Anda di halaman 1dari 29

BAHAN AJAR PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN Konsepsi, pengertian Dekon/TP Seiring dengan terus bergeraknya

laju reformasi disegala bidang maka, dalam

menjalankan pemerintahan, pemerintah menganut beberapa asas yaitu 1) Desentrasilasi, 2) Dekonsentrasi (Dekon), dan 3) Tugas Pembantuan (TP). Luas wilayah Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dengan gugus pulau besar dan kecil yang tersebar-sebar hingga ratusan ribu jumlahnya, membutuhkan mekanisme pengelolaan yang memadai. Terutama untuk kewenangan dan tugas yang masih menjadi kewenangan dan tugas Pemerintah pusat. Untuk itu mekanisme Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan adalah mekanisme yang dipilih oleh pemerintah untuk saat ini. Urusan pemerintahan antara pusat dan daerah dapat dijelaskan dengan bagan sebagai berikut :

Untuk itu pemerintah menganut asas desentralisasi berupa penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI. Kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib terkait dengan pemenuhan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur daerah dan lain-lain. Sedangkan urusan pilihan, merupakan urusan yang terkait dengan urusan keunggulan daerah masing-masing, misalnya daerah pesisir dengan perikanan lautnya, daerah dataran dengan pertaniaanya dan sebagainya. Pembagian kewenangan pelaksanaan ini diharapkan dapat menjadi jembatan dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah termasuk didalamnya pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah kabupaten maupun kota. Disamping itu kewenangan yang masih menjadi tanggungjawab Pemerintah yang pelaksanaanya terdapat di daerah-daerah maka pemerintah melaksanakannya dengan mekanisme Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau instansi vertikal di wilayah tertentu. Mekanisme selanjutnya adalah Tugas Pembantuan, yaitu penugasan dari

Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Selanjutnya dalam bahan ajar ini akan diuraikan tentang pengelolaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan secara garis besar, dengan harapan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana pengelolaan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

Pola Hubungan Antar Isntansi Terkait dengan DekonTP Mekanisme pola hubungan antar instansi perlu untuk dipahami agar dapat memberikan gambaran secara menyeluruh bagaimana keterkaitan yang ada, sehugungan dengan pengelolaan DekonTP. Hubungan antar lembaga diawali dari tahap perencanaan ditingkat pusat. Sebagaimana diketahui bagi K/L yang memiliki kewenangan untuk urusan yang menjadi tugasnya dan pelaksanaan kegiatan berada di daerah, maka sudah memasukkan perencanaan beserta rencana pendanaan dalam draf Renja K/L nya. Dari Renja K/L tersebut selanjutnya dikoordinasikan dengan Bappenas, Kementerian Keuangan serta Menteri Dalam Negeri dalam Musrenbang tingkat Nasional maupun

koordinasi-koordinasi sebelum Musrenbang. Pada tahap ini sudah mulai dibicarakan kegiatan/program apa yang akan dilaksanakan dengan mekanisme Dekon maupun TP. Proses tersebut terus bergulir ditingkat pemerintah pusat dan DPR. Namun juga diikuti dengan koordinasi dengan daerah calon peneriman pelaksanaan kegiatan Dekon-TP. Langkah-langkah persiapan mulai dilakukan mulai penandatanganan kesediaan melaksanakan kegiatan Dekon-TP hingga penunjukan SKPD yang menjadi pelaksana. Setelah proses pembahasan dengan DPR mencapai kesepakatan maka ditindaklanjuti dengan proses penganggaran di Kementerian Keuangan (DJA + KL +BAPPENAS). Selanjutnya RKA-KL yang sudah dibahas menjadi dokumen DHP (Daftar Hasil Penelaahan) RKA-KL dan sekaligus menjadi lampiran UU APBN. DHP RKA-KL disampaikan ke K/L dan dijadikan dasar untuk penyusunan dan penerbitan DIPA oleh DJA. Untuk kegiatan Dekon-TP mulai Tahun 2013 pengesahan DIPA nya dilakukan di DJA dengan jenis DIPA petikan. Sedangkan DIPA induknya pada Unit Eselon I K/L yang menDekon/TP-kan. Selanjutnya atas dasar DIPA tersebut SKPD menjalankan kegiatan Dekon-TP, assetaset yang dihasilkan dari kegiatan Dekon TP pada awalnya merupakan asset K/L asset pusat. Terkait dengan pengelolaan asset maka DJKN merupakan unit pembinanya.

