Anda di halaman 1dari 23

KONSEP DAN PRO KONTRA

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Oleh :
Astrid Maharani

NIM 140820301005

Gardina Aulin Nuha

NIM 140820301018

MAGISTER AKUNTANSI
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JEMBER
2015

Statement of Authorship
Saya/Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas
terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan
orang lain yang saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk
makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas
bahwa saya/kami menggunakannya.
Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat
diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya
plagiarisme
Nama

: 1. Astrid Maharani
2. Gardina Aulin Nuha

NIM

: 1. 140820301005
2. 140820301018

Tandatangan

: 1.
2.

Matakuliah

: Corporate Social Responsibility

Judul Makalah/Tugas : Konsep dan Pro Kontra Corporate Social Responsibility


Tanggal

: 27 Februari 2015

Dosen

: Dr. Agung Budi Sulistiyo, M.Si, Ak, CA

BAB 1
KONSEP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Konsep Corporate Social Reponsibility mulai menjadi bahasan di dunia
sejak tahun 1930an, dan lebih diperdalam hingga saat ini. Dalam jurnal Archie B.
Carroll (1979) yang berjudul A Three-Dimensional Conceptual Model of
Corporate Performance, dibahas tentang perkembangan konsep CSR. Carroll
(1979) mengungkapkan beberapa pandangan definisi CSR dari beberapa ahli.
Wilkie di tahun 1930 membantu mengedukasi pelaku bisnis menuju pemahaman
baru

yakni

pertanggungjawaban

sosial

selanjutnya

Bowen

1953

mempublikasikan tulisan Social Responsibility of the Businessman (acuan konsep


CSR), hal inilah yang kemudian menggugah munculnya penelitian yang dilakukan
untuk lebih memahami konsep CSR. Berbagai penelitian pun dilakukan beberapa
ahli untuk mengungkap definisi dan konsep CSR. Namun, hal ini justru
menimbulkan terjadnyai keambiguan konsep CSR menurut beberapa ahli tersebut.
Konsep CSR diungkapkan oleh Keith Davis (1960) bahwa businesses decisions
and actions taken for reasons at least partially beyond the firms direct economic
or technical interest yang berarti tanggung jawab perusahaan lebih dari sekedar
tanggung jawab ekonomi tapi juga tanggung jawab sosial. Konsep CSR
diungkapkan oleh Commitee for Economic Development (CED) di 1971
mencetuskan pendekatan yang disebut dengan Three Concentris Circles yang
digambarkan dengan :
1. Inner circles : tanggung jawab mendasar untuk melaksanakan fungsi
ekonomi dengan efisien (produk, perkerjaan, dan pertumbuhan ekonomi)
2. Intermediate circles : tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi
dengan kesadaran yang peka terhadap perubahan nilai-nilai sosial dan
prioritas (peduli terhadap konservasi lingkungan, hubungan dengan
karyawan)
3. Outer circles : widening circle, perusahaan harus terlibat aktif
memperbaiki lingkungan sosial (membantu mengatasi masalah sosial:
kemiskinan dan kerusakan alam)

Dari beberapa konsep CSR tersebut, Carroll (1979) menyimpulkan tentang


konsep CSR menurut beberapa ahli. Beberapa pendapat menjelaskan bahwa CSR
adalah :
1. Hanya menghasilkan keuntungan (Friedman)
2. Lebih dari sekedar menghasilkan keuntungan (Davis, Backman)
3. Lebih dari sekedar ekonomis dan ketentuan hukum (McGuire)
4. Aktivitas sukarela (Manne)
5. Ekonomis, hukum, aktivitas sukarela (Steiner)
6. Lingkaran konsentris, widening circle (CED, Davis dan Blomstrom)
7. Kepedulian yang lebih terhadap sistem sosial (Eells dan Walton)
8. Tanggung jawab sejumlah masalah sosial (Hay, Gray, dan Gates)
9. Memberikan cara untuk melakukan tanggung jawab sosial (Ackerman dan
Bauer, Sethia)
1.1 Model Kinerja Sosial
Implikasi dari berbagai pandangan tentang CSR adalah dengan adanya
sejumlah isu. Carroll (1979) menjelaskan bahwa terdapat tiga aspek berbeda dari
kinerja sosial perusahaan yang harus diungkapkan dan saling berkaitan yakni : 1)
definisi dasar tanggung jawab sosial (apakah pertanggungjawaban lebih dari
sekedar kepedulian ekonomis dan hukum) , 2) seberapa banyak masalah yang ada
pada tanggung jawab sosial (seberapa luas lingkup sosial

lingkungan,

keamanan produk, diskriminasi, dll yang memerlukan pertanggungjawaban?) ,


3) suatu spesifikasi tentang philosophy of response (apakah kita bereaksi
terhadap isu tersebut atau lebih pro aktif?)
1.1.1 Definisi Tanggung Jawab Sosial
Dari beberapa definisi tanggung jawab sosial yang telah dijelaskan, dapat
dikategorikan menjadi :
1. Economic Responsibilities (Tanggung Jawab Ekonomi)
Pada dasarnya, tanggung jawab sosial dalam bisnis bersifat ekonomis.
Asumsi

