Bagaimana Sukses Wirausaha Ternak Domba
Bagaimana Sukses Wirausaha Ternak Domba
Tim Penyusun:
Drh. Abdul Jabbar Zulkifli
Agus Ramada S, AMD
Drh. Ajat Sudarjat
Purnomo, SPt.
Sugeng Prayitno, SPt.
Yuyu Rahayu, SPt.
Dr. Ir. Mesak Tombe APU
Ir. Burhani Rahman
DAFTAR ISI
Halaman
11
24
42
V. MANAJEMEN KESEHATAN
50
68
78
95
110
130
PENGENALAN
TERNAK DOMBA KAMBING
A. Pendahuluan
Domba Kambing merupakan salah satu ternak pemakan rumput yang tergolong ruminansia
kecil yang banyak dikenal dikalangan bangsa-bangsa dunia. Kambing lebih dari 400 juta ekor, dimana
90% diantaranya di Asia dan Afrika. Jumlah populasi Kambing di Asia 225 juta ekor atau 49 % dari
populasi kambing seluruh dunia. Di Indonesia populasi Kambing sebanyak 13.182.064 ekor dan Domba
8.306.92 ekor (Data Ditjen Peternakan Tahun 2005).
Disamping dimanfaatkan kulit, bulu dan pupuk, maka pada dasarnya ternak kambing
dibedakan ada dua tipe, yaitu Kambing penghasil daging (potong) dan penghasil susu.
Sedangkan untuk domba secara umum ternak domba dikelompokkan menjadi tipe potong, wol
dan dual purpose (sebagai pedaging dan penghasil wol). Ciri-ciri domba tipe potong atau pedaging
adalah bentuk badan padat, dada lebar dan dalam, leher pendek, garis punggung dan pinggang lurus.
Kaki pendek, seluruh tubuh berurat daging yang padat. Contoh tipe ini adalah southdown, hampshire,
dan oxford.
Kelompok domba tipe wol memiliki ciri-ciri bertubuh ringan, kaki halus dan ringan, berdaging
tipis, serta berprilaku lincah dan aktif. Antara permukaan daging dan kulit agak longgar dan berlipat-lipat.
Termasuk domba tipe wol adalah merino, rambouillet, dorset, dan suffolk.
Di Indonesia umumnya domba-domba yang ada tidak termasuk kedua tipe di atas, tetapi dari
segi pemasaran (kebutuhan konsumen) lebih mengarah kepada tipe pedaging atau tipe potong.
Konsumen domba di Indonesia banyak yang mengonsumsi domba dalam bentuk daging, terutama untuk
sate. Menjelang Idul Adha permintaan konsumen akan meningkat tinggi sebagai hewan kurban yang
akhirnya untuk konsumsi berupa daging.
B. Anatomi dan Fisiologi Domba Kambing (DK)
Secara umum anatomi dan fisiologi ternak ruminansia dengan non ruminansia adalah sama.
Namun, dari sekian banyak sistem tubuh pada ternak pemakan rumput yang membedakan antara ternak
ruminansia dengan non ruminansia adalah pada sistem pencernaan terutama lambung (perut).
Ruminansia memiliki 4 lambung (poligastrik) yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Ketiga lambung pertama disebut lambung palsu atau lambung depan dan yang terakhir (abomasum)
disebut lambung sejati.
Rumen merupakan sebuah kantung otot yang paling besar ukurannya diantara organ yang ada
di rongga perut dan memenuhi daerah sebelah kiri rongga perut. Mukosa rumen merupakan epitel yang
tidak mengandung kelenjar. Bentuk permukaan rumen seperti handuk sehingga disebut juga lambung
handuk. Di dalam rumen makanan disimpan sementara untuk kemudian dikeluarkan kembali ke mulut
(ruminasi) dan selanjutnya dilakukan pencernaan secara fisik, kimiawi dan enzimatis. Proses
pencernaan secara fisik melalui pengunyahan kembali dan peremasan oleh gerakan rumen sampai
makanan halus.
Retikulum adalah bagian perut (lambung) yang paling depan. Seperti namanya lambung ini
membagi permukaannya menjadi permukaan yang menyerupai sarang lebah atau seperti jala, sehingga
disebut juga lambung jala. Lokasi retikulum yang paling depan dan berada di belakang diafragma serta
menempatkannya hampir berlawanan dengan jantung akan menjadi jalan terjadinya perikarditis (radang
selaput jantung) akibat tertusuk benda tajam seperti paku atau kawat. Benda-benda tersebut masuk ke
dalam retikulum karena tertelan saat makan. Di dalam retikulum, makanan yang telah dihaluskan oleh
rumen akan dihaluskan lagi dan dilakukan pencernaan secara enzimatis dan kimiawi sampai makanan
menjadi lunak.
Omasum merupakan suatu organ yang terisi oleh lamina muskuler. Membrana mukosa yang
menutupi lamina dipenuhi oleh papile yang pendek dan tumpul yang akan menggiling makanan terutama
hijauan atau serat-serat sebelum masuk ke abomasum. Dasar omasum seperti lembaran-lembaran yang
ditutupi epitel. Pada pertautan antara omasum dan abomasum terdapat suatu susunan lipatan yang
berperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya bahan makanan dari abomasum ke omasum.
Omasum letaknya di sebelah kanan rumen dan retikulum persis di belakang hati. Diantara keempat
lambung tadi, omasum merupakan lambung yang paling kecil.
Abomasum atau perut sejati merupakan suatu bagian glandula (kelenjar) pertama dari sistem
pencernaan pada ruminansia. Lambung sejati ini terletak di bawah omasum dan terentang di belakang
pada sisi kanan dari rumen. Berbeda dengan epitel lambung lainnya, epitel abomasum dapat
menghasilkan mukosa. Mukosa tersebut menutupi epitel lambung untuk mencegah cairan pencernaan
mencerna sel-sel lambung sendiri. Abomasum merupakan lambung yang berbatasan langsung dengan
usus kecil, jadi makanan yang telah dicerna disalurkan oleh abomasum ke dalam usus untuk selanjutnya
diserap di dalam usus. Perbatasan antara abomasum dan usus kecil tersebut sangat kecil sehingga
apabila ada sedikit penyumbatan oleh bulu atau serat-serat makanan akan menghalangi perjalanan sarisari makanan ke usus. Akibatnya tubuh tidak bisa menyerap sari-sari makanan untuk kebutuhan hidup,
sehingga tubuh kan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini sering
menyebabkan kematian terutama pada anak-anak berumur di bawah 3 bulan.
C. Bangsa Domba Kambing
1. Bangsa Kambing
a. Kambing Kacang
Jenis ini merupakan yang terbanyak dan disebut juga kambing lokal. Bekembangbiak cepat
karena umur 15-18 bulan sudah bisa menghasilkan keturunan, cocok penghasil daging
karena sangat prolifik (sering lahir kembar) bahkan lahir tiga setiap induknya. Mudah
dipelihara bahkan dilepas mencari pakan sendiri, kawin dan beranak tganpa bantuan
pemiliknya.
Ciri-ciri utama:
- Bulu pendek dan satu warna (coklat,hitam,putih) atau kombinasi dari ketiga warna
tersebut
- Jantan betina bertanduk, telinga pendek dan menggantung
- Bobot yang jantan dewasa rata-rata 25 kg, tinggi tubuh gumba 60-65 cm dan betina 20
kg, tinggi tubuh 56 cm.
- Peluang induk lahir kembar 52%, kembar tiga 2.6% dan tunggal 44.9%
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
Dewasa kelamin jantan umr 135-173 hari, betina 153-454 hari. Rata-rata betina beranak
umur 12-13 bulan
Prosentase karkas 44-51%
Rata-rata betina beranak umur 12-13 bulan dengan bobot lahir 3.28 kg dan Bobot Sapih
10.12 kg
b. Kambing Saanen
Jumlah pasti populasi Kambing Saanen belum bisa dipastikan, tapi yang jelas ahwa jenis ini
sudah mulai berkurang di masyarakat peternak. Kambing saanen merupakan jenis Kambing
Penghasil Susu dann hasil susunya paling tinggi dibandingkan dengan jenis kambing susu
lainnya, bahkan dapat mencapai 3-4 liter per hari.
Ciri-ciri utama kambing saanen antara lain:
- Kepala kecil dan berbentuk lancip
- Jantan betina sering tidak bertanduk
- Warna bulu putih, krem pucat dengan bercak-bercak hitam pada hidung, telinga dan
ambing
c. Kambing Ettawa
Kambing ini berasal dari daeran Jamnapari India. Ciri-ciri kambing ini adalah hidung
melengkung, baik jantan maupun betina bertanduk, telinga panjang terlkulai sampai 30 cm.
Kaki panjang dan berbulu panjang pada garis belakang kaki. Warna bulu belang hitam putih
atau merah dan ciklat putih. Produksi susu yang baik sebanyak 3 liter/ekor/hari, hal ini
didukung oleh ambing yang besar dan panjang. Tinggi badan jantan dewasa mencapai 90127 cm, sedangkan yang betina dewasa 76-92 cm. Bobot badan jantan dewasa 68-91 Kg
dan yang betina dewasa 36-63 Kg.
d. Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Jenis ini merupakan hasil persilangan antara kambing ettawa (India) dengan Kambing
Kacang. Penampilan peranakan mirip kambing kacang, walaupun tampilan Ettawa juga
terlihat, dan sering disebut juga dengan Jawa Randu atau Bligon.
Pemanfaat disamping dapat diarahkan untuk pedaging juga dapat juga sebagai penghasil
susu.
Ciri khas Kambing PE adalah:
- Telinga panjang, lembek, menggantung dan ujungnya agak melipat
- Bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut
- Dibawah leher terdapat gelambir, tanduk berdiri agak kebelakang dengan ujung sedikit
melingkar
- Tinggi tubuh 70-90 cm
- Warna bulu umumnya belang hitam, belang coklat, coklat bertotol putih, putih totol coklat
atau putih totol hitam.
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
e. Kambing Merica
Termasuk kambing lokal yang banyak terdapat di Sulawesi. Tandanya adalah memiliki tubuh
yang kecil jika dibandingkan dengan kambing kacang. Beberapa ahli memperkirakan masih
ada hubungan keturunan dengan kambing kacang.
f.
Kambing Alpine
Tanda-tandanya adalah mempunyai warna bulu bermacam-macam dari putih sampai
kehitam-hitaman. Warna muka ada garis putih di atas hidung. Ada yang bertanduk dan ada
juga yang tidak bertanduk. Besar dan tingginya sama dengan kambing saanen. Termasuk
kambing penghasil susu yang banyak.
Kambing Boer
Kambing Boer adalah kambing yang mempunyai performance yang terbaik di dunia berasal
dari Afrika yang disebut sebagai Star of Africa (Mason, 1988; Maze, 2006; Pazzani, 2006).
Kambing ini termasuk kambing dwiguna yaitu dapat diandalkan sebagai penghasil daging
dan penghasil air susu. Sebagai tipe daging, kambing boer mempunyai bentuk tubuh yang
ideal yaitu tubuh yang besar, berat, panjang berotot dan mempunyai persentase karkas yang
tinggi (Machen, 1995), dan dapat dipelihara sebagai induk atau pejantan hingga berumur 10
tahun (Malan, 2000).
Dari hasil kajian, ternyata kambing Boer sangat menjanjikan untuk dipilih sebagai komoditas
peternakan pedaging karena persentase daging terhadap berat hidup tinggi dan kualitas daging
yang sangat baik yaitu daging yang lembut, rasa yang enak flavoursome, succulent, tender,
extremely attractive and tasty (Malan, 2000). Dari segi produksi peternakan pertumbuhan
kambing Boer relative cepat yaitu kenaikan berat badan dapat mencapai 150-170 gr per hari
(Cassey dan van Niekerk, 1988). Pada kondisi yang baik kambing betina dewasa dapat
mencapai berat badan 70-80 kg (Malan, 2000) atau sampai 90-100 kg (Mason, 1988),
sedangkan jantan mencapai 100-120 kg (Malan, 2000) atau sampai 110-135 kg (Mason, 1988),
dengan persentase karkas 49-55% dengan kandungan lemak rendah yaitu 5-6% (Mason, 1988).
Disamping itu kambing Boer mempunyai reproduktifitas yang tinggi, yaitu dengan masa bunting
148,2 + 3,7 hari (Greyling, 2000), Jumlah anak tunggal 8%-24,5%, kembar dua 59,2%-63,7%,
kembar tiga15,3% -27,2% dan kembar empat 1% -1,1% (Erasmus 2000; Greyling, 2000). Lama
interval antara melahirkan dengan kembali bunting selama 62,0+ 20,2 hari (Greyling, 2000).
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
Pada pemeliharaan yang baik dapat menghasilkan tingkat kebuntingan 90%, jumlah anak lahir/
induk kawin 189%, jumlah anak/ induk melahirkan 210% dengan jarak beranak 7-8 bulan
(Malan, 2000).
Sifat keindukan kambing Boer sangat baik, yaitu dapat memelihara anak kembar dengan baik
(Machen, 1994), karena produksi susu yang tinggi yaitu 1,3 hingga 1,8 kg/ hari. Dapat
dikategorikan sebagai kambing perah, karena kambing Boer dapat memproduksi susu selama
120 hari dengan produksi susu total sebanyak 160 kg (Cassey dan van Niekerk, 1988).
Keunggulan lain dari kambing Boer ini adalah mau makan sisa makanan sapi (Cassey dan Van
Niekerk, 1988), mau makan makanan konsentrat dan tidak terlalu memilih makanan yang
disediakan (Machen 1995). Di Afrika selatan kambing ini makan daun daunan 74% sedang 26%
rumput (Malan, 2000). Keunggulan lain yaitu Kambing Boer tahan penyakit (Erasmus, 2000).
Daya adaptasi kambing Boer sangat tinggi (Erasmus, 2000), dapat dipelihara pada
berbagai kondisi iklim (Malan, 2000). Terbukti telah dikembangkan diberbagai bagian
dunia dengan iklim tropis maupun sub tropis yaitu di Amerika, Canada, New Zealand,
Jerman, Israel, Perancis, Australia dengan hasil yang baik. Kambing ini cocok untuk
dikembangkan didaerah tropis karena berasal dari Afrika Selatan di daerah tropis, dan
mempunyai warma bulu putih dengan warna coklat sekitar kepala sehingga stress
terhadap panas minimum (Machen, 1995).
2. Bangsa Domba
Bangsa domba dibedakan menjadi bangsa domba Indonesia dan domba luar negeri.
a. Bangsa Domba Indonesia
1. Domba asli Indonesia
Domba ini dikenal juga dengan domba sayur atau domba lokal. Ciri-ciri dari domba ini
adalah berbadan kecil, lambat dewasa, warna bulu dan tanda-tanda lain tidak seragam,
serta hasil karkas rendah.
2. Domba ekor gemuk
Domba jenis ini terdapat di Jawa Timur, Madura, Lombok, dan Sulawesi. Ciri-ciri yang
dimiliki domba bangsa ini adalah berbentuk badan besar, domba jantan bertanduk dan
bobotnya mencapai 50 Kg, sedangkan domba betina tidak bertanduk dan berbobot 40 Kg.
Ekornya panjang, dengan pangkalnya besar dan menimbun lemak yang banyak, tetapi
ujung ekornya kecil tak berlemak.
3. Domba Garut
Asal usul domba ini masih dipertentangkan oleh para ahli domba dunia, tetapi banyak yang
memperkirakan domba garut merupakan hasil persilangan dari domba asli Indonesia,
merino, dan ekor gemuk dari Afrika Selatan. Ciri-ciri dari domba ini adalah berbadan besar
dan lebar serta leher kuat sehingga dapat digunakan sebagai domba aduan. Bobot domba
jantan mencapai 60 80 Kg dan domba betina 35 40 Kg. Domba jantan bertanduk dan
melengkung ke belakang berbentuk spiral. Bagian pangkal tanduk kanan dan kiri hampir
bersatu. Domba betina tidak bertanduk. Bulu domba garut lebih panjang daripada domba
asli dan warnanya beragam, ada yang putih hitam dan cokelat atau warna campuran.
Walaupun ada darah merino, bulu wolnya yang paling halus hanya rata-rata sebesar
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
setebal 31, sehingga digolongkan pada wol C, sedangkan tipe A dan B tidak dijumpai sama
sekali.
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
Masuk ke Indonesia pada tahun 1975 dari Australia, sedangkan asal domba ini dari Ingris.
Tipenya adalah pedaging dan sekaligus sebagai penghasil wol dengan mutu sedang. Domba ini
badannya besar, yang jantan bisa mencapai bobot lebih dari 60 Kg. Warna muka dan kakinya
hitam dan kakinya pendek.
5) Domba dorset
Sama halnya dengan domba suffolk, domba dorset masuk ke Indonesia melalui Australia,
meskipun asalnya dari Inggris. Selain sebagai penghasil daging domba ini juga sebagai
penghasil wol. Tubuh dari domba ini panjang, lebar dan dalam, berbentuk segiempat dengan
bobot jantan lebih dari 100 Kg dan yang betina sekitar 80 Kg. Domba dorset memiliki dua
kelompok, yaitu kelompok dengan jantan dan betina bertanduk dan kelompok jantan dan betina
tidak bertanduk.
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
3. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan pendapatan yang cukup akan mendorong penduduk
untuk memenuhi kebutuhan gizi, khususnya protein hewani.
4. Sampai saat ini penghasil daging utama di Indonesia seperti sapi, kerbau, dan ayam belum
mencukupi konsumsi penduduk Indonesia
5. Selera konsumen untuk menikmati kelezatan daging domba sangat banyak macamnya, seperti
sate, gule dan sop, sehingga tidak akan kesulitan dalam pemasaran.
Selain prospek pemasaran yang masih terbuka lebar, beternak domba kambing juga memiliki kelebihan
baik dari segi ternaknya sendiri maupun dari segi ekonomis, yaitu :
1. Domba kambing mudah beradaptasi terhadap lingkungan. Meskipun Indonesia terletak di
daerah tropis yang panas, domba kambing sanggup menahan penguapan lewat permukaan
kulitnya yang tertutup tebal oleh bulu sehingga tidak memerlukan air minum tambahan, cukup
dari kandungan air dalam pakan.
2. Domba memiliki sifat suka berkelompok sehingga pada saat digembalakan tidak akan saling
terpisah dari kelompoknya.
3. Domba cepat berkembang biak karena dalam kurun waktu 2 tahun dapat beranak 3 kali, sekali
beranak dapat 1 3 ekor.
4. Hasil ikutannya berupa pupuk sangat membantu usaha pertanian sehingga bisa dikombinasikan
dengan sektor pertanian yang lain, terutama dalam menghasilkan produk-produk Organik
(Beras, Teh, Vanilli, dll)
5. Modal usaha relatif kecil karena dengan modal kecil pun usaha ternak domba bisa jalan. Hal ini
karena domba bisa diusahakan dengan kandang dan pakan yang sederhana dan mudah
didapat dari lingkungan sekitar.
6. Kulit domba merupakan nilai tambah karena dapat dijual dengan harga tinggi.
E. MODEL PEMELIHARAAN USAHA TERNAK DOMBA DOMBA KAMBING
Ada tiga model pemeliharan domba kambing, yaitu secara ekstensif, semi-intensif dan intensif.
Ketiga model tersebut cukup baik dilakukan, tergantung dari tujuan pemeliharaan, lahan,dana, kapasitas
pakan dan ketrampilan mengelola pemeliharaan ternak tersebut. Sebaiknya untuk tujuan perbibitan
menggunakan model ekstensif atau semi intensif. Sedangkan untuk tujuan penggemukan menggunakan
model intensif.
1. Ekstensif
Campur tangan peternak terhadap ternak peliharaan hampir tidak ada. Domba Kambing dilepas
begitu saja dan mencari pakan sendiri di lapangan gembalaan, pinggiran hutan atau tempat lain
yang banyak ditumbuhi rumput serta sumber pakan alam lainnya. Tidak ada kandang khusus
ternak, dan domba kambing memilih sendiri tempat yang ,mereka sukai untuk tidur atau istrahat.
Model ini cocok untuk di perkebunan yang luas dalam kawasan tertentu, seperti perkebunan
kelapa sawit, perkebunan teh, dll.
Model ini memungkinkan biaya produksi sangat sedikit, bahkan mendekati zero-cost, sehingga
secara profitable cukup baik juga.
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
2. Semi Intensif
Pada sistim semi intensif ini kegiatan pemeliharaan domba kambing dengan sistim
penggembalaan secara teratur. Peternak menyediakan kandang untuk hunian dan tempat tidur
ternak malam hari. Penggembalaan dimulai jam 08, dimana ternak dilepas ke luar kandang dan
digembalakan di lokasi yang cukup pakannya, lalu siang atau sore harinya kembali ke kandang
untuk istrahat.
Pada keadaan tertentu peternak campur tangan, terutama dalam hal kebuntingan dan kelahiran
serta ketika akan melakukan seleksi terhadap ternak yang akan dijual atau dilakukan
pemotongan. Pada sistim ini juga memungkinkan adanya perhatian terhadap kontrol kesehatan
ternaknya.
Demikian juga sebelum digembalakan, peternak masih memberikan makanan tambahan berupa
makanan penguat atau vitamin baik di pagi maupun sore harinya.
Secara lahan, jumlah yang dibutuhkan cukup luas, minimal 1-2 Ha untuk 50-100 ekor ternak dan
kapasitas pakan alami di areal tersebut mencukupi untuk dibuat rotasi penggembalaan.
3. Intensif
Domba Kambing yang diternak secara intensif membutuhkan perhatian penuh, baik secara
standard umum maupun dalam hal penanganan kasus yang ada. Perhatian ini mutlak karena
ternak 100% terkurung dalam kandang dan mengandalkan kemampuan layanan dari peternak.
Perlu perhitungan dan pengaturan yang cermat baik terhadap manajemem pakan, kesehatan
ternak, kandang dan perkembangan tingkat produktivitasnya. Ada dua model kandang Intensif
ini, yaitu kandang individual dan kandang koloni.
Model Intensif ini lebih cocok untuk tujuan penggemukan jangka pendek sehingga antara biaya
produksi dan nilai jual dapat diperhitungkan dengan jelas.
Dibandingkan dengan dua model sistim di atas, sistim intensif jauh membutuhkan biaya yang
lebih besar.
Keuntungan lain adalah tidak membutuhkan lahan yang luas.
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
Seringkali masih banyak orang yang keliru ketika membedakan antara domba dan
kambing. Uniknya lagi adalah lebih dikenal kelezatan sate kambing dibandingkan sate domba.
Apakah betul domba dan kambing itu sama? Atau keduanya memang jenis hewan ternak yang
berbeda? Sejenak mari kita perhatikan kedua gambar berikut:
Kambing
Domba
Pada dasarnya domba dan kambing merupakan jenis hewan ternak pemakan rumput yang
tergolong ruminansia kecil, keduanya pun populasinya hampir tersebar merata dan ada di seluruh
dunia. Namun bila kita melihat visual fisiknya dengan cermat maka domba berbeda dengan
kambing. Postur tubuh domba cenderung lebih bulat dibandingkan dengan kambing yang ramping.
Daun telinga kambing panjang dan terkulai. Bentuk bulu domba pun lebih ikal dan keriting
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bulu wool sedangkan lain halnya dengan kambing yang
cenderung lurus.
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
11
Hewan ternak domba yang ada sekarang diduga merupakan hasil dometikasi manusia
dari 3 jenis domba liar: Domba Mouflon dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Domba Argali dari Asia
Tenggara serta Urial dari Asia. Domba-domba ini awalnya diburu secara liar sampai akhirnya
diternakkan oleh manusia. Dibandingkan dengan sapi, babi, kuda dan kerbau sebagai sesama
hewan ruminansia, hewan ternak domba lebih dahulu memiliki nilai komersial sejak abad 7000 SM.
Bahkan di Indonesia keberadaan hewan ternak domba dapat dilihat pada relief Circa 800 SM pada
Candi Borobudur. Olehkarenanya tidaklah heran bila jumlah populasi domba adalah jauh lebih
banyak dibandingkan dengan kambing di dunia. Data Food Agricultural Organization (FAO) tahun
2002, jumlah populasi domba dunia kurang lebih 1.034 milyar ekor sedangkan kambing hanya
sekitar 743 juta. Populasi terbesar domba dan kambing dunia adalah di negara Tirai Bambu Cina,
di mana negara kedua terbesar adalah Australia untuk domba dan India untuk kambing.
