Anda di halaman 1dari 91

Volume 1 , Nomor 1, November 2012- Februari

2013

Alamat Redaksi ; SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG


Kampung Bajawa Nasipanaf - Baumata Barat - Kabupaten Kupang.
Phone / Fax : (0380) 0411851483
Emial
: maranathajim@ymail.com

ISSN : 2337-3830

Health Journal
Penelitian dan Pengembangan
Diterbitkan Oleh
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MARANATHA KUPANG

Healt h Journal

ISSN : 2337-3830

SUSUNAN PENGURUS JURNAL KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG
PENANGGUNG JAWAB
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maranatha Kupang
Juleha Pua Geno, SKp. M.Kes

KETUA
Simon Sani Kleden, S.Kep, Ns., M.Kep

WAKIL KETUA
Stefanus Mendes Kiik, S.Kep., Ns

SEKRETARIS
Siti Sakinah, S.Kep., Ns

MITRA BESTARI
Dr. Muhammad D. Pua Upa, MS.

DEWAN REDAKSI
Aemilianus Mau, S.Kep., Ns., M.Kep. Sabinus Bungaama Kedang, S.Kep., Ns., M.Kep.
Titik Susanti, S.Kep., Ns. Hermina Legimakeni, S.Kep., Ns., MPH. Ana Ceunfin, SST.
Aqulina Akoit, SST, Tarsisius V. Tance, S.Kep., Ns, Servasius Ratu, S.Kep., Ns
Beatrix Tokan, S.Kep., Apt. Orpha Diana Suek, S.Kep., Ns., M.Kep.
Theresia Surat Bayo, S.Kep., Ns. Anak Agung Istri Feni, S.Kep., Ns.
Damitha Palalangan, SKM., M.Hum, Belandina Nggadas, SST,
Edit Natalia, SST, Virginia Moniz, SST, Maria Kredok, SST
Merry Fangidae, SST, MPH, Dina Ludji, SST., M.Kes
Valentina Somi, SST, Reynaldis Gerans, S.Kep., Ns
Bendelina Kaka Monde., SST, Maria Ernestin, SST
Agustina Seran, S.Sit., MPH, Rosalinda Untis, SST

PENERBIT :
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG

ALAMAT REDAKSI :
Kampung Bajawa Nasipanaf
Baumata Barat Kabupaten Kupang
Phone / Fax : (0380) 0411851483
Email : maranathajim@ymail.com

Health Journal

ISSN : 2337-3830

DAFTAR ISI (CONTENT)


Halaman
(Page)
1

Pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien pre operasi di ruang


Anggrek. Cempaka dan Asoka RSU. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
(Aemilianus Mau)

1-6

Gambaran Ibu hamil yang mengalami Anemia di Puskesmas Oesao (Simon


Sani Kleden)

7-12

Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Waktu Pemulihan Peristaltik Usus pada


Pasien Pasca Operasi Obdomen di Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji
Makassar (Stefanus Mendes Kiik)

13-20

Gambaran pengetahuam ibu nifas tentang involusi uterus di ruang nifas RSUD
W.Z. Yohanes Kupang Tahun 2012. (Juleha Pua Geno)

21-25

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Trimester II dan III Tentang Nutrisi di Puskesmas
Kota Soe, Kabupaten TTS Tahun 2012 (Hermina Legimakani)

26-31

Gambaran Karakteristik Bidan Dalam Menerapkan Standar Asuhan Persalinan


Normal Di Puskesmas Sikumana (Sabinus Bungaama Kedang)

32-36

Pengetahuan ibu primigravida tentang perawatan tali pusat pada bayi di


Puskemas Alak, Kecamatan Alak Kabupaten Kupang (Aquilina Akoit)

37-41

Tingkat pengetahuan ibu primigravida tentang pemberian ASI eklusif pada


bayi baru lahir di Puskesmas Bakunase (Tarsisius Venansius Tance)

42-46

Gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang materi (isi) buku KIA di
Puskesmas Bakunase Kupang. (Dina Suryani Ludji)

47-52

10

Pengetahuan Akseptor KB Tentang Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas


Bakunase Kupang (Agustina Seran)

53-57

11

Universal Precaution Petugas Laboratorium Dalam Melakukan Tindakan


Pengambilan Darah Vena Di Instalasi Patologi Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr.
W. Johannes Kupang (Yosin Pella)

58-66

12

Gambaran konsep diri ibu postpartum di Puskesmas Bakunase Kota Kupang


(Belandina Nggadas)

67-72

13

Pengetahuan ibu klimakterium umur 45-50 tahun tentang menopause di


Puskesmas Tarus. (Virginia Moniz)

73-77

14

Pengaruh hypnobirthing dengan terhadap emesis gravidarum pada ibu hamil


trimester I di BPS Dwi Ristini Jetis Karangpandan Karanganyar.
(Anak Agung Istri Feni Lestari)

78-85

Alamat Redaksi : SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG


Kampung Bajawa NasipanafBaumata Barat Kabupaten Kupang.
Phone / Fax : (0380) 0411851483
Email : maranathajim@ymail.com

INFLUENCE WAS DAMPED DOWN BY MUSIC TO PRE OPERATIVE


PATIENT ANXIETY AT ORCHID ROOM, FRANGIPANI AND ASOKA
RSUD. PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG
Aemilianus Mau*
ABSTRACT
Operate for or dissection constitutes traumatik's experience sinister one any one that will trip dissection. In
consequence oftentimes evoke dread for patient. Severally observational finds that 75% 85% worry patients before
operation. so needs intervention to care. To the effect research to know music therapy influence to pre's patient
dread hads out at Orchid room. Frangipani and Asoka RSU. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. This research
constitute research type Pre Experimen with dOne is Group Pre Test Posttest Design ). Population in
observational it is all pre's patient hads out that is nursed at Orchid room. Frangipani and Asoka RSU. Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang on moon 22nd May until 18th September 2009. Its sample plays favorites population
member that took by accidental's tech sampling. Independent variable in observational it is damped down by
dependennya's music and variable is patient dread. This observational instrument utilizes kuesioner and
observation sheet crosses a cheque list to measure patient dread zoom bases Hamilton Scale Range for Anxiety
(HRS A). Result tests statisitik utilizes Wilcoxon Signed Ranks is Test
menunjukan there is influence which
signifikan was damped down by music to dreads level decrease patient before oprasi which pointed out by
p=0.000. and Z= -6.952a. In consequence encouraged that patient who will trip operation better listen music before
is hadded out.
Key word : music terapy, patient anxiety

Latar Belakang
Operasi atau pembedahan merupakan
pengalaman traumatik yang mengancam setiap
orang yang akan menjalani pembedahan.
Kecemasan ini biasanya dilatar belakangi
berbagai alasan. di antaranya adalah ancaman
kematian. nyeri. perdarahan. perubahan peran dan
kemandirian. kerusakan integritas kulit. anestesi
yang digunakan. kehilangan waktu kerja.
kehilangan pekerjaan dan tanggung jawab
terhadap
keluarga.
Besarnya
kecemasan
tergantung pada harapan hasil operasi. manfaat dan
jenis organ yang diangkat.
Beberapa penelitian menemukan bahwa
75%-85% pasien cemas sebelum operasi.
sehingga membutuhkan intervensi keperawatan
berupa pemberian pendidikan kesehatan. latihan
teknik relaksasi. menerapkan praktek spiritual
yang biasanya dilakukan oleh pasien seperti
berdoa. membaca alkitab. menyanyi atau
mendengarkan lagu rohani. sering spiritual
(Brunner dan Suddarth. 2000. Asmadi. 2008. Aziz
Alimul 2006. Ann Isaacs. 2005).
Musik menjadi bahasa universal yang bisa
dinikmati oleh semua orang. dari bayi sampai ke
orang tua. Aktifitas hidup terasa hambar. tidak
bergairah dan tak berwarna tanpa ada musik.
Musik bisa dipakai sebagai sarana apresiasi.
hiburan. gaya hidup. bisnis. penyeimbang dan
* Staf Pengajar Jurusan Keperawatan

POLTEKKES KEMENKES KUPANG


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

sebagai therapy. Sebagai terapi musik telah


dianggap memberikan kesembuhan secara
psikologis seperti perasaan gembira. kuat. tenang.
dan rileks ketika mendengarkan dan menikmati
alunan dan irama musik dengan perasaan senang.
Musik mempengaruhi gelombang alfa di
otak sehingga mempengaruhi ketenangan dan
rileksasi. Musik juga mempengaruhi ambang
munculnya stress dan tekanan psikis lainnya.
menyokong terjadi relaksasi otot dan menekan
emosi. sehingga musik juga dapat dimanfaatkan
untuk mengurangi kecemasan dan rasa takut.
Pengaruh musik terhadap relaksasi tubuh dapat
diukur dari denyut nadi. tekanan darah. kadar
cortisol dan ephineprin, suatu enzim tubuh yang
cenderung meningkat pada seseorang yang
mengalami gejolak fisik mapun mental. Dengan
begitu maka akan sangat bermanfaat jika musik
itu diperdengarkan untuk pasien yang akan
menjalani pembedahan. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaruh terapi musik terhadap
kecemasan pasien pre operasi di ruang Anggrek.
Cempaka dan Asoka RSU. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang.
Bahan Dan Cara
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
Pra Experimen dengan rancangan Pra-Paska Test
dengan Satu Kelompok (One Group Pra TestPosttest Design). Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien pre operasi yang dirawat di
ruang Anggrek. Cempaka dan Asoka RSU. Prof.
Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

berdasarkan Hamilton Scale Range for Anxiety


(HRS-A). Cara pengumpulan data : sebelum
pasien dioperasi. diukur tingkat kecemasan. Jika
pasien cemas. maka dilakukan intervensi
mendengarkan musik instrumen Kenny G. dan
musik rohani sesuai pilihan pasien menggunakan
hatset selama 2-3x/hari. Data hasil penelitian
dianalisis dengan menggunakan Uji Wilcoxon
Siged Rank Test.

Dr. W. Z. Johannes Kupang pada bulan 22 Mei s/d


18 September 2009. Sampelnya sebagian anggota
populasi yang diambil dengan teknik aksidental
sampling. dengan kriteria bersedia diteliti. bisa
membaca dan menulis, memiliki tingkat
kecemasan ringan, sedang, berat atau sangat berat
yang menjalani perawatan minimal 1 (satu) hari
sebelum operasi. Jumlah sampel dalam penelitian
ini adalah
60 orang Variabel independen/
intervensi dalam penelitian ini adalah terapi musik
dan variabel dependennya adalah kecemasan
pasien. Instrumen penelitian ini menggunakan
kuesioner dan lembar observasi cek list untuk
mengukur tingkat kecemasan pasien

Hasil dan Pembahasan


Hasil Penelitian

Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan kecemasan sebelum terapi musik di Ruang Anggrek,
Cempaka dan Asoka RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Tingkat kecemasan

Frekwensi

Prosentase (%)

Ringan

Sedang

45

75

Berat

10

17

Total

60

100

Sumber: Data Primer


Tabel diatas menggambarkan sebagian besar responden mengalami kecemasan sedang
sebelum diberikan terapi musik: 45 orang (75%).

Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan kecemasan setelah terapi musik di Ruang Anggrek,
Cempaka dan Asoka RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Tingkat kecemasan

Frekwensi

Prosentase (%)

Tidak Cemas

27

45

Ringan

30

50

Sedang

Berat

Total

60

100.0

Sumber: Data Primer


Tabel diatas menggambarkan sebagian besar responden mengalami penurunan kecemasan
setelah dilakukan terapi musik.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 3
Hasil Uji Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N
Kecemasan Post Operasi -

Negative Ranks

Kecemasan Pre Operasi

60
b

Positive Ranks

Mean Rank

Sum of Ranks

30.50

1830.00

.00

.00

Ties

Total

60

a. Kecemasan Post Operasi < Kecemasan Pre Operasi


b. Kecemasan Post Operasi > Kecemasan Pre Operasi
c. Kecemasan Post Operasi = Kecemasan Pre Operasi

menghadapi hal yang mungkin akan dialaminya.