dasarnya,

perusahaan

memiliki

tanggung

jawab

untuk

memproduksi barang dan melayani publik serta melakukan penjualan


sehingga diperoleh profit.
2. Legal Responsibilities (Tanggung Jawab hukum)
Perusahaan diizinkan untuk melakukan produksi sebagai bagian dari
kontrak sosial dengan publik. Publik mengaharapkan perusahaan
melakukan kegiatan ekonominya sesuai dengan peraturan hukum yang

berlaku. Tanggung jawab ekonomi dan hukum berhubungan secara


simultan.
3. Ethical Responsibilities (Tanggung Jawab Etika)
Meskipun dua kategori diatas mengandung norma-norma, tetapi terdapat
kegiatan atau perilaku pelaku bisnis yang diharapkan oleh publik yang
tidak tercakup dalam dua kategori sebelumnya. Pertanggungjawaban yang
bersifat etis adalah tanggung jawab yang tidak jelas dan akibatnya pelaku
usaha

sulit

untuk

mengatasinya.

Beberapa

tahun

belakangan

pertanggungjawaban yang bersifat etis menjadi jelas, meskipun masih


menjadi perdebatan. Publik mengharapkan lebih pada tanggung jawab
etika dibanding ketentuan hukum.
4. Discretionary Responsibilities (Tanggung Jawab Kebijakan)
Tidak ada batasan yang jelas bagi bisnis, apalagi

dalam

pertanggungjawaban etis. Pelaku bisnis melakukan pertanggungjawaban


secara sukarela. Contoh aktivitas sukarela tersebut seperti melakukan
kegiatan kemanusiaan, melakukan program pembinaan bagi pengguna
narkoba, pelatihan bagi yang belum bekerja, dan menyediakan penitipan
anak bagi ibu yang bekerja.
Dari empat kategori tersebut, masing-masing pertanggungjawaban akan
membentuk total atau keseluruhan dari tanggung jawab sosial yang menghasilkan
suatu definisi yang lengkap menurut ekspektasi publik tentang perusahaan.
Sehingga dapat didefinisikan bahwa tanggung jawab sosial dalam bisnis meliputi
ekonomi, hukum, eetika, dan kebijakan dari ekspektasi publik pada kurun waktu
tertentu.

1.1.2 Keterlibatan Isu Sosial


Dalam mengembangkan kerangka konseptual kinerja sosial perusahaan,
tidak cukup hanya mengetahui sifat dasar tanggung jawab sosial (ekonomi,
hukum, etis atau etika, dan kebijakan) tetapi juga harus mengidentifikasi isu-isu
sosial terkait tanggung jawab sosial tersebut. Jurnal Carroll (1979) ini tidak
membahas tentang identifikasi isu-isu sosial secara tuntas karena terjadi berbagai
perubahan isu dan masing-masing industri memiliki isu yang berbeda.
Kesimpulannya, bahwa isu sosial harus diidentifikasi sebagai aspek
penting dari kinerja sosial perusahaan, namun bukan berarti menyepakati
bagaimana seharusnya isu sosial tersebut. Bukan mengarahkan bagaimana
sebaiknya isu sosial itu berkembang tapi hanya mengidentifikasi isu sosial
tersebut.

1.1.3 Filosofi Kepedulian


Aspek ketiga yakni model terkait dengan filosofi, cara atau strategi dibalik
bisnis untuk merespon tanggung jawab sosial dan isu sosial yang kemudian
disebut kepedulian sosial. Kepedulian sosial digambarkan bervariasi pada suatu
rangkaian dari yang tidak merespon (do nothing) sampai dengan yang merespon
proaktif (do much). Carroll (1979) meringkas berbagai pendapat para ahli tentang
kepedulian sosial yang kemudian digambarkan menjadi kategori kepedulian
sosial.
1. Ian Wilson (1974) menggolongkan 4 strategi bisnis untuk mewujudkan
kepedulian sosial yakni reaction (reaksi), defense (mempertahankan),
accomodation (akomodasi), dan proaction (bertindak)
2. Terry McAdam (1973) menjelaskan tentang 4 filosofi tanggung jawab
sosial dengan pendekatan manajerial pada karakteristik kepedulian yakni
fight all the way (berusaha dengan segala cara), do only what is
required (melakukan kegiatan yang dibutuhkan), be progressive
(memiliki keinginan untuk maju), lead the industry (memimpin
industri)
3. David dan Blomstrom (1975) menjelaskan tentang respon alternatif untuk
mengatasi tekanan sosial yakni dengan withdrawal (penarikan diri), public
relations approach (pendekatan hubungan publik), legal approach
(pendekatan hukum), bargaining (perundingan), dan problem solving
(penyelesaian masalah)
1.2 Penggunaan Model Kinerja Sosial Perusahaan