Namun bila melihat potensi kebutuhan daging hewan ternak ini yang pada tiap tahunnya
kurang lebih sekitar 5,6 juta ekor untuk kebutuhan ibadah kurban saja, dan belum termasuk
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
12
kebutuhan pasokan untuk aqiqah, industri restoran sampai dengan warung sate kaki lima yang
membutuhkan 2 3 ekor tiap harinya, pertumbuhan populasi domba dan kambing adalah belum
sebanding dengan angka permintaan yang terus meningkat. Potensi ini belum dihitung kebutuhan
pasar di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura, serta kawasan Timur Tengah
yang tiap tahunnya membutuhkan kurang lebih 9,3 juta ekor domba. Di mana kebutuhan pasokan
daging domba untuk kawasan Timur Tengah sampai saat ini masih dipenuhi oleh Australia dan
Selandia Baru. Miris memang, di mana Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi
masyarakat muslim terbesar di dunia sebenarnya lebih memiliki peluang untuk itu.
Pertumbuhan populasi domba dan kambing di Indonesia adalah relatif kecil sedangkan
permintaan terus meningkat seiring jumlah penduduk dan perbaikan pendapatan kesejahteraan
masyarakat. Bukan mustahil suatu saat akan terjadi kelangkaan produksi daging domba dan
kambing sehingga pelaksanaan ibadah kurban akan mengimpor dari Australia ataupun Selandia
Baru. Berikut data ekspor jumlah ekor domba dari negara Australia ke kawasan Timur Tengah
bersumber dari Food Agricultural Organization (FAO) tahun 2005 (Tidak Termasuk Selandia Baru):
PERIODE TAHUN
JUMLAH EKOR
2000
5.436.202
2001
6.712.332
2002
5.943.557
2003
4.546.211
2004
3.292.949
2005
4.184.938
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
13
Domba Garut adalah jenis domba tropis bersifat profilik yaitu dapat beranak lebih dari 2
(dua) ekor dalam 1 siklus kelahiran. Di mana dalam periode 1 tahun, Domba Garut dapat
mengalami 2 siklus kelahiran. Domba ini memiliki berat badan rata-rata di atas domba lokal
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
14
Indonesia lainnya. Domba jantan dapat memiliki berat sekitar 60 80 kg bahkan ada yang dapat
mencapai lebih dari 100 kg. Sedangkan domba betina memiliki berat antara 30 50 kg. Ciri fisik
Domba Garut jantan yaitu bertanduk, berleher besar dan kuat, dengan corak warna putih, hitam,
cokelat atau campuran ketiganya. Ciri domba betina adalah dominan tidak bertanduk, kalaupun
bertanduk namun kecil dengan corak warna yang serupa domba jantan.
`
Domba Garut Jantan, Ovies Aries
Domba Garut merupakan plasma nutfah terlangka di dunia karena postur hewan ternak ini
nyaris menyerupai bison di USA. Populasi Domba Garut terbesar di Indonesia tentunya ada di
wilayah provinsi Jawa Barat dengan lokasi daerah penyebaran antara lain: Garut, Majalengka,
Kuningan, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung, Sumedang, Indramayu dan Purwakarta.
Mungkin hampir sebagian orang lebih mengenal hewan ternak Domba Garut identik
dengan domba aduan yang berlaga di arena adu ketangkasan. Domba Garut adalah hewan ternak
eksotis. Memanglah betul bila sampai saat ini di kalangan masyarakat provinsi Jawa Barat masih
menggemari adu ketangkasan domba, akan tetapi perlu untuk diluruskan bahwa arena adu
ketangkasan yang ada sekarang tidak memperbolehkan pertarungan 2 ekor domba jantan sampai
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
15
titik darah penghabisan. Telah dilakukan perubahan peraturan oleh organisasi Himpunan Peternak
Domba Kambing Indonesia (HPDKI). Arena adu ketangkasan saat ini lebih menjadi arena seni dan
budaya yaitu tempat bertemunya silaturahmi antar peternak, penghobi, show room, transaksi bibit
domba berkualitas serta objek wisata. Hobi memelihara ternak Domba Garut dijamin tidak akan
kalah kepuasannya dengan memelihara jenis hewan lainnya seperti kucing, ikan dan sebagainya.
Suatu kepuasan ketika tanduk Domba Garut jantan dapat terbentuk dan tumbuh maksimal ataupun
dengan keindahan corak serta warna bulu yang dihasilkan. Sepatu boot, bertopi koboi, pakaian
hitam adalah ciri penghobi ketika datang ke arena seni dan budaya adu ketangkasan. Dan jangan
salah, harga 1 ekor ternak Domba Garut jantan berkualitas dikalangan penghobi dapat bernilai di
atas 10 juta rupiah bahkan ada yang ratusan juta rupiah.
Standar
Domba
Domba
Domba
Domba
Pembanding
Garut
Jawa
Ekor Gemuk
Klowoh
30 120 Kg
30 40 Kg
45 50 Kg
75 100 Kg
Berat Badan
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
16
Silangan Induk
Adaptasi
Afrika, Jawa,
Banglades,
Afrika,
Australia
India
Arab
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Belanda
1000 dpl
Lingkungan
Namun yang patut dikhawatirkan pada kondisi saat ini adalah populasi Domba Garut
berkualitas yang kian menyusut dan dapat terancam punah di mana bertolak belakang dengan
sifat profilik yang dimilikinya. Kurangnya perhatian serius terhadap sektor usaha pembibitan
menjadikan populasi Domba Garut unggulan agak sukar ditemukan. Dan ini pula yang menjadikan
hewan ternak Domba Garut untuk kebutuhan ibadah kurban kian mahal harganya.
17
memberikan keuntungan dan nilai manfaat bila diolah dengan baik yaitu sebagai bahan baku
pembuatan pupuk organik.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, kebutuhan unsur hara pada tanaman dapat terpenuhi
dengan pemberian pupuk organik hasil fermentasi berbahan baku kotoran domba yang sangat
bermanfaat untuk meningkatkan hasil produksi pertanian. Adalah tepat bila sektor usaha
peternakan dan pertanian memang harus saling bersinergi. Terlebih lagi saat ini petani dalam
posisi sulit diantara kenaikan biaya produksi sebagai akibat harga pupuk yang terus melambung, di
sisi lain petani tidak bisa seenaknya menaikkan harga jual sehingga perolehan pendapatan
semakin menipis. Terbesit gagasan pula untuk mengkombinasikan ternak Domba Garut dengan
sektor perikanan air tawar. Design kandang ternak domba dibuat panggung di atas kolam ikan.
Komposisi Unsur Dalam Kotoran Ternak
Jenis
Jenis
Ternak
Kotoran
Nitrogen (%)
Phospor (%)
Kalium (%)
Domba
Padat
1.7
0.42
0.46
Cair
1.4
0.01
1.08
Padat
0.86
0.22
0.24
Cair
0.44
0.007
0.83
Padat
1.0
9.5
0.3
Cair
Sapi
Ayam
Perbandingan Nilai Gizi Daging Domba& Kambing Per 100 gram Berat Daging
Data Departemen Kesehatan RI Tahun 2002
Kandungan Gizi
Daging Domba
Daging Kambing
Kalori
206
154
Protein
17.1
16.6
Lemak
14.8
9.2
Kalsium
10
11
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
18
Fosfor
191
124
Besi
2.6
1.0
Vitamin B1
0.15
0.09
Air
66.3
70.3
Daging Domba, Warna Merah Muda Daging Kambing, Warna Lebih Pucat
NO
KOMODITI
KALORI
DAGING SAPI
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
207
19
PROTEIN
18,8
LEMAK
14
DAGING KERBAU
85
18,7
0,5
DAGING KAMBING
154
16,6
9,2
DAGING DOMBA
206
17,1
14,8
DAGING AYAM
302
18,2
25
DAGING ITIK
326
16,0
28,6
Hasil penelitian The British Sheep Association Inggris, air susu domba dapat
dimanfaatkan secara komersial yang tidak kalah kualitasnya dibandingkan dengan air susu
kambing dan sapi:
Kandungan%
Domba
Kambing
Sapi
Lemak
6.7
3.9
3.5
Protein
5.6
2.9
3.4
Laktosa
4.8
4.1
4.5
Vitamin B2
4.3
1.4
2.2
Vitamin B1
5.4
2.5
1.0
162 259
102 - 203
110
Kandungan%
Domba
Kambing
Sapi
Phosphorus (P)
82 183
86 - 118
90
Sodium (Na)
41 132
35 - 65
58
Magnesium (Mg)
14 19
13 - 19
11
Zinc (Zn)
0.5 1.2
0.19 - 0.5
0.3
Iron (Fe)
0.03 - 0.1
0.01 - 0.1
0.04
Kalsium
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
20
Secara segmentasi pasar lokal, Domba Garut memiliki potensi pasar yang multi user. Dan
ini yang menjadikan hewan ternak Domba Garut layak untuk dikembangkan sebagai pilihan dalam
sektor usaha peternakan. Potensi pasar tersebut dapat digambarkan dalam bentuk piramida
berikut:
PENGHOBI
KEBUTUHAN AQIQAH
KONSUMSI DAGING HARIAN
(RUMAH TANGGA, RESTORAN, WARUNG
KEBUTUHAN TAHUNAN IBADAH KURBAN
Potensi pasar terbesar pertama adalah hewan ternak Domba Garut untuk memenuhi
kebutuhan tahunan ibadah kurban. Kemudian menyusul kebutuhan konsumsi daging harian baik
itu rumah tangga, restoran dan warung sate. Selanjutnya adalah kebutuhan aqiqah, dan terakhir
adalah penghobi yang selalu mencari bibit Domba Garut jantan unggulan.
Pemerintah saat ini memberikan perhatian serius untuk pengembangan sektor usaha
pembibitan dan perbanyakan hewan ternak domba serta kambing antara lain Domba Garut. Tidak
hanya program pemuliaan galur murni untuk mengembalikan kualitas terbaik hewan ternak Domba
Garut, akan tetapi program pengembangan domba komposit untuk dapat menghasilkan keturunan
ataupun bibit unggulan baru juga sedang giat dilakukan. Berbagai macam penemuan teknologi
terkait reproduksi ternak domba terus dikembangkan untuk mempermudah upaya produksi dan
perbanyakan domba berkualitas, sebagai contoh teknologi laser puntur dan suntik hormonal yang
akan sangat bermanfaat untuk sinkronisasi birahi dan perkawinan massal. Keberhasilan
perkawinan domba lokal Sumatera dengan domba St. Croix dari Virgins Islands dan domba
Barbados, kemudian Domba Garut dengan domba St. Croix serta Domba Moulton dari Prancis,
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
21
adalah program pengembangan domba komposit yang berhasil dilakukan oleh Puslitbangnak
Deptan RI dari aplikasi penemuan teknologi tersebut.
Tidak hanya sebatas itu, di lokasi peternakan Eka Agro Rama juga telah berhasil program
pengembangan domba komposit berupa perkawinan Domba Garut betina dengan Domba Suffolk
pejantan dari Inggris, kemudian Domba Garut betina dengan pejantan Merino Australia yang
telah menghasilkan kualitas anakan dengan harapan akan jauh lebih baik sehingga dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi daging.
22
yang ada, perguruan tinggi dan dinas peternakan provinsi setempat sebagai basis ilmu
pengetahuan juga tidak boleh diabaikan, hal ini amat diperlukan sehingga peternak tidak akan buta
terhadap aplikasi teknologi terbaru.
Tidaklah kecil tentunya pendapatan devisa negara yang dapat diperoleh dari pengelolaan
usaha ternak Domba Garut intensif. Terlebih dengan potensi pasar kebutuhan daging domba di
kawasan Timur Tengah sebanyak 30 ribu ekor tiap minggunya. Bukan pekerjaan yang ringan dan
mudah tentunya, akan tetapi bisa menjadi suatu peluang usaha yang menjanjikan bilamana kita
mau mulai berpikir dan bergerak ke arah sana. Long journey is begins with the small step. Salam
Peternak Domba Sehat!
Materi Pelatihan
Wira Usaha Domba Garut Eka Agro Rama
Bandung, Tanggal 17-19 Mei 2007
23
24
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
Karakteristik
Kombinasi antara ekor ngabuntut bagong atau ngabuntut beurit dengan kuping rumpung atau ngadaun hiris
Umur minimal 18 bulan
Sehat dan tidak cacat
Muka lebar dan panjang,
Dada lebar dan dalam
Tubuh besar dan panjang,
Punggung lurus dan rata
Kaki lurus dan kuat
Penampilan gagah dan aktif
Alat kelamin kenyal dan dapat ereksi
Tanduk besar dan subur
Berasal dari daerah yang bebas penyakit menular
Nafsu kawinnya (libido) besar
Kualitas semennya bagus
Tetuanya memiliki data reproduksi dan kesehatan yang baik
Untuk program perbibitan diutamakan pejantan yang memiliki kartu kelahiran dan kartu silsilah (sertifikat bibit)
Sebaiknya berasal dari keturunan unggul, pertumbuhan baik dan cepat serta keturunan kembar, baik bapaknya
maupun induknya
25
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
Karakteristik
Kombinasi antara ekor ngabuntut bagong atau ngabuntut beurit dengan kuping rumpung atau ngadaun hiris
Umur minimal 12 bulan
Sehat dan tidak cacat
Muka lebar dan panjang,
Dada lebar dan dalam
Tubuh besar dan panjang,
Punggung lurus dan rata
Kaki lurus dan kuat
Berasal dari daerah yang bebas penyakit menular
Mempunyai temperamen/sifat keibuan (mengasuh anak) yang baik
Mampu bunting dan memelihara kebuntingan dengan baik
Produksi susu 8-10 minggu
Tidak pernah mengalami gangguan reproduksi
Tetuanya memiliki data reporduksi dan kesehatan yang baik
Untuk program perbibitan diutamakan betina yang memiliki kartu kelahiran dan kartu silsilah (sertifikat bibit)
Sebaiknya berasal dari keturunan unggul, pertumbuhan baik dan cepat serta keturunan kembar, baik bapaknya
maupun induknya
Beberapa hal yang dapat dijelaskan dari Tabel diatas yaitu antara lain:
1.
2.
Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pemeliharaannya, oleh karena itu kesehatan
merupakan salah satu modal dasar atau salah satu kunci kesuksesan awal dalam usaha budidaya peternakan. Ternak yang sehat
akan lebih cepat tumbuh dan berkembang dibandingkan dengan ternak yang sakit, karena hanya ternak-ternak dengan kondisi badan
yang sehat maka mampu untuk mengkonversikan pakan yang masuk menjadi daging.
3.
Temperamen
Temperamen merupakan suatu sifat keibuan yang dimiliki oleh seekor induk, dimana sifat ini ditunjukkan pada saat melahirkan,
apakah seekor induk mau merawat anaknya pada saat setelah melahirkan seperti: menjilati anaknya, sayang terhadap anaknya baik
dari gangguan hewan liar maupun peternak itu sendiri dan memberikan kesempatan kepada anaknya pada saat akan menyusui
dimana induk tersebut akan diam.
Induk yang memiliki temperamen yang jelek maka hal tersebut dapat menyebabkan anak-anaknya tidak mendapatkan jaminan air
susu induknya sehingga dapat menyebabkan anak menjadi lemah dan mengakibatkan kematian pada anak.
4.
5.
Silsilah
Penyeleksian berdasarkan silsilah ini juga sangat penting, karena kita dapat mengetahui keturunan ternak tersebut berasal dari induk
dan pejantan mana apakah tetuanya baik dan unggul atau tidak. Program seleksi ini akan berjalan dengan baik bila dilakukan dengan
adanya pencatatan atau rekording dengan lengkap yang meliputi daya produksi dan reproduksi dari tetuanya, tanggal kawin, tanggal
lahir, berat lahir, berat sapih dan lain-lain, sehingga dapat diperoleh atau diketahui ternak-ternak mana yang mempunyai kualitas
genetik yang unggul.
26
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
6.
Umur
Dalam usaha pemeliharaan ternak yang akan digunakan sebagai ternak bibit, umur sangat menentukan dalam berlangsungnya suatu
usaha, dimana ternak yang masih muda memiliki produktivitas yang lebih panjang dibandingkan dengan ternak yang sudah tua.
Selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan dan ketahanannya dalam produksi dimasa mendatang.
Karakteristik
Ekor yang tipis/lurus (ekor gabus) dan teling yang panjang (telinga rubak)
Jantan dan betina yang mempunyai alat kelamin yang tidak simetris, pincang, buta, rahang atas dan bawah tidak
sama (cacat)
Betina yang mengalami gangguan reproduksi (majir)
Jantan yang pertumbuhan tanduknya kurang subur (kecil)
Jantan dan betina yang memiliki postur tubuhnya kecil, kurus, lemah dan tidak aktif
Jantan yang libidonya rendah
Kualitas semennya rendah
Memiliki penyakit menular atau berasal dari daerah tempat penularan suatu penyakit menular
1.
REKORDING
Rekording merupakan salah satu kegiatan dalam program pembibitan ternak yang harus dilaksanakan oleh setiap peternak untuk
melakukan pencatatan terhadap individu ternak antara lain, yaitu:
a. Nomor dan nama ternak (identitas ternak)
b. Jenis kelamin
c. Bangsa ternak
d. Data reproduksi (tanggal kawin dan lahir)
e. Data performans (berat badan dan catur rangga)
f.
Data silsilah (induk dan pejantan)
g. Mutasi/penyusutan (mati/jual)
h. Tanggal pengamatan/kejadian dan hasil pengamatan
i.
Umur ternak (berdasarkan gigi seri tetap)
27
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
Kodifikasi Ternak
Dalam pemberian nomor ternak akan dibedakan antara jantan dan betina, misalnya dari warna kalungnya maupun warna
selangnya. Bahan yang digunakan dalam pembuatan nomor atau tanda identitas pada individu ternak dapat dilakukan dengan
menggunakan ear tag, selang dan tali rafia. Dibawah ini beberapa contoh cara penomoran ternak baik untuk induk (jantan dan betina) dan
anak (jantan dan betina).
Membedakan ternak jantan dan betina
a). Betina
Induk, dengan menggunakan selang warna biru dan tali warna hitam
Anak, dengan menggunakan selang warna merah dan tali warna merah
b). Jantan
Induk, dengan menggunakan selang warna biru dan tali warna hitam
Anak, menggunakan selang warna merah dan tali warna kuning
Urutan penomoran ternak
1). Betina
Induk:
Pemberian nomor pada masing-masing ternak khususnya ternak yang baru (misal 100 ekor), yaitu mulai dari nomor 1-100.
Sedangkan bila ada penambahan ternak baru lagi (misal 50 ekor) maka sistem penomorannya akan melanjutkan nomor
ternak induk terakhir yang sudah ada sebelumnya dan nomor ternak yang baru tersebut yaitu 101-150.
Anak:
Nomor anak sebelum anak tersebut dijadikan induk maka dibuat berdasarkan nomor induk dan nama pejantannya.
Sedangkan dalam penomoran anak, jika anak tersebut akan dijadikan induk maka nomor anak yang aslinya akan diganti
dengan cara melanjutkan nomor induk yang sudah ada dan hanya ditambahkan dengan menggunakan filial (dalam bentuk
angka) dan nama pejantannya.
Berikut ini disajikan contoh dan cara melakukan identifikasi ternak mulai dari anak sampai dewasa (induk).
Contoh 1.
Tetua yang kemudian disebut dengan F-0, misalkan nomor induk 10 dikawinkan dengan pejantan Jaba. Induk tersebut baru yang
pertamakalinya melahirkan yang kemudian anak tersebut akan dikodifikasikan identitasnya yaitu menjadi JAB.10.1.1
Setelah dewasa anak tersebut akan digunakan sebagai replacement stock, maka nomor anak JAB.10.1.1 akan berubah menjadi 1.
JAB. 151 yang kemudian disebut sebagai induk filial pertama (nomor urut induk 151 melanjutkan nomor-nomor induk terakhir yang
yang sudah ada)
a). Induk
Anak
b). Induk
Anak
F-0
(JABA) x (10)
F-1
JAB.10.1.1
F-1
F-2
SAT.2.151.1.1
Keterangan:
a. JAB. atau SAT. (JAB=JABA atau SAT=SATRIA) yang menunjukkan nama pejantan yang disingkat minimal 3 digit)
b. JAB. atau SAT. 2. (angka 2 setelah nama pejantan merupakan filial)
c. JAB. atau SAT. 2.10. (angka 10 setelah nama pejantan dan filial merupakan nomor induk)
d. JAB. atau SAT. 2.10.1. (angka 1 setelah nama pejantan, filial dan nomor induk merupakan paritas)
e. JAB. atau SAT. 2.10.1.1. (angka 1 setelah nama pejantan, filial, nomor induk dan paritas merupakan tipe kelahiran)
28
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
Contoh 2.
Penomoran anak dengan tipe kelahiran kembar berdasarkan jenis kelamin. Jika induk (nomor 50) melahirkan dengan tipe
kelahiran kembar yang berjenis kelamin jantan dan betina, dan induk tersebut melahirkan untuk yang kedua kalinya, maka cara
penomorannya yaitu, anak jantan akan diberikan nomor urut terhadap tipe kelahiran yang ke-1, sedangkan anak betina diberikan
nomor urut tipe kelahiran yang ke-2.
Anak : 50.2.1
Anak : 50.2.2
Penomoran anak dengan tipe kelahiran kembar berdasarkan berat badan lahir.
Jika induk (nomor 50) melahirkan anak kembar berjenis kelamin jantan dan jantan maupun betina dan betina, dimana setiap anak
tersebut memiliki berat yang berbeda (jantan 2,75 kg dan jantan 2,5) maupun (betina 2,5 dan betina 2,25 kg) dan induk tersebut
melahirkan yang kedua kalinya, maka cara penomorannya yaitu, anak jantan maupun betina yang memiliki berat badan tertinggi akan
diberikan nomor urut terhadap tipe kelahiran yang ke-1, sedangkan jantan maupun betina yang memiliki berat badan terendah akan
diberikan nomor urut tipe kelahiran yang ke-2.
Anak (BB. 2,75 kg) : 50.2.1 maupun (BB. 2,5 kg) : 50.2.2
Anak (BB. 2,5 kg) : 50.2.1 maupun (BB. 2,25 kg) : 50.2.2
2). Jantan
Khusus untuk jantan yang akan dijadikan induk bisa dengan menggunakan nomor atau berdasarkan nama. Akan tetapi
diharapkan pejantan dewasa dalam melakukan kodifikasinya dengan menggunakan nama.
2.
PENIMBANGAN
Berat badan merupakan salah satu data yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam melakukan seleksi, maka penimbangan
berat badan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a.
b.
Berat lahir
Berat lahir merupakan berat pada saat cempe dilahirkan. Namun sering dijumpai adanya kesulitan teknis untuk melakukan
penimbangan cempe tepat sesaat setelah dilahirkan, sehingga biasanya berat lahir didefinisikan sebagai berat cempe yang ditimbang
dalam kurun waktu 24 jam sesudah lahir.
Berat sapih (BS.120)
Berat sapih adalah berat pada saat cempe dipisahkan dalam pemeliharaannya dari induknya. Berat sapih disesuaikan dengan berat
cempe pada umur 120 hari. Berat sapih merupakan indikator dari kemampuan induk untuk menghasilkan air susu dan kemampuan
induk dalam mengasuh anaknya, karena pada saat cempe belum disapih maka cempe-cempe tersebut hidupnya masih tergantung
dari induknya dalam memenuhi kebutuhan makananya (air susu). BS.120 dapat digunakan dalam menentukan atau mengidentifikasi
induk-induk mana yang dapat dikatakan baik.
c.
3.
PELAPORAN
Setiap peternak wajib mencatat dan memberikan laporan atas semua kejadian terhadap ternak-ternaknya kepada atasannya
Data yang harus dilaporkan oleh peternak antara lain: (1) data populasi ternak; (2) data perkawinan; (3) data kelahiran; (4) kartu
kelahiran; (5) data mutasi ternak; (6) data pengamatan kuantitatif dan kualitatif ternak yang terdiri dari tanggal pengamatan dan
hasil pengamatan; dan (7) data pembelian ternak
29
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
4.
ANALISA DATA
Semua data laporan dari peternak (lapangan) akan dianalisa lebih lanjut. Adapun data yang akan dianalisa untuk mendukung
kegiatan seleksi yaitu:
a. Data perkawinan, data tersebut akan digunakan untuk mengetahui secara pasti silsilah nenek moyangnya dan anak
keturunannya kelak, serta bila mana perlu untuk menghitung nilai Service per Conception(S/C)dan Conception Rate
(RC).
b. Data kelahiran, data ini digunakan untuk mengetahui frekuensi induk dalam menghasilkan anak (melahirkan)
c. Tanggal lahir, berguna untuk mengetahui ketepatan umurnya. Hal ini perlu dalam melakukan penghitungan seleksi pada
tahap pertama (BS.120).
d. Data mutasi, digunakan untuk menghitung persentase kematian dan untuk mengetahui jumlah sebenarnya dari populasi
dasar.
e. Data penimbangan berat badan, digunakan untuk mengetahui pertambahan berat badan harian. Data ini juga digunakan
dalam mengambil suatu keputusan dalam memberikan rekomendasi setiap tahapan seleksi.
5.