Hal ini terbukti bahwa semua responden (100 %)
mengalami kecemasan dengan tingkatan yang
berbeda ; ringan. sedang. berat sebelum dioperasi.

Test Statisticsb
Kecemasan
Post Operasi Kecemasan
Pre Operasi
Z

Taylor (1953) dalam Tailor Manifest


Anxiety Scale (TMAS) mengemukakan bahwa
kecemasan merupakan suatu perasaan subyektif
mengenai
ketegangan
mental
yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari
ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau
tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu ini pada umumnya tidak menyenangkan
dan menimbulkan atau disertai perubahan
fisiologis (misalnya gemetar. berkeringat. detak
jantung meningkat) dan psikologis (misalnya
panik. tegang. bingung. tidak bisa berkonsentrasi).

-6.952a

Asymp. Sig. (2tailed)

.000

a. Based on positive ranks.


b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Pada pasien yang akan menjalani operasi.


faktor predisposisi kecemasan yang sangat
berpengaruh adalah faktor psikologis. terutama
ketidakpastian tentang prosedur operasi yang akan
dijalani dan dampaknya yang menimbulkan nyeri.
komplikasi bedah ; perdarahan. cacat dan
ancaman kematian. Pasien
yang mengalami
kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang
khas dan terbagi dalam beberapa fase yaitu:

Tabel diatas menggambarkan bahwa ada


pengaruh yang signifikan terapi musik terhadap
penurunan tingkat kecemasan pasien sebelum
operasi
yang ditunjukkan dengan nilai
p=0.000<0.05. Z = -6.952 (a).
Pembahasan

Fase Pertama

Kecemasan merupakan salah satu emosi


yang paling menimbulkan stress yang dirasakan
oleh banyak orang. Kadang-kadang kecemasan
juga disebut dengan ketakutan atau perasaan
gugup. Setiap orang pasti pernah mengalami
kecemasan pada saat-saat tertentu. dan dengan
tingkat yang berbeda-beda terutama akan
menghadapi suatu tindakan operasi/pembedahan.
Hal tersebut mungkin saja terjadi karena individu
merasa tidak memiliki kemampuan untuk

Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi


peringatan. maka tubuh mempersiapkan diri untuk
fight (melawan rasa cemas). atau flight (lari dari
permasalahan). Pada fase ini tubuh merasakan
tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi
hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena
itu. maka gejala adanya kecemasan dapat berupa
rasa tegang di otot dan kelelahan. terutama di otot
-otot dada. leher dan punggung. Dalam

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Kecemasan sedang: Memungkinkan pasien


memusatkan perhatian pada masalah operasi dan
mengesampingkan hal yang lain sehingga pasien
mengalami perhatian yang selektif. namun dapat
melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang
terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat.
kecepatan denyut jantung dan pernapasan
meningkat. ketegangan otot meningkat. bicara
cepat dengan volume tinggi. lahan persepsi
menyempit. mampu untuk belajar namun tidak
optimal. kemampuan konsentrasi menurun.
perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan
Fase Kedua
yang tidak menambah ansietas. mudah
Disamping gejala klinis seperti pada fase tersinggung. tidak sabar.mudah lupa. marah dan
satu. seperti gelisah. ketegangan otot. gangguan menangis.
tidur dan keluhan perut. penderita juga mulai tidak
Kecemasan berat; sangat mengurangi lahan
bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motivasi
persepsi pasien. Paien dengan kecemasan berat
diri (Wilkie. 1985). Labilitas emosi dapat
cenderung memusatkan perhatian pada sesuatu
bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab. yang
operasi dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.
beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah
Pasien memerlukan banyak pengarahan untuk
menangis yang berkaitan dengan stres mudah
dapat memusatkan pada suatu area yang lain.
diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda
mengeluh pusing. sakit kepala. nausea. tidak dapat
adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie.
tidur (insomnia). sering kencing. diare. palpitasi.
1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada
lahan persepsi menyempit. tidak mau belajar
keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan
secara efektif. berfokus pada dirinya sendiri dan
barang ke tanah. kemudian ia berdiam diri saja
keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi.
beberapa lama dengan hanya melihat barang yang
perasaan tidak berdaya. bingung. disorientasi.
jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie. 1988).
Selain perubahan psikologis diatas. pasien
Fase Ketiga
mengalami perubahan fisiolgis pada berbagai
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang sistem tubuh akibat cemas seperti perubahan pada
tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja sistem kardiovaskuler; peningkatan tekanan darah.
berlanjut. penderita akan jatuh kedalam
palpitasi.
jantung berdebar. denyut nadi
kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala meningkat. tekanan nadi menurun. syock dan lainyang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah lain. sistem pernapasan; napas cepat dan dangkal.
diidentifikasi kaitannya dengan stres. gejala rasa tertekan pada dada. rasa tercekik. sistem
kecemasan pada fase tiga umumnya berupa integumen : perasaan panas atau dingin pada kulit.
perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak muka pucat. berkeringat seluruh tubuh. rasa
mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase terbakar pada muka. telapak tangan berkeringat.
ketiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi gatal-gatal. sistem gastro intestinal; anoreksia.
dengan rangsang sensoris. kehilangan kemampuan rasa tidak nyaman pada perut. rasa terbakar di
toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah epigastrium.
nausea.
diare.
mampu ia tolerir. gangguan reaksi terhadap neuromuskuler; Reflek meningkat. reaksi kejutan.
sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan mata berkedip-kedip. insomnia. tremor. kejang.
kepribadian (Asdie. 1988).
wajah tegang. gerakan lambat.
persiapannya untuk berjuang. menyebabkan otot
akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan
menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada. leher dan
punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan
antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar
yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari
tangan (Wilkie. 1985). Pada fase ini
kecemasan merupakan mekanisme peningkatan
dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa
system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah
informasi yang ada secara benar (Asdie. 1988).

Perubahan fisik dan psikologis pasien Respon Psikologis terhadap Kecemasan


akibat cemas sesuai dengan tingkat kecemasan Perilaku; gelisah. tremor. gugup. bicara cepat
sebagai berikut:
dan tidak ada koordinasi. menarik diri.
Kecemasan ringan:
kecemasan
ringan
menghindar.
berhubungan dengan ketegangan akibat rencana
Kognitif; gangguan perhatian. konsentrasi hilang.
pembedahan seperti merasa kelelahan. iritabel.
mudah lupa. salah tafsir. bloking. bingung.
lapang persepsi meningkat. kesadaran meningkat.
lapangan persepsi menurun. kesadaran diri yang
mampu untuk belajar. motivasi meningkat dan
berlebihan. kawatir yang berlebihan. obyektifitas
tingkah laku sesuai situasi.
menurun. takut kecelakaan. takut mati dan lainJurnal Kesehatan (Health Journal)

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Bila terapi ini dilakukan secara khusus. hasilnya


lebih baik (Cheryl Dileo. profesor musik serta
Direktur Pusat Penelitian Seni dan Meningkatkan
Kualitas Hidup. Universitas Temple. Philadelphia.
Amerika Serikat). Menurut Dileo. manfaat terapi
musik dibandingkan mendengarkan musik
seorang diri sangat berbeda jauh. "Mendengarkan
musik seorang diri itu bukan terapi meski banyak
orang yang mendengarkan musik mendapatkan
manfaat positif. seperti lebih rileks dan
memperbaiki mood.

lain.
Afektif; tidak sabar. tegang. neurosis. tremor.
gugup yang luar biasa. sangat gelisah dan lainlain.
Menurut Dadang Hawari. 2002 dan Alimul
Azis. 2006 adalah ; melakukan teknik relaksasi
seperti napas dalam. mendengarkan musik.
meditasi/yoga. berdoa. memberikan terapi anti
cemas. psikoterapi suportif. kognitif. re-edukatif.
re-konstruktif. psiko-dinamik. perilaku dan
keluarga.

Dileo menambahkan. terapi musik


membutuhkan bantuan orang lain yang sudah
teruji kemampuannya untuk mengelola sebuah
terapi. "Meski banyak orang yang mengaku
paham bagaimana cara menikmati musik bagi diri
sendiri. di bawah kendali seorang pakar terapi
musik akan memberikan manfaat yang lebih
besar. Terapi musik akan memberikan tenaga
baru. mental yang segar. dan hubungan sosial
yang hangat. Selain itu. penggunaan terapi musik
bisa diterapkan secara luas pada semua orang
dalam berbagai kondisi. Terapi musik bisa
dilakukan untuk mengurangi rasa khawatir pasien
yang menjalani berbagai operasi atau serangkaian
proses berat di rumah sakit. Sebab. musik akan
membantu mengurangi timbulnya rasa sakit dan
memperbaiki mood pasien. Musik dapat
mengaktifkan syaraf menjadi rileks sehingga
membantu pernapasan pasien menjadi lebih baik.
Selain itu. musik mengurangi risiko serangan
jantung. membuat tekanan darah lebih normal.
dan membuat otot lebih rileks. Musiknya juga
ternyata bermanfaat bagi pasien dengan berbagai
penyakit. seperti penyakit kanker. musik
membantu mereka tidur lebih nyenyak karena
biasanya pasien kanker memiliki gangguan tidur
(Puckett. 2008). dan juga bagi pasien stroke yang
rajin mendengarkan musik setiap hari. ternyata
mengalami peningkatan pada ingatan verbalnya
dan memiliki mood yang lebih baik ketimbang
penderita yang tidak menikmati musik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa


mendengarkan musik instrumental Kenny G.. dan
rohani 60 orang respnden dapat menurunkan
kecemasan mereka sebelum dioperasi. Hasil
penelitian ini mendukung pendapat Hawari
(2002). dan Alimul Azis. (2004) yang mengatakan
bahwa musik dapat menciptakan relaksasi.
Penelitian lainnya yang mendukung hasil
penelitian ini adalah pengaruh pemberian terapi
musik langgam jawa terhadap penurunan
kecemasan pasien psikogeriatri. pengaruh terapi
musik langgam jawa terhadap penurunan nyeri
paska bedah. dan pengaruh mendengarkan musik
metal terhadap tingkat kecemasan dan depresi.
Musik ternyata bukan hanya sebagai
sarana hiburan belaka. tetapi memiliki manfaat
terhadap kesehatan fisik dan mental. yaitu
mempengaruhi gelombang dalam otak. sehinggga
daya berpikir dan ketajaman berkonsentrasi lebih
tinggi. Gelombang nada rendah seseorang dapat
berada pada level ketenangan untuk bisa
melakukan meditasi secara baik. Musik juga akan
mempengaruhi ambang munculnya stress dan
tekanan psikis lainnya. menyokong terjadi
relaksasi otot dan menekan emosi. Dengan
mendengarkan music. kondisi vital seseorang
mampu dipengaruhi dan diperbaiki yang dapat
diukur secara obyektif. Pengukuran itu mencakup
denyut nadi. tekanan darah. kadar cortisol dan
ephineprin, suatu enzim tubuh yang cenderung
meningkat pada seseorang yang mengalami
gejolak fisik maupun mental. Mendengarkan
musik sebelum operasi bisa membantu membuat
pikiran dan tubuh pasien menjadi lebih rileks serta
mengembalikan energi menjadi lebih segar/
bersemangat. Bahkan. bila mendengarkan musik
secara teratur pada waktu yang tepat. ternyata bisa
menjadi sebuah terapi yang mendatangkan
manfaat yang lebih besar bagi kesehatan. Salah
satunya menghilangkan cemas dan depresi.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
1. Kecemasan pasien sebelum terapi musik : 5
orang (8%) mengalami kecemasan ringan. 45
orang (75%) mengalami kecemasan sedang.
dan 10 oran (17%) mengalami kecemasan
berat.
2. Kecemasan pasien setelah terapi musik : 27
orang (45%) tidak mengalami kecemasan
sebelum dioperasi. 30 orang (50%) mengalami

Terapi musik merupakan cara yang mudah


yang bermanfaat positif bagi tubuh. psikis. serta
meningkatkan daya ingat dan hubungan sosial.
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

kecemasan ringan. dan 3 oran (5%) mengalami


kecemasan sedang.