Model konseptual kinerja sosial perusahaan ini berguna bagi akademis dan
manajer. Dalam model kinerja sosial perusahaan, Carroll (1979) mengaitkan 3
aspek tanggung jawab sosial yakni :
1. Didasarkan dari aspek definisi tanggung jawab sosial (ekonomi, hukum,
etika, kebijakan)
2. Didasarkan dari aspek isu sosial (konsumtif, lingkungan, diskriminasi,
keamanan produk, keselamatan kerja, dan pemegang saham)
3. Didasarkan dari aspek filosofi kepedulian sosial (reaction (reaksi), defense
(mempertahankan), accomodation (akomodasi), dan proaction (bertindak)

Ketiga

aspek

tersebut,

mencetuskan

pertanyaan

bagaimana

cara

menganalisis kinerja sosial. Model ini bukanlah konsep yang paling baik, tapi
merupakan langkah sederhana untuk mengetahui aspek utama dalam kinerja
sosial.

Bagi akademisi, model ini sebagai alat untuk memahami perbedaan antara
definisi tanggung jawab sosial yang muncul dalam berbagai literatur. Bagi
manajer, model ini akan membantu untuk memahami bahwa tanggung jawab
sosial tidak terpisah satu sama lain antar aspek dan berbeda dari kinerja ekonomi
melainkan merupakan salah satu bagian dari total tanggung jawab sosial.
Selain Carroll, penelitian di tahun 1975 yakni Preston mulai membahas
tentang pencarian paradigma keterkaitan hubungan antara perusahaan dan
masyakat dengan judul Corporation and Society: The Search for a Paradigm.
Preston membahas tentang pentingnya hubungan antara perusahaan dengan
masyarakat yang berguna untuk mendesain atau menemukan mekanisme baru
untuk menentukan dan mendistribusikan manfaat sosial dan manfaat ekonomi
yang ada. Preston (1975) mengkritik tentang banyaknya literatur ekonomi yang
mengabaikan tentang hubungan perusahaan dan masyarakat, dan berpikir bahwa
para ekonom tak ingin ambil pusing dengan hubungan tersebut. Preston
memberikan pemikiran bahwa diperlukan adanya analisa mendalam tentang
hubungan masyarakat dengan perusahaan serta konsep yang komprehensif
perusahaan dan masyarakat. Seperti apa konsep tersebut?
Preston menjelaskan tentang pemikirannya bahwa perusahaan dan
masyarakat memiliki berbagai tujuan. Oleh karena itu, perilaku dan interaksi
antara perusahaan dengan masyarakat harus dijelaskan untuk mencapai perpaduan
tujuan. Hal ini mungkin dianggap sebagai ide yang konvensional, namun
hubungan perusahaan dan masyarakat dan analisis tentang prioritas sosial
menunjukkan bahwa tidak ada konsep yang begitu bermanfaat sehingga dapat
dikombinasikan dan dicocokkan dan diperoleh suatu kerangka analisis.

BAB 2
PRO DAN KONTRA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Corporate social responsibility atau yang biasa disebut dengan CSR
merupakan suatu konsep pertanggungjawaban sosial suatu perusahaan kepada
masyarakat yang dititik beratkan pada tiga fokus utama yaitu ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Perkembangan penerapan konsep CSR menggelitik beberapa pihak
untuk melakukan diskusi terkait dengan substansi CSR itu sendiri. Lebih lanjut
lagi, diskusi yang dilakukan merujuk pada argumen pro dan kontra mengenai
konsep CSR. Perbedaan argumen mengenai konsep CSR juga dituangkan dalam
suatu artikel yang berjudul The Case for and Against Business Assumption of
Social Responsibilities oleh Keith Davis. Artikel tersebut memaparkan poin poin
argumen baik dari sisi pro maupun kontra atas konsep CSR. Berikut akan diulas
mengenai pemaparan argumen dalam artikel tersebut.
2.1 Pendapat Pro atas CSR
2.1.1 Kepentingan jangka panjang
Argumen ini beranggapan bahwa masyarakat mengharapkan
adanya timbal balik dari perusahaan atas aktivitas operasi perusahaan yang
memberikan dampak kepada masyrakat. Sehingga perusahaan yang lebih
peka dan memiliki respon yang cepat atas kebutuhan masyrakat
disekitarnya maka akan tercipta lingkungan yang kondusif dan lebih lanjut
lagi akan memberikan keuntungan di masa yang akan datang.
Keuntungan akan terwujud salah satunya ketika perusahaan
melakukan perekrutan karyawan yang berasal dari masyarakat sekitar
maka proses perekrutan akan lebih mudah. Selain itu pergantian karyawan
dan ketidakhadiran karyawan dapat berkurang. Lebih lanjut lagi, sebagai
hasil dari perbaikan sosial, kejahatan akan berkurang dengan keuntungan

nantinya perusahaan tidak perlu mengeluiarkan uang untuk melindungi


properti akibat kejahatan serta membayar pajak ketika membutuhkan
bantuan pihak kepolisian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat
yang baik akan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi
perusahaan.
2.1.2

Pencitraan Publik
Praktik tanggung jawab sosial atu CSR yang dilakukan perusahaan
akan membentuk suatu citra yang dapat menguntungkan perusahaan.
Dengan bentuk kepedulian perusahaan kepada masyarakat maka akan
menarik perhatiaan pelanggan maupun calon pelanggan. Sehingga dengan
citra yang baik akan menjadi keuntungan pada akhirnya.

