- Jenis dominan pada masa pascamenarke dan pramenopause karena perubahan fungsi
neuroendokrinologis.
- Ditandai oleh produksi estradiol-17 beta terus menerus tanpa pembentukan corpus luteum
dan pelepasan progesterone.
- Estrogen berlebih menyebabkan proliferasi endometrium terus menerus, kemudian
menghasilkan suplai darah berlebih dan dikeluarkan dengan mengikuti pola irregular dan
tidak dapat diprediksi.
2. PUD ovulatoris
- Insidensi: sampai dengan 10% dari wanita yang berovulasi.
- Bercak darah pada pertengahan siklus setelah lonjakan LH biasanya bersifat fisiologis.
Polimenorea paling sering terjadi akibat pemendekan fase folikular dari menstruasi. Sebagai
alternative, fase luteal mungkin memanjang akibat korpus luteum yang menetap.
Perdarahan pada trimester I
Diagnosis banding perdarahan pada trimester I (Granger & Pattison, 1994):
1. abortus
2. mola hidatidosa
3. kelainan local pada vagina/cervix:
- varises
- perlukaan
- carcinoma
- erosi
- polip
4. kehamilan ektopik terganggu
5. menstruasi dan hamil normal
Hiperemesis gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah Mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai
menggangu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, dan dapat terjadi
dehidrasi (Moechtar, 1998).
Nausea dan vomiting pada kehamilan merupakan hal yang sangat umum. Penelitian yang ada
memperkirakan nausea dan vomiting terjadi pada 50-90% kehamilan. Nausea dan vomiting
yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu,
memuncak pada minggu 11-13, dan pulih pada hampir semua kasus pada minggu 12-14. Pada
1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut hingga 20-22 minggu (Ogunyemi, 2009).
Nausea dan vomiting dapat bersifat normal, dapat merupakan mekanisme perlindungan ibu
dan fetus terhadap substansi berbahaya dalam makanan, misalnya mikroorganisme patologik
dalam produk daging dan racun pada tanaman, yang efeknya menjadi maksimal selama
embryogenesis (periode paling lemah saat hamil). Terdapat penelitian yang mendukung
pernyataan ini, wanita dengan nausea dan vomiting lebih sedikit mengalami abortus spontan
dan kelahiran mati (Ogunyemi, 2009).
Dasar fisiologi dari hiperemesis gravidarum controversial. Hiperemesis gravidarum muncul
sebagai interaksi kompleks dari faktor biologi, psikologi, dan sosiokultural. Teori yang
diajukan meliputi teori berikut ini (Ogunyemi, 2009):
1. Perubahan hormonal
Terdapat korelasi positif antara kenaikan level hCG dan level T4, dan derajat keparahan
nausea tergantung dari derajat stimulasi thyroid. hCG secara tidak langsung terlibat dalam
etiolgi hiperemesis gravidarum karena mampu menstimulasi thyroid.
2. Disfungsi gastrointestinal
Karena gastric disritmia akibat kenaikan level estrogen dan progesterone, disorder thyroid,
abnormalitas pada tonus vagal dan simpatis, dan sekresi vasopressin sebagai respon dari
gangguan volume intravascular.
3. Disfungsi hepatic
Penyakit hati, biasanya ditunjukkan dengan adanya sedikit peningkatan kadar transaminase
serum. Dihipotesiskan bahwa ketidakseimbangan oksidasi asam lemak pada mitokondira
menyebabkan penyakit hati pada ibu hamil.
4. Perubahan lipid
Jarnfelt-Samsioe et.al menyatakan bahwa peningkatan kadar trigliserida, total kolesterol, dan
fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan control wanita
yang hamil dan tidak hamil. Hal ini terkait dengan abnormalitas fungsi hati pada wanita
hamil. Tetapi, Ustun et.al menemukan fakta bahwa terdapat penurunan kadar total kolesterol,
LDL, apoA, dan apoB pada wanita dengan hiperemesis gravidarum.
5. Infeksi
Ditemukan Helicobacter pylori yang dapat memperburuk nausea dan vomiting pada
kehamilan. Tetapi, nausea dan vomiting yang persisten pada trimester kedua mungkin saja
akibat ulkus peptikum yang disebabkan oleh H. pylori.