REKOMENDASI
Dari hasil analisa data, maka akan direkomendasikan terhadap cempe-cempe mana saja yang layak untuk dilakukan seleksi lebih
lanjut atau bisa langsung dikeluarkan untuk dijual sebagai pedaging (bibit atau pedaging). Campe-campe yang termasuk kedalam kelas
bibit, maka kemudian cempe-cempe tersebut akan mendapatkan perlakuan yang lebih seragam atau lebih mendapatkan perhatian khusus
sehingga dalam melakukan penyeleksian pada tahap berikutnya dapat menghindari terjadinya kesalahan yang disebabkan karena adanya
faktor lingkungan.
6.
Sistem monitoring dan evaluasi dilakukan berdasarkan hasil analisa data yang sudah ada untuk mengetahui secara langsung
hasil seleksi bibit yang telah dilakukan.
7.
SERTIFIKASI
Sertifikasi merupakan suatu upaya dalam memberikan jaminan mutu secara tertulis untuk memverifikasi suatu produk tertentu,
sehingga seluruh tahapan produksi, penyiapan, penyimpanan, pengangkutan, dan pemasaran suatu produk dapat diperiksa serta sesuai
dengan standar maupun persyaratan. Tujuan standardisasi adalah untuk melindungi produsen dan konsumen dari manipulasi atau
penipuan benih/bibit ternak atau produk ternak tertentu di pasar.
Sertifikasi diberikan setiap individu ternak yang terseleksi sebagai bibit, dan sertifikat ini akan dikeluarkan setelah seluruh tahap
seleksi selesai (umur 18-24 bulan) dan atau minimal suatu ternak mencapai umur 1 tahun jika induk belum mendapatkan sertikat, dan jika
induk yang telah memiliki sertifikat maka anak dapat dilakukan sertifikasi minimal umur 4 bulan.
30
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
METODE SELEKSI
Prinsip dasar yang dipakai dalam meningkatkan mutu genetik ternak yaitu dengan cara melakukan perkawinan antara induk dan
pejantan yang baik, sehingga dapat diharapkan anak yang akan dihasilkan dari perkawinan tersebut memiliki kualitas yang baik pula.
Untuk menunjang program perbaikan mutu genetik yang lebih akurat maka diperlukan data dasar mengenai sifat-sifat genetik dan
silsilah dari ternak tersebut secara lengkap dan menyeluruh. Penyeleksian populasi, dalam mencari bibit unggul dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem Selection of The Best .
Data dari pengamatan parameter kuantitatif terutama berat badan jantan dan betina terlebih dahulu akan dikelompokkan
berdasarkan umur dan kemudian akan dianalisis menjadi suatu nilai rataan dan standar deviasi. Dengan menggunakan data nilai rataan ()
dan standar deviasi (s) kemudian akan dibuat Grafik Sebaran Normal Data Ukuran Tubuh yang dibagi kedalam empat kelas, dimana
ternak-ternak yang akan dipilih yaitu ternak-ternak yang termasuk ke dalam kelas tertinggi dari total populasi yang diseleksi, seperti
Gambar 1 di bawah ini.
Kel. 4 (Kelas D)
- sd
Kel. 3 (Kelas C)
Kel. 2 (Kelas B)
Kel. 1(Kelas A)
+ sd
a.
Kualitatif
Cara pengamatan kualitatif dilakukan terhadap pemeriksaan fisik yang dilakukan secara pengamatan langsung terhadap ternak
domba jantan dan betina, dimana khusus untuk bibit domba Garut dapat dilihat dari kombinasi antara ngabuntut bagong atau
ngabuntut beurit dengan kuping rumpung atau ngadaun hiris, umur masih muda, sehat dan tidak cacat, dada lebar dan dalam, tubuh
panjang, punggung lurus, kaki lurus dan kuat, penampilan gagah dan aktif, nafsu kawinnya besar, temperamen baik dan memiliki
tanduk yang besar dan subur.
31
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
b.
Kuantitatif
Cara pengamatan yang dilakukan secara kuantitatif dilakukan dengan pengukuran biometri tubuh, antara lain : (1) berat badan ; (2)
panjang badan ; (3) tinggi pundak ; dan (4) lingkar dada.
c.
Jumlah ternak
Ternak yang diseleksi secara populasi setiap tahapan seleksi dalam satu lokasi/wilayah, maka proporsi jumlah ternak berdasarkan
jenis kelaminnya minimal 3 ekor, karena untuk menghilangkan kesalahan dan adanya pembanding dalam melakukan analisa data
terutama dalam pengkelasan dan dalam pengambilan rekomendasi. Jika terjadi proporsi jumlah ternak berdasarkan jenis kelamin
kurang dari 3 ekor, maka penyeleksian ini akan dilakukan secara seleksi individu untuk merekomendasikan sebagai bibit dengan
standar yang sudah dibuat, yaitu:
: 39 kg
: 25 kg
PARAMETER SELEKSI
Kreteria seleksi yang dilakukan dalam memilih bibit baik pejantan maupun induk didasarkan atas prestasi performans dirinya
sendiri, dengan menggunakan metode secara penyingkiran bebas Independence Culling Level yaitu seleksi yang dilakukan atas dasar
beberapa macam kreteria yang dilakukan satu persatu, parameter tersebut antara lain:
1. Berat sapih (120 hari)
2. Berat badan 1 tahun (365 hari)
3. Libido dan kualitas sperma (jantan)
4. Reproduksi (betina)
Pada Tabel 4 dibawah ini dapat dilihat beberapa parameter seleksi yang utama dan parameter pendukung dalam pemilihan bibit.
Tabel 4. Parameter Seleksi Ternak Domba Secara Kuantitatif dan Kualitatif
FAKTOR UTAMA
No
1
2
3
4
5
Kuantitatif
Kualitatif
Berat lahir
Berat sapih (BS.120)
Berat potong (BB.12)
Uji Libido dan kualitas sperma ()
Produktivitas induk ()
1. Umur
2. Panjang badan
3. Tinggi pundak
Kesehatan
Silsilah
Produksi susu
Temperamen
FAKTOR PENDUKUNG
4. Lingkar dada
5. Catur rangga
6. Tipe kelahiran
TAHAPAN SELEKSI
1.
Tahap Pertama
Seleksi pada tahap pertama dilakukan pada saat umur 120 hari (BS.120) atau pada saat cempe berumur 4 bulan
Sistem seleksi yang digunakan yaitu seleksi populasi
Parameter yang diamati yaitu: Berat Badan
Tujuan penyelaksian pada tahap pertama yaitu untuk mengidentifikasi induk yang baik
32
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
2.
Tahap Kedua
Seleksi tahap kedua dilakukan pada saat umur 12 bulan atau 365 hari (BB.12)
Sistem seleksi yang digunakan yaitu seleksi populasi
Parameter utama yang diamati yaitu: Berat Badan
Parameter pendukung yang diamati yaitu: Panjang Badan, Lingkar Dada, Tinggi Pundak dan eksterior
Tujuan penyelaksian pada tahap kedua ini yaitu untuk memilih calon bibit pejantan dan induk
3.
Tahap Ketiga
Seleksi tahap ketiga dilakukan pada saat umur 18-24 bulan
Sistem seleksi yang digunakan yaitu seleksi individu
Parameter seleksi tahap ketiga ini yaitu uji libido dan uji kualitas sperma (jantan) dan reproduksi (betina). Uji libido dan
kualitas sprema dilakukan karena sebagai pejantan haruslah mempunyai libido yang tinggi. Sedangkan uji reproduksi yang
dilakukan pada induk bertujuan untuk mengetahui kemampuannya dalam menghasilkan anak yang baik.
Tahap Seleksi
Seleksi-2
Jan-07 (n + 1)
Feb-07 (n + 1)
Mar-07 (n + 1)
Apr-07 (n + 1)
Mei-07 (n + 1)
Jun-07 (n + 1)
Jul-07 (n + 1)
Agust-07 (n + 1)
Sep-07 (n + 1)
Okt-07 (n + 1)
Nop-07 (n + 1)
Des-07 (n + 1)
Seleksi-1
Mei-06 (n)
Jun-06 (n)
Jul-06 (n)
Agust-06 (n)
Sep-06 (n)
Okt-06 (n)
Nop-06 (n)
Des-06 (n)
Jan-07 (n + 1)
Feb-07 (n + 1)
Mar-07 (n + 1)
Apr-07 (n + 1)
Seleksi-3
Jul-07 (n + 1)
Agust-07 (n + 1)
Sep-07 (n + 1)
Okt-07 (n + 1)
Nop-07 (n + 1)
Des-07 (n + 1)
Jan-08 (n + 2)
Feb-08 (n + 2)
Mar-08 (n + 2)
Apr-08 (n + 2)
Mei-08 (n + 2)
Jun-08 (n + 2)
PROYEKSI POPULASI
Dalam memulai suatu usaha peternakan, diharapkan peternak mampu untuk membuat suatu proyeksi populasi dengan tujuan
untuk mengetahui pertambahan jumlah ternak baik perbulannya maupun selama pemeliharan setahun. Dari proyeksi populasi ini kita dapat
membandingkan antara besarnya jumlah biaya operasional setahun dengan hasil penjualan ternak hasil budidaya selama setahun.
Dalam kesempatan ini proyeksi populasi yang akan dibahas yaitu proyeksi populasi hasil seleksi untuk mendapatkan bibit unggul
selama setahun. Dibawah ini disajikan contoh proyeksi penyeleksian ternak untuk mendapatkan ternak bibit.
Jika peternak akan melakukan usaha selama satu tahun dengan jumlah ternak awal 110 ekor (10 ekor jantan dan 100 ekor
betina), dengan asumsi yang dibuat sebagai berikut:
1. Jumlah Pejantan
: 10 ekor
2. Jumlah Induk
: 100 ekor
3. Litter Size
: 120%
4. Mortalitas Anak Sebelum Sapih
: 20%
5. Mortalitas Anak Lepas sapih
: 2%
6. Mortalitas Induk
: 5%
7. % jumlah anak yang dilahirkan berdasarkan jenis kelamin
: 50% ; 50%
8. % anak terseleksi (bibit)
: 40%
9. % anak tidak terseleksi (pedaging)
: 60%
33
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
Kondisi Ternak
Jumlah
(ekor)
10
100
180
Pejantan
Induk
Anak yang dilahirkan selama 1 tahun
Rumus: ((12/8) x 120%) x 100
Jumlah anak hidup sebelum sapih = Jumlah
anak yang lahir Mortalitas anak sebelum sapih
20%
Rumus : 180 - (180 x 20%)
% anak berdasarkan jenis kelamin
a). Jantan
b). Betina
72
72
72
72
28
28
Bibit (40%)
Hasil Seleksi
Pedaging (60%)
Keterangan
144
29
29
43
43
Bibit
Seleksi
Tahap-2
dan
Pedaging Jual
11
11
17
17
Bibit
Seleksi
Tahap-3
dan
Pedaging Jual
5
5
7
7
Bibit budidayakan
&Pedaging Jual
34
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
35
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
B. Pemeliharaan Ternak
Pemeliharaan ternak pada saat ini masih banyak yang dilakukan dengan sekala kecil atau rumah tangga dengan jumlah ternak
yang dipelihara terdiri dari 5-10 ekor, dan dalam melakukan pemeliharaannya masih bersifat tradisional.
Perbedaan pemeliharaan ternak yang dilakukan secara tradisional dengan pemeliharaan modern yaitu:
a). Pemeliharaan tradisional
Pemeliharaannya merupakan usaha sambilan dan merupakan salah satu bagian dari usaha pertanian
Pemeliharaan dan perkandangannya masih bersifat sederhana
Pakannya masih terbatas dan lebih mengandalkan dari alam sekitar atau setengah digembalakan
Tidak adanya pemilihan atau penyeleksian bibit yang terarah
Peningkatan bobot badan hanya 20-30 gr/ekor/hari
Keterampilan beternaknya masih rendah
Rekording masih lemah
b). Pemeliharaan modern
Pemeliharaannya lebih intensif
Manajemen pemeliharaan, perkandangan, pakan kesehatan serta penyeleksian bibit sudah terarah
Peningkatan bobot badan mencapai 50-150 gr/ekor/hari
Rekordingnya sudah lebih ketat
Pemeliharaan ternak yang efisien dan ekonomis untuk tujuan pembibitan, penggemukan dan peningkatan persentase kelahiran
anak, kesemuanya ini berpangkal pada manajemen pakan yang baik, sebab pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam menunjang produksi dan reproduksi ternak itu sendiri.
Dalam sebuah usaha peternakan ada tiga faktor utama yang sangat penting atau yang dikenal dengan Segitiga Emas
(Breeding, Feeding dan Management). Ketiga faktor ini satu sama lain harus selalu berhubungan dan saling menunjang, disampaing faktor
lainnya yang mendukung dari ketiga faktor tersebut yaitu kesehatan dan pencegahan penyakit serta pemasaran yang tidak boleh diabaikan
dengan begitu saja.
Pemeliharaan domba dilakukan pada seluruh fase hidupnya, yaitu mulai sejak anak lahir sampai dewasa.
36
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
1.
Setelah anak itu lahir maka akan segera menyusu pada induknya, jika induk tersebut bermasalah seperti tidak ada atau tidak keluar
air susunya ataupun jumlah anaknya lebih dari 2 ataupun anak tidak mau menyusu ke induknya, maka anak tersebut harus diberi susu
tambahan setiap harinya, akan tetapi 6-12 jam pertama setelah lahir anak harus mendapatkan kolestrum dari induk untuk antibodi anak.
Apabila induk tidak mampu menyusui anaknya, maka anak tersebut dapat diberi susu sapi/susu bubuk (susu skim). Cara
penyajiannya yaitu 3 sendok makan susu bubuk, 1 gelas air matang, sedikit mentega dan sendok makan gula pasir, dicampur dan
diaduk. Pemberian dilakukan sebanyak 3-4 kali/hari, setiap satu minggu susu bubuknya ditambah satu sendok makan, sampai disapih. Jika
peternak tidak mampu membeli susu bubuk dapat diganti dengan air tajin (air beras yang dimasak). Anak yang baru lahir sampai sapih
akan selalu bersama dengan induknya ditempatkan di satu ruangan kandang menyusui yang bersih dan kering untuk menghindari
penyakit.
Anak domba sampai umur 3 minggu yang pertama maka hidupnya sangat tergantung sepenuhnya dari air susu induk atau air susu
pengganti. Oleh karena itu induk harus diberi pakan yang berkualitas baik pada saat induk bunting tua agar induk tersebut dapat
menghasilkan air susu dalam jumlah yang cukup.
Setelah memasuki umur 3-4 minggu, anak mulai belajar makan makanan yang berasal dari luar induk, seperti hijauan dan pakan
penguat seperti konsentrat. Pada waktu itu anak semakin bertambah besar sehingga jumlah makanannyapun akan bertambah banyak.
Pakan yang diberikan berupa rumput muda dan hijau untuk melatih anak memakan hijauan, sedangkan induknya diberi pakan tambahan
berupa konsentrat, dedak, atau ampas tahu.
Salah satu penyebab kematian anak dalam susuan adalah karena sifat keibuan induk yang jelek dan induk tidak mau menyusui.
Induk-induk dengan sifat keibuan yang jelek harus dikeluarkan sebagai induk karena tidak akan berproduksi secara optimal. Sedangkan
induk-induk dengan kemampuan menyusui dan memelihara anaknya yang baik tetap dipertahankan untuk dikawinkan lagi pada periode
berikutnya.
Kemudian induk setelah anaknya disapih dimasukkan kedalam kelompok kandang induk yang siap untuk dikawinkan atau induk masa
kering. Berahi akan muncul kembali setelah masa nifas sempurna dan kembali normalnya hormon reproduksi yang menunjang proses
berahi (Selama periode nifas terjadi pengecilan kembali uterus (rahim) ke bentuk asalnya). Deteksi berahi bisa mulai dilakukan setelah hari
ke-30 dari waktu melahirkan.
2.
Penyapihan dilakukan pada saat anak berumur 4 bulan, sedangkan induk yang sedang mengasuh atau 2 bulan setelah induk
melahirkan maka induk tersebut harus sudah diperhatikan untuk dilakukan pengecekan berahi. Hal ini dilakukan agar induk bisa segera
dikawinkan kembali, sehingga target tiga kali melahirkan dalam dua tahun akan tercapai. Penyapihan juga dapat mengurangi
ketergantungan anak terhadap air susu induknya, padahal semakin lama air susu tersebut akan berkurang bahkan habis. Dengan
penyapihan tersebut diharapkan pertumbuhan anak akan lebih cepat karena sudah berganti pakan seperti ternak dewasa. Sebelum disapih
anak harus ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot sapih yang akan digunakan dalam proses penyeleksian.
Setelah anak disapih dimasukkan ke dalam kandang sapihan dan dikelompokkan berdasarkan
Domba-domba muda dipelihara terpisah dengan domba dewasa
Domba betina calon bibit dipelihara secara terpisah dengan domba jantan calon bibit
Domba calon penggemukan pemeliharaannya juga dipisahkan dengan domba calon bibit.
3.
Ternak dara yang menjelang dewasa yang telah mencapai umur 12 bulan digolongkan sebagai calon induk yang siap untuk
dikawinkan. Semua ternak yang siap untuk dikawinkan dikelompokan ke dalam satu kandang koloni atau kandang masa kering yang
disekat-sekat yang berkapasitas 5-10 ekor. Didalam ruangan tersebut ternak-ternak yang belum kawin dapat dicek berahinya dengan cara
menyatukan pejantan selama 1-2 bulan atau setiap hari pejantan masuk ke dalam ruangan tersebut untuk pengecekan berahi.
4.
Agar induk yang sedang bunting dapat melahirkan dengan selamat maka peternak harus memperhatikannya dengan ekstra hati-hati
seperti pemberian pakan, penyedian tempat yang aman dan nyaman.
Domba yang sedang bunting 1-2 bulan bisa dilakukan penyekatan, dimana 1 sekat dapat diisi dengan 2-3 ekor, sedangkan induk
yang buntingnya lebih dari 3 bulan harus di masukkan ke dalam kandang bersalin satu sekat satu ekor. Tujuan penyekatan ini agar domba
tidak stres, tidak mendapatkan perlakuan yang kasar dan menghindari terjadinya benturan yang dapat mengakibatkan induk mengalami
keguguran atau abortus. Dalam melakukan perpindahan atau rotasi kandang dari kandang kawin ke kandang bersalin peternak harus hatihati jangan sampai induk jatuh atau mendapatkan perlakuan yang kasar.
Pada pemeliharaan domba yang sedang bunting, peternak harus dapat memahami bahwa anak di dalam kandungan merupakan
bagian dari tubuh induk. Dalam periode kebuntingan 3 bulan yang pertama, pertumbuhan janin masih agak lambat. Dalam pemeliharaan
induk pada periode kebuntingan 3 bulan pertama ini yang penting adalah peternak harus bisa menjaga kondisi induk sebaik mungkin
terutama dari kondisi stres, perlakuan kasar dan benturan antar sesama ternak.
37
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
Menjelang pada akhir kebuntingan maka pertumbuhan janin akan berlangsung dengan sangat cepat. Oleh karena itu induk tersebut
perlu diberi pakan dengan jumlah dan mutu pakan yang cukup, agar tingkat kelahiran dan keselamatan anak tinggi, mengurangi kelahiran
anak yang lemah, untuk mendapatkan bobot lahir yang tinggi serta untuk meningkatkan produksi air susu.
Selain memperhatikan kondisi ternak itu sendiri dan pakan yang diberikan, hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan yaitu kebersihan
kandang baik lantai maupun kolong kandang, lantai kandang harus baik dan rapi untuk mencegah terperosok, induk yang terperosok bisa
menyebabkan keguguran.
Pada saat menjelang kelahiran, maka peternak perlu untuk memberikan alas yang kering dan bersih pada lantai kandang untuk
menyerap cairan yang keluar selama proses kelahiran (jerami atau sisa pakan yang kering dan bersih, karung goni), dan juga untuk
menjaga agar anak tidak terperosok.
5.
Rotasi induk
Rotasi ini merupakan pergantian atau regenerasi induk, dimana induk yang sudah tua ataupun induk yang sudah tidak produktif lagi
maka akan diganti dengan anak hasil penyeleksian yang digunakan sebagai bibit. Pergantian induk betina dilakukan jika ternak tersebut
sudah berumur 4-6 tahun atau betina yang tidak produktif seperti tidak mau kawin selama pemeliharaannya, sering minta kawin tapi tidak
pernah bunting, prolapsus maupun sering terjadi abortus serta dapat dilihat dari kesehatan yang lainnya yang dapat memberikan
rekomendasi untuk mengeluarkan ternak tersebut.
Pergantian induk pejantan dilakukan bila umur jantan sudah mencapai 6-8 tahun, atau pejantan tersebut sudah dipelihara selama 2-3
tahun yang sudah digunakan sebagai pejantan pemacek dipeternakan tersebut bisa untuk dikeluarkan karena untuk menghindari terjadi
perkawinan yang masih mempunyai kekeluargaan yang dekat (inbreeding) atau perkawinan sedarah. Jika perkawinan inbreeding ini terjadi
maka akan dapat menimbulkan efek yang kurang menguntungkan seperti pertumbuhan dan kesehatan anak kurang baik, anak yang
dilahirkan dapat mengalami cacat mata (buta), cacat kaki atau bagian tubuh yang lainnya serta terkadang anak yang dilahirkan sangat
lemah atau mati. Untuk tujuan menghindari perkawinan sedarah tersebut peternak harus dapat mencari pejantan lain yang berasal dari luar
sebagai penggantinya.
Ternak yang sudah tua dan tidak produktif lagi maka perlu adanya peremajaan induk dan pejantan secara teratur supaya hasil
produksinya dapat ditingkatkan dan dapat dipertahankan dari tahun ke tahun dengan induk yang sama jumlahnya. Peremajaan yang
optimal adalah 20% dari jumlah induk pertahunnya.
38
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
PENGEMBANGBIAKAN DOMBA
Perkembangbiakan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan agar ternak tersebut menghasilkan keturunan sehingga jumlah
ternaknya bertambah banyak dan mutunya pun meningkat. Berkaitan dengan perkembangbiakan ada beberapa hal yang perlu dipelajari
dan dipahami diantaranya karakteristik reproduksi, perkawinan, kebuntingan dan kelahiran anak.
A.
Karakteristik Reproduksi
Karakteristik reproduksi seekor domba mulai terlihat setelah mencapai masa seksual (balig). Dimana domba yang telah masak
seksual akan menunjukkan beberapa perubahan perilaku reproduksi berahi, ovulasi, siklus berahi dan kebuntingan.
1.
Perkawinan
Kegiatan utama yang dilakukan dalam suatu peternakan domba khususnya pembibitan yaitu bagai mana caranya agar peternak
dapat menghasilkan anak yang lebih banyak salah satu caranya yaitu melakukan perkawinan terhadap semua ternak-ternaknya.
Seekor ternak betina hanya akan mau menerima pejantan untuk dikawini hanya pada periode tertentu saja, yaitu pada saat
domba sedang mengalami masa berahi saja. Di luar masa berahi tersebut domba betina tidak akan mau mendekati atau didekati pejantan
dan kalau saja peternak memaksakan untuk melakukan perkawinan itu hanya akan sia-sia saja karena tidak akan mungkin jadi atau betina
tersebut tidak akan bunting karena tidak ada sel telur dari domba betina yang akan dibuahi.
Berahi domba betina hanya berlangsung selama 24-48 jam atau 1-2 hari, maka pada waktu inilah domba betina sebaiknya
untuk dikawinkan dan sebaiknya dikawinkan pada hari yang kedua dimana domba betina akan mengovulasikan sel telur pada akhir masa
berahi. Dalam melakukan perkawinan ini kita harus terarah dan menghindari untuk adanya inbreeding (perkawinan antara induk dan
pejantan yang memiliki kekerabatan masih dekat, anak dengan bapak, anak dengan induk serta antara saudara kandung) sebab dapat
berakibat keturunannya tidak baik (anaknya kecil, tidak sehat dan cacat), sehingga dalam melakukan perkawinan ini kita harus benar dan
hati-hati.
39
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
Ada dua kunci utama keberhasilan dalam melakukan perkawinan ternak domba yaitu: ketergantungan daripada kesuburan
domba betina dan pejantan serta pengaturan perkawinan ternaknya oleh peternak.
Kesuburan seekor domba betina dapat kita ukur dari keteraturan dan kemampuannya untuk beranak dengan cepat. Sementara
untuk mengetahui kesuburan dari seekor domba jantan dapat diukur dari sifat kejantanannya dalam hal jumlah sperma yang dihasilkan.
Pejantan yang normal akan memancarkan sperma sebanyak 0,5 cc yang berisikan sekitar 500 juta sel jantan pada setiap ejakulasi.