2.1.3

Keberlangsungan bisnis
Harapan terciptanya citra publik yang baik tidak terlepas dari
harapan yang lebih besar yaitu terkait dengan keberlangsungan atau
keberlanjutan dari suatu entitas. Keberlangsungan usaha atau going
concern berhubungan dengan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan
masyarakat oleh suatu perusahaan. Masyarakat ibarat memberikan suatu
piagam kepada perusahaan atas aktivitas operasi perusahaan sehingga
ketika masyarakat menganggap perusahaan tidak memenuhi apa yang
diharapkan masyarakat maka masyarakat dapat mengubah atau bahkan
mencabut

piagam tersebut.

Oleh karena

itu, jika bisnis

ingin

mempertahankan peran sosial yang sekarang dan kekuatan sosial, harus


merespon kebutuhan masyarakat dan memberikan apa yang diinginkan
masyarakat.
2.1.4

Menghindari peraturan pemerintah


Konsep CSR dapat menghindarkan dari pembentukan peraturan
pemerintah yang memberikan dampak kepada perusahaan. Peraturan yang
tercipta ditakutkan akan mengurangi fleksibiltas pengambilan keputusan
oleh perusahaan dan membatasi ruang gerak perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya. Oleh karena itu jika perusahaan melakukan CSR
maka masyarakat memberikan dukungan kepada perusahaan sebaliknya

jika perusahaan melupakan tanggung jawabnya kepada masyarakat maka


masyarakat akan menentang dan pemerintah bisa melakukan campur
tangan melalui peraturan yang dibuatnya.
2.1.5

Norma sosial budaya


Konsep CSR dapat dijalankan akibat dari norma yang terbentuk
dalam lingkungan perusahaan tersebut berdiri. Seorang pengusaha dalam
menjalankan suatu perusahaan tidak akan lepas dari pengaruh budaya atau
norma yang terbentuk. Penelitian juga menunjukkan bahwa norma-norma
budaya ini adalah penentu kuat suatu perilaku. Sehingga ketika norma
yang berlaku dalam masyarakat lingkungan perusahaan mangarah terhadap
pentingnya tanggung jawab sosial maka pengusaha dalam suatu
perusahaan akan mengarah pada norma yang sama.

2.1.6

Kepentingan pemegang saham


Pendapat lain yang mendukung konsep CSR berpendapat bahwa
CSR atau tanggung jawab sosial dilakukan demi kepentingan pemegang
saham. Hal tersebut terkait dengan argumen sebelumnya yaitu citra publik
serta menghindari peraturan pemerintah.

2.1.7

Let Business Try


Pendapat ini mendukung konsep CSR dengan anggapan bahwa
banyak lembaga lain telah gagal dalam menangani masalah sosial, jadi
mengapa tidak beralih ke bisnis. Dengan CSR yang dilakukan oleh
perusahaan maka diharapkan akan mengurangi masalah sosial yang terjadi,
contohnya saja CSR perekrutan SDM di suatu wilayah akan mampu
mengurangi tingkat pengangguran di wilayah tersebut. Dengan penurunan
tingkat pengangguran maka diharapkan tingkat kejahatan akan menurun
juga.

2.1.8 Bisnis memiliki sumber daya


Argumen terkait adalah bahwa bisnis memiliki sumber daya
berharga yang dapat diterapkan pada masalah sosial, sehingga masyarakat
harus menggunakannya. Sumber daya tersebut bukan dalam bentuk uang,

karena beberapa berasumsi salah bahwa uang dapat menghilangkan


permasalahan sosial yang terjadi. Tiga sumber daya penting yang mungkin
tidak dimiliki lembaga sosial untuk menyelesaikan masalah sosial adalah
manajemen, keahlian fungsional, dan sumber daya modal. Dengan ketiga
sumber daya yang dimiliki perusahaan maka CSR akan mampu untuk
mengurangi atau menyelesaikan permasalahan sosial yang terjadi di
masyarakat. Sehingga perusahaan dapat berkontribusi dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
2.1.9

Permasalahan menjadi keuntungan


Argumen lain adalah bahwa jika kemampuan inovatif bisnis dapat
beralih ke masalah sosial, banyak masalah bisa ditangani menguntungkan
sesuai dengan konsep bisnis tradisional. Hal ini diakui bahwa tidak semua
masalah dapat ditangani dengan cara ini, tapi fakta bahwa beberapa dapat
harus mendorong bisnis untuk menjadi lebih aktif dalam bidang sosial.
Sebagai contoh, operator tambang jalur fosfat di Florida telah menemukan
bahwa setelah pertambangan mereka dapat mengkonversi lahan untuk
homesites di danau, sehingga terbentuk lahan yang lebih baik. Perusahaan
kimia telah menemukan bahwa mereka dapat mengubah beberapa limbah
menjadi keuntungan, dan beberapa perusahaan lain yang meneliti
kemungkinan dapat memberikan keuntungan yang sama.

