarak dan akses dengan pusat keramaian (ibu kota kabupaten atau
Distrik). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka lokasi survei ditentukan
pada empat lokasi kampung yaitu, Obaa, Muin, Mur dan Sumur Aman. Hasil
kajian prikehidupan berkelanjutan pada masing-masing kampung dijabarkan
sebagai berikut:
c) Profil Kampung;
Kampung Obaa; didirikan pada tahun 1937 oleh Misionaris (Katholik) yang
datang mengajarkan ajaran agama dan membuka pendidikan formal maupun
nonformal. Disamping itu juga mengajarkan keterampilan pada masyarakat
terutama bertani. Kampung Obaa berjarak 15 Km dari kota Kabupaten dan
dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau memakai kenderaan roda dua.
Secara umum wilayah kampung merupakan daerah rawa dan lahan gambut,
tipe hutannya merupakan hutan hujan tripis yang sangat kaya dengan berbagai
keragaman habitat. Perumahan masyarakat dibuat dengan bahan-bahan lokal
yang ada, konstruksi kayu dengan dinding gaba-gaba dan beratap daun sagu.
Sumber air minum sangat terbatas khusunya pada musim kemarau karena
sarana prasarana air bersih sama sekali tidak ada.
Potensi sumber daya alam masih cukup berlimpah terutama potensi hasil hutan
berupa kayu pertukangan yang memiliki nilai jual tinggi (kayu besi, kayu cina,
linggua,bintanggur, mersawa dan lain-lain).

16
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Pemanfaatan kayu sudah sangat terbatas untuk tujuan komersial karena HPH
sebagai pembeli kayu hasil tebangan rakyat sudah ditutup. Hasil hutan non
kayu juga cukup banyak seperti damar, kulit lawang dan masoi tetapi sampai
sejauh ini belum dimanfaatkan karena tidak ada pasaran dan keterampilan
masyarakat terbatas. Hasil kali berupa ikan, udang dan lain-lain dimanfaatkan
hanya untuk kebutuhan konsumtif karena tidak ada pemasaran.
Mata pencaharian masyarakat saat ini sangat tergantung dari penjualan hasil
pertanian berupa sayur dan buah-buahan tapi sangat terbatas karena kurangnya
tempat pemasaran. Potensi pertanian lain yaitu berupa kebun karet yang
dibiarkan menjadi hutan karena PT. Yudefo yang tadinya mengelola karet
sudah tutup. Rendahnya penghasilan masyarakat dari menjual hasil pertanian
mendorong masyarakat untuk menjual kayu dengan meminta bantuan pihak
gereja untuk diolah menjadi balok atau papan. Hasilnya tidak memuaskan
masyarakat karena pihak gereja tidak punya dana untuk membayar tunai jadi
harus menunggu kayu laku dijual.
Kebutuhan makanan pokok masih sangat cukup karena dusun sagu masih baik
dan pisang atau umbi-umbian yang ditanam hasilnya tidak habis dimakan.
Permasalahan utama akibat rendahnya pendapatan adalah pemenuhan
kebutuhan konsumtif terhadap barang yang harus dibeli tidak terpenuhi.
Bantuan usaha pengembangan ekonomi tidak pernah ada baik adari
pemerintah maupun NGO, baik dalam bentuk barang maupun pelatihanpelatihan.
Tingkat pendidikan masyarakat umumnya masih sangat rendah, sebagian
besar hanya taman SD dan sedikit orang yang tamat SMP. Khususnya
perempuan tingkat pendidikannya lebih rendah dari kaum laki-laki dan banyak
yang tidak sekolah. Ada anggapan dalam masyarakat bahwa kaum perempuan
harus lebih rendah pedidikannya dari kaum laki-laki. Untuk mengatasi
rendahnya pendidikan anak, pihak Misionaris menerapkan pola asrama bagi
anak yang melanjut ke SLTP atau SLTA di kota Kabupaten. Kendala utama
adalah pihak orang tua tidak mampu membiaya anaknya di asrama sementara
pihak gerja juga tidak memiliki dana khusus untuk membiaya anak sekolah.
Keterampilan masyarakat juga sangat rendah karena belum adanya perhatian
pihak pemerintah maupun NGO khususnya dalam upaya peningkatan SDM
masyarakat.
Akses kelembagaan pemerintah pada kampung Obaa masih sangat terbatas,
walaupun dekat dengan ibukota Kabupaten. Akses pendidikan berupa SD,
SMP berjalan baik dan lancar semuanya dari YPPK (Yayasan Pendidikan
Persekolahan Katholik), fasilitas/sarana serta guru ada dan cukup memadai..
Akses kesehatan hanya ada di ibu kota Kabupaten dan kesadaran masyarakat
berobat juga masih sangat terbatas.
Umumnya masyarakat masih
menggunakan obat-obat tradisional dan jasa dukun kampung. Kegiatan geraja
sangat aktif baik dalam pelayanan agama maupun pelayanan organisasi.

17
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Aspirasi dan kebutuhan mendesak bagi masyarakat adalah akses pasar yang
dekat dengan kampung atau transportasi udara, kapal dan darat yang baik
sehingga hasil-hasil dapat dipasarkan keluar; sarana prasarana air bersih;
bangunan perumahan rakyat, sekolah-sekolah keterampilan (pertukangan) dan
penyuluhan berbagai bidang terutama HIV/Aids baik dari pemerintah maupun
yayasan.
Kampung Muin; didirikan pada tahun 1920 oleh masyarakat yang berpindah
dalam rombongan besar.
Masuknya Misionaris (Katholik) merubah
masyarakat dari mengayau menjadi percaya Tuhan dan tinggal menetap.
Selain ajaran agama juga dibuka sekolah dan diajarkan keterampilan pertanian
pada masyarakat. Pemerintah masuk pada tahun 1970 membentuk desa dan
membangun sekolah-sekolah. Pada tahun 1978 melalui bantuan Bangdes
(pembangunan desa) masyarakat mendapatkan alat-alat pertanian dan bibitbibit tanaman.
Jarak kampung ke ibu kota kabupaten sekitar 20 Km dapat ditempuh dengan
jalan darat menggunakan kenderaan roda dua, sedangkan ke Distrik harus
melalui rawa dengan menggunakan perahu dayung. Secara umum wilayah
kampung merupakan daerah rawa dan lahan gambut, tipe hutannya merupakan
hutan hujan tripis yang sangat kaya dengan berbagai keragaman habitat.
Perumahan masyarakat dibuat dengan bahan-bahan lokal yang ada, konstruksi
kayu dengan dinding gaba-gana dan beratap daun sagu. Sumber air bersih
diperoleh dari galian di pinggir rawa yang tergenang bila musim hujan dan
musim kering rasanya agak payau.
Potensi sumber daya alam masih cukup berlimpah terutama potensi hasil hutan
berupa kayu pertukangan yang memiliki nilai jual tinggi (kayu besi, kayu cina,
linggua,bintanggur, mersawa dan lain-lain). Pemanfaatan kayu dilakukan
sebatas pemenuhan kebutuhan dan dijual pada pasaran lokal. Hasil hutan non
kayu juga cukup banyak seperti damar, kulit lawang dan masoi tetapi belum
dimanfaatkan. Hasil kali berupa ikan, udang dan lain-lain dimanfaatkan hanya
untuk kebutuhan konsumtif karena tidak ada pemasaran.
Mata pencaharian utama masyarakat adalah memanfaatkan hasil hutan dan
hasil pertanian yang dijual di pasar lokal (Ibu kota Kabupaten). Hasil yang
dipasarkan sangat terbatas karena tidak ada pedagang sehingga penghasilan
masyarakat sangat rendah. Rendahnya penghasilan masyarakat mengakibatkan
pemenuhan kebutuhan konsumtif sehari-hari dalam keluarga kurang terpenuhi.
Kebutuhan makanan pokok masih sangat cukup karena dusun sagu masih baik
dan pisang atau umbi-umbian yang ditanam hasilnya tidak habis dimakan.
Pembangunan ekonomi masyarakat oleh pemerintah maupun yayasan belum
pernah ada.

18
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Tingkat pendidikan masyarakat sangat rendah, terbatas tamat SD dan anak


usia sekolah juga banyak tidak sekolah. Permasalahannya sekolah tidak aktif
(tenaga guru tidak ada dan fasilitas/prasana sekolah terbatas. Kesempatan
untuk melanjutkan sekolah pada tempat lain sangat terbatas karena tidak ada
biaya dan dukungan orang tua.. Keterampilan masyarakat juga sangat rendah
karena belum adanya perhatian pihak pemerintah maupun NGO khususnya
dalam upaya peningkatan SDM masyarakat.
Kelembagaan pemerintah kampung cukup aktif dalam melayani masyarakat,
tetapi tidak ditunjang dengan dana oprasinal yang memadai dan keterampilan
sehubungan dengan perencanaan pembangunan di kampung. LMA cukup aktif
terutama dalam menangani permasalahan adat dan perselisihan dikampung
akibat hak tanah adat. Akses kesehatan terbatas, ada Pustu (Puskesmas
pembantu) tapi tidak ada petugas. Masyarakat berobat ke ibu kota Kabupaten
denganmengunakan perahu dayung. Kegiatan geraja sangat aktif baik dalam
pelayanan agama maupun pelayanan organisasi.
Aspirasi dan kebutuhan mendesak bagi masyarakat adalah bantuan bangunan
perumahan; sarana transportasi laut yang memadai; harga pasar yang stabil;
pembangunan sekolah-sekolah kejuruan (pertanian, pertukangan dan mesin);
kebutuhan tenaga guru dan penyuluhan dari pemerintah maupun yayasan
untuk meningkatkan keterampilan.
Kampung Mur; jarak kampung dengan kota Kabupaten kurang lebih 45 Km
yang dapat ditempuh dengan kenderaan roda dua sekitar 1-2 jam, melalui
sungai dengan kapal 6-8 jam. Jarak ke ibukota Distrik tidak jauh karena
bersebelahan. Sumber air bersih cukup baik berupa sumur dalam dan dimiliki
setiap rumah. Perumahan masyarakat dibuat dengan bahan-bahan lokal yang
ada, konstruksi kayu dengan dinding gaba-gaba dan beratap daun sagu.
Potensi sumber daya alam masih masih cukup baik, terutama hasil hutan sudah
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Hasil kayu seperti linggua, kayu
dayung bintanggur, kayu besi dan kayu cina sudah diolah jadi papan dan
dipasarkan secara lokal maupun keluar (ke Merauke). Hasil buruan dan ikan
dari rawa dimanfaatkan terbatas untuk kebutuhan konsumtif.
Makanan pokok masyarakat adalah sagu yang diperoleh dari dusun alam dan
makanan tambahan berupa pisang dan umbi-umbian yang ditanam disekitar
pekarangan dan beras yang dibeli dari pedagang. Penanaman tanaman
pertanian berupa sayur-sayuran jagung dan rica dilakukan untuk konsumtif
dan dipasarkan di kampung.
Mata pencaharian masyarakat adalah menjual kayu olahan, mejual hasil laut
ikan (kakap dan kuru), gelembung, sirip, kulit buaya dan ikan asin. Penjualan
dilakukan pada pedagang yang datang tapi tidak menetap. Potensi pertanian
lain yaitu berupa kebun karet yang dibiarkan menjadi hutan karena PT.
Yudefo yang tadinya mengelola karet sudah tutup. Rendahnya penghasilan

19
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

masyarakat dari menjual hasil pertanian mendorong masyarakat untuk menjual


kayu dengan meminta bantuan pihak gereja untuk diolah menjadi balok atau
papan. Hasilnya tidak memuaskan masyarakat karena pihak gereja tidak
punya dana untuk membayar tunai jadi harus menunggu kayu laku dijual.
Tingkat pendidikan masyarakat umumnya masih sangat rendah, karena
kurangnya kesadaran dan dukungan motivasi dari orang tua. Keterampilan
masyarakat juga sangat rendah karena belum adanya perhatian pihak
pemerintah maupun NGO khususnya dalam upaya peningkatan SDM
masyarakat.
Kelembagaan yang memberikan akses pelayanan yang baik pada masyarakat
antara lain; gereja dan puskesmas cukup aktif dan berjalan baik (Petugas ada
dan sarana prasarana memadai). Khusus aspek pendidikan, sarana-prasarana
SD-SMP cukup memadai, guru ada tetapi kurang aktif sehingga kegiatan
belajar sering tidak berlangsung. LMA cukup aktif dalam menjalankan
perannya sebagai pengayom masyarakat dan menegakkan aturan adat.
Petugas PPL baru datang 2 kali selanjutnya tidak pernah datang sehingga
pelayanan pembangunan bidang pertanian tidak berkembang.
Aspirasi dan kebutuhan mendesak bagi masyarakat adalah akses pasar bagi
tanaman pertanian; peningkatan mutu pendidikan; pelatihan keterampilan bagi
masyarakat dan pengembangan usaha perikanan karena selama ini lebih
dikuasai pemilik modal yang datang dari luar.
Kampung Sumur Aman; penduduk berjumlah 272 jiwa (172 KK, laki-laki =
141, Perempuan = 242) merupakan kampung masyarakat suku Asmat yang
pindah pada tahun 1920. Masyarakat suku Yaghai sudah mengakui dan
mensahkan secara adat sehingga diberi hak tinggal dan hidup, mereka disebut
Yagmat (Yaghai Asmat). Kampung sumur aman merupakan pesisir pantai
sehingga satu-satunya hubungan adalah sarana air berupa long boat atau
perahu dayung. Sumber air satu-satunya adalah sumur umum yang dibuat
oleh pihak gereja tetapi musim kemarau air kurang baik maka masyarakat
mengambil air dari dusun sagu yang cukup jauh. Pola kehidupan masyarakat
masih mengikuti budaya suku Asmat, Jew (Jew= rumah bujang, sebagai
tempat berkumpul dan bermusyawarah dalam memecahkan masalah maupun
merencanakan dan memutuskan sesuatu sehubungan dengan kehidupan
masyarakat di kampung) masih dipertahankan, mengukir masih dilakukan
tetapi mereka juga sangat menghargai budaya masyarakat setempat. Potensi
sumber daya alam berupa hasil laut cukup berlimpah tetapi belum dikelola
secara optimal. Potensi hutan berupa kayu hanya dimanfaatkan untuk
kebutuhan pribadi, sedangkan binatang buruan berupa babi dan rusa
dimanfatakan dan sebagian dijual. Makanan poko masyarakat berupa sagu
dan makanan tamabahan berupa beras, pisang dan umbi-umbian yang ditanam
disekitar kampung. Tanaman pertanian lain juga ditanam seperti jenis-jenis
sayuran untuk kebutuhan konsumtif.

20
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai nelayan tetapi hasilnya


kurang memadai karena tidak memiliki peralatan tangkap dan keterampilan
yang memadai. Harga penjualan ikan juga sangat tergantung dari ketentuan
pedagang dan biasanya cukup rendah, kadang-kadang hanya ditukar dengan
barang seperti gula, kopi dan beras. Tingkat pendidikan dan keterampilan
masyarakat sangat rendah. Kesadaran dan motivasi sekolah belum tumbuh
baik dari anak maupun orang tua. Upaya peningkatan keterampilan dari
pemerintah maupun pihak swasta belum pernah ada.
Akses kelembagaan yang aktif melayani masyarakat antara lain pihak gereja
(Khatolik) yang juga banyak berperan dalam pengembangan wawasan serta
keterampilan masyarakat, pelayanan kesehatan juga aktif walau kesadaran
berobat bagi masyarakat sangat rendah, sekolah tingkat SD juga aktif, kegiatan
belajar mengajar berjalan dengan baik dengan adanya 5 orang guru, tetapi
banyak anak usia sekolah yang tidak mau sekolah. Umumnya setelah tamat
SD tidak melanjutkan sekolah karena kurangnya dukungan motivasi orang tua
dan anak tersebut..
3. Kabupaten Asmat
a) Keadaan Umum; Kabupaten Asmat merupakan kabupaten pemekaran baru
(tahun 2000), luas wilayahnya 23.746 KM. atau 5,63% dari luas wilayah
Propinsi Papua. Keadaan topografi umumnya datar dan berawa dengan
kemiringan 0-8% dari bagian pantai ke bagian Utara. Secara administrasi,
wilayah Kabupaten Asmat terdiri dari 7 Distrik dan 139 Kampung dengan
jumlah penduduk 67.390 jiwa. Akses transportasi ke Kabupaten Asmat
dapat ditempuh dengan menggunakan pesawat udara (Twin Otter/Cessna) dari
Merauke/Timika atau kapal laut (kapal perintis) dari Merauke. Hampir
seluruh pemukiman penduduk di Kabupaten Asmat merupakan daerah pasang
surut dan rawa gambut sehingga seluruh aktifitas kehidupan di atas rumah
panggung dan jalan/jembatanyang terbuat dari kayu.
b) Budaya dan Pola Kehidupan: masyarakat adat berasal dari suku Asmat yang
terdiri dari 12 Far (Forum Adat Rumpun) yaitu Joerat,Bismam.Siamai.
Kenok. Safan,Becembub, Yomagau, Emari Ducur, Kaimo, Tomor dan
Jupmakjain. Rumpun dibagi berdasarkan wilayah tanah adat, kesamaan
bahasa, batas daerah mencari makan/dusun, garis keturunan/marga, asal usul
marga, wilayah kekuasaan dari jaman pengayaun yang diwariskan pada
keturunan laki-laki/marganya. Secara budaya dan adat istiadat kepemilikan
hak ulayat tanah adat diatur berdasarkan marga yang diwariskan kepada anak
laki-laki. Sistim perkawinan masyarakat dilakukan dengan sistim/cara adat
dan kawin campur antara suku/marga.
Warisan budaya mengukir merupakan bagian dari kehidupan masyarakat
Asmat yang masih tetap dipertahankan terutama kaum pria. Kegiatan
mengukir merupakan ekspresi emosional, inspirasi dan interaksi kehidupan
manusia dan alam sekitarnya. Bagi kaum perempuan kegiatan mengayam

21
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

merupakan keterampilan budaya yang masih dipertahankan. Hasil anyaman


seperti tikar pandan (Tapin), tas, keranjang dan hiasan-hiasan pakaian
adatdigunakan dalam keperluansehari-hari dan dijual sebagai tambahan
penghasilan.
Pesta Budaya seperti pesta patung, pesta topeng, pesta perahu dan pesta ulat
sagu masih rutin dirayakan oleh masyarakat dan biasanya pada bulan Oktober
dan dilakukan secara besar-besaran. Pesta Patung Bis (Bispokombi) yaitu
pesta mengukir patung Bis yang dilakukan bersama-sama di JEW atau JE
bersamaan dengan pesta ulat sagu. Pesta ini lebih bermakna sebagai tradisi
pembinaan generasi muda menuju kedewasaan dan pengajaran menjadi
manusia Asmat (Asmat Ipits/Caut). Budaya leluhur suku Asmat mewariskan
suatu pengertian bahwa dunia ini terdiri dari tiga lapis yaitu Asmat ow
Capinmi (alam kehidupan sekarang); Dampu ow Capinmi (alam
persinggahan roh yang sudah meninggal); dan Safar (surga). Dari
pengertian ini diyakini bahwa agar roh seseorang masuk ke dalam surga maka
keluarganya harus mengukir patung dan melakukan pesta/ritual adat.
Nilai budaya yang sangat menarik dan masih dipertahankan adalah JEW
atau JE (rumah bujang/rumah panjang) yang merupakan tempat untuk
membicarakan program pembangunan kampung, pesta budaya, perkawinan
dimana seluruh elemen masyarakat hadir untuk membicarakan, menyepakati
dan memutuskannya. Azas demokrasi dalam kehidupan asyarakat asmat
masih sangat kuat dan dipertahankan. JEW/JE merupakan tempat tinggal
bagi kaum muda laki-laki dan kaum tua-tua sebagai tempat untuk belajar
menjalankan kehidupan sehari-hari serta tempat belajar budaya, ukiran dan
norma-norma adat.
Pola kehidupan sehari-hari masyarakat didominasi oleh aktifitas
memanfaatkan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan (Peramu) dan
mengukir/menganyam. Aktifitas memanfaatkan sumber daya alam dikenal
dengan istilah Pokomber (mencari makan di dusun dalam jangka waktu 1-2
hari) dan Usi (mencari makan dalam jangka waktu 1 minggu 3 bulan).
Dilakukan secara bersama-sama dalam beberapa kelompok keluarga dengan
mendirikan rumah sementara (Bevak/Isi Cem).
Untuk melihat lebih jauh tentang prikehidupan berkelanjutan pada masyarakat
di kabupaten Asmat, dilakukan survey pada 4 lokasi kampung. Penentuan
lokasi kampung didasarkan pertimbangan posisi gegografis (pesisir pantai dan
pedalaman); Akses dengan pusat-pusat keramaian (ibukota kabupaten dan
Distrik). Berdasarkan pertimbangan ini, lokasi survey di tentukan pada 4
kampung yaitu Syuru, Yamas, Erma dan Buetkuar. Hasil survey yang
dilakukan dijabarkan sebagai berikut:

22
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

C. Profil Kampung
Kampung Syuru; didirikan oleh masyarakat rumpun Bismam atas inisitif
sendiri untuk menghindari perselisihan karena masalah perempuan yang sering
terjadi akibat perang antar sub suku. Kampung Syuru berdekatan dengan
Ibukota Distrik/Ibukota Kabupaten (Agats) yang dapat ditempuh dengan
berjalan kaki 10 15 menit melalui jalan jembatan kayu. Jumlah
penduduknya sebanyak 237 KK dengan ratio jumlah laki-laki sebanyak 614
jiwa dan perempuan sebanyak 607 jiwa. Kondisi perumahan masyarakat pada
umumnya sederhana terbuat dari kayu buah, berdinding gaba-gaba/kulit
papan, beratap rumbia dan sebagian sudah rusak berat, di dalam satu rumah
biasanya dihuni lebih dari satu keluarga.
Potensi sumberdaya alam berupa hasil hutan terutama kayu bahan bangunan
(Kayu besi, kayu Merah) yang sudah berkurang akibat pemanfaatan yang
berlebihan. Hasil hutan non kayu berupa binatang buruan (babi, kasuari dan
buaya) dimanfaatkan untuk dikonsumtif sendiri dan dijual bila ada pembeli.
Potensi sumber daya laut masih sangat kaya seperti jenis-jenis ikan, kepiting
dan udang dimanfaatkan terbatas konsumtif dan dijual di pasar lokal. Makanan
pokok adalah sagu yang diperoleh dari dusun alam warisan generasi
sebelumnya dan pisang serta umbi-umbian yang dikelola secara pertanian
tradisional pada wilayah dusun.
Mata pencaharian utama masyarakat adalah menjual kayu dan hasil laut (ikan
kepiting, udang dan lain-lain) serta hasil ukiran. Pendapatan dari hasil usaha
ekonomi yang dilakukan sangat terbatas karena kurangnya pemasaran, yang
ada hanya pasaran lokal. Pengembangan usaha pertanian sulit dilakukan
karena tidak tersedianya lahan kering.
Untuk kebutuhan konsumtif,
masyarakat menanam dibak-bak papan atau perahu bekas dengan mengambil
tanah dari hutan. Hasilnya kurang memuaskan karena pertumbuhan tanaman
kurang baik.
Program pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah maupun NGO khususnya
tentang pengembangan usaha ekonomi baik hasil laut maupun pertanian belum
ada. Bantuan pengembangan usaha ekonomi dan pembinaan langsung pada
masyarakat baru dilakukan oleh Yayasan Almamater. Pengembangan peogram
dan pembinaan terbatas pada pemberian bantuan dana sebesar 14 juta sebagai
modal usaha ukiran dengan pola pengembangan sanggar serta pelatihan
manajemen usaha dan keuangan bagi anggota pengurus sanggar.
Tingkat pedidikan masyarakat juga masih sangat rendah, motivasi orang tua
menyekolahkan anak pada tingkat lanjut sangat rendah dan kurangnya
dukungan biaya. Keterampilan masyarakat dalam pengembangan kegiatan
usaha masih sangat terbatas karena kurangnya perhatian pemerintah maupun
NGO. Pelatihan peningkatan SDM telah dilakukan khususnya pada kaum
perempuan melalui program PKK dan Akat Cepes tetapi tidak ditindak lanjuti
dalam bentuk kegiatan operasinal dilapangan sehingga tidak berkembang.

23
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Akat Cepesadalah lembaga NGO lokal merupakan forum musyawarah


kaum perempuan yang khusus didirikan untuk meningkatkan pemberdayaan
kaum perempauan Asmat. (Akat Cepes bahasa suku Asmat yang artinya
perempuan sejati). Kelembagaan Akat Cepes masih sangat terbatas baik
secara kapasitas operasional kelembagaan maupun SDM personalnya.
Kelembagaan pemerintahan Kampung memiliki aparat yang cukup aktif tetapi
tidak ditunjang dengan sarana-prasarana yang memadai dan dana operasional.
Kantor tidak ada dan perencanaan dan pelaksanaan program tidak berjalan
karena dana desa sudah tidak ada. Lembaga pendidikan berupa SD dan SMP
ada dan aktif tetapi banyak masyarakat tidak mampu menyekolahkan anaknya.
Pelayanan kesehatan aktif karena ada Pustu (Puskesmas Pembantu), tetapi
kesadaran berobat masyarakat kurang dan tidak punya uang beli obat.
Lembaga adat (LMAA) cukup aktif secara operasional khususnya dalam
menangani permasalahan konflik hak ulayat dan hal-hal yang berhubungan
dengan adat dan budaya. Permasalahan yang utama dalam LMAA saat ini
kurangnya biaya operasional dan personal pengurus karena sebagian pengurus
sudah masuk pegawai. Lembaga penguatan perempuan (Akat Cepes) cukup
aktif tetapi kurang produktif karena terbatasnya dana dan SDM personal
lembaga. KOMPAD (Komisi penanggulangan Aids daerah) merupakan
jaringan KIE yang dibentuk dan difasilitasi Almamater sudah tidak jalan,
karena tidak ada dana dan tenaga professional yang mengkoordinir. Saranaprasarana air minum sangat terbatas sehingga menyulitkan pada musim
kemarau. Bantuan pemerintah berupa bak-bak penampungan air tidak dibagi
adil sehingga menimbukan kecemburuan sosial dan sebagian besar sarana
dirusak masyarakat dengan kampak. Sarana listrik sudah ada tapi belum
masuk kerumah masyarakat karena tidak ada biaya penyambungan dan
pembayaran tanggungan per bulan.
Berdasarkan hasil studi, kondisi kehidupan masyarakat cukup memprihatinkan
dan sangat berbeda dengan kehidupan pendatang yang ada. Secara ekonomi,
kehidupan masyarakat hanya tergantung dari ketersediaan sumber daya alam
yang dimanfaatkan untuk konsumtif dan dijual secara lokal yang hasilnya
sangat terbatas. Tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah sehingga tidak
mencukupi bagi pemenuhan kebutuhan konsumtif yang terus bergeser sesuai
perkembangan yang masuk. (kampung Syuru adalah bagian dari ibu kota
Kabupaten Asmat dan merupakan pinggiran kota Agats)
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang mendesak adalah bantuan saranaprasarana air minum yang memadai dan subsidi untuk pemasangan dan biaya
listrik. Hal lain yang diharapkan masyarakat adalah sarana pemasaran hasil
dan pengembangan program untuk peningkatan usaha ekonomi produktif baik
untuk pengelolaan sumber daya alam maupun program pertanian dari
pemerintah dan pendampingan dari NGO. Pelatiahan-pelatihan peningkatan
keterampilan juga sangat diharapkan khusnya bagi kaum perempuan.

24
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Kampung Yamas ; didirikan oleh Pemerintah Belanda (1953) untuk


menghindari terjadinya perang suku dengan masyarakat dari Mimika.
Masyarakat adalah suku Asmat dari FAR Jourat, pendatang yang ada hanya
beberapa orang sebagai pegawai pemerintahan atau pedagang. Kampung
Yamas merupakan kampung yang terletak dipesisir pantai dan mewakili
pemukiman yang tingkat homogenitasnya tinggi. Dari Ibukota Kabupaten
(Agats) kampung Yamas dapat ditempuh dengan menggunakan
speedboat/longboat selama 1 jam 1,5 jam, sedangkan dari Ibukota Distrik
(Pos-Erma) ditempuh selama 1,5 3 jam. Kondisi tofografi kampung
adalah 100 % datar dan tanah lumpur yang sangat dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Jumlah penduduk sebanyak 126 KK dengan jumlah laki-laki =
176 jiwa dan perempuan = 213 jiwa.
Sarana dan prasarana umum sangat terbatas dan kondisinya rusak parah seperti
kantor Kampung dan jalan/jembatan didalam kampung yang telah dibangun
sejak tahun 1995 dan sampai sekarang belum direhabilitasi. Sumber air bersih
hanya mengandalkan air hujan dan mendapat bantuan berupa bak 8 unit
(bantuan pemerintah) sehingga tidak mencukupi khususnya dimusim kemarau.
Kondisi perumahan masyarakat sangat sederhana terbuat dari kayu buah,
berdinding gaba-gaba/kulit kayu, beratap rumbia dan sebagian sudah rusak
berat, di dalam satu rumah biasanya dihuni lebih dari satu keluarga. Sarana
transportasi yang dilmiki masyarakat hanya perahu dayung yang digunakan
untuk menjangkau ke kota Kabupaten maupun Distrik. Waktu tempuh 2-3
hari perjalanan dengan mengikuti arus pasang surut. Transportasi berupa
speed boat hanya dimiliki para pedagang dan pegawai pemerintah.
Potensi sumber daya alam berupa hasil hutan dan hasil laut sangat kaya tetapi
sampai saat ini belum dikelola secara optimal karena tidak adanya pasaran.
Pemanfaatan hasil hutan berupa kayu pertukangan tadinya menjadi sumber
penghasilan karena ada HPH yang membeli kayu tebangan rakyat. Tetapi
sekarang tidak ada jadi dimanfaatkan untuk pemakaian sendiri atau pesanan
dari kontraktor yang membangun kampung. Hasil laut berupa ikan, udang
juga hanya dimanfaatkan untuk konsumtif karena tidak ada pasar untuk dijual
dan keterampilan serta sarana-prasaran tangkap milik masyarakat juga sangat
terbatas. Pemenuhan konsumtif makanan pokok didapatkan dari hasil
menokok sagu dan melakukan kegiatan pertanian tradisional dengan menanam
pisang dan umbi-umbian. Hasil tanaman pertanian lain seperti kelapa cukup
banyak tetapi hanya dikonsumtif karena tidak ada pasar untuk menjual atau
tidak ada pedagang yang datang.
Mata pencaharian masyarakat saat ini hanya terbatas menjual hasil ukiran
dan buat perahu kalau ada yang pesan. Penghasilan yang sangat rendah ini
mengakibatkan masyarakat tidak dapat berbuat apa-apa, pembangunan
kampung hanya menunggu bantuan pemerintah atau pihak swata. Dampak
yang paling dirasakan masyarakat saat ini adalah tidak terpenuhinya
kebutuhan konsumtif yang harus dibeli sehingga makanan sehari-hari cukup

25
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

dari hasil alam yang ada. Kebutuhan barang-barang konsumtif luar meningkat
setelah masyarakat mendapatkan penghasilan sewaktu adanya HPH. Untuk
meningkatkan penghasilan, sebagian masyarakat bekeja pada proyek
pembangunan di Kabupaten karena sejak ada HPH masyarakat sudah dilatih
tentang pertukangan.
Tingkat pendidikan masyarakat juga masih sangat rendah umumnya hanya
tamat SD dan saat ini generasi usia sekolah juga hanya terbatas sampai SD
karena untuk melanjut pada daerah lain tidak ada dukungan biaya.
Keterampilan masyarakat juga masih sangat rendah karena belum banyak
kegiatan pelatihan keterampilan oleh Pemerintah maupun NGO, ada tetapi
tidak berkelanjutan. Kegiatan pelatihan yang pernah dilakukan adalah
keterampilan pertukangan. (HPH Bina Desa) dan Keterampilan Manajemen
organisasi dan Rumah Tangga, Kerajinan Anyaman dan Pertanian (WKRI
cabang Agats). Hasilnya belum memberikan dampak bagi perubahan
ekonomi masyarakat karena tidak ada kelanjutannya.
Kelembagaan pemerintahan kampung aparatnya cukup aktif tetapi tidak
ditunjang dengan bantuan dana operasional dan bantuan proyek-proyek
pembangunan dari Distrik maupun Kabupaten. Lembaga pendidikan berupa
SD berjalan aktif karena guru sudah ada dan menetap dikampung walaupun
jumlahnya tidak mencukupi. Pelayanan kesehatan juga aktif, sarana Pustu
(Puskesmas Pembantu) dan tenaga medis (Bidan) tetapi kesadaran dan biaya
berobat rendah. Lembaga adat (Lembaga musyawarah adat asmat) di
kampung Yamas diwakili oleh Lembaga adat rumpun Joerat yang aktifitasnya
cukup berjalan dengan baik tetapi tidak ditunjang dengan dana oprasional
yang memadai.
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang mendesak adalah sarana transportasi
umum berupa taksi air, bak penampung air hujan, perbaikan sarana jalan
jembatan dalam kampung, perbaikan dan peningkatan sarana/prasarana
sekolah dan Pustu serta perumahan masyarakat.
Masyarakat juga
mengharapkan adanya perhatian pemerintah maupun NGO untuk
meningkatkan kegiatan perekonomian (khususnya program pengembangan
produktifitas usaha pengelolaan sumberdaya alam) dan SDM masyarakat
melalui pelatihan-pelatihan dan pembinaan yang baik.
Kampung Erma; masyarakat berasal dari rumpun Kenok dengan inisiatif
sendiri mendirikan kampung Erma sejak tahun 1930an yang dipelopori oleh
dua keluarga yaitu Windepok dan Tenemu. Kampung Erma ke Pusat Distrik
hanya dipisahkan oleh sungai Pii, dapat ditempuh dengan perahu dayung
selama 5-10 menit, sedangkan ke Ibukota Kabupaten (Agats) dapat
ditempuh dengan menggunakan speedboat/longboat yang ditempuh selama
1,5 2,5 jam. Kondisi fisik geografis daerah umumnya tanah rawa gambut
yang terendam terutama pada musim hujan. Jumlah penduduk sebanyak 572
KK, laki-laki sebanyak 783 jiwa dan perempuan sebanyak 739 jiwa. Sarana

26
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

dan prasarana umum berupa jalan/jembatan dalam kampung sudah rusak dan
masih diperbaiki (bantuan Pemerintah)
Sumber air bersih selain
mengandalkan air hujan, masyarakat juga memanfaatkan air sungai Pii.
Kondisi perumahan masyarakat pada umumnya terbuat dari kayu buah,
berdinding gaba-gaba/kulit kayu, beratap rumbia dan sebagian sudah rusak, di
dalam satu rumah biasanya dihuni lebih dari satu keluarga.
Potensi sumber daya alam berupa hasil hutan maupun hasil kali masih cukup
banyak tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal karena tidak ada pasar.
Makanan pokok adalah sagu yang diambil dari dusun-dusun alam warisan
generasi sebelumnya. Makanan tambahan berupa pisang dan umbi-umbian
yang ditanam didusun secara tradisional dan dimanfaatkan untuk pemenuhan
kebutuhan konsumtif sehari-hari.
Hasil hutan non kayu seperti binatang
buruan (babi, kuskus dan burung) dimanfaatkan hanya untuk konsumtif atau
dijual bila ada pedagang yang beli. Hasil sumberdaya perairan sangat terbatas
berupa udang dan ikan duri dimanfaatkan hanya untuk kebutuhan konsumtif
dan dijual bila hasilnya cukup. Motivasi masyarakat untuk melakukan
kegiatan pertanian cukup tinggi tetapi keterampilan dan bibit yang dimiliki
sangat terbatas. Beberapa keluarga telah mencoba menanam tanaman buahbuahan seperti sukun, nangka dan salak tetapi belum produktif.
Tingkat pendidikan sangat rendah masih banyak masyarakat yang tidak tahu
baca tulis. Sebagian besar generasi muda hanya sampai tamat SD karena mau
melanjut tidak ada biaya. Keterampilan masyarakat sangat rendah, program
peningkatan keterampilan masyarakat dari Pemerintah maupun NGO belum
pernah ada. Khususnya kaum perempuan, keterampilan dan wawasannya
sangat rendah sehingga dalam setiap pertemuan umum tidak ada perempuan
yang mau ikut dan terlibat.
Kelembagaan pemerintahan kampung aparatnya cukup aktif dalam melayani
masyarakat maupun memfasilitasi tamu yang datang, tetapi tidak ditunjang
dengan bantuan dana operasional sehingga pembangunan kampung tidak
berkembang. Lembaga pendidikan berupa SD tidak berjalan karena tidak ada
guru dan terbatasnya sarana prasarana. Pelayanan kesehatan di kampung tidak
ada tetapi masyarakat diharapkan ke ibukota Distrik yang jaraknya tidak jauh.
Lembaga adat (Lembaga musyawarah adat asmat) di kampung Erma diwakili
oleh FAR (Forum Adat Rumpun) Kenok, aktifitasnya cukup berjalan terutama
dalam menyelesaikan masalah-maslah yang berhubungan dengan budaya dan
aturan adat dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan PPL Kehutanan sangat
membantu masyarakat dalam usaha pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
alam hutan, karena petugas tersebut melayani, membantu, membina dan
mendampingi masyarakat dengan baik serta telah menyatu dengan kehidupan
masyarakat pada semua kampung di Distrik Sawaerma.

27
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang mendesak adalah sarana transportasi


umum berupa taksi air, bak penampung air hujan, dan peningkatan
sarana/prasarana sekolah dan Pustu. Masyarakat juga mengharapkan adanya
perhatian pemerintah maupun NGO untuk meningkatkan kegiatan
perekonomian (khususnya program pengembangan produktifitas usaha
pengelolaan sumberdaya alam dan pertanian) dan SDM masyarakat melalui
pelatihan-pelatihan dan pembinaan yang baik.
Kampung Buetkuar; didirikan oleh masyarakat rumpun Simai dari dua marga
yaitu Menet dan Bairim. Kondisi fisik tofografi daerah merupakan hutan hujan
dengan tanah rawa gambut. Letak Kampung Buetkuar sangat terisolir, dengan
menggunakan speedboat/longboat selama 510 jam perjalanan Agats dan 38 jam ke ibukota Distrik (Ayam). Pengembangan program pembangunan dan
kunjungan pemerintah sangat jarang. Jumlah penduduk 60 KK, laki-laki
sebanyak 124 jiwa dan perempuan sebanyak 104 jiwa. Pendatang yang ada
dari suku Bugis-Makassar, Jawa dan NTB yang berprofesi sebagai pedagang
yang telah 7 tahun hidup berdampingan dengan masyarakat. Sarana
prasarana kampung sangat terbatas dan dalam kondisi rusak parah kecuali
ruang sekolah 2 kelas yang baru diperbaiki Sumber air bersih/tawar selain
mengandalkan air hujan, masyarakat juga memanfaatkan air sungai Itim dan
sungai Serep. Perumahan masyarakat pada umumnya terbuat dari kayu buah,
berdinding gaba-gaba/kulit kayu, beratap rumbia dan sebagian sudah rusak
berat, di dalam satu rumah biasanya dihuni lebih dari satu keluarga.
Potensi Sumberdaya Alam berupa hasil hutan cukup berlimpah seperti jenisjenis kayu pertukangan yang berkualitas (kayu besi, kayu merah, kayu matoa
dan lain-lain) dan hasil hutan non kayu seperti rotan dan buah matoa sangat
banyak tetapi tidak dimanfaatkan karena tidak ada pasar. Hasil kali berupa
ikan arwana, kakap batu, gurami dan kura-kura moncong babi belum
dimanfaatkan untuk tujuan komersial. Hasil buruan seperti babi, mambruk dan
kasuari dan hasil kali dimanfaatkan sebatas konsumtif keluarga atau dibarter
dengan gula, kopi dan rokok dengan pedagang.
Hasil hutan yang sudah dimanfaatkan terutama adalah kayu gaharu,
perdagangannya sudah berlangsung sejak tahun 1999, dan menjadi satusatunya sumber penghasilan keluarga. Usaha pemanfaatan gaharu yang
harganya sangat tinggi mengakibatkan perubahan prilaku dan konsumtif
masyarakat. Makanan pokok sagu, pisang dan umbi-umbian mulai bergeser
pada konsumtif beras, dan berbagai makanan kaleng. Uang yang tersedia
dengan jumlah yang sangat besar (10-50 juta) dan keterbatasan pengetahuan
mengakibatkan masyarakat lebih cendrung memilih hidup berfoya-foya.
Penghasilan penjualan gaharu digunakan sampai habis untuk membeli apa
yang meraka inginkan dan yang disediakan oleh para pedagang.
Ketergantungan terhadap usaha mencari gaharu sangat tinggi dan
mendominasi semua aktifitas kegiatan sehari-hari.

28
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Permasalahan utama adalah setelah hasil usaha gaharu menurun, masyarakat


mulai hidup tertekan karena kebiasaan konsumtif sudah tidak terpenuhi.
Untuk itu, masyarakat masih terus melakukan kegiatan pencarian walaupun
hasilnya sudah sangat terbatas.
Tingkat pendidikan masyarakat sangat rendah, sebagian besar tidak tahu baca
tulis dan menghitung. Motivasi sekolah bagi generasi muda sangat rendah dan
dukungan orang tua juga tidak ada. Keterampilan masyarakat juga masih
sangat rendah karena kegiatan pembangunan di kampung dan kunjungan
pemerintah sangat terbatas. Pembinaan oleh NGO pertama kali dilakukan
Almamater pada tahun 2003-2004, berupa kegiatan survey potensi gaharu dan
tingkat ketergantungan masyarakat. Bersamaan dengan kegiatan survei juga
dilakukan penyuluhan konservasi dan pelatihan tentang pengelolaan sumber
daya alam serta pengenalan manajemen usaha dan pengelolaan keuangan.
Melihat kondisi kehidupan masyarakat yang sangat tergantung dengan hasil
gaharu dan barang konsumtif yang didatangkan pedagang, maka dilakukan
kegiatan pengenalan terhadap tanaman pertanian seperti jenis-jenis sayuran,
jagung dan kacang-kacangan. Pengenalan dilakukan berupa pelatihan secara
teori dan praktek penanaman dalam kelompok-kelompok keluarga. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap konsumtif makanan
kaleng dan supermi. Pengembangan tanaman pertanian yang dilakukan sangat
baik hasilnya sudah dikonsumtif dan sebagaian disimpan sebagai bibit.
Pengembangan program akan ditindak lanjuti dengan upaya budidaya gaharu
dan rehabilitasi kerusakan lahan hutan serta pengembangan lahan pertanian
secara produktif untuk pemenuhan kebutuhan konsumtif pangan keluarga.
(Sedang dalam proses perencanaan pengusulan proposal pada Funding).
Kelembagaan di kampung Buetkuar hampir secara keseluruhan tidak berjalan
sama sekali. Kesibukan mencari gaharu membuat masyarakat tinggal cukup
lama di hutan dengan membawa semua keluarga. Kegiatan proses belajar di
sekolah SD yang ada baru mulai 6 bulan lalu karena tenaga guru sudah ada 1
orang. Pasar penjualan gaharu cukup tersedia karena pedagang yang tinggal di
kampung. Akses transportasi dari kampung ke kampung lain dan ke ibukota
Distrik maupun Kabupaten sangat sulit. Alat transportasi yang ada hanya
milik pedagang yang kapasitasnya sangat terbatas.
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat di kampung Buetkuar yang mendesak
adalah sarana transportasi umum berupa taksi air, bak penampung air hujan,
perbaikan dan peningkatan sarana/prasarana sekolah dan Pustu serta
peningkatan dan pengembangan sumber-sumber usaha ekonomi produktif
masyarakat yang berasal dari pemanfaatan SDA.
Masyarakat juga
mengharapkan pihak yayasan Almamater masih mendampingi masyarakat dan
mengembangkan kegiatan-kegiatan pelatihan yang bisa meningkatkan SDM
masyarakat.

29
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

4. Kabupaten Bouven Digoel


a) Sejarah Keadaan Umum; Kabupaten Boven Digoel dibuka pertama kali oleh
Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1927 di ikuti oleh Misionaris
(Khatolik) pada tahun 1933. Pembukaan wilayah oleh Misionaris selain
menyebarkan ajaran agama juga mengumpulkan masyarakat untuk hidup
dalam suatu pemukiman yang tetap. Pada masyarakat juga diajarkan
keterampilan bidang pertanian dan membuka sekolah-sekolah formal dan non
formal. Bouven Digoel juga terkenal sebagai pembuangan tahanan politik,
sehingga sampai sekarang menjadi tempat bersejarah dan menjadi objek
wisata. Kabupaten Bouven Digoel merupakan kabupaten pemekaran (tahun
2000) yang memiliki luas kurang lebih 26.439 Km2 dengan jumlah penduduk
sebesar 40,057 jiwa.
Secara adminiatrasi, kabupaten Bouven Digoel
mencakup 6 wilayah Distrik dengan 87 kampung. Tofografi wilayah
kabupaten Bouven Digoel merupakan daerah bergelombang dan dominasi oleh
hutan hujan tropis.
b) Budaya dan Pola Kehidupan; masyarakat kabupaten Bouven Digoel berasal
dari suku besar Wambon yang terbagi menjadi 2 sub suku Muyu dan
Mandobo. Nilai budaya yang masih dipertahankan sampai sekarang adalah
proses perkawinan dengan istilah Kawin Masuk dan Kawin Keluar. Kawin
masuk adalah proses perkawinan bila keluarga tidak memiliki anak laki-laki
dengan mengganti marga sesuai dengan marga istri. Kawin keluar adalah
proses perkawinan bagi anak perempuan yang sudah diambil keluarga lain
sehinga dikeluarkan dan tidak mendapat warisan hak atas tanah adat. Pesta
Babi, merupakan acara besar yang dihadiri oleh semua pihak dan diadakan
penjualan hasil ternak babi melalui barter barang yang seharga dengan nilai
babi. Babi memiliki nilai yang tinggi bagi suku wambon karena merupakan
harta atau mas kawin.
Secara budaya, kepemilikan hak ulayat sangat dihargai dan dipertahankan,
sehingga pelanggaran batas-batas hak ulayat bisa menjadi pemicu konflik
yang berkepanjangan baik antar marga maupun dengan pihak luar.
Pola kehidupan masyarakat sejak turun-temurun merupakan petani peramu,
kegiatan pertanian dilakukan secara berpindah-pindah bersamaan dengan
kegiatan usaha pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif sehari-hari. Sumber daya alam yang
dimanfaatkan berupa sagu sebagai makanan pokok yang diambil dari dusun
sagu alam yang telah diwariskan dari generasi sebelumnya. Hasil pertanian
berpindah yang dilakukan berupa pisang dan umbi-umbian sebagai tambahan
makan pokok. Sejak dulu, masyarakat suku Wambon merupakan tipe pekerja
keras dan memiliki falsafah hidup yang dipegang yaitu Bekerja Baru Bisa
Makan. Motivasi ini mendorong kuatnya persaingan hidup antar keluarga
untuk maju. Falsafah ini juga mendorong motivasi masyarakat suku Wambon
untuk merantau kedaerah lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Di
wilayah Selatan Papua suku Wambon (Muyu dan Mandobo) merupakan suku
yang lebih maju dari yang lainnya baik dalam tingkat pendidikan maupun

30
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

dalam tingkat ekonomi.