Pola Hubungan Penyelenggaraan Dekon/TP Antar Instansi Terkait


DJPK BAPPENAS
(UU 25/2004) Penetapan & Sinkronisasi Program DEPDAGRI (UU 32/2004) Penataan Urusan Pemerintahan

Siklus Pendanaan

Pengelolaan Informasi, Evaluasi dan Rekomendasi Pendanaan (PP 7/2008, PMK 156/2008 PMK/248/2010)

Penelaahan RKA-K/L, Penerbitan RABPP, , dan DIPA (PP 90/2010, PMK Standard Biaya)

DJA

Kebijakan, Perencanaan dan Evaluasi


Penetapan Kegiatan, Lokasi dan Alokasi

Koordinasi

Pencairan, Sanksi, SAI dan Pelaporan (PP 71/2010, PP 8/2006, PMK 171/2007 (SAPKPP)

DJPB

Pendanaan DEPKEU (UU 17/2003, UU 1/2004 UU 33/2004)


Penyaluran dan Monev

DEP.TEKNIS (UU Sektoral)


Pelimpahan (Dekon) / Penugasan (TP)

Pelaporan dan Pertanggungjawaban

(PP 6/2006/PP 38/2008/ PMK 125/2011)

DJKN Pelaporan BMN/D

(Pelaksanaan Kegiatan Dekon/TP)

Pemerintah Daerah

Sumber : DJPK diolah

Dasar Hukum Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, mendasarkan pada regulasiregulasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah bersama DPR maupun regulasi-regulasi turunannya baik dalam bentuk PP maupun Peraturan Menteri. Berikut disajikan dasar hukum penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 1. UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 3. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 4. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 5. PP No. 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;

6. PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; 7. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota; 8. PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 9. PP No. 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewengan serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi 10. PMK 156 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan 11. PMK 248/PMK.07/2010 Tentang Perubahan atas PMK 156/PMK.07/2008

Disamping referensi tersebut diatas dianjurkan pula untuk membaca peraturan yang terkait dengan pencairan dana APBN dan pelaporan dan pertanggungjawaban terkait dengan pelaksanaan APBN.

Pengertian Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Sebelum lebih lanjut diuraikan tentang pengelolaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, terlebih dahulu perlu dipahami tentang pengertian Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Sebagaimana diuraikan di awal bahan ajar ini bahwa terdapat kewenangan Pusat yang berada di daerah (Provinsi), dan dalam pelaksanaanya kewenangan ini dijalankan dengan mekanisme dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Disamping dekonsentrasi kewenangan pusat yang berada di daerah (Provinsi, Kab/Kota dan Desa) dalam pelaksanaanya dilaksanakan dengan mekanisme Tugas Pembantuan. Tugas Pembantuan yaitu penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan

mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Selanjutnya dalam rangka pendanaan kegiatan dekonsentrasi maka

pendanaannya berasal dari dana APBN, dana inilah yang disebut dengan dana Dekonsentrasi. Pengertian dana dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua

penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 1 Sedangkan dana yang digunakan untuk mendanai kegiatan Tugas Pembantuan disebut dengan Dana Tugas Pembantuan. Dana tugas pembantuan seperti dana Dekonsentrasi sama-sama bersumber dari APBN. Secara utuh pengertian Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. Perlu diperhatikan bahwa dana dari APBN terkait dengan pendanaan atas kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tersebut pengalokasiaanya tetap melalui

Kementerian/Lembaga, tidak sebagaimana dana perimbangan, Otsus dan Penyesuaian.

Prinsip Penyelenggaraaan Kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pemerintah dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tentunya memiliki dasar-dasar. Dasar diselenggarakannya asas Dekonsentrasi diantaranya adalah : 1. Terpeliharanya keutuhan NKRI; 2. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi kesenjangan antar daerah; 3. Terwujudnya keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan antarpemerintahan di daerah; 4. Teridentifikasinya potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial budaya daerah; 5. Tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, serta pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum masyarakat ; dan 6. Terciptanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam sistem administrasi NKRI

Sementara itu dasar diselenggarakannya asas Tugas Pembantuan adalah : 1. Tidak semua wewenang dan tugas pemerintah dapat dilaksanakan dengan

menggunakan asas desentralisasi dan dekonsentrasi.

PMK 248/PMK.07/2010 Tentang Perubahan PMK Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (PMK 156/PMK.07/2008)

2. Dimaksudkan

untuk

meningkatkan

efisiensi

dan

efektifitas

penyelenggaraan

pemerintahan, pengelolaan pembangunan dan pelayanan umum. 3. Ditujukan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan, serta membantu penyelenggaraan pemerintahan dan pengembangan pembangunan bagi daerah dan desa. Kementerian/Lembaga yang menyelenggarakan asas Dekon/TP menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi dan TP. Dalam pelaksanaan Dekon/TP pendanaanya berasal dari APBN melalui K/L

yang menjadi pembinannya. Selanjutnya pengelolaan anggaran untuk Dekon/TP harus dilakukan secara tertib, taat, pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pelimpahan wewenang ke Gubernur dilaksanakamn oleh SKPD Provinsi, penugasan kepada Provinsi/Kab//Kota dilaksanaka oleh SKPD Provinsi/Kab/Kota

sedangkan penugasan kepada desa dilaksanakan oleh Kepada Desa. Pelimpahan wewenang, dan penugasan tidak diperkenankan dilimpahkan/ditugaskan kembali kepada pemerintahan dibawahnya atau desa. Pemerintah dapat memberikan penugasan kepada desa, setelah ada persetujuan dari Presiden dengan terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari Menteri Keuangan, Mendagri dan Bappenas. Selanjutnya menteri/pimpinan lembaga menetapkan peraturan untuk penugasan kepada Desa setelah mendapat persetujuan Presiden.