2.1.10 Mencegah lebih baik daripada mengobati


Argumen ini menjelaskan bahwa mencegah lebih baik daropada
mengobati yang berarti sebelum permasalahan akan semakin rumit maka
perusahaan dari awal telah melakukan tanggungjawabnya kepada
masyarakat. Hal yang ditakutkan adalah ketika perusahaan tidak segera
bertanggungjawab akibat aktivitas operasi perusahaan yang berdampak
buruk pada masyarakat maka masyarakat bisa saja melakukan tuntutan
yang dapat merugikan keberlangsungan perusahaan. Sehingga sebelum hal
tersebut terjadi akan lebih baik jika tanggung jawab sosial atau CSR
dilakukan.
2.2 Pendapat Kontra atas CSR

2.2.1 Keuntungan maksimal


Argumen ini menolak atas praktik CSR. Argumen ini beranggapan
bahwa suatu perusahaan harus berfokus hanya pada menciptakan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Pengeluaran yang dilakukan untuk
program CSR dianggap tidak menguntungkan bagi perusahaan. Hal yang
terjadi akibat operasi perusahaan yang terkait dengan masyarakat dan
lingkungan di sekitar perusahaan bukanlah tanggung jawab dari suatu
perusahaan. Pihak yang seharusnya bertanggungjawab atas permaslahan
tersebut

adalah

pemerintah.

Pemerintah

merupakan

pihak

yang

bertanggung jawab atas permasalahan yang terjadi di masyarakat dan


lingkungan. Argumen ini beranggapan bahwa perusahaan hanya
berkewajiban membayar pajak kepada pemerintah dan permasalahan
sosial, ekonomi masyarakat serta lingkungan pemerintahlah yang harus
menyelesaikan.
2.2.2

Biaya keterlibatan sosial


Argumen ini beranggapan bahwa dalam hal masalah sosial
memang dibutuhkan sumber daya ekonomi untuk menyelesaikannya. Hal
itu dapat dipenuhi oleh suatu perusahaan yang jelas memiliki sumber
ekonomi. Akan tetapi sumber ekonomi adalah sumber daya yang cepat
berkurang jika tidak di gunakan dengan bijaksana.Oleh karena itu jika
perusahaan dituntut untuk selalu melakukan tanggung jawab sosial maka
akan menimbulkan adanya biaya-biaya tambahan yang dapat mengurangi

2.2.3

sumber ekonomi perusahaan.


Kurangnya keterampilan sosial
Argumen ini beranggapan bahwa seorang pengusaha tidak akan
bisa melakukan hal-hal yang berhubungan dengan sosial karena mereka
tidak memiliki keterampilan dalam bidang tersebut. Lebih lanjut lagi,
seharusnya mengurusi permasalahan sosial adalah lembaga yang memang
dibentuk untuk bekerja dalam bidang tersebut. Selain itu cara pandang
seorang pengusaha tidak luput dari mencari keuntungan sehingga hal
tersebut tidak akan selaras untuk penyelesaian masalah sosial. Sehingga

argumen ini menganggap suatu perusahaan tidak dapat dipercaya dalam


hal program tanggung jawab sosial.
2.2.4 Dilusi tujuan utama bisnis
Jika suatu perusahaan menambah tujuan utama bisnisnya yaitu
masalah sosial maka produktivitas perusahaan untuk meningkatan sumber
daya ekonominya akan mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan
fokus perusahaan terbelah menjadi dua. Oleh karena itu jika suatu
perusahaan menjalankan dua tujuannya dan jika tidak mampu dan pada
akhirnya kedua tujuan tidak maksimal maka akan memperburuk citra
publik. Sehingga untuk alasan resiko yang besar, perusahaan tidak perlu
memfokuskan dalam masalah sosial.
2.2.5