6. System vestibuler dan penghidu
Tingkat ketajaman system olfaktorius dapat menjadi faktor nausea dan vomiting selama
kehamilan.
7. Penelitian biokimia
Berhubungan dengan overaktivasi dari saraf simpatis dan meningkatkan produksi TNF alfa.
Juga terdapat peningkatan kadar adenosine, yang meningkatkan aktivasi simpatis yang
berlebihan dan produksi sitokin; peningkatan adenosine plasma mungkin menjadi modulator
pada hiperemesis gravidarum.sitokin dari trofoblas juga dilaporkan meningkatkan sekresi
hCG.
Imunoglobulin C3 dan C4 serta hitung limfosit secara signifikan lebih tinggi pada wanita
dengan hiperemesis gravidarum, yang meningkatkan imunitas humoral.
8. Isu psikologi
Respon psikologi dapat berinteraksi dan memperparah fisiologi nausea dan vomiting
sepanjang kehamilan. Sebagai contoh yang tidak umum, kasus hiperemesis gravidarum dapat
merepresentasikan gangguan psikiatri, termasuk perubahan atau somatisasi depresi mayor.
Mual (nausea) dan muntah (emesis Gravidarum) adalah gejala yang wajar dan sering
kedapatan pada kehamilan trimester I, mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula
timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari
pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. mual dan muntah
terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida 1 diantara 1000 kehamilan,
gejala-gejala ini menjadi lebih berat. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya
kadar hormon estrogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologi kehamilan hormon ini
belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang.
Pada umunya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala
mual dan muntah dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu
dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum,
keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit
(Prawirodihardjo, 1999).
Diagnosis Kehamilan
Dewasa ini diagnosis kehamilan biasanya dilakukan dengan pemeriksaan dini hCG subunit
beta atau pencitraan USG karena diagnosis klinis pasti kehamilan sebelum tidak terjadinya
mestruasi selama 2 bulan hanya mungkin terjadi pada sekitar dua per tiga pasien. Biasanya
kriteria klinis diagnosis kehamilan dikelompokkan kedalam dugaan, kemungkinan, dan
kepastian positif (Benson & Pernoll, 2008).
Gejala yang mengarah pada dugaan atau kemungkinan kehamilan (Benson & Pernoll, 2008):
1. Amenore
2. Mual, muntah
2. Pada minggu ke 16-18, gerakan-gerakan pasif janin dapat diperjelas dengan palpasi perut
dan vagina. Dorongan kuat pada dinding uterus atau forniks vagina akan menggeser janin
sehingga teraba seperti benda terapung. Kemudian dapat terasa adanya dorongan akibat daya
tolak ketika janin kembali ke posisi semula (ballottement). Asites dan tumor harus
disingkirkan.
3. Setelah minggu ke 24, bagian besar janin dapat diraba pada sebagian besar wanita hamil.
Namun demikian, tidak ada bukti subjektif kehamilan yang merupakan dasar diagnosis secara
keseluruhan, dan diagnosis laboratorium juga penting (Benson & Pernoll, 2008).
Alat kontrasepsi
Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Kontrasepsi ideal harus
memenuhi syarat sebagai berikut (Wiknjosastro et.al, 1999):
1. Dapat dipercaya.
2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan.
3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan.
4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus.
5. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus.
6. Mudah pelaksanaannya.
7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan.
Mekanisme kerja pil hormonal
Pil-pil hormonal terdiri atas komponen estrogen dan progestagen, atau salah satu dari
komponen itu. Hormone steroid sintetik dalam metabolismenya sangat berbeda dengan
hormone steroid yang dikeluarkan oleh ovarium (Wiknjosastro et.al, 1999).
Komponen estrogen dalam pil dengan jalan menekan sekresi FSH menghalangi maturasi
folikel dan ovarium. Karena pengaruh estrogen dari ovarium tidak ada, tidak terdapat
pengeluaran LH. Di tengah-tengah daur haid kurang terdapat FSH dan tidak ada peningkatan
kadar LH menyebabkan ovulasi terganggu. Pengaruh komponen progestagen dalam pil
kombinasi memperkuat khasiat estrogen untuk mencegah ovulasi, sehingga dalam 95-98%
tidak terjadi ovulasi. Selanjutnya, estrogen dalam dosis tinggi dapat pula mempercepat
perjalanan ovum dan menyulitkan terjadinya implantasi dalam endometrium dari ovum yang
sudah dibuahi (Wiknjosastro et.al, 1999).