Prinsip Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Berbicara mengenai prinsip pendanaan Dekonsentrasi maupun Tugas

Pembantuan, tidak lepas dari jenis kewenangan yang diemban oleh pemerintah (Pusat) yang selanjutnya di Dekon dan di TP-kan ke Daerah. Dengan adanya pelimpahan kewenangan dan tugas kepada SKPD tersebut maka tentu diikuti dengan pendanaanya. Dalam pendanaan DK/TP terdapat kebijakan umum pendanaan DK/TP yaitu :
1. Urusan pemerintahan yang dapat di-Dekonsentrasikan atau di-Tugas Pembantuankan dan didanai dari APBN merupakan urusan pemerintah pusat 2. Pendanaan Dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan nonfisik, seperti koordinasi, perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Sebagian kecil

dapat digunakan untuk kegiatan penunjang berupa pengadaan barang/jasa dan penunjang lainnya 3. Pendanaan Tugas Pembantuan dialokasikan untuk kegiatan fisik, seperti kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, pengadaan peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan dan kegiatan fisik lain yang menghasilkan keluaran dan menambah nilai aset pemerintah. Sebagian kecil dapat digunakan sebagai belanja penunjang pengadaan barang/jasa dan penunjang lainnya 4. Kegiatan Dekon/TP yang didanai mengacu pada RKP dan Prioritas Nasional dalam rangka mendukung penguatan triple track strategy (pro growth, pro job, pro poor, pro environment ) 5. Pendanaan Dekon/TP memperhatikan keseimbangan pendanaan di daerah dan kebutuhan pembangunan daerah agar tepat sasaran dan tidak terkonsentrasi pada daerah tertentu 6. K/L wajib memberitahukan kegiatan Dekon/TP kepada Gubernur/Bupati/Walikota sebelum pelimpahan/penugasan dalam rangka mendukung terwujudnya sinergisitas pusat dan daerah 7. Pengelolaan Dana Dekon/TP dilakukan secara tertib, transparan dan akuntabel mewujudkan LKPP yang Wajar Tanpa Pengecualian (tidak disclaimer) guna

Lebih rinci prinsip pendanaan dapat di bagi menjadi 2 kelompok yaitu untuk Dekon dan TP. Prinsip Pendanaan Dekon :
1. Pendanaan dari APBN BA. K/L melalui dana dekonsentrasi 2. Dialokasikan setelah adanya pelimpahan wewenang 3. Dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat non-fisik

Prinsip Pendanaan TP : 1. Pendanaan berasal dari APBN BA K/L 2. TP Dati I/II berasal dari APBD diatur dengan Permendagari 3. Dialokasikan setelah adanya penugasan 4. Pendanaan dalam rangka tugas pembantuan dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik.

Sedangkan secara umum Kegiatan Dekon dan TP memiliki karakteristik sebagai berikut : Karakteristik Kegiatan Dekonsentrasi : 1. Dialokasikan untuk kegiatan bersifat non-fisik (Belanja Barang) 2. Sebagian kecil Dana Dekon dapat dialokasikan sebagai dana penunjang 3. Dilaksanakan oleh Gubernur (SKPD) TK I

4. Kewenangan tetap melekat pada institusi/lembaga 5. Dana berasal dari APBN (Dana K/L) 6. Barang yang diperoleh dari Dana Dekonsentrasi merupakan BMN. 7. Pengawasan dan Pemeriksaan di lakukan pengawas internal pemerintah dan eksternal yaitu BPK.

Karakteristik Kegiatan Tugas Pembantuan : 1. Kegiatan bersifat fisik, fisik lainnya dan penunjang kegiatan. 2. Dilaksanakan oleh Daerah TK I/Daerah TK II/Desa 3. Kewenangan tetap melekat pada K/L 4. Dana berasal dari APBN (Dana K/L) 5. Barang yang diperoleh dari Dana Tugas Pembantuan merupakan BMN, kecuali ditentukan lain. 6. Pengawasan dan Pemeriksaan kegiatan TP dilakukan pengawas internal pemerintah dan eksternal yaitu BPK

Penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Kegiatan Dekon dan TP merupakan kegiatan yang menjadi kewenangan pusat, maka pagu dana yang akan dilimpahkan/ditugaskan merupakan pagu dari K/L. Karena pagu K/L APBN maka Penganggaran dana dekosentrasi/tugas pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Segala keperluan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan Dekon dan TP harus disediakan danannya dari APBN. Hal-hal yang harus diperhatikan terkait penganggaran Dekon/TP berdasarkan PMK 112/PMK.05/2012 tentang pentunjuk penyusunan RKA-KL 2013 yaitu : 1. Program dan kegiatan yang didanai tertuang dalam RKA-K/L (merupakan kegiatan dari eselon I dan sesuai dengan rumusan hasil restrukturisasi program/kegiatan), dan sepenuhnya dari APBN melalui RKA-K/L/DIPA 2. Target Kinerja (jenis, volume, dan satuan output) dan besarnya alokasi anggaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing SKPD dituangkan dengan jelas dalam RKA-K/L 3. K/L tidak diperkenankan mensyaratkan dana pendamping

4. Pembebanan APBD hanya digunakan untuk mendanai urusan daerah yang disinergikan dengan program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan 5. Dana DK dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur; 6. Dana TP dilaksanakan setelah adanya penugasan wewenang Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur/Bupati/Walikota; 7. Untuk mendukung pelaksanaan program memperhitungkan kebutuhan anggaran: dan kegiatan, K/L juga harus