Isaacs, Ana. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa


& Psikiatrik. Jakarta : EGC

3. Hasil uji statisitik menggunakan Wilcoxon


Signed Ranks Test menunjukan ada pengaruh
yang signifikan terapi musik terhadap
penurunan tingkat kecemasan pasien sebelum
oprasi yang ditunjukkan dengan nilai p=0.000.
dan Z=--6.952a

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan


Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Salemba Medika : Jakarta.
Notoatmodjo, S.
2003. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Rineka Cipta : Jakarta.
Sugiono. 2002. Statistika Penelitian Aplikasi
dengan SPSS for windows. Bandung
Alfabeta.

Saran

Taat, P. 2003. Psikoneuroimunologi. Surabaya :


FK Unair.
Memberikan terapi musik kepada pasien
cemas
sebelum
operasi
dengan
cara
Anonim. Konsep Dasar Kecemasan. Diakses dari
mendengarkan musik kesukaannya melalui heatset
http://2.bp.blogspot.com/Kecemasan.jpg.
untuk menurunkan kecemasan yang dialami
Tanggal akses: 30 Okt.2009
pasien. Pengadaan alat musik di setiap ruang
Anonim. Perawatan Peri Operasi. Diakses dari
perawatan. yang dapat diputarkan kepada seluruh
http://spesialisbedah.com/2008/05/apa-yang
pasien pada saat-saat tertentu.
-perlu-anda-ketahui-tentang-kamaroperasi/. Tanggal akses: 01 Nopember
Bagi Masyarakat
2009.
Musik merupakan terapi yang murah dan
Bagi Perawat dan RS

mudah yang bisa digunakan oleh siapa saja untuk Artanto. Kumpulan Artikel Keperawatan. Diakses
menciptakan
relaksasi.
ketenangan.
dan
dari http//www.Artanto.Com. Tanggal
kesenangan pikiran. hati. dan emosi setiap hari.
akses: 30 Oktober 2009.
Anonim. Kumpulan Artikel Keperawatan. Diakses
dari http : // psikologi . tarumanagara. ac.id/
moodle /surket /skripsi /skripsi.php.
Tanggal akses: 01 Nopember 2009.

Daftar Pustaka
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawata..
Jakarta : EGC.

Anonim. Perawatan Peri Operasi. Diakses dari


http://spesialisbedah.com/2008/05/apa-yang
-perlu-anda-ketahui-tentang-kamaroperasi/. Tanggal akses: 01 Nopember
2009.

Hamid, S. dan Yani. A. 2000. Aspek Spiritual


dalam Keperawatan. Jakarta : Widya
Medika.
Brenda dan Barre. 2000. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Volume 1,
Jakarta
:
EGC.

Anonim. Perawatan Peri Operasi. Diakses dari


http://spesialisbedah.com/2008/11/
pentingnya-bergerak-pasca-operasi/.
Tanggal akses: 03 Nopember 2009.

Borst, J. 1981.
Latihan Doa Kontemplatif.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Gero, P. S. 2005. Ketrampilan Komunikasi Klien
dalam Situasi Khusus. Kupang
: Gita
Kasih.
Gero, P. S. 2005. Dampak Perilaku Positif untuk
Meningkatkan Komunikasi yang Asertif
dan Tanggung Jawab. Kupang : Gita
Kasih.
Hidayat, A.A. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia
Aplikasi
Konsep
dan
Proses
Keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika.

Hawari, D. 2002. Dimensi Religi Dalam Praktek


Psikiatri dan Psikologi. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

ANAEMIA INSTANCE PICTURE PREGNANCY AT


PUSKESMAS OESAO
Simon Sani Kleden*
Abstract
Mother mortality constitute one of failing indicator services health at a state. Mother death can happen
since severally cause, amongst those because Anaemia. To the effect this research is subject to be know
pregnant mother picture that experience anaemia at Puskesmas Oesao. Observational type that is utilized in
this research is observational descriptive. Population that is utilized in this research is all pregnant mother that
suffer anaemia at Puskesmas Oesao as much 219 person. Tekhnik is sample take is with tekhnik full scale
sampling.
Anaemia instance at Puskesmas Oesao Kupang Regency is defisiensi's anaemia ferrum substance as
much 64.38%, anaemia because other disease as much 14.6 % and anaemias because about bloods as much
21.0%.
Key word: Anaemia, defisiensi is ferrum substance

Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan
salah satu indikator kegagalan layanan kesehatan
di suatu negara. Kematian ibu dapat terjadi karena
beberapa sebab, di antaranya karena Anemia.
Anemia pada kehamilan juga berhubungan
dengan meningkatnya angka kesakitan ibu.
Anemia karena defisiensi zat besi merupakan
penyebab utama Anemia pada ibu hamil
dibandingkan dengan defisiensi gizi lain. Oleh
karena itu, anemia gizi pada masa kehamilan
sering diidentikkan dengan anemia gizi besi.
Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah
gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkit
lebih dari 600 juta manusia. Dengan frekuensi
yang masih cukup tinggi, berkisar antara 10%
sampai 20%.
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih
tinggi sehingga memicu peningkatan produksi
eritropoetin. Akibatnya volume plasma bertambah
dan sel darah merah meningkat. Namun,
peningkatan volume plasma terjadi dalam
proporsi yang lebih besar jika dibandingkan
dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi
penurunan
konsentrasi
haemoglobin
(Prawirohardjo, 2009).
Menurut World Health Organization
(WHO) memperkirakan lebih dari 500.000 ibu
pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin.
Sedangkan angka kejadian Anemia berkisar 20%
sampai 89% dengan menetapkan Hb 11 gram%
sebagai dasarnya.
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan
* Staf Pengajar Jurusan Keperawatan

Anemia juga menyebabkan rendahnya


kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak
cukup mendapat oksigen. Pada wanita Hamil,
anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada
kehamilan dan persalinan. Resiko kematian
maternal, angka kematian prematuritas, berat
badan bayi lahir rendah dan angka kematian
perinatal meningkat. Di samping itu pendarahan
antepartum dan post partum lebih sering di jumpai
pada wanita yang anemia dan lebih sering
berakibat fatal sebab wanita yang anemia tidak
dapat mengontrol kehilangan darah.
Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan
oleh defisiensi zat besi, pendarahan, penyakit
penyerta yang berpengaruh buruk terhadap
kehamilan. Anemia dalam kehamilan dapat
berpengaruh buruk terutama saat kehamilan,
persalinan dan nifas. Pengaruh
anemia saat
kehamilan dapat berupa abortus, persalinan
kurang bulan, ketuban pecah dini
(KPD).
Pengaruh anemia saat persalinan dapat berupa
partus lama, gangguan His dan kekuatan
mengedan serta kala pengeluaran uri memanjang
sehingga dapat terjadi Retensio Plasenta.
Pengaruh anemia saat masa nifas salah satunya
subinvolusi uteri, pendarahan post partum, infeksi
nifas dan penyembuhan luka perineum lama.
Anemia gizi pada kehamilan adalah
kondisi ketika kadar hemoglobin lebih rendah

POLTEKKES KEMENKES KUPANG


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Indonesia (SDKI) 2003, Angka kematian ibu


mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Ini
merupakan angka kematian tertinggi di ASEAN.
Selain itu, berdasarkan data yang diperoleh dari
puskesmas Oesao bahwa ibu hamil yang
mengalami anemia berjumlah 54 orang dengan
jumlah ibu hamil 78 orang selama bulan Agustus September 2012.

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Anemia pada kehamilan dapat dicegah dan diatasi


dengan pemberian tablet zat besi yang diberikan
sedini mungkin setelah emesis berlalu dengan usia
kehamilan lebih dari 3 bulan di samping
pemberian makanan yang mengandung zat besi
seperti sayur-sayur yang berwarna hijau dan jenis
makanan lain dalam susunan makanan yang
bergizi. Pencegahan dan pengobatan pada anemia
dapat berhasil dengan baik apabila faktor-faktor
penyebabnya dapat diatasi maka penulis tertarik
melakukan penelitian tentang
Gambaran
Kejadian Anemia Kehamilan di Puskesmas
Oesao. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui
Gambaran Ibu hamil yang mengalami Anemia di
Puskesmas Oesao.

untuk mendeskripsikan faktor-faktor penyebab


anemia pada ibu hamil yang menderita anemia di
puskesmas Oesao. Alat yang digunakan untuk
penelitian ini adalah lembaran dokumentasi
puskesmas Oesao. Faktor penyebab anemia yang
diteliti yaitu: anemia karena defisiensi zat besi,
anemia karena pendarahan, dan anemia karena
penyakit penyerta. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua ibu hamil yang menderita anemia di
Puskesmas Oesao sebanyak 219 orang. Sampel
dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang
mengalami anemia. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan total sampling
yaitu dengan mengambil semua anggota populasi
menjadi sampel yaitu sebanyak 219 orang.

Bahan dan Cara


HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian


ini adalah penelitian deskriptif. Pendekatan
penelitian dengan menggunakan metode survey

HASIL

Tabel 1. Distribusi Frekuensi gambaran kejadian Anemia Di Puskesmas Oesao


Kabupaten Kupang Desember 2011 - November 2012

No

Bulan

Anemia Ringan

Anemia Sedang

Anemia Berat

Desember

3.6

0.4

0.4

Januari

17

7.7

10

4.5

2.7

Februari

12

5.4

2.7

2.7

Maret

10

4.5

0.9

0.4

April

3.6

0.9

1.8

Mei

10

4.5

1.3

1.8

Juni

11

5.0

0.4

0.4

Juli

16

7.3

0.9

0.4

Agustus

19

8.6

0.4

0.4

10

September

21

9.5

0.9

1.8

11

Oktober

2.7

0.4

0.4

12

November

19

8.6

0.4

0.4

157

71.6

32

14.6

31

14.1

Total

Sumber : Data sekunder


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Dari tabel 1 menujukan bahwa data selama


satu tahun terakhir didapatkan jumlah ibu hamil
dengan anemia sebanyak 219 responden dengan
anemia ringan sebanyak 157 responden (71.6%),
anemia sedang sebanyak 32 responden (14.6%),
dan anemia berat sebanyak 31 responden (14.1%),
sedangkan dari data selama satu tahun terakhir
dengan prosentase kejadian anemia tertinggi
berada pada bulan September dengan prosentase
anemia ringan sebanyak 21 responden (9.5%) dari
jumlah keseluruhan ibu hamil pada bulan
September adalah 49 orang. Hasil kejadian
anemia ini, menunjukan melebihi dari target
pemerintah dalam rangka menurunkan angka
kejadian anemia.yang adalah 7.5%.
Anemia merupakan keadaan adanya
penerunan kadar hemoglobin, hematrokit dan
jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada
penderita anemia, lebih sering disebut kurang
darah. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat
gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi,
asam folat, vitamin B12 (Manuabah, 1998).
Menurut Marmi, dkk (2011) faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya anemia adalah
kekurangan zat besi, perdarahan, dan penyakit

penyerta. Kekurangan zat besi dapat disebabkan


karena kehilangan darah tiap bulan waktu haid.
Pada wanita yang hamil cadangan ini akan
berkurang malahan akan habis karena kebutuhan
janin akan besi sangat besar. faktor lain yang
menyebabkan kekurangan zat besi pada ibu hamil
yaitu keteraturran komsumsi zat besi. Faktor
perdarahan adalah kehilangan darah dalam jumlah
yang besar dapat menyebabkan anemia.
Pendarahan mikro yang terjadi dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan anemia. Faktor penyakit
penyerta contohnya penyakit Tubercolosis dan
Malaria dapat menyebabkan terjadinya anemia.
Kejadian anemia yang terjadi pada bulan
September dapat disebabkan karena kesibukan
responden sehingga membuat mereka tidak
melakukan kunjungan antenatal care, hal ini
terbukti dengan fakta jumlah prosentase pekerjaan
responden tertinggi adalah ibu rumah tangga
sebesar 92 responden (42%), dari hal tersebut,
mengakibatkan ibu sering lupa mengkomsumsi
tablet besi atau bisa juga karena ibu tidak
memiliki tablet besi untuk dikomsumsi karena
tidak melakukan kunjungan antenatal care.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi gambaran Kejadian Anemia karena pendarahan di