Walaupun peternak mengatahui bahwasannya baik ternak jantan dan betina tersebut dalam keadaan subur, tetapi jika peternak
tidak memperhatikan tingkah laku reproduksi ternak yang dipeliharanya, maka kesempatan yang baik untuk mengawinkan ternaknya akan
berlalu dengan suatu kesia-siaan. Akibatnya produktivitas ternak yang diinginkan tidak akan menjadi kenyataan dimana dalam waktu dua
tahun induk tidak dapat melahirkan sebanyak tiga kali, dan dalam hal ini peternak akan rugi baik dari segi biaya, waktu, pakan, tenaga dan
lain sebagainya.
Agar seorang peternak dapat melakukan pengaturan perkawinan dengan baik sebaiknya peternak selalu akan memperhatikan
hal-hal dibawah ini:
1). Domba betina dan betina dewasa kelamin pada umur 6-8 bulan
2). Domba mulai dewasa tubuh pada saat umur 18-20 bulan
3). Domba betina mulai dikawinkan untuk yang pertama kalinya pada umur 12-15 bulan, sedangkan domba pejantan 18-24 bulan
4). Siklus berahi terjadi setiap 17-21 hari sekali atau rata-rata 19 hari sekali
5). Lamanya berahi berlangsung selama 24-48 jam atau 1-2 hari
6). Saat yang paling tepat untuk mengawinkan domba yang sedang berahi ialah pada hari kedua
7). Lama bunting berlangsung 5 bulan atau 142 158 hari
8). Penyapihan anak dilakukan pada umur 4 bulan
9). Domba betina pada umur 60 hari sesudah melahirkan harus sudah diperhatikan tanda-tanda berahinya dan segera untuk
dikawinkan
10). Batas umur domba untuk diternakkan: betina 5-6 tahun, jantan 6-8 tahun
Seorang peternak perlu juga untuk membuat suatu kalender perkawinan domba, hal ini dilakukan untuk mempermudahkan
dalam menghasilkan produktivitas ternak yang efisien.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
(Bulan)
K1
L1
S1
L2
S2
L3
S3
K2
K3
Keterangan:
K = Kawin
L = Lahir
S = Sapih
Gambar 2. Kalender Perkawinan, Kebuntingan, Kelahiran dan Penyapihan Ternak Domba
Dalam melakukan perkawinan untuk yang pertama kali harus menunggu sampai domba yang bersangkutan memasuki dewasa
tubuhnya, karena domba yang telah dewasa tubuh maka organ-ogran tubuh yang satu dengan yang lainnya sudah harmonis dan
seimbang.
Perkawinan domba betina untuk yang pertama kali ini sebaiknya dilakukan pada umur 12-15 bulan, dengan demikian pada saat
induk tersebut melahirkan telah memasuki kedewasaan tubuh atau paling tidak mendekati kedewasaan tubuh, sehingga daya tahan
tubuhnya lebih kuat pada saat melahirkan. Walaupun domba betina yang telah dewasa kelamin pada umur 6-8 bulan sudah mulai
menunjukkan tanda-tanda berahinya untuk yang pertama, tetapi domba tersebut belum boleh untuk dikawinkan karena domba tersebut
dipandang belum cukup umur dan masih terlalu muda.
40
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
1).
2).
3).
Apabila ternak tersebut dikawinkan pada usia muda dapat menimbulkan hal-hal yang kurang menguntungkan antara lain:
Induk betina dan anak yang dilahirkan menjadi kurang sehat dan kuat
Induk akan mengalami kesulitan dalam melahirkan (distochia) karena pinggulnya masih sempit dan belum tumbuh dengan
sempurna
Induk yang melahirkan tumbuh kerdil dan tidak tumbuh secara wajar
Usaha ternak akan memberikan keuntungan jika peternak mampu mengatur produktivitas induk sehingga dalam melahirkan
anakan akan diperoleh dengan umur yang sebaya yang siap untuk dipasarkan. Hal ini dapat dilaksanakan oleh peternak dengan cara
mengawinkan induk-induk secara bersamaan sehingga induk secara bersamaan pula akan melahirkan dalam waktu yang bersamaan.
Penyerentakan berahi semacam ini merupakan salah satu kegiatan rekayasa proses reproduksi yang dapat diatur dengan cara:
1).
2).
3).
Bila pejantan selalu disatukan dalam suatu kelompok domba betina, maka proses perangsangan berahi yang muncul secara
serentak tidak akan pernah terjadi. Akan tetapi, bila dalam waktu lama induk-induk betina itu dipisahkan dengan pejantan maka kehadiran
pejantan dalam kelompok induk akan membuat suatu rangsangan fisiologis dalam bentuk proses perilaku reproduksi seperti aktivitas
berahi dan ovulasi karena ada bau, suara dan fisik pejantan.
Kehadiran pejantan sesaat pada kelompok betina sebelum akhir periode tidak berahi, maka akan menimbulkan atau membuat
betina tersebut berahi dan ovulasi lebih awal apabila dibandingkan dengan kelompok betina yang tidak dimasuki pejantan. Induk dalam
keadaan tidak berahi, misalnya induk yang sedang menyusui, mereka sering berovulasi dengan tanpa berahi, induk dalam periode
menyusui ini jika didekati oleh pejantan selama beberapa hari maka berahi pun akan muncul dan diikuti dengan proses ovulasi.
Untuk mengawinkan betina yang sedang berahi dapat dilaksanakan secara individu atau kelompok. Perkawinan betina yang
dilakukan secara individu dapat dilaksanakan baik di dalam kandang dan pamidangan, setelah peternak mengetahui bahwa ada betina
yang sedang berahi, maka betina tersebut dikeluarkan dari kumpulan betina lainnya yang ada dalam kandang, bawa betina untuk
dikawinkan di tempat pamidangan, di luar kandang maupun di kandang pejantan. Upayakan agar domba betina dapat dikawini sampai 2
kali, dengan tujuan agar jumlah sperma jantan yang masuk ke dalam alat reproduksi betina lebih banyak.
Perkawinan betina yang dilakukan secara kelompok dapat dilakukan di dalam kumpulan betina yang berada dalam sekatan
kandang atau beberapa ekor betina yang berahi dikeluarkan dari kandang kemudian disekat dan disatukan dengan pejantan. Untuk
mengetahui bahwasannya betina dalam kelompok tersebut semuanya telah dikawini pejantan atau belum, maka perlu adanya petugas
yang mengawasinya untuk mendapatkan keyakinan bahwa betina itu sudah dikawini semua.
Perkawinan secara kelompok juga dapat dilakukan dengan cara menyatukan pejantan dalam kelompok betina kurang lebih 2
bulan, dimana perbandingan jantan dan berina berkisar antara 1:10 sampai 1:15. Jika kondisi betina subur dan sehat, maka dengan
sendirinya selama dua bulan dicampurkan dengan pejantan semua betina sudah dikawini karena siklus birahinya sudah tercapat selama
dua bulan tersebut.
41
Materi Wirausaha Ternak Domba Garut - Seleksi dan Budidaya Bibit Domba Garut
Perkantoran Ciputat Indah Permai F1 Lt.2, Jl. Ir.H.Juanda No.50 Ciputat, Jakarta 15419
Telp. 021-7425835 (hunting) Fax./Telp. 021-7406757
Email : kampoengternak@yahoo.com Website : www.kampoengternak.or.id
SINKRONISASI BIRAHI
DAN INSEMINASI BUATAN
A. SINKRONISASI BIRAHI
1. Pengertian
Sinkronisasi Birahi adalah proses penyeragaman terjadinya Birahi pada hari tertentu atau dalam
kurun waktu 2 sampai 3 hari. Dengan perlakuan sinkronisasi semua ternak yang mengalami perlakuan
diharapkan secara serentak berada dalam kondisi Birahi.
2. Prinsip Fisiologis Sinkronisasi Birahi
Prinsip dasar dari sinkronisasi Birahi ada 2 (dua) macam secara fisiologis. Yang pertama adalah
penghambatan pelepasan hormon luteinizing hormone (LH) yang berfungsi dalam pematangan folikel
de Graaf untuk selanjutnya mestimulir pelepasan estrogen dan terjadinya ovulasi. Prinsip ini pada
dasarnya menghambat proses terjadinya Birahi.
Prinsip yang kedua adalah penyingkiran (pemecahan) corpus luteum. Corpus luteum yang telah
pecah atau dipecahkan akan menghasilkan estrogen sebagai hormon yang paling berperan dalam
proses Birahi. Secara prinsip metode penyingkiran ini berarti mempercepat terjadinya proses Birahi.
3. Manfaat Sinkronisasi Birahi
Manfaat yang dapat diperoleh dari program sinkronisasi Birahi adalah sebagai berikut :
a. Menyeragamkan proses Birahi, waktu perkawinan dan kelahiran ternak pada waktu yang relatif
bersamaan.
b. Memudahkan pelaksanaan perkawinan secara inseminasi buatan pada ternak yang dipelihara
secara ekstensif.
c. Meningkatkan keberhasilan program tranfer embrio, karena pada saat pemindahan embrio dari
donor ke penerima, keduanya harus dalam keadaan siklus Birahi yang sama.
d. Meningkatkan efisiensi reproduksi untuk meningkatkan produktifitas.
e. Mengefisienkan biaya, waktu dan tenaga kerja.
f. Mempermudah pembuatan proyeksi jumlah populasi dan waktu penjualan sesuai dengan
permintaan pasar dan pertimbangan ekonomis.
4. Jenis-jenis Metode Sinkronisasi Birahi
Sampai saat ini secara garis besar, berdasarkan proses dan prinsip fisiologisnya, metode
sinkronisasi Birahi dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu secara alami, mekanis manual, farmakologis,
dan laserpunktur.
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
a. Alami
Metode alami untuk sinkronisasi Birahi adalah dengan menggunakan jantan pengusik atau
teaser. Teknik ini biasanya digunakan di negara-negara yang memiliki empat musim, yaitu musim
semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Di daerah tersebut ternak-ternak tidak dapat
berproduksi sepanjang tahun akibat perubahan suhu dan perbedaan waktu siang dan malam.
Perubahan musim mengakibatkan ternak beradaptasi secara siklus reproduksinya, ada musim
produksi dan ada musim tidak produksi. Sinkronisasi secara alami akan efektif diterapkan sebelum
masuk masa reproduksi karena apabila diterapkan setelah masa produksi atau masa kawin
pengaruhnya tidak berbeda dengan proses siklus Birahi normal.
Teknik alami diawali dengan memisahkan ternak-ternak betina dari bentuk maupun suara
pejantan selama kurang lebih empat minggu (1 bulan). Setelah itu kelompok betina tadi dicampurkan
dengan pejantan pengusik (teaser) yang telah dipakaikan celemek bercrayon. Ternak betina akan
memperlihatkan gejala Birahi sekitar 24 hari kemudian pada domba dan 30 hari pada kambing, tetapi
pada kenyataan di lapangan biasanya menunjukkan ovulasi pada hari keenam setelah dicampurkan
dengan pejantan. Betina yang Birahi akan terlihat dari tanda pada punggungnya yang berasal dari
warna crayon, yang berarti betina tersebut diam ketika dinaiki oleh jantan pengusik.
Meskipun pada pelaksanaannya tidak terlalu sulit dan sangat murah tetapi keberhasilan metode
ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kesesuaian lokasi, waktu musim kawin, jenis ternak,
status nutrisi, dan umur ternak. Oleh karena itu sebelum dilaksanaan dalam program yang besar
harus dilakukan percobaan terlebih dahulu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Di
Indonesia metoda ini tidak efektif karena ternak di sini memiliki musim kawin sepanjang tahun.
b. Mekanik manual
Secara mekanis manual berarti perlakuan secara mekanis langsung oleh peternak atau teknisi
reproduksi terhadap ternak betina untuk menghilangkan bagian tertentu dari salah satu organ
reproduksi sehingga diperoleh efek fisiologis berupa Birahi. Bagian tertentu tersebut adalah corpus
luteum (CL) yang ada pada ovarium. Akibat dari penyingkiran CL tersebut maka terjadi pengecilan CL
yang diikuti oleh penurunan kadar progesteron. Karena progesteron menurun maka terjadi
peningkatan LH dan estrogen. Apabila estrogen dan LH meningkat maka akan terjadi perkembangan
folikel, Birahi, dan ovulasi.
Sinkronisasi dengan cara penyingkiran CL secara manual menyebabkan ternak mengalami
Birahi pada hari ke-2 sampai ke-7 atau rata-rata 3-5 hari (Toelihere, 1993). Metode ini efektif
dilakukan pada sapi, sedangkan pada domba dan kambing sulit dilakukan karena organ reproduksinya
(ovarium) sangat kecil.
Teknik penyingkiran CL dilakukan dengan cara memecahkan corpus luteum yang ada pada
ovarium. Metode ini sebenarnya merupakan langkah penanganan pada kasus corpus luteum
persistent (CLP), terutama pada sapi perah. Kejadian CLP banyak terjadi pada peternakan sapi perah
yang sedang mengalami kekurangan pakan, terutama protein. Teknisi reproduksi melakukan palpasi
per rektal, kemudian mencari ovarium dan CLP. Setelah benjolan CLP ditemukan, maka langsung
saja dipecahkan dengan cara mencongkelnya menggunakan ibu jari. Pada perlakuan ini akan terjadi
pendarahan kecil, tetapi tidak menyebabkan gangguan atau efek samping yang berarti bagi
kesehatan.
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
c. Farmakologis
Metode sinkronisasi secara farmakologis berarti sinkronisasi menggunakan obat-obatan, dalam
hal ini menggunakan hormon. Sampai saat ini metode tersebut merupakan metode yang paling
banyak digunakan di dunia peternakan karena aplikasinya paling mudah dan hasilnya cukup baik.
Meskipun mudah dan efektif hasilnya, secara ekonomis harga hormonnya masih sangat mahal,
sehingga sangat memberatkan bagi peternak kecil.
Hormon yang sering digunakan pada sinkronisasi Birahi adalah progesteron, estrogen, oxytocin,
dan prostaglandin. Dari keempat hormon tersebut yang paling banyak digunakan adalah prostaglandin
dan progesteron.
Pemberian prostaglandin dalam bentuk prostaglandin F2 (PGF2) akan menyebabkan
hambatan pengaliran darah melalui corpora lutea. Akibat dari pengurangan aliran darah yang lama
menyebabkan regresi corpus luteum. Seperti penjelasan sebelumnya, apabila CL mengalami regresi
maka terjadi penurunan kadar progesteron dan peningkatan LH yang akan merangsang pelepasan
estrogen sehingga terjadi Birahi dan ovulasi.
Gejala estrus dan ovulasi akan muncul antara 2-4 hari setelah perlakuan terakhir. Apabila dalam
kurun waktu tersebut tidak menunjukkan gejala Birahi maka diberikan lagi antara hari ke-10 sampai
hari ke-12. Tidak munculnya gejala Birahi pada perlakuan pertama disebabkan kondisi fisiologis ternak
yang berada pada fase folikuler. Prostaglandin akan efektif digunakan pada saat siklus reproduksi
memasuki fase luteal.
Apabila prostaglandin memberikan efek umpan balik positif maka progesteron memberikan efek
umpan balik negatif. Artinya pemberian progesteron akan menghambat proses Birahi. Dengan
demikian apabila pemberian progesteron dihentikan, maka akan terjadi Birahi. Hal ini terjadi karena
progesteron sebagai penghambat pelepasan LH, pertumbuhan folikel, Birahi, dan ovulasi. Apabila LH
dihambat maka estrogen tidak keluar sehingga tidak terjadi Birahi. Sebaliknya apabila progesteron
berhenti menghambat maka LH akan keluar sebanyak-banyaknya akibat akumulasi pada saat
dihambat. Jika LH keluar maka estrogen keluar dan terjadi Birahi.
Pada perlakuan menggunakan progesteron akan terlihat gejala Birahi setelah hari ke-2 sampai
hari ke-8. Berbeda dengan prostaglandin yang efektif diberikan pada fase luteal, pemberian
progesteron tidak perlu memperhatikan kondisi siklus Birahi, pada waktu kapan pun efektifitas
progesteron cukup baik, meskipun interval waktunya relatif panjang.
Hormon yang ketiga dan keempat adalah estrogen dan oxytocin. Kedua hormon tersebut
digunakan untuk meng-involusikan corpus luteum. Tindakan meng-involusikan corpus luteum adalah
untuk mengecilkan corpus luteum sehingga terjadi penurunan progesteron dan memperpendek siklus
Birahi, pada sapi bisa menjadi 8 sampai 12 hari saja, padahal siklus normalnya 19- 21 hari. Banyak
ahli yang tidak menganjurkan perlakuan involusi corpus luteum menggunakan estrogen karena tidak
praktis dan berbahaya bagi pemakaian rutin (Toelihere, 1993).
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
Pada saat ini telah diperkenalkan 2 (dua) teknik pendeposisian hormon secara intravaginal,
yaitu : CIDR (Controlled Internal Drug Release) dan metode spon. Pada CIDR biasanya menggunakan
hormon PGF2, sehingga proses kerja dari teknik ini sama dengan proses kerja hormon PGF2 yaitu
sebagai luteolitik atau menghancurkan CL. Adapun komponen atau alat yang digunakan berupa
rangkaian plastik berbentuk huruf Y yang diikat seutas tali, pada salah satu ujungnya ditaburi dengan
serbuk hormon. Sekilas alat tersebut seperti alat kontrasepsi spiral yang ditanam di vagina. Untuk
memasukkannya ke dalam vagina harus menggunakan aplikator khusus seperti memasukkan spiral.
CIDR disimpan selama 12 -14 hari, kemudian dikeluarkan dengan cara menarik tali yang diikatkan tadi
secara hati-hati. Ternak akan Birahi antara hari ke-2 sampai hari ke-3 setelah CIDR dilepas.
Metode intravaginal yang kedua adalah sistem spon. Spon yang digunakan kira-kira berbentuk
kubus ukuran 1 cm# dan harus steril dari kuman penyakit. Kemudian spon tersebut diikat dengan tali
sepanjang 20 cm. Ke dalam spon tersebut diteteskan beberapa tetes hormon yang diinginkan sesuai
dosis yang ditetapkan atau langsung dicelupkan. Sebagai pembawa, hormon dicampur dengan
minyak jagung yang kadar lemaknya rendah untuk memperlambat penyerapan. Selanjutnya spon
tersebut dimasukkan ke dalam vagina sedalam kira-kira 10-15 cm dengan dibantu sebuah aplikator
yang steril. Spon berada di dalam vagina selama 12-14 hari untuk domba dan 16-18 hari untuk
kambing (Evans dan Maxwell, 1986). Hasil percobaan lainnya menyatakan bahwa waktu
pendeposisian selama kurang dari satu minggu sudah cukup untuk penyerapan hormon. Singkatnya
waktu yang digunakan untuk menghindari adanya infeksi di tempat pendeposisian. Banyak kasus
yang melaporkan bahwa penggunaan spon menyebabkan iritasi kemudian infeksi dan akhirnya
mengakibatkan rusaknya saluran reproduksi terutama vagina. Setelah waktu pendeposisian berakhir
spon dikeluarkan kembali dengan hati-hati. Gejala Birahi akan muncul 2-3 hari kemudian.
5) Implantasi subcutan
Metode farmakologi lainnya adalah metode implant di bawah kulit. Teknik pemberian hormon
secara implantasi dilakukan dengan cara menyisipkan bahan implan di bawah kulit. Biasanya
diletakkan di bawah kulit pada telinga atau di sekitar punggung dan leher. Untuk melakukan
penyisipan tersebut harus dilakukan melalui penyayatan kulit menggunakan pisau scalpel dan gunting
yang steril. Efektifitas dari teknik ini hampir sama dengan metode intravaginal menggunakan spon.
Teknik implan di bawah kulit biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian atau
perusahaan peternakan yang telah maju sehingga jika dilakukan pada peternakan rakyat sangat sulit
dan mahal.
d. Laserpunktur
Laserpunktur berasal dari dua kata yaitu laser yang berarti sinar laser (LASER = Light
Amplification by Stimulated Emission of Radiation) dan punktur yang berarti titik. Secara umum
laserpunktur berarti teknik penggertakan titik-titik akupunktur menggunakan sinar laser untuk
menghasilkan efek tertentu. Titik-titik akupunktur bekerja sebagai reseptor terhadap organ-organ
tertentu sehingga mampu meningkatkan daya kerjanya.
Untuk tujuan sinkronisasi Birahi titik-titik yang digertak adalah titik-titik reproduksi. Lama
stimulasi bervariasi mulai dari 5 sampai 30 detik., tetapi yang paling baik adalah 20 detik selama 3 hari
berturut-turut pada 17 titik. Dari aplikasi tersebut diperoleh angka keberhasilan Birahi sebesar
90-100%.
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
Setelah 24 jam penembakan terakhir akan terlihat gejala-gejala Birahi dan dengan pemeriksaan
hormonal terdapat peningkatan hormon reproduksi. Kemunculan gejala Birahi sangat bervariasi pada
setiap perlakuan dan tergantung kondisi ternak serta kemampuan operator. Kisaran waktu timbulnya
Birahi setelah penembakan terakhir adalah 8 24 jam atau rata-rata 12-18 jam. Yang paling panjang
waktu kemunculan Birahinya adalah 2-4 hari.
Sinkronisasi menggunakan laserpunktur memilki nilai ekonomis yang jauh lebih murah
dibandingkan dengan sinkronisasi menggunakan hormon. Nilai ekonomis tersebut bisa mencapai
seperlima dari sinkronisai menggunakan hormon. Akan tetapi investasi awal untuk membeli pesawat
laserpunktur cukup mahal, sehingga masih belum dapat dinikmati oleh semua kalangan peternak.
Komponen peralatan laserpunktur yang digunakan adalah sejenis laser lunak (soft laser) yang
spesifikasinya sebagai berikut (Adikara, 2001) :
Power Supply, sebagai berikut :
- Kemampuan 50 Hz
- Kekuatan listrik 220 Volt, 50 Watt
- Kekuatan dry cell battery 2 Volt
- Power supply yang ditimbulkan sebesar 5 sampai 10 mW
Tabung Laser, mempunyai spesifikasi :
- Terdiri dari Helium-Neon Gas Laser (Soft Laser) (1,0 mmHg gas Helium dan 0,1 mmHg gas
Neon) yang diberi tegangan searah (DC)
- Panjang gelombang sebesar 6328 Ao
- Daya/kapasitas sinar selama 400 jam
Kabel Transmisi spesifik lapisan anti tegangan tinggi sepanjang 1,5 - 2 meter
B. INSEMINASI BUATAN
1. Pengertian
Inseminasi Buatan (IB) adalah sebuah teknik reproduksi untuk mengeluarkan semen ternak
jantan dan memasukkannya ke dalam alat reproduksi ternak betina dengan menggunakan bantuan
alat. Di dalam teknik ini kontak langsung antara ternak jantan dengan ternak betina tidak terjadi
(Evans dan Maxwell, 1986). Secara umum kegiatan dalam inseminasi buatan meliputi penampungan,
penanganan, penyimpanan sampai penggunaan semen dari ternak jantan yaitu pemasukkan semen
ke dalam alat reproduksi betina.
2. Jenis-jenis IB
Berdasarkan tempat pendeposisian (penempatan semen), teknik IB yang sering dilakukan
dibagi ke dalam tiga, yaitu intra vaginal, intra cervical, dan intra uterin. Intra vaginal berarti semen
dimasukkan dan dideposisikan ke dalam vagina. Teknik ini hanya bisa menggunakan semen fresh dan
banyak, jika menggunakan semen cair yang diencerkan atau semen beku tidak efektif. Intra cervical
berarti semen dideposisikan ke dalam cervic kira-kira 1 cm. Intra uterin berarti semen dideposisikan ke
dalam uterus (pada domba dan kambing harus melalui operasi laparoskopi).
3. Keberhasilan
Dari beberapa penelitian diperoleh nilai keberhasilan inseminasi buatan pada ternak domba dan
kambing sebesar 45 70 %. Nilai tersebut jauh di bawah kawin alami. Keberhasilan IB menggunakan
semen cair (fresh) berkisar antara 55 70 %, sedangkan dengan menggunakan semen beku berkisar
antara 45 60 %. Keberhasilan IB dipengaruhi oleh fertilitas induk yang ditunjukkan dengan gejala
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
Birahi, fertilitas pejantan yang ditunjukkan dengan kualitas semen yang baik, dan keterampilan
inseminator sebagai operator.
C. SINERGIS ANTARA SINKRONISASI DENGAN INSEMINASI BUATAN
Dalam dunia peternakan, produksi yang tinggi merupakan hal yang sangat didambakan. Akan
tetapi permasalahan di lapangan tidak selalu berpihak kepada peternak. Permasalahan yang sering
muncul adalah masalah efisiensi reproduksi yang akan berpengaruh terhadap tingkat produktifitas.
Permasalahan lainnya adalah ketidakmampuan untuk menentukan angka produktifitas yang
tepat, sehingga akan berpengaruh terhadap kontinuitas produk yang dihasilkan. Hal tersebut
menyebabkan pasar kurang merespon penawaran dari peternak karena belum ada kepastian produk
baik kualitas, keseragaman maupun kontinuitas.