Untuk mengkaji lebih jauh Prikehidupan
berkelanjutan masyarakat masyarakat dilakukan survei pada 4 wilayah
kampung yang ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
Letak geografis dan akses transportasi (dekat dan jauh dari pusat
keramaian).
Keragaman etnis dalam pemukiman.
Keberadaan perusahaan Korindo.
Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut, maka lokasi survei ditentukan
pada 4 kampung yaitu Sokanggo, Mawan, Tinggam dan Awyanka). Hasil
survei pada ke-4 lokasi kampung dijabarkan sebagai berikut:
C. Profil Kampung
Kampung Sokanggo; didirikan pada tahun 1972 dengan menggabungkan 2
kampung yaitu Wet Moyu dan Wet Mandobo. Arti Sokanggo sendiri dalam
bahasa Auyu adalah tanah merah. Letak kampung sokanggo tidak jauh dari
ibu kota Bouven Digoel kurang lebih 1 Km dapat ditempuh dengan kenderaan
roda dua dan berjalan kaki.
Sarana-prasarana umum khususnya jalan kurang baik karena belum diaspal.
Pembuatan jalan dalam kampung merupakan peninggalan zaman belanda dan
belum pernah diperbaiki sehingga pada musim hujan kondisinya semakin
parah. Drainase yang ada semua tersumbat dan belum di perbaiki sehingga
pada musim hujan mengakibatkan banjir dari luapan suangai digul keseluruh
kampung. Sarana sumber air bersih jumlahnya sangat terbatas dan dibuat
berupa sumur dangkal secara swadaya sehingga kualitas airnya kurang
terjamin.
Kondisi perumahan masyarakat sebagaian masih berupa
peninggalan belanda dan saat ini sudah membutuhkan rehabilitasi.
Potensi sumber daya alam berupa hasil hutan sudah menurun khususnya kayu
karena sejak dulu sudah dikelola oleh HPH dan sekarang sudah tutup. Hasil
alam lainnya berupa binatang buruan juga sudah menurun dan hasilnya juga
dimanfaatkan terbatas untuk konsumtif karena aspek pemasaran terbatas.
Sumber daya alam yang potensial bagi penghasilan ekonomi masyarakat saat
ini adalah bahan galian C (Galian C. adalah batu krikil yang sangat
dibutuhkan bagi pembangunan jalan maupun perumahan yang harganya cukup
mahal khususnya di Kabupaten Merauke dan Kabupaten pemekaran lainnya.)
tetapi belum dikembangkan karena sulitnya transportasi untuk pemasaran.
Mata pencaharian utama masyarakat saat ini adalah mengusahakan tanaman
pertanian jangka pendek (umbi-umbian, jagung dan sayur-sayuran) dan
pertanian jangka panjang/buah-buahan (rambutan, durian dan salak). Hasilnya
belum mampu meningkatkan pendapatan petani karena nilai jualnya rendah
dan jumlah pemasarannya terbatas. Disamping itu, produktifitas tanaman juga
kurang dalam sekala kwantitas maupun kwalitas karena rendahnya
keterampilan masyarakat dalam mengelola kegiatan usaha pertanian yang
dilakukan secara tradisional.

31
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Makanan pokok masyarakat adalah sagu, umbi-umbian dan pisang yang


diperoleh dari dusun serta hasil pertanian tradisional yang dilakukan.
Konsumsi beras dilakukan terbatas karena tidak ada uang untuk membeli.
Rendahnya pendapatan masyarakat mengakibatkan kebutuhan akan kehidupan
sehari-hari terutama barang konsumtif yang harus dibeli tidak terpenuhi.
Tingkat pendidikan masyarakat sangat terbatas (umumnya hanya tamat SD),
kurangnya biaya untuk melanjutkan pendidikan ke daerah lain menjadi
kendala utama bagi masyarakat. Melalui bantuan dari WVI (Fasilitas belajar
dan biaya sekolah) sebagian besar anak usia sekolah sudah dapat melanjutkan
sekolah ke tingkat SD, SLTP maupun SLTA di Tanah Merah. Keterampilan
masyarakat juga sangat rendah karena belum banyak kegiatan-kegiatan
pelatihan dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta.
Akses kelembagaan khususnya kantor-kantor pemerintah yang ada cukup
lengkap termasuk 2 buah bank. Tetapi masyarakat belum banyak yang
mengakses karena kurangnya penghasilan keluarga. Kelembagaan pendidikan
hanya ada tingkat SD tetapi kurang aktif karena guru yang ada tidak mau
mengajar karena fasilitas penunjang proses belajar mengajar sangat kurang.
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang mendesak adalah pembangunan
SLTP dan SLTA dengan pola asrama dan beasiswa; perbaikan perumahan
yang sudah banyak rusak; perbaikan jalan di kampung perbaikan saluran
drainase dan gorong-gorong, pembangunan sarana air bersih untuk umum dan
peningkatan pendapatan melalui pengembangan usaha ekonomi dan pelatihan
keterampilan.
Kampung Mawan; didirikan pada tahun 1927 tetapi berpindah-pindah terus
akibat pristiwa-pristiwa kekerasan dan pergolakan politik yang terjadi dan
mulai menetap pada tahun 1987. Letak kampung Mawan kurang lebih 10 Km
dari ibu kota Bouven Digoel dan dapat ditempuh melalui jalan darat dengan
kenderaan roda dua. Kondisi jalan kurang baik sehingga pada musim hujan
harus berjalan kaki selama 2 jam. Sarana-prasarana umum khususnya jalan
penghubung dalam kampung kurang baik dan kondisinya rusak parah. Sarana
sumber air bersih kurang memadai, dibuat berupa sumur dangkal secara
swadaya dan mengharapkan air hujan. Perbaikan perumahan masyarakat
pernah dilakukan PT. Korindo untuk mengambil hati masyarakat tapi
kondisinya kurang baik. Potensi sumber daya alam berupa hasil hutan sudah
menurun karena sampai sekarang masih dimanfaatkan oleh PT. Korindo mulai
dari tahun 1998. Pemanfaatan hak ulayat sebagai daerah korindo menjadi
masalah besar karena PT. Korindo tidak memenuhi kesepakatan atas harga
kayu dan ganti rugi wilayah hak tanah adat yang dituntut masyarakat.
Permasalahan ini telah diselesaikan oleh LMA dan Pemerintah, masyarakat
mendapat konpensasi bantuan bahan perumahan. Sumber daya alam lain yang
dimanfaatkan berupa binatang buruan juga sudah menurun. Hasilnya tidak
dapat meningkatkan penghasilan karena tempat pemasarannya sangat terbatas.

32
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Mata pencaharian utama masyarakat saat ini adalah mengusahakan tanaman


pertanian jangka pendek (umbi-umbian, jagung dan sayur-sayuran) dan
pertanian jangka panjang/buah-buahan (rambutan, dan durian). Hasilnya
belum mampu meningkatkan pendapatan masyarakat karena jumlahnya
terbatas dan pasarannya sulit. Kegiatan pengelolaan usaha pertanian masih
secara tradisional karena belum adanya pengembangan atau pembinaan dari
pemerintah maupun pihak swasta. Makanan pokok masyarakat adalah sagu,
umbi-umbian dan pisang yang diperoleh dari dusun serta hasil pertanian
tradisional yang dilakukan. Kehidupan masyarakat sangat kekurangan karena
banyak kebutuhan konsumtif tidak terpenuhi khususnya pada barang-banrang
yang harus diperoleh dengan cara membeli.
Tingkat pendidikan masyarakat sangat rendah, umumnya hanya berpendidikan
sekolah dasar. Rendahnya pendidikan karena kurangnya sarana-prasarana
pendidikan dan terbatasnya biaya untuk melajutkan sekolah ke tingkat SLTP
maupun SLTA.. Melalui bantuan beasiswa dari WVI sebagian besar anak usia
sekolah sudah dapat melanjutkan sekolahnya khususnya ke tingkat SLTP.
Keterampilan masyarakat juga sangat rendah karena kegiatan-kegiatan
pelatihan bagi masyarakat belum pernah ada baik oleh NGO maupun oleh
Pemerintah.
Akses kelembagaan pada kampung Mawan sangat terbatas, yang aktif hanya
gereja baik dalam pelayanan maupun dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan
ibadah. Sarana dan pelayan (Pastor maupun Dewan Greja) ibadah juga tersesia
dan memadai. Gedung sekolah dasar ada tetapi proses belajar mengajar tidak
berjalan baik karena kurangnya guru.
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang mendesak adalah pembangunan
SLTP dan SLTA dengan pola asrama dan beasiswa; perbaikan perumahan
yang sudah banyak rusak; perbaikan jalan di kampung; pembangunan sarana
air bersih untuk umum dan peningkatan pendapatan melalui pengembangan
usaha ekonomi dan pelatihan keterampilan.
Kampung Tinggam; didirikan pada tahun 1972 setelah dibukanya jalan ke
Distrik Mindiptana. Letak kampung Tinggam dari ibu kota Bouven Digoel
kurang lebih 120 Km dan 12 Km dari Distrik Mindiptana. Akses transportasi
melalui jalan darat dengan kenderaan bermotor pada musim kemarau tetapi
tidak bisa dilalui pada musim penghujan. Sarana-prasarana umum khususnya
jalan dalam kampung kurang baik hanya jalan tanah. Sarana sumber air bersih
sangat terbatas yaitu air hujan pada musim hujan dan air bekas galian badan
jalan. Kondisi perumahan masyarakat sederhana terbuat dari papan/gaba-gaba
dan atap daun sagu. Potensi sumber daya alam berupa hasil hutan masih
cukup banyak karena belum dimanfaatkan. Jenis-jenis kayu pertukangan yang
memiliki nilai jual tinggi belum dimanfaatkan untuk tujuan komersial karena
tidak ada pasaran.

33
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Mata pencaharian utama masyarakat saat ini adalah mengusahakan tanaman


pertanian jangka pendek (umbi-umbian, jagung dan sayur-sayuran) dan
pertanian jangka panjang/buah-buahan (rambutan, durian dan salak). Hasilnya
belum mampu meningkatkan pendapatan petani karena nilai jualnya rendah
dan jumlah pemasarannya terbatas. Disamping itu, produktifitas tanaman juga
kurang dalam sekala kwantitas maupun kwalitas karena rendahnya
keterampilan masyarakat dalam mengelola kegiatan usaha pertanian yang
dilakukan. Sistim pertanian yang dilakukan masih secara tradisional karena
belum adanya pengembangan atau pembinaan dari pemerintah maupun pihak
swasta. Pengembangan kegiatan peternakan sudah dilakukan terutama ternak
kambing, ayam dan babi tapi masih berupa usaha sampingan. Hasilnya masih
sebatas pemenuhan konsumtif belum dapat meningkatkan penghasilan
keluarga. Makanan pokok masyarakat mulai bergeser dari sagu, umbi-umbian
dan pisang kepada konsumtif beras dengan membeli. Hal ini terutama karena
potensi sagu sudah menurun dan masyarakat kurang memlihara dusun sagu.
Sagu dan umbi-umbian menjadi makanan pengganti bila tidak ada uang beli
beras. Penghasilan masyarakat yang sangat terbatas umumnya habis untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif beras dan bahan keperluan lain.
Tingkat pendidikan masyarakat sangat terbatas (umumnya hanya tamat SD),
kurangnya biaya untuk melanjutkan pendidikan ke daerah lain menjadi
kendala utama bagi masyarakat. Melalui bantuan beasiswa dari WVI sebagian
besar anak usia sekolah sudah dapat melanjutkan sekolahnya ke tingkat SLTP
maupun SLTA Keterampilan masyarakat juga sangat rendah karena belum
banyak kegiatan-kegiatan pelatihan dilakukan baik oleh pemerintah maupun
swasta.
Akses kelembagaan sangat terbatas, yang aktif hanya kegiatan keagamaan
sedangkan lembaga pendidikan hanya ada gedung sekolah tetapi proses belajar
mengajar tidak berjalan karena tidak ada guru.
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang mendesak adalah bantuan beasiswa
bagi anak-anak SLTP dan SLTA; perbaikan perumahan yang sudah banyak
rusak; perbaikan jalan di kampung, pembangunan sarana air bersih untuk
umum dan peningkatan pendapatan melalui pengembangan usaha ekonomi
khususnya pertanian dan peternakan serta pelatihan keterampilan bagi
peningkatan SDM.
Kampung Awayanka;
merupakan kampung dekat ibu kota Distrik
Mindiptana, didirikan pada tahun 1972 pecahan dari kampung Mindiptana.
Letak kampung dari ibu kota Bouven Digoel kurang lebih 140 Km dan 1 Km
dari Mindiptana. Akses sarana transportasi adalah kenderaan roda dua
maupun roda empat, pada musim kemarau mudah dilalui tetapi pada musim
penghujan sangat sulit. Jumlah penduduknya 230 jiwa, 140 laki-laki dan 90
Perempuan, umumnya penduduk merupakan masyarakat setempat dan
pendatang terbatas sebagai petugas atau pedagang.

34
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Sarana-prasarana umum seperti jalan, kondisinya kurang baik karena masih


jalan tanah peninggalan zaman belanda. Drainase yang ada semua tersumbat
dan belum di perbaiki sehingga pada musim hujan mengakibatkan kampung
tergenang air. Sumber air bersih yang diamanfaatkan masyarakat berupa
sumur dangkal, air kali yang diendapkan terlebih dahulu dan air hujan.
Kondisi perumahan masyarakat berupa bangunan papan tetapi sudah
mengalami banyak kerusakan, sehingga perlu direhabilitasi.
Potensi sumber daya alam berupa hasil hutan sudah berkurang khususnya kayu
pertukangan karena sudah banyak dimanfaatkan. Hasil alam lainnya berupa
binatang buruan juga sudah menurun dan hasilnya juga dimanfaatkan terbatas
untuk konsumtif karena tidak ada pasar.
Mata pencaharian utama masyarakat adalah melakukan kegiatan pertanian
secara tradisional. Tanaman pertanian yang diusahakan adalah pertanian
jangka pendek (umbi-umbian, jagung dan sayur-sayuran) dan pertanian jangka
panjang/buah-buahan (rambutan, durian dan salak). Produktifitasnya masih
terbatas karena belum dikelola secara intensif dan keterampilan masyarakat
juga masih sangat terbatas. Disamping itu, aspek pemasaran juga sangat
terbatas dan harga jual rendah.
Makanan pokok masyarakat adalah sagu, beras, umbi-umbian dan pisang yang
diperoleh dari dusun serta hasil pertanian tradisional yang dilakukan. Potensi
sagu sudah mulai menurun karena kurang terpelihara. Rendahnya pendapatan
masyarakat mengakibatkan kebutuhan akan kehidupan sehari-hari kurang
terpenuhi.
Tingkat pendidikan masyarakat masih sangat rendah umumnya hanya tamat
SD, hal ini karena terbatasnya biaya untuk melanjutkan sekolah. WVI sudah
mengembangkan program beasiswa sehingga sebagian besar anak usia sekolah
sudah dapat melanjutkan sekolahnya ke tingkat SLTP dan SLTA.
Keterampilan masyarakat juga sangat rendah karena perhatian pihak
pemerintah dan tidak adanya NGO yang membantu masyarakat.
Akses kelembagaan khususnya kantor-kantor pemerintah yang ada cukup
lengkap termasuk 2 buah bank. Kelembagaan pendidikan hanya ada tingkat
SD tetapi kurang aktif karena guru tidak dilengkapi fasilitas jadi tidak mau
mengajar.
Aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang mendesak adalah pembangunan
SLTP dan SLTA dengan pola asrama dan beasiswa; perbaikan perumahan
yang sudah banyak rusak; perbaikan jalan di kampung perbaikan saluran
drainase dan gorong-gorong, pembangunan sarana air bersih untuk umum dan
peningkatan pendapatan melalui pengembangan usaha ekonomi dan pelatihan
keterampilan.

35
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

5.

Kesimpulan
Kajian Prikehidupan Berkelanjutan pada masyarakat berdasarkan hasil survei
yang dilakukan pada ke-4 Kabupaten di 16 kampung adalah sebagai berikut:

Bersarkan hasil studi, secara umum dapat disimpulkan bahwa pada semua
kampung tingkat pendidikan dan motivasi sekolah masih sangat rendah juga
didorong oleh kurangnya dukungan biaya bagi aspek pendidikan.

Pada seluruh kampung rata-rata akses sumber air bersih, akses transportasi,
akses pasar, penerangan/listrik, pelayanan kesehatan khususnya bagi ibu dan
anak masih sangat kurang memadai.

Sebagian besar ketersediaan sumber daya alam masih cukup tinggi tetapi
tidak dikelola secara baik sebagai sumber ekonomi produktif karena
rendahnya pengetahuan, keterampilan dan akses pasar serta kurangnya
perhatian pemerintah maupun NGO yang ada.

Hampir seluruh masyarakat pada ke 16 kampung tetap mempertahankan


usaha pemanfaatan sumber daya alam sebagai sumber usaha ekonomi, tetapi
bantuan pemerintah maupun pendampingan dari NGO yang mengarah
khususnya pada usaha pengelolaan sumber daya alam masih sangat terbatas.
Hampir semua masyarakat pada ke 16 kampung memiliki tingkat
pendapatan yang rendah akibat usaha ekonomi produktif yang dilakukan
tidak berkembang. Hal ini mengakibatkan kemampuan swadaya masyarakat
sangat rendah khususnya dalam menunjang peningkatan pembangunan di
kampung.

Di kabuapten Merauke, kampung-kampung dekat kota dan tingkat


heterogenitasnya tinggi lebih mengalami ketertekanan ekonomi karena
sumber daya alam rendah dan kebutuhan konsumtif (kebutuhan pangan yang
diperoleh dengan membeli dan kebutuhan skunder akan barang luar karena
pergeseran kehidupan yang lebih maju) tinggi. Sedangkan kampung yang
jauh dari pusat kota dan homogen masih memiliki ketersediaan sumber daya
alam yang cukup bagi pemenuhan kebutuhan konsumtif sehari-hari dan
kebutuhan sekunder akan barang luar relaitif lebih rendah.

Umumnya kampung yang dekat dengan pusat-pusat keramaian mulai terjadi


pergeseran nilai-nilai sosial budaya dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan
pertanian tradisional dan pemeliharaan dusun sagu yang selama ini
dilakukandan diandalkan untuk memenuhi konsumtif pangan sehari-hari
kurang diperhatikan. Prilaku konsumtif pangan bergeser dari sagu ke beras
dan konsumtif akan kebutuhan skunder berupa barang-barang luar semakin
tinggi.

36
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Di Kabupaten Mappi, Asmat dan Bouven Digul tidak terlalu berbeda antar
ke empat kampung karena potensi sumber daya alamnya masih tersedia
walaupun sudah menurun sehingga masih mencukupi untuk pemenuhan
kebutuhan konsumtif pangan sehari-hari. Pergeseran pola kehidupan
masyarakat khususnya konsumtif kebutuhan skunder akan barang-barang
luar tidak terlalu mendominasi kehidupan sehari-hari sehingga dibeli bila
ada uang saja.

Kampung yang sudah mendapatkan pembinaan/pendampingan dari


CSO/CBO umumnya lebih memiliki motivasi untuk berkembang dan
berpikir kritis terhadap kebutuhan dari pada yang belum sama sekali.
Hasilnya belum merubah kondisi kehidupan masyarakat khususnya dalam
aspek ekonomi karena tindak lanjut pendampingan dalam implementasi
masih sangat kurang. Umumnya pendampingan dilakukan 1 tahun program
saja sesuai dengan ketersediaan dana dari pihak donatur. Berdasarkan
pengalaman yang ada maka pendampingan dan implementasi program yang
dilakukan efektif bila berkelanjutan 3-5 tahun. Masyarakat/kelompok
sasaran akan mandiri bila pengembangan yang dilakukan dipahami mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan peningkatan produktifitas bagi
keberlanjutan usaha.

Banyak pengembangan program bagi pemberdayaan masyarakat yang


dilakukan oleh LSM/Gereja terutama pada kampung-kampung sekitar kota
Kabupaten/Distrik, sebagian masih berjalan dan sebagian gagal dan tidak
berlanjut.

Pengembangan program yang dilakukan oleh NGO belum memberikan


perubahan bagi prikehidupan yang berkelanjutan masyarakat karena kurang
sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat.
Hal ini karena
pengembangan program yang dilakukan lebih banyak mengikuti trend dan
keinginan pihak pemberi dana sehingga untuk mendapatkan dana banyak hal
yang mau-tidak mau harus dipaksakan sesuai.

Bantuan pemerintah umumnya tidak menjawab permasalahan masyarakat


dan tidak berkembang karena tidak diikuti dengan pendampingan yang baik.
Melihat kondisi masyarakat, pemberian bantuan hendaknya diikuti dengan
pendampingan teknis dan pembinaan secara terapan pada saat implementasi.
Pendampingan teknis diharapkan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan masyarakat yang masih sangat rendah, pembinaan dalam
implementasi diharapkan meningkatkan motivasi dan kemampuan sehingga
bantuan yang diberikan akan produktif dan dapat dipertahankan
keberlanjutannya.

37
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Lampiran Peta 1.

Daerah Lokasi Survei Kajian Keberadaan & Kapasitas


CSO/CBO dan Prikehidupan Berkelanjutan di Wilayah
Selatan Papua.

Kab. Mimika

Dist.
Akat

KAB. ASMAT
Dist.
Bomakia

KAB MAPPI
KAB.BOVEN
DIGOEL

P
N
G

Dist.
Midiptana

KAB. MERAUKE

:
:
:
:
:

Batas Negara
Batas Kabupaten
Batas Distrik
Sungai
Lokasi Survei

38
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Lampiran Peta 2.

Persebaran CBO; Lembaga Agama (Lembaga Agama


Katholik, Protestan dan Islam) dan LMA
Di Wilayah Selatan Papua.

Kab. Mimika

Dist.
Akat

KAB. ASMAT
Dist.
Bomakia

KAB MAPPI

P
N
G

KAB.BOVEN
DIGOEL
Dist.
Midiptana

KAB. MERAUKE

:
:
:
:
:

Batas Negara
Batas Kabupaten
Batas Distrik
Sungai
Lokasi Survei

: Katholik
: Protestan
: Islam
: LMA

39
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Persebaran
Persebaran Lembaga
Lembaga CSO
CSO di
di Wilayah
Wilayah Selatan
Selatan Papua
Papua..

Lampiran
Lampiran Peta
Peta 3.
3.

23
23

22
22

24
24

23
23

Kab.
Kab. Mimika
Mimika

24
24

20
20

N
N
23
23

23
23

11
17

21
21

23
23

17
17

Dist.
Dist.
Akat
Akat

KAB. ASMAT
22
22

17
17

15
15

10
10

16
16

23
23

23
23

13
13

19
19

18
18

Dist.
Bomakia

15
15

KAB
KAB MAPPI
MAPPI

11

13
13

23
23

15
15

11

P
P
N
N
G
G

15
15
10
10

KAB.BOVEN
KAB.BOVEN
DIGOEL
DIGOEL

Dist.
Dist.
Midiptana
Midiptana

KAB.
KAB. MERAUKE
MERAUKE

17
17

13
13

15
15

44

66

10
10
11
11

17
17

16
16
88
55

77
99

12
12

22

33
14
14

:
:
:
:

Batas Negara
Batas Kabupaten
Batas Distrik
Sungai

1 : Yasanto
2 : YWL
3 : Yatari
4 : Y.Aesculap
5 : Y. ABBA
6 : Yamikari
7 : Yamapan
8 : Y.Anim Ha
9 : KK.Jamper
10 : YPPK

21 : KOMPAD
12 : MSF
22 : YPPGI
13 : YPK
23 : YPPK
14 : PP-DDI
24 : YKPA
15 : WVI
16 : WWF
17 : Y.Almamater
18 : YAPIS
19 : YPMA
20 : AKAT CEPES
11 : YAPEPA

40
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

11

Lampiran 4.
No
1

Ringkasan Frofil Lembaga CSO/CBO di wilayah Papua Selatan.

Nama Lembaga

Status Hukum

Yasanto (Yay. Santo Berbadan


Antonius)
Hukum
Jl. RE Martadinata

YWL (Yay. Wasur


Lestari) Jl. Ahmad
Yani jalur drainase
Mopah Baru
Yatari
(Yayasan.
Wanita Mandiri)
Jl. Martadinata

Berbadan
Hukum

Yayasan
Aesculap
Merauke
Jlk. Missi No. 15
Yayasan ABBA,
Jl. Missi No. 17

Berbadan
Hukum

Berbadan
Hukum

Berbadan
Hukum

LMA suku Malind Dalam Proses


Anim-Animha,

Jml Staff
Pendidikan
110 orang.
S2: L; 4 P, 1
S1; L, 48- P,18
D3; L,9-P,2; D2;
5L
SMA; L,7-P11
SMP; L,2; SD;
2L,1P
5 orang.
S1; P, 3
SMA: L, 1
9 orang
S1; L,2-P,1;
SMA; L,2-P,1
SMP; P,1; SD;
P,2
17 orang
S1; L,8 P,3
SMA; L,3 P,3
5 orang
S1;L,1-P,2;
SMA; P,1
SMP; P,1
2 orang
S1; L,1

Bidang Program
1. Pendidikan
2. Sosial Ekonomi
3. Kesehatan

Daerah Sasaran
1. Merauke
2. Merauke,
Mappi, Boven
digul, Asmat
3. Merauke

Keterangan
1)1980Skrg
2)1987Skrg

3)1997-Skrg

1. Pemgemb SDM
2. Pengelolaan SDA dan
konservasi
3. Pengb.Ekonomi Masy
1. Pendidikan
2. Ekonomi
3. Kesehatan

Taman Nasional 1998


Wasur dan daerah sekarang
penyangga
(Distrik Merauke)
Kab. Merauke

1. Kesehatan
2. Kesejateraan Masy.

Kab. Merauke

2003
Skrg

1. Kesehatan
2. Pendidikan

Kab. Merauke

1. 2002- skrg
2. 2004- skrg

1. Pembenahan struktur
Orgn. kelembagaan

Kab. Merauke

41
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Jl. RE. Martadinata

10

11

Yamikari (Yayasan
MitraKarya Mandiri)
Jl.Pompa Air Minum
Muli No. 7
Yamapan=Yayasan
Matahari Kehidupan
Jln. At-Taqwa/
Seringgu- Merauke
Yayasan Anim Ha
Jl. Biak No. 40

Berbadan
Hukum

Kelompok Kreatif
JAMPER
Jl. Myr.Wiratno
No.15
YPPK (Yay.Pend
Persekolahan
Khatolik
Jl. Missi No. 2
Yamikari (Yayasan
MitraKarya Mandiri)
Jl.Pompa Air Minum
Muli No. 7
Yamapan=Yayasan
Matahari Kehidupan
Jln. At-Taqwa/
Seringgu- Merauke

Belum
Berbadan
Hukum

Berbadan
Hukum

Berbadan
Hukum

Berbadan
Hukum

Berbadan
Hukum

Berbadan
Hukum

SMA: L,1

2.Penertiban hak-hak
dasar masyarakat.

13 orang
S1; L,2 P,2
SMA;L,4 P,2
SMP;L,2 - P,1
8 orang
S1; L,3 P,2
D3; L,1
SMA;L,1 P,1
4 Orang
S1; L,1 P,1
SMA L,1 P,1
11 Orang
SMA; L,6 P,1
SMP; L,2 ; SD;
L.2
7 Orang
S1; L,2 - P,2
SMA; L,1 P,2

1. Kesehatan

Kab. Merauke

1. Kesehatan
2. Pendidikan
3. Ek. Kerakyatan
4. Lingkungan hidup
1. Pendidikan

Kab. Merauke
Kab. Merauke
Kab. Merauke
Kab. Merauke
Kab. Merauke

Sebagian
belum
Terlaksana.

1. Media KIE
2. Sarana Kes
3. Bina Generasi muda
di luar sekolah.
1. Pendidikan

Kab. Merauke

2002
sekarang

1974 - skrg

13 orang
S1; L,2 P,2
SMA;L,4 P,2
SMP;L,2 - P,1
8 orang
S1; L,3 P,2
D3; L,1
SMA;L,1 P,1

1. Kesehatan

1. Kab. Merauke
2. Kab Mappi
3. Kab Boven
Digoel
Kab. Merauke

1. Kesehatan
2. Pendidikan
3. Ek. Kerakyatan
4. Lingkungan hidup

Kab. Merauke
Kab. Merauke
Kab. Merauke
Kab. Merauke

Sebagian
belum
Terlaksana.

2001-sekarang

42
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Yayasan Anim Ha
Jl. Biak No. 40

Berbadan
Hukum

10

Kelompok Kreatif
JAMPER
Jl. Myr.Wiratno
No.15
YPPK (Yay.Pend
Persekolahan
Khatolik
Jl. Missi No. 2
YAPEPA (Yayasan
.Peduli
Perempuan
dan Anak)
Jl. Mangga Dua
MSF (Medecins Sant
Frontieres)
Dokter Lintas Batas
Jl. R.Mandala
No 102

Belum
Berbadan
Hukum

11

12

13

Berbadan
Hukum

Berbadan
Hukum

Berbadan
Hukum

4 Orang
S1; L,1 P,1
SMA L,1 P,1
11 Orang
SMA; L,6 P,1
SMP; L,2 ; SD;
L.2
7 Orang
S1; L,2 - P,2
SMA; L,1 P,2

1. Pendidikan

Kab. Merauke

2001-sekarang

1. Media KIE
2. Sarana Kes
3. Bina Generasi muda
di luar sekolah.
1. Pendidikan

Kab. Merauke

2002
sekarang

1974 - skrg

15 Orang
S1; L,2 P,6
SMA;L,4 P,2
SLTP; P,1
30 Orang
S1; L,4 P,2
D3; L,3, - P,3
SMA; L,7 P,2
SMEA;
L,2;
STM; L2
SLTP;P,1
SD; L,1 - P,3

1. Kes. Reproduksi
2. Kes. Ibu dan Anak
3. PKM

1. Kab. Merauke
2. Kab Mappi
3. Kab Boven
Digoel
1. Kab. Merauke

1. Perawatan dan peng


obatan untuk ODHA

1. Kab. Merauke

2001 - skrg

1. Kab. Merauke
2. Kab. Mappi
3. Kab. Boven
Digoel
1. Kab. Merauke

14

YPK (Yayasan
Berbadan
Pendidikan Kristen) Hukum
PSW ,Jl. Brawijaya

4 Orang
D1; L,1
SMA L,1 P,2

1. Pendidikan

15

Pondok
Pesantren Berbadan
Darud Dawah Wal
Hukum
Irsyad (PP-DDI)

27 Orang
S1; L,7 P,8
SMA; L,9 P,3

1. Pendidikan Keagama
an dan Pend Umum

1998 - skrg

43
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

Lampu Satu-Mrk.
WVI=Wahana Visi
Indonesia,
Jl. Brawijaya

Berbadan
Hukum

17

WWF ( Word Wide


Fund)

Berbadan
Hukum

18

ALMAMATER
(Yayasan Alam Les
tari Masy. Maju dan
Sejahtera)
Jl. Brawijaya No.13
YAPIS (Yayasan
Pendidikan Islam)
Tana Merah
YPMA(Yayasan
Pengb. Masy. Adat
Tana Merah
LMA Suku Wambon
Mindiptana

Berbadan
Hukum

LMA Suku Yaghai


Mappi
LMAA (Lembaga
Musyawarah Adat
Asmat).

dalam proses

16

19

20

21

22
23

Berbadan
Hukum
Berbadan
Hukum
Dalam Proses

Dalam proses

39 Orang
S1; L,16 - P,9
D3; L,3 p,2
SMA; L,6 P,3
7 Orang
S1; L,4 - P,2
SMA; L,1
16 Orang
S1; L,6 P,2
SMA; L,4 P,2
SMP; L,1, - P,1

1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. Pengembangan
Masyarakat
1.Kehutanan
2.Air bersih

1. Kab. Merauke
2. Kab. Boven
Digoel
3. Kab Asmat
Kab.Merauke.
Kab.Boven digoel

1. Pertanian
2. Konservasi dan
Pengeloaan SDA
3. Kesehatan Masy.
4. Gender
1. Pendidikan

1. Kab. Merauke
2. Kab Asmat

3 Orang
S1; L,1; SMA;
L,2
1. Perekonomian
10 Orang
SMA; L,8 P,2
2. Gender 3. Sosek
4. Pendidikan SDM
1.Pembenahan str.Org.
5 orang
SMA; L,5
2 .Penertiban hak-hak
dasar masy.
Memelihara dan
6 orang
SD :L, 6 orang
melestarikan budaya
1.Penguatan Masy. adat
102 0rang
S1; L,2 ; SMA; 2.Penglolaan
L,10
3.Pengawasan tanah adat
SLTP;L,30 ; SD;
L,60

1. Tanah Merah

1. Boven Digoel

1. Boven Digoel

1.Kab. Mappi
Seluruh wilayah
Adat Asmat
(12 FAR)

Diprakarsai
1995-1999 dan
di kukuhkan
tahun 2000

44
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

24

AKATCEPES
(Perempuan Sejati)

Dalam proses

25

KOMPAD (komisi
penanggulangan
HIV/AIDS Distrik)
YPPGI(Yayasan
pendidikan dan
persekolahan gereja
indonesia).

Jaringan
Forum

26

Berbadan
Hukum/
disamakan

27

YPPK(Yay.
Pend. Berbadan
dan
Persekolahan Hukum/
katolik).
disamakan

28

YKPA(Yay.Kemajuan & Pengb. Asmat)

Berbadan
Hukum

32 Orang
S1; L, 3 P, 3
SMA; L,3 P,7
SLTP; L, 3 P,7
SD; L, 3 P,3
9 Orang
S1; L,7 P,2

1.GENDER
2.Manajemen org. dan
usaha Permp. Asmat
3.Manajemen ERT
4.Gizi Ibu & anak
1.KIE (Komunikasi,
infoemasi & Edukasi)

Kabupaten Asmat

Didirikan pada
Tahun 2000

Kabupaten Asmat

Didirikan pada
tahun 2002

64 Orang
DIII; L,4; SMA;
L,10
SLTP; L,30 P,1
SD; L, 16 P,3
9 Orang
S1; L,6 ; SLTP;
L,3
SD; L,1.
22 Orang
S1; L, 1;
SMA;L,10 P,9
SLTP;L,1;
SD;L,1

1.Pendidikan Formal
SD.

Distrik Agats dan


Distrik Akat.

Didirikan sejak
tahun 1973.

1.Pendidikan Formal
TK/SD/SLTP

Kabupaten Asmat
( 7 Distrik)

Didirikan sejak
tahun 1956

TK/SMU
.Kesehatan dan Sos.Bud

Distrik Agats dan


Distrik Sawaerma

idirikan sejak
tahun 1987

45
Kajian Masyarakat Sipil di Selatan Papua UNDP-ALMAMATER

PROFIL KAMPUNG DAN


KAJIAN PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN
MASYARAKAT DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL

KERJASAMA UNDP JAKARTA


DENGAN
YAYASAN ALMAMATER MERAUKE
Maret 2005

PROFIL KAMPUNG DAN


KAJIAN PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN MASYARAKAT DI
KABUPATEN BOVEN DOGOEL
A.

KEADAAN UMUM
Kabupaten Boven Digoel, adalah salah satu kabupaten pemekaran di
wilayah selatan Papua yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Merauke
sejak tahun 2002 dengan Ibu kota Kabupaten adalah Tanah Merah. Wilayah
pemekaran Boven Digoel memiliki luas kurang lebih 26.439 Km dengan
jumlah penduduk 40.057 jiwa yang terdiri dari 6 Distrik yaitu Dsitrik
Mandobo, Mindiptanah, Jair, Waropko, Kouh dan Bomakia dengan 87
Kampung.
Secara Administrasi wilayah Kabupaten Boven Digoel terletak pada
107 107.40 Bujur Timur dan 6 - 6.20 Lintang Selatan dengan
berbatasan:
1.
2.
3.
4.

Sebelah Selatan dengan Kabupaten Merauke.


Sebelah utara dengan Kabupaten Kabuapten Puncak Jaya.
Sebelah Barat dengan Kabupaten Mappi
Sebelah Timur dengan PNG

Kabupaten Boven Digoel sangat dikenal di Indonesia sebagai Penjara


atau tempat pembuangan Presiden Pertama RI Ir. Soekarno. Penjara Boven
Digoel dibangun sekitar tahun 1927 oleh Pemerintah Hindia Belanda
digunakan untuk memenjarakan atau istilah tempat pembuangan tahanan
yang berasal dari wilayah lain diwilayah kekuasaan Pemerintah Hindia
Belanda. Oleh Pemerintah Indonesia sekarang di jadikan sebagai tempat
bersejarah dan obyek wisata.
B. BUDAYA DAN POLA KEHIDUPAN
Masyarakat Kabupaten Boven Digoel tergabung dalam suku besar
Wambon yang terdiri dari 2 suku besar yaitu Muyu dan Mandobo dan
beberapa suku kecil seperti Awuyu dan beberapa suku pendatang seperti
Bugis-Makasar, jawa dan kei.
Masyarakat Suku Muyu mendiami wilayah-wilayah terletak diantara
Sungai Kao dan diatas urat Gunung Kamka dan Amunka (sebagian Distrik
Tanah Merah, Mindiptana sedangkan wilayah Suku Mandobo meliputi wilayah
Selatan Distrik Distrik Tanah Merah, Kouh dan Bomakia sampai ke kaki
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

pengunungan Nyiandit. Orang Mandobo hidup antara Suku Awuyu (Wiilayah


kali Digul Bawah distrik Bade Kabupaten Mappi) dan Suku Muyu (diwilayah
Digul Atas).
Sejak Agama Katholik masuk di wilayah Boven Digoel tahun 1933 yang
dibawah oleh seorang Pastor bernama Pater Petrus Hoeboer MSC, yang
dijuluki oleh orang Muyu-Mandobo Kamberim Taarap yang berarti
Pemimpin yang Besar. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Boven
Digoel telah menggunakan tata cara agama, akan tetapi masih ada sebagian
masyarakat yang masih menggunakan tradisi budaya (khususnya masyarakat
muyu) dalam kehidupan sehari-hari.
Proses perkawinan dikenal dengan istilah Kawin masuk dan Kawin
keluar. Kawin masuk adalah proses perkawinan yang dilakukan oleh pihak
keluarga yang hanya memilik anak perempuan dan tidak memilik anak lakilaki sebagai pewaris hak atas tanah adat, sehingga menarik masuk anak lakilaki melalui proses perkawinan dengan mengganti marganya sesuai dengan
marga istri dan memiliki hak atas tanah marga sepeti anak sendiri. Kawin
keluar adalah, proses perkawinan yang dilakukan oleh satu keluarga yang
memiliki anak laki-laki dan anak perempuan dimana anak perempuan
dikawinkan (di keluarkan) dari marga, sehingga tidak memiliki hak atas tanah
ulayat.
Pada Masyarakat dikenal dengan acara Pesta Babi, dimana pada acara
ini berkumpul seluruh masyarakat di ibukota kabupaten atau Distrik yang
telah ditentukan. Acara ini adalah merupakan acara tradisi yang masih
dipertahankan oleh beberapa kampung, dimana pada acara tersebut diadakan
Penjualan Hasil Ternak Berupa Babi ( Babi memiliki nilai yang tinggi

pada masyarakan Muyu Mandobo karena digunakan sebagai Mas


kawin/Harta berharga), prosesnya adalah dengan menukar babi dengan
barang lain yang setara dengan nilai ternak babi dan dapat pula dengan
membelinya sesuai dengan kesepakatan harga.

Masyarakat Muyu Mandobo memiliki falsafah hidup yang sangat


kuat dipegang oleh masyarakat yaitu Bekerja baru bisa makan
menyebabkan terjadi persaingan antara keluarga guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Konsep ini yang menyebabkan banyak keluarga-keluarga yang
merantau ke Daerah lain guna mencari kehidupan yang lebih baik. Oleh
karenanya masyarakat mengenal suku Muyu-Mandobo sebagai Tipe
Manusia Pekerja Keras .
Kehidupan masyarakat umumnya sudah mulai bergeser dari petani
peramu, dengan memanfaatkan sumberdaya alam sebagai usaha utama
untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menjadi petani tradisonal yang mulai
menetap.
Pola pergeseran budaya sudah mulai nampak dari proses
bergesernya pola konsumsi keluarga dari konsumsi sagu sabagai makan
utama menjadi beras sebagai makanan utama. Hal ini terjadi dikarenakan
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

sumberdaya alam berupa sagu sudah mulai berkurang dan juga telah
berubahnya pola kehidupan masyarakat yang mengarah pada kehidupan lebih
modern.
Batas-batas atas tanah menjadi isu strategis di Kampung Kampung,
dimana secara administratif luas tanah yang ada di Kampung cukup besar,
namun kenyataannya sebagian dari tanah-tanah tersebut masih diklaim
sebagai tanah adat dan penyelesaiannya atas status tanah-tanah tersebut
sampai saat ini belum dituntaskan. Lembaga Adat sebagai persentatif dari
perwakilan suku belum maksimal menanganinya. Hal ini akan menjadi rumit
jika Pihak Pemerintah dan Pihak LMA tidak serius menanganinya.
Berdasarkan Survey pada 4 kampung di Kabupaten Boven Digoel maka
diperoleh profil, yang meliputi sejarah dan keadaan umum kampung, potensi
Sumber Daya Alam dan Mata Pencaharian, sumber daya manusia, akses
kelembagaan serta aspirasi dan kebutuhan. Adapun penentuan Kampung
adalah berdasarkan pada :
1. Letak Geografis dan akses transportasi yaitu wilayah dekat Kabupaten
dan Wilayah Jauh dari kabupaten ( Kampung Sokanggo, Kampung
Mawan dan Kampung
2. Wilayah yang merupakan daerah sasaran Korindo dan daerah yang
bukan areal Kawasan Korindo ( Kampung Sokanggo, Kampung Mawan
dan Kampung Tinggam)
3. Wilayah dengan keragaman Eknis dan homogenitas sehingga mewakili
kampung campuran dan kampung asli (kampung Sokanggo penduduk
Campuran dan Mawan homogen)
Berikut ini adalah Profil 4 kampung yaitu Distrik Mandobo (2 kampung
yaitu : Kampung Sokanggo dan Mawan) dan Distrik Mindiptanah (2 kampung
yaitu Kampung Awyanka dan Kampung Tinggam) di Kabupaten Boven Digoel
yang menjadi lokasi sasaran Survei :

1. PROFIL KAMPUNG SOKANGGO


A.

Keadaan Umum Wilayah dan Sejarah Kampung


Kampung Sokanggo merupakan salah satu dari 13 kampung yang
termasuk dalam wilayah administratif Distrik Mandobo, Kampung
Sokanggo terletak disebelah timur dari Ibu Kota Kabupaten Boven Digoel
dengan jarak sekitar 1 km, dengan topografi bergelombang ( 3 %).
Untuk mencapai Kampung ini dari Kabupaten Boven Digoel melalui jalan
darat dan dibutuhkan waktu perjalanan sekitar 10 menit dengan
menggunakan kendaraan atau 20 menit dengan berjalan kaki. Adapun

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

dari kantor Distrik Mandobo diperlukan waktu perjalanan sekitar 15 menit


atau berjarak sekitar 1 km.
Luas wilayah administratif Kampung Sokanggo sekitar 45 km2
dengan batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Persatuan
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Mariam
Sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Sokanggo
Sebelah Selatan berbatasan dengan Ampera
Gambaran secara menyeluruh mengenai sketsa peta wilayah
administratif Kampung Sokanggo Distrik Mandobo seperti ditunjukkan
pada peta berikut :
DISTRIK MANDOBO

Kampung
Sokanggo

Berdasarkan data Monografi Kampung 2004, jumlah penduduk


Kampung Sokanggo tercatat sebanyak 1687 jiwa, RT = 437 KK (1967
jiwa, yang terdiri dari 984 laki-laki dan 983 perempuan dengan jumlah
rumah tangga sebanyak 474 KK).
Kondisi rumah penduduk pada
umumnya masih berupa bangunan semi permanen peninggalan
jaman Belanda yang kondisinya kurang terpelihara dan rumah
sangat sederhana yang terbuat dari papan yang dibuat masyarakat secara
swadaya yang kondisinya kurang layak untuk di tinggali.