Komponen progestagen dalam pil kombinasi seperti diatas memperkuat daya estrogen untuk
mencegah ovulasi. Progestagen sendiri dalam dosis tinggi dapat menghambat ovulasi, akan
tetapi tidak dalam dosis rendah. Selanjutnya, progestagen mempunyai khasiat sebagai berikut
(Wiknjosastro et.al, 1999):
1. Lendir cervix uteri menjadi lebih kental, sehingga menghalangi penetrasi spermatozoa
untuk masuk dalam uterus.
2. Kapasitasi spermatozoa yang perlu untuk memasuki ovum terganggu.
3. Beberapa progestagen tertentu, seperti noretinodrel mempunyai efek antiestrogenik
terhadap endometrium, sehingga menyulitkan implantasi ovum yang telah dibuahi.
Efek karena kelebihan estrogen
Efek yang sering terdapat adalah rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada mamma,
fluor albus. Rasa mual kadang disertai muntah, diarea, dan rasa perut kembung. Retensi
cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air dan natrium, dan dapat meningkatkan
bertambahnya berat badan. Sakit kepala sebagian juga disebabkan oleh retensi cairan. Kepada
penderita pemberian garam perlu dikurangi, dan dapat diberikan obat diuretic. Rendahnya
dosis estrogen dalam pil dapat mengakibatkan spotting dan breakthrough bleeding dalam
masa intermenstruum (Wiknjosastro et.al, 1999).
Efek karena kelebihan progestagen
Progestagen dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak teratur,
bertambahnya nafsu makan disertai bertambah berat badan, akne, alopesia, kadang mamma
mengecil, fluor albus, hipomenorea (Wiknjosastro et.al, 1999).
Abortus
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterusembrio, atau fetus
yang belum dapat hidup. (Dorland, 2002).
Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami, tanpa
intervensi tindakan medis (aborsi spontanea), dan aborsi yang direncanakan melalui tindakan
medis dengan obat-obatan, tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan
lewat vagina (aborsi provokatus) (Fauzi, et.al., 2002).
Sedangkan menurut gambaran klinis di bidang medis, abortus diklasifikasikan sebagai
berikut (Wahyudi, 2000; Manuaba, 2001; Granger & Pattison, 1994):
1. Abortus membakat (imminens), merupakan abortus tingkat permulaaan, dimana terjadi
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan. Perdarahan minimal dengan nyeri/tidak. Uterus sesuai dengan umur kehamilan.
Pada test kehamilan positif. Dalam pemeriksaan USG, produk kehamilan dalam batas
normal. Pasien pada umumnya dirawat untuk menyelamatkan kehamilannya, walaupun tidak
selalu berhasil.
2. Abortus Insipiens, abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah mendatar dan
ostium uteri telah membuka serta terasa ketuban, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam
kavum uteri. Perdarahan disertai gumpalan darah. Nyeri lebih kuat.
3. Abortus inkomplit, adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri. Biasanya
ari-ari masih tertinggal dalam kavum uteri.Perdarahan hebat sering menyebabkan syok,
disertai gumpalan darah dan jaringan konsepsi. Serviks terbuka.
4. Abortus komplit, adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu. Perdarahan dan nyeri minimal. Ukuran uterus dalam batas
normal. Serviks tertutup.
5. Missed abortion, merupakan abortus dimana embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih. Perdarahan minimal, sering didahului
tanda abortus imminens yang kemudian menghilang spontan. Tanda dan gejala hamil
menghilang. Pada USG, hasil konsepsi masih dalam uterus namun tidak ada tanda
kelangsungan hidupnya.
6. Abortus habitualis, merupakan abortus yang terjadinya tiga kali berturut-turut atau lebih.
7. Abortus infeksiosa, merupakan abortus yang disertai infeksi pada genitalia.
Penanganan Abortus Imminens (Wiknjosastro et.al, 1999; PB POGI, 1991; Sibuea, 1992):
Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara
ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
Anjuran untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan
seksual.
Fenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg dapat diberikan untuk menenangkan pasien.