Untuk mengatasi hal tersebut teknologi sinkronisasi Birahi merupakan jawaban yang paling
tepat. Dengan sinkronisasi akan diketahui kapan ternak harus dikawinkan dan kapan ternak akan
melahirkan. Apabila telah mengetahui kapan ternak akan melahirkan berarti sudah tahu kapan ternak
tersebut bisa dijual. Kemampuan untuk memberikan proyeksi semacam itu akan memberikan nilai
tawar yang tinggi kepada peternak ketika berhadapan dengan pasar.
Dalam melakukan sinkronisasi biasanya tidak pernah melakukan hanya beberapa ekor induk
saja, tetapi banyak induk yang dapat disinkronisasi, sehingga teknik perkawinan pun harus yang
mampu melayani banyak induk. Kawin alami bukan jawaban yang tepat, karena kemampuan ternak
jantan untuk mengawini induk betina terbatas, apalagi hanya memiliki beberapa pejantan saja.
Dengan teknologi IB terutama pengenceran dan penyimpanan semen yang banyak dan lama akan
mampu memenuhi kebutuhan perkawinan induk yang disinkronisasi.
D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Secara umum kelebihan dan kekurangan teknologi sinkronisasi Birahi dengan laserpunktur dan
teknologi inseminasi buatan seperti di bawah ini (Evans and Maxwell, 1986).
1. Kelebihan
1.1. Mampu memperbaiki mutu genetik ternak (dengan menggunakan semen yang berasal dari
pejantan unggul)
1.2. Memudahkan transportasi material genetik ke tempat yang sulit (semen yang sudah dibekukan
bisa dibawa kemana-mana bahkan antara negara)
1.3. Mampu menyimpan semen dalam waktu yang cukup lama (semen beku bisa bertahun-tahun))
1.4. Meningkatkan efisinsi reproduksi, waktu, tenaga dan biaya (adanya kepastian waktu untuk
kawin, lahir dan menjual)
1.5. Mengurangi dan menghilangkan kebutuhan pejantan yang banyak (satu pejantan bisa untuk
banyak induk betina dengan pengenceran semen)
1.6. Bisa digunakan apabila hanya memiliki pejantan yang sudah berkurang kemampuannya untuk
kawin (karena tua atau cedera, semennya ditampung dan dibekukan)
1.7. Mampu mencegah dan mengendalikan penularan penyakit yang ditularkan melalui perkawinan
1.8. Menjaga keakuratan pencatatan (rekording) karena data-datanya komplit
1.9. Mampu melakukan perkawinan dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relatif serentak
1.10. Keberhasilan sinkronisasi tinggi (diatas 90 %) apabila dikerjakan oleh operator yang telah
berpengalaman
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
2. Kekurangan
2.1. Kemungkinan terjadinya inbreeding sangat tinggi karena menggunakan semen yang berasal dari
pejantan yang sama dalam satu populasi
2.2. Potensial terjadi kekurangakuratan data apabila label atau pendataan semen rusak atau hilang
2.3. Penularan penyakit dari semen bisa terjadi apabila selama proses pengolahan semen tidak
memenuhi standar kesehatan
2.4. Penurunan fertilitas apabila deteksi Birahi tidak akurat atau terlewat dan penanganan semen
yang akan diinseminasikan tidak benar
2.5. Biaya investasi peralatan awal cukup mahal
2.6. Keberhasilan IB pada ternak domba kambing rendah jika dibandingkan dengan kawin alami
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
DAFTAR PUSTAKA
Adikara, RTS. 2001. Teknologi Laserpunktur pada Ternak. Pusat Penelitian Bioenergi Lembaga
Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya.
Evans, G. and WMC. Maxwell. 1986. Salamons Artificial Insemination of Sheep and Goats.
Butterworths.
Toelihere, MR. 1993. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
I. MANAJEMEN KESEHATAN
Berbagai kendala yang dihadapi dalam usaha ternak domba kambing antara lain ketersediaan
bibit, timbulnya penyakit parasiter yang menghambat pertambahan bobot badan ternak (mengganggu
produktivitas), walaupun angka kematiannya relatif rendah. Penyakit infeksius yang disebabkan oleh
virus dan bakteri sering menimbulkan kematian yang cukup tinggi.
Meskipun dari komponen biaya produksi masalah kesehatan hewan hanya sekitar 6% dari total
biaya produksi, tetapi dampak yang ditimbulkannya pada saat akan panen produksinya dapat
berpengaruh mencapai 60% bahkan hingga 80%. Oleh karena itu, manajemen kesehatan hewan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistim usaha ternak domba kambing.
Upaya pencegahan merupakan tindakan terbaik, sedangkan penanggulangan terhadap penyakit
penyakit tertentu tetap diperlukan apabila situasi dan kondisinya menuntut dilakukan tindakan tersebut.
Kesehatan ternak sangat penting karena akan menyebabkan kerugian-kerugian sebagai berikut: (a)
Gangguan pertumbuhan (pertambahan berat bdan harian rendah)
(b) Dewasa kelamin atau umur beranak pertama terlambat, (c )Daya reproduksi terganggu
( d) Efisiensi pakan rendah, dan ( e ) Kematian ternak.
Maka daripada itu dalam pemeliharaan ternak perlu mengetahui sedini mungkin gejala gejala atau
tanda penyakit secara umum, antara lain: (a) kurang nafsu makan/tidak mau makan, (b) tidak
lincah/lebih banyak diam, (c) lemah/lesu, (d) menyendiri, (e) menggaruk-garuk badan, (f) kotoran tidak
normal (warna, bau, konsistensi), (g) dan lain sebagainya.
A. Prinsip Kesehatan
Salah satu penunjang keberhasilan suatu peternakan adalah kesehatan. Kesehatan yang
dimaksud meliputi kesehatan hewan dan lingkungan. Hewan akan berproduksi optimal apabila kondisi
tubuhnya dalam keadaan sehat. Sehat dalam pengertian tidak terinfeksi suatu penyakit dan terhindar
dari penyakit yang akan masuk ke dalam tubuh hewan. Untuk mencapai kondisi seperti itu seharusnya
dilakukan dua langkah, yaitu pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif). Pengobatan yang
dilakukan bisa bersifat rutin pada kasus-kasus yang memerlukan penanganan dalam waktu yang lama
dan pengobatan insidentil untuk kasus-kasus khusus yang jarang terjadi tetapi sangat fatal. Pencegahan
biasanya dilakukan secara rutin, bisa sebulan sekali, tiga bulan sekali atau pada waktu tertentu untuk
menghindari penularan penyakit baik yang bersifat horizontal (antar hewan) maupun yang bersifat
vertikal (dari induk ke anak).
Di dalam ilmu kesehatan selalu ada keterikatan antara 3 faktor, yaitu tubuh (hewan), agen
penyakit (mikroorganisme, parasit, gangguan metabolisme), dan lingkungan (tempat hidup, makhluk
hidup lainnya, dan rangsangan dari luar). Apabila ketiga faktor tersebut dalam posisi seimbang maka
tubuh (hewan) tersebut dikatakan sehat (tidak menunjukkan gejala sakit). Jadi sehat itu bukan berarti di
dalam tubuhnya tidak ada penyakit, tetapi tubuh (pertahanan tubuh) mampu menetralisir penyakit
tersebut sehingga tidak menunjukkan gejala penyakit. Dari ketiga faktor tersebut yang paling penting
adalah pengendalian faktor lingkungan, karena perubahan lingkungan ke arah yang buruk akan
meningkatkan kuantitas dan kualitas penyakit serta penurunan ketahanan tubuh.
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
50 Manajemen Kesehatan
Gangguan atau perubahan pada salah satu faktor di atas akan menimbulkan gejala suatu
penyakit, sehingga akan disebut sakit. Jumlah atau daya infeksi yang meningkat dari sebuah penyakit,
sedangkan kondisi tubuh tetap akan menimbulkan gejala penyakit karena pertahanan tubuh tersebut
tidak mampu melawan peningkatan kuantitas dan kualitas penyakit. Sebaliknya, meskipun jumlah
penyakit tidak meningkat tetapi pertahanan tubuh menurun juga akan menimbulkan munculnya gejala
penyakit. Peningkatan jumlah dan kekuatan penyakit serta penurunan pertahanan/kekebalan tubuh
sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang kotor akan memudahkan peningkatan jumlah bibit
penyakit. Perubahan iklim, perubahan tempat tinggal, dan adanya rangsangan dari luar akan
menyebabkan hewan stress yang menyebabkan hewan mengalami penurunan ketahanan tubuh.
Kondisi tersebut akan menyebabkan hewan sakit.
B. Program Teknis
1. Pemeriksaan Rutin
1.1. Pengontrolan rutin
Pengontrolan rutin merupakan langkah awal dalam rangka penanganan kesehatan. Kegiatan ini
dilakukan minimal tiga kali sehari, yaitu pagi (pukul 06.00-07.00), siang (pukul 11.00-12.00), dan sore
(pukul 16.30-17.30). Tujuan dari pengontrolan rutin adalah untuk memeriksa kondisi hewan pada saat
istirahat, bergerak dan makan. Keadaan atau penampakan hewan pada tiga kondisi tersebut dapat
memberikan petunjuk apakah hewan itu sehat atau sakit. Selain melihat kondisi kesehatan,
pengontrolan rutin juga dapat digunakan untuk menjaga keamanan hewan, misalnya dari terperosok di
antara sarang (lantai) kandang terutama anak yang baru lahir dan keselamatan hewan dari binatang
pemangsa (anjing).
1.2. Pemeriksaan kesehatan umum tiap individu
Pemeriksaan kesehatan umum tiap individu merupakan program untuk mengetahui kondisi
umum tiap ekor hewan yang pada saat pengontrolan rutin kurang mendapat perhatian. Kegiatan ini
dilakukan sebulan sekali dan bisa dijadikan dasar untuk proses seleksi induk yang akan dipertahankan
sebagai bibit atau dikeluarkan untuk diganti, karena menurut kesehatan kurang baik untuk tetap
berproduksi, seperti induk-induk yang sering mengalami abortus atau ada kelaianan pada alat
reproduksinya.
1.3. Pemeriksaan kebuntingan
Pemeriksaan kebuntingan dilakukan setiap bulan untuk mengetahui keberhasilan perkawinan
yang dilakukan bulan sebelumnya. Selain pemeriksaan secara fisik juga dilakukan berdasarkan data
rekording yang ada, hal ini untuk mengecek kebenaran hasil pemeriksaan fisik. Data jumlah induk yang
bunting akan digunakan untuk pengambilan kebijakan dan program bulan berikutnya.
Pemeriksaan secara fisik dilakukan dengan palpasi profundal atau meraba daerah perut bagian
dalam untuk merasakan adanya jendolan fetus yang ada pada rahim domba. Posisi pemeriksaan antara
domba dengan pemeriksa yang baik adalah berlawanan arah dan kepala domba diselipkan diantara
kedua kaki. Palpasi dimulai dari bagian dada pada akhir tulang rusuk lalu merambat ke belakang dan
pinggir perut. Posisi fetus akan terasa jelas pada perut sisi kanan karena pada sisi kiri akan terhalang
oleh rumen.
Fetus umur kurang dari satu bulan belum jelas terasa dan sulit dibedakan dengan usus besar
karena masih sangat kecil (sebesar kelingking) sehingga untuk memastikannya harus dibantu dengan
data kawin. Pada umur dua bulan akan jelas terasa sebesar ibu jari kaki. Bagi yang jarang melakukan
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
51 Manajemen Kesehatan
pemeriksaan kebuntingan sangat sulit mendapatkannya karena posisinya masih di daerah pelvis (tulang
kelamin) dan meskipun sudah mendekati daerah sepertiga perut belakang terkadang dikelirukan dengan
omasum (lambung buku) karena besarnya hampir sama. Fetus yang berumur tiga bulan akan mudah
merasakannya karena sudah semakin besar kira-kira sebesar kaki bayi atau sebesar kepalan tangan
dan posisinya semakin maju sampai ke daerah perut bagian tengah. Pada umur kebuntingan tiga bulan
detak jantung fetus sudah dapat didengarkan dengan menggunakan stetoskop. Setelah berumur empat
bulan fetus akan terus membesar dan bisa dirasakan secara jelas dengan palpasi superfisial pada
bagian depan bawah perut, tepat pada akhir tulang rusuk. Menjelang kelahiran pada umur kebuntingan
lima bulan posisi fetus akan terus bergerak ke belakang perut dan mendekati saluran kelahiran. Pada
umur kebuntingan empat dan lima bulan akan terlihat gerakan-gerakan fetus secara jelas pada perut
sebelah kanan bawah. Satu minggu sebelum melahirkan ambing induk akan cepat membesar dan
kelihatan memerah terutama pada bagian putingnya yang menandakan proses pembentukan air susu
sudah sempurna untuk mempersiapkan kelahiran anak.
2. Pengobatan Rutin
2.1. Pengobatan harian
Pengobatan rutin dilakukan terhadap hewan-hewan penderita penyakit yang memerlukan
pengobatan lebih dari satu kali, seperti penyakit orf, pink eye, miasis, dan abscess. Proses
persembuhan penyakit-penyakit tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga harus diobati
secara rutin. Kegiatan ini dilakukan setiap hari.
2.2. Penanganan kasus-kasus khusus
Penanganan kasus-kasus khusus biasanya dilakukan secara insidentil. Contoh kasus-kasus
khusus adalah distokia (kesulitan melahirkan), fraktura (patah tulang), hypocalsemia (kekurangan
kalsium sehingga hewan lumpuh), dan prolapsus uteri (keluarnya rahim pada saat melahirkan). Kasuskasus tersebut harus ditangani secara khusus karena memerlukan pengalaman dan bahan serta alat
yang belum tentu tersedia, sedangkan hewan harus segera ditangani untuk mengurangi penderitaannya.
2.3. Pemberian obat cacing
Pemberian obat cacing adalah langkah preventif untuk mencegah terinfeksi cacing. Pemberian
obat cacing (anthelmintika) pada anak dimulai saat anak berumur satu bulan. Pengulangan dilakukan
setiap bulan dan, selanjutnya diulangi setiap tiga bulan. Pada domba dewasa pengobatan cacing
dilakukan setiap 3 bulan. Untuk mencegah penularan cacing secara vertikal dilakukan pengobatan pada
induk bunting tua (5 bulan).
2.4. Vaksinasi orf
Vaksinasi orf dilakukan pertama kali saat anak berumur satu bulan pada bagian medial paha
secara pencacaran, kemudian diulang setahun kemudian, selanjutnya diulangi setiap tahun. Selain
dilakukan pada anak, vaksinasi orf dilakukan juga pada induk yang bunting tua untuk pencegahan
kemungkinan adanya penularan secara vertikal dari induk ke anak. Vaksin yang digunakan dibuat
sendiri dari keropeng hewan yang menderita setelah diencerkan dengan gliserin 50 % dan
konsentrasinya 1%, vaksinasi seperti ini dikenal dengan sebutan autovaksin.
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
52 Manajemen Kesehatan
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
53 Manajemen Kesehatan
Kelainan-kelaianan tersebut jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian anak
bahkan kematian induk karena kehabisan tenaga untuk mengeluarkan anak. Untuk mencegah hal
tersebut, maka harus segera dibantu. Langkah-langkah dalam membantu kelahiran adalah sebagai
berikut:
1. Bersihkan vulva dan daerah sekitarnya dengan sabun
2. Cucilah tangan dan lulur dengan sabun yang lunak sebagai pelicin
3. Masukkan tangan pelan-pelan dengan posisi menguncup ke dalam lubang kelahiran
4. Rasakan dan pastikan bagian-bagian tubuh anak seperti kaki, kepala, dan bagian lainnya dari
satu atau dua anak (kembar)
5. Jika posisi anterior harus merasakan kaki depan dan kepala, bila salah satu kaki belum ketemu
maka harus dicari yang satunya lagi, kemudian tarik dengan lembut dan hati-hati ke posisi yang
normal untuk mengeluarkan anaknya
6. Jika posisi posterior, kedua kaki belakang harus sejajar. Perbedaan kaki depan dan belakang
adalah pada arah telapak kaki. Kaki depan mengarah ke bawah, sedangkan kaki belakang
mengarah ke atas
7. Apabila sebagian tubuh anak tidak terletak pada posisi yang normal maka harus dibetulkan ke
posisi yang benar (reposisi), kemudian tariklah dengan lembut untuk mengeluarkan anaknya
(traksi) dan operasi jika tindakan reposisi dan traksi tidak bisa dilakukan lagi serta akan
mengancam keselamatan induk dan anak
8. Untuk membantu pernafasan setelah anak keluar, maka bersihkanlah lender yang terdapat di
dalam hidung dengan cara menggelitik bagaian dalam hidung dengan seutas jerami atau
pegang kaki belakang kemudian diayunkan dengan hati-hati
9. Terakhir jika anak sudah bisa bernafas, dekatkanlah kepada induknya untuk dijilati sampai
kering dan disusui
3.3. Penanganan Induk dan Anak Setelah Proses Kelahiran
Setelah anak lahir segera dibersihkan lendir-lendir yang ada di sekitar mulut dan hidung untuk
mempercepat dan memperlancar proses pernafasan, lalu kembalikan kepada induknya untuk
dibersihkan semua lendir dari badan anak yang baru lahir tersebut. Langkah selanjutnya adalah segera
memotong dan mengolesi sisa tali pusar dengan desinfektan (betadin atau yodium tinctur). Pada dua
jam pertama anak harus mendapatkan kolostrum dari induknya, apabila dalam waktu tersebut belum
bisa menyusu maka harus dibantu dengan mendekatkan anak kepada induknya atau diperaskan.
Induk yang menjilati anaknya akan membantu proses pengeluaran plasenta dan merangsang
penurunan air susu. Setelah melahirkan induk segera diberikan pakan yang cukup dan baik untuk
memulihkan kembali kondisi tubuhnya.
3. 4. Pemberian Susu Tambahan Anak Bermasalah
Kegiatan ini dilakukan terhadap anak-anak yang lahirnya lemah karena ambing induknya tidak
cukup memproduksi air susu atau induknya galak. Susu tambahan juga diberikan kepada anak-anak
yang lemah sejak lahir serta anak yang ditinggal mati induknya. Pemberian susu sapi murni bisa
dilakukan dua kali sehari. Pemberian dilakukan di kotak nursery atau di dalam kandang. Anak yang
lemah tadi berada pada kotak nursery selama dua bulan sambil dilatih untuk makan rumput dengan cara
dilepaskan pada pagi hari dan dikembalikan ke kotak nursery pada sore hari atau diberi rumput khusus
untuk anak di kotak nursery. Setelah berumur dua bulan diharapkan anak sudah bisa mencari makan
sendiri dan memiliki kekuatan tubuh seperti yang disusui induknya.
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
54 Manajemen Kesehatan
Jika anak yang disimpan pada kotak nursery tersebut berasal dari induk yang tidak ada air
susunya yang berarti belum pernah mendapatkan kolostrum, maka kolostrum yang berasal dari induk
yang anaknya mati digunakan sebagai pengganti. Selain dengan menggunakan susu dari induk lain,
pengganti kolostrum bisa dengan membuat susu jolong yang diberikan selama dua hari sejak
kelahiran. Susu jolong merupakan campuran dari susu sapi murni (500 ml) atau skim (3 sendok makan),
minyak ikan (satu sendok teh), satu buah telur ayam, dan setengah sendok makan gula pasir. Semua
bahan tersebut dicampur di dalam air matang sebanyak 1 liter. Pemberian susu jolong dilakukan
sebanyak 3-4 kali sehari masing-masing 250 ml per ekor. Untuk selanjutnya sampai hari ke-7
(seminggu) diberikan susu buatan, dengan komposisi: 3 sendok makan susu bubuk (skim), 1 gelas air
matang, sedikit mentega (1 sendok teh), dan setengah sendok makan gula pasir. Pemberian susu
buatan ini sampai berumur 2 bulan.
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
55 Manajemen Kesehatan
1. PENYAKIT BAKTERIAL
a. ANTHRAX ( Radang limpa/ splenic fever/charbon/milzbrand)
Gejala Klinis
- demam tinggi ( >41,5oC), anoreksia (tidak nafsu makan)
- permukaan mulut dan mata merah tua sampai ungu
- kadang-kadang diare berdarah, air kencing merah sampai berdarah
- nafas cepat dan dangkal, denyut nadi cepat dan lemah
- lidah, kerongkongan, daerah anus dan vulva bengkak
- Mati : keluar darah dari lubang kumlah
PA: darah cair dan tidak beku, limpa bengkak
Penyebab dan Penyebaran
- Bacillus anthracis, preparat ulas darah telinga, pemeriksaan laboratorium
+ vegetatif : ada di dalam tubuh hewan, berasal dari spora/kuman yang tertelan
+ spora/inaktif : jika berhubungan dengan udara (O2)
disebarkan jika memakan makanan tercemar spora (termasuk produk
bahan makanan asal hewan seperti tepung tulang, daging yang tidak
dimasak sampai matang)
- Ada 3 tipe yang terkenal :
+ kulit : cenang hideung, malignant pustule, malignant carbuncle (dari cairan,
darah, spora
yang mengenai luka)
+ intestinal : sakit perut, muntah (memakan daging tercemar), mematikan manusia
+ pernafasan/pneumonia : sesak nafas (menghirup udara yang mengandung spora ketika
menangani bulu atau kulit hewan terinfeksi)
- Akut : 48 jam menyebabkan kematian
- Per akut : 2-6 jam menyebakan kematian (kambing)
Pengobatan dan Pencegahan
- Antibiotika : Tetracicline, Penicillin dosis tinggi (lima hari berturut-turut)
- Hewan yang ada di wilayah tertular : Vaksinasi
- Mati jangan dibuka : spora (tidak mati dengan pemanasan dan pendinginan, bisa tahan hidup
bertahun-tahun di dalam tanah
- Bangkai dikubur : pembusukan dan kekurangan O2 akan menghalangi pembentukan spora dan
bisa membunuh bakteri
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
56 Manajemen Kesehatan
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
57 Manajemen Kesehatan
2. PENYAKIT VIRAL
a. ORF (Contagious echtyma, Scabby mouth, Bengoran, Dakangan)
Gejala Klinis
- peradangan pada kulit sekitar mulut, kelopak mata, alat genital, ambing, medial kaki dan daerah
yang jarang ditumbuhi rambut
- peradangan menjadi lepuh-lepuh yang mengeluarkan cairan
- membentuk kerak-kerak yang akan mengelupas setelah 1-2 minggu
- bibir bisa menyerupai bunga kol
- pada hewan muda bisa menimbulkan kematian karena kesulitan makan
- pada manusia : lepuh-lepuh pada tangan dan lengan, mengering dan mengeras
- infeksi sekunder memperparah penyakit
Penyebab dan Penyebaran
- virus parapox
- tahan terhadap pengaruh udara luar dan kekeringan
- tetap hidup di luar sel beberapa bulan dan bertahun-tahun pada keropeng kulit
- pada suhu kamar bisa hidup sampai 15 tahun
- hewan yang sembuh akan kebal lama dan tidak akan terjangkit lagi
- menyebar secara langsung melalui luka, kontak dan menyusui
- menyerang segala umur : hewan muda paling rentan
Pengobatan dan Pencegahan
- Antibiotika spektrum luas (infeksi sekunder), multivitamin (kondisi badan)
- Bekas luka diobati dengan salep, iodium tinctur, methilene blue
- Vaksinasi : autovaksin
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
58 Manajemen Kesehatan
3. PENYAKIT METABOLIK
-
suatu gangguan yang menyangkut kekurangan atau ketidakmampuan penguraian proses fisik
dan kimiawi dalam tubuh (metabolisme)
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
59 Manajemen Kesehatan
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
60 Manajemen Kesehatan
61 Manajemen Kesehatan
e. MENCRET/DIARE
Gejala Klinis
- merupakan gejala penyakit pada perut
- feses lembek sampai cair, kadang-kadang berdarah atau ada zat lain yang menyertai (luruhan
sel usus, cacing, dll)
Penyebab
- secara garis besar ada 3, yaitu : bakteri, parasit internal (cacing, protozoa), dan kesalahan
makan atau cuaca (non infeksi)
- bakteri : terjadi pada anak baru dilahirkan karena terlambat pemberian kolostrum (> 8 jam)
sehingga anak kurang mampu menyerap zat kebal dari induk, akibatnya pertumbuhan bakteri E.
coli lebih cepat dibanding bakteri Lactobacillus yang menguntungkan, mencret akibat infeksi E.
coli
- parasit internal : menyerang anak di bawah 2 bulan karena pemberian pakan yang mengandung
parasit dan kandang yang kotor
- non infeksi : karena kandang kotor, lembab dan pemberian pakan dengan serat kasar tinggi
atau perubahan pakan
Pengobatan dan pencegahan
- antibiotika yang tepat untuk akibat bakteri
- mengusahakan pemberian kolostrum secepat mungkin (1/2 jam setelah lahir)
- selalu memberi obat cacing secara rutin, manajemen pakan
4. PENYAKIT PARASITIK
-
a. COCCIDIOSIS
Gejala Klinis
- kehilangan nafsu makan, diare berdarah kehitaman, merejan, muka pucat
- kematian mencapai 15 %
Penyebab dan Penyebaran
- parasit yang sangat kecil di dalam sel-sel usus, Eimeria spp.