(a) Biaya penyusunan dan pengiriman laporan oleh SKPD; (b) Biaya operasional dan pemeliharaan atas hasil pelaksanaan kegiatan yang belum dihibahkan; (c) Honorarium pejabat pengelola keuangan dana dekonsentrasi dan/atau dana tugas pembantuan; dan (d) Biaya lainnya dalam rangka pencapaian dekonsentrasi dan tugas pembantuan. target pelaksanaan kegiatan

8. Pengalokasian Dana DK dan Dana TP memperhatikan kemampuan keuangan negara, keseimbangan pendanaan di daerah (besarnya transfer ke daerah dan kemampuan keuangan daerah), dan kebutuhan pembangunan di daerah Terkait dengan keseimbangan pendanaan setiap tahun Menteri Keuangan mengeluarkan surat rekomendasi tentang keseimbangan pendanaan tersebut. Untuk TA 2013 secara garis besar keseimbangan pendanaan untuk dijadikan referensi dalam pengalokasian dana DK/ TP dapat disajikan sebagai berikut : (a) Kelompok daerah Prioritas I adalah daerah yang terdapat pada Kuadran III dengan jumlah daerah sebanyak 147 daerah terdiri dari 14 Provinsi dan 133 Kabupaten/Kota. Daerah tersebut mempunyai Kemampuan Fiskal Daerah (KFD) rendah, dan Indeks Pembangunan Manusia-nya (IPM) juga rendah. (b) Kelompok daerah Prioritas II adalah daerah yang terdapat pada Kuadran II dengan jumlah daerah sebanyak 234 daerah terdiri dari 12 Provinsi dan 222 Kabupaten/Kota. Daerah tersebut mempunyai Kemampuan Fiskal Daerah (KFD) rendah, namun Indeks Pembangunan Manusia-nya (IPM) tinggi. (c) Sedangkan Daerah yang berada pada Kuadran 1 dan Kuadran 4 merupakan daerah non prioritas yaitu sebanyak 143 daerah yang terdiri dari 64 daerah pada kuadran 1 dan 79 daerah pada kuadran 4. 9. Dokumen pendukung yang harus dilampirkan oleh SKPD harus sudah dilengkapi pada saat penelaahan RKA-K/L;

10

Terkait penuangan dana didalam dokumen anggaran dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut : Pada pengalokasian dana untuk kegiatan Dekonsentrasi : 1. Komponen Utama; yang bersifat non-fisik. Alokasi anggarannya menggunakan akun Belanja Barang sesuai peruntukannya. 2. Komponen Penunjang; untuk pelaksanaan tugas administrative dan/atau pengadaan input berupa pengadaan barang/jasa dan penunjang lainnya, dialokasikan dengan menggunakan akun belanja barang sesuai peruntukannya. 3. Dalam hal Komponen Penunjang digunakan untuk pengadaan barang berupa aset tetap, pengalokasian anggarannya menggunakan akun Belanja Barang Penunjang Kegiatan Dekonsentrasi Untuk Diserahkan Ke Pemerintah Daerah (526211). Pada pengalokasian dana untuk kegiatan Tugas Pembantuan : 1. Komponen Utama; yang bersifat fisik. Alokasi anggarannya menggunakan akun Belanja Modal sesuai peruntukannya. 2. Komponen Utama; yang bersifat fisik lain. Alokasi anggarannya menggunakan akun Belanja Barang Fisik Lainnya Untuk Diserahkan Kepada Masyarakat/Pemda (526115). 3. Komponen Penunjang; untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa pengadaan barang/jasa dan penunjang lainnya, dialokasikan dengan menggunakan akun Belanja Barang sesuai peruntukannya.

4. Dalam hal Komponen Penunjang digunakan untuk pengadaan barang berupa aset tetap, pengalokasian anggarannya menggunakan akun Belanja Barang Penunjang Kegiatan Tugas Pembantuan Untuk Diserahkan Ke Pemerintah Daerah (526212).

11

Secara ringkas mekanisme penganggaran untuk kegiatan dekonsentrasi dilakukan sebagai berikut : Setelah ditetapkan dalam RKP hingga Renja K/L dan sudah mendapatkan kesepakatan dari daerah (Gubernur) untuk bersedia melaksanakan kegiatan Dekonsentrasi, maka ditindaklanjuti dengan jenjang penganggaran. Pengalokasian dana dalam RKA-KL dengan memperhatikan program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Atas dasar data dukung dan RKA-KL maka K/L mengajukan pembahasan RKA-KL ke Kementerian Keuangan untuk dilakukan penelaahan. Setelah RKA-KL disetujui hingga terbitnya SAPSK maka dokumen tersebut disampaikan ke SKPD sebagai bahan untuk menyusun konsep DIPA yang diajukan kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan setempat. Atas dasar usulan DIPA tersebut Kanwil Perbendaharaan meneliti kesesuaian dengan Perpres Rincian APBN dan SAPSK untuk dasar pengesahan DIPA. Setelah DIPA ditetapkan maka SKPD dapat menjalankan kegiatan Dekonsentrasi terhitung mulai 1 Januari tahun berjalan. Perlu diperhatikan pula bahwa apabila daerah (Gubernur) mendapatkan alokasi dana Dekon, maka harus memberitahukan adanya kegiatan tersebut kepada DPRD. Sedangkan mekanisme penganggaran untuk Tugas Pembantuan dapat digambarkan dalam bagan berikut ini :