Pemberian hormon atau tokolitik dapat dipertimbangkan bila hasil USG menunjukkan janin
masih hidup.
ABORTUS IMMINENS
A. PENGERTIAN
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu
atau sebelum anak bisa hidup diluar kandungan (saifudin A, dalam Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2006).
Menurut Wong dan Ferry(1998), abortus adalah terminasi dari kehamilan sebelum viabilitas
fetus tercapai (viabilitas dicapai sekitar 20-40mg) dengan berat fetus belum 500 gram, dan
anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram.
Dan menurut Derek Liewolly dan Jones, abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai
beratnya yaitu kurang dari 500 gram.
Abortus ada 2, yaitu :
a. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar (buatan)
untuk mengakhiri kehamilan tersebut. (contohnya: keguguran yang disebabkan oleh trauma
kecelakaan atau sebab-sebab alami).
b. Abortus buatan yaitu abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk
mengakhiri proses kehamilan. (contohnya: pengguguran, aborsi, atau abortus provokatus).
B. ETIOLOGI
Abortus dapat disebabkan antara lain sebagai berikut:
a). Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
b). Kelainan kromosom
c). Lingkungan endometrium kurang sempurna sehingga suplai zat makanan terganggu
d). Pengaruh teratogenik (radiasi, virus, obat-obatan)
e). Kelainan plasenta (oksigenasi, plasenta terganggu,gangguan pertumbuhan janin, dan
kematian)
f). penyakit ibu:
Gangguan endokrin, malnutrisi, keracunan obat, pengaruh toksin
Gangguan hormonal yang tidak terkendali (contoh: DM)
Stress emosional
C. PATOGENESIS
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis dan diikuti nekrosis jaringan sekitar
yang menyebabkan hamil konsepsi (janin) terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus,
kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan
kurang dari 8 minggu janin biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum
menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8-14 minggu, villi koriales menembus
desidua secara mendalam namun plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak
perdarahan pada kehamilan diatas 14 minggu, dan setelah ketuban pecah maka janin yang
telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion yang kosong (blighted ovum /
benda kecil yang tak jelas bentuknya) dan kemudian keluarlah plasenta.
(Prawirohardjo,S,2002)
D. DIAGNOSIS
Tindakan klinik yang dapat dilakukan untuk mengetahui terjadinya abortus antara lain:
Terlambat haid atau amenorea kurang dari 20 minggu.
Pada pemeriksaan fisik yang terdiri dari keadaan umum tampak lemah, TD normal atau
menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
Adanya perdarahan pervaginam yang dapat disertai keluarnya jaringan janin, mual dan
nyeri pinggang akibat kontraksi (rasa sakit atau kram perut diatas daerah simpisis).
Pemeriksaan ginekologi meliputi inspeksi vulva dengan melihat perdarahan pervaginam,
ada / tidak jaringan janin, dan tercium/tidak bau busuk dari vulva inspekulo.
Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan
keluar dari ostium, dan ada /tidak cairan atau jaringan yang busuk dari ostium.
Pada pemeriksaan dalam, dengan melihat porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba
atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih keci dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyangkan, tidak nyeri pada saat perabaan adneksa dan
kavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
E. MACAM-MACAM/JENIS ABORTUS
Jenis Abortus Ada 7, yaitu:
Abortus imminens
Abortus insipiens
Abortus inkomplit
Abortus komplit
Missed abortion
uterus dan mengurangi perangsangan mekanis. Pasien dianjurkan untuk istirahat baring.
Apabila pasien dapat istirahat dirumah, maka tidak perlu dirawat. Pasien perlu dirawat
apabila perdarahan sudah terjadi beberapa hari, perdarahan berulang, atau tidak dapat
beristirahat dirumah dengan baik, misalnya tidak ada yang merawat atau ibu merasa sungkan
bila dirumah hanya beristirahat saja.
Periksa tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi,TD).
Kolaborasi dalam pemberian sedative (untuk mengurangi rasa sakit dan rasa cemas),
tokolisis dan progesteron, preparat hematimik (seperti sulfas ferosus/ tablet besi)
Hindari intercourse
Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
Bersihkan vulva minimal 2x sehari untuk mencegah infeksi terutama saat masih
mengeluarkan cairan coklat.