Puskesmas Oesao Kabupaten Kupang Desember 2011- November 2012
No

Bulan

Anemia ringan

Anemia Sedang

Anemia berat

Desember

0.4

0.4

Januari

4.1

0.9

0.4

Februari

1.3

0.9

0.4

Maret

0.4

April

0.4

Mei

0.4

0.4

0.4

Juni

0.4

0.4

Juli

1.3

0.4

Agustus

0.4

0.4

10

September

2.2

0.9

0.4

11

Oktober

0.4

0.4

12

November

0.9

0.4

29

13.2

13

5.9

1.8

Total

Sumber : Data sekunder


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

daripada normal karena kekurangan satu atau


lebih nutrisi Esensial (Ariawan, 2001).
Dari tabel 2 tadi menunjukan bahwa dari
219 responden, didapatkan 29 responden yang
mengalami anemia ringan (13.2%), 13 responden
yang anemia sedang (5.9%), dan yang anemia
berat sebanyak 4 responden (1.8%), sedangkan
data pada satu tahun terakhir menunjukan
prosentase kejadian anemia tertinggi berada pada
bulan Januari sebanyak 9 responden (4.1%) dari
jumlah keseluruhan ibu hamil pada bulan Januari
adalah 117 ibu hamil.
Menurut Manuabah (1998) menyebutkan
bahwa kehilangan darah dalam jumlah yang besar
dapat menyebabkan anemia. Pendarahan mikro
yang terjadi dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan anemia. Perdarahan pada kehamilan
yang dimaksud adalah abortus, kehamilan
ektopik, mola hidatidosa, antepartum bleeding
(solusio placenta dan placenta previa). Perdarahan
mikro dapat terjadi kehamilan trimester satu yaitu
terjadinya abortus imminen yaitu terjadinya
perdarahan spoting yang dapat mengancam
kehamilan (Marmi, 2011)
Kejadian anemia yang terjadi pada bulan

januari dengan jumlah 9 responden (4.1%) dari


117 ibu hamil disebabkan karena abortus imminen
sejumlah 9 orang, sehingga hal ini mengakibatkan
banyaknya frekuensi kejadian anemia.
Dari tabel 3 menunjukan bahwa dari 219
responden, didapatkan 19 responden (8.6%) yang
mengalami anemia ringan, 7 responden yang
mengalami anemia sedang (3.1%), dan 6
responden yang mengalami anemia berat (2.7%),
sedangkan data pada satu tahun terakhir yang
menunjukan prosentase tertinggi kejadian anemia
karena penyakit penyerta berada pada bulan
Februari dengan jumlah prosentase anemia ringan
sebesar 5 responden (2.2%) dari 57 ibu hamil.
Penyakit penyerta dapat menyebabkan anemia,
contohnya malaria dan tubercolosis.
Pada bulan Februari, jika ditinjau segi
cuaca, masih mengalami musim hujan yang
menyebabkan
nyamuk
plasmodium
berkembangbiak dengan pesat, sehingga angka
kejadian malaria pada ibu hamil meningkat dan
perkembangan
bakteri
corinebacterium
tubercolosis berkembang pesat tidak juga
menutup kemungkinan untuk terjadinya penyakit

Tabel 3. Distribusi Frekuensi gambaran Kejadian Anemia karena Penyakit penyerta di


Puskesmas Oesao Kabupaten Kupang Desember 2011- November 2012

No

Bulan

Anemia ringan

Anemia Sedang

Anemia berat

Desember

0.4

Januari

0.9

0.4

Februari

2.2

0.9

0.9

Maret

0.9

April

0.4

Mei

0.9

0.4

0.4

Juni

0.4

Juli

0.4

0.4

0.4

Agustus

0.4

10

September

0.9

0.4

0.4

11

Oktober

0.4

12

November

0.4

0.4

19

8.6

3.1

2.7

Total
Sumber : Data sekunder
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

10

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 4 Distribusi Frekuensi gambaran Kejadian Anemia karena Defisiensi zat besi di
Puskesmas Oesao Kabupaten Kupang Desember 2011- November 2012
Anemia ringan

Anemia Sedang

Desember

1.8

0.4

0.4

Januari

4.1

2.2

1.3

Februari

2.2

1.8

0.9

Maret

2.7

1.3

0.4

April

2.2

1.3

1.3

Mei

10

4.5

0.4

Juni

4.1

0.4

Juli

3.1

1.8

0.4

Agustus

3.1

3.1

1.8

10

September

4.1

1.3

0.9

11

Oktober

1.8

0.4

12

November

12

5.4

0.9

0.9

87

39.7

35

15.9

19

8.6

No

Bulan

Total

Dari tabel 4 diatas menunjukkan bahwa


data selama satu tahun terakhir didapatkan jumlah
ibu hamil dengan anemia sebanyak 219 responden
dengan anemia karena defisiensi zat besi yaitu
anemia ringan sebanyak 87 responden (39.7%),
anemia sedang sebanyak 35 responden (15.9%),
dan anemia berat sebanyak 19 responden (8.6%),
sedangkan data pada satu tahun terakhir yang
menunjukan prosentase tertinggi kejadian anemia
karena defisiensi zat besi berada pada bulan
November dengan prosentase kejadian anemia
ringan sebanyak 12 responden (5.4%) dari 74 ibu
hamil.
Anemia disebabkan karena pada umumnya
cadangan besi pada wanita kurang.diantaranya,
karena kehilangan darah tiap bulan waktu haid.
Pada wanita yang hamil cadangan ini akan
berkurang malahan akan habis karena kebutuhan
janin akan besi sangat besar. faktor lain yang
menyebabkan kekurangan zat besi pada ibu hamil
yaitu keteraturran komsumsi zat besi. Kejadian
anemia yang terjadi pada bulan November
disebabkan karena faktor ibu hamil, yaitu dari
tidak teraturnya mengkomsumsi tablet besi.
Pembahasan
Hasil penelitian yang diperoleh dari 219
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

11

Anemia berat

responden di Puskesmas Oesao Kabupaten


Kupang tentang gambaran kejadian anemia adalah
anemia ringan sebanyak 157 responden (71.6%),
anemia sedang sebanyak 32 responden (14.61%),
anemia berat sebanyak 31 responden (14.1%).
Kejadian anemia karena perdarahan sebanyak 20
responden (21%), karena penyakit penyerta
sebanyak 20 responden (16.6%), dan karena
defisiensi zat besi sebanyak 75 responden
(62.5%). Jika ditinjau faktor penyebab kejadian
anemia karena perdarahan yang tergolong anemia
ringan sebanyak 12.2%, anemia sedang 4.8%,
anemia berat sebanyak 1.6%, sedangkan penyebab
karena penyakit penyerta yang tergolong anemia
ringan sebanyak 10%, anemia sedang sebanyak
5%, anemia berat sebanyak 2%, sedangkan karena
faktor defisiensi zat besi yang tergolong anemia
ringan sebanyak 41.3%, anemia sedang sebanyak
13%, anemia berat sebanyak 7.2%.
Menurut Marmi dan suryaningsih (2011),
faktor penyebab kejadian anemia adalah karena
faktor perdarahan, faktor penyakit penyerta dan
faktor kekurangan zat besi. Faktor perdarahan
yaitu kehilangan darah dalam jumlah yang besar
dapat menyebabkan anemia. pendarahan mikro
yang terjadi dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan anemia, sedangkan faktor penyakit
penyerta yaitu penyakit Tbc dan Malaria dapat
menyebabkan terjadinya anemia, dan faktor
Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

kekurangan zat besi adalah Anemia disebabkan


karena pada umumnya cadangan besi pada wanita
kurang diantaranya, disebabkan karena kehilangan
darah tiap bulan waktu haid. Pada wanita yang
hamil cadangan ini akan berkurang malahan akan
habis karena kebutuhan janin akan besi sangat
besar. faktor lain yang menyebabkan kekurangan
zat besi pada ibu hamil yaitu keteraturran
komsumsi zat besi
Berdasarkan fakta
penelitian
yang
dikuatkan oleh teori yang ada maka dapat
dijelaskan bahwa gambaran kejadian anemia
disebabkan karena faktor perdarahan, faktor
penyakit penyerta dan faktor defisiensi zat besi.
hal ini terbukti dari hasil penelitian yang didapat
dari data sekunder sebanyak 120 responden yang
mengalami anemia ringan sebanyak anemia
ringan sebanyak 66.42%, anemia sedang sebanyak
25.50%, anemia berat sebanyak 7.41%
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Kejadian anemia di Puskesmas Oesao
Kabupaten Kupang adalah anemia defisiensi zat
besi sebanyak 64.38%, anemia karena penyakit
penyerta sebanyak 14.6 % dan anemia karena
perdarahan sebanyak 21.0%

Daftar Pustaka
Manuaba, (2001). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Marmi dkk, (2011). Asuhan Kebidanan Patologi.
Jogyakarta: Pustaka Pelajar
Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetric Fisiologi,
Obstetric Patologis. Edisi 2, jilid 1 dan 2.
Jakarta: EGC
Notoadmojdho, S. (2003). Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam dan Pariani. (2001). Metodologi Riset
Keperawatan. Jakarta: CV. Sagung Seto
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Sadikin, M. (2001). Biokimia Darah. Jakarta:
Widya Medika.
Sastrawinata, S. (1981). Obstetri Patologi.
Bandung: Elstar offset
Supandiman, I. (1997). Hematologi Klinik.
Bandung: Alumni
Prawirohardjo, S. (2009).
Jakarta: Bina Pustaka

Ilmu

Kebidanan.

Saran
Bagi Ibu Hamil
Diharapkan bagi ibu hamil untuk selalu
menjaga
kesehatannya,
dengan
rajin
memeriksakan diri ke puskesmas atau sarana
kesehatan yang ada serta meningkatkan
pengetahuan tentang anemia agar mencegah
terjadinya anemia serta komplikasinya.
Bagi Puskesmas
Diharapkan bagi puskesmas untuk terus
meningkatkan pelayanan pelayanan pada ibu
hamil dengan memberi penyuluhan kesehatan
bagi ibu hamil tentang anemia sehingga dapat
membantu menurunkan angka kejadian anemia.
Bagi Peneliti
Dari hasil penelitian ini peneliti dapat
menambah pengetahuan dan dengan penelitian ini
juga
dapat
mengidentifikasi
gambaran
pengetahuan ibu hamil tentang anemia.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

12

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

EARLY MOBILIZATION INFLUENCE TO


PERISTALTIC'S RECOVERY TIME INTESTINE ON PASCA'S PATIENT HADS OUT ABDOMEN
AT ICU BPRSUD LABUANG BAJI MAKASSAR
Stefanus Mendes Kiik*
ABSTRACT
Early postoperative mobilization for the patient of abdominal surgery should be doing soon at the first of
24 hours postoperative to speed up time of intestine peristaltic recovery. This research was aimed to identify the
influence of early mobilization towards time of intestine peristaltic recovery. Design used in this research was pre
experimental i.e. one group pretest-posttest designed. Sample in this research amount 18 persons. The sample was
taken with non probability technique i.e. purposive sampling. The independent variable was early mobilization.
The dependent variable was time of intestine peristaltic recovery. The instrument of this research used observation
sheet, lytman stethoscope and watch. According to result of wilcoxon signed rank test with errors level =0,05 so p value
= 0,005 (p<) for the second of 4 hours postoperative and p value = 0,002 (p<) for the third of 4 hours postoperative.
Meaning Ha was accepted. It can be concluded that early mobilization has influence towards time
of intestine peristaltic recovery. Further research involve larger respondents and better measurement tool to abtain more accurate results of research.
Key word : Intestine peristaltic recovery

Latar Belakang

yaitu sekitar 60-70 % dari seluruh kasus akut


abdomen. Telah diperkirakan bahwa obstruksi
usus bertanggung jawab bagi sekitar sepertiga dari
semua perumahsakitan abdomen akut pada
pelayanan bedah di seluruh Amerika Serikat.