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

Kampung Sokanggo terbentuk dari serangkaian kejadian dan


peristiwa-peristiwa masa lalu informasi/catatan dari sejumlah tokoh adat
dan tokoh masyarakat setempat.
Untuk mengetahui rincian kejadian dan/atau peristiwa seputar
terbentuknya Kampung Sokanggo, tabel berikut menyajikan rekaman
kejadian dan/atau peristiwa dimaksud.
Sejarah Ringkas Kampung Sokanggo
Tahun

Kejadian

1949-1955

Orang Awoyu mulai mendirikan bevak atau pemukiman di


ujung B (Ujung A adalah sekarang Kampung Persatuan),
dan didiami oleh 3 etnis /suku yaitu : Awuyu, Mandobo dan
Muyu. Yang pertama membukan kampung adalah Bapak
Senggi dan Bahayo

1960

Didirikannya kampung atau perkampungan Wet Moyu, wet


Mandobo dan Ujung B, Wet Moyu dipimpin oleh Alo
Aninggau, Wet Manobo dipimpin oleh Bapak Gonda dan
Bapak Ketmoye pada kampung Ujung B

1963-1967

Terjadilah pergantian kepala Kampung dari Bapak senggi


ke Bapak Aluvius

1967-1970

Dipimpin oleh Bapak Ignasius

1972

Dari dua kampung tersebut digabung menjadi satu


kampung yang diberi nama Sokanggo, kata Bahasa
Sokanggo berasal dari bahasa Awuyu yang artinya Tanah
Merah

1973

Terbentuknya nama Desa yaitu Desa Persatuan yang


dipimpin oleh Kanda dan Tomas Yamun, Kepala Kampung I

Kondisi sarana dan prasarana umum, terutama prasarana jalan


penghubung dalam kampung (antar RT) mulai dari RT 1 sampai dengan RT 9
tidak terpelihara dengan baik, bahkan dalam kondisi yang rusak berat karena
jalan penghubung tersebut hanya berupa jalan pengerasan dan tidak pernah
diaspal. Perkerasan jalan yang ada merupakan peninggalan Belanda
dan tidak pernah dirawat/diperbaiki lagi oleh pemerintah Indonesia.
Kebanyakan jaringan jalan yang ada tidak dilengkapi dengan saluran
(got) tepi jalan sehingga mengakibatkan kerusakan pada sebagian besar
permukaan maupun badan jalan. Saluran-saluran pembuangan / drainase
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

tersumbat dan tidak pernah diperbaiki akibatnya pada saat hujan Kampung
tergenang air dan terjadilah banjir, dan bila diikuti oleh meluwapnya sungai
digoel maka sebagian kampung akan tergenang air 3-4 meter.
Sarana dan prasarana umum seperti : prasarana air bersih jumlahnya
sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada serta
dalam kondisi yang kurang terawat dan tidak berfungsi dengan baik.

Sumber air minum utama masyarakat dari sumur dangkal yang


dibuat secara swadaya, air hujan atau air kali yang telah
diendapkan terlebih dahulu.
B. Potensi Sumber Daya Alam dan Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk Sokanggo mempunyai mata pencaharian
utama sebagai petani peramu dan nelayan tradisional, dimana komoditi
yang diusahakan adalah umbi-umbian, jagung, sayur-mayur, akan tetapi
produksinya kurang memadai dikarenakan pertanian masih dikerjakan
secara tradisional dan berladang berpindah pindah / tidak menetap dan
pasar penjual hasil pertanian tidak ada. Hal ini sangat mempengaruhi
pendapatan petani,
menyebabkan
orang tua murid sulit untuk
mendapatkan biaya guna menyekolahkan anaknya ditingkat yang lebih tingi
SLTP atau SLTA. Sistem penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat
masih sangat tradisional, masyarakat menggunakan kail, jala dan jaring
sederhana yang kondisinya kurang baik, sehingga hasil penangkapan masih
sangat kurang .
Kondisi topografi Kampung Sukanggo sangat cocok untuk
pengembangan sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan dan
perikanan dan sektor perkebunan (Tanaman Buah, seperti rambutan dan
durian). Potensi Sumber daya alam yang dimiliki kampung Sokanggo sudah
mulai berkurang, khususnya hasil Hutan berupa kayu sudah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat.
Wilayah Hak Ulayat milik masyarakat
kampung Sokanggo dulunya merupakan wilayah HPH PT. Damai Setiatama
Timber Grup, yang memanfaatkan hasil hutan masyarakat berupa kayu log,
sekarang perusahaan tersebut telah tutup, digantikan dengan kopermas
yang juga tidak berjalan dengan baik.
Beberapa jenis vegetasi yang ada dan mempunyai potensi untuk
dikembangkan diantaranya, Kayu Besi (Intsia sp), Bus ( Melaleuca sp.),
Jambu Hutan (Eugenia, sp.), Bintanggur (Colophyllum, sp.), Rahai (Acacia,
sp.), Nani (metrosideros, sp), Damar (Agathis, sp.), Kayu Merah, Anggrek
dan Pandan (Pandanus), selain itu di beberapa tempat banyak ditumbuhi
tanaman bawah seperti Kasim, alang-alang,
rumput-rumputan atau
tumbuhan bawah lainnya.

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

Penyebaran pohon yang ada sudah bervariasi disesuaikan dengan


tempat tumbuhnya baik ditempat yang datar dan bergelombang. Pada
tempat-tempat tertentu terdapat hutan agak rapat / tebal dan ditempat lain
kerapatannya jarang. Perbedaan yang nampak dari keadaan vegetasi turut
ditentukan oleh pemukiman penduduk, dimana semakin dekat dengan
pemukiman vegetasinya semakin jarang dan sebaliknya semakin jauh
dengan pemukiman penduduk semakin lebat vegetasinya.
Hal ini
dikarenakan pemanfaatan sumberdaya hutan (kayu) oleh masyakat sebagai
bahan untuk bangunan dan sumber kayu bakar sangat tinggi. Tanaman
Sagu (Metroxilon Sp.,) yang merupakan tanaman pangan utama selain
beras dan ubi-ubian, yang tersebar didusun dusun masyarakat, yang
potensinya sudah mulai berkurang. Jenis sagu yang ada ada dua yaitu sagu
tidak berduri yang sering dikonsumsi masyarakat dikarenakan kwalitas pati
yang dihasilkan baik dan proses produksinya lebih mudah dan jenis sagu
berduri yang kurang disukai oleh masyarakat.
Jenis fauna yang terdapat dilokasi studi pada dasarnya memiliki
kesamaan jenis. Kawasan kelompok Hutan dilokasi Studi merupakan
habitat dari berbagai jenis satwa baik yang tidak dilindungi maupun
dilindungi oleh Undang-Undang. Satwa yang ada antara lain : Burung
Kakak Tua Raja (Probosliger, sp.), Biawak (Varmus salvatur), Rusa
(Timorensus rusa), Buaya (Crocodylus, sp.) dan beberapa jenis Ular
(Heliopsis, sp.) Urip, Kasuari.
Gangguan terhadap habitat dan
kelangsungan hidup satwa tersebut sering terjadi sehingga kelestarian
populasi satwa yang ada mulai terganggu.
Jenis ternak yang sudah dibudidaya oleh masyarakat didaerah studi
adalah ternak Sapi, Kambing, Babi dan Ayam, akan tetapi pengusahaannya
masih angat terbatas pada sebagian besar masyarakat pendatang dan
pemanfaatannya hanya ditujukan untuk konsumsi keluarga.
Hasil ikutan berupa hewan buruan, ikan tidak memberikan tambahan
penghasilan bagi keluarga. Hal ini dikarenakan akses pasar tidak ada.
Sumber daya Alam potensial yang belum dikembangkan seperti Galian C (
kerikil), dikarenakan akses pasar yaitu kabupaten Merauke, dan kabupaten
pemekaran lainnya masih sangat sulit ditembus. Penyebab utama adalah
kurangnya perhatian pemerintah dalam mengupayakan pemanfaatan
peluang pasar tersebut.
C. Sumber Daya Manusia
Secara umum masyarakat di kampung Sokanggo berpendidikan
Sekolah Dasar.
Hal ini dikarenakan karena rendahnya pendapatan
masyarakat menyebabkan kurangnya biaya untuk melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi.
Selain itu juga disebabkan karena fasilitas pendidikan
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

lanjutan yang ada sangat terbatas dan jumlah tenaga pengajar yang sangat
kurang.
Kondisi ini menyebabkan proses belajar mengajar tidak berjalan
dengan baik.
Yayasan Wahana Visi Indonesia mencoba mengatasi permasalahan
pendidikan dengan memberikan bantuan pendidikan kepada anak-anak Sekolah
berupa memberian bantuan fasilitas belajar dan bantuan biaya sekolah, akan
tetapi karena terbatasnya dana yang dimiliki Lembaga dan ketentuan dari
Lembaga Pendonor tidak semua anak usia sekolah dapat di bantu oleh lembaga
ini.

D. Kelembagaan di Kampung
Lembaga yang ada dan termasuk dalam wilayah Kampung Sokanggo
adalah masing-masing :
-

Gereja yang terdiri dari Gereja Katholik 2 buah dan Protestan 2 buah
Lembaga Gereja yang telah ada sejak jaman Belanda sangat berpengaruh
dalam kehidupan masyarakat. Hal ini ini terlihat dari perubahan pola
kehidupan masyarakat, dimana masyarakat yang dulunya masih
menggunakan cara-cara trasdisi/budaya dalam kegiatan sehari-hari
digantikan dengan menggunakan cara-cara agama.

Mesjid 1 buah
Kelompok Muslim adalah kelompok Minoritas yang ada di Kampung
Sokanggo, dimana umumnya dianut oleh para pedagang Bugis Makasar
yang telah ada dan bermukim di Kampung Sokanggo sejak kampung
tersebut terbentuk.
( Roda perekonomian masyarakat bergerak karena adanya pedagang Bugis
Makasar yang kehadirannya sejak tahun 1968, dimana masyarakat membeli
kebutuhan sehari-hari seperti beras, dan kebutuhan lainnya sedangkan
pedagang Bugis Makasar Membeli hasil hutan berupa kayu Log dan hasil hutan
lainnya).

Gedung Sekolah Dasar 1 buah, yang mana proses belajar mengajar


kurang aktif berjalan. ( guru yang ada banyak yang tidak mengajar

dikarenakan fasilitas penunjang proses belajar mengajar masih sangat


kurang)
-

Bank 2 buah berupa Bank BRI dan Bank Papua. Khusus untuk Bank
Papua telah ditingkatkan statusnya dari Kantor Pemegang Kas menjadi
Kantor Cabang Pembantu.

Kantor, Badan dan Dinas yang terdiri dari : Kantor Distrik Mandobo,
Pemda, Bappeda, Pertanian, Dinas Kesehatan, Tenaga Kerja,
Perekonomian

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

Telekomunikasi (telp, HP), PLN, TVRI sudah ada tetapi belum


beroperasional 24 jam hal ini disebabkan oleh wialyah jangkauan yang
cukup luas, sulitnya bahan bakar dan Suku Cadang yang sulit didapat.

Petugas PPL baik PPL Pertanian, Perkebunan dan Perikanan tidak aktif, hal
ini dikarenakan Pemerintah belum memberikan perhatian yang serius
dalam menangani masalah tersebut.

Kantor Kepala Kampung tidak ada, menyebabkan administrasi kampung


tidak tertata dengan baik

Kantor Pos Dan Giro, DPR, Kepolisian dan Koramil

F. ISSU/PERMASALAHAN STRATEGIS DAN ASPIRASI MASYARAKAT


Berdasarkan hasil penggalian aspirasi maupun kebutuhan masyarakat
yang dilakukan melalui wawancara dan kuisioner, diidentifikasikan sejumlah
isu/permasalahan strategis yang dinilai prioritas untuk ditangani, seperti dirinci
pada tabel berikut.
No.

Isu/Permasalahan Strategis

A.

Bidang Sarana dan Prasarana

Tingkat Pendidikan Rendah

ASPIRASI MASYARAKAT

- Pembangunan SLTP
- Pembangunan
siswa SLTA

Asrama

bagi

Pengurusan
Adminitrasi
yang - Pembangunan Balai Kampung
dan Kantor kepala Kampung
sangat
sulit
dan
sulitnya
menghubungi aparat kampung

1.

Kondisi
kebanyakan
rumah Pembangunan
dan
penduduk yang tidak layak huni
pemukiman penduduk

2.

Tidak terpeliharanya jalan-jalan Perbaikan dan peningkatan serta


penghubung yang ada (rusak) perkerasan jalan penghubung
dalam kampung RT
yang ada

3.

Terjadinya genangan air pada saat Perbaikan


dan
pembangunan
musim hujan pada kawasan saluran drainase, gorong serta
pemukiman
perbaikan jembatan

4.

Terbatasnya sarana dan prasarana Pembangunan


sarana
dan
air bersih
prasarana penyediaan air bersih

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

perbaikan

No.

Isu/Permasalahan Strategis

ASPIRASI MASYARAKAT
untuk umum

5.

Guru sekolah seringkali tidak Pembangunan perumahan untuk


berada di sekolah (tidak mengajar)
guru
dan tidak adanya kantor sekolah Pembangunan kantor sekolah
SD.
SD

B.

Bidang Ekonomi

1.

Tingkat keterampilan budidaya 1. Pembinaan dan peningkatan


bidang pertanian, peternakan dan
keterampilan petani/peternak
perikanan petani masih rendah
2. Pengembangan
budidaya
tanaman
pangan
dan
hortikultura;
c. Pengembangan
budidaya
peternakan,
perikanan
dan
perkebunan

Koperasi tidak berjalan dengan Pelatihan pengelolaan/manajemen


baik
koperasi

C.

Bidang Sosial, Perempuan

1.

Tingkat
rendah

Masih terjadinya
batas-batas tanah

Rendahnya tingkat
SD,SLTP dan SLTA

keterampilan

Keluarga Pelatihan program PKK

konflik

atas Pembebasan hak


adat/penyelesaian
tanah

atas tanah
batas-batas

pendidikan Pemberian Beasiswa Bagi Murid


SD,SLTP dan SLTA

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

10

Lampiran 1. Hubungan Kelembagaan

HUBUNGAN KELEMBAGAAN KP. SOKONGGO

BANK
PASAR

PEM.
KAMPUNG

PPL

LSM

SEKOLAH

MASYARAKAT

GEREJA
KATOLIK

PUSKESMAS

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

11

Lampiran : 2. Denah Kampung Sokanggo


Hutan sagu

matoa

rambutan
Durian

KA
LI

DI
GU

Transek KP. SOKONGGO

Rumput
Rumput
Rumput

Kp.Wet

Rumput

Rumput

Rumput
Rumput

U
Rumput
Rumput

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

12

IP

A
N
A

Lampiran 3. Denah Kampung Sokanggo

IN

KP. SOKONGGO

AL

IG

RT
AIR PO

Food Mart

Kp.Wet

Polisi
Puskesmas
Mesji
d

SDYPPK
Soska

ME

Pelabuhan
Lama

BRI
BPD

Gereja
katolik

DPR
Gereja
GPI

Asrama
Putri
K.Pos

Di strik

Telkom

PLN
Bapeda
Food Mart

KODIM

Kilang
Padi

Pelabuhan Baru

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

13

RA
UK
E

Lampiran 4. Kalender Musim Kampung Sokanggo

KALENDER MUSIM KP. SOKONGGO


No

KEGIATAN

MALARIA

DURIAN

MATOA

RAMBUTAN

PASKAH

WAFAT JESUS KRISTUS

KENAIKAN JESUS KRISTUS

HARI KEMERDEKAAN

HARI NATAL

JAN

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

FEB

MART

APR

MEI

14

JUN

JUL

AGT

SEP

OKT

NOP

DES

PROFIL KAMPUNG MAWAN


A.

Keadaan Umum Wilayah dan Sejarah Kampung


Kampung Mawan merupakan salah satu dari 13 kampung yang
termasuk dalam wilayah administratif Distrik Mandobo, Kabupaten Boven
Digoel terletak disebelah utara Ibu Kota Kabupaten Boven Digoel dengan
jarak sekitar 10 km. Untuk mencapai Kampung ini dari Ibu Kota Kabupaten
Boven Digoel dapat ditempuh melalui jalan darat dengan waktu perjalanan
sekitar 1 jam dengan mempergunakan kendaraan bermotor, hal ini jika
kondisi tidak hujan atau 2 jam jalan kaki, adapun dari kantor Distrik
Mandobo diperlukan waktu perjalanan sekitar 1.20 menit atau berjarak
sekitar 12 km.
Luas wilayah administratif Kampung Sokanggo sekitar 45 km2
dengan batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Persatuan
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Mariam
Sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Sokanggo
Sebelah Selatan berbatasan dengan Ampera
Gambaran secara menyeluruh mengenai sketsa peta wilayah
administratif Kampung Mawan Distrik Mandobo seperti ditunjukkan pada
peta berikut :

Kampung
Mawan

Berdasarkan data Monografi Kampung 2004, jumlah penduduk


Kampung Mawan tercatat sebanyak 260 jiwa, 130 laki-laki dan 130
perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 50 KK terdiri dari
suku Muyu, Ngalom, dan Skouw.
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

15

Kondisi rumah penduduk yang ada pada umumnya merupakan bangunan


semi permanen dan non permanen yang tidak layak huni. Disamping itu,
juga terdapat sejumlah fasilitas umum dengan kondisi yang tidak/ kurang
terpelihara dan tidak berfungsi.
Kampung Mawan terbentuk dari serangkaian kejadian dan
peristiwa-peristiwa masa lalu seperti tercatat dalam dokumen kampung
maupun berdasarkan informasi/catatan dari sejumlah tokoh masyarakat
setempat. Rincian kejadian dan/atau peristiwa seputar terbentuknya
Kampung Mawan, seperti disajikan pada tabel berikut.
Sejarah Ringkas Kampung Mawan
Tahun

Kejadian

1927

Kedatangan Pastor Hoc Boer dan terbentuklah Kampung I yaitu


Guam

1930

Bapak Yosep Ursok


Agama/Katekis

1935

Kampung Guam bubar karena terjadi pembunuhan ,masyarakat


kembali ke Hutan dan membuat rumah tinggi

1957

Terbentuklah kampung Mawan I letaknya diurat


kronyendit, nama Mawan di ambil dari nama sungai

1959

Masuknya Guru Katekis/guru agama bernama : Yanuarius


Yononggo, kemudian datang lagi Guru yang kedua bernama :
Markus Wanewop guru katekis dan pada waktu itu sekolah mulai
dibuka

1963

Kampung Mawan pindah ke Km 2, Tanah Merah atas tindakan


dari Bapak Yordan Gonda Bakap sebagai angota poksi yang
berasal dari kampung mawan, masyarakat berdiam disini selama
6 bulan. Kampung Mawan pindah lagi ke Kampung III tepi sungai
Mandobo

1967

Terjadi peristiwa pemerkosaan antara Guru dan Murid

1968

Guru Negeri I Bapak Paulus Koyak tiba di Kampung Mawan


sekaligus membuka sekolah Negeri tanggal 15 Januari 1968

11-41972

Mawan dipindahkan secara kekerasan oleh Bapak Domin Amotay


alasannya Kamp. Mawan harus tingal di Km 2 Tanah Merah. Pada
tahun ini juga terjadi kemarau panjang dan sekolah terbakar

1980

Kampung Mawan dapat bantuan Sekolah , masyarakat


mengangkat batu pasir untuk pembangunan sekolah dari Tanah
Merah, jalannya masih jln setapak. Terjadi musibah kematian
yang cukup banyak disebabkan karena penyakit yang tidak

datang

ke

Kampung

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

sebagai

Guru

tanah

16

pernah diketahui penyebabnya.


5-1-1984

Terjadilah pemberontakan GPK masuk ke Kampung Mawan


dibawah Pimpinan Yohanis Woyap dan Isak Minipko dan
menyandra Guru Paulus Koyap

1987

Pembangunan Gedung Gereja dengan swadaya masyarakat yang


dibawah pimpinan Pastor Hendrikus ver Gomen dengan tukang
Bapak Klemens dari Kampung Timur Tanah Merah.

19881990

Pemberianbantuan bibit cacao, cengkeh, jambu mete,


rambutan,durian, salak dari Yayasan Yasanto setiap KK 100 x 350
meter mulai dari Km 20, namun belum ada kesepakatan tanah
adat.

1993

Program IDT masuk Kampung Mawan, belum berhasil karena


tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat/kebutuhan masyarakat.
Pada waktu itu masyarakat tidak ikut dalam perencanaan

1998

Pembangunan Rumah Bidan Desa

19992000

Korindo mulai masuk Kampung Mawan dan mengggarap Hutan


dan memberikan bantuan langsung kepada Kampung Mawan dan
Persatuan berupa Tripleks Zeng, Paku, dan semen

20022003

Korindo kembali membantu memberikan Zeng Gelombang dan


Zeng Plat untuk rumah masyarakat

2004

Pembangunan Balai Kampung, 10 unit rumah dan asrama


(tempat penampungan anak sekolah di Tanah Merah)

Kondisi sarana dan prasarana umum, terutama prasarana jalan


penghubung dalam kampung tidak terpelihara dengan baik, bahkan dalam
kondisi yang rusak berat karena jalan penghubung tersebut hanya berupa
jalan tanah jika hujan jalan akan becek.
Sarana dan prasarana umum seperti : prasarana air bersih
jumlahnya sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang ada serta dalam kondisi yang kurang terawat dan tidak berfungsi
dengan baik. Masyarakat memperoleh air minum dari sumur
dangkal yang dibuat secara swadaya dan air hujan.
Isu pemanfaatan Hutan oleh Perusahan Korindo yang masuk tahun
1998 mejandi isu utama di kampung Mawan. Hal ini dikarenakan proses
penggantian atas hasil hutan hak ulayat masyarakat berupa kayu log
masih sangat rendah ( yaitu Rp. 800/ m3 tahun 1998) oleh Pihak LMA

berusaha untuk mempertahankan hak ulayat masyarakat dengan


menaikan harga kayu log menyebabkan terjadi kenaikan harga menjadi
Rp 10.000 / m3 sesuai dengan SK Gubernur Papua, akan tetapi kerusakan
atas hutan masyarakat tidak termasuk dalam biaya tersebut. Masyarakat
sebagai pemilik hak ulayat tidak terlibat dalam proses kegiatan

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

17

pemanfaatan kayu log oleh korindo, hal ini menyebabkan adanya


kecemburuan masyarakat dan membuat gejolak dimasyarakat. ( Hal ini

diakui pulah oleh Kepala Suku Besar Wambon


Boyovinde). Guna mengatasi hal tersebut, LMA

Bapak Thomas

berusaha untuk

memberikan masukan kepada Pihak Korindo ).

Untuk mengambil hati Masyarakat pihak korindo membantu


masyarakat dengan memberikan bantuan seng dan tripleks untuk
pembangunan perumahan masyarakat, akan tetapi kampung mawan tidak
ada perubahan yang berarti, perumahan masyarakat masih kurang layak
untuk dihuni.
B. Potensi Sumber Daya Alam dan Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk Mawan mempunyai mata pencaharian
utama sebagai petani peramu dimana Komoditi yang diusahakan adalah
umbi-umbian, jagung, sayur-mayur, akan tetapi produksinya kurang
memadai dikarenakan pertanian masih dikerjakan secara tradisional dan
berladang berpindah pindah/tidak menetap dan pasar penjual hasil
pertanian tidak ada. Hal ini sangat mempengaruhi pendapatan petani,
menyebabkan pemenuhan kebutuhan keluarga sangat terbatas
Kampung Mawan yang terletak diatas urat tanah memiliki sangat
cocok untuk pengembangan sektor pertanian (tanaman pangan,
peternakan dan sektor perkebunan (Tanaman Buah, seperti rambutan dan
durian).
Potensi Sumber daya alam yang dimiliki kampung Mawan sudah
mulai berkurang, khususnya hasil Hutan berupa kayu log yang
dimanfaatkan oleh korindo. Beberapa jenis vegetasi yang ada dan
mempunyai potensi untuk dikembangkan diantaranya, Kayu Besi (Intsia
sp), Bus ( Melaleuca sp.), Jambu Hutan (Eugenia, sp.), Bintanggur
(Colophyllum, sp.), Rahai (Acacia, sp.), Nani (metrosideros, sp), Damar
(Agathis, sp.), Kayu Merah, dan Pandan (Pandanus), selain itu di beberapa
tempat banyak ditumbuhi tanaman bawah seperti Kasim, alang-alang,
rumput-rumputan atau tumbuhan bawah lainnya.
Tanaman Sagu (Metroxilon Sp.,) yang merupakan tanaman pangan
utama selain beras dan ubi-ubian, yang tersebar didusun dusun
masyarakat, yang potensinya sudah mulai berkurang. Terdapat dua jenis
sagu yaitu sagu tidak berduri yang sering dikonsumsi masyarakat
dikarenakan dan jenis sagu berduri yang kurang disukai oleh masyarakat.
Satwa yang ada antara lain : Burung Kakak Tua Raja (Probosliger,
sp.), Biawak (Varmus salvatur), Rusa (Timorensus rusa), Buaya
(Crocodylus, sp.) dan beberapa jenis Ular (Heliopsis, sp.) Urip, Kasuari.

Gangguan terhadap habitat dan kelangsungan hidup satwa tersebut sering


terjadi sehingga kelestarian populasi satwa yang ada mulai terganggu
Jenis ternak yang sudah dibudidaya oleh masyarakat didaerah studi adalah
ternak Kambing, Babi dan Ayam, akan tetapi pengusahaannya masih
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

18

sangat terbatas pada beberapa keluarga saja dan pemanfaatannya hanya


ditujukan untuk konsumsi keluarga.
Hasil ikutan berupa hewan buruan, ikan tidak memberikan
tambahan penghasilan bagi keluarga. Hal ini dikarenakan hasil buruan
yang jumlahn terbatas dan juga tidak ada pasar yang dapat menampung
hasil buruan tersebut.

C.

Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia di kampung Mawan masih sangat rendah.
umum masyarakat di kampung Mawan berpendidikan Sekolah Dasar. Hal
ini dikarenakan akses pendidikan dikampung Mawan masih sangat kurang
hanya ada sekolah dasar dengan jumlah tenaga guru yang terbatas ( 2
orang tenaga guru dan 1 Guru kontrak). Selain itu penyebab rendahnya
pendidikan masyaraakt adalah kurangnya pendapatan masyarakat
menyebabkan kurangnya biaya untuk melanjutkan pendidikan yang lebih
tinggi.
Yayasan Wahana Visi Indonesia mencoba mengatasi permasalahan
pendidikan dengan memberikan bantuan pendidikan kepada anak-anak Usia
Sekolah berupa memberian bantuan fasilitas belajar dan bantuan biaya
sekolah akan tetapi sangat terbatas pembiayaannya dikarenakan terbatasnya
dana yang di berikan Lembaga Donatur.

D.

Kelembagaan di Kampung
Lembaga yang ada dan termasuk dalam wilayah Kampung Mawan
adalah masing-masing :
-

Gereja yang terdiri dari Gereja Katholik 1 buah


Lembaga Gereja yang telah ada sejak jaman Belanda sangat
berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Hal ini ini terlihat dari
perubahan pola kehidupan masyarakat, dimana masyarakat yang
dulunya masih menggunakan cara-cara trasdisi/budaya dalam kegiatan
sehari-hari digantikan dengan menggunakan cara-cara agama.

Gedung Sekolah Dasar 1 buah, yang mana proses belajar mengajar


kurang aktif berjalan. ( guru yang ada masih sangat kurang fasilitas
penunjang proses belajar mengajar masih sangat kurang)

Sarana Pelayanan kesehatan berupa Pustu , tenaga Bidan dan Dukun


beranak tidak berjalan dengan baik hal ini dikarenakan tenaga bidan
yang tidak bermukim di kampung Mawan.

Tidak adanya Kantor Kepala Kampung pada kampung Mawan


menyebabkan Administrasi Kampung tidak tertata dengan baik.

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

19

E. ISSU/PERMASALAHAN STRATEGIS DAN ASPIRASI MASYARAKAT


Berdasarkan hasil penggalian aspirasi maupun kebutuhan masyarakat
yang dilakukan melalui wawancara dan kuisioner, diidentifikasikan sejumlah
isu/permasalahan strategis yang dinilai prioritas untuk ditangani, seperti
dirinci pada tabel berikut.
No.

Isu/Permasalahan Strategis

A.

Bidang Sarana dan Prasarana

Tingkat Pendidikan Rendah

ASPIRASI MASYARAKAT

- Pembangunan SLTP
- Pembangunan
Asrama
siswa SLTA

2.

Kondisi
kebanyakan
penduduk yang tidak la
yak huni

3.

Terbatasnya
sarana
prasarana air bersih

4.

Guru sekolah seringkali tidak Pembangunan


perumahan
berada
di
sekolah
(tidak
untuk guru
mengajar) dan tidak adanya Pembangunan kantor sekolah
kantor sekolah SD.
SD

B.

Bidang Ekonomi

1.

Tingkat keterampilan budidaya 1. Pembinaan dan peningkatan


bidang pertanian, peternakan dan
keterampilan petani/peternak
perikanan petani masih rendah
2. Pengembangan tanaman
pangan dan hortikultura;
3. Pengembangan budidaya
peternakan, perikanan
perkebunan

Koperasi tidak berjalan dengan Pelatihan


baik
pengelolaan/manajemen koperasi

C.

Bidang Sosial, Perempuan

1.

Tingkat
rendah

Masih terjadinya
batas-batas tanah

Rendahnya
SD SLTP d

keterampilan

tingkat
SLTA

rumah Pembangunan dan


pemukiman penduduk

bagi

perbaikan

dan Pembangunan
sarana
dan
prasarana penyediaan air bersih
untuk umum

Keluarga Pelatihan program PKK

konflik

atas Pembebasan hak


adat/penyelesaian
tanah

atas tanah
batas-batas

pendidikan Pemberian Beasiswa Bagi Murid


SD SLTP d SLTA

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

20

No.

Isu/Permasalahan Strategis
SD,SLTP dan SLTA

ASPIRASI MASYARAKAT
SD,SLTP dan SLTA

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

21

Lampiran 1. Hubungan Kelembagaan Kampung Mawan

HUBUNGAN KELEMBAGAAN KP. MAWAN

LSM

PENDIDIKAN
MASYARAKAT

GEREJA
POSYANDU

KATOLIK

APARAT
KAMPUNG

PASAR

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

22

Lampiran 2. Denah Kampung Mawan

Rumah

KP. MAWAN
Rumah

Rumah
Rumah

KUBURAN

Rumah

Rumah

Gereja
Katolik

Rumah POSYANDU

Rumah

BALAI DESA

Rumah
Rumah

Rumah

Rumah
Rumah

Rumah

SD
NEGRI

Rumah
Rumah
Rumah

Rumah

Rumah

Rumah
Rumah
Rumah

T .ME

ip
Mind

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

23

tana

RA H

Lampiran 3. Transek Kampung Mawan

Transek KP. MAWAN


D
HUTAN HETEROGEN

Hutan sagu

Hutan sagu

D
Hutan sagu
HUTAN HETEROGEN

kelapa
HUTAN HETEROGEN
kelapa

rambutan
matoa
kelapa

rambutan
rambutan
kelapa

matoa

durian

matoa
rambutan
durian
kelapa

durian

matoa

rambutan

durian
kelapa

kelapa

kelapa
kelapa

kelapa

kelapa

rambutan

matoa
matoa

matoa
HUTAN HETEROGEN

T .ME

di
Min

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

24

a
pt an

R AH

Lampiran 4. Kalender Musim Kampung Mawan

KALENDER MUSIM KP. MAWAN


No

KEGIATAN

JAN

FEB

MAR

APR

MEI

1 TANAM/PANEN SAYURAN
2 RAMBUTAN/MATOA/DURIAN
3 BERBURU RUSA/MENJARING IKAN
4 WAFAT JESUS KRISTUS
5 PASKAH
6 KENAIKAN JESUS KRISTUS
7 BANTUAN KORINDO *
8 HARI KEMERDEKAAN
9 BANTUAN WVI *
10 HARI NATAL
11 MALARIA
* BAHAN BANGUNAN U/ RUMAH
* UANG SEKOLAH
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

25

JUN

JUL

AGT

SEP

OKT

NOP

DES

PROFIL KAMPUNG TINGGAM


A.

Keadaan Umum Wilayah dan Sejarah Kampung


Kampung Tinggam merupakan salah satu dari 23 kampung yang
termasuk dalam wilayah administratif Distrik Minditanah, Kampung
Tinggam terletak disebelah timur dari Ibu Kota Kabupaten Boven Digoel
dengan jarak sekitar 120 km, dengan topografi bergelombang ( 3 %).
Untuk mencapai Kampung ini dari Kabupaten Boven Digoel melalui jalan
darat dan dibutuhkan waktu perjalanan sekitar 4 jam dengan
menggunakan kendaraan jika kondisi tidak hujan dan jika hujan dapat
mencapai lebih dari satu hari. Adapun dari kantor Distrik Minditanah
kurang lebih 1.30 menit atau berjarak sekitar 12 km.
Luas wilayah administratif Kampung Tinggam sekitar 19.898 m2
45 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Timur berbatasan dengan Ibu Kota Distrik Mindiptana
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Ogeneta
Sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Kakuna
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kali Kouw
Gambaran secara menyeluruh mengenai sketsa peta wilayah administratif
Kampung Tinggam Distrik Minditanah seperti ditunjukkan pada peta
berikut :

Kampung
Tinggam

Berdasarkan data Monografi Kampung Tinggam tahun 2004, Jumlah


penduduk 546 jiwa, 281 laki-laki dan 265 perempuan,RT = 30 KK. Kondisi
rumah penduduk umumnya bangunan terbuta dari papan daun sagu
yang telah dibentuk yang kondisinya kurang terpelihara.

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

26

Kampung Tinggam terbentuk dari serangkaian kejadian dan


peristiwa-peristiwa masa lalu informasi/catatan dari sejumlah tokoh adat
dan tokoh masyarakat setempat.
Untuk mengetahui rincian kejadian dan/atau peristiwa seputar
terbentuknya Kampung Tinggam, tabel berikut menyajikan rekaman
kejadian dan/atau peristiwa dimaksud.
Sejarah Ringkas Kampung Tinggam
Tahun

Kejadian

1927

Kedatangan Pastor Hoc Boer dan terbentuklah Kampung yaitu


Minditanah

1972

Jalan penghubung Kabupaten dengan distrik di buat,


masyarakat berkumpul dan membangun rumah membuat
perkampungan

1973

Terbentuknya nama Desa yaitu Desa Tinggam

Kondisi sarana dan prasarana umum, terutama prasarana jalan


penghubung dalam kampung tidak terpelihara dengan baik, bahkan dalam
kondisi yang rusak berat karena jalan penghubung tersebut hanya berupa
jalan tanah jika hujan jalan akan becek.
Sarana dan prasarana umum seperti : prasarana air bersih
jumlahnya sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang ada serta dalam kondisi yang kurang terawat dan tidak berfungsi
dengan baik. Sumber air minum utama masyarakat dari saluran

air yang dibuat di badan jalan dan sumur dangkal yang dibuat
secara swadaya dan air hujan.

Pola kehidupan masyarakat di Kampung Tinggam umumnya masih


petani peramu dengan memanfaatkan sumberdaya alam sebagai usaha
utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pola pergeseran budaya
sudah mulai nampak dari proses bergesernya pola konsumsi keluarga dari
konsumsi sagu sabagai makan utama menjadi beras sebagai makanan
utama. Hal ini terjadi dikarenakan sumberdaya alam berupa sagu sudah
mulai berkurang dan juga telah berubahnya pola kehidupan masyarakat
yang mengarah pada kehidupan lebih modern.
Organisasi yang mewadai kaum perempuan seperti PKK yang ada
masih belum berjalan dengan baik dikarenakan tingkat keterampilan dan
pengetahuan pengelola organisasi yang masih rendah/kurang. Rendahnya
pengetahuan pengelola organisasi tersebut dikarenakan kurangnya
pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasata berupa
petaihan atau kursus-kursus guna meningkatan kemampuan anggotanya.

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

27

Hal ini menyebabkan pengurus tidak mampu meningkatkan ketrampilan


kaum perempuan yang ada di kampung.
B.

Potensi Sumber Daya Alam dan Mata Pencaharian


Sebagian besar penduduk Tinggam mempunyai mata pencaharian
utama sebagai petani peramu, dimana Komoditi yang diusahakan adalah
umbi-umbian, jagung, sayur-mayur, akan tetapi produksinya kurang
memadai dikarenakan pertanian masih dikerjakan secara tradisional dan
berladang berpindah pindah/tidak menetap dan pasar penjual hasil
pertanian tidak ada. Sistem penangkapan ikan yang dilakukan oleh
masyarakat masih sangat tradisional, masyarakat menggunakan Kail, jala
dan jaring sederhana yang kondisinya kurang baik, sehingga hasil
penangkapan masih sangat kurang
Wilayah Kampung Tinggam yang berbukit-bukit sangat cocok untuk
pengembangan sektor pertanian sektor perkebunan (Tanaman Buah,
seperti rambutan dan durian).
Potensi Sumber daya alam yang dimiliki kampung Tinggam masih
cukup banyak, khususnya hasil Hutan berupa kayu log belum banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa jenis vegetasi yang ada dan
mempunyai potensi untuk dikembangkan diantaranya, Kayu Besi (Intsia
sp), Bus ( Melaleuca sp.), Jambu Hutan (Eugenia, sp.), Bintanggur
(Colophyllum, sp.), Rahai (Acacia, sp.), Nani (metrosideros, sp), Damar
(Agathis, sp.), Kayu Merah, dan Pandan (Pandanus
Tanaman Sagu (Metroxilon Sp.,) yang merupakan tanaman pangan
utama selain beras dan ubi-ubian, yang tersebar didusun dusun
masyarakat, yang potensinya sudah mulai berkurang. Jenis sagu yang
ada ada dua yaitu sagu tidak berduri yang sering dikonsumsi masyarakat
dikarenakan kwalitas pati yang dihasilkan baik dan proses produksinya
lebih mudah dan jenis sagu berduri yang kurang disukai oleh masyarakat.
Satwa yang ada antara lain : Burung Kakak Tua Raja (Probosliger,
sp.), Biawak (Varmus salvatur), Rusa (Timorensus rusa), Buaya
(Crocodylus, sp.) dan beberapa jenis Ular (Heliopsis, sp.) Urip, Kasuari.

Gangguan terhadap habitat dan kelangsungan hidup satwa tersebut sering


terjadi sehingga kelestarian populasi satwa yang ada mulai terganggu
Jenis ternak yang sudah dibudidaya oleh masyarakat adalah ternak
Kambing, Babi dan Ayam, akan tetapi pengusahaannya masih angat
terbatas pada beberapa keluarga saja dan pemanfaatannya hanya
ditujukan untuk konsumsi keluarga. Hasil ikutan berupa hewan buruan,
ikan tidak memberikan tambahan penghasilan bagi keluarga. Hal ini
dikarenakan akses pasar tidak ada.

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

28

C.

Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia di kampung Tinggam masih sangat rendah.
Umum masyarakat di kampung Mawan berpendidikan Sekolah Dasar. Hal
ini dikarenakan akses pendidikan dikampung Mawan masih sangat kurang
hanya ada sekolah dasar dengan jumlah tenaga guru yang terbatas ( 2
orang tenaga guru dan 1 Guru kontrak). Selain itu penyebab rendahnya
pendidikan masyarakat adalah tidak adanya usaha produktif yang dapat
menambah pendapatan keluarga, serta kurangnya minat orangtua
menykolahkan anaknya.

D.

Kelembagaan di Kampung
Lembaga yang ada dan termasuk dalam wilayah Kampung Sokanggo
adalah masing-masing :
-

Gereja yang terdiri dari Gereja Katholik 1 buah


Lembaga Gereja yang telah ada sejak jaman Belanda sangat
berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Hal ini ini terlihat dari
perubahan pola kehidupan masyarakat, dimana masyarakat yang
dulunya masih menggunakan cara-cara trasdisi/budaya dalam kegiatan
sehari-hari digantikan dengan menggunakan cara-cara agama.

Gedung Sekolah Dasar 1 buah, yang mana proses belajar mengajar


kurang aktif berjalan. ( guru yang ada masih sangat kurang fasilitas
penunjang proses belajar mengajar masih sangat kurang)

E. ISSU/PERMASALAHAN STRATEGIS DAN ASPIRASI MASYARAKAT


Berdasarkan hasil penggalian aspirasi maupun kebutuhan masyarakat
yang dilakukan melalui wawancara dan kuisioner, diidentifikasikan sejumlah
isu/permasalahan strategis yang dinilai prioritas untuk ditangani, seperti
dirinci pada tabel berikut.
No.

Isu/Permasalahan Strategis

ASPIRASI MASYARAKAT

A.

Bidang Sarana dan Prasarana

Tingkat Pendidikan Rendah

1.

Kondisi
kebanyakan
rumah Pembangunan
dan
penduduk yang tidak layak huni
pemukiman penduduk

2.

Terbatasnya sarana dan prasarana Pembangunan


sarana
dan
air bersih
prasarana penyediaan air bersih
untuk umum

Pemberian Beasiswa Bagi Murid


SD,SLTP dan SLTA

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

perbaikan

29

No.

Isu/Permasalahan Strategis

ASPIRASI MASYARAKAT

3.

Guru sekolah seringkali tidak Pembangunan perumahan untuk


berada di sekolah (tidak mengajar)
guru
dan tidak adanya kantor sekolah
Pembangunan kantor sekolah

B.

Bidang Ekonomi

1.

Tingkat keterampilan budidaya 1. Pembinaan dan peningkatan


bidang pertanian, peternakan dan
keterampilan petani/peternak
perikanan petani masih rendah
2. Pengembangan budidaya
tanaman pangan dan
hortikultura;
3. Pengembangan peternakan,
perikanan dan perkebunan

C.

Bidang Sosial, Perempuan

1.

Rendah keterampilan Keluarga

Masih terjadinya konflik atas batas- Pembebasan hak


batas tanah
adat/penyelesaian
tanah

atas tanah
batas-batas

Sulitnya Pemasaran hasil

penghubung

Pelatihan program PKK

Adanya prasarana
kepasar

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

30

Lampiran 1. Hubungan Kelembagaan

HUBUNGAN KELEMBAGAAN KP. TINGGAM

APARAT
DESA

LSM
MASYARAKAT
GEREJA
KATOLIK
SEKOLAH

PUSTU

PASAR

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

31

Lampiran 2. Denah Kampung Tinggam

KP. TINGGAM

DURIAN
DURIAN
MATOA
MATOA
RAMBUTAN
DURIAN
MATOA

TANA
MER A
H
MINDIPTANA

DURIAN
RAMBUTAN

RAMBUTAN
MATOA

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

32

Lampiran 3 : Transek Kampung Tinggam


Transek KP. TINGGAM

MATOA
MATOA
MATOA

Hutan sagu

MATOA

Hutan sagu

MATOA

HUTAN HETEROGEN

Hutan sagu

HUTAN HETEROGEN

RAMBUTAN

HUTAN HETEROGEN

RAMBUTAN

Hutan sagu

RAMBUTAN
DURIAN

kelapa

DURIAN
kelapa

Hutan sagu
kelapa

MATOA

DURIAN
kelapa
kelapa

MATOA

Hutan sagu

kelapa

DURIAN

DURIAN
DURIAN
DURIAN

kelapa

kelapa

kelapa

kelapa

RAMBUTAN

MATOA

MATOA
DURIAN

MATOA

RAMBUTAN

RAMBUTAN
DURIAN
RAMBUTAN

RAMBUTAN
RAMBUTAN

TANA M
ER AH

RAMBUTAN

RAMBUTAN

MINDIPTANA

RAMBUTAN

RAMBUTAN

RAMBUTAN

RAMBUTAN
RAMBUTAN
RAMBUTAN

kelapa

kelapa

kelapa
Hutan sagu

RAMBUTAN

RAMBUTAN
MATOA

DURIAN
DURIAN

HUTAN HETEROGEN

kelapa

DURIAN

DURIAN

Hutan sagu

MATOA

MATOA

RAMBUTAN

HUTAN HETEROGEN

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

33

Lampiran 4. Kalender Musim Kampung Tinggam

KALENDER MUSIM KP. TINGGAM

No

KEGIATAN

JAN

FEB

MAR

APR

MEI

1 MALARIA
2 DURIAN
3 MATOA
4 RAMBUTAN
5 WAFAT JESUS KRISTUS
6 PASKAH
7 KENAIKAN JESUS KRISTUS
8 HARI KEMERDEKAAN
9 HARI NATAL

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

34

JUN

JUL

AGT

SEP

OKT

NOP

DES

PROFIL KAMPUNG AWAYANKA


A.

Keadaan Umum Wilayah dan Sejarah Kampung


Kampung Awayanka merupakan salah satu dari 22 kampung yang
termasuk dalam wilayah administratif Distrik Minditanah, Kampung Tinggam
terletak disebelah timur dari Ibu Kota Kabupaten Boven Digoel dengan jarak
sekitar 140 km, dengan topografi bergelombang ( 3 %). Untuk mencapai
Kampung ini dari Kabupaten Boven Digoel melalui jalan darat dan dibutuhkan
waktu perjalanan sekitar 5 jam dengan menggunakan kendaraan jika kondisi
tidak hujan dan jika hujan dapat mencapai lebih dari satu hari Adapun dari
kantor Distrik Minditanah kurang lebih 10 menit atau berjarak sekitar 1 km.
Luas wilayah administratif Kampung Awayanka sekitar 15.223 M2 km2
dengan batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Andobit
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Mindiptana
Sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Kamka
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kali Kouh
Gambaran secara menyeluruh mengenai sketsa peta wilayah
administratif Kampung Awayanka Distrik Minditana seperti ditunjukkan pada
peta berikut :
DISTRIK MINDIPTANA

Kampung
Awayanka

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

35

Berdasarkan data Monografi Kampung 2004, Jumlah penduduk 230


jiwa, 140 laki-laki dan 90 perempuan, RT = 51 KK. Kondisi rumah penduduk
pada umumnya masih berupa bangunan semi permanen peninggalan
jaman Belanda yang kondisinya kurang terpelihara dan rumah sangat
sederhana yang terbuat dari papan yang dibuat masyarakat secara swadaya
yang kondisinya kurang layak untuk di tinggali.
Kampung Awayanka terbentuk dari serangkaian kejadian dan
peristiwa-peristiwa masa lalu informasi/catatan dari sejumlah tokoh adat
dan tokoh masyarakat setempat.
Untuk mengetahui rincian kejadian dan/atau peristiwa seputar
terbentuknya Kampung Awayanka, tabel berikut menyajikan rekaman
kejadian dan/atau peristiwa dimaksud.
Sejarah Ringkas Kampung Awayanka
Tahun

Kejadian

1933

Kedatangan Pastor Hoeboer ke kampung Ninati

1938

Pastor Hoeboer masuk


perkampungan baru

1972

Kampung Mindiptanah di pecah menjadi dua menjadi kampung


Mindiptanah dan kampung Awayanka

1973

Terbentuknya Desa Awayanka oleh pemerintah

kampung

Mindiptanah

mmbentuk

Kondisi sarana dan prasarana umum, terutama prasarana jalan


penghubung dalam kampung (tidak terpelihara dengan baik, bahkan dalam
kondisi yang rusak berat karena jalan penghubung tersebut hanya berupa
jalan pengerasan dan tidak pernah diaspal. Perkerasan jalan yang ada

merupakan
peninggalan
Belanda
dan
tidak
dirawat/diperbaiki lagi oleh pemerintah Indonesia.

pernah

Sarana dan prasarana umum seperti : prasarana air bersih jumlahnya


sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada serta
dalam kondisi yang kurang terawat dan tidak berfungsi dengan baik.