12

Mekanisme penganggaran dana untuk kegiatan TP sebenarnya tidak berbeda dengan penganggaran dana Dekonsentrasi. Yang paling prinsip perbedaanya disini adalah, bahwa penganggaran TP untuk mendanai kegiatan yang sifatnya fisik sedangkan kalau Dekon untuk kegiatan non fisik. SKPD penerimannyapun berbeda, kalau Dekon hanya SKPD dilingkungan provinsi, maka kegiatan TP dapat dilaksanakan oleh SKPD pada Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Desa.

13

SIKLUS PENYUSUNAN dan PENETAPAN APBN MENURUT PP 90/2010 Jan - Apr Mei - Jul
Pembcran pendhluan : PPKF dan KEM; RKP; Rincian Belanja.
6

Agu - Okt
Pembahasan : RUU APBN; NK.
13 14

Nov Des
Penetapan UU APBN

DPR

Kabinet/ Presiden

Penetapan Prioritas Pembangunan


1

Finalisasi : PPKF dan KEM; RKP dan RB; Kbijk umum; Prtas angg.
5 7

Penetpn RKA-KL
10

RUU APBN, Nota Keu


15 16b 11

Kerpres Alokasi Anggaran K/L

Kementerian Perencanaan

Pagu Indikatif/ Rancangan RKP


2

Pembhsan proposal K/L Pagu Sementara K/L


4 8

Rekonslsi RKA-KL RUU APBN, Nota Keu


9

12

17

BA Hasil Pembahasan
16

Kementerian Keuangan

Penyusunan : PPKF dan KEM; Pagu awal APBN; Rincian Belanja.


3

Pengesahan konsep DIPA

Himp RKA-KL
16a

SP RKA-K/L
19 18

Penlhan RKA-KL

K/L

New Initiatives proposal Renstra KL Renja KL RKA-KL


17

Konsep DIPA

DIPA

Penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Penyaluran dana Dekon/ TP, karena menjadi kewenangan K/L dan dialokasikan dari dana APBN maka Penyaluran Dana Dekon/TP dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara yaitu melalui KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara). Proses pencairan dana Dekon/TP persis seperti mekanisme pencairan dana APBN, DIPA yang telah disahkan disampaikan kepada SKPD penerima dana Dekon/TP sebagai dasar dalam pengusulan SPP. SPP yang telah diajukan selanjutnya oleh bagian pengujian SPM dilakukan penelitian. Apabila sudah memenuhi syarat maka diterbitkanlah SPM. Penerbitan SPM oleh SKPD selaku KPA didasarkan pada alokasi dana yang tersedia dalam DIPA. Kepala SKPD penerima Dana Dekon/TP menerbitkan dan menyampaikan SPM kepada KPPN, Setelah menerima SPM dari SKPD, KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Apabila terdapat penerimaan sebagai akibat pelaksanaan Dekon/TP merupakan penerimaan negara dan wajib disetor ke Rekening Kas Umum Negara. Dalam hal

14

pelaksanaan Dekon/TP terdapat saldo kas pada akhir tahun anggaran harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara.

MEKANISME PENCAIRAN
KPPN
SP2D

SPM SKPD (DK/TP) SPP

DIPA DK/TP

BUKTI2

Pengelolaan BMN Sedangkan terkait dengan pengelolaan BMN, maka barang yang diperoleh dari hasil pelaksanaan Dekon/TP merupakan BMN. BMN tersebut dapat dihibahkan kepada Daerah. BMN yang akan dihibahkan terlebih dahulu harus ditatausahakan dalam Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). Status BMN yang akan dihibahkan kepada daerah harus jelas dan dalam kondisi baik. Penetapan BMN yang akan dihibahkan kepada daerah dilakukan atas kesepakatan bersama antara K/L dan daerah. BMN yang akan dihibahkan terlebih dahulu harus diusulkan oleh K/L kepada Menkeu c.q. Dirjen Kekayaan Negara untuk mendapat persetujuan. Khusus untuk aset Dekon/TP yang diperoleh sebelum TA 2011 diatur dalam PMK 125/PMK.06/2011.

15

Pertanggungjawaban Dekon-TP

Dari bagan diatas dapat difahami bahwa pertanggungjawaban ada dua aspek yaitu Aspek Manajerian dan Aspek Akuntabilitas. Aspek managerial lebih menyangkut pada masalah teknis pelaksanaan dan arah pertanggungjawabannya kepada K/L yang memberikan alokasi Dekon/TP. Sedangkan aspek akuntabilitas lebih mengarah pada pertanggungjawaban atas laporan keuangan (akuntansi) disini yang menjadi pelakunya adalah Kementerian Keuangan. Disamping itu atas laporan keuangan Dekon/TP Kepala daerah mempertanggungjawabkan kepada DPRD dengan ketentuan sebagai berikut : juga

1. Kepala Daerah melampirkan laporan tahunan Dana Dekon/TP dalam Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD; 2. Laporan tahunan Dana Dekon/TP bukan merupakan satu kesatuan dari Dokumen LPJ APBD, 3. Mekanisme penyampaian lampiran laporan tahunan Dana Dekon/TP kepada DPRD dapat dilakukan secara bersama-sama atau terpisah dengan LPJ-APBD.