- Ookista dengan berbagai tingkatan infektif dikeluarkan bersama tinja dan termakan oleh hewan
lewat makanan dan minuman yang tercemar
- Coccidia adalah spesies spesifik dan tidak pindah dari satu ke hewan lain
- Sering muncul jika hewan dipadatkan ke dalam kandang yang kotor
- Jika disertai penyakit lain akan mematikan
Pengobatan dan pencegahan
- obat sulfa (permulaan 200 mg/Kg bb, diikuti setengah dosis selama 4 hari)
- sanitasi yang baik dan isolasi hewan sakit mencegah penularan
- jangan sampai tinja masuk ke tempat makan dan minum
- kurangi kepadatan dan stress, pisahkan anak dengan yang dewasa
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
62 Manajemen Kesehatan
b. KECACINGAN (Helminthiasis)
Gejala Klinis
- pertumbuhan menurun, bengkak di bawah rahang, perut membesar, anemia, kadang-kadang
terjadi kematian mendadak
- diare, tetapi kadang-kadang sudah mati sebelum diarenya muncul
- mata kotor, batuk tidak sembuh setelah diobati
Penyebab dan Penyebaran
- semua jenis cacing (cacing pita, cacing gilig, dan cacing daun/gepeng)
- kesalahan dalam manajemen penyabitan dan pemberian pakan
- kandang yang kotor dan lembab merupakan faktor predisposisi
Pengobatan dan pencegahan
- pengobatan cacing secara teratur
- manajemen penyabitan dan pemberian rumput
c. KUDIS (Scabies dan Demodex)
Gejala Klinis
- menyebabkan rasa gatal, bulu rontok, pembentukan kudis-kudis (Scabies)
- tungau folikel (Demodex) menyebabkan gumpalan kecil-kecil pada bagian depan, dan kadangkadang seluruh bagian tubuh
Penyebab dan Penyebaran
- tungau kudis (Sarcoptes scabei) dan tungau folikel bulu (Demodex sp.)
- penularan dengan kontak langsung
Pengobatan dan pencegahan
- sulit diberantas terutama tungau folikel
- pemberian insektisida secara menyeluruh dan diulangi dengan jarak 2 minggu selama 2 3
bulan
d. LALAT (MIASIS)
Gejala Klinis
- bagian tertentu bolong dan luka, berisi larva lalat/belatung
Penyebab dan Penyebaran
- lalat Chrysomyia bezziana (lalat hijau), Musca domestica (lalat rumah)
- kejadian didahului adanya luka dan bau yang tidak enak/kotor pada tubuh
- kanadng yang kotor dan bulu yang kotor adalah faktor predisposisi
Pengobatan dan pencegahan
- Insektisida dan sanitasi lingkungan serta kebersihan hewan
- Luka akibat belatung diirigasi sampai berdarah kemudian diobati dengan Lavertran zalf atau
Perubalsam zalf
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
63 Manajemen Kesehatan
64 Manajemen Kesehatan
lambung, tempelkan telinga ke daerah lambung sebelah kiri dan tiuplah selang dari pipa lambung. Jika
terdengar suara bergelembung berarti pipa masuk ke dalam lambung, sedangkan jika terdengar berarti
tidak masuk ke lambung dan harus segeera dicabut kembali untuk dibetulkan.
3. Intra Vaginal
Teknik ini digunakan untuk obat dalam bentuk bolus antibiotika (ColibactR bolus) atau
penyuntikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit metritis (radang rahim). Obat langsung
dimasukkan ke dalan saluran reproduksi betina. Jika bentuknya bolus maka bolus tersebut dimasukkan
dengan cara menekannya menggunakan jari telunjuk sedalam-dalamnya. Untuk obat dalam bentuk cair
biasanya menggunakan alat bantu dari spoit yang disambungkan dengan cateter.
4. Dioleskan
Obat-obat yang dikemas dalam bentuk salep (baik salep kulit atau salep mata) diaplikasikan
dengan cara mengoleskan pada daerah yang terserang penyakit. Penyakit yang sering diobati dengan
cara dioleskan adalah penyakit kulit dan pink eye.
5. Diteteskan
Pengobatan dengan cara diteteskan paling banyak untuk mengobati penyakit pink eye yang
diobati dengan obat tetes.
B. Pembuatan Obat
Pada pembuatan obat ini, yang akan disampaikan adalah obat-oabat yang sering digunakan,
jadi akan ada perbedaan dalam jenis dan teknik pembuatan dengan peternakan atau perusahaan lain.
Peracikan ini berdasarkan pengalaman dan beberapa sumber pustaka yang penulis temukan selama ini.
1. Pembuatan Obat Mata
a. Kimia (Obat pabrik oplosan)
Pembuatan obat mata dari antibiotik injeksi yang ada seperti oksitetrasiklin, penisillin,
streptomisin dan sebagainya. Obat-obatan injeksi tersebut diencerkan mengunakan akuades
steril dengan pengenceran 30-50 %.
Langkah-langkah pembuatan obat tetes mata dengan perbandingan 1:3 :
1) Sediakan antibiotik injeksi, akuades steril, spoit 5 ml dan 10 ml yang baru, botol obat tetes
dengan volume 15 ml, kapas dan alkohol
2) Olesi tutup botol antibiotik injeksi dengan alkohol
3) Sedot antibiotik sebanyak 3 ml menggunakan spoit 5 ml, kemudian masukkan ke dalam botol
obat tetes
4) Olesi tutup botol akuades steril dengan alkohol
5) Sedot akuades sebanyak 9 ml menggunakan spoit 10 ml, lalu masukkan ke dalam botol obat
yang telah berisi antibiotik
6) Homogenkan suspensi tersebut sampai merata dengan cara menggoyang-goyangkan botol
atau mengeleng-gelengkan pada telapak tangan, perhatikan suspensi jangan sampai
banyak busanya akibat proses homogenisasi
b. Tradisional
Obat mata tradisional dibuat dari air jeruk nipis, Obat ini dibuat pada saat akan digunakan.
Langkah-langkah pembuatan obat tetes mata dari jeruk nipis :
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
65 Manajemen Kesehatan
1) Sediakan jeruk nipis, pisau, saringan halus, wadah kecil kapasitas 100 ml, spoit 10 ml dan
botol obat tetes mata dengan volume 15 ml
2) Jeruk nipis dipotong dua secara longitudinal
3) Peras potongan jeruk nipis di atas saringan dan air perasannya ditampung ke dalam wadah
kecil
4) Sedot dan pindahkan air jeruk hasil perasan menggunakan spoit ke dalam botol obat tetes
mata sesuai kapasitas botol
2. Pembuatan Obat Orf
a. Pembuatan Vaksin
Vaksin orf yang dibuat berasal dari keropeng mulut domba penderita orf sehingga disebut
autovaksin.
Langkah-langkah pembuatan vaksin orf :
1) Pembuatan gliserin 50%
a) Sediakan gliserin 100%, NaCl fisiologis (0,9%), spoit 50 ml dua buah, dan botol
steril dengan kapasitas 100 ml
b) Sedot gliserin 100% sebanyak 50 ml menggunakan spoit, kemudian masukkan ke
dalam botol streril
c) Sedot akuades steril sebanyak 50 ml menggunakan spoit yang berbeda, lalu
masukkan ke dalam botol steril
d) Homogenkan suspensi gliserin 50% dengan cara menggeleng-gelengkan botol
pada telapak tangan
2) Pembuatan vaksin orf 1%
a) Sediakan keropeng orf domba, mortar beserta penggerusnya, timbangan dengan
ketelitian 1 gram, sendok teh, kertas ukuran 7x7 cm, botol steril kapasitas 100 ml,
gliserin 50%, dan spoit 50 ml
b) Gerus keropeng orf menggunakan mortar sampai halus
c) Ambil gerusan menggunakan sendok teh, kemudian timbang sebanyak 1 gram di
atas kertas
d) Masukkan gerusan keropeng orf sebanyak 1 gram ke dalam botol, lalu masukkan
gliserin 50% sebanyak 99 ml menggunakan spoit
e) Homogenkan keropeng bersama gliserin 50% dengan cara menggeleng-gelengkan
botol pada telapak tangan
b. Pembuatan Obat Orf Methilene Blue 1%
1) Sediakan methilene blue, kertas ukuran 7x7 cm, timbangan dengan ketelitian 1 gram, botol
kapasitas 100 ml, akuades steril, spoit 50 ml
2) Timbang serbuk methilene blue sebanyak 1 gram di atas kertas
3) Masukkan serbuk methilene blue sebanyak 1 gram ke dalam botol
4) Sedot akuades sebanyak 99 ml menggunakan spoit, lalu masukkan ke dalam botol yang
telah berisi serbuk methilene blue
5) Homogenkan dengan cara menggeleng-gelengkan botol pada telapak tangan
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
66 Manajemen Kesehatan
Materi Pelatihan
Ternak Domba Garut Agro Rama
Bandung, tanggal 17-19 Mei 2007
67 Manajemen Kesehatan
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
78
Daun Nangka
Daun Pepaya
Daun Pisang
Daun Ubi jalar
Daun Singkong
Babadotan
Paku-pakuan
A. Karakteristik Hijauan
Setiap jenis hijauan memiliki karakteristik yang berbeda. Dimulai dari perakaran, batang,
helai daun, bunga, biji hijauan dan tipe pertumbuhan dari masing-masing hijauan memiliki
ciri dan morfologi (bentuk, warna dan bau) yang khas. Diantara banyak hijauan berikut
adalah beberapa contoh hijauan dengan karakteristiknya.
1.
Rumput Gajah
Tanaman ini berasal dari Afrika daerah perennial. Pada 1940 disebarkan ke Brazil dan
Australia kemudian dikembangkan secara komersil pada 1962. Penyebaran tanaman
ini dilakukan di Indonesia mulai tahun 1926 (Reksohadiprodjo, 1981). Tanaman ini
memiliki ciri morfologi sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tinggi tanaman : 3 7 m.
Panjang daun 16-90 cm dan Lebar daun 8-35 mm.
Perakaran sampai 4,5 m di bawah permukaan tanah.
Berkembang dengan rhizhoma sepanjang 1 m.
Dalam satu rumpun terdiri dari 20-50 batang.
Kultivar yang sudah ada (Reksohadiprodjo, 1981) : Afrika (tidak berbulu), Trinidad
(tidak tahan penyakit Helminthosporium), Uganda (tahan penyakit
Helminthosporium) dan Hawaii (tinggi).
7. Memiliki keunggulan yaitu baik untuk bahan silage dan rumput potong dan
kelemahannya adalah dengan meningkatnya umur tanaman maka akan disertai
dengan meningkatnya rasio batang-daun sehingga mengakibatkan penurunan nilai
nutrisi.
Rumput Gajah dapat tumbuh beradaptasi pada ketinggian 0-3000 m dpl dengan curah
hujan 1000-2500 mm/tahun. Kondisi kemasaman (pH) tanah yang baik untuk tanaman
ini berkisar 5,5-7 (Balitbangnak, 1996).
2. Rumput BD (Brachiaria decumbens)
Ciri dari tanaman tahunan ini adalah sebagai rumput gembalaan yang tumbuh menjalar
dengan stolon membentuk hamparan lebat yang tingginya sekitar 30-45 cm, memiliki
daun kaku dan pendek dengan ujung daun yang runcing, mudah berbunga dan bunga
berbentuk seperti bendera. Jenis rumput ini tumbuh baik pada kondisi curah hujan
1000-1500 mm/tahun dan merupakan jenis rumput penggembalaan terbaik di Kongo.
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
79
Bahan
kering
(%)
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
Abu
(%)
80
Ekstrak
eter (%)
Serat
Kasar (%)
BETN
(%)
Protein
Kasar
(%)
Rumput-rumputan
1. Rumput Gajah (Pennisetum
purpureum)
16
100
2.5
15.9
0.5
3.2
4.6
29.3
6.3
40.1
1.8
11.5
2. Rumput Kikuyu
(Pennisetum clandestinum)
16
100
1.9
11.7
0.4
2.5
3.9
23.9
6.8
41.7
3.3
20.2
3. Rumput Benggala
(Panicum Maximum)
20
100
3.1
15.2
0.5
2.5
6.1
29.9
8.1
39.7
2.6
12.7
16
100
2.3
14.3
0.5
3.1
4.1
25.5
6.9
42.9
2.3
14.3
5. Rumput Bede/Ruzi
(Brachiaria decumbens)
17
100
1.4
8.0
0.9
5.2
6.0
34.5
7.3
42.0
1.8
10.3
24
100
2.3
9.6
0.3
1.3
8.1
33.8
11.6
48.3
1.7
7.1
18
100
0.1
11.5
0.6
3.3
5.8
31.9
7.7
42.3
2.0
11.0
8. Rumput Jaragua
(Hyparrhenia rufa)
26
100
2.9
11.2
0.6
2.3
6.9
26.5
13.8
53.1
1.8
6.9
9. Alang-alang (Imperata
cylindrica) 15-28 hari
23
100
1.9
8.3
0.5
2.2
8.2
35.7
9.6
41.7
2.8
12.2
20
100
2.6
13.1
0.6
3.0
0.4
32.3
8.0
40.4
2.2
11.1
20
100
1.6
8.2
0.4
2.0
6.4
32.7
9.2
46.9
2.0
10.2
12. Rumput
Gigirinting/Bermuda
(Cynodon dactylon)
30
100
2.9
9.6
0.7
2.3
9.3
30.9
13.4
44.5
3.8
12.6
22
100
2.6
11.6
0.6
2.7
6.2
27.7
9.5
42.4
3.5
15.6
19
100
2.2
11.5
0.8
4.2
5.9
30.7
8.6
44.8
1.7
8.9
lanjutan
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
81
Abu
(%)
Ekstrak
eter (%)
Serat
Kasar (%)
BETN
(%)
Protein
Kasar
(%)
20
100
1.8
8.9
0.7
3.5
6.1
30.2
6.7
33.2
4.9
24.2
25
100
2.1
8.4
1.0
4.0
3.3
13.3
12.1
48.0
6.4
25.7
86
100
5.4
6.3
5.0
5.8
15.5
18.0
39.7
46.2
20.4
23.7
16
100
1.5
9.2
0.7
4.3
2.9
17.8
7.1
43.6
4.1
25.2
Nama Hijauan
Kacang-kacangan
1. Kacang Kupu (Centrocema
pubescens)
lanjutan
Komposisi Bahan Makanan
Bahan
kering
(%)
Abu
(%)
Ekstrak
eter (%)
Serat
Kasar (%)
BETN
(%)
Protein
Kasar
(%)
16
100
4.0
25.0
0.7
4.4
3.2
20.0
6.1
38.1
2.0
12.5
2. Pepaya
7
100
0.5
6.9
0.1
1.4
0.9
12.5
4.9
68.1
0.8
11.51
3. Ubi jalar
31
100
1.1
3.6
0.4
1.3
1.3
4.2
26.1
85.3
1.7
5.6
4. Daun Singkong
23
100
1.6
6.9
1.7
7.4
5.3
22.9
10.5
45.5
4.0
17.3
Nama Hijauan
Daun-daunan
1. Daun Nangka
Keterangan : Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia, Gajah Mada University Press, 1993
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
82
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
83
Jenis Domba
Betina
1. Hidup
pokok
2. Kering
3. Laktasi
Jantan
1. Anak
2. Dewasa
Bahan
Kering
(%)
1.6-2.0
1.9-2.2
3.0-4.8
2.4-4.5
3.5-6.0
55-65
64-73
2.4
2.4
2.6-2.9
2.0
2.0
2.1-2.4
8.9
9.0
9.3-11.5
2.4-2.9
2.8-3.2
2.0-2.4
2.3-2.6
8.9-10.2
11.0-6.0
P (%)
0.30
0.22
0.52
0.28
0.21
0.37
0.31-0.35
0.31-0.40
0.16-0.19
0.16-0.27
Bahan
Kering
(%)
10
20
30
40
50
0.36
0.60
0.81
1.01
1.19
0.87
1.47
1.99
2.47
2.92
0.71
1.20
1.62
2.02
2.38
27
46
62
77
91
1
2
2
3
4
P
(%)
0.7
1.4
1.4
2.1
2.8
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
84
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
85
Untuk menjaga keseimbangan populasi tanaman maka dibutuhkan luasan untuk pembibitan
rumput seluas 1-2 unit luasan harian sehingga total luasan lahan pastura adalah luasan lahan
produksi ditambah luasan pembibitan.
Contoh :
Pak Abid adalah seorang peternak yang memiliki 100 ekor ternak domba. Setiap ternak
membutuhkan 5 Kg/ekor/hari. Jika jenis hijauan yang akan ditanam Pak Abid adalah rumput
Gajah dengan asumsi produktivitas 5 Kg/m2 dengan umur panen 45 hari yang ditanam di lahan
datar maka berapa total luasan lahan yang harus disediakan oleh Pak Abid?
Jawaban :
Total Luasan Lahan = (5 Kg/ekor/hari x 100 ekor) x 45 hari = 4.500 m2
5 Kg/m2
Khusus untuk lahan penggembalaan biasanya luasan total dibagi ke dalam beberapa bagian
atau pangonan yang lebih sempit (paddock). Jumlah dan luasan paddock disesuaikan
dengan jumlah ternak dan produktivitas lahan hijauan. Biasanya jumlah paddock berkisari 4-6
dan jumlah ini dijadikan sebagai satu periode penggembalaan.
1
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
86
Ada 4 hukum penggembalaan Voisin yang bisa dijadikan patokan untuk menentukan luasan
lahan untuk penggembalaan :
Hukum 1 : Dibutuhkan interval yang cukup antara 2 perenggutan yang berturut-turut.
(Woodman, Inggris : 4-6 minggu, Voisin : 18 -36 hari)
Hukum 2 : Periode penggembalaan sebaiknya 4-6 hari.
Hukum 3 : Tinggi rumput rata-rata 25 cm memungkinkan sapi-sapi memperoleh rumput
berkualitas tinggi. (daerah tropis dengan campuran rumput-legum : 37,5 45 cm)
Hukum 4 : Untuk sapi perah, tidak boleh tinggal lebih dari 3 hari di petak yang sama. (Hasil
maksimal diperoleh jika sapi tinggal di satu petak hanya 1 hari)
Keterangan :
Menurut Voisin, dengan mengikuti dua hukum pertama dapat menjadikan produksi rumput paling sedikit dapat
diduakalikan sedangkan dua hukum terakhir dapat meningkatkan 20-30 % produksi per ekor
Sistem-sistem Penggembalaan :
1. Penggembalaan Kontinyu : Ekstensif, lahan sama, pertumbuhan hijauan tidak terkontrol.
2. Penggembalaan Bergilir : Intensif, lahan permanen dan temporer, terdiri dari petak-petak.
(24 ekivalen sapi/ha atau 168 ekor domba-kambing/ha dengan lama penggembalaan 3-7
hari per petak).
3. Penggembalaan Anak-Induk Bergilir : Anak ternak terlebih dahulu merumput sebelum induk.
4. Penggembalaan Jalur : Intensif, menggunakan pagar listrik.
5. Penggembalaan Pantang : Menyisihkan petak-petak padang penggembalaan tertentu untuk
digunakan pada fase tertentu seperti standing hay.
Contoh :
Pak Muchsin memiliki ternak sebanyak 100 ekor. Jika Pak Muchsin ingin menggunakan sistem
penggembalaan bergilir dengan lama penggembalaan per petak adalah 7 hari, lama satu
periode penggembalaannya adalah 5 minggu dan produktivitas lahannya sama dengan 3 Kg/m2
maka berapa luasan lahan penggembalaan yang harus disediakan oleh Pak Muchsin?
Jawab :
Luasan lahan yang harus disediakan adalah :
= 100 ekor x 5 Kg/ekor/hari x 7 hari x 5 minggu = 5.833, 3 m2
3 Kg/m2
B. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dimulai dengan pembukaan lahan melalui pembersihan lahan (land clearing).
Kriteria pembersihan lahan ini harus bersih dari perakaran dan batang tanaman sebelumnya
terutama alang-alang (Imperata cylindrica) atau putri malu (Mimosa pudica). Setelah
dilakukannya pembersihan lahan dilanjutkan dengan penggemburan tanah. Untuk menjamin
ketepatan pemberian pupuk maka dilakukan analisa tanah. Jika kondisi pH tanah asam maka
harus dilakukan pengapuran. Pada tahapan penggemburan ini dibuat jarak tanam disesuaikan
dengan kesuburan tanah dan besar tajuk tanaman yang dibudidayakan. Semakin subur lahan
yang digunakan maka jarak tanam akan semakin dekat dan sebaliknya semakin kurus lahan
maka akan semakin jauh jarak tanam antar tanaman. Jarak tanam yang dapat digunakan untuk
beberapa hijauan adalah sebagai berikut :
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
87
1. Rumput Gajah : 75 x 60, 100 x 50, 100 x 100, 90 x 60-150 dan 100 x 30 cm2 (Balitbangnak
1996).
2. Rumput BD : 30 x 30 dan 45 x 45 cm2
3. Gamal dan Lamtoro : 2,5 3 x 2,5 3 m2
Setelah penggemburan dilakukan maka dilanjutkan dengan membuat jalur tanam. Untuk lahan
miring maka jalur dibuat membentuk guludan dengan arah mengikuti kontur lahan. Tinggi dan
lebar guludan ditentukan oleh cara penyajian dimana untuk rumput potong seperti rumput raja
dan gajah maka tinggi guludan yang digunakan 30-50 cm dengan lebar guludan disesuaikan
dengan jarak tanam sedangkan untuk rumput gembalaan, guludan tidak terlalu tinggi (10-15 cm)
dengan lebar 1- 1,5 m membentuk bedengan.
X
XX X X
XX X X
X X X X
X X X X
XX X X
XX X X
X X X X
X X X X
Untuk lahan datar, tidak dilakukan pembuatan guludan tetapi jalur tanam mengikuti jarak tanam
yang digunakan.
C. Pemupukan
Setelah dilakukan pembuatan jalur tanam maka tahapan selanjutnya adalah pemupukan awal
yang terdiri dari pupuk organik yaitu pupuk kandang dan pupuk dasar yang terdiri dari TSP dan
KCl. Waktu pemupukan awal dilakukan 1-2 Minggu Sebelum Tanam (MST).
Tabel 4. Jenis dan pupuk untuk pemupukan awal rumput :
Jenis dan Dosis Pupuk
Jenis Hijauan
Rumput Gajah
Rumput Bede
Kapur Pertanian
(Kalsit)*
(Ton/ha)
0.7-0.9
-
Pupuk Kandang**
Ayam
(Ton/ha)
15
15
Domba
(Ton/ha)
30- 40
30-40
TSP
KCl
(Ton/ha)
(Ton/ha)
0.15
-
0.15
-
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
88
D. Penanaman
Persiapan bibit sebelum penanaman sangat penting diperhatikan meliputi kegiatan pemilihan
(seleksi), pengangkutan dan penyimpanan bibit sebelum tanam. Bibit hijauan yang biasa
digunakan adalah stek batang, stek pucuk atau pols (sobekan rumpun). Adanya masa
dormansi pada biji rumput dan beberapa kacang-kacangan memberi jalan dilakukannya
pembiakan secara vegetatif. Untuk jenis rumput gajah dan raja, bibit yang biasa digunakan
adalah batang bagian bawah dengan jumlah buku 2-3 buku/stek yang berasal dari tanaman
yang sudah tua ( 3 24 Bulan Setelah Tanam). Sedangkan untuk bibit rumput bede dibiakkan
dengan sobekan rumpun (pols) yang berumur 23 minggu setelah pangkasan sebelumnya.
Untuk gamal/cebreng dan kaliandra dibiakkan dengan menggunakan stek batang yang tua.
Bibit yang dipilih harus dalam keadaan segar dan bakal tunas tidak mengalami kerusakan.
Pengangkutan bibit dalam jumlah besar harus dilakukan secara hati-hati supaya bibit tidak
mengalamai kerusakan. Langkah terakhir yang harus diperhatikan dalam persiapan bibit
sebelum tanam adalah penyimpanan selama sebelum ditanam. Tempat penyimpanan bibit
dalam bentuk stek batang harus di tempat teduh dengan posisi yang teratur atau tidak
menumpuk dan untuk menjaga kesegaran bibit maka waktu penyimpanan tidak lebih dari 3 hari.