Masyarakat mengandalkan air hujan dan sumur dangkal yang dibuat


secara swadaya, atau air kali yang telah diendapkan terlebih dahulu.

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

36

B. Potensi Sumber Daya Alam dan Mata Pencaharian


Sebagian besar penduduk Awayanka mempunyai mata pencaharian
utama sebagai petani peramu dan nelayan tradisional, dimana Komoditi yang
diusahakan adalah umbi-umbian, jagung, sayur-mayur, akan tetapi
produksinya kurang memadai dikarenakan pertanian masih dikerjakan secara
tradisional dan berladang berpindah pindah/tidak menetap dan pasar
penjual hasil pertanian tidak ada. Sistem penangkapan ikan yang dilakukan
oleh masyarakat masih sangat tradisional, masyarakat menggunakan Kail, jala
dan jaring sederhana yang kondisinya
kurang baik, sehingga hasil
penangkapan masih sangat kurang .
Kampung Awayanka terletak pada dataran yang agak tinggi dengan
topografi berbukit dan dilewati oleh kali kouh, hal ini memungkinkan untuk
pengembangan sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan dan
perikanan dan sektor perkebunan (Tanaman Buah, seperti rambutan dan
durian).
Potensi Sumber daya alam yang dimiliki kampung Awayanka sudah
mulai berkurang, khususnya hasil Hutan berupa kayu sudah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa jenis vegetasi yang ada dan
mempunyai potensi untuk dikembangkan diantaranya, Kayu Besi (Intsia sp),
Bus ( Melaleuca sp.), Jambu Hutan (Eugenia, sp.), Bintanggur (Colophyllum,
sp.), Rahai (Acacia, sp.), Nani (metrosideros, sp), Damar (Agathis, sp.), Kayu
Merah, dan Pandan (Pandanus), selain itu di beberapa tempat banyak
ditumbuhi tanaman bawah seperti, alang-alang, rumput-rumputan atau
tumbuhan bawah lainnya.
Tanaman Sagu (Metroxilon Sp.,) yang merupakan tanaman pangan
utama selain beras dan ubi-ubian, yang tersebar didusun dusun
masyarakat, yang potensinya sudah mulai berkurang. Jenis sagu yang ada
ada dua yaitu sagu tidak berduri yang sering dikonsumsi masyarakat
dikarenakan kwalitas pati yang dihasilkan baik dan proses produksinya lebih
mudah dan jenis sagu berduri yang kurang disukai oleh masyarakat.
Satwa yang ada antara lain : Burung Kakak Tua Raja (Probosliger, sp.),
Biawak (Varmus salvatur), Rusa (Timorensus rusa), Buaya (Crocodylus, sp.)
dan beberapa jenis Ular (Heliopsis, sp.) Urip, Kasuari.
Jenis ternak yang sudah dibudidaya oleh masyarakat adalah ternak
Kambing, Babi dan Ayam, akan tetapi pengusahaannya masih sangat terbatas
pada beberapa keluarga saja dan pemanfaatannya hanya ditujukan untuk
konsumsi keluarga.
Hasil ikutan berupa hewan buruan, ikan tidak
memberikan tambahan penghasilan bagi keluarga. Hal ini dikarenakan akses
pasar tidak ada.

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

37

C.

Sumber Daya Manusia


Masyarakat di kampung Awayanka telah mengenal pendidikan.
Umumnya anak usia sekolah telah bersekolah. Hal ini dikarenakan fasilitas
penunjang pendidikan telah ada dikampung seperti SD, SMP dan SMA.
Permasalahan utama yang dihadapi di kampung Awayanka adalah rendahnya
ketrampilan kaum perempuan. Hal ini dikarenakan Pihak Pemerintah dan
Swasta yang ada di Distrik Mindiptanah kurang memberikan perhatian
terhadap pengembangan ketrampilan kaum perempuan berupa Pelatihan.
Yayasan Wahana Visi Indonesia mencoba mengatasi permasalahan
terhadap kurangnya Pendidikan Kaum Perempuan dengan memberikan Pelatihan
Jahit Menjahit dan memberikan bantuan Modal kepada kelompok tersebut akan
tetapi tidak semuan kaum permpuan dapat dibantu oleh karena terbatasnya Dana
yang diberikan oleh Lembaga Donatur.

D.

Kelembagaan di Kampung
Lembaga yang ada dan termasuk dalam wilayah Kampung Awayanka
adalah masing-masing :
-

Gereja yang terdiri dari Gereja Katholik 2 buah dan Protestan 2 buah
Lembaga Gereja yang telah ada sejak jaman Belanda sangat berpengaruh
dalam kehidupan masyarakat.
Hal ini ini terlihat dari perubahan pola kehidupan masyarakat, dimana
masyarakat yang dulunya masih menggunakan cara-cara trasdisi/budaya
dalam kegiatan sehari-hari digantikan dengan menggunakan cara-cara
agama.

Mesjid 1 buah
Kelompok Muslim adalah kelompok Minoritas yang ada di Kampung
Sokanggo, dimana umumnya dianut oleh para pedagang Bugis Makasar
yang telah ada dan bermukim di Kampung Sokanggo sejak kampung
tersebut terbentuk. Kerukunan antar umat beragama terjalin sangat baik
dimasyarakat.

Gedung Sekolah Dasar 2 buah (Sd Inpres dan SD YPPK), SMP YPPK 1
buah, SMA YPPK 1 Buah, ketersediaan tenaga guru masih sangat kurang
walaupun proses belajar mengajar dapat berjalan dimana guru mengajar
beberapa bidang studi.

Bank 2 buah berupa Bank BRI dan Bank Papua yang statusnya masih
merupakan kantor pemegang kas.

Gedung Olah Raga 1 buah tetapi kondisinya kurang baik

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

38

LSM WVI, yang memberikan bantuan kepada anak usia sekolah berupa
bantuan biaya dan fasilitas belajar dan membantu pengadaan Guru Bantu,
akan tetapi bantuan tersebut masih sangat terbatas hal ini dikarenakan
keterbatasan dana yang ada dan jumlah tenaga guru yang ada sangat
terbatas.

Kantor yang ada seperti Kantor Distrik Mindiptana, , PLN, Pos Dan Giro,
Puskesmas, Kepolisian dan Koramil semuanya terdapat didalam kampung
Mindiptana.

F. ISSU/PERMASALAHAN STRATEGIS DAN ASPIRASI MASYARAKAT


Berdasarkan hasil penggalian aspirasi maupun kebutuhan masyarakat
yang dilakukan melalui wawancara dan kuisioner, diidentifikasikan sejumlah
isu/permasalahan strategis yang dinilai prioritas untuk ditangani, seperti dirinci
pada tabel berikut.

No.

Isu/Permasalahan Strategis

ASPIRASI MASYARAKAT

A.

Bidang Sarana dan Prasarana

1.

Kondisi
kebanyakan
rumah Pembangunan
dan
penduduk yang tidak layak huni
pemukiman penduduk

2.

Tidak terpeliharanya jalan-jalan Perbaikan dan peningkatan serta


penghubung yang ada (rusak) perkerasan jalan penghubung
dalam kampung RT
yang ada

3.

Terbatasnya sarana dan prasarana Pembangunan


sarana
dan
air bersih
prasarana penyediaan air bersih
untuk umum

B.

Bidang Ekonomi

1.

Tingkat keterampilan budidaya 1. Pembinaan dan peningkatan


bidang pertanian, peternakan dan
keterampilan petani/peternak
perikanan petani masih rendah
2. Pengembangan
budidaya
tanaman
pangan
dan
hortikultura;
c. Pengembangan
budidaya
peternakan,
perikanan
dan
perkebunan

Koperasi tidak berjalan dengan Pelatihan pengelolaan/manajemen

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

perbaikan

39

No.

Isu/Permasalahan Strategis
baik

ASPIRASI MASYARAKAT
koperasi

C.

Bidang Sosial, Perempuan

1.

Tingkat
rendah

Masih terjadinya
batas-batas tanah

Rendahnya tingkat
SD,SLTP dan SLTA

keterampilan

Keluarga Pelatihan program PKK

konflik

atas Pembebasan hak


adat/penyelesaian
tanah

atas tanah
batas-batas

pendidikan Pemberian Beasiswa Bagi Murid


SD,SLTP dan SLTA

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

40

Lampiran 1. Hubungan Kelembagaan

HUBUNGAN KELEMBAGAAN KP. AWAYANKA

PENDIDIKAN

LMA
PASAR

LSM

PUSKESMAS

MASYARAKAT

GEREJA
PROTESTAN

MASJID

GEREJA
KATOLIK

BANK

PPL

PEMERINTAHAN
DISTRIK

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

41

Lampiran 2. Denah Kampung Awayanka

KP. AWAYANKA
Ai

rt

waropko

PAS

AR

Gereja
GPI

o
rp

kios
s
kio

GOR

SD
INPRES

Lap.

Kuburan

b ola

Mesjid
Ktr.IMIGRASI

Tana
Merah

Ktr Koramil
Ktr Camat

Puskes
mas
KOMPMISSI

Poo
l

KTRPOS

BRI
SD
YPPK
BANK
PAPUA

Gereja
Katolik

SMP
YPPK

SMA
YPPK

SUN GAI KOU


DERMAGA

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

42

Lampiran 3. Transek Kampung Awayanka


D

Transek KP. AWAYANKA


HUTAN HETEROGEN

Hutan sagu
HUTAN HETEROGEN
Hutan bus

Hutan bus
Hutan bus

Hutan sagu

HUTAN HETEROGEN
durian

durian

Hutan bus

rambutan

Hutan sagu

matoa
kelapa

rt
po
Ai r

durian

kelapa

Hutan sagu

durian

Hutan bus

matoa
rambutan

Hutan bus

kelapa

WAROPKO

durian
Hutan bus

kelapa

rambutan

rambutan

rambutan
matoa
kelapa

TANA MERAH

durian

kelapa

kelapa
rambutan
rambutan
durian
kelapa

rambutan

kelapa

rambutan

durian

rambutan

matoa

kelapa

kelapa
rambutan

matoa
rambutan

durian

matoa

durian

SUNGAI

matoa

KOU

matoa

rambutan
durian
karet
durian

D
D

HUTAN HETEROGEN

D
HUTAN HETEROGEN
HUTAN HETEROGEN

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

43

Lampiran 4. Kalender Musim Kampung Awayanka

KALENDER MUSIM KP.AWAYANKA

No

KEGIATAN

1 DURIAN/MATOA

2. RAMBUTAN

3.WAFAT JESUS KRISTUS

4.PASKAH

5.KENAIKAN JESUS KRISTUS

6.HARI KEMERDEKAAN

7.HARI NATAL

8.MALARIA

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat di Kabupaten Boven Digoel

JAN

FEB

MAR

APR

MEI

JUN

JUL

AGT

SEP

OKT

NOP

DES

44

SUMBER AIR BERSIH MASYARAKAT UMUMNYA YANG BERASAL


DARI SALURAN AIR (DRAINASE) DAN AIR KALI

JALAN PENGHUBUNG ANTAR KAMPUNG DAN TIPE RUMAH


PENDUDUK YANG DIBUAT SECARA SWADAYA DAN RUMAH
BUATAN JAMAN BELANDA

FASILITAS SARANA DI KAMPUNG UMUMNYA MERUPAKAN


BANGUNAN PENINGGALAN ZAMAN BELANDA

SALAH SATU BENTUK KEGIATAN UNTUK MENGGALI ASPIRASI


MASYARAKAT MELALUI, KEGIATAN FOKUS GRUP DISKUSI
KELOMPOK PEREMPUAN, KELOMPOK LAKI-LAKI

TIPE MASRAKAT SUKU MUYU-MANDOBO KABUPATEN


BOVEN DIGOEL, YANG MEMILIKI KARAKTERISTIK
PEKERJA KERAS

POTENSI PERKEBUNAN MILIK MASYARAKAT SEPERTI SALAK,


RAMBUTAN, DURIAN DAN KARET YANG BELUM DIKELOLAH
DENGAN BAIK

KEBUN MILIK MASYARAKAT DAN HASIL KEBUN YANG DIJUAL


DIPASAR LOKAL SERTA TERNAK PIARAN MASYARAKAT

PROFIL KAMPUNG
LOKASI KAJIAN PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN
MASYARAKAT DI KABUPATEN ASMAT

KERJASAMA
UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME
YAYASAN ALMAMATER MERAUKE
2005

PROFIL KAMPUNG
LOKASI KAJIAN PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN
MASYARAKAT DI KABUPATEN ASMAT
I.

KEADAAN UMUM
A. Kondisi Umum
Kabupaten Asmat merupakan salah satu Kabupaten pemekaran
dari Kabupaten Merauke yang berada dibagian tengah pantai
selatan Propinsi Papua dengan luas wilayah 23.746 KM. atau
5,63% dari luas wilayah Propinsi Papua. Secara Geografis
Kabupaten Asmat terletak antara 137-140 BT dan 4-7 LS
dengan keadaan topografi umumnya datar dan berawa dengan
kemiringan 0-8% dari bagian pantai ke bagian Utara. Secara
Administratif Kabupaten Asmat terdiri dari 7 Distrik (Agats, Atsy,
Sawaerma, Akat, Pantai Kasuari, Fayit dan Suator) dan 139
Kampung dengan jumlah penduduk 67.390 jiwa.
Kabupaten Asmat berbatasan langsung dengan Kabupaten Mappi
dan Laut Arafura di sebelah Selatan; Kabupaten Jayawijaya dan
Yahokimo di sebelah Utara; Kabupaten Mappi dan Bouven Digul
di sebelah Timur dan Kabupaten Mimika di sebelah barat. Untuk
menjangkau Kabupaten Asmat dapat ditempuh dengan
menggunakan pesawat udara (Twin Otter/Cessna) dari
Merauke/Timika atau kapal laut (kapal perintis) dari Merauke
Kondisi geografis wilayah Kabupaten Asmat sebagian besar
merupakan daerah areal hutan rawa dan sebagian kecil berupa
dataran dengan ketinggian antara 0-100 Meter diatas permukaan
laut. Dengan kondisi tanah lumpur yang dipengaruhi pasang
surut air laut dan lahan rawa gambut, keadaan ini menyebabkan
hampir seluruh aktifitas kehidupan masyarakat berada di atas
rumah panggung dan jembatan kayu dengan demikian
pengembangan pembangunan
fisik memerlukan biaya yang
sangat tinggi.
B. Budaya dan Pola Kehidupan
Pada wilayah Kabupaten Asmat, masyarakat adat berasal dari
suku Asmat yang terdiri dari 12 Far (Forum Adat Rumpun) yaitu:
1.Joerat terdiri dari Kampung Yamas; Yeni; Yufri; Yaun; As;
Atat; Nakai; Kapi dan Ao.
2.Bismam terdiri dari Kampung Ewer; Syuru; Yepem; Ipem;
Per; Uwus dan Beriten.
3.Siamai terdiri dari Kampung Ayam; Kame; Warse; Amborep;
Sesakam; Yokor; Epem: Serew; Becow; Betkuar dan Yuni
4.Kenok terdiri dari Kampung Sawa; Erma; soan; Bu; Er; Agani;
Munu; Yipawer; Komor; Manep; Simini
5.Safan terdiri dari Kampung Ocenep; Pirien; Basim; Buepis;
Nanew; Bagair; Piramat; Taoro; Yaptambor; Santambor;
Bayun; Simsagar; Sinakat; Kayirin; Pirimapun; Aorket; Saman;
Sanem; Emene; Tareo I; Tareo II; Warkai dan Samendoro.
1

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

6.Becembub terdiri dari Kampung Atsy; Amanamkai; Atamuts;


Biwar darat; Biwar laut; Omanesep; Yow; Ambisu; CoweYamew dan Kawet
7.Yomagau terdiri dari KampungJinak; Waganu; Wooi; Bine;
Sogoni dan Karbis
8.Emari Ducur terdiri dari Kampung Avemu; Momugu; Sagapu;
Pupis; Wayo; Iroko; Jakapis; Esmapan; Ipam; Waitok dan Jecai
9.Kaimo terdiri dari Kampung Yaosakor; Kaimo; Os; Fos; Awok
dan Damen
10.Brass terdiri dari KampungBrass; Patipi; Piramanak; WoutuBrazza; Woutu-Kolff dan Butkatnau
11.Tomor terdiri dari Kampung Tomor; Ti; kopa; Jifak dan Surusuru.
12.Jupmakjain terdiri dari Kampung Vakam; Dekamer;
Tokemau; Komaban; Waserman; Sagis; Viar; Sirabi; Sibanap;
Temtaka; Binamsain; Daikot; Senggo; Binam; Burbis; Samna;
Wabag; Bisne; Abau; Komasma; Vamo; Siau; Binerbis dan Wooi
(Suku Asmat dari Far Jupmakjain adalah rumpun yang berada
diwilayah Distrik CitakMitak Kabupaten Mappi)
Rumpun dibagi berdasarkan wilayah tanah adat, kesamaan
bahasa,
batas
daerah
mencari
makan/dusun,
garis
keturunan/marga, asal usul marga, wilayah kekuasaan dari
jaman pengayaun yang diwariskan pada keturunan lakilaki/marganya.
Dalam budaya dan adat istiadat masyarakat Asmat dalam
kepemilikan Hak ulayat tanah adat diatur berdasarkan marga
yang diwariskan kepada anak laki-laki dengan garis keturunan
Patrilinial. Adapun perkawinan masyarakat dilakukan dengan
sistim/cara adat dan kawin campur antara suku/marga dengan
dampak sosial kehidupan yang cukup baik, dimana bila terjadi
perselisihan biasanya dapat diselesaikan secara damai dan
kekeluargaan.
Sistim perkawinan adat suku Asmat dengan penentuan mas
kawin antara lain berupa: Kapak Batu, Kulit Buaya, kulit Bia dan
Sagu tumang yang jumlahnya didasarkan atas kesepakatan
kedua belah pihak serta dari masih perawan atau tidaknya
seorang gadis yang diistilahkan MASUK HUTAN POTONG KAYU ATAU
TIDAK, bila potong kayu berarti masih perawan. Namun bila pihak
laki-laki tidak mampu untuk membayar mas kawin maka dia
mempunyai kewajiban untuk menanggung hidup mertuanya.
Pada suku Asmat masih ada masyarakat yang memiliki istri lebih
dari satu terutama para kepala suku, kepala kampung dan
beberapa warga yang pada dasarnya mereka merasa mampu
untuk menghidupi istri-istri dan anak-anaknya.
Budaya mengukir merupakan bagian dari kehidupan masyarakat
Asmat yang masih tetap dipertahankan terutama kaum pria,
dimana bentuk ukiran didasarkan pada inspirasi dan ekspresi dari
aktifitas kehidupan sehari-hari serta interaksi dengan alam.
2
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Sedangkan kegiatan mengayam daun pandan berupa tikar


pandan (Tapin), tas serta keranjang lebih banyak dilakukan kaum
wanita. Masyarakat lebih senang menggunakan tikar Tapin
karena sangat enak dipakai serta bahannya mudah didapat dari
alam .
Pesta Budaya seperti pesta patung, pesta topeng, pesta perahu
dan pesta ulat sagu masih rutin dirayakan oleh masyarakat dan
biasanya pada bulan Oktober setiap tahun dilakukan pesta
budaya secara besar-besaran yang diikuti oleh wakil dari seluruh
kampung di Asmat dan dipusatkan di kota Agats.
Pesta Bis (Bispokombi) yaitu pesta mengukir patung Bis yang
dilakukan bersama-sama di JEW atau JE yang biasanya
bersamaan dengan pesta ulat sagu, pesta ini lebih bermakna
sebagai tradisi pembinaan generasi muda menuju kedewasaan
dan pengajaran menjadi manusia Asmat (Asmat Ipits/Caut).
Budaya leluhur suku Asmat mewariskan suatu pengertian bahwa
dunia ini terdiri dari tiga lapis yaitu Asmat ow Capinmi (alam
kehidupan
sekarang);
Dampu
ow
Capinmi
(alam
persinggahan roh yang sudah meninggal); dan Safar
(surga). Dari pengertian ini diyakini bahwa agar roh seseorang
masuk ke dalam surga maka keluarganya harus mengukir patung
dan melakukan pesta/ritual adat.
Budaya lain yang sangat menarik dari orang Asmat adalah
Budaya JEW atau JE (rumah bujang/rumah panjang) yang
merupakan tempat untuk membicarakan program pembangunan
kampung, pesta budaya, perkawinan dimana seluruh elemen
masyarakat hadir untuk membicarakan, menyepakati dan
memutuskannya, sehingga keputusan yang diambil di JEW/JE
merupakan hasil dari musyawarah seluruh masyarakat.
Disini dapat dilihat bahwa azas demokrasi sangat kental pada
aktifitas kehidupan masyarakat Asmat.
Dalam tatanan budaya
Asmat kepala suku beserta tua-tua adat masih memegang
kendali dan penentu dalam pengambilan keputusan di JEW/JE
dengan tetap mempertimbangkan masukan dari masyarakat.
JEW/JE merupakan tempat tinggal bagi kaum muda laki-laki dan
kaum tua-tua sebagai tempat untuk belajar menjalankan
kehidupan sehari-hari serta tempat belajar budaya, ukiran dan
norma-norma adat didalam mempersiapkan diri untuk nantinya
membentuk keluarga yang diajarkan oleh para tua-tua adat.
Aktifitas kehidupan masyarakat sebagian besar merupakan
masyarakat peramu hasil sumber daya alam (Hutan dan Laut)
didalam pemenuhan kebutuhan konsumtifnya serta tradisi
mengukir kayu yang telah dilakukan secara turun temurun.
Dengan ungkapan SE AMAN JIWI(tanah adalah ibu) yang artinya
tanah mengandung, melahirkan dan memelihara manusia. Hal ini
menunjukkan bahwa Alam merupakan sumber kehidupan bagi
orang Asmat sehingga harus dijaga/dilestarikan agar dapat terus
dimanfaatkan dari generasi ke generasi.
3
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Kehidupan sosial dan kebersamaan tercermin dalam aktifitas


sehari-hari pada kegiatan Pokomber (mencari makan di dusun
dalam jangka waktu 1-2 hari) dan Usi (mencari makan dalam
jangka waktu 1 minggu 3 bulan). Aktifitas ini dilakukan secara
bersama-sama dalam beberapa kelompok keluarga dengan
mendirikan rumah sementara (Bevak/Isi Cem) yang digunakan
bersama selama kegiatan mencari makan berupa menokok sagu
dan berburu binatang. Kegiatan ini juga merupakan sarana
mewujudkan tanggung jawab dalam menjaga dan mengawasi
wilayah hak tanah adat. Rutinitas kehidupan masyarakat dalam
mencari makan disesuaikan dengan kondisi alam/musim dan
masyarakat telah memiliki jadwal/kalender musim dalam setahun.

II. PROFIL KAMPUNG


Dalam mengkaji peran dan kinerja masyarakat sipil CSO/CBO
terhadap pembangunan masyarakat kampung di Wilayah
Kabupaten Asmat dilakukan analisa perikehidupan keberlanjutan
di beberapa kampung sebagai berikut :
A. PROFIL KAMPUNG SYURU
Sejarah dan Keadaaan Umum
Kampung didirikan oleh masyarakat rumpun Bismam yang antara
lain terdiri dari Syuru, Uwus Ewer, Per, Kaye dan Yepem yang
tinggal di Sungai Bouw. Namun kerena terjadinya perselisihan
dan perkelahian yang dipicu mengenai permasalahan perempuan
sehingga masing-masing rumpun memisahkan diri dan
terbentuklah Kampung Syuru pada tahun 1953 yang berbatasan
dengan sungai Aswet di sebelah Utara, disebelah Selatan hutan
bakau, disebelah Barat sungai Fambrep dan disebelah Timur
Kampung Bis Agats.
Kampung Syuru berdekatan dengan Ibukota Distrik/Ibukota
Kabupaten (Agats) yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki
10 15 menit melalui jalan jembatan kayu disepanjang Kota
sampai ke Kampung. Kondisi fisik geografis kampung adalah
100 % lumpur berawa yang di tumbuhi tanaman bakau dan
dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga sangat sulit
untuk dilakukan kegiatan pertanian serta kegiatan pembangunan
tentunya memerlukan biaya yang relatif sangat tinggi.
Masyarakat di kampung Syuru berpenduduk sebanyak 237 KK
dengan ratio jumlah laki-laki sebanyak 614 jiwa dan perempuan
sebanyak 607 jiwa yang terdiri dari suku Asmat sebagai suku
mayoritas dan suku Bugis-Makassar, Toraja dan Jawa yang telah
cukup lama hidup berdampingan dengan kepercayaan agama
Katolik, Protestan dan Islam. Sarana dan prasarana umum yang
terdapat dikampung Syuru adalah jalan jembatan kayu di dalam
kampung yang telah rusak dan sampai saat ini belum dilakukan
rehabilitasi.
4
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Sumber air bersih hanya mengandalkan air hujan dengan


minimnya bak penampung air yang hanya ada 10 unit (bantuan
pemerintah), bila musim kemarau masyarakat mengambil air
dari dusun yang jaraknya relatif jauh dari kampung 3-4 jam
menggunakan perahu dayung.
Kondisi perumahan masyarakat pada umumnya terbuat dari kayu
buah, berdiding gaba-gaba/kulit papan, beratap rumbia dan
sebagian sudah rusak berat, di dalam satu rumah biasanya dihuni
lebih dari satu keluarga.
Fasilitas pendidikan berupa Sekolah Dasar 1 unit dan SMP 1 unit
yang aktif melaksanakan proses belajar mengajar sehingga
masyarakat di kampung Syuru sudah bisa baca tulis, namun
karena keterbatasan sumber penghasilan orang tua sehingga
sebagian besar anak tidak dapat melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Fasilitas kesehatan berupa Pustu (Puskesmas Pembantu) terdapat
1 unit yang cukup aktif melayani masyarakat di kampung karena
Puskesmas induk sangat dekat sehingga tenaga paramedis dapat
melayani dengan rutin. Dalam memenuhi kebutuhan sembilan
bahan pokok dikampung terdapat 8 kios yang 2 diantaranya
dimiliki oleh masyarakat lokal.
Pola Kehidupan
Aktifitas kehidupan masyarakat sebagian besar merupakan
masyarakat peramu hasil sumberdaya alam (Hutan dan Laut)
didalam pemenuhan kebutuhan konsumtifnya serta tradisi
mengukir kayu yang telah dilakukan secara turun temurun.
Kehidupan sosial dan kebersamaan tercermin dalam aktifitas
sehari-hari pada kegiatan mencari makan di dusun dalam jangka
waktu tertentu. Aktifitas ini dilakukan secara bersama-sama
dalam beberapa kelompok keluarga dengan mendirikan Bevak/Isi
Cem yang digunakan bersama selama kegiatan mencari makan
berupa menokok sagu dan berburu binatang.
Kegiatan ini juga merupakan sarana mewujudkan tanggung
jawab dalam menjaga dan mengawasi wilayah hak tanah adat.
Rutinitas kehidupan masyarakat dalam mencari makan
disesuaikan dengan kondisi alam/musim.
Sejak maraknya kayu besi, kayu merah dan kulit buaya di
perdagangkan sekitar tahun 1980an, masyarakat mulai
merambah hutan untuk mengekploitasi hasilnya sesuai dengan
kebutuhan pasar. Namun eksploitasi yang dilakukan berlebihan
mengakibatkan rusaknya dusun sagu dan masyarakat sudah
malas untuk merehabilitasi dusunnya karena budaya uang sudah
tertanam dalam diri masyarakat sekarang.

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Jadi pada prinsipnya ada uang baru kerja hal ini menyebabkan
budaya swadaya masyarakat dalam membangun kampung telah
dilupakan sehingga perumahan dan sarana jalan serta sarana
umum lainnya perbaikannya hanya mengaharapkan bantuan dari
pemerintah.
Pola kehidupan ini sudah sulit ditinggalkan karena dengan
eksploitasi sumberdaya alam (kayu besi, kayu merah, kulit
buaya) masyarakat mudah mendapatkan uang, namun karena
potensinya sudah sangat terbatas jadi sudah tidak dapat
diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga.
Disamping itu karena masyarakat belum dapat menggunakan
uang dengan baik sehingga masyarakat biasanya menghabiskan
seluruh uangnya dalam hitungan hari bagi kepuasan dan
pemenuhan keinginan konsumtif.
Dulu dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga hanya wanita
yang bekerja namun saat ini baik wanita maupun pria bersamasama melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di kampung Syuru aktifitas kehidupan kaum perempuan sudah
mulai nampak terbuka, ini dapat dilihat dari pengamatan
lapangan dan hasil pertemuan dengan berbagai elemen
masyarakat dimana para perempuan turut aktif dalam kegiatan
pertemuan tersebut. Kaum perempuan cukup aktif dan respek
dalam diskusi yang menyangkut pembangunan perempuan Asmat
dan kesetaraan Gender serta para perempuan telah turut dalam
kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya.
Permasalahan yang biasanya timbul adalah pengambilan hasil
hutan/dusun tanpa izin pemilik hak ulayat yang menimbulkan
konflik sampai dengan tindak kekerasan. Namun bila dapat
diselesaikan biasanya dengan perhitungan ganti rugi berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak.
Permasalahan lain yang sering menjadi konflik di masyarakat
adalah masalah perempuan sehingga dalam tatanan kehidupan
masyarakat Asmat sangat berhati-hati dengan masalah wanita..
Kondisi ini menyebabkan perempuan Asmat merasa hanya
sebagai objek kaum pria dan mereka tidak diperbolehkan
beraktifitas diluar rumah, Kekerasan dan penganiayaan sering
terjadi didalam keluarga.
Dalam
kehidupan
berkeluarga
pernah
terjadi
tindak
kekerasan/penganiayaan yang dilakukan oleh suami terhadap
istrinya sehingga sang istri meninggal, ada yang dibakar dengan
api, dipukul dengan kampak atau kayu dayung, diikat dan tidak
diberi makan, ada yang hasil penjualan ikan/kepiting dirampas
suami untuk membeli minuman beralkohol, istri dilarang keluar
rumah dan perlakuan lainya yang tidak manusiawi. Kaum
perempuan asmat mengangap bahwa mereka hanyalah sebagai
sapi perah/kuda beban.
6

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Potensi Sumberdaya Alam, Mata Pencaharian dan SDM


Potensi sumberdaya alam yang telah dimanfaatkan oleh
masyarakat berupa sagu yang ditokok di dusun, menanam
ubu/pisang/keladi di kebun/dusun, mencari ikan, udang, kepiting,
siput serta berburu babi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi.
Sedangkan yang telah diperdagangkan berupa kulit buaya, kayu
besi dan kayu merah.
Kegiatan usaha pemanfaatan sumberdaya laut masih sangat
terbatas karena masyarakat tidak memiliki sarana/prasarana
tangkap yang memadai serta keterampilannya masih terbatas.
Dari hasil pemanfaatan sumberdaya alam tersebut biasanya
untuk dikonsumsi atau dijual di pasar Agats dengan hasil
penjualan yang relatif rendah, hal ini terjadi karena keterbatasan
daya tampung pasar dan daya beli masyarakat.
Potensi sumberdaya alam yang dimanfaatkan masyarakat masih
dapat dikembangkan menjadi sumber pendapatan keluarga bila
dikelola dengan baik misalnya potensi ikan kakap cina, kuro, ote,
bulanak, kepiting, siput, udang merupakan komoditi laut yang
memiliki nilai ekonomis cukup tinggi di pasaran. Namun bila
potensi ini dikembangkan dan dikelola dengan baik yang
ditunjang dengan prospek pasar yang memadai maka dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Karena kondisi lahan yang berlumpur dan dipengaruhi pasanga
surut air laut maka dalam menanam sayuran/buah-buahan
masyarakat menyiasati dengan memanfaatkan perahu rusak atau
kotak dari kulit papan yang diisi dengan tanah yang berasal dari
sarang ayam hutan, hanya saja kegiatan ini sekarang sudah
mulai ditinggalkan karena hasil tanaman sering dicuri orang dan
terbatasnya bibit serta minimnya pengetahuan masyarakat
tentang bercocok tanam.
Disamping usaha pemanfaatan sumberdaya alam, sebenarnya
masyarakat memiliki kemampuan mengukir yang sudah sangat
terkenal, hanya saja karena pemasarannya belum pasti dan
belum kontinue sehingga belum dapat menjadi sumber insentif
ekonomi keluarga yang dapat diandalkan.
Dengan hanya terdapat SD dan SMP di kampung dan terbatasnya
kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya maka
sumberdaya manusia relatif masih sangat rendah. Untuk
melanjutkan pendidikan ke SMU sebenarnya tidak jauh karena di
Agats telah terdapat SMU. Program beasiswa sangat dibutuhkan
masyarakat hanya saja sampai saat ini hal tersebut belum
pernah terealisir. Sedangkan pendidikan non formol berupa
pelatihan-pelatihan
bagi
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan masyarakat masih sangat minim dilakukan baik
oleh Pemerintah maupun lembaga swasta.

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Akses Kelembagaan
Lembaga yang ada di Kampung Syuru berupa Pemerintahan
Kampung yang didukung dengan beberapa aparat kampung yang
cukup aktif menjalankan program pemerintah dan melayani
masyarakat namun belum terlaksana dengan baik sesuai dengan
yang
direncanakan
karena
tidak
ditunjang
dengan
sarana/prasarana serta biaya operasional yang memadai.
Lembaga pendidikan
berupa SD dan SMP serta Pustu
(Puskesmas Pembantu) yang aktifitasnya berjalan dengan baik
dan rutin kerena ditunjang dengan sarana/prasaran dan tenaga
yang
memadai
sehingga
masyarakat
dapat
merasakan
manfaatnya dengan baik.
Lembaga Agama masuk ke Syuru sejak tahun 1953 bersamaan
dengan masuknya missionaris ke Asmat. Sarana ibadah yang
terdapat di Syuru berupa gereja Protestan 2 unit sedangkan
gereja Katolik berada di Bisagats yang aktifitasnya sangat rutin
dan masyarakat Syuru merupakan masyarakat yang cukup taat
beribadah dan menjalankan norma-norma agama dengan baik.
Kehidupan antara umat beragama sangat baik dan saling
menghargai/menghormati
satu
dengan
lainnya
sehingga
keharmonisan hidup antara warga dapat terjaga dengan baik.
Lembaga sosial lainnya berupa LMAA (Lembaga musyawarah adat
asmat) pendiriannnya difasilitasi oleh WWF yang dirintis dari
tahun 1995 -1999 dan baru pada tahun 2000 diukuhkan. LMAA
membawahi 12 FAR (Forum Adat Rumpun). Dimana sebenarnya
LMAA sangat berperan dalam membantu masyarakat adat dalam
aktifitas kehidupannya namun karena keterbatasan dana dan
sebagian besar pengurusnya telah bekerja sebagai PNS, guru dan
anggota dewan, serta tidak adanya pemberdayaan dan
pendampingan kelembagaan sehingga program kerja LMAA tidak
berjalan sebagaimana mestinya dan belum menjangkau seluruh
wilayah Asmat.
Program kerja LMAA yang telah dilaksanakan antara lain :
Sosialisasi Visi-Misi LMAA, Penguatan masyarakat adat Asmat,
Pengembangan ekonomi berbasis pemanfaatan SDA, Pelestarian
Hak-hak wilayah tanah adat, Pengembangan SDM, Advokasi
masyarakat adat, Monitoring/kunjungan ke FAR.
Sejak Asmat menjadi Kabupaten LMAA tidak pernah dilibatkan
dalam aktifitas program pembangunan walaupun hanya sebatas
koordinasi, namun dulu saat masih menjadi Distrik Agats
pemerintah Distrik sering berkoordinasi dengan LMAA dalam
program pembangunan.
AKATCEPES (Perempuan Sejati) yang merupakan lembaga/forum
komunikasi wanita dengan prioritas kesetaraan perempuan
(Gender), pendiriannnya difasilitasi oleh Pastor Allo Setitit,OSC
pada bulan Mei tahun 2000.
8

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Kepengurusan Akatcepes diwakili oleh seluruh elemen perempuan


yang ada di wilayah Asmat dengan program kerja yang telah
dilaksanakan berupa : Pelatihan Gender, Pelatihan Manajemen
Organisasi dan Peningkatan Ekonomi Keluarga, Pelatihan
Keterampilan Kerajinan Tangan.
Namun karena keterbatasan dana pelaksanaan program hanya
pada beberapa daerah yaitu : Agats, Syuru, Ewer, Yepem, Atsy,
Yamas dan Sawaerma. Salah satu peran Akatcepes dimasyarakat
adalah bersama dengan tokoh agama/Adat dan berbagai elemen
masyarakat memerangi dan bahkan menutup tempat prostitusi
yang ada di Agats.
KOMPAD (Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Distrik), merupakan
forum komunikasi tentang penyuluhan/penyebaran informasi
penyakit HIV/AIDS di wilayah Asmat yang dilatarbelakangi oleh
keprihatinan masyarakat Asmat terutama kaum wanita dan kaum
peduli HIV/AIDS di daerah Asmat serta maraknya kegiatan
prostitusi di Asmat.
Pendiriannya difasilitasi oleh Yayasan Almamater yang dirintis
sejak tahun 1999 dan pada tahun 2002 diukuhkan menjadi suatu
lembaga yang kepengurusannya terdiri dari Kepala Distrik Agats,
beberapa Staff Distrik, Dokter, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Guru
dan Tokoh Perempuan. Dengan Program kerja meliputi :
KIE(komunikasi-informasi-Edukasi); Penggalangan partisipasi
masyarakat; Pelayanan, pengobatan dan perawatan; Monotoring
dan evaluasi.
Program kerja yang telah dilaksanakan antara lain penyuluhan
dan penyebaran informasi bahaya penyakit HIV/AIDS (KIE),
penggalangan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan
penyakit HIV/AIDS, namun karena keterbatasan dana kegiatan
baru dilaksanakan di Distrik Agats. Atsy, Akat dan Suator.
Aspirasi dan Kebutuhan
Seiring dengan perkembangan pembangunan di wilayah Asmat
mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dalam pemenuhan
kebutuhan hidup. Salah satu kebutuhan masyarakat di Kampung
Syuru adalah bisa menikmati penerangan listrik karena jaringan
listrik sudah masuk ke kampung namun karena tidak mampu
untuk membayar biaya penyambungan sehingga masyarakat
belum biasa merasakan penerangan listrik.
Disamping itu karena sumber air bersih/tawar hanya berasal dari
air hujan maka diharapkan adanya bantuan sarana penampung
air yang jumlahnya cukup memadai. Dengan terbatasnya sumber
air bersih yang hanya berasal dari air hujan dan terbatasnya bak
penampung air hujan yang hanya 10 unit sehingga sering terjadi
konflik dimasyarakat untuk mendapatkan air tawar, sampai
terjadi pengrusakan bak penampung air.
9

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Dengan terbatasnya pengetahuan/keterampilan masyarakat


dalam memanfaatkan sumberdaya alam maka diperlukan
kegiatan
peningkatan
pengetahuan/keterampilan
melalui
kegiatan pelatihan, kursus-kursus yang berkaitan dengan usaha
pemanfaatan serta pengelolaan sumberdaya alam bagi
peningkatan ekonomi keluarga.
Pengelolaan tersebut harus ditunjang pasar yang lebih memadai
termasuk pemasaranan hasil ukiran Asmat. Masyarakat juga
mengharapkan adanya pembinaan dan pendampingan baik dari
Pemerintah maupun swasta dalam membantu masyarakat
mengembangkan usaha ekonomi produktif.

10

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Denah Kampung Syuru


N

Jecam
ungai
Anak S
Jew
Grj
Khatolik

ambrep
Anak Sungai F

Pus tu

Grj
Protestan

11

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

SD

SMP

Lokasi Pekuburan Umum

Am basman
Anak Sungai

PLTD

nB
ut a

u
aka

TRANSEK KAMPUNG SYURU

Tumbuhan Kelapa

k
An a

Je
ga i
S un

ca m

Tumbuhan Kelapa

mbasman
Anak Sungai A
Tumbuhan Kelapa

Tumbuhan Kelapa
SD

Tumbuhan Kelapa

SMP

Pustu

Tumbuhan Kelapa

Tumbuhan Kelapa

Fambrep
Anak Sungai

Lokasi Pekuburan Umum

Grj
Khatolik

Kampung Bis Agats

Hutan Bakau

Jew

Grj
Protestan

Tumbuhan Kelapa

Hutan Bakau

Tumbuhan Kelapa

12
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Tumbuhan Kelapa

PLTD

BAGAN HUBUNGAN KELEMBAGAN MASYARAKAT DI KAMPUNG SYURU

Pemerinta
han
Distrik/
Kampung

Kios
Pustu/
Posyandu
LSM
Yayasan

Masyarakat
LMMA
JEW
Gereja
Protestan/
Katolik

Kompad
Akatcepes
PKK

Pasar
Sekolah (SD,
SMP)
PPL

13
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Bank

KALENDER MUSIM DI KAMPUNG SYURU


No

Jenis Kegiatan
Jan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Feb Maret April

Mei

Bulan
Juni Juli

Agst Sept

Tebang kayu **
Mencari Ikan**
Tokok Sagu, cari ulat sagu *'
Berburu *'
Mengukir
Pesta Topeng
Pesta Patung Bis
Pesta Budaya
HUT RI
Hari Paskah
Berkebun
Pesta Natal

Okt

Nov

Des

KETERANGAN
** : Hasil dijual
*' ; Hasil dimakan dan dijual
Jenis-jenis Ikan : Kakap, Kuru, Bandeng
Kerabu, Udang dll.
Jenis Tanaman: Keladi, ubi-ubian, cabe,
sereh dll.
Jenis binatang buruan : Babi hutan, kasuari
tuban, ular dll.
Jenis kayu yang ditebang: Kayu besi, kayu
merah, kayu blao-blao.