Pembedahan akan mencederai jaringan


yang dapat menimbulkan perubahan fisiologis
tubuh dan akan mempengaruhi organ tubuh
lainnya. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja
terjadi yang akan membahayakan pasien. Hal ini
terkait dengan berbagai prosedur asing yang harus
pasien jalani dan juga ancaman
terhadap
keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur
pembedahan dan tindakan pembiusan.

Fungsi usus akan lebih cepat bekerja


seperti biasa dalam waktu dua sampai tiga hari
pasca operasi (Oswardi, 1993). Pendapat lain
disampaikan oleh Bulling dan Stokes (1982),
bahwa eliminasi usus kadang tidak terjadi hingga
hari ketiga sampai
hari keempat setelah
pembedahan. Hal ini disebabkan karena
pembatasan intake minum serta pengaruh anestesi
dan immobilisasi yang lama.

Kemungkinan manipulasi usus selama


pembedahan, immobilitas dan masukan oral yang
dikurangi, semuanya dapat mempengaruhi fungsi
usus. Gerakan peristaltik normal daripada usus
akan hilang dalam beberapa hari, tergantung pada
jenis dan lamanya pembedahan.

Sjamsulhidajat dan Jong


(1997),
mengungkapkan bahwa, setelah laparatomi terjadi
ileus adinamik atau ileus paralitik yaitu suatu
keadaan di mana usus gagal atau tidak mampu
melakukan
konstraksi
peristaltik
untuk
mengeluarkan isinya. Biasanya timbul satu sampai
empat hari setelah laparatomi. Bila keadaan ini
menetap sampai lebih dari empat hari maka perlu
dicari penyebabnya.1 Bahkan pergerakan usus
secara spontan pertama kali akan muncul empat
sampai lima hari setelah pembedahan. Hal
tersebut baru menunjukkan bahwa fungsi
gastrointestinal sudah kembali normal (Shafeer,
dkk, 1985).
Kembalinya fungsi peristaltik
usus akan memungkinkan pemberian program
diet, membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi
serta mempercepat proses penyembuhan. Nettina
(2002), mengatakan program diet pasca bedah

Pengaruh agens anestesi dapat menghambat


impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja
anestesi
tersebut
memperlambat
atau
menghentikan gelombang peristaltik yang dapat
berakibat terjadinya ileus paralitik. Pasien yang
belum pulih peristaltik
ususnya setelah
pembiusan dapat menderita ileus obstruktif atau
obstruksi intestinal bila dalam waktu tersebut
diberikan asupan makanan.
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan
dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai,
* Pengajar STIKes Maranatha Kupang

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

13

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

diberikan setelah kembalinya fungsi peristaltik


usus yang menandakan saluran gastrointestinal
telah normal.
Menurut Simanjuntak, dkk (2000), bahwa
kasus laparatomi yang terjadi di Inggris yaitu di
Liverpool Hospital, setiap tahunnya rata-rata
sebanyak 823 pasien.
Laporan Pusat Komunikasi Publik,
Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan RI
bahwa pelayanan khusus untuk pasien miskin di
Indonesia pada kasus laparatomi, meningkat dari
162 kasus pada tahun 2005, menjadi 983 kasus
pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun
2007.10 Pembedahan yang menyangkut luka
insisi di abdomen menurut data dari ruang operasi
gedung bedah pusat terpadu (GBPT) RSU Dr.
Soetomo Surabaya dari bulan Januari sampai
September 2004 terdapat 468 kasus dengan ratarata tiap bulan sekitar 52 kasus.11 Sedangkan
menurut catatan medical record RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar, terdapat 579 pasien
laparatomi pada tahun 2006.
Berdasarkan data dari bagian Litbang
BPRSUD Labuang Baji Makassar selama kurun
waktu 3 tahun terakhir bahwa pada tahun 2006
sebanyak 593 pasien operasi abdomen di kamar
bedah. Pada tahun 2007 tercatat sebanyak 548
pasien operasi abdomen di kamar bedah. Pada
bulan januari-September 2008 sebanyak 420
pasien operasi abdomen. Dengan rata-rata setiap
bulan terdapat 46 pasien.
Banyak pasien yang tidak berani
menggerakkan tubuh pasca operasi karena takut
jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya
lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru
karena justru jika setelah operasi dan pasien
segera bergerak maka akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga
pasien akan lebih cepat kentut atau flatus.
Keuntungan lain
adalah
menghindarkan
penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan
terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya
dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar
sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
menunjang fungsi pernafasan optimal.
Mobilisasi meningkatkan tonus saluran
gastrointestinal,
dinding
abdomen
dan
menstimulasi peristaltik usus. Pemulihan pada
luka abdomen lebih cepat terjadi bila mobilisasi
dilakukan lebih dini. Kejadian eviserasi pasca
operasi jarang terjadi bila pasien diperbolehkan
untuk turun dari tempat tidur secepatnya. Nyeri
berkurang bila mobilisasi dini diperbolehkan.
Frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

lebih cepat bila pasien berupaya untuk mencapai


aktivitas normal pasca operasi secepat mungkin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Boyer (1998), mobilisasi pasca operasi dapat
mempercepat fungsi peristaltik usus. Hal ini
didasarkan pada struktur anatomi kolon di mana
gelembung udara bergerak dari bagian kanan
bawah ke atas menuju fleksus hepatik, mengarah
ke fleksus spleen kiri dan turun kebagian kiri
bawah
menuju rektum. Menurut Doenges,
Marhouse dan Geissler (2000), bahwa mobilisasi
dini yang berupa latihan di tempat tidur,
berpindah ke tempat tidur lainnya dapat
merangsang peristaltik dan kelancaran flatus.
Penelitian yang dilakukan oleh Syam
(2005) di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar
dengan perlakuan mobilisasi dini berupa latihan
tungkai terhadap 30 pasien pasca operasi
laparatomi ternyata pada kelompok perlakuan
waktu pemulihan peristaltik ususnya lebih cepat
empat jam dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Demikian pula dengan pasien pasca
operasi diharapkan dapat melakukan mobilisasi
sesegera mungkin, seperti melakukan gerakan
kaki, bergeser di tempat tidur, melakukan nafas
dalam dan batuk efektif dengan membebat luka
dengan jalinan kedua tangan di atas luka operasi,
dan teknik bangkit dari tempat tidur. Dengan
melakukan mobilisasi sesegera mungkin, hari
perawatan pasien akan lebih singkat dan
komplikasi pasca operasi tidak terjadi. Akhirnya
lama rawat di rumah sakit akan memendek dan
lebih murah, yang merupakan keuntungan bagi
rumah sakit dan pasien.
Tujuan penelitian adalah
diketahuinya
pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu
pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca
operasi abdomen.
Bahan dan Cara
Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian Pre-eksperimental (One group pretestposttest design). Penelitian ini melibatkan satu
kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi
sebelum dilakukan
intervensi,
kemudian
diobservasi lagi setelah intervensi. Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien pasca operasi
abdomen di BPRSUD Labuang Baji Makassar
selama 30 Maret-13 April 2009. Jumlah populasi
dalam penelitian ini adalah 24 orang. Sampel
dalam penelitian ini adalah pasien pasca operasi
abdomen yang menjalani pembedahan di
14

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

BPRSUD Labuang Baji tanggal 30 Maret - 13


April 2009. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 18 orang. Pengambilan sampel pada
penelitian
ini
menggunakan
metode
Nonprobability
Sampling dengan teknik
Purposive Sampling yaitu memilih sampel
diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti.
Analisis data dengan menggunakan uji
statistik melalui uji Wilcoxon signed ranks test
dengan tingkat signifikansi 0,05. Uji ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada
pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu
pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca
operasi abdomen.

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa


frekuensi kelompok responden terbanyak yang
telah menjalani
operasi abdomen adalah
kelompok umur 33-41 tahun yaitu berjumlah 7
orang (38,9%), diikuti kelompok umur 42-50
tahun dan 51-60 tahun yang masing-masingnya
berjumlah 4 orang (22,2%), kelompuk umur 24-32
tahun berjumlah 2 orang (11,1%) sedangkan
kelompok umur yang paling sedikit adalah 15-23
tahun yang berjumlah 1 orang (5,6 %).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pasien Pasca
Operasi Abdomen berdasarkan jenis penyakit di
Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar

Hasil Dan Pembahasan


Hasil
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pasien Pasca
Operasi Abdomen berdasarkan Jenis kelamin di
Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar
Frekuensi

Jenis Kelamin
n

Laki-laki

11

61,1

Perempuan

38,9

Jumlah

18

100

Tumor intra abdomen

n
6

%
33,3

Peritonitis akibat perforasi

22,2

Ileus obstruktif

16,7

Cholesistitis
Hypertrophi prostat
Tumor uterus
Jumlah

2
2
1
18

11,1
11,1
5,6
100

Sumber : Data Primer

Dari tabel 3 menunjukkan bahwa frekuensi


kelompok responden terbanyak yang telah
menjalani operasi abdomen berdasarkan jenis
penyakit adalah
yang terbanyak tumor intra
abdomen berjumlah 6 orang (33,3%), peritonitis
akibat perforasi berjumlah 4 orang (22,2%), ileus
obstruktif
berjumlah 3 orang (16,7%),
cholesistitis dan hypertropi prostat masing-masing
berjumlah 2 orang (11,1%) dan yang paling
sedikit adalah tumor uterus berjumlah 1 orang
(5,7%).

Sumber : Data Primer

Dari tabel 1 menunjukkan bahwa frekuensi


kelompok responden terbanyak yang telah
menjalani operasi abdomen adalah kelompok
responden berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 11 orang (61,1 %) sedangkan
perempuan sebanyak 7 orang (38,9%).

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Pasien Pasca Operasi


Abdomen 4 jam pertama berdasarkan pemulihan
peristaltik usus sebelum dan
setelah perlakuan Mobilisasi dini di Ruang ICU
BPRSUD Labuang Baji Makassar

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pasien Pasca


Operasi Abdomen berdasarkan Umur di Ruang
ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar
Umur

Frekuensi

Jenis Penyakit

Frekuensi

15-23 tahun

n
1

%
5,6

Pemulihan

24-32 tahun

11,1

Peristaltik usus

33-41 tahun

38,9

42-50 tahun

22,2

51-60 tahun

22,2

Jumlah

18

100

Sumber : Data Primer

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Perlakuan mobilisasi dini


Sebelum

Sesudah

Pulih

Belum pulih

18

100

18

100

Jumlah

18

100

18

100

Sumber : Data Primer


15

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Dari tabel 4.4 ditemukan bahwa frekuensi


pemulihan peristaltik usus pasien pada 4 jam
pertama pasca operasi abdomen sebelum dan
setelah perlakuan mobilisasi dini ternyata tidak
ditemukan adanya pemulihan peristaltik usus pada
semua responden.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pasien Pasca
Operasi Abdomen pada 4 jam kedua
berdasarkan pemulihan peristaltik usus
sebelum dan setelah perlakuan Mobilisasi dini
di Ruang ICU BPRSUD
Labuang Baji Makassar
Pemulihan
Peristaltik
usus

Perlakuan mobilisasi dini


Sebelum

Sesudah

Pulih

44,4

Belum pulih

18

100

10

65,6

Jumlah

18

100

18

100

Sumber : Data Primer


Dari tabel 5 ditemukan bahwa frekuensi
kelompok responden pada 4 jam kedua sebelum
perlakuan mobilisasi dini tidak terdapat perubahan
peristaltik usus pada semua responden sedangkan 4
jam setelah perlakuan ternyata terdapat 8 orang
(44,4%) yang pulih peristaltik ususnya.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pasien Pasca
Operasi Abdomen pada 4 jam ketiga
berdasarkan pemulihan peristaltik usus sebelum
dan setelah perlakuan Mobilisasi dini di Ruang
ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar
Pemulihan
Peristaltik
usus

Perlakuan mobilisasi dini


Sebelum

Sesudah

Pulih

44,4

18

100

Belum pulih

10

65,6

Jumlah

18

100

18

100

Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.6 ditemukan bahwa frekuensi


kelompok responden pada 4 jam ketiga sebelum
perlakuan mobilisasi dini terdapat 8 responden
(44,4%) yang telah pulih peristaltik ususnya.
Sedangkan 4 jam setelah perlakuan ternyata
semua responden yaitu berjumlah 18 orang
(100%) telah pulih peristaltik ususnya.