Setelah bibit siap tanam maka langkah selanjutnya adalah menanam bibit tersebut sesuai
dengan jarak tanam yang digunakan dan posisi yang mengarah pada arah timur-barat. Untuk
jumlah bibit yang biasa ditanam adalah 1-2 stek/lubang tanam. Penyulaman tanaman yang
tidak tumbuh dilakukan pada umur 1-2 MST dengan kriteria jumlah tanaman yang tidak tumbuh
sebanyak 5-10 % dari total populasi. Pemupukan urea pada tanaman rumput gajah dilakukan
pada saat tanaman berumur 3-4 MST atau pada saat muncul daun ke-2. Dosis pupuk urea
yang diberikan adalah 200 Kg/ha.
E. Pemeliharaan
Pemeliharaan hijauan terdiri dari penyiangan, pemupukan lanjutan dan penyiraman pada musim
kemarau. Pada tanaman rumput gajah atau raja, penyiangan dilakukan setiap setelah 3 kali
panen dengan kriteria pertanaman bersih dari gulma seperti alang-alang dan putri malu.
Pemupukan pupuk kandang lanjutan dilakukan setiap 2-3 kali panen tergantung pada jenis
pupuk kadang yang digunakan. Untuk pupuk kandang ayam, pemberian dilakukan setiap
setelah 2 kali panen dan pupuk kandang domba diberikan setiap setelah 3 kali panen.
F. Pemangkasan dan Sistem rotasi
Pemangkasan pertama dilakukan pada umur 80-90 HST dan untuk pemangkasan selanjutnya
dilakukan pada umur 45-60 HSP (Hari Setelah Pangkasan Sebelumnya) tergantung pada
musim. Pada musim hujan, pemangkasan lanjutan bisa dilakukan pada umur 45-50 HSP
sedangkan pada musim kemarau, interval waktu pemangkasan lebih lama yaitu 60-70 HSP.
Intensitas pemangkasan dalam setahun dilakukan sebanyak 7-9 kali panen. Tinggi pangkasan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman setelah dipangkas. Jarak 5-10 cm dari permukaan tanah
cukup baik mempengaruhi pertumbuhan anakan.
Luasan unit yang dipanen dalam satu hari ditentukan oleh produktivitas lahan dan kebutuhan
pakan ternak pada hari tersebut. Adanya perputaran jadual panen (rotasi) untuk setiap luasan
unit dapat mempermudah teknik penentuan luasan panen harian dan pemeliharaan.
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
89
Ampas tahu
Ampas tempe
Dedak-bekatul
Gaplek
Pollard
Molase
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
90
Contoh bungkil-bungkilan :
1.
2.
3.
4.
5.
Bungkil kedelai
Bungkil kacang tanah
Bungkil kelapa sawit
Bungkil kelapa
Bungkil biji kapuk
Premix
DCP (Dikalsium Fosfat)
Tepung tulang
Tepung kerang
CaCO3, garam
Antibiotik
Hormon
Obat-obatan
Vitamin
Air
BETN
(%)
Protein
Kasar (%)
9.9
11.5
2.3
9.7
0.2
0.2
0.9
3.8
2.9+
3.4+
11.1
47.0
72.0
83.7
4.6
19.5
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
0.3+
0.3+
4.7
19.9
91
86
100
31
100
23
100
77
100
86
100
19
100
35
100
4.0
4.7
1.1
3.6
1.6
6.9
8.0
10.4
5.2
6.0
1.7
8.9
3.9
11.1
20.6
24.0
0.4
1.3
1.7
7.4
0.2
0.3
3.5
4.1
0.4
2.1
0.8
2.3
16.9
19.7
1.3
4.2
5.3
22.9
7.7
10.0
99.5
115.7
5.8
30.5
8.0
22.7
25.5
29.7
26.1
85.3
10.5
45.5
57.1
74.0
51.9+
60.4+
9.6
50.5
17.2
48.9
19.0
22.1
1.7
5.6
4.0
17.3
4.2
5.4
12.9
15.0
1.5
7.9
5.3
15.1
Keterangan : Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia, Gajah Mada University Press, 1993
92
ADG
(g/hari)
Kebutuhan Nutrisi
BK (% BB) TDN (Kg) PK (g)
BK (kg)
200
250
300
345
300
0.5
1.0
1.3
1.5
1.5
5.0
5.0
4.3
3.8
3.0
0.40
0.80
1.00
1.16
1.16
50
100
150
0.18
0.36
0.54
0.1
0.2
0.3
Ca
(g)
P
(g)
127
167
191
202
181
4.0
5.4
6.7
7.7
7.0
1.9
2.5
3.2
3.9
3.8
14
28
42
1
1
2
0.7
0.7
1.4
A. Domba
10
20
30
40
50
B. Kambing
(Semua ukuran)
Khusus untuk sistem penggemukan, nilai nutrisi pakan konsentrat akan terlihat dari
pertambahan bobot badan ternak harian atau bulanan. Banyak kasus di lapangan yang
menunjukkan terjadinya kerugian akibat kualitas pakan konsentrat yang tidak tepat terutama
pada peternakan yang menggunakan konsentrat komersil (pabrik). Untuk mencegah hal
tersebut terjadi maka peternak harus melakukan analisa laboratorium (uji proksimat) sebelum
konsentrat tersebut digunakan lebih lanjut. Berikut adalah beberapa hasil percobaan pakan
konsentrat yang pernah dilakukan di TDS dan outlet Kampoeng Ternak di Cisauk, Serpong.
Tabel 7. Hasil Percobaan Ransum Pada Domba Garut Jantan Sapihan Selama 28 Hari
di TDS
PBB
No.
Ransum
(Kg/Bulan)
1
5 Kg Rumput
2
5 Kg Rumput + 0,4 Kg Gamal
3
5 Kg Rumput + 0,4 Kg Gamal + 0,3 Kg Konsentrat
4
5 Kg Rumput + 0,3 Kg Konsentrat + 0,15 Kg UMMB
5
5 Kg Rumput + 0,4 Kg Gamal + 0,3 Kg Konsentrat + 0,15 Kg UMMB
Keterangan :
Konsentrat yang digunakan adalah konsentrat komersil dengan kandungan PrK 5,99-8.97 % dan
Gross Energy 3.317 Kal.
1,67
1,00
2,17
1,67
1,00
Pemberian ransum yang terdiri dari rumput, gamal dan konsentrat menjadikan PBB tertinggi
yaitu seberat 2,17 Kg/Bulan.
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
93
Tabel 8. Hasil Percobaan Ransum Pada Kambing Jawa di Outlet Kampoeng Ternak di Cisauk,
Serpong Pada Bulan Pertama Waktu Penggemukan
Bobot
Awal
Jenis Ransum
21,00
23,50
23,50
22,00
26,00
24,00
26,00
24,00
Bobot
Akhir
(Kg)
22,50
24,50
26,50
23,00
27,50
26,00
27,00
24,50
Rata-rata
PBB
1,50
1,00
3,00
1,00
1,50
2,00
1,00
0,50
1,44
Keterangan :
Konsentrat yang digunakan adalah konsentrat komersil dengan kandungan PrK 4,51 %
dan Gross Energy 3.300 kal
Pemberian ransum yang terdiri dari rumput lapang dan konsentrat pada kambing Jawa
menjadikan pertambahan BB dengan kisaran 0,5-3 Kg/bulan. Pertambahan bobot ini masih
dapat ditingkatkan dengan perbaikan kualitas pakan konsentrat.
Jumlah (Kuantitas)
Jumlah pakan konsentrat yang diberikan tergantung dari kebutuhan ternak. Biasanya untuk
ternak domba atau kambing dewasa, pemberian pakan konsentrat berkisar antara 250-750
g/ekor/hari tergantung kualitas nutrisinya. Pada sistem penggemukan yang menggunakan
pola full konsentrat, jumlah tersebut bisa ditingkatkan sampai 1 Kg/ekor/hari tanpa pemberian
rumput dengan syarat pakan tersebut sudah memenuhi kebutuhan serat kasar dari ternak
yang diusahakan.
Waktu (Kontinyuitas)
Pada sistem pemeliharaan yang intensif baik penggemukan maupun perbibitan, pemberian
pakan konsentrat dilakukan minimal sekali pemberian yaitu pada waktu pagi (06.00-07.00)
walaupun ada yang memberikan pada waktu siang (11.00-12.00), sore (15.00-16.00) bahkan
ada yang diberikan pada malam hari (20.00-21.00). Pada sistem perbibitan, biasanya
konsentrat diberikan hanya sekali yaitu pada pagi hari (6.00-7.00) sebelum pemberian rumput
sedangkan pada sistem penggemukan konsentrat bisa diberikan lebih dari sekali bahkan bisa
sampai 3 kali pemberian (pagi-siang-sore atau malam).
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
94
Daftar pustaka
AAK, 1995. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah. Penerbit Kanisius.
Balai Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,
1996. Mengenal Jenis Hijauan Makanan Ternak. Gedong Johor, Sumatera Selatan.
Dirjen Peternakan, Departemen Pertanian, 1986. Budidaya dan Pengolahan Makanan
Ternak. Sembawa, Sumatera Selatan.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Dirjen Peternakan, Departeman
Pertanian, 1991. Pedoman Pemeliharaan Ternak. Bogor.
Hartadi, H., Reksohadiprodjo, S. dan Tillman, A. D.,1993. Tabel Komposisi Pakan Untuk
Indonesi., Gajah Mada University Press.
McIlroy. R. J., 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita. Jakarta.
National Research Council (NRC), 1975. Nutrient Requirements of Sheep. Fifth revised
edition. National Academy of Sciences Washington D.C.
National Research Council (NRC), 1981. Nutrient Requirements of Goats. National
Academy of Sciences Washington D.C.
National Research Council (NRC), 1985. Nutrient Requirements of Sheep. Sixth revised
edition. National Academy of Sciences Washington D.C.
Tilman, A.D., et.al., 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press,
Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.
Reksohadiprodjo, S.,1981. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Universitas
Gajah Mada. Jogjakarta.
Whiteman, P.C.., 1980. Tropical Pasture Science. Oxford University Press.
Materi Pelatihan
Pelatihan Aplikatif Peternakan Domba Kambing
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika
95
Makalah disajikan pada Pelatihan Usaha Ternak Domba Garut dan Teknologi Bio Triba oleh Agromania
di Banjaran, Kab. Bandung, Jawa Brat 17-19 Mei 2007
Budi daya pertanian organik sebagian dapat dianggap sebagai pembalikan dari revolusi hijau
(green revolution) yang dicanangkan semenjak tahun 1960-an memungkinkan produksi pertanian
secara besar-besaran dan massal untuk menjawab kebutuhan dari peledakan jumlah penduduk
sebagai akibat ditemukannya berbagai jenis bibit unggul tanaman dan ternak serta pupuk
anorganik dan pestisida pembunuh hama dan agen-agen penyebab penyakit tanaman, namun
karena kurangnya pengertian dan tidak effektifnya
Dikutip dari makalah berjudul : Kebijakan Operasional Pemerintah dalam Pengembangan Pertanian
Organik di Indonesia oleh Dr. Djoko Said Damardjati, Direktur Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil
pertanian, Departemen Pertanian pada Workshop dan Kongres Nasional II Maporina di Jakarta, 21-22
Desember 2005
mempunyai atribut aman dikonsumsi (food safety attributes), memiliki kandungan nutrisi tinggi
(nutritional attributes) serta ramah lingkungan (eco-labelling attributes).
Adanya preferensi konsumen inilah yang menyebabkan permintaan akan produk pertanian organik
di seluruh dunia tumbuh rata-rata 20% per tahun. Data
2000-2004 perdagangan produk petanian organik dunia telah mencapai nilai rata-rata US$ 17,5
milyar. Diperkirakan bahwa pada tahun 2010 pangsa pasar dunia produk pertanian organik akan
mencapai US$ 100 milyar.
Sebagai negara yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati tropika (tropical bio diversity)
yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati
alam, maka Indonesia memiliki modal dasar yang luar biasa besarnya yang diperlukan untuk
mengembangkan pertanian organik. Karena itu diperlukan upaya percepatan transformasi
keunggulan komparatif ini menjadi keunggulan kompetitif agar peluang pasar tersebut dapat
benar-benar kita rebut untuk kesejahteraan masyarakat khususnya petani.
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas Depertemen Pertanian c.q Direktorat Jenderal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) telah menyusun agenda Go Organic 2010.
Pelaksanaan kegiatan pengembangan pertanian organik di Ditjen PPHP telah dimulai sejak tahun
2001.
2. Misi dan Strategi
Program pengembangan pertanian organik (Go Organic 2010) adalah salah satu pilihan program
untuk mempercepat terwujudnya pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan (ecoagribusiness) guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Misi yang
diemban dalam program Go Organic 2010 adalah: Meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan
kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan mendorong berkembangnya pertanian organik
yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Sesuai dengan fungsinya sebagai fasilitator dan katalis pembangunan maka ada serangkaian
strategi dasar yang perlu dilakukan untuk mewujudkan Go Organic 2010 yaitu:
Pertama mengembangkan teknologi, sumber daya manusia dan sistem informasi. Pengembangan
teknologi diarahkan pada pengembangan teknologi tepat guna untuk mencari terobosan di bidang
sistem pertanian terpadu (integrated farming system), sistem pengelolaan hara tanaman terpadu
(integrated plant nutrition system), dan sistem pengelolaan perlindungan tanaman terpadu
(integrated pest management system) untuk menunjang pertanian organik yang kesemuanya
dibangun berbauis keunggulan komparatif daerah. Khusus dalam sistem pengelolaan hara
terpadu, pengembangan teknologi perlu diarahkan pada pengembangan teknologi tepat guna
rekayasa daur ulang, teknologi biofertilizer, teknologi penggunaan eksternal input dan supplemen
pupuk anorganik.
Dalam upaya mengembangkan sumber daya manusia (SDM) kita perlu lebih menajamkan
program pembinaan SDM dengan penyuluhan dan pendidikan langsung, khususnya SDM di
daerah dalam rangka mempercepat otonomi daerah. Hal ini dilakukan tidak hanya dalam hal
penyebarluasan penguasaan teknologi pertanian organik, tetapi juga pengetahuan pemasaran dan
manajemen kepada semua pelaku agribisnis pertanian organik.
Kedua mengembangkan organisasi bisnis petani. Hal ini dilakukan dalam bentuk koperasi
pertanian organik di tingkat petani dengan tujuan untuk merebut nilai tambah. Pengembangan
organisasi bisnis di tingkat petani ini sangat penting untuk meningkatkan effisiensi dan
produktivitas usaha mengingat areal pertanian organik kita masih kecil, terpencar dan terpencil.
Ketiga mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan pertanian organik. Pengembangan pusat-pusat
pertanian organik komoditas unggulan perlu didasarkan pada peta potensi keunggulan komparatif
(comparative advantage) wilayah yang terkait dengan berbagai kawasan kerjasama ekonomi. Di
kawasan barat Indonesia misalnya, kita dapat mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan
pertanian organik unggulan, seperti sayuran dan buah-buahan, untuk memanfaatkan kawasan
kerjasama ekonomi yang ada seperti Indonesia, Malaysia Thailand Triangle Economic Growth
(IMT-TEG), dan Singapura _ Johor Baru Riau (Sijori). Demikian juga di kawasan timur Indonesia.
Kita perlu mengembangkan pusat pertumbuhan pertanian organik lain, misalnya peternakan dalam
kerjasama ekonomi Sulawesi dan Filipina. Pengembangan pusat-pusat petumbuhan pertanian
organik ini disamping akan meningkatkan effisiensi juga akan mempercepat tercapainya
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka terlaksananya otonomi daerah.
Keempat mengembangkan strategi pemasaran. Dalam pembangunan sektor agribisnis yang
berorientasi pasar, strategi pemasaran menjadi sangat penting dan bahkan paling menentukan
keberhasilan, terutama menghadapi masa depan dimana preferensi konsumen terus mengalami
perubahan. Untuk itu kita harus mengubah paradigma strategi pemasaran kita dari Menjual apa
yang dihasilkan menjadi Menjual apa yang diinginkan oleh pasar. Dengan paradigma strategi
pemasaran yang demikian, maka pengetahuan yang lengkap dan rinci tentang preferensi
konsumen menjadi sangat penting untuk memperluas produk-produk agribisnis yang kita hasilkan.
Keempat strategi pembangunan pertanian organik diatas akan semakin effektif jika dibarengi
dengan sejumlah dukungan pemerintah seperti:
a. Dukungan kebijakan makroekonomi (nilai tukar, fiskal, moneter) dan mikroekonomi
(subsidi, proteksi dan stabilitas harga) yang bersahabat dengan pembangunan agribisnis
pertanian organik;
b. Dukungan infrastruktur terutama jalan dan alat transportasi ke sentra-sentra produksi,
listrik dan lain sebagainya;
c. Dukungan kelembagaan, termasuk kelembagaan pemasaran, kelembagaan keuangan
pedesaan, kelembagaan penelitian dan penyuluhan, kelembagaan pendidikan dan
pelatihan, serta kelembagaan organisasi petani yang kuat melalui pengembangan asosiasi
petani organik.
3. Program Pengembangan
Program pengembangan pertanian organik di Ditjen PPHP dimulai sejak tahun 2001, berikut
adalah program pengembangan pertanian organik yang sudah dan dan akan dilakukan sebagai
berikut:
Tahun pertama 2001: difokuskan pada kegiatan sosialisasi pertanian organik ke seluruh
stakeholder
Tahun kelima 2005: Sertifikasi dan promosi pasar. Jika berjalan sesuai dengan rencana
diharapkan pada akhir tahun 2005 semua infrastruktur (fisik dan kelambagaan) pertanian
organik sudah membaik.
dapat
berlangsung
dengan
baik.
Berkembangnya
aktivitas
perkataan lain penerapan teknologi pertanian organik akan secara langsung meningkatkan
produktivitas tanah pertanian.
3) Menjamin pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan (sustainable). Disamping
menurunkan kesuburan dan produktivitas tanah pemakaian pupuk dan pestisida sintetik
juga akan secara langsung mencemari dan menurunkan kualitas sumberdaya perairan
dan udara. Dngan penerapan teknologi pertanian organik maka kualitas sumberdaya
tanah, air dan udara akan terjaga sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan seoptimal
mungkin dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
4) Memacu pengembangan usaha skala mikro, kecil dan menengah. Pupuk organik kompos
yang menjadi input utama sistem pertanian organik tidak bisa diproduksi dalam skala
nasional dan cara-cara monopoli dan bersifat konglomerasi. Hal ini karena pupuk kompos
punya karakteristik volumenous (memiliki volume besar), berat, berharga murah dan
memerlukan bahan baku lokal, sehingga nilai ekonominya sangat ditentukan oleh biaya
transportasi. Karena itu pupuk organik harus diproduksi secara lokal dengan
menggunakan sumberdaya lokal pula. Hal ini akan merangsang terciptanya
pengembangan usaha baru di subsektor agribisnis hulu dalam skala mikro, kecil dan
menengah, mulai dari yang diusahakan di tingkat rumah tangga sampai tingkat kecamatan
dan kabupaten.
5) Meningkatkan kesejahteraan rakyat pedesaan untuk memperluas stabilitas sosial politik.
Pertanian organik bukan hanya masalah teknologi untuk memproduksi bahan makanan
tanpa menggunakan bahan kimia sintetik, namun erat kaitannya dengan masalah sosial
politik. Penggunaan bahan organik sebagai kompos, misalnya tidak hanya berasal dari
limbah pertanian di desa, namun juga bisa berasal dari limbah perkotaan/industri, yang
dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi pemulung dan berkembangnya perusahaan
pengomposan.
Disamping itu, penerapan teknologi petanian organik juga akan
kerjasama kemitraan antar pelaku agribisnis untuk
misalnya petani tanaman pangan /
peternak
merangsang
adanya
jerami)
dari petani, sedangkan petani mendapatkan kotoran ternak dari peternak sebagai bahan kompos
untuk usaha pertanian organiknya.
desa, industri- pertanian, peternakan-pertanian, akan secara langsung menjaga stabilitas sosial
dan politik.
5. Penutup
Di masa yang akan datang, dengan melihat potensi dan peluang yang ada, maka pembangunan
sektor agribisnis pertanian organik sebagai salah satu alternatif untuk mensukseskan pembanguan
ekonomi adalah tepat sekali, terlebih lagi mengingat bahwa di masa mendatang harga pupuk dan
pestisida sintetis diperkirakan akan semakin mahalseiring dengan meningkatnya harga bahan
bakar minyak (BBM).
Pada akhirnya berkembangnya pertanian organik bukan hanya menyangkut keuntungan ekonomi,
namun juga akan mendorong kembalinya budaya masyarakat Indonesia yang memang sangat
menghargai alam. Untuk itu tidak tertutup kemungkinan nantinya pembangunan pertanian organik
ini juga akan mendorong tumbuhnya ekowisata di berbagai daerah Indonesia yang memang kaya
akan keindahan alam.
Dikutip dari makalah berjudul Hasil Analisis tentang Kemampuan Indonesia Menjadi Produsen Organik
Terkemukaoleh Melawali pada Workshop dan Kongres Nasional Maporina, Jakarta 21-22 Desember
2005.
instansi yang berwenang untuk membedakan produk organik dan bukan organik atau
konvensional untuk menghindarkan tindak penipuan yang merugikan masyarakat.
Pertanian organik adalah suatu bentuk pertanian yang tidak menggunakan input sintetik seperti
pestisida dan pupuk sehingga dapat menjaga keberlanjutan sistem dalam waktu yang tidak
berhingga (Simbolon, 2003, cit Melawati, 2005). Pertanian organik merupakan pertanian ramah
lingkungan yang betujuan untuk menghasilkan produk dengan kualitas gizi tinggi dalam jumlah
yang cukup (Stolon, 2000). Sedangkan menurut Departemen Pertanian, Pertanian Organik adalah
sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu yang mengoptimalkan kesehatan dan
produktifitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang
cukup berkualitas dan berkelanjutan.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pertanian organik. Analisis SWOT diperlukan
untuk mengetahui keunggulan, kelemahan, peluang dan ancaman yang muncul seiring dengan
diterapkannya pertanian organik. Kekuatan atau keunggulan pertanian organik adalah mampu
menghasilkan pangan dengan kualitas gizi yang tinggi dalam jumlah yang cukup menggunakan
sitem alami tanpa mendominasi alam, mengaktifkan daur biologis di dalam sistem pertanian,
meningkatkan dan memelihara kesuburan tanah, menggunakan sumber-sumber yang dapat
diperbaharui dalam sistem pertanian yang terorganisasi secara lokal, mengurangi dan mencegah
segala bentuk polusi yang mungkin dihasilkan dari pertanian, serta memberikan pendapatan yang
memadai bagi produsen dan kepuasan bagi konsumen. Sedangkan kelemahan pertanian organik
adalah selama masa konversi sekitar 2-3 tahun pertama, produktivitas pertanian organik lebih
rendah dibandingkan dengan pertanian konvensional, memerlukan banyak pupuk organik untuk
meningkatkan produktivitas, dan harga produk organik lebih mahal dibandingkan dengan produk
anorganik.
Peluang pengembangan pertanian organik di Indonesia sangat besar karena memilki sekitar 17
juta ha lahan kosong yang dapat dimanfaatkan (Diner, 2004). 10% atau sekitar 23,5 juta jiwa
penduduk Indonesia memiliki tingkat sosial ekonomi tinggi, berpendidikan dan tinggal di kota-kota
besar. Ini adalah pangsa pasar yang potensial di dalam negeri (Nuryati, 2005). Peluang ini juga
diperbesar dengan meningkatnya penjualan pangan organik di dunia yang mencapai delapan kali
lebih besar dibanding dengan pangan konvensional. Permintaan dunia akan produk-produk
organik naik sebesar 10-12% per tahun (Surono, 2000). Sedangkan ancaman atau hambatan
penerapan pertanian organik di Indonesia adalah minimnya dukungan pemerintah terhadap
pertanian organik, adanya gap antara produsen dan konsumen, minimnya informasi, infrastruktur,
kemampuan teknologi pasca panen dan kendala modal.
Untuk menghantarkan Indonesia menjadi produsen organik terkemuka maka diperlukan kerjasama
yang terpadu antara pemerintah, perguruan tinggi, pelaku bisnis, petani, konsumen dan lembaga
akreditasi. Masing-masing unsur akan bersedia melakukan kerjasama dengan iktikad baik jika
masing-masing unsur tersebut mengetahui dan memahami keuntungan yang akan mereka peroleh
dari pelaksanaan pertanian organik seutuhnya. Analisis kelayakan pertanian organik akan
memberikan gambaran kelayakan aspek pasar, aspek teknis teknologis, aspek manajemen, aspek
lingkungan dan aspek finansial serta memberikan gambaran tentang seberapa besar kemampuan
Indonesia untuk menjadi produsen organik.
2. Aspek Pasar dan Pemasaran
1.