Lemahnya neraca pembayaran internasional


Argumen ini menyatakan bahwa suatu perusahaan melakukan
tanggung jawab sosial maka akan memunculkan biaya tambahan.
Sehingga perusahaan menambahkan biaya tambahan pada harga produk.
Alhasil harga produk mengalami peningkatan. Lebih lanjut lagi jika
produk tersebut diperdagangkan secara internasional, jika bertemu dengan
produk yang sama dari negara lain yang tidak memiliki biaya tambahan
akibat CSR maka jelas produk dengan biaya tambahan CSR akan kalah.
Kemudian akibat harga yang lebih mahal, penjualan akan mengalami
penurunan sehingga neraca pembayaran internasional akan mengalami
penurunan juga. Akibat neraca pembayaran internasional sudah dalam
kondisi yang buruk, hal ini dapat lebih melemahkan dan menyebabkan
masalah moneter internasional yang tidak diinginkan. Selain itu, penjualan
kurang berarti lebih sedikit pekerjaan bagi pekerja suatu perusahaan.
Sebagai contoh, Arizona menghasilkan lebih dari setengah tembaga
di Amerika Serikat. Jika orang-orang dari Arizona memerlukan peralatan
pengendalian polusi untuk tambang dan smelter dengan biaya mahal, yang
akan meningkatkan biaya tembaga dua atau tiga sen per pon, maka
pembeli dapat berubah di tempat lain untuk tembaga lebih murah. Karena

tembaga adalah logam standar internasional. mereka mungkin berpindah


pada tambang di Afrika daripada tambang Amerika Serikat. Hasilnya akan
menurunkan kerja tembaga di Amerika Serikat dan tidak menguntungkan
bagi perekonomian Amerika Serikat akibat impor tembaga. Selanjutnya,
dari sudut pandang pertahanan nasional ini akan membuat Amerika Serikat
lebih kekurangan dalam memenuhi kebutuhan tembaga, mungkin
membahayakan keamanan bangsa pada saat perang.
2.2.6

Bisnis memiliki power yang cukup


Bisnis dianggap sudah cukup memiliki kekuatan sosial, sehingga
kita tidak perlu mengambil langkah-langkah yang akan memberikannya
lebih banyak kekuatan. Pengaruh bisnis sudah sangat dirasakan oleh
masyarakat. Hal ini dirasakan dalam pendidikan, dalam pemerintahan, di
rumah, dan di pasar. Oleh karena itu, jika bisnis ditunjuk untuk
menyelesaikan masalah sosial maka bisnis akan memiliki kekuatan yang
lebih besar lagi. Sehingga seharusnya lembaga-lembaga sosial lah yang
diharapkan menyelesaikan permaslahan sosial yang terjadi.

2.2.7

Kurangnya akuntabilitas
Argumen ini menyatakan bahwa bisnis tidak bertanggung jawab
atas masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Oleh karenai itu tidak
bijaksana jika melimpahkan tanggung jawab permasalahan sosial kepada
perusahaan. Hal tersebut dikarenakan perbedaan yng jelas atas bisnis dan
sosial. Bisnis lebih mengedepankan keuntungan sehingga tidak akan
selaras jika harus bertanggung jawab dalam masalah sosial. Sehingga
kebutuhan masyarakat tidak harus sepenuhnya dilimpahkan pada
perusahaan.

2.2.8

Kurangnya dukungan yang luas


Satu hal terakhir adalah bahwa keterlibatan bisnis dalam
permasalahan sosial, mungkin tidak memiliki dasar dukungan yang luas di
antara semua kelompok dalam masyarakat. Jika bisnis tidak terlibat secara
sosial, itu akan menciptakan begitu banyak gesekan dan dianggap bahwa
bisnis tidak dapat melakukan tugas sosial. Meskipun banyak orang ingin

bisnis untuk terlibat dalam masalah sosial, yang lain menentang gagasan
itu. Ada kurangnya kesepakatan di kalangan masyarakat umum, kalangan
intelektual, di pemerintahan, dan bahkan di antara pengusaha sendiri.
Berbagai alasan telah disebutkan sebelumnya untuk oposisi ini. Hal ini
baik rasional dan emosional, tapi itu nyata. Terlepas dari alasan, fakta
bahwa ada pro dan kontra atas keterlibatan bisnis dalam hal sosial maka
menyebabkan kegagalan dalam menyelesaikan permasalahan sosial.

BAB 3
EVOLUSI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Selama beberapa dekade terakhir CSR merupakan suatu konsep dan
progam yang banyak disuarakan serta didiskusikan baik oleh akademisi maupun
praktisi. Oleh karena itu, konsep ini tak luput dari adanya evolusi. Evolusi atau
perubahan atas konsep ini dibahas dalam sebuah artikel terbitan Elsevier karya
Philip L. Cochran. Berikut beberapa evolusi CSR yang di jelaskan oleh Philip L.
Cochran.
a

CSR: My, how youve grown (and changed!)