14
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

B. PROFIL KAMPUNG YAMAS


Sejarah dan Keadaan Umum
Masyarakat dari rumpun Joerat yang dulunya tinggal di sungai Sifit pindah
ke sungai Siret terus pindah lagi ke Sungai Pii dan akhirnya bermukim di
pinggir sungai Pomats. Masyarakat tersebut dibawa oleh bistir Belanda dari
daerah Wap pegunungan Lorents akibat sering terjadinya perkelahiaan
dengan masyarakat di daerah Mimika. Diperkirakan Sejak tahun 1953,
saat itulah masyarakat mulai menetap di Kampung Yamas. Masyarakat
kampung Yamas termasuk dalam FAR (forum adat rumpun) Joerat yang
antara lain terdiri dari marga : Babatarpis, Sian, Amosep, Amayub,
Pasakam, Jamasahmet, Aurakat, Uwarahmet, Batrem, Fari, Tapenak dan
Awarof.
Kampung Yamas disebelah utara berbatasan dengan hutan Mangrove,
disebelah Selatan Kampung Yeni, disebelah Barat sungai Fai dan disebelah
Timur sungai Pomats.
Dari Ibukota Kabupaten (Agats) ke Kampung Yamas dapat ditempuh
dengan menggunakan speedboat/longboat selama 1 jam 1,5 jam,
sedangkan dari Ibukota Distrik (Pos-Erma) ditempuh selama 1,5 3 jam.
Kondisi fisik geografis kampung adalah 100 % lumpur berawa yang di
tumbuhi tanaman bakau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan kegiatan pertanian serta kegiatan
pembangunan tentunya memerlukan biaya yang relatif sangat tinggi.
Masyarakat di kampung Yamas berpenduduk sebanyak 126 KK dengan
ratio jumlah laki-laki sebanyak 176 jiwa dan perempuan sebanyak 213
jiwa yang terdiri dari suku Asmat sebagai suku mayoritas, disamping itu
ada warga dari suku Jawa, Bugis-Makassar dan Toraja yang berprofesi
sebagai pedagang yang telah cukup lama hidup berdampingan.
Kepercayaan sebagian besar masyarakat Yamas beragama Katolik dan
Protestan selain itu sebagian pendatang beragama Islam .
Sarana dan prasarana umum yang terdapat dikampung Yamas adalah
jalan jembatan kayu di dalam kampung yang telah rusak berat dan sampai
saat ini belum dilakukan rehabilitasi. Sumber air bersih hanya
mengandalkan air hujan dengan minimnya bak penampung air yang hanya
ada 8 unit (bantuan pemerintah), bila
musim kemarau masyarakat
mengambil air dari dusun yang jaraknya relatif jauh dari kampung 4-5
jam menggunakan perahu dayung. Kondisi perumahan masyarakat pada
umumnya terbuat dari kayu buah, berdiding gaba-gaba/kulit kayu, beratap
rumbia dan sebagian sudah rusak berat, di dalam satu rumah biasanya
dihuni lebih dari satu keluarga.
Sarana transportasi untuk menjangkau kampung lain, Ibukota Distik (PosErma) maupun Ibukota Kabupaten (Agats) hanya dapat ditempuh dengan
menggunakan speedboat/longboat yang dimiliki oleh para pedangan dan
missionaris, sedangkan masyarakat biasanya menggunakan perahu
dayung/rakit untuk ke Agats dengan waktu tempuh 2-4 hari perjalanan.
Dalam memenuhi kebutuhan sembilan bahan pokok dikampung terdapat
sebuah kios yang dimiliki oleh pedagang Toraja.
15

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Fasilitas pendidikan berupa Sekolah Dasar 1 Unit yang cukup aktif


melaksanakan proses belajar mengajar sehingga masyarakat di kampung
Yamas sudah bisa baca tulis. Fasilitas SD yang ada di kampung sudah
mengalami rusak parah serta tenaga guru yang mengajar sangat terbatas
karena para guru yang ditugaskan tidak semua berada ditempat.
Dengan keterbatasan sumber penghasilan orang tua dan SMP/SMU berada
di kota Agats. menyebabkan sebagian besar anak tidak dapat melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Walupun demikian berdasarkan
informasi bahwa sudah banyak masyarakat dari Rumpun Joerat yang telah
menjadi Sarjana dan bekerja diberbagai lembaga pemerintahan/swasta.
Fasilitas kesehatan berupa Pustu (Puskesmas Pembantu) terdapat 1 unit
yang cukup aktif melayani masyarakat di kampung karena tenaga
paramedis (bidan/mantri) menetap di kampung sehingga rutinitas
pelayanan kesehatan dapat berjalan dengan baik. Namun karena
keterbatasan persediaan obat-obatan kadangkala orang yang sakit tidak
dapat diberikan obat. Menyikapi situasi dan kondisi seperti ini biasanya
masyarakat menggunakan obat-obatan tradisional untuk mengobati
beberapa penyakit.
Pola Kehidupan
Aktifitas kehidupan masyarakat sebagian besar merupakan masyarakat
peramu hasil sumberdaya alam (Hutan dan Laut) didalam pemenuhan
kebutuhan konsumtifnya serta tradisi mengukir kayu yang telah dilakukan
secara turun temurun. Rutinitas kehidupan masyarakat dalam mencari
makan disesuaikan dengan kondisi alam/musim dan masyarakat telah
memiliki jadwal/kalender musim dalam setahun. Dulu dalam memenuhi
kebutuhan hidup keluarga hanya wanita yang bekerja namun saat ini baik
wanita maupun pria bersama-sama melakukan usaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga.
Sebelum masuknya HPH sekitar tahun 1980an,
dalam memenuhi
kebutuhan konsumtif masyarakat tidak susah mencari di dusun, namun
seiring dengan perkembangan pembangunan fisik yang membutuhkan
kayu cukup banyak dan masuknya HPH memberikan pengaruh yang besar
dalam pola kehidupan masyarakat.
Keberadaan HPH memberikan dampak positif bagi masyarakat dimana
masyarakat dapat memperoleh uang dengan mudah yaitu dengan menjual
hasil tebangan kayu bintangur, benuang, terentang, ketapang, pala hutan
dan kayu besi, bila memiliki uang masyarakat lebih senang makan supermi,
beras, ikan kaleng dan lainnya. Hasil hutan lainnya yang turut
dimanfaatkan berupa kulit buaya.
Pola kehidupan ini sudah sulit ditinggalkan karena dengan eksploitasi
sumberdaya alam (kayu produksi dan kulit buaya) masyarakat mudah
mendapatkan uang, namun karena potensinya sudah menurun dan
tutupnya HPH sehingga sudah tidak dapat diandalkan sebagai sumber
pendapatan keluarga. Disamping itu karena masyarakat belum dapat
menggunakan uang dengan baik sehingga masyarakat biasanya
menghabiskan seluruh uangnya dalam hitungan hari bagi kepuasan dan
pemenuhan keinginan konsumtif.
16

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Namun dampak negatif dari adanya HPH mengakibatkan rusaknya dusun


sagu dan masyarakat sudah malas untuk merehabilitasi dusunnya karena
budaya uang sudah tertanam dalam diri masyarakat sekarang.
Jadi pada prinsipnya ada uang baru kerja hal ini menyebabkan budaya
swadaya masyarakat dalam membangun kampung telah dilupakan
sehingga perumahan dan sarana jalan serta sarana umum lainnya
perbaikannya hanya mengaharapkan bantuan dari pemerintah.
Sejak Tahun 2000 HPH sudah tidak beroperasi lagi menyebabkan
masyarakat sulit untuk melakukan usaha lain, karena mereka sudah
terbiasa dengan kegiatan menebang kayu dengan hasil uang yang cukup
banyak sehingga motivasi masyarakat untuk melakukan usaha lain
menjadi rendah serta masyarakat tidak memiliki keterampilan lain.
Permasalahan yang biasanya timbul adalah pengambilan hasil hutan/dusun
tanpa izin pemilik hak ulayat yang menimbulkan konflik sampai dengan
tindak kekerasan. Namun bila dapat diselesaikan biasanya dengan
perhitungan ganti rugi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Permasalahan lain yang sering timbul dan menjadi konflik di masyarakat
adalah masalah perempuan sehingga dalam tatanan kehidupan
masyarakat Asmat sangat berhati-hati dengan wanita.. Kondisi ini
menyebabkan perempuan Asmat merasa hanya sebagai objek kaum pria
dan mereka tidak diperbolehkan beraktifitas diluar rumah, Kekerasan dan
penganiayaan sering terjadi didalam keluarga. Namun seiring dengan
perkembangan jaman dan keberadaan/peran Akatcepes di Asmat maka
ketertekanan wanita dalam keluarga semakin menurun dimana hak-hak
perempuan sudah diperhatikan oleh kaum pria.
Potensi Sumberdaya Alam, Mata Pencaharian dan SDM
Sumberdaya alam yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat berupa sagu
yang ditokok di dusun, menanam ubu/pisang/keladi di kebun/dusun,
mencari ikan, udang, kepiting, siput, berburu babi, kuskus, untuk
kebutuhan konsumsi sedangkan yang sudah dikomersilkan berupa kulit
buaya dan kayu produksi. Kegiatan usaha pemanfaatan sumberdaya
laut/sungai masih sangat terbatas karena masyarakat tidak memiliki
sarana/prasarana tangkap yang memadai serta keterampilannya masih
terbatas. Sementara tempat pemasaran sangat jauh dari kampung yaitu di
Agats dan itu juga masih sebatas pasar konsumtif dengan kemapuan daya
jual beli yang masih rendah. Hal ini menyebabkan masyarakat malas untuk
melakukan usaha pemanfaatan sumberdaya laut.
kondisi lahan di kampung Yamas yang berlumpur dan dipengaruhi pasang
surut air laut maka untuk menanam sayuran masyarakat menyiasati
dengan memanfaatkan perahu rusak atau kotak dari kulit papan yang diisi
dengan tanah yang berasal dari sarang ayam hutan.
Kegiatan ini sekarang sudah mulai ditinggalkan karena hasil tanaman
sering dicuri orang dan terbatasnya bibit, tidak adanya pembinaan serta
minimnya pengetahuan masyarakat tentang bercocok tanam.
17

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Disamping usaha pemanfaatan sumberdaya alam, sebenarnya masyarakat


memiliki kemampuan mengukir yang sudah sangat terkenal, hanya saja
karena pemasarannya belum pasti dan belum kontinue sehingga belum
dapat menjadi sumber insentif ekonomi keluarga yang dapat diandalkan.
Potensi sumberdaya alam yang dimanfaatkan masyarakat masih dapat
dikembangkan menjadi sumber pendapatan keluarga bila dikelola dengan
baik misalnya potensi ikan kakap cina, kuro, ote, bulanak, kepiting, siput,
udang merupakan komoditi laut yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi
di pasaran.
Dengan hanya terdapat SD di kampung dan terbatasnya kemampuan
orang tua untuk menyekolahkan anaknya maka sumberdaya manusia
relatif masih sangat rendah. Untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/SMU
masyarakat harus ke Distik atau Kabupaten yang tentunya memerlukan
biaya cukup besar.
Program beasiswa sangat dibutuhkan masyarakat hanya saja sampai saat
ini hal tersebut belum pernah terealisir. Sedangkan pendidikan non formal
berupa
pelatihan-pelatihan
bagi
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan masyarakat masih sangat minim dilakukan baik oleh
Pemerintah maupun lembaga swasta.
Akses Kelembagaan
Lembaga yang ada di Kampung Yamas berupa Pemerintahan Kampung
yang ditunjang dengan beberapa aparat kampung yang cukup aktif
menjalankan program pemerintah dan melayani masyarakat namun belum
terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana karena tidak ditunjang
dengan sarana/prasarana serta biaya operasional yang memadai.
Lembaga pendidikan berupa SD serta Pustu (Puskesmas Pembantu) yang
aktifitasnya berjalan dengan baik dan rutin kerena ditunjang tenaga yang
cukup memadai sehingga masyarakat dapat merasakan manfaaatnya
dengan baik. Namun Sarana/prasarana Sekolah dan Pustu harus di
rehabilitasi dan ditingkatkan karena sebagian sudah rusak.
Lembaga agama masuk ke Yamas sejak tahun 1953 bersamaan dengan
masuknya missionaris ke Asmat. Sarana ibadah yang terdapat di Yamas
berupa gereja Protestan 1 unit yang aktifitas ibadahnya sangat rutin
dilakukan masyarakat.
Masyarakat Yamas merupakan masyarakat yang cukup taat beribadah dan
menjalankan norma-norma agama dengan baik. Kehidupan antara umat
beragama sangat baik dan saling menghargai/menghormati satu dengan
lainnya sehingga keharmonisan hidup antara warga dapat terjaga baik.
Keberadaaan LMAA (Lembaga musyawarah adat asmat) di kampung
Yamas diwakili oleh Lembaga adat rumpun Joerat yang aktifitasnya cukup
berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari aktifnya lembaga adat yang
selalu membicarakan semua permasalahan masyarakat kampung di dalam
JE, namun koordinasi dengan LMAA masih sangat terbatas.
18

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

WKRI (Wanita Katolik Republik Indonesia) yang ada di kampung Yamas


adalah cabang WKRI di Agats, WKRI merupakan lembaga/forum
komunikasi wanita dengan prioritas peningkatan SDM perempuan dan
kesetaraan perempuan (Gender). Program kerja yang telah dilaksanakan
berupa
: Pelatihan Manajemen Organisasi dan Peningkatan Ekonomi
Keluarga, Pelatihan Keterampilan Kerajinan Tangan, pelatihan menanam
sayuran bagi kebutuhan gizi keluarga. Keberadaan forum perempuan ini
memberikan dampak yang sangat baik bagi peningkatan SDM wanita di
kampung.
Hal ini terlihat dalam pertemuan dan diskusi di Je yang dihadiri oleh pria
dan wanita. Peranan Akatcepes telah sampai di masyarakat perempuan
Yamas dimana mereka telah berani mengemukakan pendapat dalam setiap
pertemuan.
Aspirasi dan Kebutuhan
Kebutuhan masyarakat di kampung Yamas yang mendesak adalah sarana
transportasi umum berupa taksi air, bak penampung air hujan, perbaikan
sarana jalan jembatan yang sudah lebih 9 tahun tidak diperbaiki,
perbaikan dan peningkatan sarana/prasarana sekolah dan Pustu serta
pembuatan perumahan masyarakat.
Karena sumber air bersih/tawar hanya berasal dari air hujan maka
diharapkan adanya bantuan sarana penampung air yang jumlahnya cukup
memadai. Dengan terbatasnya sumber air bersih yang hanya berasal dari
air hujan dan terbatasnya bak penampung air hujan yang hanya 8 unit
sehingga sering terjadi konflik dimasyarakat untuk mendapatkan air tawar,
sampai terjadi pengrusakan bak penampung air
Keterbatasannya
pengetahuan/keterampilan
masyarakat
dalam
memanfaatkan sumberdaya alam dan tingkat ketergantungan yang sangat
tinggi maka diperlukan kegiatan peningkatan pengetahuan/keterampilan
melalui kegiatan pelatihan, kursus-kursus yang berkaitan dengan usaha
pemanfaatan serta pengelolaan sumberdaya alam bagi peningkatan
ekonomi keluarga.
Pengelolaan tersebut harus ditunjang dengan sarana transportasi dan
pasar yang lebih memadai. Masyarakat juga mengharapkan adanya
pembinaan dan pendampingan baik dari Pemerintah maupun swasta dalam
membantu masyarakat mengembangkan usaha pemanfaatan sumberdaya
alam serta peningkatan sumberdaya manusia sehingga masyarakat dapat
hidup lebih baik.

19
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Sekolah

Gereja

Jew
Pustu

Doking
Kapal

Sungai Pomats
20
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Denah Kampung Yamas

TRANSEK KAMPUNG YAMAS

Hutan Bakau
N

Kampung Yemi

Tumbuha
n Kelapa

Sekolah

Tumbuhan Kelapa

Tumbuhan Kelapa

Sagu

Hutan Bakau

Tumbuhan Kelapa
Sagu

Sa

gu
Gereja

Jew
Pustu

Doking
Kapal

Sungai Pomats
Hutan Bakau

1
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

BAGAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT DI KAMPUNG YAMAS

Pemerinta
han
Kampung

LSM
Yayasan

Pustu/
Posyandu
WK
(Wanita
Katolik)

Masyarakat
Gereja
Katolik

LMMA
JE

Kios
Sekolah (SD)
Pasar

22

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

PPL

KALENDER MUSIM DI KAMPUNG YAMAS


No

Jenis Kegiatan
Jan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Feb Maret April

Mei

Bulan
Juni Juli

Agst Sept

Tebang Kayu
Mencari Ikan
Tokok Sagu
Berburu
Mencari Buaya
Hari Paskah
Membuat Perahu
Pesta Budaya
Pesta Perahu
Pesta Ulat Sagu
Pesta Noken
Pesta Tombak
Berkebun
Mencari Kura - kura
Hari Natal
HUT RI 17 Agustus

23

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Okt

Nov

Des

KETERANGAN
- Kayu ditebang untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dan dijual. Jenis - jenis kayu: Kayu
Besi,Ketapang,Pala hutan,Bintanggur,
Blao-blao (Kayu perahu) dan Benuang.
- Hasil ikan umumnya dikonsumsi,tidak dijual
karena sulitnya pasaran dan transportasi.
Jenis - jenis ikan :Kakap,Kuru,Bandeng
Kerabu,Sumpit, Ote, sumpit, udang, siput
kepiting
- Sagu sebagian di konsumsi dan sebagian
di jual.
- Buaya ditangkap untuk diambil kulitnya dan
dagingnya dimakan.
- Hasil - hasil kebun umumnya dikonsumsi,
tidak dijual karena sulitnya pasaran dan
trasportasi. Jenis - jenis tanaman: Kasbi,
Pisang, Keladi, kacang panjang, sukun,
kelapa dan Jambu air.

C. PROFIL KAMPUNG ERMA


Sejarah dan Keadaan Umum
Masyarakat Kampung Erma berasal dari rumpun Kenok yang dulunya turun
dari sungai Binar dan bermukim di pinggir sungai Pomats. Masyarakat
tersebut dengan inisiatif sendiri mendirikan kampung Erma sejak tahun
1930an yang dipelopori oleh dua keluarga yaitu Windepok dan Tenemu.
Rumpun Kenok terdiri dari marga : Ami; Umnip; Amer; Awen; Born; Kase;
Ermeti; Sor dan Bon.
Kampung Erma disebelah utara berbatasan dengan sungai Pomats,
disebelah Selatan Hutan Sekunder, disebelah Barat sungai Pii dan
kampung Pos-Erma (Ibukota Distrik) dan di sebelah Timur Kampung Sona.
Dari Kampung Erma ke Pos-Erma ditempuh dengan perahu menyeberagi
sungai Pii selama 5-10 menit, sedangkan dari Ibukota Kabupaten
(Agats) ke Kampung Ermas dapat ditempuh dengan menggunakan
speedboat/longboat yang ditempuh selama 1,5 2,5 jam. Kondisi fisik
geografis kampung adalah 100 % tanah berawa.
Kampung Erma berpenduduk sebanyak 572 KK dengan ratio jumlah lakilaki sebanyak 783 jiwa dan perempuan sebanyak 739 jiwa yang terdiri
dari suku Asmat sebagai suku mayoritas, disamping itu ada warga dari
suku Bugis-Makassar, Jawa, Serui, NTT dan Toraja
yang berprofesi
sebagai Guru, PNS/PPL, pedagang yang telah cukup lama hidup
berdampingan. Kepercayaan sebagian besar masyarakat Erma beragama
Katolik dan Protestan serta sebagian pendatang beragama Islam.
Sarana dan prasarana umum yang terdapat dikampung Erma adalah jalan
jembatan kayu didalam kampung yang telah rusak berat dan masih dalam
proses rehabilitasi. Sumber air bersih selain mengandalkan air hujan,
masyarakat juga memanfaatkan air sungai Pii.
Kondisi perumahan masyarakat pada umumnya terbuat dari kayu buah,
berdiding gaba-gaba/kulit kayu, beratap rumbia dan sebagian sudah rusak,
di dalam satu rumah biasanya dihuni lebih dari satu keluarga.
Sarana transportasi untuk menjangkau kampung lain, Ibukota Kabupaten
(Agats) hanya dapat ditempuh dengan menggunakan speedboat/longboat
yang dimiliki oleh para pedangang, missionaris dan aparat Pemerintah.
Dalam memenuhi kebutuhan sembilan bahan pokok masyarakat
berbelanja di kios-kios yang terdapat di Pos-Erma .
Fasilitas pendidikan berupa Sekolah Dasar 1 Unit yang kurang aktif
melaksanakan proses belajar mengajar karena hanya ada seorang tenaga
pengajar. Beberapa fasilitas SD termasuk perumahan guru dan sarana
penunjang lainnya yang ada di kampung sudah mengalami kerusakan
serta tenaga guru yang ditugaskan sebagian besar tidak berada di tempat.
Untuk melanjutkan pendidikan ke SMP anak-anak dapat melanjutkannya di
Pos-Erma sedangkan bila ingin melanjukan ke SMU harus ke Agats. Namun
dengan keterbatasan sumber penghasilan orang tua menyebabkan
sebagian besar anak tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
24

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Fasilitas kesehatan berupa Pustu (Puskesmas Pembantu) terdapat 1 unit


yang tidak aktif melayani masyarakat di kampung karena pelayanan
kesehatan dan tenaga paramedis (bidan/mantri) lebih terkonsentrasi pada
Puskesmas di Pos-Erma yang mana rutinitas pelayanan kesehatan berjalan
dengan baik. Namun karena masyarakat tidak memiliki biaya untuk
berobat maka mereka lebih memilih untuk menggunakan obat-obatan
tradisional dalam mengobati beberapa penyakit.
Pola Kehidupan
Sebelum masuknya HPH sekitar tahun 1980an,
dalam memenuhi
kebutuhan konsumtif masyarakat tidak susah mencari di dusun, namun
seiring dengan perkembangan pembangunan fisik yang membutuhkan
kayu cukup banyak dan masuknya HPH memberikan pengaruh yang besar
dalam pola kehidupan masyarakat.
Keberadaan HPH memberikan dampak positif bagi masyarakat dimana
masyarakat dapat memperoleh uang dengan mudah yaitu dengan menjual
hasil tebangan kayu bintangur, benuang, terentang, ketapang, pala hutan
dan kayu besi, bila memiliki uang masyarakat lebih senang makan supermi,
beras, ikan kaleng dan lainnya. Hasil hutan lainnya yang turut
dimanfaatkan berupa kulit buaya dan yang belum di manfaatkan seperti :
ikan arawana, beberapa jenis kura-kura air tawar, rotan, damar, dan
gambir.
Pola kehidupan ini sudah sulit ditinggalkan karena dengan eksploitasi
sumberdaya alam (kayu produksi dan kulit buaya) masyarakat mudah
mendapatkan uang, namun karena potensinya sudah sangat sedikit
sehingga sudah tidak dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan
keluarga.
Disamping itu karena masyarakat belum dapat menggunakan uang dengan
baik sehingga masyarakat biasanya menghabiskan seluruh uangnya dalam
hitungan hari bagi kepuasan dan pemenuhan kebutuhan konsumtif.
Namun dampak negatif dari adanya HPH mengakibatkan rusaknya dusun
sagu dan masyarakat sudah malas untuk merehabilitasi dusunnya karena
budaya uang sudah tertanam dalam diri masyarakat sekarang. Jadi pada
prinsipnya ada uang baru kerja hal ini menyebabkan budaya swadaya
masyarakat dalam membangun kampung telah dilupakan sehingga
perumahan dan sarana jalan serta sarana umum lainnya perbaikannya
hanya mengaharapkan bantuan dari pemerintah.
Sejak Tahun 2000 HPH sudah tidak beroperasi lagi menyebabkan
masyarakat sulit untuk melakukan usaha lain, karena mereka sudah
terbiasa dengan kegiatan menebang kayu dengan hasil uang yang cukup
banyak sehingga motivasi masyarakat untuk melakukan usaha lain
menjadi rendah serta masyarakat tidak memiliki keterampilan lain.
Permasalahan yang biasanya timbul adalah pengambilan hasil hutan/dusun
tanpa izin pemilik hak ulayat yang menimbulkan konflik sampai dengan
tindak kekerasan. Namun bila dapat diselesaikan biasanya dengan
perhitungan ganti rugi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
25

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Permasalahan lain yang sering timbul dan menjadi konflik di masyarakat


adalah masalah perempuan sehingga dalam tatanan kehidupan
masyarakat Asmat sangat berhati-hati dengan wanita. Tingkat
kecemburuan dan kecurigaan suami terhadap istri sangat tinggi dan
ketertekanan perempuan masih dirasakan. Kondisi ini menyebabkan
perempuan Asmat merasa hanya sebagai objek kaum pria dan mereka
tidak
diperbolehkan
beraktifitas
diluar
rumah,
Kekerasan
dan
penganiayaan sering terjadi didalam keluarga.
Peran perempuan di kampung Erma hanya sebatas mengurus keluarga dan
akses pada kehidupan sosial lainnya masih sangat terbatas. Dimana kaum
perempuan belum diperbolehkan berinteraksi dengan kehidupan sosial di
luar keluarga. Ketertekanan perempuan dalam kehidupan masyarakat
masih terjadi dan hak-hak perempuan dalam kesetaraan gender masih
dikesampingkan.
Potensi Sumberdaya Alam, Mata Pencaharian dan SDM
Sumberdaya alam yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat berupa sagu
yang ditokok di dusun, menanam ubu/pisang/keladi di kebun/dusun,
mencari ikan, udang, kepiting, siput, berburu babi, kuskus, untuk
kebutuhan konsumsi sedangkan yang sudah dikomersilkan berupa kulit
buaya dan kayu produksi.
Kegiatan usaha pemanfaatan sumberdaya laut masih sangat terbatas
karena masyarakat tidak memiliki sarana/prasarana tangkap yang
memadai serta keterampilannya masih terbatas serta lokasi tempat
pemasaran sangat jauh dari kampung yaitu di Agats dan itu juga masih
sebatas pasar konsumtif dengan kemapuan daya jual beli yang masih
rendah. Hal ini menyebabkan masyarakat malas untuk melakukan usaha
pemanfaatan sumberdaya laut/sungai.
kondisi lahan di kampung Erma yang tanah berawa masih memungkinkan
dilakukan kegiatan bercocok tanam pertanian karena ada sebagian
masyarakat yang telah menanan rambutan, durian, salak, jeruk, nangka,
sukun dan mangga serta masyarakat pernah melakukan penanaman padi
namun tidak lebih dari dua kali penanaman. Motivasi untuk bercocok
tanam sangat besar namun karena tidak tersedianya bibit (terutama bibit
padi dan sayuran) maka masyarakat sudah tidak pernah menanam lagi.
Dengan hanya terdapat SD di kampung dan terbatasnya kemampuan
orang tua untuk menyekolahkan anaknya maka sumberdaya manusia
relatif masih sangat rendah. Untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/SMU
masyarakat harus ke Distik atau Kabupaten yang tentunya memerlukan
biaya cukup besar. Hal ini menyebabkan masih adanya masyarakat yang
belum bisa baca tulis, secara umum tingkat pendidikan masyarakat Erma
masih sangat rendah.
Program beasiswa sangat dibutuhkan masyarakat hanya saja sampai saat
ini hal tersebut belum pernah terealisir. Sedangkan pendidikan non formol
berupa
pelatihan-pelatihan
bagi
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan masyarakat masih sangat minim dilakukan baik oleh
Pemerintah maupun lembaga swasta.
26

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Akses Kelembagaan
Lembaga yang ada di Kampung Erma berupa Pemerintahan Kampung yang
ditunjang dengan beberapa aparat kampung yang cukup aktif menjalankan
program pemerintah dan melayani masyarakat namun belum terlaksana
dengan baik sesuai dengan rencana karena tidak ditunjang dengan
sarana/prasarana serta biaya operasional yang memadai.
Lembaga pendidikan berupa SD serta Pustu (Puskesmas Pembantu) yang
aktifitasnya kurang berjalan dengan baik dan rutin kerena tidak ditunjang
dengan sarana/prasarana dan tenaga yang memadai sehingga masyarakat
belum dapat merasakan manfaat pembangunan dibidang pendidikan dan
kesehatan dengan baik.
Lembaga agama masuk ke Kampung Erma sejak tahun 1953 bersamaan
dengan masuknya missionaris ke Asmat. Sarana ibadah yang terdapat di
Erma berupa gereja Katolik 1 unit yang aktifitas ibadahnya sangat rutin
dilakukan masyarakat. Masyarakat Erma merupakan masyarakat yang
cukup taat beribadah dan menjalankan norma-norma agama dengan baik.
Kehidupan
antara
umat
beragama
sangat
baik
dan
saling
menghargai/menghormati satu dengan lainnya sehingga keharmonisan
hidup antara warga dapat terjaga dengan baik.
Keberadaan LMAA (Lembaga musyawarah adat asmat) di kampung Erma
diwakili oleh Lembaga adat rumpun Kenok yang aktifitasnya cukup
berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari aktifnya lembaga adat yang
selalu membicarakan semua permasalahan masyarakat kampung di dalam
JE, namun koordinasi dengan LMAA masih sangat terbatas.
Keberadaan PPL Kehutanan sangat membantu masyarakat dalam usaha
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam hutan, karena petugas
tersebut melayani, membantu, membina dan mendampingi masyarakat
dengan baik serta telah menyatu dengan kehidupan masyarakat di Distrik
Sawaerma.
WWF pernah masuk ke Kampung Erma namun hanya sebatas pada
program penyuluhan dan pelestarian sumberdaya alam tanpa memikirkan
alternatif lain dalam usaha pemanfaatan SDA
oleh masyarakat, sehingga masyarakat kurang respek karena kehidupan
masyarakat sangat tergantung dari pemanfaatan sumberdaya alam.
Aspirasi dan Kebutuhan
Kebutuhan masyarakat di kampung Erma yang mendesak adalah sarana
transportasi umum berupa taksi air, bak penampung air hujan, perbaikan
dan peningkatan sarana/prasarana sekolah dan Pustu serta peningkatan
dan pengembangan sumber-sumber usaha ekonomi produktif masyarakat
yang berasal dari pemanfaatan SDA.

27

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Keterbatasannya
pengetahuan/keterampilan
masyarakat
dalam
memanfaatkan sumberdaya alam dan tingkat ketergantungan yang sangat
tinggi maka diperlukan kegiatan peningkatan pengetahuan/keterampilan
melalui kegiatan pelatihan, kursus-kursus yang berkaitan dengan usaha
pemanfaatan serta pengelolaan sumberdaya alam bagi peningkatan
ekonomi keluarga.
Pengelolaan tersebut harus ditunjang dengan sarana transportasi dan
pasar yang lebih memadai. Masyarakat juga mengharapkan adanya
pembinaan dan pendampingan baik dari Pemerintah maupun swasta dalam
membantu masyarakat mengembangkan usaha pemanfaatan sumberdaya
alam serta peningkatan sumberdaya manusia sehingga masyarakat dapat
hidup lebih baik.

28

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Denah Kampung Sawa Erma

Sung

ai Pi

Sungai Pomats

Pustu

Jew

Gereja

Dermaga

ak
An

ai
ng
Su

ap
ra y
Ka

SD. Inpres

29
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

TRANSEK KAMPUNG ERMA

ai Pi
Sung

Sungai Pomats

Tanaman Kelapa

Pustu

Tanaman Sukun dan Kelapa

Jew

Kelapa

Sagu

Gereja

Dermaga

a
An

ap
r ay
Ka
ai
g
un
kS

Tanaman Kelapa
SD. Inpres

Tumbuhan Sagu

30
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Tumbuhan Sagu

Tanaman Sukun

BAGAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT DI KAMPUNG ERMA

LSM
Yayasan

Pemerinta
han
Kampung

Pustu/
Posyandu
WK
(Wanita
Katolik)

Masyarakat
Gereja
Katolik

LMMA
JE

Kios
Sekolah (SD)
Pasar

31

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

PPL

KALENDER MUSIM KAMPUNG ERMA


No

Jenis Kegiatan
Jan
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12

Feb Maret April Mei

Bulan
Juni Juli

Agst Sept

Tebang kayu
Mencari Ikan
Tebang Sagu
Berburu
Mencari Buaya
Hari Paskah
Membuat Perahu
Pesta Budaya, Pesta Patung
Pesta Ulat sagu, Topeng
Pesta Perahu
Hari Natal
HUT RI 17 Agustus
Berkebun
Mencari Kura-kura

32
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Okt

Nov

Des

KETERANGAN
- Aktifitas kehidupan masyarakat mengambil
hasil sumberdaya alam dilakukan sesuai dgn
musim.
- Sumberdaya alam yang telah dimanfaatkan
Sagu, kayu, pandan, ikan, udang, kepiting,
siput, gambir, kura-kura, kuskus, buaya yang
diantaranya dimaka/dijual di pasar agats,
- Pesta Budaya dilakukan secara besar-besaran
yang diikuti oleh waki dari seluruh kampung
- Dalam menyambut hari Paskah, Natal dan
tahun baru masyarakat masyarakat siapkan
kebutuhan makan yang diambil dari dusun
- Kayu produksi yang teah di jual ; Pala hutan
binuang, bintangur, terentang, ketapang

D. PROFIL KAMPUNG BUETKUAR


Sejarah dan Keadaan Umum
Kampung Buetkuar didirikan oleh masyarakat rumpun Simai dari dua
marga yaitu Menet dan Bairim yang tinggal di kepala kali Serep lalu turun
dan menetap secara turun temurun sejak enam generasi di persimpangan
sungai Serep dan sungai Itim.
Kampung Buetkuar berbatasan disebelah utara dengan persimpangan
sungai Serep dan sungai sungai Itim, disebelah Selatan dan Barat hutan
sekunder dan di sebelah Timur sungai Serep. Adapun Kondisi fisik
geografis kampung adalah 100 % tanah gambut-berawa.
Kampung Buetkuar sangat jauh dari Agats dan sangat terisolir, yang dapat
ditempuh dengan menggunakan speedboat/longboat selama 510 jam
perjalanan sungai. Sedangkan untuk menjangkau Ibukota Distrik Akat
(Ayam) ditempuh selama 3-8 jam sehingga program pembangunan dan
kunjungan aparat pemerintahan Distrik/Kabupaten sangat minim.
Penduduk Buetkuar berjumlah 60 KK dengan ratio jumlah laki-laki
sebanyak 124 jiwa dan perempuan sebanyak 104 jiwa yang terdiri dari
suku Asmat sebagai suku mayoritas, disamping itu ada warga dari suku
Bugis-Makassar, Jawa dan NTB yang berprofesi sebagai pedagang yang
telah 7 tahun hidup berdampingan. Penduduk asli Buetkuar beragama
Protestan serta sebagian pendatang beragama Islam.
Sarana dan prasarana umum yang terdapat dikampung Buetkuar adalah
jalan tanah didalam kampung, namun bila hujan akan tergenang air
sehingga masyarakat mencoba membuat jalan jembatan kayu tapi baru
sebatas pemasangan beberapa umpak dan sampai sekarang tidak pernah
dilanjutkan.
Sumber air bersih/tawar selain mengandalkan air hujan, masyarakat juga
memanfaatkan air sungai Itim dan sungai Serep. Kondisi perumahan
masyarakat pada umumnya terbuat dari kayu buah, berdiding gabagaba/kulit kayu, beratap rumbia dan sebagian sudah rusak berat, di dalam
satu rumah biasanya dihuni lebih dari satu keluarga.
Sarana transportasi untuk menjangkau kampung lain, Agats atau Ayam
hanya dapat ditempuh dengan menggunakan speedboat/longboat yang
dimiliki oleh para pedangan. Dalam memenuhi kebutuhan sembilan bahan
pokok masyarakat kampung Buetkuar berbelanja di 3 kios yang terdapat di
Kampung.
Fasilitas pendidikan berupa Sekolah Dasar 1 Unit yang memiliki 2 ruang
kelas. Aktifitas belajar mengajar baru aktif 6 bulan terakhir seiring
dengan ada seorang tenaga pengajar yang menetap di kampung. Fasilitas
perumahan guru dan sarana penunjang lainnya sudah mengalami
kerusakan serta masih perlunya penambahan tenaga guru.

33

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Fasilitas kesehatan berupa Pustu (Puskesmas Pembantu) terdapat 1 unit


yang tidak aktif melayani masyarakat di kampung karena sarana
kesehatan sudah rusak berat dan tenaga paramedis (bidan/mantri) tidak
berada di tempat sehingga dalam mengobati beberapa penyakit
masyarakat menggunakan obat-obatan tradisional.
Pola Kehidupan
Sebelum masuknya pedagang Gaharu sekitar tahun 1997,
dalam
memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat tidak susah mencari di dusun,
namun seiring dengan perkembangan perdagangan gaharu di Asmat
memberikan pengaruh yang besar dalam pola kehidupan masyarakat.
Dimana masyarakat terbiasa dengan memegang banyak uang serta
masyarakat lebih memilih mengkonsumsi beras, supermi, ikan kaleng dan
barang konsumsi lainnya yang dijual pedagang dari pada makan sagu,
pisang dan ubi-ubian.
Keberadaan pedangang/pengumpul gaharu memberikan dampak positif
bagi masyarakat yaitu kampung tidak terisolir lagi karena banyak
pedagang/pengumpul gaharu yang keluar masuk kampung. Selain itu
masyarakat dapat memperoleh uang dengan mudah yaitu dengan menjual
kayu gaharu dengan harga yang mahal. Ketergantungan masyarakat
terhadap gaharu sangat tinggi sehingga seluruh aktifitas kehidupan
masyarakat hanya mencari gaharu.
Pola kehidupan ini sudah sulit ditinggalkan karena dengan eksploitasi kayu
gaharu masyarakat mudah mendapatkan uang, namun karena potensinya
sudah sangat sedikit jadi sudah tidak dapat diandalkan sebagai sumber
pendapatan keluarga. Disamping itu karena masyarakat belum dapat
menggunakan uang dengan baik sehingga masyarakat biasanya
menghabiskan seluruh uangnya dalam hitungan hari bagi kepuasan dan
pemenuhan kebutuhan konsumtif serta masyarakat tidak memiliki
keterampilan usaha lainnya.
Namun dampak negatif dari adanya perdagangan gaharu mengakibatkan
rusaknya dusun sagu dan masyarakat sudah malas untuk merehabilitasi
dusunnya karena budaya uang sudah tertanam dalam diri masyarakat
sekarang.
Jadi pada prinsipnya masyarakat hanya mau kerja usaha gaharu karena
mereka beranggapan kerja gaharu lebih mudah dengan penghasilan yang
sangat baik, otivasi masyarakat untuk melakukan usaha selain mencari
gaharu menjadi rendah serta masyarakat tidak memiliki keterampilan lain.
Terkonsentrasinya masyarakat mencari kayu gaharu di dusun/bevak
menyebabkan kampung tidak terurus dan pembangunan tidak berjalan.
Permasalahan yang biasanya timbul adalah pengambilan hasil hutan/dusun
berupa kayu gaharu tanpa izin pemilik hak ulayat yang menimbulkan
konflik sampai dengan tindak kekerasan. Namun bila dapat diselesaikan
biasanya dengan perhitungan ganti rugi berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak.

34

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Permasalahan lain yang sering timbul dan menjadi konflik di masyarakat


adalah masalah perempuan sehingga dalam tatanan kehidupan
masyarakat Asmat sangat berhati-hati dengan wanita.. Tingkat
kecemburuan dan kecurigaan suami terhadap istri sangat tinggi dan
ketertekanan perempuan masih terjadi. Kondisi ini menyebabkan
perempuan Asmat merasa hanya sebagai objek kaum pria dan mereka
tidak
diperbolehkan
beraktifitas
diluar
rumah,
Kekerasan
dan
penganiayaan sering terjadi didalam keluarga.
Peran perempuan di kampung Buetkuar hanya sebatas mengurus keluarga
dan akses pada kehidupan sosial lainnya masih sangat terbatas. Dimana
kaum perempuan belum diperbolehkan berinteraksi dengan kehidupan
sosial di luar keluarga. Ketertekanan perempuan dalam kehidupan
masyarakat masih terasa dan hak-hak perempuan dalam kesetaraan
gender masih dikesampingkan.
Potensi Sumberdaya Alam, Mata Pencaharian dan SDM
Sumberdaya alam yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat berupa sagu
yang ditokok di dusun, menanam ubu/pisang/keladi di kebun pinggir
sungai, mencari buah matoa, mencari ikan, udang, kepiting, siput, berburu
babi, kuskus, untuk kebutuhan konsumsi sedangkan yang sudah
dikomersilkan berupa kayu gaharu. Sedangkan sumberdaya hutan yang
belum dimanfaatkan berupa kayu produksi : kayu besi, benuang,
bintangur, matoa, gambir, rotan dan lainnya
kondisi lahan di kampung Buetkuar yang tanah gambut masih
memungkinkan dilakukan kegiatan bercocok tanam, tanaman pertanian
karena masyarakat pernah diajari bercocok tanam sayuran seperti ;
jagung, ketimun, kangkung cabut, terong, cabei dan sawi. Motivasi untuk
bercocok tanaman sangat tinggi namun karena tidak tersedianya bibit
maka masyarakat sudah tidak pernah menanam lagi.
Dengan hanya terdapat Sekolah Dasar 1 Unit yang memiliki 2 ruang kelas
kegiatan belajar sangat terbatas. Aktifitas belajar mengajar baru aktif 6
bulan terakhir seiring dengan ada seorang tenaga pengajar. Fasilitas
perumahan guru dan sarana penunjang lainnya sudah mengalami
kerusakan serta masih perlunya penambahan tenaga. Untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP/SMU anak-anak harus
melanjutkannya Agats,
Kegiatan belajar belum dapat berjalan semestinya karena kesadaran orang
tua untuk menyekolahkan anaknya masih sangat rendah, masyarakat lebih
banyak hidup di bevak untuk mencari Gaharu. Hal ini mengakibatkan
sebagian besar masyarakat Buetkur tidak bisa membaca dan menulis.
Kesadaran pentingnya pendidikan bagi masyarakat harus terus
ditingkatkan sehingga SDM masyarakt Asmat dapat lebih baik. Disamping
itu program beasiswa sangat dibutuhkan masyarakat hanya saja sampai
saat ini hal tersebut belum pernah terealisir. Sedangkan pendidikan non
formol berupa pelatihan-pelatihan bagi peningkatan pengetahuan dan
keterampilan masyarakat masih baru sekali dilakukan oleh Yayasan
Alamamater sedangkan dari pihak Pemerintah belum pernah melakukan
kegiatan serupa.
35

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Akses Kelembagaan
Lembaga yang ada di Kampung Buetkuar berupa Pemerintahan Kampung
namun tidak berjalan karena sejak kepala kampung meninggal otomatis
roda pemerintahan kampung lumpuh dan aparat kampung lainnya belum
memiliki kemampuan untuk menjalankan program kerja.
Lembaga pendidikan berupa SD baru enam bulan proses belajar mengajar
berlangsung. Pustu (Puskesmas Pembantu) yang tidak aktif karena tidak
ditunjang dengan sarana/prasarana dan tenaga yang memadai sehingga
masyarakat belum dapat merasakan manfaat pembangunan dibidang
kesehatan dengan baik. Lembaga Agama masuk ke Buetkuar sejak tahun
1973 bersamaan dengan masuknya pendeta ke Asmat. Sarana ibadah
yang terdapat di Buetkuar berupa gereja Protestan 1 unit yang aktifitas
ibadahnya tidak rutin karena pendeta tidak berada tidak berada di
Kampung karena tidak adanya sarana transportasi dan biaya operasional
bagi pendeta .
Keberadaan LMAA (Lembaga musyawarah adat asmat) di kampung
Buetkuar diwakili oleh Lembaga adat rumpun Simai aktifitasnya cukup
berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari aktifnya lembaga adat yang
selalu membicarakan semua permasalahan masyarakat kampung, pesta
adat dan ritual adat di dalam JE, namun koordinasi dengan LMAA masih
sangat terbatas.
Yayasan Almamater masuk ke Kampung Buetkuar pada tahun 2003 baru
sebatas survei potensi gaharu dan tingkat ketergantungan masyarakat
dalam usaha pemanfaatan gaharu serta pengenalan tanaman sayuran.
Keberadaan CSO ini sangat memberi warna dan nuansa baru dalam
kehidupan masyarakat karena mereka belum pernah melihat/mengenal
berbagai jenis sayuran serta masyarakat menyambut dengan sangat
antusias dan aktif dalam setiap kegiatan pelatihan penanaman sayuran.
Masyarakat sangat mengharapkan adanya LSM yang bisa membantu
dalam meningkatkan dan mengembangakan pembangunan di Kampung.
Aspirasi dan Kebutuhan
Kebutuhan masyarakat di kampung Buetkuar yang mendesak adalah
sarana transportasi umum berupa taksi air, bak penampung air hujan,
perbaikan dan peningkatan sarana/prasarana sekolah dan Pustu serta
peningkatan dan pengembangan sumber-sumber usaha ekonomi produktif
masyarakat yang berasal dari pemanfaatan SDA.
Keterbatasannya
pengetahuan/keterampilan
masyarakat
dalam
memanfaatkan sumberdaya alam dan tingkat ketergantungan usaha
pencaharian gaharu yang sangat tinggi maka diperlukan kegiatan
peningkatan pengetahuan/keterampilan melalui kegiatan pelatihan,
kursus-kursus yang berkaitan dengan usaha pemanfaatan serta
pengelolaan sumberdaya alam bagi peningkatan ekonomi keluarga.
Pengelolaan tersebut harus ditunjang dengan sarana transportasi dan
pasar yang lebih memadai. Masyarakat juga mengharapkan adanya
pembinaan dan pendampingan baik dari Pemerintah maupun swasta dalam
membantu masyarakat mengembangkan usaha pemanfaatan sumberdaya
alam serta peningkatan sumberdaya manusia sehingga masyarakat dapat
hidup lebih baik.
36
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Sungai Serep

Jew

Lapangan Bola

Pustu

Gereja
Lapangan Volley

Sek olah

37

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Itim
Sungai

Denah Kampung Buetkuar

Itim

Hutan Sekunder

TRANSEK KAMPUNG BUETKUAR


N

Sungai

Kebun Pisang dan Ubi

Kebun Pisang dan Ubi

Sungai Serep

Hutan Sekunder

Kebun Pisang dan Ubi


Jew

Hutan Sekunder

Kebun Pisang dan Ubi

Lapangan Bola

Gereja

Pustu
Lapangan Volley

Sekolah

Sagu

Sagu

Hutan sekunder

Sagu

38

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Sagu

BAGAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT DI KAMPUNG BUETKUAR

LSM
Yayasan

Gereja
Protestan

Pemerinta
han
Kampung

Pustu/
Posyandu
LMMA
JE

Masyarakat
Pedagang
Kios

Pasar

Sekolah (SD)
PPL

39

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

KALENDER MUSIM KAMPUNG BUETKUAR


No

Jenis Kegiatan
Jan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Feb Maret April

Mei

Bulan
Juni Juli

Agst Sept

Mencari Gaharu **
Mencari Ikan *'
Tokok sagu, cari ulat sagu *'
Tebang kayu
Berkebun *
Beternak *'
Berburu *
Tahun Baru
Hari Natal
Paskah
Hari Kemerdekaan
Pesta Perahu
Pesta Ulat sagu
Cari Buaya **
Buat Perahu **
Cari Buah Matoa *'

Nov

Des

KETERANGAN
** : Hasilnya dijual
* : Hasilnya dimakan
*' : Sebagian dimakan dan sebagian
dijual/barter dengan Beras,gula,kopi
tembakau dll.
Jenis Ikan : Gurame, Kakap, Kerabu dll
Jenis Hasil Tanaman : Pisang, ubi-ubian,
Kacang panjang,tebu,timun,gambas,
tebu, cabe, dan pepaya.
Jenis ternaK : Ayam dan burung nuri
Hasil Kayu : Kayu besi, kayu blao-blao
(kayu perahu).

40
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Okt

Untuk menjangkau wilayah Kabupaten Asmat dapat ditempuh dengan mengunakan


pesawat twinotter/cessna atau dengan kapal laut, sedangkan untuk ke Distrik atau
Kampung hanya bisa menggunakan speedboat/longboat.

41

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Kegiatan FGD yang dilakukan pada berbagai elemen/unsur masyarakat dari


berbagai lembaga kemasyarkatan yang ada di Kabupaten Asmat sampai pada kaum
perempuan yang diwadahi oleh AKACEPES (Perempuan Sejati).

42

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Diskusi dan wawancara langsung pada berbagai tokoh masyarakat, tokoh agama
dan tokoh adat serta masyarakat di kampung untuk mendapatkan gambaran tentang
pembangunan dan kehidupan masyarakat di Kampung.

43

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Budaya Asmat masih kental terasa dalam aktifitas kehidupan sehari-hari dengan
tetap mempertahankan budaya JEW/JE serta tradisi mengukir yang telah turun
temurun dilakukan masyarakat Asmat.

44

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Sarana sekolahah dan Pustu yang aktif menjalankan programnya untuk membangun
dan melayani masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan di Kampung Syuru
serta satu-satunya pasar tradisional yang ada di Kota Agats.

