PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifatakut dan kronik (Price dan Wilson,2012) Faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan mukosa lambung yaitu produksi mukus yang terlalu sedikit dan terlalu banyak
asam yang diproduksi atau dikirimkan ke saluran cerna. Zat kimia maupun makanan yang
merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner yang berfungsi untuk menghasilkan
mukus mengurangi produksinya, sehingga kadar mukus akan menurun dan kadar HCl yang
dihasilkan oleh sel parietal akan meningkat yang menyebabkan terjadinya gastritis .Gejala
yang umum terjadi pada penderita gastritis adalah rasa tidak nyaman pada perut, perut
kembung, sakit kepala, mual, muntah, hilang selera makan, bersendawa, rasa tak nyaman di
epigastrium. Gastritis juga menyebabkan perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian
atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan. Selain itu dapat pula
disertai demam, menggigil (kedinginan), dan cegukan (hiccups) (Mansjoer, Arif, 2011).
Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung paling sering diakibatkan
oleh ketidakteraturan diet. Misalnya makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan-makanan
terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi penyebab yang lain termasuk alcohol,
aspirin, refluk empedu atau therapy radiasi. (Brunner & Suddarth, 2012)
Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan gastritis yang membuat angka kejadian
gastritis juga meningkat Budiana (2012), mengatakan bahwa gastritis ini tersebar di seluruh
dunia dan bahkan diperkirakan diderita lebih dari 1,7 milyar. Pada negara yang sedang
berkembang infeksi diperoleh pada usia dini dan pada negara maju sebagian besar dijumpai
pada usia tua.
Menurut World Health Organization (WHO) angka kematian di dunia akibat kejadian
gastritis di rawat inap yaitu 17-21% dari kasus yang ada pada tahun 2012. Di Amerika,
kejadian gastritis dikatakan sekitar 22 % dari seluruh populasi dengan insiden 1,1 kasus per
1000 penduduk per tahun. Dari segi usia, usia 20-30 tahun adalah usia yang paling sering
mengalami gastritis dan menyerang lebih banyak pada perempuan dibandingkan pada laki-
laki. Hal ini disebabkan karena kebiasaan pola makan yang kurang baik dan mengkonsumsi
makanan yang justru dapat menyebabkan iritasi pada lambung.
Di Indonesia menurut WHO (2012) adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada
beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952
jiwa penduduk. Berdasarkan profil kesehatan di Indonesia tahun 2012, merupakan salah satu
penyakit dalam 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia
dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%).
Pada tahun 2004 penyakit gastritis menempati urutan ke 9 dari 50 peringkat utama
pasien rawat jalan di rumah sakit seluruh Indonesia dengan jumlah kasus 218.500 (yanmed
DEPKES RIhttp://bank data depkes.go.id/data).
Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5-6 tahun terakhir dan menyerang laki-
laki lebih banyak daripada wanita. Laki-laki lebih banyak mengalami gastritis karena
kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok. Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan
sakit maag antara lain adalah riwayat keluarga yang menderita sakit maag, kurangnya daya
mengatasi atau adaptasi yang buruk terhadap stres.
BAB II
PEMBAHASAN
B. GASTRITIS
1. Definisi
Gastritis adalah rasa nyeri atau panas di dada bagian bawah atau perut bagian atas
tapi tidak ada hubungannya dengan jantung. Perasaan ini timbul pada wanita hamil pada
trimester ketiga. (Saliman,2005).
2. Gastritis Kronik
Radang kronik dari mukosa lambung. Dikenal 3 bentuk, yaitu :
a. Gastritis kronik superfisialis
b. Gastritis kronik hipotrofik dan atrofi gaster.
c. Gastritis kronik hipertrofikans
Sebab-sebab belum jelas, mungkin berhubungan dengan factor-faktor ras,
herediter, psikik dan makanan (misalnya alcohol).
Pemeriksaan kadar asam lambung dilakukan karena berhubungan dengan
pengobatan. Pada gastritis kronik hipotrofik dan atrofi gaster, kadar asam lambung
menurun, sedang pada gastritis kronik hipotropik dan atrofi gaster, kadar asam lambung
menurun, sedang pada gastritis kronik superfisialis atau hipertrofikans, kadar asam
lambung normal atau meninggi. Foto Rontgent dapat membantu yaitu dengan melihat
gejala tanda-tanda sekunder yaitu hipersekresi, mukosa yang tebal dengan lipatan-lipatan
tebal dan kasar dan lain-lain. Tetapi hal ini tidak memastikan diagnosis. Diagnosis tepat
dapat dicapai dengan gastroskopi
Patologis
Pada gastritis kronik superfisialis : mukosa hiperemikm edema dan rapuh,
mungkin terlihat bercak-bercak perdarahan kecil-kecil dan ulserasi. Pada gastritis kronik
hipertrofik dan atrofi gaster : mukosa tipis dan warna berubah menjadi abu-abu
kehijauan, pembuluh-pembuluh darah tampak jelas di daerah yang menipis. Sering ada
perdarahan-perdarahan.
Pada gastritis kronik hipertrofikans : mukosa suram, agak membengkak, longgar
dan seperti spons : biasanya dengan nodulus yang granuler yang bila besar menyerupai
polip. Sering terdapat erosi dan ulsera kecil-kecil.
Sebagai pegar gan untuk membedakan dengan ulkus peptikum ialah : rasa sakit
tidak hilang setelah makan makanan yang tidak merangsang (pain-food-fain,
sedangkan pada ulkus peptikum pain-food-relief).
Penatalaksanaan :
a. Diet lunak, diberikan sedikit-sedikit tetapi lebih sering.
Hindari bahan-bahan yang merangsang seperti alcohol, bumbu dapur dan lain-lain.
b. Berikan antacid, kecuali pada gastritis hipotrofik dan atrofi gaster.
Kini gastritis hipotrofik dan atrofi gaster dihubungkan dengan proses
autoimun dan adanya anemia pernisiosa, karena itu pada kasus ini diberikan
kortikosteroid dan vitamin B12. pada gastritis atrofik dapat diberi asam seperti asam
glutamate, HCl, Julapium, enzim-enzim lambung.
c. Bila rasa nyeri tidak hilang dengan antacid, berikan oksitosin tablet 15 menit sebelum
makan.
d. Berikan obat antikolinergik bila sekresi asam berlebihan
3. Etiologi
a. Asam lambung naik ke kerongkongan.
b. Hormore pregesteron meningkat yang menyebabkan relaksasi dari otot saluran cerna.
c. Pembesaran rahim yang mendorong bagian perut ke atas, sehingga asam lambung
naik ke kerongkongan.
d. Konstipasi.
e. Banyaknya gas di ulu hati sehingga menimbulkan panas dan nyeri akibat dari
lambannya proses pencernaan.
4. Penanganan
a. Makan lebih sering dalam porsi yang kecil untuk menggantikan dua atau tiga kali
makan dalam porsi besar.
b. Makan secara perlahan-lahan, meskipun makanan dengan posi kecil.
c. Hindari makanan yang dapat memicu terjadinya panas pada ulu hati seperti,
gorengan, alcohol, coklat, permen mint, bawang merah, bawang putih.
d. Banyak minum air putih.
e. Jangan tidur dua sampai tiga jam setelah makan.
f. Waktu tidur tinggikan posisi kepala sehingga asam lambung tidak dapat naik ke
esophagus.