Selama beberapa dekade terakhir, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)

telah berkembang dari gagasan yang sempit dan sering terpinggirkan ke dalam
sebuah konsep segi kompleks dan multi, salah satu yang semakin penting bagi
banyak pengambilan keputusan perusahaan saat ini. Sejauh bahwa tanggung
jawab sosial perusahaan bahkan dibahas beberapa dekade yang lalu, diskusi
tersebut terbatas pada sekelompok kecil akademisi. Perdebatan pertama
dilakukan oleh seorang profesor dari Columbia yaitu Berle dan profesor Dodd
dari Harvard. Profesor Berle menyatakan bahwa manajer harus bertanggung
jawab hanya kepada para pemegang saham. Sedangkan menurut Dodd,
manajer memiliki jangkauan tanggung jawab yang lebih luas yaitu kepada
masyarakat juga, tidak hanya kepada para pemegang saham. Inti dari argumen
Dodd adalah bahwa tanggung jawab suatu perusahaan tidak hanya terbatas
kepada pemegang saham tetapi juga kepada masyarakat karena pada saat ini
hal tersebut di izinkan dan merupakan aturan hukum terutama karena
pelayanan kepada masyarakat dan bukan karena merupakan sumber
keuntungan kepada pemilik.
Selama tahun 1950 dan 1960-an, Amerika Serikat menyaksikan kelahiran
gerakan aktivis modern. Mereka menuntut adanya perubahan dalam bisnis,
dimana secara permanen mengubah lingkungan bisnis di Amerika dan dunia
dengan mengantarkan era kelompok aktivis dan LSM yang peduli tentang
bisnis dan praktek bisnis, dan yang saat ini mencoba untuk memusatkan
perhatian media pada praktik bisnis yang mereka anggap tidak etis atau tidak

bertanggung jawab. Perhatian media yang tidak diinginkan secara serius dapat
menodai reputasi perusahaan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan
penurunan penjualan atau ketidakpuasan karyawan. Jika perusahaan tidak
bereaksi dengan tepat, perhatian media ini juga dapat menyebabkan undangundang dan regulasi yang tidak diinginkan. Lebih lanjut lagi pada tahun
1970an perdebatan berubah dari tanggung jawab sosial ( CSR ) menjadi respon
tanggap perusahaan terhadap permasalahan sosial. Sehingga muncul lah kinerja
sosial perusahaan, kinerja sosial perusahaan dibentuk agar perusahaan
merespon secara baik terkait dengan permasalahan sosial yang terjadi disekitar
perusahaan.
b

From philanthropy to strategic philanthropy


CSR Philanthropy merupakan konsep tanggung jawab sosial yang hanya

sebatas memberikan uang atau barang secara langsung kepada masyarakat.


CSR dengan konsep ini jelas memberikan manfaat kepada masyarakat, akan
tetapi manfaat terssebut tidak bertahan lama dan tidak berdampak di masa yang
akan datang. Oleh karena itu, konsep CSR mulai berevolusi untuk membentuk
suatu konsep yang dapat memberikan manfaat jangka panjang dan bahkan
memberikan manfaat bagi perusahaan, konsep ini adalah CSR strategic
philanthropy. Konsep ini memberikan pertanggung jawaban tidak hanya dalam
bentuk materi tetapi juga secara strategis memberika solusi yang bermanfaat.
Sebagai contoh, suatu perusahaan teknologi menyumbangkan peralatan IT
pada suatu institusi pendidikan, tidak berhenti disitu perusahaan bahkan
memberikan training untuk penggunaan alat tersebut. Alhasil, institusi tersebut
dapat menghasilkan lulusan yang terampil dan mengisi banyak lowongan pada
bidang IT. Lebih lanjut lagi, keuntungan tidak hanya di dapat oleh siswa yang
di training tetapi perusahaan juga mendapatkan keuntungan dengan
meningkatnya angka dan kualitas administrator jaringannya dan jelas
perusahaan akan lebih dimudahkan dalam mencari calon karyawannya.
c

From investing to socially responsible investing

Dalam proses investasi biasanya seorang calon investor hanya melihat


kemampuan perusahaan dalam mengasilkan laba. Akan tetapi, hal tersebut
mulai berevolusi ke arah investasi berdasarkan tanggung jawab sosial. Evolusi
tersebut terjadi akibat protes keras yang dilakukan aktivis dan LSM sosial atas
kelalaian perusahaan dalam bertanggung jawab untuk masalah sosial yang
ditimbulkan di sekitar perusahaan. Dimana protes tersebut mengarah pada
pemboikotan beberapa perusahaan dan akhirnya memberikan kerugian yang
besar juga bagi investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut.
Dilatarbelakangi oleh sejarah tersebut, maka investor saat ini lebih berhatihati

dalam memilih

perusahaan.