45

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Salah satu sumber air bagi kebutuhan hidup masyarakat di Kampung Syuru serta
bak penampung air hujan yang jumlahnya sangat terbatas sehingga sering terjadi
konflik, serta salah satu kios milik masyarakat Asmat.

46

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Kearifan masyarakat berupa pemanfaatan bahan lokal (tikar pandan/Tapin) yang


lebih disukai masyarakat serta aktifitas menanam sayuran pada perahu rusak atau
kotak kulit papan dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi keluarga

47

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Suasana dn kondisi fisik Kampung Syuru yang sebagian besar jalan jembatan telah
rusak parah sehingga harus berhati-hati bila jalan ditatasnya, dan masyarakat
berusaha untuk memperbaiki sebisanya.

48

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Sarana sekolah/SD yang bangunannya sudah rusak perlu perhatian dan


penganganan segera oleh pihak terkait sehingga proses belajar mengajar dapat lebih
baik, serta keterbatasan jumlah bak penampung air hujan sehingga masyarakat
kadang mengkonsumsi air sungai yang payau.

49

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Dalam mengumpulkan informasi tentang pembangunan dan kehidupan masyarakat


di Kampung Yamas, tim berdiskusi dengan kaum laki-laki dan perempuan di dalam
JE, serta melihat pembuatan perahu sebagai sarana transportasi masyarakat.

50

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Kondisi dan suasana Kampung Erma yang pembangunan jalan jembatan masih
terbengkalai serta sarana jual beli berupa kios sebagi temapt pemenuhan sembilan
bahan pokok di Pos-Erma dan Kampung Erma.

51

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Sarana ibadah yang ada di Kampung Erma berupa Gereja yang cukup rutin
menjalankan aktiitasnya dan bangunan Pustu yang tidak aktif serta kondisi gedung
sekolah yang jarang dilakukan proses belajar mengajar.

52

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Masyarakat Erma pernah melakukan penanaman padi sebanyak dua kali pada lokasi
halaman sekolah (gambar tengah) dan mereka sangat mengharapkan sentuhan
pembangunan yang nyata bagi peningkatan hidupnya dengan memperhatikan
kebutuhan di masyarakat.

53

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Suasana dan kondisi Kampung Buetkuar yang memiliki sarana gereja Protestan, SD
dan Pustu, namun kegiatan ibadah dan pelayanan kesehatan sangat jarang dilakukan
sedangkan SD baru aktif sekitar enam bulan terakhir.

54

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Perumahan masyarakat yang umumnya sangat sederhana dan bevak-bevak pada


dusun tempat mencari makan serta suasana jalan jembatan dikampung yang tidak
pernah selesai dibangun secara swadaya oleh masyarakat.

55

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Kebun yang ditanami pisang , ubi kayu dan beberapa jenis tanaman lain yang
biasanya di tanam pada pinggir sungai serta kondisi lahan yang rusak akibat
pencaharian kayu gaharu.

56

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Pada umumnya masyarakat di Kampung Buetkuar matapencahariannya adalah


mencari kayu Gaharu yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan yang
biasanya bila masuk dusun didahului dengan ritual adat di JE.

57

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

Aktifitas pencarian kayu gaharu hidup ( pohon gaharu) dan gaharu terendam/kayu
mati yang berada di dalam tanah dan kerusakan hutan akibat penebangan pohon
yang sembarangan.

58

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Asmat

PROFIL KAMPUNG
LOKASI KAJIAN PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN
MASYARAKAT KABUPATEN MAPPI

KERJASAMA
UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME
YAYASAN ALMAMATER MERAUKE
2005

ASSESSMENT
PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN MASYARAKAT
DI KABUPATEN MAPPI
I.

SEJARAH DAN GAMBARAN UMUM


Sejarah Nenek moyang suku Yaghai dahulu awalnya berasal dari Mapi pos,
kemudian mereka mengembara untuk mencari tempat yang cocok untuk hidup
mereka. Moyang orang Yaghai masuk melalui kali Obaa, pengembaraan orang
Yaghai terbagi menjadi 2 kelompok besar, ada yang melalui jalur darat dan
kelompok besar lainnya melalui jalur kali di sepanjang daerah Mapi. Dalam
pengembaraan setiap daerah baru yang ditemui diberi tanda, kelompok kali
dengan menggunakan bambu (Opoh) dan jalur darat dengan memberikan tanda
dengan istilah Putii. Kelompok darat menemukan daerah baru dan mereka namai
Qabuqa kelompok kali melalui jalur rawa menukan daerah baru dan menamai
Soba. Sampai saat ini suku Yaghai terpecah menjadi 2 kelompok besar yaitu
Yaghai Waepen, dibagian kali/pesisir laut dan Yaghai Yanthi, pada bagian darat.
Kabupaten Mappi merupakan salah satu Kabupaten pemekaran dari Kabupaten
Merauke yang didominasi oleh dua Suku besar yakni Yaghai dan Auyu yang
tersebar pada 6 Distrik yaitu Obaa, Edera, Nambioman Bapai (Nambai), Haju,
Assue, Citak Mitak terdiri dari 136 Kampung. Pernyataan kebersamaan antara
dua suku besar ini dinyatakan dalam motto Kabupaten Mappi USUBI
YOHOKUDA TAKO BAYAMAN ( SATU HATI SALING MELAYANI ) yang diambil
dari bahasa Auyu ( Usubi Yohokuda ) dan bahasa Yaghai ( Tako Bayaman ).
Secara ringkas sejarah perkembangan pembangunan di daerah Kabupaten Mappi
dimulai sejak jaman pemerintahan Belanda, dimana di bangun pos Belanda (
Mappi Post) di daerah Kali Mappi dan diikuti oleh Misionaris Katolik yang masuk di
bagian tengah dan selatan sedangkan Misionaris Protestan di bagian utara
Kabupaten Mappi. Penyebaran agama oleh para Misionaris yang dibantu para
katekis juga mengembangkan bidang pendidikan formal dan pendidikan non
formal (pertanian tanaman konsumtif dan tanaman perkebunan). Sejak tahun
1963, peran pengembangan di wilayah Mappi dilanjutkan oleh pemerintahan
Indonesia sampai dengan saat ini.
Kepi merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Mappi, dan dapat dijangkau
melalui transportasi darat, Laut dan Udara. Jalur udara dengan penerbangan
perintis dari kota Merauke ke kabupaten Mappi dapat melalui Kepi ( Distrik Obaa),
Bade (Distrik Edera), dan Senggo (Distrik Citak Mitak). Jalur laut melalui
pelayaran perintis dari Merauke ke Kabupaten Mappi dapat di jangkau dengan
selama 3 4 hari dengan menggunakan kapal perintis berukuran kecil. Jalur darat
melalui jalan darat dengan menyeberangi 2 sungai besar yaitu Sungai Bian dan
Sungai Digul menggunakan Long boat atau belang dengan waktu tempuh 1-2 hari.

II.

Budaya dan Pola Kehidupan


Secara budaya, masyarakat suku Yaghai memiliki kepercayaan dan pandanganpandangan tentang alam dan kehidupan sebagai berikut:
Kepercayaan/religius; Matahari (Tapaq; dalam bahasa Yaghai Timur dan Mande;
dalam bahasa Yaghai Barat) diyakini sebagai Tuhan. Matahari sebagai roh
tertinggi, terbesar dan maha kuasa, serta sebagai sang pencipta. Alam semesta
dan segala isinya sebagai cipataan pertama diberi nama lautan/deghoyen,
daratan(moghon), langit (heme), air (mui), pohon(de), sungai (enem), binatang
(yanggo), dan lain-lain. Manusia diciptakan pada penciptaan kedua dengan
aneka ragam suku, bahasa, adat istiadat dan warna kulit. Selain menyakini
matahari sebagai sang Illahi, juga diyakini adanya roh-roh (Maghaja) pada
tempat-tempat tertentu dan roh-roh orang mati. Roh-roh tersebut mempunyai
pengaruh baik dan buruk dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan kepercayaan budaya, Kosmos (bumi) dipandang sebagai tempat
yang sangat kaya akan sumber makanan sehingga diposisikan sebagai jantung
bagi kehidupan manusia. Kepercayaan ini mendasari komitmen masyarakat
Yaghai untuk menjaga, melindungi, memelihara dan melestarikan alam sekitarnya
melalui hak-hak tanah adat yang diwariskan oleh generasi sebelumnya.
Pelanggaran batas hak ulayat sering mengakibatkan konflik/perkelahian atau
perang antar suku, marga, bahkan saudara.
Pandangan Tentang Manusia; manusia diciptakan sebagai pria dan wanita yang
hidup berkelompok dalam margamarga. Aturan dan hukum adat di dibuat untuk
ditaati dan dijalankan sehingga manusia bisa hidup bersama secara damai, aman,
dan bahagia. Dalam setiap kelompok masyarakat memiliki orang-orang tertentu
sebagai penasehat adat (Dalam bahasa disebut Akiaq). Aturan-aturan/hukum
adat yang diyakini antara lain:
Agho : merupakan hukum kasih keterbukaan dan kebaikan hati.
Erro : merupakan perwujudan hukum kasih, pemberian kasih bagi orang
Yaghai, hukum pembagian hak milik (apa yang ada padanya) tanpa menuntut
balas.
Amar Erro : merupakan hukum saling membagi atau tukar-menukar kebaikan
antara satu dengan yang lain dalam hidup keseharian.
Pandangan Tentang Hidup dan Mati; masyarakat adat Yaghai hidupnya sangat
menyatu dengan kebaikan dan pemberian alam. Kesementaraan kehidupan akan
dilalui dengan peristiwa kematian. Kematian diperingati selama empat puluh
hari/malam oleh sanak saudara dengan berpuasa dan mengenakan tanda khusus.
Selama puasa dan berduka tidak mengadakan aktifitas yang dilarang oleh aturan
adat, misalnya Kindo tidak dibunyikan, nyanyian dan tarian adat atau keramaian
dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan. Arwah dari orang yang meninggal
diyakini telah kembali kepada kebahagiaan abadi yang disediakan oleh Matahari
yang disebut Tafro/Bameaer/Magtiaer.

Pengetahuan lokal; secara budaya dipahami gejala-gejala/tanda alam dan diyakini


sampai sekarang antara lain;
- Musim Hujan : ditandai dengan arus air disungai yang semakin besar, Burung
(Kojom) bersuara, Awan mendung/ berwarna hitam, lumut di kali berwarna
kekuningan.
- Musim Panas : ditandai dengan adanya tekanan udara dari arah timur
semakin kuat, burungburung seperti bangau dan burung kapal silam
(Kormoran) jika sudah terlihat
daratan menandakan akan terjadi musim
kering. Matahari jika terbenam dengan arah menyilang maka akan terjadi turun
hujan dimusim kemarau.
- Perhitungan Bulan : satu bulan di sebut Diqon dan Raqo adalah pertengahan
bulan, hitungan 1 bulan adalah 4 Minggu. Penanggalan dihitung dengan cara
menanam lidi pada gabagaba sesuai dengan jumlah hari, di cabut satu
persatu setiap hari kemudian di bakar.
- Pengetahuan tentang Bintang: jika bintang berpindah dari timur ke barat
(Kandoh) menandakan bahwa pekerjaan yang dilakukan akan mendatangkan
hasil yang baik. Jika bintang timbul/ berpindah menandakan akan ada
kematian. Bintang kejora ( Qouth) menandakan hari akan pagi dan jika
bintang ada yang berwarna kemerah merahan menandakan akan ada
kematian.
- Pengetahuan lain yang diyakini seperti burung hinggap di samping rumah
menandakan akan ada kematian; kelelawar atau kupukupu masuk ke dalam
rumah bila kaum lelaki sedang berburu, maka menandakan akan ada hasil.
Sistem Perkawinan; secara adat dikenal dengan jenis-jenis perkawinan sebagai
berikut:
1. Perkawinan Mendagh; perkawinan amar atau kawin tukar, tujuannya
adalah
terciptanya kesuburan dalam perkawinan dan terpeliharanya
persahabatan, persaudaraan dan perdamaian yang menguntungkan kedua
belah pihak.
2. Perkawinan Yowerim; kawin masuk atau keluar artinya seseorang dari tempat
lain/ keluarga lain mengawini orang dikampung baik pria maupun wanita.
Setelah disahkan secara adat Yaghai, maka yang bersangkutan tinggal
menetap di kampung atau dengan keluarga pasangan hidupnya.
Sistem kemasyarakatan; diatur berdasarkan pola kepemimpinan oleh seorang
kepala suku. Tugas dari seorang kepala suku yaitu mengatur masalah pembagian
tanah adat, perkawinan, dan pemberian sangsi adat. Orang Yaghai juga memiliki
rumah adat; rumah adat laki laki disebut Ghaindao dan rumah adat perempuan
disebut Haind Uri. Kedua rumah adat tersebut berfungsi sebagai tempat
pertemuan dan sebagai tempat pembinaan anak anak. Disamping hal-hal
tersebut diatas, secara budaya suku Yaghai memiliki seni dan budaya seperti
berbagai tarian adat (tatee dan Yameh) dan ragam pakaian adat seperti cawat yang terbuat dari bahan bahan dari alam yang sampai saat masih
dipertahankan.

Pola kehidupan masyarakat suku Yaghai sehari-hari tidak terlepas dari budaya
yang dimiliki dan ketergantungan terhadap sumberdaya alam yang tersedia.
Ketergantungan terhadap sumberdaya alam bagi masyarakat memiliki pengertian
sebagai suatu keterikatan yang kompleks baik secara Fisik, mental dan spritual.
dan telah diberlangsung sejak turun-temurun. Pemenuhan kebutuhan konsumtif
maupun bahan-bahan untuk bangunan perumahan, perahu semuanya diambil dari
potensi sumber daya alam yang tersedia.
Pemanfaatan hasil hutan dan sumberdaya laut/kali;
Sejak turun temurun masyarakat suku Yaghai sudah memanfaatkan hasil hutan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Hasil hutan yang dimanfaatkan
seperti jenis kayu dayung (bah de), dimanfaatkan masyarakat untuk pembuatan
dayung dan perahu. Pohon sagu dan kelapa dimanfaatkan masyarakat sebagai
bahan dasar rumah. Jenis hewan buruan yang dimanfaatkan masyarakat seperti
jenis babi (batik), kasuari (toghou/nagua). Untuk jenis hasil laut yang
dimanfaatkan masyarakat adalah jenis ikan dan udang. Alat yang digunakan
untuk menangkap ikan dengan menggunakan bubu dan tombak (kalaway).
Pengelolaan kebun tradisional; dilakukan dengan membuka lahan hutan (kokho)
pertama kali biasanya ditaruh sesajen (tembakau) seraya menyebut seluruh
moyang dan memohon. Penggemburan tanah dilakukan dengan menggunakan
kayu (Okum) yang ditajamkan setelah itu bibit ditanam. Hasil kebun/dusun yang
dikelola secara tradisional antara lain.kelapa (Payoh), ubi (deeka), petatas
(mukhpah), keladi (tonqmi), sagu (bai), pisang (naper) dan tebu (meek).

III.

HASIL ASSESMENT PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN MASYARAKAT


DI KABUPATEN MAPPI
Assesment tentang Perikehidupan Berkelanjutan masyarakat di Kabupaten Mappi
dilaksanakan pada 4 kampung yaitu Kampung Obaa dan Muin di Distrik Obaa
sedangkan Mur dan Sumur Aman di Distrik Nambai. Adapun pertimbangan
pelaksanaan assessment pada empat daerah ini adalah ;
A. Kampung Obaa dan Muin ;
- mewakili daerah yang terletak di bagian darat / pedalaman.
- Dan mewakili keragaman berdasarkan tingkat heetrogenitas penduduk
(Kampung Obaa; Heteregon dan Kampung Muin; homogen)
B. Kampung Mur dan Sumur Aman
- daerah yang terletak di bagian pantai.
- Kampung Mur mewakili tingkat heterogen tinggi dan Kampung Sumur Aman
mewakili penduduk homogen.
Adapun hasil assessment yang dilaksanakan sebagaimana di uraikan dibawah ini;

Profil Kampung Obaa


1. Sejarah dan Keadaan Umum
Kampung Obaa berada pada Distrik Obaa Kabupaten Mappi memiliki kondisi
geografis dominan berupa rawa sebesar 25%, datar 10%, bergelombang 40%
dan berbukit 25%. Penduduk Kampung Obaa berjumlah 983 jiwa ( 500 KK )
yang meliputi 562 laki-laki dan 421 perempuan dengan jumlah tenaga potensial
sebesar 600 jiwa. Batas wilayah Kampung Obaa disebelah utara Kampung
Muin, sebelah timur Kampung Rep, sebelah selatan Kampung Kepi dan
sebelah barat berbatasan dengan Distrik Haju.
Sekitar tahun 1920 di Kampung Obaa masih sering terjadi perang suku antara
satu kampung dengan kampung lainnya. Wabah penyakit yang pernah
menyerang penduduk kampung Obaa pada masa ini adalah cacar, diare, dan
muntaber termasuk malaria.
Missionaris Khatolik dibantu oleh para Katekis yang berasal dari Maluku masuk
tahun 1937 membawa misi pewartaan khabar gembira ( Injil ) , mengajarkan
pendidikan yang berawal dari pendidikan non formal ke pendidikan formal.
Misionaris Katolik juga memperkenalkan kepada masyarakat cara tanam pola
kebun tanaman umbi-umbian dan sayur-sayuran sekaligus dengan pembagian
bibit-bibit tanaman yang akan diajarkan tersebut. Masuknya agama Katolik
membawa perubahan perilaku karena masyarakat mulai mengenal Tuhan dan
serta ajaran ajaran positif dari Khabar Gembira dan sejak saat itu kebiasaan
mengayau mulai ditinggalkan.
Sekitar tahun 1960 pendatang dari daerah lain seperti suku Bugis dan
Makassar mulai masuk ke daerah ini dengan tujuan dagang. Pemerintah
Indonesia mulai masuk tahun 1963 pada masa trikora sementara sarana dan
prasarana mulai dibangun. Bantuan bantuan kepada masyarakat seperti
beras, pakaian dan kebutuhan bahan pokok lainnya. Program program
pemerintah yang pernah masuk didaerah ini antara lain Bangdes.
Untuk ke kampung Obaa dapat dilalui dengan berjalan kaki dan menggunakan
kendaraan beroda. Keadaan jalan kampung berupa tanah, belum terdapat
pengaspalan 15 Km dari ibu kota kabupaten. Jarak antara kampung Obaa
dengan lapangan terbang perintis sekitar 3 km yang biasa didarati oleh
pesawat jenis twin otter atau cesna. Sedangkan jalur laut, biasa disinggahi oleh
kapal penumpang perintis, yang berjarak 2,5 km.

Sumber air bersih masyarakat berasal dari sumur galian dekat rawa, dimana
apabila pada musim kemarau air menjadi keruh dan payau sedangkan saat
musim hujan sumur tergenang oleh air rawa. Keadaan sumur berupa lobang
galian tanpa pembatas dan penutup, air diambil dengan menggunakan tali
timba. Dikampung ini terdapat satu penampungan bak air, tetapi hanya
dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat kampung Obaa.
Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat dilakukan di Puskesmas Mappi,
letaknya di pusat Kabupaten Mappi dari kampung jaraknya kurang lebih 1-2
Km. Puskesmas Mappi selain mengurus pasien berobat juga tersedia fasilitas
rawat-inap yang ditangani oleh dua orang tenaga dokter dibantu oleh sejumlah
mantri dan perawat. Selain tenaga kesehatan, masyarakat suku Yaghai
mengenal dukun yang berperan untuk mengobati orang sakit. Sampai saat ini
masyarakat masih banyak yang memanfaatkan tenaga dukun untuk
pengobatan. Kesadaran berobat masyarakat masih relatif rendah karena
masyarakat masih percaya pada kemampuan dukun.
2. Potensi SDA dan Mata pencaharian
Potensi sumber daya alam yang biasa dimanfaatkan masyarakat adalah hasil
hutan dan hasil laut.sungai. Hasil hutan berupa kayu pertukangan yang
memiliki nilai jual tinggi dan binatang buruan. Pemanfaatannya saat ini
terbatas karena potensi sudah menurun dan pasarnya tidak ada. Hasil
sungai/laut yang dimanfaatkan berupa jenis-jenia ikan, baik untuk konsumtif
maupun dijual pada pasar lokal.
Selain sumber daya alam, potensi pertanian juga sangat mencukupi dan saat
ini menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat. Hasil dari
pertanian dijual masyarakat ke pasar lokal yang terletak di ibu kota kabupaten.
Kebanyakan kaum perempuanlah yang memasarkan hasil pertanian sementara
kaum laki laki menangkap ikan. Hasil pertanian masyarakat diantaranya jenis
jenis sayuran lokal seperti jagung, kangkung, daun ubi, tomat, dan bayam.
Pada musim musim tertentu masyarakat menjual durian dan rambutan.
Hasil laut/sungai yang dijual berupa ikan duri, ikan gabus, dan ikan sembilang.
Hasil penjualan dari hasil pertanian relatif rendah, hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari hari. Hasil buruan masyarakat di kampung Obaa
diantaranya kasuari, biawak, mambruk, dan jenis unggas lainnya, namun tidak
dipasarkan oleh masyarakat. Hasil hutan/ jenis kayu yang dimanfaatkan antara
lain kayu besi, kayu rahai,dan kayu bintanggur. Saat ini pasarnya agak sulit,
sehingga masyarakat meminta bantuan misionaris khatolik untuk menjualnya.
Makanan pokok masyarakat Obaa umumnya Sagu, namun dengan masuknya
pendatang (orang makassar dan jawa), pola konsumsi sebagian masyarakat
lambat laun berubah dari sagu ke beras (mengikuti pola konsumsi pendatang).

Untuk memperoleh beras, masyarakat dapat membeli di kios - kios terdekat


yang di datangkan dari kabupaten Merauke.
Sebelum adanya pemekaran, terdapat sebuah perusahaan Yudefo yang
bergerak pada usaha perkebunan karet, secara otomatis tenaga kerja di
kampung tersebut terserap. Masyarakat menjual hasil sadapan seharga Rp.
800/lembar, namun harga jual karet tersebut sangat rendah sehingga banyak
dikeluhkan oleh masyarakat. Saat ini perusahaan tersebut tutup karena
bangkrut, hal ini menyebabkan banyaknya tenaga potensial di kampung ini
menjadi pengangguran. Peninggalan kebun karet tersebut masih terdapat di
kampung ini dan tidak lagi dimanfaatkan oleh masyarakat.
Di kampung ini, terdapat usaha pembuatan batu bata yang secara langsung
dapat dijadikan sumber penghasilan keluarga. Usaha batu bata ini ditangani
langsung oleh pemerintah. Hasil pembuatan batu bata ini dipasarkan langsung
kepada kontraktor pembangunan jalan di kabupaten mappi, namun belum ada
tempat pemasaran lain selain kontraktor yang membeli batu bata tersebut.
3. Sumberdaya Manusia
Tingkat pendidikan masyarakat di kampung Obaa relatif rendah,sebagian besar
berpendidikan SD, hanya sebagian kecil masyarakat yang berpendidikan SMP.
Umumnya masyarakat yang mengenyam pendidikan adalah kaum laki laki,
sementara sedikit dari kaum perempuan yang tidak bersekolah dengan
anggapan bahwa anak perempuan harus lebih rendah pendidikannya dari
kaum laki laki. Di kampung ini terdapat 2 gedung sekolah yaitu SD YPPK
Obaa dan SMP YPPK Kepi. Sekolah berjalan aktif, pada SD YPPK saat ini
diajar oleh 7 orang guru, sedangkan SMP Kepi diajar oleh 8 orang guru. Sistem
yang digunakan untuk jenjang SMP menggunakan pola asrama, yang saat ini
dikelola oleh pihak misionaris khatolik.
Permasalahan dana menjadi kendala dalam menjalankan pendidikan pola
asrama ini, karena umumnya orang tua siswa tidak mampu untuk membayar
iuran wajib untuk membiayai anak- anak mereka yang bersekolah dengan pola
asrama. Untuk kampung Obaa sendiri masih kekurangan tenaga guru, karena
saat ini jumlah anak usia sekolah mulai meningkat seiring tingkat kesadaran
masyarakat yang mulai meningkat.

4. Akses Kelembagaan
Akses kelembagaan di kampung tidak begitu lengkap, karena letak kampung
ini dekat dengan ibukota kabupaten sehingga mudah dijangkau masyarakat
seperti Rumah Sakit sangat dekat dengan kampung Obaa.

Mayoritas masyarakat di kampung Obaa beragama khatolik, sekolah sekolah


pionir yang didirikan oleh misionaris khatolik. Pembinaan keagamaan oleh
pihak gereja cukup aktif, masyarakatpun cukup aktif dalam kegiatan kegiatan
keagamaan seperti mudika, kelompokkelompok doa dan kegiatan lainnya
pada hari besar keagamaan.
Di kampung ini terdapat sekolah, yaitu SD YPPK, dan SMP YPPK Kepi yang
didirikan oleh misisonaris khatolik. SD YPPK memiliki 7 orang guru, sementara
SMP YPPK memiliki 8 orang guru yang seluruhnya aktif.Kesadaran orang tua
untuk menyekolahkan anaknya sudah mulai tumbuh, tetapi masih banyak anak
perempuan yang tidak bersekolah.
5. Aspirasi dan Kebutuhan
Berdasarkan hasil indepth interview dan FGD dengan masyarakat, maka yang
menjadi aspirasi masyarakat, adalah masalah perumahan. Rumah tinggal yang
mereka tempati saat ini kurang layak dari sisi kesehatan. Peningkatan sarana
transportasi darat, laut dan udara menjadi salah satu aspirasi yang cukup
mendesak dan penting dirasakan masyarakat , minimnya sarana transportasi
tersebut menyebabkan askses pasar terhambat.
Perbaikan ekonomi dan kestabilah harga pasar menjadi keinginan masyarakat,
karena harga pasar yang saat ini berlaku tidak menguntungkan masyarakat.
Sehingga motivasi masyarakat untuk memasarkan hasil pertanian saat ini
menurun.
Dibidang pendidikan, masyarakat membutukan sekolah sekolah teknik
pertukangan karena masyarakat membutuhkan ketrampilan khusus untuk
mengelola SDA yang ada di kampungnya.
Di kampung Obaa, sangat jarang diadakan penyuluhan diberbagai bidang,
sementara masyarakat sangat membutuhkan. Di kampung ini hanya sekali
diberikan penyuluhan HIV/AIDS dari Yasanto. Semenjak pemekaran kabupaten
tidak pernah ada.

LAMPIRAN - LAMPIRAN

Lampiran 1. Sejarah Kampung


Sejarah Kampung Obaa
Disebut kampung misi karena yang membuka kampung pertama kali adalah para
misionaris.
Thn 1920

Terjadi perang suku, saling mengayau. Setelah nenek moyang


datang, tidak mengayau lagi.
Mendapat wabah penyakit cacar, diare, muntaber dan malaria.

Thn 1950

Misionaris masuk, mengajarkan cara bercocok tanam, menyebarkan


agama, memperkenalkan berbagai jenis tanaman, mendatangkan
alat pertanian seperti sekop, cangkul dan parang.

Thn 1960

Pendatang dari Suku Bugis dan Makasar masuk, melakukan transaksi


dagang dan membuka usaha di Obaa.
Trikora masuk, setelah adanya trikora pembangunan mulai
dilaksanakan, sarana prasarana mulai dibangun.

Thn 1963

Indonesia ambil alih pembangunan. Masuk berbagai bantuan berupa


beras, pakaian dan kebutuhan pokok masyarakat lainnya.

Thn 1970

Masuk dana Bangdes, tetapi tidak begitu bermanfaat bagi


masyarakat.
Mulai masuk guru-guru yang berasal dari Kei dengan jumlah sedikit,
mulailah didirikan sekolah.

Thn 1970 -

Pembangunan oleh pemerintah Indonesia.

Lampiran 2. Peta Kampung

Denah Kampung Obaa


Jalan k

Wartel
a mar s A

pi
SD YPPK Ke

e Kepi

Kepi
SM P Y PP K

Kuburan

G ereja
Kat oli k

Kompl.
Susteran

P
a
st o
r an
Dermaga

Kali Obaa

10

Lampiran 3. Transek Kampung


N

Transek Kampung Obaa


Durian

Sagu
Sagu

Durian

Rambutan

Rambutan

Sagu
Sagu

Durian

Sagu
Sagu

Kebun kasbi
Kebun pisang

Sagu
Durian

Kebun kasbi
Kebun pisang

Sagu

Rambutan
Kelapa
Kelapa
Kelapa

Dermaga

Kelapa
Kelapa
Tempat
mencari
ikan

Kelapa

Kali Obaa

11

Rawa-rawa

Tempat
mencari
ikan

Kebun kasbi

Lampiran 4. Kalender Musim

Kalender Musim di Kampung Obaa


No.

Kegiatan

Pembabatan-bakar untuk berkebun

Menanam umbi-umbian dan pisang

Menanam sayur-sayuran

Pangkur Sagu

Panen Durian

Panen Rambutan

Berburu (rusa dan babi hutan)

Menjaring ikan kali

Memancing ikan kali

10

Paskah

11

Bulan Rosario

12

Natal

13

Hari Kemerdekaan

Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep

12

Okt

Nov

Des

Lampiran 5. Bagan Hubungan Kelembagaan

BAGAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN KAMPUNG OBAA

SD YPPK
BAPERKAM

GEREJA
PPL
PEM-KAM

LMA
PASAR
Ket. :
: Lembaga yang ada dikampung
: Lembaga yang tidak ada dikampung
13

Profil Kampung Muin


1. Sejarah dan Keadaan Umum
Kampung Muin berada pada Distrik Obaa Kabupaten Mappi memiliki kondisii
geografis dominan berupa rawa sebesar 53%, datar 17%, bergelombang 16%
dan berbukit 14%. Penduduk Kampung Muin berjumlah 1180 jiwa pada 218
KK meliputi 613 jiwa laki-laki dan 567 perempuan dengan jumlah tenaga
potensial sebesar 437 jiwa. Batas wilayah Kampung Muin disebelah utara
Kampung Wairu, sebelah timur Kampung Piai, sebelah selatan Kampung Obaa
dan sebelah barat berbatasan dengan Distrik Haju.
Kampung Muin terbentuk sekitar kurang dari tahun 1920, dimana ketika
rombongan besar masyarakat yang berpindah-pindah sampai di Kampung
Muin, sebagian masyarakat menetap dan membuka kebun sedang sebagian
lain berpindah-pindah lagi. Kepercayaan terhadap matahari masih dianut oleh
masyarakat Muin. Masyarakat juga masih suka berperang (mengayau) untuk
mempertahankan tempat mereka tinggal dan demi harga diri mereka.
Missionaris Katolik masuk untuk memberikan pekabaran injil, mengajarkan
pendidikan yang berawal dari pendidikan non formal ke pendidikan formal.
Misionaris juga memperkenalkan kepada masyarakat cara tanam pola kebun
tanaman umbi-umbian dan sayur-sayuran sekaligus dengan pembagian bibitbibit tanaman yang akan diajarkan tersebut.
Masuknya misionaris juga membuat masyarakat mulai mengenal Tuhan dan
tradisi mengayau mulai ditinggalkan.
Pemerintah masuk sekitar tahun 1970 dengan membentuk pemerintahan desa,
membangun sekolah dan mendatangkan guru-guru sekolah dasar. Pada tahun
1978 bantuan Bangdes sampai di Kampung Muin dengan program pertanian
sebagai prioritasnya.
Program ini juga memberikan alat-alat pertanian
sederhana seperti parang, cangkul dan sekop ke pada masyarakat. Proyek
pemerintah terakhir adalah Program PPK yang melibatkan masyarakat untuk
membuat tambatan perahu dan kegiatan pembersihan jalan-jalan desa.
Keadaan jalan kampung berupa tanah kurang lebih sekitar 20 Km yang biasa
ditempuh dengan berjalan kaki. Sedangkan untuk ke distrik dari kampung
ditempuh dengan perahu melalui rawa-rawa disekeliling Kampung Muin.
Perjalanan dari kampung ke distrik memakan waktu sekitar 0,5 1,5 jam.
Sumber air masyarakat Muin umumnya berasal dari sumur galian dekat rawa,
apabila pada musim kemarau air menjadi keruh dan rasa payau sedangkan
saat musim hujan sumur tergenang oleh air rawa. Keadaan sumur berupa
lubang galian tanpa pembatas dan penutup dimana air diambil dengan
menggunakan timba.
Pelayanan Kesehatan di Kampung Muin berupa Puskesmas Pembantu (Pustu)
dimana saat ini tidak berjalan karena tidak adanya tenaga medis. Hal ini juga
mengakibatkan sarana dan prasarana Pustu tidak terurus bahkan disekeliling
gedung sudah tertutup oleh rerumputan.
2. Potensi SDA dan Matapencaharian
Masyarakat di kampung Muin, masih hidup dengan pola peramu. Dimana untuk
mencukupi kebutuhan protein masyarakat berburu dan memancing sedangkan
untuk makanan pokok mereka langsung menokok sagu dihutan. Sumber daya
alam yang terdapat di kampung Muin meliputi: hasil hutan seperti kayu lingua,
kayu masohi, kayu besi, kayu rahai, kayu bintanggur dan sudah banyak
dimanfaatkan untuk dijual dan pakai sendiri.

14

Hasil hutan non kayu khususnya binatang buruan, diantaranya kasuari, babi
hutan dan jenis unggas lainnya, dimanfaatkan untuk kepentingan konsumtif.
Hasil lain dari dusun yang dimanfaatkan masyarakat adalah sagu, kelapa,
jagung dan ubi-ubian.
Hasil laut/sungai dimanfaatkan khusus untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti ikan, kepiting dan udang.
Hampir semua potensi yang ada, dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan sehari hari dan sebagian lagi dijual di pasar lokal yang
terletak di ibukota kabupaten. Hasil pertanian tanaman buah-buahan juga
dimiliki masyarakat seperti durian dan rambutan, selain dimakan juga
dipasarkan di kota.
Berdasarkan potensi alam yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat, maka
umumnya masyarakat di kampung Muin hidup dengan mata pencaharian
sebagai pengumpul hasil hutan, bercocok tanam di dusun, dan menangkap
ikan. Makanan pokok masyarakat di kampung Muin adalah Sagu, sebagian
masyarakat mengkonsumsi beras sebagai makanan tambahan. Jenis ubi
ubian dan pisang, dimanfaatkan masyarakat sebagai makanan sampingan
masyarakat di kampung Muin.
3. SDM
Sebagian masyarakat berpendidikan SD dan terlihat juga pada jumlah murid
SD yang bersekolah sekarang lebih rendah dibandingkan jumlah anak usia
sekolah di kampung.
Hal ini dipengaruhi oleh sarana dan prasarana
pendidikan yang masih terbatas dan dengan jumlah tenaga pengajar yang
terbatas pula. Selain itu kurang adanya dukungan dari orang tua akan
pentingnya sekolah anak untuk masa depan mereka, hal ini juga berkaitan
dengan pendapatan secara ekonomis berpengaruh terhadap bagi anak anak
usia sekolah.
SD YPPK Muin saat ini tidak dapat digunakan karena rusaknya atap gedung
sekolah dan sementara proses belajar mengajar dilakukan di Gereja. Tenaga
guru tetap tidak ada di kampung saat ini dan yang mengajar adalah guru
honorer.
4. Akses Kelembagaan
LMA kampung cukup aktif menjalankan tugaskannya untuk melestarikan dan
menjaga nilainilai adat. Kepala Kampung menjalankan berjalan cukup baik
tetapi mengalami hambatan pada biaya operasional. Di kampung terdapat 1
buah bangunan pustu tetapi tidak ada petugas sehingga masyarakat biasanya
berobat ke Puskesmas ( sekarang Rumah Sakit ) di Distrik Obaa (Kepi) dengan
menggunakan perahu tradisional sekitar 30-60 menit.
Mayoritas masyarakat di kampung Muin beragama khatolik, sekolah sekolah
pionir yang didirikan oleh misionaris khatolik. Pembinaan keagamaan oleh
pihak gereja cukup aktif, masyarakat pun cukup aktif dalam kegiatan kegiatan
keagamaan yang diselenggarakan oleh pihak gereja seperti mudika, kelompok
kelompok doa dan kegiatan kerohanian lainnya pada hari hari besar
keagamaan.
5. Aspirasi dan Kebutuhan
Hasil indepth interview dan FGD dengan masyarakat, hal pokok yang menjadi
aspirasi masyarakat, adalah masalah perumahan yang dirasakan oleh
masyarakat kurang layak. Sarana transportasi sungai perlu ditingkatkan agar
hasil hasil pertanian dan perkebunan masyarakat dapat dipasarkan di Kepi.
15

15

Kestabilan harga pasar, karena harga pasar yang saat ini berlaku tidak
menguntungkan masyarakat sehingga motivasi masyarakat untuk memasarkan
hasil pertanian saat ini menurun.
Dibidang pendidikan, masyarakat membutukan sekolah sekolah Kejuruan
seperti pertanian, pertukangan, dan mesin untuk dapat mengelola SDA yang
ada di kampungnya. Kebutuhan terhadap tenaga guru menjadi hal yang urgent
untuk dipenuhi.
Perlu adanya penyuluhan penyuluhan di berbagai aspek baik dari pihak
Pemerintah atau swasta guna menambah pengetahuan masyarakat kampung
dalam meningkatkan ekonomi, kesehatan dan pendidikan.

16

LAMPIRAN - LAMPIRAN
Lampiran 1. Sejarah Kampung
Sejarah Kampung Muin
Thn < 1920

Rombongan besar masyarakat yang berpindah-pindah sampai di


Kampung Muin, sebagian masyarakat menetap dan membuka kebun
di Muin sedang sebagian lain berpindah-pindah lagi. Kepercayaan
terhadap matahari masih dianut oleh masyarakat Muin. Masyarakat
juga masih suka berperang (mengayau) untuk mempertahankan
tempat mereka tinggal dan demi harga diri mereka.

Thn 1935

Misionaris masuk untuk memberikan pekabaran injil, mengajarkan


pendidikan yang berawal dari pendidikan non formal ke pendidikan
formal. Memperkenalkan kepada masyarakat cara tanam pola kebun
tanaman umbi-umbian dan sayur-sayuran sekaligus dengan
pembagian bibit-bibit tanaman yang akan diajarkan tersebut.
Masyarakat mulai mengenal Tuhan dan tradisi mengayau mulai
ditinggalkan.

Thn 1935

Program penanaman karet sebagai tanaman perkebunan utama


diberikan kepada masyarakat Kampung Muin dan kelapa sebagai
tanaman pekarangan.

Thn 1970

Pemerintah masuk dan membentuk pemerintahan desa, membangun


sekolah dan mendatangkan guru-guru sekolah dasar.

Thn 1978

Bantuan Bangdes masuk kampung. Pembagian alat-alat pertanian


sederhana seperti parang, cangkul dan sekop.

Thn 1980

Pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) dengan petugas


kesehatan antara lain seorang mantri dan 2 orang perawat bertugas
di kampung.

Thn 1998

Program PPK masuk membuat tambatan perahu dan membuat


kegiatan pembersihan jalan-jalan desa yang melibatkan sebagian
besar masyarakat.

17

Lampiran 2. Peta Kampung

Denah Kampung Muin


Kuburan

SD YPPK

Pengasapan ikan
Tambatan
perahu

Katolik
Gereja

ut s u P
Lap a
nga n
Bo la

18

Lampiran 3. Transek Kampung

Transek Kampung Muin

Kebun kasbi
Durian

Kelapa

Rambutan

Kebun pisang

Durian

Durian

Kebun pisang

Kebun pisang
Kebun pisang

Rawa-rawa

Kelapa
Kebun kasbi
Kelapa
Kebun kasbi
Kebun pisang
Kelapa

Durian

Kebun kasbi
Kebun kasbiKebun kasbi

Kelapa

Kelapa Kelapa

Rambutan

Rambutan
Rambutan

Durian

Kelapa
Durian

Rambutan

Kelapa

Kelapa Kelapa Kelapa


Kelapa

Sagu
Rambutan
Sagu

Sagu
Rambutan
Rambutan

Kelapa

Rambutan

Kebun kasbi
Kebun kasbiKebun kasbi

Rambutan

Rambutan

Kelapa Rambutan
Kelapa

Kebun pisang
Durian
Durian

Kebun pisang

Lapa
ngan

Rambutan

Kebun pisang

Rambutan
Rambutan

Durian

Rambutan
Sagu
Tempat
mencari
ikan

Sagu

Sagu

Rambutan

Bola

Durian

Kelapa

Kebun kasbi

Kebun kasbi

Kelapa
Kelapa

Kebun kasbi
Kebun pisang

Sagu
Sagu

Durian

Kebun pisang
Durian

Kelapa

Rawa-rawa

Kebun pisang

Kelapa Kelapa
Kelapa

Rawa-rawa

Kelapa
Kelapa
Kelapa

19

Tempat
mencari
ikan

Lampiran 4. Kalender Musim

Kalender Musim di Kampung Muin


No.

Kegiatan

Pembabatan-bakar untuk berkebun

Menanam umbi-umbian dan pisang

Menanam sayur-sayuran

Pangkur Sagu

Panen Durian

Panen Rambutan

Berburu (rusa dan babi hutan)

Menjaring ikan kali

Tombak ikan kali

10

Memancing ikan kali

11

Tebang pohon untuk perahu

12

Paskah

13

Bulan Rosario

14

Natal

15

Hari Kemerdekaan

Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep

20

Okt

Nov

Des

Lampiran 5 : Bagan Hubungan Kelembagaan

BAGAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN KAMPUNG MUIN

SD YPPK
PASAR

PEM-KAM

GEREJA
PPL
BAPERKAM

PUSTU

LMA

Ket. :
: Lembaga yang ada dikampung
: Lembaga yang tidak ada dikampung
21

Profil Kampung Mur


1. Sejarah dan Keadaan Umum
Kampung Mur berada pada Distrik Nambioman Bapai ( Nambai) Kabupaten
Mappi dengan fisik geografis bergelombang sebesar 31%, rawa 26%, datar
23%, berbukit 17% dan bergunung 3%. Penduduk Kampung Mur berjumlah
1870 jiwa pada 392 KK meliputi 914 jiwa laki-laki dan 956 perempuan dengan
jumlah tenaga potensial sebesar 798 jiwa. Batas wilayah Kampung Mur
disebelah utara Kampung Linggua, sebelah timur dan selatan berbatasan
dengan Distrik Edera dan sebelah barat dengan Kampung Monana.
Kampung Mur sekitar tahun 1925 baru terbentuk dimana masyarakatnya masih
sering terjadi perang suku antara satu kampung dengan kampung lainnya.
Wabah penyakit yang pernah menyerang kampung Mur pada masa itu adalah
kolera, malaria, disentri dan types.
Missionaris Katolik dibantu oleh para Katekis yang berasal dari Maluku masuk
tahun 1936 membawa misi pewartaan khabar gembira ( Injil ) , mengajarkan
pendidikan yang berawal dari pendidikan non formal ke pendidikan formal.
Misionaris Katolik juga memperkenalkan kepada masyarakat cara tanam pola
kebun tanaman umbi-umbian dan sayur-sayuran sekaligus dengan pembagian
bibit-bibit tanaman yang akan diajarkan tersebut. Masuknya agama Katolik
membawa perubahan perilaku karena masyarakat mulai mengenal Tuhan dan
serta ajaran ajaran positif dari Khabar Gembira dan sejak saat itu kebiasaan
mengayau mulai ditinggalkan.
Sekitar tahun 1960 pendatang dari daerah lain seperti suku Bugis dan
Makassar mulai masuk ke daerah ini dengan tujuan dagang. Pemerintah
Indonesia mulai masuk tahun 1963 pada masa trikora sementara sarana dan
prasarana mulai dibagun. Bantuan bantuan kepada masyarakat seperti
beras, pakaian dan kebutuhan bahan pokok lainnya. Program program
pemerintah yang pernah masuk didaerah ini antara lain Bangdes.
Keadaan jalan kampung berupa tanah kurang lebih sekitar 25 Km dan
ditumbuhi oleh rumput-rumputan. Jalan kampung biasa dilalui dengan berjalan
kaki dan kendaraan bermotor roda dua. Jarak kampung kedistrik tidak jauh
karena kampung Mur bersebelahan dan menyatu dengan Distrik Mur.
Sedangkan jarak kampung kabupaten sekitar 35-45 Km yang dapat ditempuh
dengan kendaraan bermotor roda dua sekitar 1-2 jam perjalanan, apabila
menggunakan kapal perintis perjalanan memakan waktu sekitar 6-8 jam.
Sumber air masyarakat kampung umumnya berasal dari sumur galian
dihalaman rumah mereka. Keadaan sumur baik kedalaman dan bentuknya
disesuaikan dengan keadaan tempat dan pengalaman masing-masing
keluarga.
Pelayanan Kesehatan masyarakat biasa langsung dilakukan di Puskesmas
Mur, letaknya dari kampung berjarak kurang lebih 1-2 Km. Puskesmas Mur
selain mengurus pasien berobat juga tersedia fasilitas rawat-inap yang
ditangani oleh seorang tenaga dokter dibantu mantri dan perawat.