Pembahasan
Jenis Kelamin
Berdasarkan data hasil analisis univariat
menunjukkan bahwa frekuensi kelompok
responden terbanyak yang telah menjalani operasi
abdomen adalah berjenis kelamin Laki-laki yaitu
sebanyak 11 orang (61,1 %) sedangkan
perempuan sebanyak 7 orang (38,9%). Kasus
tumor intra abdomen seperti karsinoma gaster,
karsinoma kolorektal lebih banyak pada laki-laki
(Grace dan Borley, 2006). Selain itu peneliti
mendapatkan bahwa banyak pasien berjenis
kelamin perempuan yang menjalani operasi
abdomen seperti sectio caesarea menggunakan
anestesi spinal sehingga tidak memenuhi kriteria
inklusi penelitian.
Umur
Berdasarkan hasil analisis univariat
ditemukan bahwa frekuensi kelompok responden
terbanyak yang telah menjalani operasi abdomen
adalah kelompok umur 33-41 tahun yaitu
berjumlah 7 orang (38,9%), diikuti kelompok
umur 42-50 tahun dan 51-60 tahun yang masingmasingnya berjumlah 4 orang (22,2%), kelompuk
umur 24-32 tahun berjumlah 2 orang (11,1%)
sedangkan kelompok umur yang paling sedikit
adalah 15-23 tahun yang berjumlah 1 orang (5,6
%).
Hal ini sesuai dengan pendapat Grace dan
Borley (2006) bahwa penyakit divertikular lebih
banyak terjadi pada usia 40 tahun,
kasus
apendisitis lebih banyak terjadi pada dekade
kedua dan ketiga, jarang terjadi di bawah usia 2
tahun. Karsinoma kolorektal pada usia 50-an
tahun sedangkan kasus hypertropi prostat terjadi
pada umur lebih dari 50 tahun (Arkanda, 1989).
Sedangkan menurut Grace dan Borley (2006)
bahwa hypertropi prostat terjadi pada 50 % pria
yang berusia 60-90 tahun.
Jenis penyakit
Berdasarkan hasil analisis univariat
ditemukan bahwa frekuensi kelompok responden
terbanyak yang telah menjalani operasi abdomen
berdasarkan jenis penyakit adalah yang terbanyak
Tumor intra abdomen berjumlah 6 orang (33,3%),
peritonitis akibat perforasi berjumlah 4 orang
(22,2%), ileus obstruktif berjumlah 3 orang
(16,7%), cholesistitis dan hypertropi prostat
masing-masing berjumlah 2 orang (11,1%) dan
yang paling sedikit adalah tumor uterus berjumlah
1 orang (5,7%).
Hal ini sesuai pendapat Grace dan Borley

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

16

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

bahwa tumor intra abdomen (kolorektal, gaster)


mengalami peningkatan karena saat ini
pembedahan merupakan satu-satunya terapi
kuratif untuk kasus tersebut. Sedangkan menurut
Manaf (2008) bahwa obstruksi intestinal
bertanggung jawab terhadap 60-70% kasus gawat
abdomen di rumah sakit.

sebelum perlakuan mobilisasi dini terdapat 8


responden (44,4%) yang telah pulih peristaltik
ususnya. Sedangkan 4 jam setelah perlakuan
ternyata semua responden yaitu berjumlah 18
orang (100%) telah pulih peristaltik ususnya.
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank
test dengan tingkat kemaknaan =0,05 ternyata
nilai p=0,002. Karena nilai p(0,002)<(0,05)
maka Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan
peristaltik usus pada 4 jam ketiga pasca operasi
abdomen.

Pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan


peristaltik usus pada 4 jam pertama pasca
operasi
Berdasarkan hasil analisis bivariat bahwa
frekuensi kelompok responden pada 4 jam
pertama sebelum perlakuan mobilisasi dini dan
setelah perlakuan ternyata tidak ditemukan adanya
pemulihan peristaltik usus pada semua responden.

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat


dikatakan bahwa mobilisasi dini dapat
mempengaruhi waktu pemulihan peristaltik usus.
Yang artinya bahwa proses pemulihan organ
tubuh bagian dalam lebih cepat. Hal ini didukung
oleh pendapat Morison (2004) bahwa mobilisasi
dini mempercepat stadium proliferasi dengan
merangsang makrofag untuk menghasilkan
angiogenesis sehingga fibroplasia meletakkan
substansi dasar dan serabut kolagen serta
pembuluh darah mulai menginfiltrasi luka.

Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank


test dengan tingkat kemaknaan =0,05 ternyata
nilai p=1,000. Karena nilai p(1,000)>(0,05)
maka Ha ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada pengaruh mobilisasi dini terhadap
pemulihan peristaltik usus pada 4 jam pertama
pasca operasi abdomen. Hal ini terjadi karena
jumlah mobilisasi yang diberikan masih kurang
sehingga tidak mampu untuk merangsang otototot sepanjang saluran pencernaan untuk
menghasilkan gerakan peristaltik.

Dengan mobilisasi dini secara teratur


maka sirkulasi di daerah insisi menjadi lancar
sehingga jaringan insisi yang mengalami cedera
akan mendapatkan zat-zat esensial untuk
penyembuhan seperti oksigen, asam amino,
vitamin dan mineral.

Pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan


peristaltik usus pada 4 jam kedua pasca
operasi

Pemberian mobilisasi dini secara teratur


pada pasien pasca bedah laparatomi di samping
meningkatkan
sirkulasi
juga
dapat
merangsangkontraksi otot-otot abdomen pada
dinding abdomen serta otot polos pada usus
(Syam, 2005).
Hal tersebut didukung juga
oleh Barre (2002) bahwa mobilisasi dini
memperlancar sirkulasi darah,
mencegah
terjadinya kontraktur serta merangsang kontraksi
otot-otot
dinding
abdomen
sehingga
memungkinkan pasien kembali secara penuh ke
fungsi fisiologisnya.

Berdasarkan hasil uji bivariat bahwa


frekuensi kelompok responden pada 4 jam kedua
sebelum perlakuan mobilisasi dini tidak terdapat
perubahan peristaltik usus pada semua responden
sedangkan 4 jam setelah perlakuan ternyata
terdapat 8 orang (44,4%) yang pulih peristaltik
ususnya.
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon sign rank
test dengan tingkat kemaknaan =0,05 ternyata
nilai p=0,005. Karena nilai p(0,005)<(0,05)
maka Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu
pemulihan peristaltik usus pada 4 jam kedua pasca
operasi abdomen.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh


Julian (2001), bahwa kontraksi dinding otot pada
abdomen terbukti dapat menstimulasi gerakan
peristaltik usus. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Stokes (1982) mengatakan mobilisasi dini
menurunkan komplikasi merangsang tonus otot
serta memperbaiki eliminasi usus.

Pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan


peristaltik usus pada 4 jam ketiga pasca
operasi

Mobilisasi meningkatkan tonus saluran


gastrointestinal,
dinding
abdomen
dan
menstimulasi peristaltik usus. Pemulihan pada
luka abdomen lebih cepat terjadi bila mobilisasi
dilakukan lebih dini. Kejadian eviserasi pasca

Berdasarkan hasil analisis bivariat bahwa


frekuensi kelompok responden pada 4 jam ketiga
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

17

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

operasi jarang terjadi bila pasien diperbolehkan


untuk turun dari tempat tidur secepatnya. Nyeri
berkurang bila mobilisasi dini diperbolehkan.
Frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal
lebih cepat bila pasien berupaya untuk mencapai
aktivitas normal pasca operasi secepat mungkin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Boyer (1998), mobilisasi pasca operasi dapat
mempercepat fungsi peristaltik usus. Hal ini
didasarkan pada struktur anatomi kolon di mana
gelembung udara bergerak dari bagian kanan
bawah ke atas menuju fleksus hepatik, mengarah
ke fleksus spleen kiri dan turun kebagian kiri
bawah
menuju rektum. Menurut Doenges,
Marhouse dan Geissler (2000), bahwa mobilisasi
dini yang berupa latihan di tempat tidur,
berpindah ke tempat tidur lainnya dapat
merangsang peristaltik dan kelancaran flatus.
Potter dan Perry (2006) mengatakan bahwa
aktivitas meningkatkan peristaltik sementara
immobilisasi menekan peristaltik, melemahkan
otot-otot dasar panggul dan abdomen serta
merusak
kemampuan
individu
untuk
meningkatkan tekanan intra abdomen.
Penelitian yang dilakukan oleh Syam
(2005) di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar
dengan perlakuan mobilisasi dini berupa latihan
tungkai terhadap 30 pasien pasca operasi
laparatomi ternyata pada kelompok perlakuan
waktu pemulihan peristaltik ususnya lebih cepat
empat
jam dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Kembalinya fungsi peristaltik usus akan
memungkinkan pemberian program diet,
membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta
mempercepat proses penyembuhan. Nettina
(2002), mengatakan program diet pasca bedah
diberikan setelah kembalinya fungsi peristaltik
usus yang menandakan saluran gastrointestinal
telah normal.
Perbandingan pengaruh mobilisasi terhadap
pemulihan peristaltik usus pada
4 jam
pertama, kedua dan ketiga pasca operasi
Berdasarkan analisis bivariat ternyata pada
4 jam pertama tidak ada pasien yang pulih
peristaltik ususnya. Hal ini didukung oleh hasil
uji Wilcoxon sign rank test dengan tingkat
kemaknaan =0,05 ternyata nilai p=1,000. Karena
nilai p(1,000)>(0,05) maka Ha ditolak yang
berarti tidak ada pengaruh mobilisasi dini
terhadap pemulihan peristaltik usus pada 4 jam
pertama pasca operasi pada pasien pasca operasi
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

abdomen di BP RSUD Labuang Baji Makassar.


Ada pengaruh perlakuan mobilisasi dini
terhadap pemulihan peristaltik usus pada 4 jam
kedua pasca operasi pada pasien pasca operasi
abdomen di mana terdapat 8 orang (44,4%) yang
pulih peristaltik ususnya. Hal ini didukung pula
oleh uji wilcoxon sign rank test di mana nilai p
(0,005)<(0,05)
Sedangkan pada 4 jam ketiga diperoleh
pengaruh yang yang lebih signifikan di mana
terdapat 10 orang (66,6%) dan nilai p(0,002)<
(0,05) . Karena nilai p pada 4 jam ketiga pasca
operasi jauh lebih kecil dari nilai p pada 4 jam
kedua maka dapat dikatakan bahwa pada 4 jam
ketiga pengaruh mobilisasi dini lebih signifikan
daripada 4 jam kedua.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka
dapat disimpulkan bahwa, tidak ada pengaruh
mobilisasi dini terhadap pemulihan peristaltik
usus pada 4 jam pertama pasca operasi pada
pasien pasca operasi abdomen di BP RSUD
Labuang Baji Makassar. Ada pengaruh mobilisasi
dini terhadap pemulihan peristaltik usus pada 4
jam kedua pasca
operasi pada pasien pasca operasi abdomen
di BP RSUD Labuang Baji Makassar. Sedangkan
pada 4 jam ketiga pasca operasi terdapat pengaruh
yang signifikan dari perlakuan mobilisasi dini
terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien
pasca operasi abdomen di BP RSUD Labuang
Baji Makassar. Dengan demikian maka dapat
dikatakan bahwa semakin sering dilakukan
mobilisasi dini maka akan semakin cepat waktu
pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca
operasi abdomen.
Saran
Bagi institusi BPRSUD
Makassar

Labuang

Baji

Agar dapat memberikan penyuluhan pre


operasi secara lebih mendalam tentang mobilisasi
dini kepada para pasien sehingga pasien telah
memiliki pengetahuan lebih awal sehingga pada
saat pemberian mobilisasi para pasien tidak
kebingungan.
Bagi Institusi STIK GIA Makassar
Dengan makin berkembangnya ilmu
18

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

keperawatan khususnya keperawatan pasca


operasi diharapkan agar institusi STIK GIA dapat
membantu meningkatkan keterampilan mahasiswa
sehingga mahasiswa mampu melakukan tindakan
non farmakologik pasca operasi.