Sehingga

dalam

proses

penentuan

investasinya, investor akan mempertimbangkan untuk lebih memilih


perusahaan yang memiliki respon tanggap yang tepat terhadap permaslahan
sosial yang terjadi di masyarakat sekitar perusahaan. Oleh karena itu CSR
menjadi pertimbangan penting bagi investor dalam mengambil keputusan.
Dalam proses investasi berbasis tanggung jawab sosial, terdapat tiga
strategi yang dilakukan oleh kelompok investor, yaitu:
1. Pemantauan
Pemantauan terhadap perusahaan yang diduga memproduksi barang/jasa
yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
2. Advokasi sosial
Pembentukan forum diskusi antar investor yang membahas mengenai
perubahan iklim yang terjadi akibat aktivitas perusahaan. Organisasi ini
melakukan konferensi, dana penelitian, dan advokasi pada area yang
mengalami perubahan iklim serta bila perlu melakukan pengajuan undangundang atas perubahan iklim yang terjadi.
3. Investasi masyarakat
Strategi terakhir adalah investasi masyarakat. Di sini, mereka melakukan
investasi di bidang-bidang non-profit, koperasi, usaha kecil, fasilitas
masyarakat, dan perumahan yang terjangkau. Prinsip di balik investasi
masyarakat ini adalah untuk memperkuat masyarakat lokal.
d

From entrepreneurship to social entrepreneurship


Suatu kegiatan wirausaha saat ini tidak hanya berfokus pada keuntungan

semata, tetapi lebih luas lagi bisa berkontribusi terhadap lingkungan dan

perekonomian masyarakat. Contoh usaha yang telah membuktikan bahwa


dirinya mampu berkontribusi kepada masyarakat adalah Grameen Bank dan
Green Mountai Coffe. Grameen Bank membentuk usaha dengan memberikan
pinjaman kepada masyarakat yang melakukan usaha mikro. Sedangkan Green
Mountain Coffe merupakan suatu usaha yang dirintis dengan ikut berpartisipasi
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu menyisihkan 5% laba
sebelum pajaknya untuk tujuan sosial.
e

From venture capital fund to social venture capital fund


Perusahaan dana ventura berbasis sosial di maksud kan untuk memberikan

bantuan dana kepada masyarakat dengan tujuan sosial. Pemberian dana


diberikan untuk usaha yang akan dilakukan oleh masyarakat. Akan tetapi
perusahaan tidak berhenti pada pemberian dana saja, tetapi juga ikut
melakukan pembimbingan atau konsultasi ( pelatihan kewirusahaan), bantuan
teknis, serta kesempatan jaringan.
f

From an MBA to an MBA in CSR


Saat ini dengan bergemanya akan konsep CSR maka memberikan

perkembangan pula terhadap dunia pendidikan. Dimana beberapa sekolah atau


universitas bisnis menawarkan program MBA CSR. Program tersebut
diharapkan mampu menciptakan lulusan yang dapat menyelesaikan masalah
sosial terkait dengan bisnis dengan prinsip-prinsip CSR.
g

Corporate social responsibility and profitability


Banyak akademisi melakukan analisis atas hubungan CSR dengan

profitabilitas. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa perusahaan yang


melakukan CSR pada akhirnya akan memperoleh keuntungan. Program CSR
yang dapat memberikan keuntungan pada perusahaan biasanya ikut
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Karyawan
Perusahaan dengan karyawan yang baik cenderung memiliki turnover yang
rendah. Perlakuan serta timbal balik yang pantas kepada karyawan akan

meningkatkan performa karyawan sehingga tercipta lingkungan kerja yang


kondusif. Oleh karena akan meningkatkan keuntungan bagi perusahaan melalui
kinerja baik karyawan.
2. Pelanggan
Memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan memberikan produk
berkualitas akan menyenangkan pelanggan serta membuat pelanggan tidak jera
untuk menggunakan produk tersebut.
3. Pemerintah
Memiliki hubungan yang baik dengan pemerintah akan memberikan manfaat
kepada perusahaan. Dimana perusahaan akan mampu mengantisipasi dan
bereaksi atas peraturan baru yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
4. Media
Media menjadi faktor penting karena media merupakan salah satu aspek
dengan respon cepat ketika suatu perusahaan melalaikan tanggung jawab
sosialnya. Sehingga perusahaan harus memiliki hubungan yang positif dengan
media.
h

The bottom line

Hal terpenting dari praktik CSR adalah diharapkan program tersebut dapat
menyetuh bottom line. Bottom line yang menjadi fokus utama CSR adalah
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Praktik CSR berdasarkan tiga fokus tersebut
serta memiliki hubungan dan reputasi yang baik dengan pihak karyawan,
pelanggan, pemerintah, serta media akan menciptakan keuntungan pula pada
pihak perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
Carroll, Archie B. (1979), A Three-Dimensional Conceptual Model of Corporate
Performance, The Academy of Management Review, Vol. 4, No. 4. (Oct.,
1979), pp. 497-505.
Cochran, Philip (2007), The Evolution of Corporate Social Responsibility,
Business Horizons (2007) 50, 449454.

Davis, Keith (1973), The Case for and Against Business Assumption of Social
Responsibilities, The Academy of Management Journal, Vol. 16, No. 2.
(Jun., 1973), pp. 312-322.
Preston, Lee (1975), Corporation and Society: The Search for a Paradigm,
Journal of Economic Literature, Vol. 13, No. 2. (Jun., 1975), pp. 434453.

Anda mungkin juga menyukai