2. Potensi SDA dan Matapencaharian


Potensi sumber daya alam yang banyak dimanfaatkan masyarakat berupa hasil
hutan dan hasil laut/sungai. Hasil hutan yang sudah dimanfaatkan dan diolah
menjadi papan dan balok antara lain kayu dayung, lingua, rahai, china,
bintangur,tuba dan kayu besi.Terdapat pula gambir yang sudah dikelola
masyarakat secara sederhana. Hasil
tangkapan laut, yang sudah

22

dimanfaatkan oleh masyarakat diantaranya gelembung ikan dari kakap putih


seharga Rp. 150.000/kg, gelembung ikan dari kakap china seharga Rp.
750.000/kg, gelembung ikan kuru seharga Rp. 110.000/kg dan jenis usaha kulit
buaya. Selain itu masyarakat mengembangkan usaha ikan asin. Pasar
penjualan adalah pengusaha pengusaha gelembung ikan yang datang ke Mur
dan tidak menetap.
Pola kehidupan masyarakat adalah peramu yang masih mengandalkan hasil
dari alam. Dimana untuk mencukupi kebutuhan protein masyarakat berburu
dan memancing sedangkan untuk makanan pokok mereka menokok sagu
dihutan. Masyarakat biasa berburu mendapatkan rusa dan babi hutan.
Potensi perikanan rawa di Kampung Muin antara lain ikan sembilan, ikan
gabus, ikan gurami, ikan duri dan udang kali.
Makanan pokok masyarakat Mur adalah sagu, kadang membeli beras jika ada
kelebihan uang. Makanan sampingan diperoleh dari hasil kebun disekeliling
rumah seperti kasbi, petatas, pisang. Kebun masyarakat juga menghasilkan
tanaman sayuran seperti jagung, bayam, kangkung, terong, rica dan ketimun.
Selaian itu, masyarakat juga memiliki hasil perkebunan berupa sagu dan
kelapa, buah-buahan (rambutan dan durian).
3. Sumberdaya Manusia
Tingkat pendidikan masyarakat rendah, dimana sebagian hanya lulus SD.
Anak yang tidak sekolah, lebih besar dibandingkan yang bersekolah. Hal ini
dipengaruhi oleh sarana dan prasarana pendidikan yang masih terbatas dan
dengan jumlah tenaga pengajar yang terbatas pula. Selain itu kurang adanya
dukungan dari orang tua akan pentingnya sekolah anak untuk masa depan
mereka, hal ini juga berkaitan dengan pendapatan secara ekonomis
berpengaruh terhadap bagi anak anak usia sekolah.
Terdapat dua gedung sekolah di Kampung Mur antara lain SD YPPK St.
Stevanus Mur dan SMP Negeri 1 Mur. Kedua sekolah berjalan aktif, hanya
pada SD YPPK saat ini diajar oleh 3 orang guru dengan kepala sekolah yang
kurang aktif, sedangkan SMP Negeri 1 Mur sekolah dengan kepala sekolahnya
aktif dan diajar oleh 4 orang guru.
4. Akses Kelembagaan
Ada beberapa lembaga di kampung Mur yang cukup aktif memberikan akses
pelayanan bagi masyarakat antara lain; lembaga gereja banyak berperan
dalam pembinaan orang orang Yaghai di kampung ini. Puskesmas di
kampung ini cukup aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, sementara masyarakat kampung ini memiliki kesadaran yang
cukup tinggi untuk memeriksakan diri jika sakit, meskipun masih banyak
masyarakat yang memilih berobat ke dukun jika sakit. LMA cukup berperan
penting dalam memelihara adat, memberikan sangsi adat, dan mengatur
urusan adat lainnya, hubungannya cukup penting dirasakan masyarakat.
Pasar merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi masyarakat, kondisi
pasar yang terdapat di kampung Mur sangat memprihatinkan dan tidak
mendapatkan perhatian dari pemerintahan kampung, sementara masyarakat
memerlukan sarana untuk menjual hasil pertaniannya. Sehingga untuk menjual
hasil pertanian masyarakat dilakukan dengan menawarkan ke rumah rumah
Di kampung Mur belum tersentuh oleh petugas petugas penyuluh, hanya 2 kali
tenaga penyuluh pertanian ke kampung tersebut, dan belum pernah ada
lembaga lain yang masuk, kecuali Yudefo yang bergerak di usaha karet yang
saat ini macet total. Areal perkebunan karet yang ditinggalkan oleh Yudefo
masih produktif di pinggiran kampung Mur.

23

5. Aspirasi dan Kebutuhan


Masyarakat kampung Mur membutuhkan pasar lokal yang dapat menampung
hasil pertanian mereka, saat ini sarana yang mereka butuhkan dalam kondisi
yang buruk, dan tidak adanya perhatian dari pemerintah.
Upaya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kampung Mur
masih sangat jauh dari harapan, loyalitas pengajar dan jumlah tenaga pengajar
masih sangat rendah. Di samping itu sarana dan sarana pendidikan masih
sangat minim, hal ini disebabkan karena tidak adanya perhatian dari pihak
terkait. Sementara kesadaran masyarakat untuk bersekolah mulai tumbuh.
Hasil dari perikanan jika ditinjau dari segi keuntungan sangat potensial bila
dikembangkan, namun permasalahan yang terjadi saat ini adalah pasar dikuasai
oleh pemilik modal. Sehingga masyarakat mengalami kerugian.

24

LAMPIRAN - LAMPIRAN
Lampiran 1. Sejarah Kampung
Sejarah Kampung Mur
Thn 1925

Masyarakat masih suka berperang (mengayau).


Kepercayaan terhadap matahari masih dianut.
Terdapat wabah penyakit seperti kolera, disentri, tipes dan banyak
masyarakat yang meninggal.

Thn 1936

Misionaris masuk untuk pekabaran injil, membuka pendidikan. Sejak


adanya misionaris tidak ada lagi pembunuhan.
Masyarakat masih mengenal roh-roh halus.
Pemerintah Jepang masuk, kemudian Belanda dan Australia dengan
politik dagang pada imperialisme.

Thn 1936

Belanda mengajarkan cara menanam kopi, kelapa, karet dengan cara


paksa.
Belanda membuka sekolah tetapi dikhususkan bagi masyarakat yang
mempunyai kedudukan, tetapi tidak ada kemajuan.

Thn 1936

Trikora masuk, mulai ada perbaikan pendidikan, perbaikan sarana


dan prasarana, guru-guru Katolik mulai masuk.

Thn 1971

Pembentukan pemerintahan desa, bantuan pemerintah mulai masuk


berupa materi (pakaian, sekop, cangkul dan parang).

Thn 1978

Bantuan Bangdes. Pendidikan lancar, tetapi ekonomi macet.

25

Lampiran 2. Peta Kampung

Gudang

Jembatan

Gudang

Mesjid

Jalan Ke Kepi

Derm aga

Denah Kampung Mur

Gereja Katolik

Polsek

SD YPPK

SD YPPK

s a ms ek s u P
nat s et or P aj er e G

Fo o d M a rt

Balai Desa

SMP N 1 Mur

ki rt si d r ot na K

ki rt si D ha mu R

F ood M art

Jembatan

Kuburan

Lapangan Bola

26

Lampiran 3. Transek Kampung Mur

Transek Kampung Mur


Jembatan

Dermaga
Kelapa

Hutan Heterogen

Kelapa
Sagu Kelapa
Kelapa
Sagu
Kelapa
Sagu

Sagu
Sagu

Kelapa

Kelapa

Kebun ubi kayu


Kelapa

Kelapa

Kelapa

Kebun ubi kayu


Rambutan

Kelapa

Rambutan
Kebun ubi kayu

Kelapa

Kebun ubi kayu

Rambutan Rambutan
Rambutan

Tebu
Tebu
Rambutan

Kelapa
Kelapa

Tebu
Tebu

Rambutan
Kelapa

Tebu

Karet

Tebu

Karet

Rambutan

Kelapa Kelapa

Karet

Karet

Jembatan

Rambutan
Rambutan

Kelapa Kelapa

Karet

Rambutan
Rambutan

Karet
Rambutan

Rambutan Rambutan

Rambutan
Rambutan

Karet

Karet

Karet

Karet

Rambutan Rambutan
Kelapa Kelapa Kelapa
Kelapa Kelapa
Kelapa

Rambutan

Hutan Heterogen
Kelapa Kelapa

Rambutan

Gambir
Gambir

Rambutan

Gambir

Kelapa
Hutan Heterogen

Kelapa
Gambir
Gambir

27

Lampiran 4. Kalender Musim

Kalender Musim di Kampung Mur


No.

Kegiatan

Pembabatan-bakar untuk berkebun

Menanam umbi-umbian dan pisang

Menanam sayur-sayuran

Pangkur Sagu

Persiapan lahan sawah tadah hujan

Menanam padi

Panen Rambutan

Berburu (rusa dan babi hutan)

Menjaring ikan kali

10

Memancing ikan kali

11

Tebang pohon untuk perahu

12

Paskah

13

Bulan Rosario

14

Natal

15

Hari Kemerdekaan

Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep

28

Okt

Nov

Des

Lampiran 5. Bagan Hubungan Kelembagaan

BAGAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN KAMPUNG MUR

SD YPPK
PEM-KAM

GEREJA
PPL

BAPERKAM

LMA
PASAR

SMPN1 MUR

PUSKESMAS
Ket. :
: Lembaga yang ada dikampung
: Lembaga yang tidak ada dikampung

29

Profil Kampung Sumur Aman


1. Sejarah dan Keadaan Umum
Kampung Sumur Aman berada pada Distrik Nambioman Bapai ( Nambai)
Kabupaten Mappi dengan fisik geografis dominan berupa rawa sebesar 50%,
datar 20%, bergelombang 15% dan berbukit 15%. Penduduk Kampung Sumur
Aman berjumlah 272 jiwa pada 172 KK meliputi 141 jiwa laki-laki dan 131
perempuan dengan jumlah tenaga potensial sebesar 242 jiwa. Batas wilayah
Kampung Sumur Aman disebelah utara Kampung Komru dan Taragai, sebelah
timur Kampung Wagin Bawah, sebelah selatan dan sebelah barat dibatasi oleh
Laut Arafura.
Kampung Sumur Aman terbentuk sekitar tahun 1920 dengan nenek moyang
mereka berasal dari Suku Asmat. Pada tahun tersebut nenek moyang mereka
yang berasal dari daerah Asmat ketika berperang mereka pergi untuk meminta
perlindungan pada suku Yaghai dan diberikan hak tingggal dan hidup daerah
ini ( Kampung Sumur Aman ) sampai saat ini. Suku besar Yaghai sendiri sudah
secara adat mengakui bahwa masyarakat disini sudah merupakan bagian dari
suku Yaghai yang sering disebut Yagmat ( Yaghai-Asmat ). Mereka tinggal
dan menetap dengan membuka kebun untuk memenuhi kebutuhan makan
mereka.
Sekitar tahun 1920 masyarakat kampung Sumur Aman masih hidup berpindah
pindah karena sering terjadi perang suku antara satu kampung dengan
kampung lainnya. Tahun 1925 masyarakat Asmat bermukim disini dating
meminta perlindungan dari Suku Yaghai dan sekjak itu mereka diterima
sebagai saudara dan menempati daerah yang kemudian dinamakan Sumur
Aman.
Tahun 1930 masuk Missionaris Katolik dibantu oleh para Katekis membawa
misi pewartaan khabar gembira ( Injil ) , perdamaiaan, serta serta
mengembangkan
pendidikan formal dan non formal. Misionaris juga
memperkenalkan kepada masyarakat cara tanam pola kebun tanaman umbiumbian dan sayur-sayuran sekaligus dengan pembagian bibit-bibit tanaman
yang akan diajarkan tersebut. Masuknya agama Katolik membawa perubahan
perilaku karena masyarakat mulai mengenal Tuhan dan serta ajaran ajaran
positif dari Khabar Gembira dan sejak saat itu kebiasaan mengayau mulai
ditinggalkan.
Pemerintah Indonesia mulai masuk tahun 1963 dan sejak itu sarana dan
prasarana mulai dibagun. Bantuan bantuan kepada masyarakat seperti
beras, pakaian dan kebutuhan bahan pokok lainnya. Serta program program
pemerintah lainnya.
Kampung Sumur Aman yang terletak di daerah pantai meyebabkan satu
satunya sarana transportasi yang sangat penting yaitu transportasi air. Long
boat atau perahu tradisional yang selama ini diandalkan oleh masyarakat
sebagai sarana transportasi untuk dapat memasarkan hasil atau keperluan
lainnya di ibu kota Distrik ( Mur). Rencana pembangunan Kabupaten Mappi
kedepan akan dibangun pelabuhan Laut pada daerah ini karena di analisa
cukup strategis dan dalam upaya membuka daerah yang masih terisolir.
Sumber air masyarakat kampung umumnya berasal dari sumur umum yang
dibangun oleh pemerintah dan juga pihak gereja Katolik. Pada musim kemarau
kualitas air menjadi kurang baik sehingga masyarakat harus mengambil air
kearah daratan atau daerah yang dituhbuhi oleh tanaman sagu yang masih
menyimpan air.

30

Terdapat 1 Pustu di Kampung Sumur Aman dengan 1 tenaga bides dan 1


orang mantri. Kebiasaan masyarakat yang masih kuat dengan tradisi sehingga
kurang pemahaman tentang kesehatan yang baik. Jika sakit, masyarakat tdak
tidak memeriksakan diri ke medis, tetapi sering disosiasikan sebagai
pelanggaran adat. Selain tenaga medis, juga terdapat 2 tenaga non medis (
dukun beranak ) sebanyak 2 orang yang sering membantu masyarakat
setempat.
2. Potensi SDA dan Matapencaharian
Pola kehidupan masyarakat adalah peramu yang masih mengandalkan hasil
dari alam dan ini secara kuantitas akan mempengaruhi ketersediaannya.
Letak kampung Sumur Aman yang berada di daerah pantai sehingga hasil laut
terutama jenis ikan laut dan udang sangat diandalkan mencukupi kebutuhan
makanan dan protein. Masyarakat biasa berburu mendapatkan rusa dan babi
hutan. Selain dari hasil laut, sungai dan rawa mempunyai potensi perikanan
antara lain ikan sembilan, ikan gabus, dan udang kali, ikan kakap, ikan kerapu;
hasil tangkapan sebagian dijual dan sebagian lagi di konsumsi untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari
Masyarakat kampung Sumur Aman masih masih mengandalkan sagu sebagai
bahan makanan pokok yang diambil dari dusun disekitar kampung selain itu
bahan makanan lain yang ditanam secara tradisi seperti kasbi, petatas dan
pisang. Jenis sayuran yang ditanam oleh masyarakat antara lain kangkung
dan bayam. Sebagian kecil masyarakat sudah mengandalkan beras sebagai
makanan pokok mereka sehari hari yang diperoleh dengan cara membeli.
Adat istiadat masyarakat Asmat yang ada di Kampung Sumur Aman masih
terpelihara dengan baik dimana segala permasalahan atau perencanaan
biasanya dibicarakan dalam rumah adat ( Jew ) yang terdapat di kampung.
Hubungan persaudaraan dengan orang Yaghai sebagai pemilik tanah terjalin
cukup baik. Hal ini dibuktikan apabila ada pertemuan suku Yaghai, masyarakat
Sumur Aman yang sudah dikukuhkan keberadaannya dalam struktur adat
Yaghai dengan sebutan Yakmat ( Yaghai Asmat ) selalu diundang.
Potensi SDA terutama hasil hasil laut yang cukup melimpah dimanfaatkan
sebatas sebatas untuk kebutuhan konsumtif keluarga. Pemasaran hasil laut
masih mendapat kendala karena kondisi alam dan pasar yang cukup jauh.
Para pedagang dari luar yang datang tidak banyak menambah pendapat
keluarga karena hasil hasil dibeli dengan harga rendah, atau bahkan sekedar
untuk menukar dengan bahan makanan seperti beras, gula, kopi dan rokok.
Hasil hasil laut berupa jenis jenis ikan yang yang mempunyai nilai komersial
yang cukup tinggi antara lain, ikan kakap china, hiu untuk kebutuhan sirip,
udang, kepiting, jenis jenis ikan lainnya dan buaya. Masyarakat juga
mengembangkan jenis usaha ikan asin. Pasar penjualan adalah pengusaha
pengusaha orang makassar yang berasal dari Bade.
3. SDM
Sebagian besar masyarakat tidak tamat SD, sedangkan sebagian kecil saja
yang tamat SD. Sarana dan prasarana pendidikan yang minim dengan jenjang
masih rendah serta jumlah guru relatif minim juga turut mempengaruhi
rendahnya pendidikan masyarakat. Faktor dukungan orang tua juga masih
kurang dalam menunjang dan memberikan motivasi kepada anak anak usia
sekolah untuk harus mengikuti pendidikan dasar dan lanjutan yang tersedia.
Terdapat 1 gedung SD Inpres di Kampung Sumur Aman berjalan aktif dengan
jumlah guru 5 orang. Pihak gereja juga melaksanakan pendidikan non formal
dengan tujuan dapat melatih masyarakat untuk mengolah sumber daya alam
yang ada dalam kapasitas yang terbatas.

31

4. Akses Kelembagaan
Peran gereja katolik sangat besar dalam membina iman dan perilaku
masyarakat di kampung. Masyarakat Asmat yang sudah cukup lama bermukim
di kampung Sumur Aman yang sudah dianggap saudara saudara oleh orang
Yaghai. Sistem kepemimpinan adat yang diketuai oleh seorang ketua adat (
weyir ) menjalankan tugas dan tanggung jawab kepada masyarakat dan semua
aturan adat berpusat pada rumah adat ( jew ) dimana terdapat perwakilan tua
tua adat dari setiap marga yang ada di kampung. Termasuk hubungan
kekeluargaan dengan suku Yaghai yang disebut Yagmat ( Yaghai Asmat ).
Pustu di kampung aktif memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
sementara sebagian masyarakat kampung belum memiliki pemahaman yang
cukup baik untuk memeriksa kesehatan jika sakit, hal ini disebabkan masih
adanya pemahaman adat yang cukup kuat sehingga penyakit biasanya
dipersepsikan dengan perbuatan yang salah dengan adat.
Pasar merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi masyarakat, di
kampung Sumur Aman tidak ada pasar sehingga masyarakat cukup kesulitan
memasarkan hasil. Kondisi ini dipergunakan oleh pedagang luar untuk
mempermainkan harga khususnya potensi laut yang sebenarnya mempunyai
harga jual cukup tinggi.
Di kampung Sumur Aman tidak ada petugas PPL, biasanya Misionaris
beupaya memberikan bantuan atau berkoordinasi aparat pemerintah tingkat
Distrik untuk memberikan bantuan seperti jenis sayur sayuran untuk
meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, belum pernah ada lembaga
swasta lain yang masuk ke kampung ini..
5. Aspirasi dan Kebutuhan
Masyarakat kampung Sumur Aman membutuhkan pasar lokal untuk dapat
memasarkan hasil terutama hasil laut. Sarana transportasi sangat dibutuhkan
untuk dapat menjangkau ibukota Distrik dengan lancar.
Kondisi sarana pendidikan di sumur aman hanya 1 buah SD Inpres,
masyarakat membutuhkan pendirian sekolah yang berjenjang lebih tinggi,
sehingga untuk melanjutkan sekolah tidak perlu jauh jauh ke ibu kota
kabupaten. Masyarakat juga menginginkan tenaga guru yang benar benar
mengabdi, karena masyarakat mengeluhkan guru yang tidak aktif mengajar.
Adanya penyuluhan atau pelatihan dari pihak pemerintah atau swasta
khususnya dalam bidang perikanan guna peningkatan kualitas dan pemasaran
hasil masyarakat.
Perlu adanya penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat menjaga dan
meningkatkan kesehatannya. Bidang pertanian perlu ditingkatkan sehingga
masyarakat dapat menghasilkan i makanan untuk memenuhi kebutuhan seharihari.

32

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Sejarah Kampung
Sejarah Kampung Sumur Aman
Thn 1920

Masyarakat hidup berpindah-pindah.


Masyarakat membuka lahan sendiri di dudun-dusun, sering
menangkap ikan.
Masyarakat masih suka mengayau dan masih mempercayai matahari
sebagai Tuhan mereka.

Thn 1925

Masuk Suku Asmat meminta perlindungan pada Suku Yaghai,


masyarakat Asmat diterima sebagai saudara.

Thn 1930

Misionaris masuk menyebarkan agama Katolik.


Mengajarkan pendidikan, cara bercocok tanam dan membagikan bibit
tanaman.

Thn 1950

Pendatang dari Suku Bugis dan Makasar datang untuk berbisnis.

Thn 1960

Pemerintah Indonesia mulai masuk dan memberikan bantuan kepada


masyarakat di Sumur Aman.

Thn 1980

Pembentukan pemerintahan desa, guru-guru mulai masuk, ekonomi


belum berkembang.

33

Lampiran 2. Peta Kampung

Denah Kampung Sumur Aman


Kali Coc

Food
Mart

Balai Desa

Jew/Rumah Adat

Gereja

KPPY DS

Lapangan Bola

Pustu

Bak air
sekolah

Bak air
sekolah

Kuburan

34

Lampiran 3. Transek Kampung

Transek Kampung Sumur Aman

Kali Coc
Tempat
mencari ikan

Bakau

Bakau

Bakau

Bakau

Bakau

Bakau

Bakau

Bakau

Tempat
mencari ikan

Bakau
Kelapa

Kelapa
Kelapa

Kelapa

Kelapa
Kelapa

Kelapa

Kelapa

Kelapa

Kelapa

Kelapa

Kelapa

Kelapa

Kayu BusKayu Bus

Kelapa
Hutan Sagu

Kelapa

Kelapa

Kelapa Kelapa

Kayu Bus

Kayu Bus Kayu Bus

Kayu Bus Kayu Bus

Hutan Sagu
Kayu Bus
Hutan Sagu

Kayu Bus

Hutan Sagu

Kayu Bus

Ubi kayu
Kayu BusKayu Bus

Ubi kayu
Ubi kayu

Kayu BusKayu Bus


Ubi kayu

Hutan Heterogen
Hutan Heterogen

Hutan Heterogen

Hutan Heterogen

35

Lampiran 4. Kalender Musim

Kalender Musim di Kampung Sumur Aman


No.

Kegiatan

Pembabatan-bakar untuk berkebun

Menanam umbi-umbian dan pisang

Menanam sayur-sayuran

Pangkur Sagu

Menjaring ikan di laut

Berburu (rusa dan babi hutan)

Menjaring ikan kali

Tombak ikan kali

Memancing ikan kali

10

Tebang pohon untuk perahu

11

Paskah

12

Bulan Rosario

13

Natal

14

Hari Kemerdekaan

Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep

36

Okt

Nov

Des

Lampiran 5. Bagan Hubungan Kelembagaan

BAGAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN KAMPUNG SUMUR AMAN

SD INPRES

PPL
GEREJA
PASAR
PEM-KAM

PUSTU
LMA
Ket. :
: Lembaga yang ada dikampung
: Lembaga yang tidak ada dikampung
37

Lampiran 1. Peta Lokasi Survey Kabupaten Mappi

Kab. Mimika

Dist.
Akat

Kab.. Asmat

KAB MAPPI

P
N
G
Dist.
Midiptana

Legend
: Batas Negara
: Batas Kabupaten
: Batas Kecamatan

: Daerah Sebaran 1 5 CSO/CBO


: Daerah Sebaran 10 CSO/CBO

38

LAMPIRAN FOTO KEGIATAN ASSESSMENT DI KABUPATEN MAPPI

FGD dengan LMA dan Tokoh Masyarakat Yaghai

FGD dengan Perempuan Yaghai di Kampung Obaa

FGD dengan LMA tingkat Kabupaten di Kepi

FGD dengan perempuan Yaghai di Kampung Mur

Indepth Interview dengan Kepala Kampung Mur

Indepth Interview dengan Pastor Kepala Dekanat Mappi

Pembuatan Denah Kampung oleh Masyarakat Sumur Aman

Potensi Durian masyarakat Kampung Muin

Potensi rambutan masyarakat Kampung Mur.

Potensi Gambir masyarakat Kampung Mur

Potensi ikan dari kampung Sumur Aman

Potensi Karet yang terdapat pada beberapa Distrik di Kabupaten Mappi

Kebun masyarakat di Kampung Obaa

Potensi sagu sebagai makanan pokok

Sarana Pasar di Kepi ( Distrik Obaa )

Perahu tradisional sebagai fasilitas transpotasi


Masyarakat di Kampung

Kondisi jalan dan jembatan Kepi Mur pada musim hujan

PROFIL KAMPUNG
LOKASI KAJIAN PERIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN
MASYARAKAT DI KABUPATEN MERAUKE
KEADAAN UMUM
Kabupaten Merauke terletak di Pantai Selatan Irian jaya,
dekat perbatasan dengan Negara Papua Niew Guinea (PNG).
Wilayah ini yang terbentang dari Pantai sampai Sungai Digul
adalah daerah yang didiami Suku Bangsa Marind.
Kabupaten Merauke memiliki jumlah penduduk 171.009 jiwa
terdiri dari 89,253
laki-laki dan 81,846 perempuan serta
luas wilayah mencapai 45.071 Km, terletak diantara 137
141 Bujur Timur dan 5 9 Lintang Selatan. Kabupaten
Merauke sebelah utara berbatasan langsung dengan Kabupaten
Mappi dan Kabupaten Boven Digoel, sebelah selatan dan
sebelah barat berbatasan dengan laut Arafuru, serta di
bagian timur berbatasan dengan Papua New Guinea (PNG).
Jumlah distrik pada tahun 2005 tercatat 11 yaitu Kimaam ,
Okaba, Kurik, Merauke, Semangga, Tanah Miring, Jagebob,
Sota, Muting, Elikobel dan Ulilin. Jumlah kampung sebanyak
160, kelurahan 8.
Kabupaten Merauke. didirikan oleh pemerintah Belanda yang
membuka pos pemerintah pada tanggal 12 Februari 1902, dekat
muara Sungai Maro di jalan Ermasu sekarang Merauke. Hingga
saat ini ulang tahun kota Merauke
diperingati setiap
tanggal 12 Februari, dimana pada ulang tahun yang ke-100
pada tahun 2002 lalu lahirlah motto pembangunan menggunakan
bahasa Marind IZAKOD BEKAI IZKOD KAI yang artinya SATU
HATI SATU TUJUAN
BUDAYA DAN POLA KEHIDUPAN
Penduduk asli Merauke adalah suku Marind terbagi atas
beberapa sub suku (Marind Pantai, Dek, Bob, Marori, Kanum,
Yeinan) dan terdiri dari 5 marga besar yaitu ; Gebse,
Mahuse, Basik basik, Balagaise, dan Samkakai.
Sub Suku Marind Kanum terbagi atas 5 marga besar yaitu :
Dimar, Ndiken, Sanggra, Gelambu dan Maywa.
Sub Suku Marind Yeinan terbagi atas 5 marga besar yaitu :
1. YEMUNAIN
: Wenanjai; Yoakajai; Kwipalo; Kwarjei;
Dagaljei
2. KABROHNAIN : Guamerjei;Kwekujei;Dagijei;Ipijei;Blojei;
Tabaljei;Tangkarjei; Ongjei
3. YANGGIPNAIN : Gagujei; Webtu; Gualjei; Bongjei
4. MAUJEINAIN : Kodaip; Mago; Kwemo; Galjai; Moujei
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masih menerapkan
budaya Marind terutama saat acara kematian, perkawinan,
angkat anak, tusuk telinga dan inisiasi yang ditandai dengan
acara bunuh babi. Dimana bila ada anggota keluarga meninggal
dunia maka keluarga yang ditinggalkan harus berpuasa selama
40 hari berpantang makanan yang bernafas, tidak boleh
berburu atau memancing dan juga dilakukan acara tanam
misar / tongkat pemali yang menandai dimulainya budaya SASI
yaitu tidak boleh mengambil hasil selama satu tahun, dapat
dilakukan pada kebun kelapa, kali atau dusun sagu. Tujuan
SASI sebenarnya adalah untuk membatasi eksploitasi dan
meningkatkan hasil kebun kelapa, jumlah ikan di kali dan
1
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

jumlah tanaman sagu. Jaman dahulu bila para tetua adat


melihat salah satu wilayah sudah berkurang hasilnya maka
akan diadakan rapat adat untuk memutuskan waktu SASI tanpa
menunggu sampai ada anggota keluarga yang meninggal dunia,
tetapi saat ini hal itu sudah tidak dilakukan lagi. Setelah
satu tahun keluarga yang berduka melakukan acara bunuh
babi untuk mencabut kayu pemali, dimana pada acara ini
dapat dilakukan juga acara tusuk telinga bagi anak-anak
perempuan atau acara angkat anak bagi keluarga yang
mempunyai kewajiban bayar harta atau tidak memiliki anak
laki-laki sebagai pewaris . Juga acara inisiasi bagi orang
dari suku lain yang ingin masuk dalam keluarga besar Marind
yang akan ditandai dengan pemberian marga.
Dalam tradisi perkawinan sebagai mas kawin pihak keluarga
laki-laki harus menyerahkan tanaman wati (sejenis tanaman
perdu yang biasa digunakan pada setiap acara adat sebagai
symbol pengukuhan dan juga digunakan sebagai minuman khas
pria marind karena mengandung alcohol) kepada keluarga
perempuan sebagai tanda pengesahan secara adat.
Disamping itu pasangan yang akan menikah harus sudah tahu
kerja,laki-laki harus sudah bisa kerja kebun dan berburu
sedangkan perempuan sudah tahu cara pangkur sagu. Pasangan
yang menikah juga diharuskan menanam sagu pada saat
dinikahkan. Dimana bila sagu yang ditanam sudah waktunya
dipanen maka akan dilakukan acara bunuh babi untuk
memperingati acara sagu baru dengan harapan pasangan ini
akan langgeng dan diberi banyak rezeki. Pada acara adat
nikah masih berlaku system saling tukar misalnya pihak lakilaki harus punya saudara perempuan untuk diberikan kepada
pihak keluarga perempuan dan pihak perempuan harus punya
saudara laki-laki untuk diberikan kepada keluarga laki-laki.
Namun tradisi adat perkawinan ini sudah jarang dilakukan,
karena pengetahuan dan pengertian kaum muda jaman sekarang
tentang adat sangat terbatas, juga karena adanya pengaruh
agama bila perkawinan dilakukan oleh pihak gereja maka sudah
dianggap sah.
Kebiasaan adat dalam kehidupan sehari-hari yang masih
dipertahankan adalah keharusan saling menghargai marga lain
misalnya, marga mahuse lambangnya tanaman sagu artinya marga
ini diharapkan dapat memberikan contoh yang baik tentang
pengelolaan
sagu
mulai
dari
penanaman
sampai
dengan
pemungutan hasil, demikian halnya dengan marga Gebse yang
berlambang tanaman kelapa maka orang marind bila akan makan
kelapa tidak boleh dibelah/dipotong tetapi harus dikupas
kulitnya terlebih dahulu. Jika kelapa langsung belah
dianggap tidak menghargai marga Gebse berarti terjadi
pelanggaran adat. Jika terjadi pelanggaran seperti ini maka
segera
dilakukan
pertemuan
antar
kedua
marga
untuk
menentukan sangsi dan pada jaman dahulu sangsi adatnya
adalah nyawa/langsung bunuh karena dianggap menghina, namun
sejak tahun 1980 telah terjadi perubahan sangsi adat yaitu
dengan korbankan babi, namun saat ini bila ada pelanggaran
sangsinya sebatas dimarah atau dinasehati saja oleh tetua
adat.
Kepemilikan hak tanah secara adat diwariskan kepada anak
laki-laki berdasarkan marga. Apabila sebuah keluarga tidak
memiliki anak laki-laki sebagai pewaris maka mereka biasanya
mengangkat anak dari keluarga lain yang masih satu marga.
Permasalahan yang paling banyak terjadi adalah sengketa
2
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

tanah, hal ini karena lokasi perkampungan bukan merupakan


wilayah hak ulayat masyarakat sehingga upaya pemanfaatan
lahan terbatas. Selain itu banyaknya orang luar yang masuk
untuk mengambil hasil dari dusun-dusun milik masyarakat
menyebabkan pertikaian dalam keluarga sehubungan dengan bagi
hasil yang sangat berkaitan dengan batas tanah yang kurang
jelas.
Pola kehidupan masyarakat secara turun temurun adalah peramu
yaitu mengambil hasil alam, dimana pada jaman dulu
masyarakat biasa tinggal secara berkelompok di pinggir kali
untuk memudahkan mengambil air. Sedangkan untuk mendirikan
rumah dengan memanfaatkan kayu yang ada di hutan dan atap
dari daun sagu yang juga dilakukan secara bergotong royong.
Pakaian mereka juga masih terbuat dari sejenis rumput,
sehingga tidak memerlukan sabun untuk mencuci. Hasil yang
mereka peroleh ini masih terbatas untuk konsumsi sehari-hari
atau kadang ditukarkan garam/tembakau kepada pendatang baik
orang belanda maupun orang Maluku atau Cina yang kebetulan
datang.
Berdasarkan survey yang dilakukan pada
4 kampung di
kabupaten Merauke maka diperoleh profil yang meliputi
sejarah dan keadaan umum; potensi sumber daya alam dan mata
pencaharian; sumber daya manusia ; akses kelembagaan;
aspirasi dan kebutuhan. Adapun penentuan kampung adalah
berdasarkan :
1. Letak secara geografis yaitu wilayah pesisir (kampung
Onggaya dan Okaba) dan pedalaman (kampung Poo dan
Tagaepe) sehingga mewakili potensi sumber daya alam
yang
berbeda
karena
sangat
terkait
dengan
pola
kehidupan masyarakat.
2. Letak
dan
akses
transportasi,
dipinggiran
kota
kabupaten (kampung Onggaya dan Poo) daerah yang sulit
dijangkau transportasi (kampung Okaba dan Tagaepe)
sehingga mewakili besar kecilnya akses pelayanan
CSO/CBO yang sangat terkait dengan tingkat pengembangan
program yang dilakukan.
3. Keragaman etnis dan homogenitas sehingga mewakili
kampung yang berpenduduk campuran (kampung Okaba dan
Onggaya) dan kampung penduduk asli (kampung Poo dan
Tagaepe). Kondisi keragaman etnis juga sangat terkait
dengan
tingkat
pertumbuhan
ekonomi
dan
perilaku
kehidupan social budaya masyarakat.

3
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Berikut ini adalah 4 profil kampung di Kabupaten Merauke :

1. PROFIL KAMPUNG ONGGAYA


A. SEJARAH

DAN

KEADAAN UMUM

Kampung Onggaya didirikan pada tahun 1960 yaitu sejak


zending masuk membawa guru-guru injil dari maluku tahun 1930
masyarakat yang tinggal di dusun-dusun dikumpulkan pada satu
wilayah pemukiman. Ketika NKRI masuk pada tahun 1963 dimana
pemerintahan dialihkan
ke Indonesa mulai dibentuk desa
Naukenjra yang merupakan gabungan dari kampung Tomer,
Onggaya dan Kuler dengan pusat pemerintahan di Onggaya.
Adapun batas wilayah Onggaya disebelah timur adalah kampung
Tomer, sebelah barat kampung Kuler, sebelah utara kampung
Rawa Biru dan disebelah selatan laut Arafura. Jumlah
penduduknya 296 jiwa 82 KK yang terdiri dari 150 laki-laki
dan 146 wanita dengan jumlah tenaga potensial sebanyak 209
jiwa yang sebagian besar masyarakatnya adalah suku Marind
Kanum yang merupakan sub dari suku besar Marind.
Secara geografis kampung ini bertanah datar 50 % dan
gelombang 50 % dengan jarak 40 km dari pusat distrik yang
dapat ditempuh menggunakan mobil / motor, namun bila musim
hujan kondisi jalan rusak. Jalan dalam kampung terbuat dari
tanah sepanjang 2 km dengan beberapa jembatan yaitu jembatan
beton 4 buah dan jembatan kayu 1 buah. Perumahan masyarakat
terbuat dari papan yang merupakan bantuan dari pemerintah
daerah dan ada beberapa rumah pribadi yang terbuat dari
batu.
Masyarakat memperoleh sumber air bersih dari sumur yang
terdapat di beberapa rumah digunakan secara bersama sama,
namun ketersediaan air bila musim kemarau cukup sulit
sehingga masyarakat biasanya memanfaat sumber air di dusun
sagu yang letaknya cukup jauh dari kampung.
Prasarana umum yang tersedia di kampung antara lain satu
gedung SD YPK dengan jumlah guru sebanyak 5 orang; satu
gedung puskesmas pembantu dengan 2 orang tenaga medis yaitu
1 orang bidan dan 1 orang mantri ; satu gedung
gereja
protestan; kios milik pendatang 4.

B. POTENSI SUMBER DAYA ALAM

& MATA PENCAHARIAN

Potensi sumber daya alam yang ada di kampung Onggaya cukup


banyak dan secara umum telah dikembangkan terutama pada saat
masyarakat telah mengenal uang sehingga pengambilan hasil
alam untuk dikomersilkan. Hasil berbagai jenis ikan,
kepiting dan udang hanya dapat dijual pada pedagang keliling
(karena letak pasar cukup jauh) yang telah menetapkan harga
sehingga dirasakan kurang menguntungkan bagi masyarakat,
hingga
saat ini hasil yang diperoleh terbatas untuk
konsumsi sehari-hari. Adanya pihak luar (suku bugis) yang
masuk sejak tahun 1990 untuk mengambil hasil laut dengan
seijin pemilik lokasi dan menggunakan prasarana yang lebih
baik dan lebih banyak membuat hasil yang diperoleh
masyarakat sangat sedikit. Hal ini juga mempengaruhi hasil
yang diperoleh, jika dulu mereka dalam satu malam bisa
4
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

memperoleh 10 kg udang maka saat ini hanya beberapa ons


saja.
Penurunan potansi laut ini menyebabkan masyarakat beralih
menjual pasir pantai/ pasir semen yang digunakan sebagai
bahan bangunan dengan harga jual cukup tinggi. Apabila musim
angin barat, maka akan terbentuk timbunan pasir yang dibawa
oleh angin, pasir inilah yang dimanfaatkan masyarakat. Namun
karena aberasi pantai setiap tahun 2-3 meter maka pemerintah
telah
menetapkan
larangan
jual
pasir
dengan
alasan
konservasi.
Penurunan hasil dari laut ini diikuti pula dengan semakin
sulitnya mendapatkan hewan buruan seperti rusa, babi hutan
dan saham. Hal ini juga karena adanya perburuan dari pihak
luar yang menggunakan motor dan senapan membuat masyarakat
yang hanya menggunakan senjata tradisional seperti panah
tersisih.
Upaya peningkatan pendapatan melalui bidang peternakan juga
telah banyak dilakukan masyarakat yaitu dengan memelihara
babi hutan namun dibiarkan berkeliaran di kampung, sehingga
merusak
tanaman
di
lahan
pekarangan.
Ternak
ayam
dikembangkan
dalam
skala
kecil,
juga
dengan
system
pemeliharaan apa adanya. Ketika program IDT sekitar tahun
1995 masyarakat diberi bantuan ternak sapi, namun karena
tanpa pendampingan secara melekat maka ternak sapi tersebut
banyak yang dijual.
Peninggalan pemerintahan Hindia Belanda adalah perkebunan
kelapa yang sampai saat ini masih dipertahankan masyarakat
walaupun hanya dalam skala kecil yaitu dengan menjual kelapa
kering atau dalam bentuk minyak kelapa, namun karena
pemasaran hasil cukup sulit maka tanaman kelapa ini kurang
terpelihara dengan baik sehingga terjadi penurunan hasil..
Upaya perluasan areal tanaman keras pernah dilakukan oleh
pemerintah melalui pemberian bantuan bibit tanaman buahbuahan seperti sukun, mangga, jeruk dan pisang, namun tidak
dimanfaatkan oleh masyarakat karena tidak ada pendampingan
dari PPL maupun instansi terkait walaupun telah diberi
insentif berupa uang sebagai biaya pembuatan lubang tanam
dan ongkos tanam.
Makanan pokok masyarakat yang sebenarnya adalah sagu, namun
sejak tahun 1960 mulai terjadi pergeseran pola makan ke
beras karena pengaruh pendatang dari suku cina dan maluku
yang datang untuk berdagang. Dalam ritual acara adat sagu
tetap dipertahankan keberadaannya walaupun pada musim
kemarau tahun 1997 banyak tanaman sagu yang terbakar, hal
ini menyebabkan upaya untuk mendapatkan sagu lebih sulit
karena letaknya semakin jauh.
Sedangkan sumber daya alam lain yang juga dimanfaatkan oleh
masyarakat adalah daun kayu putih sebagai bahan untuk
membuat minyak kayu putih, dimana dalam melakukan kegiatan
ini masyarakat pernah dibina oleh Yayasan Wasur Lestari
namun tidak ada kelanjutan. Disamping itu masyarakat juga
menjual buah kemiri dalam bentuk kupasan, namun harga di
pasaran rendah karena kualitas kupasan yang kurang baik
(tidak utuh). Hal ini karena bantuan alat pengupas buah
kemiri yang diberikan pemerintah daerah jumlahnya sedikit
dan tanpa ada pelatihan cara penggunaan alat secara benar.
5
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Menurunnya sumber daya alam menyebabkan kehidupan masyarakat


yang selama ini tergantung pada sumber daya alam menjadi
semakin sulit sehingga masyarakat cenderung memanfaatkan apa
saja untuk mendapatkan uang bahkan sampai menjual kayu
olahan khususnya jenis kayu bus dan akasia pada pengusaha
dari kota. Padahal menurut aturan kawasan Taman Nasional
Wasur dilarang menjual kayu, jenis kayu olahan yang dijual
adalah kayu bus dan akasia serta kayu gambir dalam bentuk
potongan
kecil-kecil
yang
sejak
tahun
2002
banyak
diusahakan.
C. SUMBER DAYA MANUSIA
Tingkat pendidikan masyarakat di kampung Onggaya relatif
rendah karena sebagian besar masyarakat hanya memiliki
pendidikan formal
dasar (SD/SR) hingga mereka tidak buta
huruf. Hal ini karena pemerintah Hindia Belanda sejak tahun
1960 telah membangun sekolah yaitu SR (sekolah rakyat)
dengan staf pengajarnya adalah orang-orang dari Maluku.
Sedangkan masyarakat yang berpendidikan SLTP dan SLTA sangat
jarang karena letak sekolahnya jauh dari kampung, misalnya
SLTP berada di kampung Tomer dan SLTA di kabupaten Merauke.
Untuk kegiatan pelatihan yang pernah dilakukan adalah dari
Yayasan Mitra Karya di bidang pertanian ( sekitar tahun 90an ), namun karena tidak ada tindak lanjut menyebabkan
masyarakat
tidak
mampu
mengembangkan
secara
mandiri.
Kegiatan pelatihan lainnya tidak pernah ada, terutama
pelatihan untuk kaum perempuan. Kegiatan kaum perempuan di
kampung terbatas untuk mengurus anak dan memasak, mengupas
kemiri atau menanam keladi & ubi-ubian .
D. AKSES KELEMBAGAAN
Kelembagaan kampung secara kepengurusan lengkap dan aktif
mengikuti kegiatan pertemuan di distrik/kabupaten namun
tidak memilki program atau perencanaan pembangunan kampung
kedepan. Sedangkan untuk lembaga puskesmas pembantu cukup
aktif dengan tenaga mantri 1 orang dan bidan 1 orang, dimana
kegiatan posyandu aktif dilakukan setiap bulan. Pustu ini
dilengkapi dengan fasilitas rawat inap sehingga masyarakat
bila sakit secara aktif berobat dipustu
Satu-satunya lembaga sekolah yang tersedia adalah SD YPK
Onggaya yang sec.ara aktif melaksanakan kegiatan belajar
mengajar oleh 5 orang guru.
Kegiatan persekolahan ini
mendapat dukungan dari WVI (Wahana Visi Indonesia ) sejak
tahun 2002 berupa bea siswa, seragam sekolah dan buku paket.
Disamping itu WVI juga aktif mengadakan penyuluhan bidang
HIV/Aids di kampung, namun masyarakat kurang menanggapi
dengan serius karena
merasa bosan sebab dari pihak luar
juga banyak lembaga yang datang mengadakan kegiatan serupa
misalnya dari Dinas Kesehatan dan LANAL (Pangkalan Angkatan
Laut).
Hampir sebagian besar penduduk Onggaya beragama Kristen
protestan, untuk kegiatan pelayanan keagamaan ini dibina
oleh seorang ibu pendeta dan seorang vicaris, dimana wadahwadah pelayanan berjalan aktif. Sedangkan untuk mengatasi
masalah-masalah adat terdapat juga lembaga adat / LMA,
6
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

walaupun seringkali tidak berfungsi secara adminitratif dan


operasional.
Sebagai salah satu kampung yang masuk dalam wilayah Balai
Taman Nasional Wasur, maka Onggaya termasuk kampung binaan
Yayasan Wasur Lestari dan WWF yang hanya sekali-kali
berkunjung dengan program yang kurang jelas sehingga
masyarakat kurang respek karena tidak ada pembinaan.
Demikian juga dengan keberadaan PPL yang jarang berkunjung
membuat aktifitas pertanian di kampung kurang produktif.
Salah satu masalah yang menyebabkan rendahnya pendapatan
masyarakat adalah akses pasar yang cukup jauh dimana
masyarakat masih tergantung dengan keberadaan pedagang
keliling untuk memasarkan hasil usaha.
E. ASPIRASI DAN KEBUTUHAN
Berdasarkan hasil diskusi dan indept interview diketahui
bahwa salah satu aspirasi dan kebutuhan yang dianggap
mendesak oleh masyarakat adalah adanya prasarana pasar yang
dekat dengan kampung, atau paling tidak tersedia sarana
transportasi yang khusus untuk mengangkat hasil usaha mereka
ke
pasar.
Disamping
itu
perlu
dilakukan
peningkatan
produktifitas usaha di bidang perikanan dan pertanian
mengingat potensi sumber daya alam yang menjadi andalan
masyarakat telah menurun. Maka untuk mengatasi hal ini
masyarakat perlu dibekali dengan pelatihan untuk dapat
mengelola sumber daya alam yang masih ada guna meningkatkan
pendapatan keluarga.
Upaya peningkatan pembangunan di kampung melalui program
baik dari pemerintah maupun LSM sebaiknya dikerjakan secara
bersama untuk menghindari terjadinya tumpang tindih program.
Dimana bantuan dari pihak pemerintah sebagai penyandang dana
besar seringkali tanpa ada pendampingan sehingga bantuan
tidak dimanfaatkan dengan baik, sedangkan LSM dengan dana
terbatas lebih focus pada pendampingan. Sebagai daerah yang
memiliki potensi pertanian masyarakat juga mengharapkan
adanya pendampingan secara melekat dari LSM yang profesional
di bidang ini.