Bedah Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Jakarta. 41.
Pusat Komunikasi Publik Sekjen Depkes RI.
(2008). Pelayanan Khusus Pasien Miskin.
(online). www.depkes.go.id, diakses
7
Februari 2009.

Bagi peneliti selanjutnya

Wildan. (2005). Pengaruh Penyuluhan Pre


Operasi terhadap Pelaksanaan Mobilisasi
Post Operasi pada Pasien Bedah Abdomen
di Instalasi Rawat Inap Bedah RSU Dr.
Sutomo
Surabaya.
Skripsi
(tidak
diterbitkan).
Fakultas
Kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya.

Besar harapan peneliti agar peneliti


selanjutnya dapat meneliti variable-variabel lain
seperti jenis insisi, lama operasi dan jenis penyakit
yang lebih spesifik.
Daftar Pustaka
Sjamsulhidajat dan Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu

Kaba, J. (2007). Faktor-faktor yang Berhubungan


dengan Stress pada Klien Pre Operasi di
Ruang Bedah RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar. Skripsi (tidak diterbitkan).
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Bedah. EGC. Jakarta. 387-392,1001.


Rondhianto. (2008). Keperawatan Perioperatif
Bagian Keperawatan Medikal Bedah dan
Keperawatan Kritis Universitas Jember.
(online).
www.atherobiansyah.blogspot.com, diakses
18 Desember 2008.

Bagian penelitian dan pengembangan BPRSUD


Labuang Baji Makassar. 2009.

Smeltzer, S. dan Bare, B. G. (2002). Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Vol. 1 Edisi 8. EGC. Jakarta. 426
-442, 471-475.

Awie, A. H. (2008). Konsep Dasar Operasi.


(online). www.lensaprofesi.blogspot.com,
diakses 10 januari 2009.
Tjokronegoro, A. dkk. (2001). Buku Ajar Ilmu

Anonim. (2008). Pengaruh Ambulasi Dini


terhadap Pemulihan Peristaltik Usus pada
Pasien Pasca Operasi Fraktur Femur
dengan Anestesi
Umum.
(online).
www.kumpulanskripsi.com, diakses
11
Desember 2008.

Penyakit Dalam. Gaya Baru. Jakarta. 237.


Guyton, A. C. dan Hall. (2008). Fisiologi
Kedokteran, edisi revisi. EGC. Jakarta. 993994, 1007-1011
Priharjo,
R.
(2007).
Pengkajian
Fisik
Keperawatan. Edisi 2. EGC. Jakarta. 127128.

Potter, P. A. dan Perry. (2006). Buku Ajar


Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses
dan Praktik. Edisi 4, vol. 2. EGC. Jakarta.
1742-1745.

Rakhmawan, A. (2008). Pengkajian Fisik.


(online).
www.agungrachmawan.weblog.com,
diakses 10 Januari 2009.

Manaf, N. (2008). Obstruksi Ileus. (online).


www.portalkalbe.com,
diakses
12
Desember 2008.
Adi.

Admin.
(2008).
Laparatomi.
(online).
www.catatanperawat.byethost15.com,
diakses tanggal 7 januari 2009.

(2006).
Obstruksi
Usus.
(online).
www.healthy.com, diakses 12 Desember
2008.

Mansjoer, Arief. dkk. (2007). Kedokteran


Perioperatif Evaluasi dan Tata Laksana di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat

Syam , B. (2005). Pengaruh Latihan Tungkai


terhadap Waktu Pemulihan Peristaltik Usus
Pasien Pasca Bedah Laparatomi di RS
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Skripsi
(tidak diterbitkan). Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Penerbitan IPD FKUI. Jakarta. 31,39,51.


Erlina. (2008). Penanganan Pasien Post
Laparatomy atas Indikasi Ileus Obstruksi di
ICU.
(online).
www.kuliahbidan.wordpress.com, diakses
tanggal 23 Januari 2009.

Simanjuntak, A, dkk (2000). Jurnal Kedokteran


Fatmawati Vol. 2 no.
5
Bagian I;
Penatalaksanaan Kedaruratan Trauma.

Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. (2006). At a


Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Erlangga.

Sub Bagian Bedah Digestif, Bagian Ilmu


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

19

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Laparatomy atas Indikasi Ileus Obstruksi


di
ICU.
(online).
www.kuliahbidan.wordpress.com, diakses
tanggal 23 Januari 2009.
Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. (2006). At a
Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Erlangga.
Jakarta. 117.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2006). Pengantar
KDM: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan
Vol.2.
Salemba
Medika.Jakarta. 173,201.
Saryono, dan Kamaluddin, Ridlwan. (2008).
Pemenuhan
Kebutuhan Mobilitas Fisik
pada Pasien di Ruang Bedah dengan
Pendekatan Nanda, NOC dan NIC. Jakarta,
Rekatama. 7-12.
Garrison, Susan J. (2001). Dasar-dasar Terapi
dan Rehabilitasi Fisik. Hipokrates. Jakarta.
142.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2007). Metode
Penelitian Keperawatan dan Tekhnik
Analisis Data. Salemba Medika.Jakarta.
60, 78-79.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Chandra, Budiman. (2008). Metodologi Penelitian


Kesehatan. EGC. Jakarta. 32.
Dahlan, M. S. (2006). Besar Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Seri
2. PT Arkans. Jakarta. 47-48.
Murti, B. (2006). Desain dan Ukuran Sampel
untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
di Bidang Kesehatan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 2006. 111112.
Riduan. (2008). Skala Pengukuran Variabelvariabel Penelitian. Alfabeta. Bandung. 16
-17.
Uyanto, S. S. (2009). Pedoman Analisis Data
dengan SPSS. Graha Ilmu. Yogyakarta.
311-319.
Sugiyono.
(2008).
Statistik
Penelitian
Nonparametris. Alfabeta. Bandung. 44-45.
Tim STIK GIA. (2004). Panduan Skripsi
Mahasiswa STIK GIA. Makassar.

20

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

MOTHERS GNOSTIC ZOOM NIFAS ABOUT INVOLUSI UTERUS AT


NIFAS ROOM RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG
Juleha Pua Geno*
ABSTRACT
Involusi Uterus or uterus's creasing constitutes a process where uterus returns to condition before
pregnancy. Mother experiences this process partus's afters which is up to 6 weeks. This research constitute
descriptive research that figures to hit Zoom Nifas's Mother Science About Involusi Uterus at spatial nifas RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Population is nifas's mother at spatial nifas RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang which is total as much 194 mothers by use of sampling tech which is tech aksidental samplings with big
sample 33 person. menunjukan's observational result that gnostic nifas's mother about involusi uterus at spatial
nifas RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang that good category as much 13 respondents (39%), enough science
as much 16 respondents (48%), and reducing science as much 4 resonden (12%). Science about involusi uterus in
nifas's term enough science category sebanyk 16 respondents (48%). This possible regarded by education,
experience and work.
Key word: Science, Nifas's mother, Involusi Uterus.

Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan harus
dilaksanakan sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional, karena pada dasarnya
pembangunan nasional di bidang kesehatan
berkaitan erat dengan peningkatan mutu sumber
daya manusia yang merupakan modal dasar dalam
melaksanakan pembanguan. Salah satu indikator
untuk menentukan derajat kesehatan suatu bangsa
di tandai dengan tinggi rendahnya angka kematian
ibu dan bayi. Hal ini merupakan suatu fenomena
yang mempunyai pengaruh besar terhadap
keberhasilan pembangunan kesehatan.

2007). AKI di Indonesia 228/100.000 kelahiran


hidup. Penyebab kematian
ibu
terutama
komplikasi pada masa nifas (8%) dan infeksi
11%.
Menurut Survey Dasar
Kesehatan
Indonesi (SDKI) terahir tahun 2007, angka
kematian ibu akibat perdarahan post partum
sebesar 236 ibu dari 100.000 kelahiran.
(health.detik.com). Menurut SDKI terakhir tahun
2007, angka kematian ibu di NTT sebesar 306 ibu
dari 100.000 kelahiran.
Uterus adalah salah satu alat genetalia
yang akan mengalami proses involusi. Pada
proses persalinan uterus tentunya akan terluka,
luka pada uterus inilah yang harus terus dipantau
pada masa nifas. Perawatan terhadap uterus pada
masa nifas sering mendapat tindakan yang salah
dari para ibu karena kekurang tahuan mereka
terhadap involusi uterus. Kekurang tahuan inilah
yang mengakibatkan terjadinya kasus infeksi pada
uterus. Salah satu kondisi yang akan dialami ibu
setelah partus adalah after pains. After pains atau
mules-mules sesudah partus atau kontraksi uterus
kadang-kadang sangat mengganggu 2-3 hari
postpartum. Pada keadaan inilah yang sering di
anggap hal yang tidak normal sehingga
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terjadinya infeksi.

Masa nifas merupakan hal penting untuk


diperhatikan guna menurunkan angka kematian
ibu dan bayi di Indonesia. Dari berbagai
pengalaman dalam menaggulangi kematian ibu
dan bayi di banyak Negara, para pakar kesehatan
menganjurkan upaya pertolongan di fokuskan
pada periode intrapartum. Upaya ini terbukti telah
menyelamatkan lebih dari separuh ibu bersalin
dan bayi baru lahir yang disertai dengan penyulit
proses persalinan atau komplikasi yang
mengancam keselamatan jiwa. Namun, tidak
semua intervensi yang sesuai bagi suatu Negara
dapat dengan serta merta di jalankan dan memberi
dampak menguntungkan bila di terapkan pada
Negara lain.
Angka kematian ibu
(AKI) di
Indonesia masih cukup tinggi menurut Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI,

Pada masa nifas terjadi perubahan pada


uterus dan pengeluaran pervaginam yang seiring
disebut lochea. Kontraksi uterus meningkat
setelah bayi lahir dan ukuran uterus mengecil
kembali setelah 2 hari pasca persalinan

* Pengajar STIKes Maranatha Kupang

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

21

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 1. Distribusi Pengetahuan Responden


Tentang Pengertian Involusi Uterus Di Ruang
Nifas RSUD.Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang
Tahun 2012.

(Wisnuwardani,dkk, 2009). Uterus harus diawasi


secara teliti pada masa nifas. Pada hari pertama
post partum, tinggi fundus uteri kira-kira 1 jari
dibawah pusat, setelah 5 hari post partum menjadi
sepertiga jarak antara simfisis pusat, dan setelah
10 hari fundus uteri sukar teraba diatas simfisis
(Wiknjosastro, M, 2005). Jika sampai 2 minggu
post partum uterus belum masuk panggul,
dicurigai terjadi subinvolusi. Subinvolusi dapat
disebabkan oleh infeksi atau perdarahan lanjut
(Wisnuwardani,dkk, 2009). Dari data bulan
Januari - juni 2012 di RSUD W, Z, Yohanes
Kupang. Terdapat 2 kasus ibu nifas yang
mengalami subinvolusi karena terjadinya atonia
uteri. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti
tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu
nifas tentang involusi uterus diruang Nifas RSUD
W.Z. Yohanes Kupang Tahun 2012. Penelitan ini
bertujuan untuk menggambarkan pengetahuam
ibu nifas tentang involusi uterus di ruang nifas
RSUD W.Z. Yohanes Kupang Tahun 2012.

Bahan dan Cara

N
o
1
2
3

Hasil
Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa
responden yang berpengetahuan baik tentang
pengertian involusi uterus 33 orang (100%)
sedangkan yang berpengetahuan cukup dan
kurang tidak ada (0%).