Pembinaan Dekon-TP Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan DK/TP dilakukan secara berkala. Menteri/Pimpinan lembaga melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan kegiatan DK/TP. Menteri Keuangan melakukan pembinaan terhadap pengelolaan dana Dekon dan TP dan pengawasan atas penyampaian laporan Dana DK/TP. Pembinaan meliputi pemberian pedoman, fasilitasi, pelatihan, bimbingan teknis, serta pemantauan dan evaluasi. Dalam melakukan pembinaan kementerian/lembaga wajib menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelaksanaan kegiatan. Pembinaan dapat dilaksanakan secara terpadu dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan

16

akuntabilitas penyelenggaraan DK/TP di daerah. Pengawasan dilaksanakan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan DK/TP di daerah.

Sanksi Apabila dalam pelaksanaan Dekon/TP terdapat hal-hal yang mengindikasikan penyimpangan maka SKPD dapat dikenakan sanksi diantaranya diatur sebagai berikut : 1. Sanksi penundaan pencairan apabila SKPD tidak melakukan rekonsiliasi laporan keuangan dengan KPPN setempat sesuai ketentuan PMK yang mengatur tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat 2. Penghentian pencairan dalam tahun berjalan dapat dilakukan apabila: SKPD tidak menyampaikan laporan keuangan triwulanan secara berturut-turut 2 (dua) kali dalam tahun anggaran berjalan ditemukan adanya penyimpangan dari hasil pemeriksaan BPK, BPKP, aparat pemeriksa fungsional

3. K/L tidak diperkenankan mengalokasikan Dana Dekon/TP untuk tahun berikutnya apabila SKPD penerima dana dimaksud: tidak memenuhi target kinerja pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya yang telah ditetapkan; tidak pernah menyampaikan laporan keuangan dan barang sesuai ketentuan yang berlaku pada tahun anggaran sebelumnya; melakukan penyimpangan sesuai hasil pemeriksaan BPK, BPKP, Itjen K/L atau aparat pemeriksa fungsional lainnya

Terimakasih

Referensi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. UU 32 2004 UU 33 2004 PP 7 2008 PP 90/2010 PMK No.248/PMK.07/2010 PMK 112/PMK.05/2012 Materi Sosialisasi Dekon/TP DJPK

17

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 248/PMK.07/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 156/PMK.07/2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa pedoman pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008; b. bahwa dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan, dipandang perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 2. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 156/PMK.07/2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA

18

DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 diubah dengan menambahkan 5 (lima) angka baru setelah angka 20, yakni angka 21, angka 22, angka 23, angka 24, dan angka 25, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah lembaga Pemerintah pelaksana kekuasaan pemerintahan yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 3. Lembaga adalah organisasi non-kementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah organisasi/lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Dekonsentrasi/tugas pemerintahan di bidang tertentu di daerah provinsi. 5. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. 6. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. 7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan ditetapkan dengan undang-undang. 8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya

19

disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. 9. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 10. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. 11. Rencana Kerja Pemerintah, yang selanjutnya disingkat RKP, adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun. 12. Rencana Kerja Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Renja-KL, adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun. 13. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disingkat RKA-KL, adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu Kementerian/Lembaga yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. 14. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja, yang selanjutnya disingkat RKA Satker, adalah RKA-KL pada tingkat satuan kerja yang berisikan informasi mengenai rencana kerja, rincian belanja, target pendapatan, dan prakiraan maju. 15. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disebut DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA, adalah suatu dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh menteri/pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan pendanaan kegiatan serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi Pemerintah. 16. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan instansi Pemerintah/Lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi Pemerintah.

20

17. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang bersifat personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk barang/jasa. 18. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/BarangWilayah Dekonsentrasi, yang selanjutnya disebut UAPPA/B-W Dekonsentrasi, adalah unit akuntansi yang berada di pemerintah daerah provinsi yang melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan/barang dari seluruh SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi di wilayah kerjanya. 19. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/BarangWilayah Tugas Pembantuan, yang selanjutnya disebut UAPPA/B-W Tugas Pembantuan, adalah unit akuntansi yang berada di pemerintah daerah yang melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan/barang dari seluruh SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan di wilayah kerjanya. 20. Barang Milik Negara, yang selanjutnya disebut BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 21. Hibah BMN adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian. 22. Akun adalah daftar perkiraan/kodefikasi yang disusun dan ditetapkan secara sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan anggaran, serta pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. 23. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah. 24. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau

21

pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. 25. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 2. Ketentuan Pasal 2 diubah dengan menyisipkan 1 (satu) ayat di antara ayat (2) dan ayat (3) yakni ayat (2a) dan setelah ayat (4) ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 (1) Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan bersifat non-fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap. (2) Kegiatan yang bersifat non-fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survey, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian. (2a)Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) menggunakan akun Belanja Barang sesuai dengan peruntukannya. (3) Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagian kecil Dana Dekonsentrasi dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa pengadaan barang/jasa dan penunjang lainnya. (4) Penentuan besarnya alokasi dana penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, ekonomis, dan efisiensi, serta disesuaikan dengan karakteristik kegiatan masing-masing Kementerian/Lembaga. (5) Dana penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal digunakan dalam Pengadaan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan akun Belanja Barang penunjang kegiatan Dekonsentrasi dengan kode akun 521311. 3. Ketentuan Pasal 3 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3a) dan ayat (3b), dan di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (4a), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut: Pasal 3

22

(1) Pendanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dialokasikan untuk kegiatan bersifat fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang menambah nilai aset pemerintah. (2) Kegiatan yang bersifat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain pengadaan tanah, bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta kegiatan fisik lain yang menambah nilai aset pemerintah. (3) Kegiatan fisik lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain pengadaan barang habis pakai, seperti obat-obatan, vaksin, pengadaan bibit dan pupuk yang akan diserahkan kepada pemerintah daerah. (3a)Pengadaan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan akun Belanja Modal sesuai dengan peruntukannya. (3b)Pengadaan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan akun Belanja Barang fisik lainnya Tugas Pembantuan ( 521411). (4) Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagian kecil Dana Tugas Pembantuan dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa pengadaan barang/jasa dan penunjang lainnya. (4a)Dana penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang menghasilkan aset tetap menggunakan akun Belanja Barang Penunjang Kegiatan Tugas Pembantuan dengan kode akun 521321. (5) Penentuan besarnya alokasi dana penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, ekonomis, dan efisiensi, serta disesuaikan dengan karakteristik kegiatan masing-masing Kementerian/Lembaga. 4. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut: Pasal 5 (1) Pemberitahuan indikasi program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dijadikan dasar bagi gubernur untuk menetapkan SKPD yang sesuai dengan bidang tugas yang ditangani. (2) Pemberitahuan indikasi program dan kegiatan yang akan ditugaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b dijadikan dasar bagi gubernur/bupati/walikota untuk

23

mengusulkan SKPD yang sesuai dengan bidang tugas yang ditangani. (3) Penyampaian usulan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan paling lambat akhir bulan Juni. 5. Ketentuan Pasal 12 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah, sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut: Pasal 12 (1) Kementerian/Lembaga menyampaikan RKA Satker kepada gubernur untuk diteruskan kepada SKPD yang telah ditetapkan, sebagai bahan penyusunan konsep DIPA. (2) Penyampaian RKA Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan penyampaian Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga tentang pelimpahan wewenang. (3) Setelah menerima pelimpahan wewenang dari Kementerian/Lembaga, gubernur menetapkan pejabat pengelola keuangan. (4) Pejabat pengelola keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar, Pejabat Akuntansi dan Bendahara Pengeluaran. (5) Gubernur menyampaikan hasil penetapan Kuasa Pengguna Anggaran/Barang dan pejabat pengelola keuangan kepada menteri/pimpinan Lembaga dengan tembusan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan. 6. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 15 (1) Kementerian/Lembaga menyampaikan RKA Satker kepada gubernur/bupati/walikota untuk diteruskan kepada SKPD yang telah ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga, sebagai bahan penyusunan konsep DIPA. (2) Setelah menerima RKA Satker dari Kementerian/Lembaga, gubernur/bupati/walikota mengusulkan pejabat pengelola keuangan kepada menteri/pimpinan Lembaga. (3) Pejabat pengelola keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar, Pejabat Akuntansi, dan Bendahara Pengeluaran.

24

(4) Kementerian/Lembaga menetapkan pejabat pengelola keuangan dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selambat-lambatnya pada pertengahan bulan November. 7. Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 15A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 15A Gubernur/Bupati/Walikota memberitahukan RKA Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada saat pembahasan APBD sebagai bahan sinkronisasi pendanaan program dan kegiatan. 8. Ketentuan Pasal 26 diubah dengan menambahkan 1 (satu) ayat setelah ayat (2) yakni ayat (3), sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut: Pasal 26 (1) SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi merupakan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/B) Dekonsentrasi. (2) Penanggung Jawab UAKPA/B Dekonsentrasi adalah kepala SKPD. (3) SKPD sebagai penanggungjawab UAKPA/B Dana Dekonsentrasi wajib menyusun Laporan Keuangan dan Laporan Barang. 9. Ketentuan Pasal 27 diubah dengan menambahkan 1 (satu) ayat setelah ayat (2) yakni ayat (3), sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut: Pasal 27 (1) SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan merupakan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/B) Tugas Pembantuan. (2) Penanggung Jawab UAKPA/B Tugas Pembantuan adalah kepala SKPD. (3) SKPD sebagai penanggungjawab UAKPA/B Dana Tugas Pembantuan wajib menyusun Laporan Keuangan dan Laporan Barang. 10. Pasal 36 dihapus. 11. Pasal 37 dihapus. 12. Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal

25

37A, Pasal 37B, dan Pasal 37C, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 37A (1) Barang yang diperoleh dari Dana Dekonsentrasi merupakan BMN. (2) BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat sebagai persediaan (eks Dekonsentrasi). (3) BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditatausahakan dalam Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara. (4) Persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Pemerintahan Daerah c.q SKPD pelaksana tugas Dekonsentrasi dengan Berita Acara Serah Terima selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah realisasi pengadaan barang. (5) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima, SKPD penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib menatausahakan dan melaporkan pada neraca Pemerintahan Daerah. (6) Pengguna barang melaporkan serah terima barang kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang c.q Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan melampirkan Berita Acara Serah Terima. (7) Dalam hal Kementerian/Lembaga tidak menyerahkan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak pengadaan atau SKPD tidak bersedia menerima BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka BMN yang dimaksud direklasifikasi menjadi aset tetap pada Kementerian/Lembaga. Pasal 37B (1) Barang yang diperoleh dari dana Tugas Pembantuan merupakan BMN. (2) BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) selain yang berasal dari kegiatan fisik lain dicatat sebagai aset tetap. (3) BMN yang dihasilkan dari kegiatan fisik lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan yang berasal dari dana penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dicatat sebagai persediaan. (4) BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditatausahakan dalam Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara oleh SKPD pelaksana Tugas Pembantuan.

26

Pasal 37C (1) Aset Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37B ayat (2) dihibahkan oleh Pengguna Barang kepada Pemerintahan Daerah c.q SKPD pelaksana tugas Pembantuan sepanjang pihak Kementerian/Lembaga bermaksud menyerahkan yang dituangkan dalam Surat Pernyataan Kesediaan Menghibahkan dan Pemerintah Daerah menyatakan kesediaannya untuk menerima aset tetap dimaksud yang dituangkan dalam Surat Pernyataan Kesediaan Menerima Hibah. (2) Surat Pernyataan Kesediaan Menghibahkan dan Surat Pernyataan Kesediaan Menerima Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sebelum disampaikannya surat Keputusan Menteri K/L tentang penugasan atas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di daerah. (3) Pelaksanaan Hibah BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan hibah BMN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan BMN. (4) Permohonan persetujuan hibah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara harus diajukan oleh menteri/pimpinan Lembaga selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah realisasi pengadaan barang. (5) Pengguna barang melaporkan pelaksanaan Hibah kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang c.q Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Direktorat Jenderal Anggaran dengan melampirkan Berita Acara Serah Terima. (6) Dalam hal Kementerian/Lembaga tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) maka Kementerian/Lembaga tidak diperkenankan mengalokasikan anggaran untuk pengadaan aset tetap dalam rangka Tugas Pembantuan untuk tahun berikutnya. (7) Dalam hal SKPD tidak bersedia menerima BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka BMN yang dimaksud tetap dicatat sebagai aset tetap pada Kementerian/Lembaga. 13. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 38A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 38A (1) BMN sebagaimana dimaksud pada pasal 37B ayat (3) diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Pemerintahan

27

Daerah c.q SKPD pelaksana tugas Pembantuan dengan Berita Acara Serah Terima selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah realisasi pengadaan barang. (2) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima, SKPD penerima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mentatausahakan dan melaporkan pada neraca Pemerintahan Daerah. (3) Pengguna barang melaporkan serah terima barang kepada Menteri Keuangan c.q DJKN dengan melampirkan BAST. (4) Dalam hal Kementerian/Lembaga tidak menyerahkan, maka BMN yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direklasifikasi menjadi aset tetap pada Kementerian/Lembaga. 14. Pasal 39 dihapus. 15. Ketentuan Pasal 45 diubah dengan menambahkan 1 (satu) ayat setelah ayat (3) yakni ayat (4), sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut: Pasal 45 (1) Aparat pengawas intern Kementerian/Lembaga melakukan reviu atas laporan keuangan Dana Dekonsentrasi dan/atau Dana Tugas Pembantuan. (2) Apabila Kementerian/Lembaga belum memiliki aparat pengawas intern, Sekretaris Jenderal/pejabat yang setingkat pada Kementerian/Lembaga menunjuk beberapa orang pejabat di luar Biro/Bidang Keuangan untuk melakukan reviu atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara reviu dan penyampaian hasil reviu laporan keuangan mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (4) Hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat BMN yang belum dan/atau tidak dihibahkan beserta alasan. 16. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 51 Kementerian/Lembaga tidak diperkenankan mengalokasikan Dana Dekonsentrasi dan/atau Dana Tugas Pembantuan untuk tahun berikutnya apabila SKPD penerima dana dimaksud: a. tidak memenuhi target kinerja pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya yang telah ditetapkan; b. tidak pernah menyampaikan laporan keuangan dan barang sesuai ketentuan yang berlaku pada tahun anggaran

28

sebelumnya; c. melakukan penyimpangan sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga yang bersangkutan atau aparat pemeriksa fungsional lainnya; dan/atau

d. tidak bersedia menerima hibah terhadap BMN yang disetujui untuk diterima. Pasal II 1. Pengelolaan BMN yang berasal dari Dana Hasil Dekosentrasi dan Tugas Pembantuan sebelum Tahun Anggaran 2011 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. 2. Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2010 MENTERI KEUANGAN,

AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 660

29

Anda mungkin juga menyukai