Potensi pasar: potensi pasar produk pertanian organik sangat besar. Dari permintaan
dunia yang terus meningkat sebesar 17 22% per tahun, permintaan baru bisa dipenuhi
sebesar 0,5 -2 % (Widiastuti, 2005). Berarti masih ada potensi sebesar 16,5 20%.
2.
sebesar US$ 45
dan kopi. Jumlah konsumen potensial di dalam negeri diperkirakan mencapai 23,5 juta jiwa
(Nurhayati, 2005).
Penjualan ini diharapkan akan mencapai US$ 32,2 milyar sebelum tahun 2009.
pasar produk pangan organik terbesar di Asia Pasifik adalah
Baru. Pangsa pasar negara-negara
Pangsa
Negara
Jepang
250
Australia
165
Selandia Baru
36
2.
Teknologi: Informasi teknologi budidaya pertanian organik sudah tersedia dalam bentuk
buku, artikel dan laporan penelitian. Untuk mendapatkan informasi ini petani dapat
menghubungi perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Salah satu lembaga penelitian
yang menyediakan informasi teknologi budidaya pertanian organik adalah BPPT yang
dapat diakses melalui : http://www.deptango.id/litbang/bptp/bengkulu/KIT.HTM.
4. Aspek Lingkungan
Pertanian organik mempunyai pengaruh positif yaitu dapat meningkatkan total kandungan nitrogen
(N) dan ketersediaan phosphor (P) pada lahan pertanian. Penggunaan pupuk kandang atau
kompos dengan rotasi tanaman yang teratur dapat meningkatkan populasi mikroba dan aktivitas-
aktivitas metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi mikroba tanah tersebut. Lahan pada pertanian
organik yang tidak menggunakan bahan kimia baik untuk pemupukan maupun untuk
pemberantasan penyakit dan hama tanaman, dapat menghindarkan pencemaran atau polusi.
Pertanian organik menjamin keseimbangan alam dan bersifat ramah lingkungan.
5. Aspek Finansial
Afnita dalam skripsinya (2002) menemukan bahwa hasil pertanian organik paprika dengan
discount rate 13% memperoleh B/C sebesar 2,82 dan internal rate of return (IRR) sebesar 84%.
Usaha ini mampu mengembalikan biaya investasi selama 2 tahun 11 bulan. Begitu pula dengan
petani jambu biji di Semplak, dan sebuah yayasan di Cisarua, Bogor yang telah berhasil
membudidayakan 40 jenis sayuran organik. Para petani tersebut tetap bertahan dan mengalami
peningkatan usaha sebesar 8% per tahun.
Hasil-hasil analisis tersebut memberikan gambaran bahwa Indonesia memiliki peluang yang
sangat besar untuk menjadi produsen organik terkemuka di dunia.
6. Aspek dukungan pemerintah
Sejak tahun 2000 Departemen Pertanian (Deptan) telah memberikan perhatian yang serius
terhadap pengembangan petanian organik di Indonesia. Bahkan pada saat itu telah dicanangkan
untuk mencapai Go Organic 2010. Untuk itu berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan
antara lain dengan dibentuknya Otoritas Kompeten Pertanian Organik melalui SK Menteri
Pertanian No. 432/Kpts/OT.130/9/2003 dan Pembentukan Task Force Organik. Berbagai pelatihan
fasilitator dan inspektor organik, seminar dan workshop untuk mensosialisasikan pertanian organik
kepada masyarakat dan stakeholder telah dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai
lembaga yang telah bergerak di bidang pertanian organik saat ituBahkan SNI Pertanian Organik
telah disyahkan oleh BSN yaitu SNI 01-6729-2002.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rahim, Abd. S.P., M.Si , Diah Retno Dwi Hastuti, S.P., M.Si, Pengantar, Teori dan Kasus, Ekonomika
Bio-FOB Technology
is nature products
LATAR BELAKANG
Clean agriculture/organic farming dan biofarming saat in merupakan target/symbol suatu
usaha tani yang diimpikan oleh konsumen dan produsen di Negara-negara maju, dimana
pertaniaan semacam ini akan mengasilkan makan sehat dan bergizi. Produk pertaniaan yang
diharapkan adalah bebas dari penggunaan sarana produksi yang mengandung bahan kimia
sintetis atau residu yang membahayakan kesehatan manusia dan mempunyai nilai gizi yan tinggi.
Peluang semacam ini dapat diperoleh melalui pertaniaan organik dengan menngunakan benih
unggul, penggunaan mikroba berguna (biopestisida dan biofertilizer), pupuk organik dan pestisida
nabati.
Indonesia adalah Negara agraris dimana sector agroindustri sangat berperanan dalam
kehidupan banyak penduduk Indonesia. Diperkirakan sekitar 70% penduduk Indonesia bergerak
disektor pertanian. Isue global mengenai dampak penggunaan sarana produksi yang mengandung
bahan kimia sitentis termasuk pestisida dan pupuk harus mendapat perhatian lebih serius.
Disamping itu pemerintah Indonesia telah mulai terlibat dalam perdangangan bebas, dimana
persaingan secara terbuka terhadap produk-produk pertanian yang ada dipasar global. Kwalitas
produk ditentukan oleh ecolabeling, sertifikasi bebas hama dan penyakit serta bebas dari residu
pestisida.
Untuk membangun suatu system usaha tani yang berorentasi organic farming maka
pemanfaatan sumber daya hayati
merupakan salah satu komponen peting yang perlu di kembangkan secara optimal. Lahan-lahan
pertaniaan yang baru dibuka disamping ketersediaan hara yang cukup sebenarnya
mikroorganisme mempunyai pernanan yang penting untuk menjaga keseimbangan agroekostem
dilahan tersebut. Timbulnya gangguaan hama penyakit dan ketergantungan kepada pupuk sintetis
sebenarnya merupakan akibat dari rusaknya ekosistem dilahan tersebut. Pemanfaatan
mikroorganisme dalam budidaya pertaniaan moderen yang berorentasi organic farming berupa
pupuk hayati (biofertilizer), agensia pengendali hayati (biopestisida) dan pengolahan limbah
organik/hewan menjadi pupuk kompos (biokomposer) telah berkembang dengan pesat.
Perusahan-perusahan agroindustri diluar negeri seperti Ciba-Geigy, Du-Pont dan Sumitomo telah
mulai memproduksi dan memasarkan formula mikroba berguna untuk skala luas. Teknologi
BioFOB yang dasarnya pemanfaatan mikroba telah diformula yang dapat digunakan dalam
pertaniaan organic.
TEKNOLOGI Bio-FOB
Teknologi Bio-FOB adalah inovasi baru, yang memperkenalkan peranan mikroogranisme
dan ekstra tanaman (matabolik sekunder) dalam budidaya tanaman yang berorientasi pertaniaan
organik (organic farming) dan ramah lingkungan. Mikroorganisme yang digunakan dapat berperan
mengendalikan penyakit dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (induksi
ketahanan) yang disebabkan patogen serta memacu pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Teknologi ini mulai dikaji di tanaman vanili pada tahun 1990 dengan mengkoleksi dan
mengevaluasi potensi beberapa mikroorganisme berguna seperti Fusarium oxyporum non
patogenik , Bacillus, Trichoderma , Penicillium dan Pseudomonas flourescens serta ekstar
tanaman. Hasil kajiaan tersebut menunjukkan bahwa beberapa diantara mikroorganisme tersebut
cukup efektif dan mempunyai prospek untuk meningkatkan ketahanan/kesehatan dan produksi
tanaman. Kombinasi atau secara tunggal mikroorganime tersebut telah diproduksi secara massal
dalam beberapa formula/kemasan yang telah dipatenkan. Sejak tahun 2001 teknologi ini mulai
diluncurkan dan dikembangkan secara luas pada tanaman vanili di Indonesia pada beberapa
propinsi melalui sistem waralaba dengan melibatkan swasta lokal. Sampai saat teknologi Bio-FOB
sudah menggunakan 4 jenis mikroorganisme yaitu Fusarium oxysporum non patogenik, Bacillus
pantotkenticus, Bacillus firmus dan Trichodema lactae serta ekstrak tanaman cengkeh. Bahan
baku yang digunakan adalah ramah lingkugan, sehingga dasar penegembangannya berorentasi
pada budidaya tanaman organik yang ramah lingkungan.
Dalam beberapa kajian menunjukkan bahwa teknologi Bio-FOB dapat digunakan secara
organik penuh atau semi organik. Dalam budidaya tanaman vanili dengan teknologi Bio-FOB
selama ini sepenuhnya tidak menggunakan pupuk anorganik dan pestisida sintetik. Hasil observasi
pada beberapa tanaman yang dilakukan oleh petani dan pengguna teknologi ini menunjukkan
bahwa penggunaaan komponen teknologi BioFOB secara terpadu atau tunggal ternyata dapat
komponen yang telah dihasilkan dari beberapa penelitian yang dilakukan BALITTRO sejak tahun
1990. Paket teknologi diperkenalkan kepada pengguna dengan naman Teknologi Bio-FOB. Bahan
aktif yang digunakan
dalam aplikasi teknologi Bio-FOB adalah :
1.Fusarium oxysporum non patogenik (Fo.NP). Mikroorganisme ditemukan dari jaringan tanaman
sehat dan tidak patogenik pada tanaman melalui uji patogenisitas dan analisa VCG (vegetative
compatibel group). Mikroorganisme ini dapat menginduksi ketahanan tanaman tehadap penyakit
Layu Fusarium, busuk Phythopthora dan layu Verticillium. Fo. NP pertama kali dipublikasi oleh
Komada et al. seorang penliti jepang tahun 1980-an. Hasil temuaan menjelaskan bahwa
penggunaan Fo.NP efektivitasnya sama dengan fungisida Binomil untuk pengendalian layu
Fusarium pada ubi jalar. Fo.NP mempunyai beberapa keunggulan antara lain;
a. Induksi ketahan. Fo. NP berfungsi untuk menginduksi system ketahanan tanaman dengan
meningkatnya aktivitas beberapa enzim tertentu dalam sistem metabolisme tanaman yaitu ;
-1,4-glukosidase, chitinase dan -1-3-glukonase.
b. Tidak Patogen : Fo.NP sesuai dengan uji Postulate Koch dan VCG tidak patogen pada
tanaman serta merupakan sapropitik dialam
c. Merangsang pertumbuhan tanaman : Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Fo.NP
dapat merangsang pertumbuhan tanaman dengan meningkatnya pembentukaan IAA pada
akar tanaman pada waktu mikroorganisme ini melakukan penetrasi kedalam jaringan akar.
d. Membentuk spora istirahat; Fo.NP dapat membentuk spora istirahat (klamidosfora) jika
dalam kondisi yang extrim sehingga dalam bentuk ini Fo.NP dapat bertahan dialam dalam
beberapa tahun.
2.Bacillus pantotkenticus (BP. sJ2). Mikroorganisme ini di isolasi dari perakaran tanaman jagung,
Cibinong Jawa Barat dengan mengunakan media selektif SPA. Mikroorganisme ini membentuk
spora, selnya berbentuk batang, memproduksi katalase, bersifat gram positif, bersifat aerob
dan fakultatif anaerob. Mempunyai kemampuan membentuk endospora lebih dari 1 dalam
sporangium.Beberapa species Bacillus antara lain B. subtilis B.cereus dan B thuringiensis
telah dilaporkan sebagai bioagensia pada beberapa patogen dan hama tanaman. Secara luas
B. subtilis telah digunakan untuk pengendalian patogen tanaman dan B. thuringiensis pada
hama tanaman. B. pantotkenticus yang digunakan dalam aplikasi teknologi Bio-FOB
mempunyai beberapa kegunaan antara lain :
a.
4. Eugenol . Senyawa ini diekstrak dan diisolasi dari daun dan gagang bunga tanaman cengkeh
mempunyai beberapa kegunaan
a. Bersifat antifungal terhadap beberapa patogen tanaman antara lain: Phytopthora capsici,
Pythium, Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, Sclerotium rofsii Fusarium solani dan
Rigidoporus lignosus.
b. Mengendaliakan jamur kontaminan dalam gudang antara lain; Aspergillus, Penicillium dan
Trichoderma.
A. Bio-FOB
(Bahan aktif, Fusarium oxysprum non patogenik)
SPESIFIKASI.
Bio-FOB, adalah formula dengan bahan aktif (b.a) spora Fusarium
oxysporum non
patogenik (Fo. NP). Cara kerjanya dapat menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit
jamur patogenik seperti Fusarium, Phytopthora, Verticilium dll. Untuk aplikasi dilapangan telah
disiapkan 4 macam formula yang sudah dipaten pada Ditjen HAKI yaitu :
a. Bio-FOB EC : formula berbentuk cair mengandung spora Fo.NP 10
cfu/ml dengan
kemasan 1 liter.
b.
cfu/g
penyakit
B. Bio-TRIBA
SPECIFIKASI
Bio-TRIBA adalah formula bentuk cair mengandung spora
CARA PENGGUNAAN.
Dalam aplikasi Bio-TRIBA dapat dilarutkan dalam air sampai dengan konsentrasi 10ml/l
tergantung kebutuhan dan kadar air bahan yang akan diamplikasikan dengan metoda sebagai
berikut:
1.Pengolahan limbah organik menjadi kompos.
a. Dosis BioTRIBA, 2 3 lt/ton bahan baku.
b. Limbah organik dapat berupah kotoran hewan, residu tanaman, limbah pasar (sayuran),
serbuk gergaji, cocopit, arang sekam dll. Disusun secara berlapis-lapis sesuai dengan
jenis bahan yang digunakan.
c. Campuran bahan baku tersebut tergantung kepada ketersediaan bahan yang ada
dilapangan.
2.Meningkatkan Mutu Kompos/Pupuk Organik.
a. Bahan baku berupa kompos dan pupuk kandang (sapi, domba, ayam, kambing dan
kerbau) yang sudah tersedia.
b. Dosis Bio-TRIBA yang digunakan adalah 2 3/lt,
C. Mitol 20EC
(Bahan aktif: Eugenol dan eugenol acetat asal tanaman cengkeh)
SPESIFIKASI:
Fungisida nabati bentuk cair dapat digunakan untuk pengendalian jamur patogen tanaman antara
lain: Fusarium oxysporum, Rigidoporus lignosus, Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsi, Fusarium
solani dan jamur kontaminan dalam gudang/penyimpanan antara lain : Aspergillus, Penicellium
KEUNGGULAN
Ramah terhadap lingkungan sehingga sangat potensial digunakan dalam pertanian
organik untuk menghasilkan makanan sehat dan bergizi dan bersepektrum luas terhadap jamur
patogenik dan kontaminan.
CARA/DOSIS PENGGUNAAN.
Larutkan Mitol 20 EC kedalam air dengan dosis 4 5ml/l, kemudiaan diaduk sampai rata dan
disemprotkan pada tanaman. Mitol dapat doles langsung pada bagian terinfeksi pada tanaman.
WAKTU DAN INTERVAL APLIKASI.
Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada waktu pagi atau sore hari dengan interval 2 3 minggu
sekali
PATOGEN TARGET.
Uji laboratorium menunjukkan bahwa eugenol toksik terhadap beberapa patogen (termasuk
penyakit vanili) khususnya jamur patogen penghuni tanah yang sering menyerang beberapa
tanaman dan jamur yang sering terdapat digudang/penyimpanan seperti tercantum dalam tabel
berikut:
Nama Patogen
Rigodoforus lignosus
Fusarium oxysporum
Sclerotium rofsi
Fusarium solani
Rhizoctonia solani
Aspergillus
Penicillium
Tanaman Inang.
Karet, Jambu mente, coklat, kelapa sawit, kopi,teh.
Vanili, tomat, melon, bawang, sawit, ubi jalar, kapas.
Kacang-kacangan, buaya, tembakau, sayuran, buahbuahan, vanili
Tomat, sayuran, jeruk, kelapa sawit, kedele, padi, jahe,
jambu mente, karet,
Jahe, tembakau, tomat, sayuran, kacang tanah,
strawberry,padi.
Jamur kontaminan dalam penyimpanan atau gudang.
Jamur kontamian dalam penyimpanan atau gudang
D. Organo-TRIBA.
SPESIFIKASI
Organo-TRIBA, adalah pupuk organik dari bahan baku pilihan hasil penelitian yang diproses
dengan metoda fermentasi menggunakan mikroorganisme yaitu Bacillus pantotkentikus dan
Trichoderma lactae sebagai activator.
KEUNGGULAN.
1. Mengandung hara lengkap unsur makro (NPK) dan mikro(Ca,Mg, Mn, Fe.Na,B).
KESIMPULAN
Penggunaan mikroorganisme sebagai penginduksi dalam memproduksi bibit tanaman
yang bebas dan toleran terhadap Penyakit merupakan salah alternative untuk memperoleh bibit
tanaman yang bermutu. Hasil observasi pada beberapa tanaman menunjukkan bahwa
penggunaan metode cukup efektif, efisian dalam memperoleh bibit bebas dan tahan penyakit. Bibit
vanili Bio-FOB merupakan salah satu metoda yang efektif untuk mencegah penularan dan
penanggulan penyakit BBV. Dalam aplikasinya Bibit vanili Bio-FOB dilengkapi dengan komponen
teknologi lain yaitu formula Bio-TRIBA (mengandung B. pantotkenticus dan T. lactae), pupuk
organik yang diproses dengan Bio-TRIBA dan Mitol 20EC yang berbahan aktif eugenol dan sitral.
Formula Bio-FOB mengandung konidia F. o NP dapat digunakan untuk menginduksi ketahanan
tanaman panili terhadap serangan F. oxysporum. f.sp. vanillae dan merangsang pertumbuhan
vanili. Penggunaan Bio-TRIBA yang mengandung
melindungi tanaman dari serangan patogen penyebab penyakit, dan membantu ketersediaan hara
bagi tanaman.
Komponen teknologi tersebuat dirakit menjadi satu paket dan disebut paket teknologi BioFOB. Teknologi sudah disosialisasi penggunaannya pada tanaman vanili di 14.
propinsi di
Indonesia dan dikembangjkan dengan sistem waralaba yang melibatkan Dinas Perkebunan,
Swasta, Balittro dan Ditjen Perkebunan akan tetapi dengan harga vanili dalam tahun 2005-2007
anjolok sehingga animo masyarakat turun drastis untuk membudidayakan vanili, akibat para
pewaralaba bibit vanili Bio-FOB sangat sulit bertahan. Untuk itu maka penggunaan teknologi ini
pada tanaman lain, akan memberi peluang lebih besar bagi penakar teknologi untuk berkembang.
No.Paten :ID.0.000404
S
BioFOB
Tembakau BioFOB
_______________________________________
Produksi CV.Meori Agro Kerjasama Dengan BALITTRO
SPESIFIKASI.
Komp. BALITTRO No 8 Tlp.(0251)319605, Fax.(0251)387782
email.meori_agro@yahoo.co.id
No.Pendaftaran Paten
P.00200600160
SPESIFIKASI Bio-TRIBA :
Bio-TRIBA adalah formula bentuk cair mengandung spora dua jenis mikroorganisme yaitu
Bacillus pantotkenticus dan Trichoderma lactae, masing-masing dengan kepadatan
populasi 106cfu/ml dan 104cfu/ml. Kedua jenis mikroorganisme tersebut berasal dari alam
Indonesia yaitu diisolasi rizosfera tanaman jagung dan jambu mente. Formula Bio-TRIBA ,
ramah lingkungan dan telah didaftar hak patennya pada Ditjen HAKI.
KEGUNAAN Bio-TRIBA.
Bio-TRIBA dapat berfungsi sebagai biopestisida, biodekomposer limbah organik,
biofertilizer, pestisida nabati (four in one) yang mempunyai beberapa peranan dalam
meningkatkan kesehatan dan produksi tanaman sebagai berikut :
1. Mengendalikan dan menghambat serangan patogen penting pada tanaman antara lain;
Fusarium oxysporum, Fusarium Solani, Pythopthora, Pythium, Sclerotium rolfsii,
Rigidoforus lignosis, Rhizoctonia solani (Bio-Pestisida)
2. Mengolah limbah organik (limbah pasar, rumah tangga dan hewan) menjadi kompos
yang bermutu dalam waktu relatif singkat. (Bio-dekomposer)
3. Selama proses pengomposan Bacillus dan Trichoderma menghasilkan beberapa
senyawa metabolik secunder yang dapat menghancurkan jamur patogenik dalam
limbah (Bio-pestisida)
4. Bacillus dan Trichoderma dapat meningkat kesehatan tanaman terhadap infeksi
patogen.
5. Menstimulasi pertumbuhan tanaman (Biofertiliser).
6. Ekstrak kompos BioTRIBA bersifat pestisidal (Pestisida nabati)
7. Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah..
8. Ramah lingkungan dan aman terhadap manusia.
CARA PENGGUNAAN
1. Bio-TRIBA dapat dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 10ml/l.
2. Untuk pengolahan limbah organik menjadi kompos digunakan dosis 2l BioTRIBA/ton bahan .
3. Bio-TRIBA dapat dicampur langsung dengan pupuk oarganik sebelum digunakan
dengan dosis 2 lt/ton pupuk organic
4. Bio-TRIBA dapat disiram langsung pada pangkal batang tanaman dengan dosis
10ml/lt dengan interval 3 6 bulan sekali untuk tanaman tahunan dan sayuran 1
2 bulan sekali
MUTU.
1.Proses produksi dikerjakan oleh teknisi BALITTRO yang telah berpengalaman dibawah
pengawasan langsung penemu/peneliti Bio-TRIBA
2.Kultur yang digunakan secara periodik dimurnikan dan dijaga kwalitasnya serta dikoleksi
di laboratorium Fitopatologi BALITTRO, Bogor.
3.Viabilitas Bio-TRIBA disimpan dalam suhu kamar/ruangan dapat bertahan sampai 2 tahun
dalam kemasan 1 dan 5 liter.
Produksi CV. Meori Agro Bekerjasama Dengan BALITTRO, Bogor
Komp. BALITTRO No 8 Bogor, Tel.0251-319605, Fax.0251.387782
SPESIFIKASI
Organo-TRIBA, adalah pupuk organik dari
bahan pilihan yang diproses dengan metoda
fermentasi menggunakan mikroorganisme
berguna yaitu Bacillus pantotkentikus,
Trichoderma lactae dan Bacillus firmus
sebagai activator. Organo TRIBA pupuk
organic ramah lingkungan sangat cocok
digunakan dalam pertaniaan organik
KEUNGGULAN.
1. Mengandung hara lengkap(unsur makro dan mikro).
2. Mengandung beberapa mikroorganisme berguna seperti Bacillus,
Trichoderma, Penicillium dan Pseudomnas fluorescens
3. Bebas dari patogen berbahaya bagi tanaman.
MANFAAT
PENGGUNAAN
Organo-Triba dapat digunakan dipembibitan dan lapangan pada
tanaman perkebunan, sayur-sayuranan, pangan, bunga dan
horikultura. Dosis yang digunakan sesuai kebutuhan tanaman.
PRODUKSI
CV.MEORI AGRO BEKERJASAMA DENGAN BALITTRO
Komp.Balittro No.8 Bogor 1611
Tlp.0251.319605,Fax.0251.387782
email meori_agro@yahoo.co.id
MITOL 20EC
Specifikasi :
Cara/Dosis Penggunaan.
DAFTAR PUSTAKA
Adikara, RTS. 2001. Teknologi Laserpunktur pada Ternak. Pusat Penelitian Bioenergi Lembaga
Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya.
Evans, G. and WMC. Maxwell. 1986. Salamons Artificial Insemination of Sheep and Goats.
Butterworths.
Toelihere, MR. 1993. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
AAK, 1995. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah. Penerbit Kanisius.
Balai Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,
1996. Mengenal Jenis Hijauan Makanan Ternak. Gedong Johor, Sumatera Selatan.
Dirjen Peternakan, Departemen Pertanian, 1986. Budidaya dan Pengolahan Makanan
Ternak. Sembawa, Sumatera Selatan.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Dirjen Peternakan, Departeman
Pertanian, 1991. Pedoman Pemeliharaan Ternak. Bogor.
Hartadi, H., Reksohadiprodjo, S. dan Tillman, A. D.,1993. Tabel Komposisi Pakan Untuk
Indonesi., Gajah Mada University Press.
McIlroy. R. J., 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita. Jakarta.
National Research Council (NRC), 1975. Nutrient Requirements of Sheep. Fifth revised
edition. National Academy of Sciences Washington D.C.
National Research Council (NRC), 1981. Nutrient Requirements of Goats. National
Academy of Sciences Washington D.C.
National Research Council (NRC), 1985. Nutrient Requirements of Sheep. Sixth revised
edition. National Academy of Sciences Washington D.C.
Tilman, A.D., et.al., 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press,
Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.
Reksohadiprodjo, S.,1981. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.
Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.
Whiteman, P.C.., 1980. Tropical Pasture Science. Oxford University Press.
1.
Rahim, Abd. S.P., M.Si , Diah Retno Dwi Hastuti, S.P., M.Si, Pengantar, Teori dan Kasus,