7
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Denah Kampung Onggaya


J l . Ke

Hutan Campuran
Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

J l . Ke Tomer

Kul er

Rumah

Rumah

Hutan Campuran
Lahan s awah

n
mpu
ra

Gerej a

SD

Bal ai Des a
Perumahan Mas y arak at

Perumahan Mas y arak at

Perumahan Mas y arak at

Kuburan
Umum

Perumahan Mas y arak at


Sagu

Tumbuhan Kelapa

Perumahan Mas y arak at

Tumbuhan Kelapa

Laut
Arafura

8
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Lahan s awah

Perumahan Mas y arak at

Jembatan Ke Pantai

Perumahan Mas y arak at

Gues t
Hous e

Kali Ban
ggu

Pus k es mas

Rmh

Pos Pol i s i

Rmh Rmh

Huta
n Ca

Lahan s awah

Hutan Campuran

Sagu

Lahan s awah

Transek Kampung Onggaya


J l . Ke Tomer

Hutan Heterogen

J l . Ke

Kul er

Hutan Heterogen

erog
en
n He t

Pos Pol i s i

Gerej a

Sagu

Lahan s awah

Jembatan Ke Pantai

Kuburan
Umum

gu

SD

Bal ai Des a

Tumbuhan Kelapa

Gues t
Hous e

Tumbuhan Kelapa

Laut Arafura

Kal i Ba
ng

Pus k es mas

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Hu ta

Sagu

Lahan s awah

Hutan Heterogen

Lahan s awah

Lahan s awah

KALENDER MUSIM DI KAMPUNG ONGGAYA

No

Jenis Kegiatan
Jan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Feb

Maret

April

Mei

Bulan
Juni
Juli

Menanam Padi
Menanam Ubi-ubian
Membuat Minyak Kelapa
Mengumpulkan Pasir
Menjaring Ikan
Menjaring Udang
Berburu Rusa
Hari Keagamaan Kristiani
Hari Kemerdekaan RI
Membuat Kapur
Mengolah Kemiri

10
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Agst

Sept

Okt

Nov

Des

Bagan Hubungan Kelembagaan di Kampung Onggaya

PPL

Pasar

Sekolah Dasar

Pemerintahan
Distrik/
Kampung

LSM (WVI)
YWL

Puskesmas/
Pustu

Masyarakat

WWF

Pedagang
Keliling

Lembaga
Musyawarah
Adat (LMA)
Gereja

11
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

2. PROFIL KAMPUNG POO


A. SEJARAH

DAN

KEADAAN UMUM

Kampung Poo yang memiliki jumlah penduduk 288 jiwa 86 KK


yang terdiri dari 189 laki-laki dan 202 wanita dengan jumlah
tenaga potensial sebanyak 209 jiwa didirikan pada tahun 1930
yaitu sejak misi masuk masyarakat yang tinggal di Kakayu dan
Donggiap yang terletak di bagian tengah dan atas jkali obat
dikumpulkan pada satu wilayah pemukiman yang dinamai Polka
(1950-an). Kemudian pada tahun 1960 nama kampung dirubah
menjadi Poo yang dalam bahasa Yei artinya kelapa.
Adapun batas wilayah Poo disebelah timur adalah PNG, sebelah
barat kampung Wenda Asri, sebelah utara kampung Angger
permagi dan disebelah selatan kampung Mimi baru. Sebagian
besar masyarakatnya adalah suku Marind Yeinan yang merupakan
sub dari suku besar Marind..
Kampung Poo dengan jarak 150 km dari pusat kabupaten dapat
ditempuh menggunakan mobil / motor, namun bila musim hujan
kondisi jalan penghubung yang hanya sebagian terbuat dari
aspal rusak / sulit dilalui. Secara geografis kampung ini
bertanah datar 50 % dan gelombang 50 %, dengan jalan dalam
kampung semi aspal sepanjang 2 km dan 2 jembatan beton.
Perumahan masyarakat terbuat dari papan merupakan bantuan
dari pemerintah daerah.
Masyarakat memperoleh sumber air bersih dari sumur, dimana
bila musim kemarau sumur kering sehingga masyarakat biasanya
memanfaat sumber air kali yang terletak dekat kampung
walaupun kualitas airnya kurang bagus.
Prasarana umum yang tersedia di kampung antara lain satu
gedung SD YPPK dengan jumlah pengajar 6 orang guru; satu
gedung puskesmas pembantu dengan tenaga medis 1 orang mantri
; satu gedung gereja katolik; kios kecil 4 dan koperasi 1
buah.

B. POTENSI SUMBER DAYA ALAM

& MATA PENCAHARIAN

Potensi sumber daya alam di kampung Poo secara umum telah


dikembangkan bahkan ada beberapa yang hampir habis, karena
Misalnya hasil
pengambilan hasil alam untuk dikomersilkan.
hutan yaitu kayu bus, rahai, dayung, kedondong hutan sebagai
bahan untuk pembuatan rumah dan meubel sudah banyak dijual
masyarakat sejak tahun 1990 kepada pihak luar dengan harga
rendah karena keterbatasan alat dan keahlian masyarakat
untuk menebang pohon dan memotong kayu menggunakan chain
saw. Begitu juga dengan hasil kayu gambir yang mulai dijual
pada tahun 2002 dalam bentuk potongan kecil-kecil, karena
dilakukan secara manual dan harga jual rendah per kilogram
Rp. 100,- maka pendapatan masyarakat tetap rendah. Usaha
kayu gambir ini bersifat musiman karena ketersediaanya
hampir habis. Penurunan hasil hutan ini diikuti pula dengan
semakin sulitnya mendapatkan hewan buruan seperti rusa, babi
hutan dan saham. Hal ini juga karena adanya perburuan dari
pihak luar yang menggunakan motor dan senapan membuat
masyarakat yang hanya menggunakan senjata tradisional
seperti panah tersisih.
12
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Sedangkan hasil dari kali Maro berupa berbagai jenis ikan


dan udang terbatas pada musim tertentu dan hanya dapat
dijual pada pedagang keliling (karena letak pasar cukup
jauh) yang telah menetapkan harga sehingga dirasakan kurang
menguntungkan bagi masyarakat, hingga
saat ini hasil yang
diperoleh terbatas untuk konsumsi sehari-hari. Hasil alam
lain yang bersifat musiman adalah usaha penangkapan ikan
arwana yang dilakukan awal musim hujan, tempurung kura-kura
dengan harga jual Rp. 23.000 per kg dan rumput cakar ayam
yang digunakan sebagai bahan obat oleh pendatang dari suku
bugis.
Upaya peningkatan pendapatan melalui bidang peternakan telah
banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun LSM. Ketika
program IDT sekitar tahun 1995 masyarakat diberi bantuan
ternak sapi, namun karena tanpa pendampingan secara melekat
maka ternak sapi tersebut banyak yang dijual. Yayasan Cembel
Ni Dinapa tahun 2000 pernah membantu ternak babi juga tidak
berkembang karena masyarakat tidak terbiasa memelihara
ternak secara intensif. Ternak yang masih dikembangkan
masyarakat adalah ayam namun dalam jumlah terbatas.
Salah satu potensi yang menonjol dari kampung Poo adalah
sebagai tempat wisata atau ziarah bagi kaum kristiani karena
telah didirikan patung Yesus di sebuah bukit di pinggiran
kampung. Sedangkan potensi ekonomi yang dimiliki masyarakat
adalah di bidang pertanian yaitu sayuran yang telah banyak
diusahakan oleh kaum ibu, potensi tanaman buah-buahan belum
dikembangkan karena berkaitan dengan masalah tanah.
Makanan pokok masyarakat yang sebenarnya adalah sagu, namun
saat ini telah beralih ke beras. Pergeseran pola makan ini
dimulai sejak tahun 1986
saat masuknya
transmigrasi yang menetap di daerah dekat
kampung.. Sedangkan makanan sampingan adalah sagu, pisang
dan ubi-ubian, dimana pada ritual acara adat sagu tetap
dipertahankan keberadaannya walaupun pada musim kemarau
tahun 1997 banyak tanaman sagu yang terbakar, hal ini
menyebabkan upaya untuk mendapatkan sagu lebih sulit karena
letaknya semakin jauh.

C. SUMBER DAYA MANUSIA


Tingkat pendidikan masyarakat relatif rendah karena sebagian
besar masyarakat hanya memiliki pendidikan formal
dasar
(SD) hingga mereka sudah dapat baca tulis. Pembangunan
sekolah mulai dilakukan ketika NKRI masuk tahun 1963.
Sedangkan masyarakat yang berpendidikan SLTP dan SLTA sangat
jarang karena letak sekolahnya jauh dari kampung, misalnya
SLTP berada di kampung Angger permagi dan SLTA di kabupaten
Merauke.
Untuk kegiatan pelatihan yang pernah dilakukan adalah dari
Yayasan Almamater di bidang pertanian sejak tahun 1998,
sehingga
masyarakat
sampai
saat
ini
telah
mampu
mengembangkan tanaman padi secara mandiri walau terbatas
untuk konsumsi dan tanaman sayuran oleh kaum ibu.yang
dipasarkan di pusat distrik Jagebob.

13
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Keberadaan kaum perempuan dalam keluarga sangat penting,


karena disamping melakukan tugas seperti mengurus anak dan
memasak mereka juga membantu ekonomi keluarga melalui usaha
tanam sayur, menangkap ikan dan udang untuk dijual. Bahkan
saat ini mereka telah memulai usaha pembuatan emping dari
buah genemo yang banyak terdapat didusun. Usaha pembuatan
emping ini merupakan hasil pelatihan dan binaan dari
Deperindag, yang disambut secara aktif. Kegiatan pelatihan
lain yang pernah diterima oleh kaum ibu adalah ketrampilan
jahit menjahit yang difasilitasi oleh Yayasan Wanita Mandiri
pada tahun 1999, namun karena tidak ditindaklanjuti maka
kurang berkembang. Peran perempuan dalam pembangunan kampung
masih terbatas, hal ini terlihat pada kegiatan rapat-rapat
desa kaum perempuan hanya beberapa orang saja yang ikut
hadir. Keadaan ini disebabkan ada anggapan bahwa urusan
pembangunan kampung ditangani oleh kaum laki-laki dan adanya
rasa minder karena keterbatasan pendidikan formal yang
umumnya tidak lulus SD

D. AKSES KELEMBAGAAN
Kelembagaan kampung secara kepengurusan lengkap dan aktif
mengikuti kegiatan pertemuan di distrik/kabupaten namun
tidak memilki program atau perencanaan pembangunan kampung
kedepan Sedangkan untuk lembaga puskesmas pembantu cukup
aktif dengan 1 orang tenaga mantri, dimana kegiatan posyandu
aktif dilakukan setiap bulan.
Satu-satunya lembaga sekolah yang tersedia adalah SD YPPK
yang sec.ara aktif melaksanakan kegiatan belajar mengajar
oleh 2 orang guru tetap dan 4 orang guru honor yang direkrut
dari pemuda/I local yang telah menyelesaikan pendidikan SMU.
Hampir sebagian besar penduduk Poo beragama Kristen katolik,
untuk kegiatan pelayanan keagamaan ini dibina oleh seorang
pastor yang secara berkala melakukan pelayanan dan dibantu
oleh seorang dewan paroki dari masyarakat local sehingga
pelayanan berjalan aktif. Sedangkan untuk mengatasi masalahmasalah adat terdapat juga lembaga adat / LMA yang
terstruktur baik dan dilengkapi dengan polisi adat, walaupun
seringkali
tidak
berfungsi
secara
adminitratif
dan
operasional.
Sebagai salah satu daerah potensi pertanian kampung Poo
memiliki seorang PPL, namun keberadaan PPL yang jarang
berkunjung tidak jelas perannya sehingga aktifitas pertanian
di kampung hanya dari Yayasan Almamater.
Salah satu masalah yang menyebabkan rendahnya pendapatan
masyarakat adalah akses pasar yang cukup jauh dimana
masyarakat masih tergantung dengan keberadaan pedagang
keliling untuk memasarkan hasil usaha.

E. ASPIRASI DAN KEBUTUHAN


Berdasarkan hasil diskusi dan indept interview diketahui
bahwa salah satu aspirasi dan kebutuhan yang dianggap
mendesak oleh masyarakat adalah adanya prasarana pasar yang
dekat dengan kampung, atau paling tidak tersedia sarana
transportasi yang khusus untuk mengangkut hasil usaha mereka
14
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

ke
pasar.
Disamping
itu
perlu
dilakukan
peningkatan
produktifitas usaha di bidang perikanan dan pertanian
mengingat potensi sumber daya alam yang menjadi andalan
masyarakat telah menurun. Maka untuk mengatasi hal ini
masyarakat perlu dibekali dengan pelatihan untuk mengelola
sumber daya alam yang masih tersisa guna meningkatkan
pendapatan keluarga.
Sagu sebagai tanaman adat yang turun temurun telah
diusahakan pengembangannya secara tradisional pada musim
kemarau tahun 1997 lalu banyakyang terbakar, sehingga
jumlahnya turun drastis. Hal ini menyebabkan masyarakat
harus menempuh perjalanan cukup jauh untuk memperoleh sagu.
Mengatasi keadaan ini mereka mengharapkan adanya program
pengembangan budidaya sagu yaitu untuk meningkatkan kembali
kesadaran
dan semangat masyarakat yang
semakin menurun sejak
peristiwa kebakaran dusun tahun 1997 lalu. Manfaat tanaman
sagu cukup banyak, disamping sebagai makanan pokok juga
dapat digunakan untuk keperluan i bahan industri.

15
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Denah Kampung Poo


Dus un s agu

Dusun sagu

Dus un s agu

Dusun sagu

Dusun sagu

Dusun sagu

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

PPL

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Pustu

a ro
Kali M

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Jl. Ke Toray

Rumah

Rumah

Tanaman sagu

Lahan Sawah

Gereja

Persemaian Gambir

S ek olah

16

Rumah

Lahan Sawah

rmh rmh rmh rmh rmh rmh

rmh rmh rmh rmh rmh rmh rmh rmh rmh

Balai desa

n Bu
H ut a

Rumah Rumah

Tanaman s agu

Rumah

Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Rumah

Rumah

Kuburan umum

KUD

Lahan Tanaman Say uran

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

at
Ob

e
aw
aw
li T
Ka
Lahan Gambir 600 Anakan

Rumah

Rumah

li
Ka

Lahan Sawah

Lahan Sawah

Rumah

Rumah

P
a
t
u
n
g

Rumah

Rumah Rumah Rumah Rumah Rumah

Jl. Ke Jagebob

Rumah

rmh rmh rmh rmh rmh rmh rmh rmh rmh

Jembatan

Dusun sagu
Rumah

Transek Kampung Poo


Dusun Sagu

Dusun Sagu

Dusun Sagu

Dusun Sagu

Dusun Sagu

t
ba
li O
a
K

Jl. Ke Toray

Jl. Ke J agebob
Lahan Sawah

Lahan Sawah

li
Ka

Tanaman sagu

w
Ta

Kuburan umum

e
aw
Lahan Gambir 600 Anakan

P.kes
m as

Bal ai desa

Hutan Bus

KUD

Lahan Tanaman Say uran


Lahan Sawah

Tanaman sagu

Maro
Kali

Lahan Sawah

Persemaian Gambir

Gereja
P
a
t
u
n
g

S ek olah

17
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

KALENDER MUSIM DI KAMPUNG POO

No

Jenis Kegiatan
Jan

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Feb

Maret

April

Menangkap Arwana/Keloso
Menjaring Ikan Kakap
Menjaring Udang
Menanam Padi
Mencari Gambir
Menanam Sayur
Hari Keagamaan Kristiani
Hari Kemerdekaan RI
Berburu Rusa/Kasuari dll

18
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Mei

Bulan
Juni
Juli

Agst

Sept

Okt

Nov

Des

Bagan Hubungan Kelembagaan di Kampung Poo

PPL

Pemerintahan
Distrik/
Kampung

Pasar
Sekolah Dasar

LSM
(Almamater)

Puskesmas/
Pustu

Masyarakat
Lembaga
Musyawarah
Adat (LMA)

Gereja
Khatolik
Koperasi
Unit
Desa
(KUD)

Pedagang
Keliling

19
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

3. PROFIL KAMPUNG OKABA


A. SEJARAH

DAN

KEADAAN UMUM

Kampung Okaba yang merupakan pusat ibukota distrik Okaba


adalah distrik tertua di kabupaten Merauke karena pertama
kali didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1910 dengan nama Okaba Post, kemudian Misi diundang masuk
untuk membantu mengatur masyarakat yang pada saat itu hidup
dengan system mengayau (memenggal kepala manusia). Pembinaan
yang dilakukan misi ini sampai pada tahun 1963 ketika
integrasi Republik Indonesia di Irian Jaya, Pemerintah
Hindia Belanda digantikan pemerintahan Indonesia.
Batas wilayah Okaba disebelah timur adalah kampung Alaku,
sebelah barat kampung Makaling, sebelah utara kampung Yawimo
dan disebelah selatan laut Arafura. Jumlah penduduknya 780
jiwa 82 KK yang terdiri dari 534 laki-laki dan 246 wanita
dengan jumlah tenaga potensial sebanyak 656 jiwa dengan
masyarakat aslinya adalah suku Marind. Karena kampung Okaba
merupakan pusat ibukota distrik maka jumlah pendatang lebih
banyak dibandingkan masyarakat asli, dimana para pendatang
ini umumnya adalah pegawai pemerintahan, guru, petugas
kesehatan, TNI dan pedagang.
Secara geografis kampung ini bertopografi datar 100 % dengan
jarak 96 km dari pusat kabupaten yang dapat ditempuh
menggunakan
motor dengan melalui 2 kali penyeberangan di
kali Kumbe dan kali Bian, namun bila musim hujan kondisi
jalan rusak. Jalan dalam kampung terbuat dari aspal
sepanjang 5 km dan jalan tanah sepanjang 3 km. Perumahan
masyarakat sangat sederhana terbuat dari batang dan daun
sagu yang merupakan swadaya. Sumber air bersih diperoleh
dari sumur yang terdapat di beberapa tempat dan merupakan
sumur buatan pemerintah Hindia Belanda, dimana sumber air
ini tidak pernah kering walaupun saat musim kemarau.
Prasarana umum yang tersedia di kampung cukup lengkap antara
lain satu gedung SD YPK, satu gedung SD YPPK, satu gedung SD
Negeri, satu gedung SLTPN, gereja protestan 1, gereja
katolik 1, mesjid 1, satu gedung puskesmas rawat inap, pasar
1 dan kios milik pendatang 10.

B.

POTENSI SUMBER DAYA ALAM

& MATA PENCAHARIAN

Potensi sumber daya alam yang ada di kampung Okaba cukup


banyak dan secara umum telah dikembangkan bahkan ada
beberapa yang hampir habis, karena pengambilan hasil alam
untuk dikomersilkan. Hasil laut seperti berbagai jenis
ikan, kepiting dan udang sangat melimpah namun terbatas
hanya untuk konsumsi sehari-hari Adapun jenis-jenis ikan
yang ada adalah bandeng, kuru, bulanak dan kakap terutama
saat musim angin timur yaitu bulan April Desember.
sedangkan musim udang pada bulan November Maret. Ikan
kakap disamping dagingnya dijual pada kapal penampung yang
berlabuh di kali bian dengan harga Rp. 4.000 per kg, juga
diambil gelembungnya karena harga gelembung kering cukup
tinggi yaitu Rp. 50,000 per ons.
Jenis ikan hias yang
banyak diusahakan masyarakat Okaba terutama kaum mudanya
adalah mencari anakan ikan arwana yang musimnya dimulai saat
20
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

awal musim hujan karena ikan ini hidup di air tawar dan
harga jualnya cukup tinggi yaitu Rp. 3.000 per ekor.
Potensi yang besar ini menyebabkan banyak pihak luar yang
tertarik masuk mengambil hasil untuk diperdagangkan, bahkan
pengambilan ikan/udang dengan menggunakan kapal-kapal motor.
Sedangkan hasil laut yang diperoleh saat ini jumlahnya
semakin sedikit dan hanya dapat dijual pada pedagang
keliling yang telah menetapkan harga misalnya harga udang
besar Rp. 7.000 per kg, harga daging rusa Rp. 7.000 per kg
sehingga dirasakan kurang menguntungkan bagi masyarakat,
sampai
saat ini hasil yang diperoleh terbatas untuk
konsumsi sehari-hari. Keterbatasan hasil ini karena sampai
saat ini masih banyak pihak luar yang datang dengan
menggunakan prasarana tangkap yang lebih baik dan lebih
banyak.
Penurunan hasil dari laut ini diikuti pula dengan semakin
sulitnya mendapatkan hewan buruan seperti rusa, babi hutan
dan saham. Padahal sebelum tahun 1990 kampung Okaba terkenal
sebagai penghasil daging
dan dendeng rusa namun karena
adanya perburuan dari pihak luar selama 15 tahun belakangan
dengan menggunakan motor dan senapan membuat hewan buruan
semakin
jauh
masuk
hutan
sementara
masyarakat
hanya
menggunakan senjata tradisional seperti panah dan parang
sehingga memperoleh hasil terbatas dan kampung Okaba tidak
lagi dikenal sebagai sentra rusa. Hewan buruan yang masih
banyak diperoleh adalah saham dan babi hutan, sedangkan
pendatang sebagai pembeli banyak yang tidak menyukai
sehingga harga jual saham rendah yaitu sekitar Rp. 3.000 per
kg dan pemasaran daging babi terbatas hanya bagi umat
kristiani.
Upaya peningkatan pendapatan keluarga lainnya adalah melalui
usaha di bidang peternakan, pemerintah melalui program IDT
telah menyalurkan ternak sapi dan kambing untuk masyarakat.
Walau tidak berkembang dengan baik, karena ternaknya lebih
banyak dijual namun sampai saat ini ternak sapi masih ada
beberapa keluarga yang memilikinya. Usaha ternak ayam
melalui program distrik yaitu PPK (Program Pengembangan
Kecamatan) oleh kaum ibu saat ini sedang diupayakan.
Ketika pemerintahan Hindia Belanda dan misi masuk okaba
mulai dikembangkan perkebunan kelapa yaitu sejak tahun 1920,
dimana buah kelapa kering dijual ke kapal-kapal yang lewat
atau dijual ke kabupaten Merauke. Disamping itu pada tahun
1950 masyarakat di ajar membuat kopra oleh seorang pastor
yang kemudian pemasarannya dilakukan oleh pihak misi. Hingga
saat ini usaha perkebunan kelapa ini masih dipertahankan
masyarakat walaupun hanya dalam skala kecil yaitu dengan
menjual kelapa dalam bentuk kopra dan minyak kelapa, namun
karena pemasaran hasil cukup sulit maka tanaman kelapa ini
kurang terpelihara dengan baik sehingga terjadi penurunan
hasil.
Makanan pokok masyarakat adalah sagu yang diperoleh dari
dusun sagu dan letaknya cukup jauh dari kampung yang biasa
ditempuh dengan jalan kaki selama 3 jam Semakin jauhnya
letak dusun ini karena pengaruh pengembangan distrik yaitu
pembangunan
gedung-gedung
sekolah,
perkantoran
ataupun
sarana umum lainnya. Masyarakat asli Okaba sampai saat ini
masih rajin memelihara dusun sagu mereka yang juga ditanami
21
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

dengan tanaman pisang, ubi-ubian dan sayuran. Bahkan ada


beberapa masyarakat yang telah menanam sagu di pekarangan
belakang rumah. Sedangkan upaya penanaman tanaman sayuran ,
pisang dan ubi-ubian di lahan pekarangan jumlahnya terbatas
karena semakin tingginya jumlah pencurian yang biasa
dilakukan
oleh
masyarakat
local
terutama
yang
malas
mengusahakan kebun .
C. SUMBER DAYA MANUSIA
Tingkat pendidikan masyarakat di kampung Okaba relatif
rendah karena sebagian besar masyarakat hanya memiliki
pendidikan formal
dasar (SD/SR) hingga mereka tidak buta
huruf. Hal ini karena pemerintah Hindia Belanda sejak tahun
1920 telah membangun sekolah yaitu SR (sekolah rakyat)
dengan staf pengajarnya adalah orang-orang dari kepulauan
Kei, guru Antonius Dumatubun merupakan guru pertama di
Okaba. Saat ini jumlah guru di SD YPPK 3 orang, SD YPK 7
orang dan SD Inpres 3 orang guru. Sedangkan masyarakat yang
berpendidikan SLTP dan SLTA terbatas karena SLTPN didirikan
sekitar tahun 1984 dengan jumlah guru saat ini 6 orang dan
SLTA baru dibuka tahun 2004 yang saat ini masih menggunakan
fasilitas milik SLTP dan staf pengajarnya adalah guru-guru
SLTP. Secara umum rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
adalah karena kurangnya kesadaran atau motivasi dari orang
tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka, disamping karena
tidak ada biaya.
Untuk kegiatan pelatihan-pelatihan sangat jarang bahkan
tidak pernah baik dari pihak pemerintah maupun LSM. Hal ini
terlihat dari rendahnya wawasan dan ketrampilan masyarakat
terutama kaum perempuan yang hanya terbatas pada kegiatan
mengurus anak dan memasak atau membantu suami menangkap ikan
dan udang serta bekerja di kebun . Secara
umum kaum
perempuan tidak lulus SD, hanya beberapa orang yang menjadi
guru. Juga ada beberapa yang melanjutkan pendidikan SPG di
kabupaten namun tidak kembali mengabdi di kampung Okaba.
D. AKSES KELEMBAGAAN
Kelembagaan kampung secara kepengurusan lengkap dan aktif
mengikuti kegiatan pertemuan di distrik/kabupaten namun
tidak memilki program atau perencanaan pembangunan kampung
kedepan. Sedangkan untuk lembaga puskesmas telah tersedia
ruang rawat inap
sehingga masyarakat bila sakit secara
aktif berobat dipuskesmas dengan tenaga medis 15 orang
mantri dan bidan, dimana kegiatan posyandu aktif dilakukan
setiap bulan.
Lembaga pendidikan yang tersedia ada 5 yaitu SD YPK, SD
YPPK, SD YPK, SD Inpres, SLTPN dan SLTA persiapan yang
gedungnya masih dalam tahap pembangunan. Saat ini seluruh
lembaga pendidikan sec.ara aktif melaksanakan kegiatan
belajar mengajar.
Sebagian besar penduduk asli Okaba beragama Kristen katolik,
untuk kegiatan pelayanan keagamaan ini dibina oleh seorang
pastor yang secara aktif melakukan pelayanan. Sedangkan
untuk mengatasi masalah-masalah adat terdapat juga lembaga
adat / LMA wilayah Muli Malin Anim distrik Okaba, yang mulai
berfungsi secara adminitratif dan operasional pada tahun
2000. Peran LMA di kampung Okaba cukup besar terutama untuk
22
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

menyelesaikan
masalah-masalah
yang
berhubungan
dengan
pembangunan kampung, misalnya untuk pelepasan tanah milik
masyarakat yang akan

digunakan sebagai sarana umum; perpecahan karena keinginan


melepaskan diri dari NKRI; perselisihan pendapat; rencana
pembangunan
SMK;
pembentukan
koperasi
sebagai
wadah
pemasaran hasil masyarakat dll.
PPL yang ada kurang aktif sehingga aktifitas pertanian di
kampung
kurang
produktif.
Salah
satu
masalah
yang
menyebabkan rendahnya pendapatan masyarakat adalah pemasaran
hasil yang dilakukan dari rumah ke rumah karena belum
diaktifkannya fasilitas pasar yang ada.
E. ASPIRASI DAN KEBUTUHAN
Berdasarkan hasil diskusi dan indept interview diperoleh
bahwa kebutuhan utama yang diperlukan adalah fasilitas
perumahan yang sehat, karena kondisi rumah masyarakat saat
ini cukup memprihatinkan dimana banyak atap yang bocor
dengan jumlah jendela yang terbatas . Keadaan ini karena
pendapatan rendah sehingga masyarakat tidak punya biaya
untuk memperbaiki.
Upaya peningkatan sumber daya manusia sangat dibutuhkan guna
mempercepat pembangunan oleh karena itu diharapkan adanya
bantuan di bidang pendidikan baik melalui beasiswa ataupun
dukungan moril untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi
orangtua agar mendorong anaknya untuk bersekolah.
Salah satu aspirasi dan kebutuhan yang dianggap mendesak
oleh masyarakat adalah diaktifkannya prasarana pasar yang
sudah tersedia, juga adanya akses untuk memasarkan minyak
kelapa
dan
dendeng.
Disamping
itu
perlu
dilakukan
peningkatan produktifitas usaha di bidang perikanan dan
pertanian mengingat potensi sumber daya alam yang menjadi
andalan masyarakat telah menurun. Maka untuk mengatasi hal
ini masyarakat perlu dibekali dengan pelatihan untuk
meningkatkan pendapatan keluarga.

23
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Puskesmas

J l,

ak

Koramil

Knt.
Distrik

Rumah Rumah

Lap B ola

SM P

Dusun Kelapa

Lahan Sawah
Bumbal

Lahan Sayuran

Jl. Ke Kali Bian

Perumahan Masy

Rmh.
Camat

S D Inpr es
P erumahan Mas y .

Tumbuhan Sagu
PLN

Perumahan Masy

Pemancar

Perumahan Masy

Kampung Alaku

Kampung Alatepi

Dusun Sagu
BPD

SD YPPK

Perumahan Masy

Perumahan Masy

Perumahan Masy

S MU

Kuburan
Peng
inapan

ma
er u

Sungai Koloy

Bandara
Rumah

Lahan
Sawah
Missi

Rumah

Perumahan Masy.
Perumahan Masy.
Perum ahan

S D. Y P K

Barak Polsek

P erumahan Mas y .

P er umahan Mas y .

Polsek

G. Protestan

P erumahan Mas y .

Perumahan M asy.

P erumahan Mas y .

Pasar

Perumahan Masy.

P er umahan Mas y .

Perumahan
Masy

P erumahan Mas y .

Masjid

h
ma
Ru

n
ha

a sy
M

Perumahan
masy

Kuburan

PPK

P er umahan Mas y .

Dusun K ela
pa

Bu
r

P erumahan Mas y .

Rumah

P erumahan Mas y .

Ke

Jl. Ke Tagaepe/Bade

Denah Kampung Okaba

Knt.
LMA

B arak P ols ek

R umah

R umah

G.Khatolik`
Tumbuhan K elapa

L a u t A rafu ra

24
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Tumbuhan K elapa

Tumbuhan K elapa

Knt.
Di stri k

Koram il

Puskesmas

Jl. Ke Buraka

Jl. Ke Tagaepe/Bade

Transek Kampung Okaba

Lahan Sawah
Bumbal

Hutan Heterogen

Ke
la
pa

SM P

Lap Bola

Hutan Heterogen

Du

su
n

Lahan Sayuran

S D Inpres

Jl. Ke Kali Bian

Tumbuhan Sagu

Tumbuhan Kelapa

Tumbuhan Kelapa

Dusun Sagu
SD YPPK

B andara

Polsek

Peng
inapan

Masjid

Kuburan

BPD

S MU

Pasar

Dusun Kelapa

PLN

Kuburan

Sungai
Kol oy

PPK

Pemancar

Lahan
Sawah
Missi
G. Protestan

SD.
YPK

Knt.
LMA

Tumbuhan Kelapa

Tumbuhan Kelapa

G.Khatolik`
Laut A rafura

25
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Tumbuhan Kelapa

KALENDER MUSIM DI KAMPUNG OKABA

No

Jenis Kegiatan
Jan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Feb

Maret

April

Menjaring Udang
Menjaring Ikan
Menangkap Arwana/Keloso
Menanam Ubi-ubian
Menanam Padi
Berburu Rusa/saham dll
Membuat Kopra
Membuat Minyak Kelapa
Hari Keagamaan Kristiani
Hari Kemerdekaan RI

26
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Mei

Bulan
Juni
Juli

Agst

Sept

Okt

Nov

Des

Bagan Hubungan Kelembagaan Di Kampung Okaba

Pemerintahan
Distrik/
Kampung

LSM/ YAYASAN

Pedagang
Keliling

Puskesmas

Masyarakat
Lembaga
Musyawarah
Adat (LMA)
Gereja/Masjid
Sekolah (SD,
SMP,SMA)
Pasar
PPL

27
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Bank

4. PROFIL KAMPUNG TAGAEPE


A. SEJARAH

DAN

KEADAAN UMUM

Zending masuk di wilayah Okaba pada tahun 1933, dimana ada


pembagian wilayah dari pihak misi dan zending yang
menetapkan daerah pesisir Okaba untuk misi sedangkan wilayah
darat/pedalaman untuk zending. Sejak saat itu masayarakat
yang tinggal terpencar-pencar di dusun dikumpulkan oleh
guru-guru protestan untuk menyatu pada sebuah wilayah yaitu
kampung Tagaepe. Pemerintahan masih dibawah pengawasan
pemerintah Hindia Belanda melalui zending sampai pada tahun
1963 ketika integrasi Republik Indonesia di Irian Jaya,
Pemerintah Hindia Belanda digantikan pemerintahan Indonesia.
Batas wilayah kampung Tagaepe sebelah timur adalah kampung
Kwemsit, sebelah barat kampung Nakias, sebelah utara kampung
Ihalik
dan
disebelah
selatan
kampung
Poepe.
Jumlah
penduduknya 351 jiwa 67 KK yang terdiri dari 185 laki-laki
dan 166 wanita dengan jumlah tenaga potensial sebanyak 179
jiwa dengan masyarakat aslinya adalah suku Marind.
Secara geografis kampung ini bertopografi datar 100 % dengan
jarak 80 km dari pusat distrik yang dapat ditempuh
menggunakan
mobil/motor, namun bila musim hujan kondisi
jalan rusak. Jalan dalam kampung adalah jalan tanah
sepanjang 2 km. Perumahan masyarakat terbuat dari papan yang
merupakan bantuan pemerintah melalui TMD ( TNI masuk desa ).
Sumber air bersih diperoleh dari kali Atawa yang bila musim
kemarau kualitas airnya jelek, hal ini karena masyarakat
belum pernah memperoleh bantuan sarana air bersih dari
pemerintah.
Prasarana umum yang tersedia di kampung antara lain satu
gedung SD YPK, gedung gereja protestan 1 buah, rumah bidan
1, dan kios kecil 4.
B. POTENSI SUMBER DAYA ALAM

& MATA PENCAHARIAN

Potensi sumber daya alam yang ada di kampung Tagaepe cukup


besar namun hanya sedikit yang sudah dimanfaatkan. Untuk
hasil dari kali/sungai jenis ikannya terbatas ikan kakap
rawa, mata bulan, lele, mujair, gastor, udang dan betik,
namun hasilnya hanya sedikit yang dijual dan sebagian besar
untuk konsumsi sehari-hari. Jenis ikan hias yang banyak
diusahakan masyarakat terutama kaum mudanya adalah mencari
ikan kakap batu dengan harga jual Rp. 50.000 per ekor dan
anakan ikan arwana yang musimnya dimulai saat awal musim
hujan dengan harga jual Rp. 3.000 per ekor. Hasil dari kali
ini oleh masyarakat hanya dapat dijual pada pedagang
keliling yang telah menetapkan harga misalnya harga udang
besar Rp. 7.000 per kg, harga daging rusa Rp. 7.000 per kg
sehingga dirasakan kurang menguntungkan bagi masyarakat.
Upaya peningkatan pendapatan keluarga lainnya adalah dengan
beternak ayam, namun hanya dalam skala kecil sebagai usaha
sampingan.
Potensi sumber daya hutan yaitu kayu rahai, dayung,
bintanggur, lingua, dan gambir. Hewan buruan adalah rusa,
babi hutan, saham, dan kasuari, dimana masyarakat hanya
menggunakan senjata tradisional seperti panah dan parang.
Hasil yang diperoleh sebagian besar untuk konsumsi sehari28
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

hari, bila kebetulan ada pedagang keliling yang mampir di


kampung baru dijual. Letak kampung ini cukup jauh dari pusat
distrik apalagi bila musim hujan kondisii jalannya rusak
sehingga
kedatangan
pedagang
keliling
tidak
dapat
dipastikan.
Rendahnya
penghasilan
masyarakat
ini
membuat
mereka
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif yang harus
dibeli menggunakan uang.
Ketika jaman pemerintahan Hindia Belanda dan zending
masyarakat diajar cara menanam pohon kelapa, dimana hingga
saat ini usaha perkebunan kelapa ini masih dipertahankan
masyarakat walaupun hanya dalam skala kecil yaitu untuk
kebutuhan makan sehari-hari. YASANTO pada tahun 1992 pernah
membantu pengembangan tanaman mete, tetapi hanya sampai
tahap kegiatan penanaman dan tidak ditindaklanjuti.
Makanan pokok masyarakat adalah sagu diperoleh dari dusun
sagu yang letaknya disekitar kampung. Sedangkan lahan
pekarangan rumah ditanami dengan tanaman pisang, ubi kayu,
petatas, keladi dan sayuran seperti kangkung dan daun katuk.
Tanaman buah yang banyak terdapat di kampung adalah nenas
C. SUMBER DAYA MANUSIA
Tingkat pendidikan masyarakat di kampung Tagaepe relatif
rendah karena sebagian besar masyarakat hanya memiliki
pendidikan formal
dasar (SD/SR). Hal ini karena sejak
zending masuk di kampung
didirikan sekolah yaitu SD YPK.
Sedangkan masyarakat yang berpendidikan SLTP dan SLTA
sangat jarang karena SLTP hanya terdapat di Okaba. Secara
umum rendahnya tingkat pendidikan masyarakat adalah karena
kurangnya kesadaran atau motivasi dari orang tua untuk
menyekolahkan anak-anak mereka, disamping karena tidak ada
biaya.
Untuk kegiatan pelatihan-pelatihan jarang dilakukan bahkan
tidak pernah baik dari pihak pemerintah maupun LSM. Hal ini
terlihat dari rendahnya wawasan dan ketrampilan masyarakat
terutama kaum perempuan yang hanya terbatas pada kegiatan
mengurus anak dan memasak atau membantu suami menangkap ikan
dan udang serta bekerja di kebun .
Kaum
pria
di
kampung
ini
banyak
yang
telah
mampu
mengoperasikan chainsaw dan sawmill, hal ini berkaitan
dengan adanya bantuan perumahan dari pemerintah bersama TNI.
Dimana bahan yang digunakan adalah kayu dari hutan disekitar
kampung, sehingga masyarakat banyak yang dilatih untuk
menggunakan alat-alat tersebut.
D. AKSES KELEMBAGAAN
Kelembagaan kampung secara kepengurusan lengkap dan aktif
mengikuti kegiatan pertemuan di distrik/kabupaten namun
tidak memilki program atau perencanaan pembangunan kampung
kedepan Sedangkan untuk lembaga kesehatan yang ada hanya
fasilitas rumah namun kosong karena petugasnya/bidan tidak
mau tinggal di kampung, sehingga obat-obatan yang diterima
dari puskesmas distrik dikelola oleh ibu pendeta untuk
disalurkan bagi masyarakat yang membutuhkan. Kegiatan
posyandu tidak rutin setiap bulan dilakukan.
29
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Lembaga pendidikan yang tersedia adalah SD YPK namun


pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak ada karena guru
yang bertugas sejak setahun belakangan ini tidak tinggal di
kampung, sehingga proses belajar mengajar ditangani oleh ibu
pendeta atas dasar rasa keprihatinan kepada anak-anak yang
pendidikannya sangat tertinggal..
Seluruh
penduduk
Tagaepe
beragama
Kristen
protestan,
kegiatan pelayanan keagamaan ini dibina oleh seorang ibu
pendeta yang secara aktif melakukan pelayanan . Sedangkan
untuk mengatasi masalah-masalah adat terdapat juga lembaga
adat
/
LMA
untuk
menyelesaikan
masalah-masalah
yang
berhubungan dengan adat.
E. ASPIRASI DAN KEBUTUHAN
Berdasarkan hasil diskusi dan indept interview diketahui
bahwa salah satu aspirasi dan kebutuhan yang dianggap
mendesak oleh masyarakat adalah diaktifkannya kegiatan
belajar mengajar dan diharapkan adanya bantuan
melalui beasiswa ataupun dukungan moril untuk meningkatkan
kesadaran dan motivasi orangtua agar mendorong anaknya untuk
bersekolah.
Untuk mempercepat jalannya pembangunan di kampung masyarakat
sangat
mengharapkan
distrik
Okaba
dimekarkan
menjadi
kabupaten, agar perhatian pemerintah lebih besar sehingga
jalan besar yang menghubungkan distrik Okaba ke Tagaepe
dapat diperbaiki atau diaspal agar bila musim hujan biaya
transportasi tidak mahal, karena saat ini ongkos mobil Rp.
500.000 per kepala.
Tersedianya
tempat
pemasaran
hasil
sangat
dibutuhkan
mengingat selama ini hasil alam yang didapat sulit
dipasarkan karena tidak tersedia sarana transportasi. Oleh
karena itu diharapkan sarana transportasi yang khusus untuk
mengangkut hasil usaha mereka ke distrik Okaba atau Bade.
Disamping itu perlu dilakukan peningkatan produktifitas
usaha di bidang perikanan dan pertanian mengingat potensi
sumber daya alam yang ada belum dapat dikelola dengan baik
oleh masyarakat karena kurangnya pengetahuan dan ketrampilan
masyarakat.
Upaya peningkatan pembangunan di kampung melalui program
bantuan
dari
pihak
pemerintah
seringkali
tanpa
ada
pendampingan sehingga bantuan tidak dimanfaatkan dengan
baik,
oleh
karena
itu
masyarakat
menghendaki
adanya
pendampingan
dari
LSM
untuk
meningkatkan
pendapatan
masyarakat.

30
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Denah Kampung Tagaepe


al
K
iA
w
ta

Hutan Campuran
Dus un Sagu

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah Rumah Rumah Rumah Rumah

Rumah Rumah Rumah Rumah Rumah Rumah

Rumah

hal ok e S

ha mu R
Dus un Sagu Marga
Mahus e/Samk ak ai

31
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Rumah

Rumah Rumah Rumah Rumah Rumah Rumah

Dus un Sagu Marga


Boy en/Kai z e

G. Protes tan

Rumah Rumah Rumah Rumah Rumah

Lapangan Voll ey
Bal ai Des a

K ubur an U mum

ha mu R

Rumah Rumah Rumah

Rumah Rumah Rumah

Saw Mi l l

Rumah Rumah Rumah Rumah

Rumah

Rumah Rumah Rumah

J l . Ke Nak i as
Rumah

Hutan Campuran

Dus un Sagu Marga


Yai maha/Gebz e

Dusun Sagu

J l . Ke Ok aba

Transek Kampung Tagaepe


a
K
li
A

w
ta
a

Hutan Heterogen
Dus un Sagu

J l . Ke Nak i as

Saw Mi l l

K ubur an U mum

Bal ai Des a

G. Protes tan

Hutan Campuran
Dus un Sagu Marga
Boy en/Kai z e

Dus un Sagu Marga


Yai maha/Gebz e

Hutan Heterogen
ha
l ok e S
Dus un Sagu Marga
Mahus e/Samk ak ai

32
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Dusun Sagu

J l . Ke Ok aba

KALENDER MUSIM DI KAMPUNG TAGAEPE

No

Jenis Kegiatan
Jan

1
2
3
4
5
6
7

Feb

Maret

April

Mei

Berburu Rusa dan Babi


Berburu Kasuari
Menanam Ubi Kayu, Betatas
dan Keladi
Menangkap Arwana/Keloso
Mencari gambir
Hari Keagamaan Kristiani
Hari Kemerdekaan RI

33
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Bulan
Juni
Juli

Agst

Sept

Okt

Nov

Des

Bagan Hubungan Kelembagaan di Kampung Tagaepe

Sekolah Dasar
Pemerintahan
Distrik/
Kampung

Puskesmas/
Pustu

LSM/Yayasan

Masyarakat

Pedagang
Keliling

Lembaga
Musyawarah
Adat (LMA)

Gereja
Protestan

34
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

PETA LOKASI SURVEY DI KABUPATEN MERAUKE

Kab. Mimika

Dist.
Akat

Dist.
Bomakia

Kab.. Asmat

KAB MAPPI

P
N
G
Dist.
Midiptana

TAGAEPE
Distrik
Kimaam

Dist. Muting

POO
Dist Okaba

.T. Miring

Kurik

Dist
Jagebob

ONGGAYA

Legend
: Batas Negara
: Batas Kabupaten
: Batas Kecamatan

: Lokasi Survey

35
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) berlangsung dalam suasana akrab


sesama peserta, walaupun materi yang dibahas cukup menyita pikiran dan waktu.
Dengan FGD Ini banyak masukan yang diperoleh sehubungan dengan kinerja
CSO/CBO di Kabupaten Merauke yang berkaitan dengan tindak lanjut program
yang dilaksanakan oleh CSO/CBO lokal.

36
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Kegiatan penggalian informasi di kampung dilakukan secara individu dan kelompok


didalam atau diluar rumah, terlihat pada gambar salah satu bentuk kondisi rumah
masyarakat yang sangat sederhana dengan dikelilingi oleh pohon kelapa.

37
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Potensi Sumber Daya Alam yang ada di setiap kampung umumnya banyak, upaya
pemanfaatan lahan dengan menanam sayur dan menanam padi disela-sela tanaman
sagu di lahan pekarangan rumah. Salah satu tanaman adapt Marind yang masih
dilestarikan adalah tanaman Wati yang biasanya digunakan dalam pesta-pesta adat.

38
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Kondisi prasarana jalan yang jelek mengakibatkan mobilitas masyarakat menuju


ibukota distrik/kabupaten cukup sulit sehingga pemasaran hasil tidak kontinu. Alasan
ini juga yang biasa dipakai oleh pelayan masyarakat (guru, bidan, dll) enggan
melaksanakan tugas dan pengabdiaannya di kampung-kampung.

39
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

PROFIL KAMPUNG
LOKASI KAJIAN PRIKEHIDUPAN BERKELANJUTAN
MASYARAKAT
DI KABUPATEN MERAUKE

KERJASAMA UNDP JAKARTA


DENGAN YAYASAN ALMAMATER MERAUKE
Maret 2005

40
Kajian Perikehidupan Berkelanjutan Masyarakat Merauke

Anda mungkin juga menyukai