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Baik
Cukup
Kurang

33
0
0

100
0
0

Jumlah

33

100

Sumber: Data Primer


Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukan
bahwa responden yang berpengetahuan baik
tentang proses involusi uterus 14 orang (42%),
sedangkan yang berpengetahuan cukup tentang
proses involusi uterus 13 orang (39%) dan yang
berpengetahuan kurang tentang pross involusi
uterus 6 orang (18%).
Tabel 2. Distribusi Pengetahuan Responden
Tentang Proses Involusi Uterus Di Ruang
Nifas RSUD.Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang
Tahun 2012

Jenis penelitian ini adalah penelitian


kuantitatif dengan rancangan penelitian deskriptif,
dimana peneliti ingin mengetahui gambaran
Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Involusi
Uterus di Ruang Nifas RSUD W. Z. Yohanes
Kupang. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu nifas yang berada di Ruang Nifas
RSUD W. Z. Yohanes Kupang periode Bulan
September sebanyak 194 ibu. Sampel berjumlah
33 orang.
Teknik pengambilan sampel
menggunakan cara non random sampling dengan
teknik accidental sampling. Pengumpulan data
menggunakan data primer berupa lembar
kuesioner
yang dibagikan pada ibu calon
responden. Tingkat pengetahuan ibu nifas
diperoleh dengan memberikan 15 pernyataan
dengan pilihan jawaban benar atau salah.
Hasil dan Pembahasan

Pengetahuan Ibu
Nifas tentang
Pengertian Involusi
Uterus

No

Pengetahuan Ibu
Nifas tentang Proses
Involusi Uterus

Baik

14

42

Cukup

13

39

Kurang

18

Jumlah

33

100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 3 menunujkan bahwa


responden yang berpengetahuan baik tentang
perubahan normal pada uterus selama post partum
11 orang (33%). Sedangkan yang berpengetahuan
kurang 16 orang (49%) dan yang berpengetahuan
kurang 6 orang (18%).

22

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 3. Distribusi Pengetahuan Responden


Tentang perubahan normal uterus post partum
Di Ruang Nifas RSUD.Prof. Dr. W. Z.
Johanes Kupang Tahun 2012.

Tabel 5. .Distribusi pengetahuan ibu nifas


tentang involusi uterus Di Ruang Nifas
RSUD.Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang
Tahun 2012.

No

Pengetahuan Ibu
Nifas tentang
involusi uterus

Baik

13

39

Pengetahuan Ibu Nifas


tentang
perubahan
normal uterus post
partum

Baik

14

42

Cukup

16

48

Cukup

15

Kurang

12

Kurang

14

42

Jumlah

33

100

Jumlah

33

100

No

Sumber: Data Primer

Sumber: Data Primer


Berdasarkan tabel 4 menunjukan bahwa
responden yang berpengetahuan baik tentang
Pengeluaran pervaginam terhadap involusi uteri 14
orang (42%), sedangkan yang berpengetahuan cukup
5 orang (15%) dan yang berpengetahuan kurang 14
orang (42%).
Tabel 4. Distribusi Pengetahuan Responden
Tentang pengeluaran pervaginam Di Ruang
Nifas RSUD.Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang
Tahun 2012.

No

Pengetahuan Ibu Nifas


tentang
pengeluaran
pervaginam

Baik

14

42

2
3

Cukup
Kurang

5
14

15
42

Jumlah

33

100

Sumber: Data Primer

Pembahasan
Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Pengertian
Involusi Uterus
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa
berdasarkan distribusi frekuensi tingkat pengetahuan
ibu nifas tentang pengertian involusi uterus diketahui
dari
33
responden keseluruhannya
(100%)
berpengetahuan baik.
Menurut Nursalam 2001 bahwa pendidikan
seseorang berpengaruh pada pengetahuannya, dimana
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya
pendidikan yang rendah/ kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai baru
yang diperkenalkan sehingga pengetahuan kurang.
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi
setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Pengindraan terhadap objek terjadi
melalui penca indra manusia diantaranya indra
penglihatan (Notoadmodjo,2003). Hal ini terbukti dari
hasil penelitian yang didapatkan 100% berpengetahuan
baik. Responden benar-benar memahami bahwa setelah
persalinan rahim akam mengalami proses kembalinya
rahim kekeadaan semula. Seperti yang pernah dilihat
responden disekitar lingkunganya, selama kehamilan
perut (rahim) membesar dan setelah persalinan rahim
kembali mengecil secara perlahan hingga beberapa
minggu. Perut akan tampak rata (kenbali mengecil) dan
ini menandakan rahim sudah kenbali kekeadaan
semula.

Berdasarkan tabel 5 menunjukan


bahwa responden yang berpengetahuan baik
tentang involusi uterus 13 responden (39%),
sedangkan yang berpengetahuan cukup 16
responden (48%) dan yang berpegetahuan
kurang 4 resonden (12%).
Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Proses
Involusi Uterus
Berdasarkan tabel 2 distribusi frekuensi tingkat
pengetahuan ibu nifas tentang proses involusi uterus

dari 33 responden 14 orang (42%) berpengetahuan


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

23

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

baik, 13 orang (39%) berpengetahuan cukup, 6


orang (18%) berpengetahuan kurang.
Menurut (Huriok 2002) Pengalaman sebagai
sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh
dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja
dikembangakan memberikan pengetahuan dan
keterampilan profesional serta pengalaman belajar
selama bekerja akan dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar
secara ilmiah dan etik bertolak dari masalah nyata
dalam bidang kerjanya. Ini berarti makin cocok
bakat dan minat seseorang dalam mempelajari dan
mencari informasi maka makin tinggi pula tingkat
kepuasan dan pengetahuan yang diperoleh
Menurut Latipun (2006) Remaja lebih fleksibel
dalam mengubah sikap dan tingkah lakunya
dibandingkan dengan orang yang sudah dewasa.
Remaja mendapatkan pengetahuan lebih banyak
dari pendidikan formal, namun orang dewasa
cenderung mendapatkan pengetahuan dari
pengalamannya. Salah satu bentuk objek
kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan
yang diperoleh dari pengalaman sendiri. Teori
WHO (World Healt Organization) Yang dikutip
oleh Notoadmodjo (2007). Hal ini terbukti dari
hasil penelitian didapatkan beberapa orang yang
sudah dewasa dan berpendidikan rendah namun
mempunyai pengetahuan yang baik tentang proses
involusi uterus. Ini berarti makin cocok bakat dan
minat sesorang dalam mempelajari dan mencari
informasi maka makin tinggi pula tingkat
kepuasan dan pengetahuan yang diperoleh. (M
Wawan, 2010).
Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perubahanperubahan Normal Selama Post Partum
Pada tabel 3 distribusi frekuensi tingkat
pengetahuan ibu nifas tentang PerubahanPerubahan Normal Pada Uterus Selama Post
Partum di ketahui dari 33 responden 11 orang
(33%) berpengetahuan baik. 16 orang (49%)
berpengetahuan cukup,
6 orang
(18%)
berpengetahuan kurang.
Menurut Anna. Mariner yang dikutip dari
Nursalam (2003) lingkungan merupakan segala
sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu yang
berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi timbal balik taupun tidak,
yang akan direspon bagi pengetahuan oleh setiap
individu. Pengetahun merupakan hasil dari tahu,
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

dan terjadi setelah melakukan pengindraan,


diantaranya indra peraba.
Setelah persalinan rahim akan mengalami
perubahan secara bertahap. Untuk mengetahui
perubahan pada rahim yaitu dengan cara
melakukan palpasi pada abdomen dan
menentukan tinggi fundus uteri. Kurangnya
pengetahuan ibu karena rata-rata ibu nifas jarang
meraba bagian perutnya, sehingga meraka kurang
mengetahui perubahan-perubahn normal selama
post partum (R Mochar,1998)
Menurut Notoatmodjo
(2010), untuk
meningkatkan pengetehuan kesehatan perlu
diberikan penyuluhan yang bertujuan untuk
tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga
maupun masyarakat, dalam membina dan
memelihara hidup sehat serta berperan aktif dalam
upaya mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal.
Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Pengeluaran
Pervaginam terhadap Involusi Uterus
Berdasarkan tabel 4 distribusi frekuensi
tingkat pengetahuan ibu nifas tentang pengeluaran
pervaginam terhadap involusi uterus diketahui
dari 33 responden 14 orang (42%) berpengetahuan
baik, 5 orang (15%) berpengetahuan cukup, 14
orang (42%) berpengetahuan kurang.
Pekerjaan merupakan kegiatan utama yang
dilakukan untuk mencari nafka.
Lingkungan
pekerjaan dapat digunakan sebagai sarana dalam
mendapatkan informasi yaitu dengan bertukar
pikiran dengan teman-teman di lingkungan kerja
(Nursalam dan Pariani, 2001). Ibu Rumah Tangga
cenderung memiliki kesibukan dalam rumah
tangga sehingga informasi yang diperoleh kurang
termasuk tentang involusi uterus, dimana mereka
memiliki kesibukan maka jarang berkumpul
dengan teman-teman untuk bertukar pikiran
(Simatupang, 2006).
Berdasarkan teori pengukuran pengetahuan,
solusi untuk yang berpengetahuan kurang adalah
dengan mencari informasi, bertanya berdasarkan
pengalaman orang lain, mencari tahu kepada
orang lain, menonton televisi juga bisa menmbah
pengetahuan seseorang (Wawan, 2011).
Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Involusi
Uterus
Pengetahuan ibu nifas tentang involusi
uterus di ruang nifas RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johanes Kupang berdasarkan analisa dan
interpretasi data yang didapat ibu berpengetahuan
baik 13 responden (39%), yang berpengetahuan
cukup 16 responden
(48%) dan yang
berpegetahuan kurang 4 resonden (12%). Pendidikan
berhubungan pengetahuan, sikap, kepercayaan,
ketrampilan dan aspek kelakuan
24

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

yang lain dan merupakan proses belajar dan


mengajar (Notoatmodjo,2003). Hal ini dapat
dilihat dari jawaban benar pada kuesioner. Rata rata tingkat pengetahuan ibu nifas tentang Involusi
uterus di ruang nifas RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johanes Kupang dikategori cukup. Jika tingkat
pendidikan rendah upaya yang kita lakukan agar
sesorang dapat tahu dan memahami yaitu dengan
memberikan penyuluhan dengan bahasa yang
mudah dimengerti atau dengan media leaflet
tentang Involusi Uterus.(Sunar, 2011).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Tingkat pengetahuan ibu Nifas Tentang
Involusi Uterus Di Ruang Nifas RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang Pada Tahun 2012 yaitu
13 responden (39%) berpengetahuan baik, 16
responden (48%) berpengetahuan cukup dan 4
resonden (12%) berpengetahuan kurang.
Saran
Bagi Peneliti
Peneliti tidak hanya meneliti tentang
Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang involusi
Uterus tetapi dapat mencari tahu lebih jauh
tentang factor-factor yamg berhubungan dengan
Pemahaman Ibu Nifas tentang Involusi Uterus.
Bagi Responden
Di sarankan bagi ibu kususnya ibu-ibu
terutama ibu nifas untuk lebih aktif mencari
informasi tentang pasca persalinan terutama
mengenai involusi uterus untuk menambah
pengetahuan ibu.
Bagi Intitusi Pendidikan
Penulis Mengharapkan agar penelitian ini
dapat digunakan oleh mahasiswa/I sebagai bahan
referensi yang berhubungan dengan pengetahuan
yang diperoleh.
Bagi Profesi

DAFTAR PUSTAKA
Wawan dan Dewi M, 2011, Teori dan
Pengukuran Pengetahuan Sikap dan
Perilaku Manusia. Yokyakarta: Nuha
medika.
Ambarwati E, R dan Wulandari Diah, 2010,
Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta :
Nuha Medika.
Arikunto dan Suharsimi,
2010, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Rineka Cipta.
http://cerminanhatial-insan.blogspot.com/2012/08/
konsep-dasar-masa-nifas.html.
http://health.detik.com/
read/2012/06/18/150023/1944052/763/
disclamer.html.
Latipun, 2006, Psikologi Konseling. Malang:
UNMUH.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi kedua.
Jakarta : EGC.
Notoadmodja,S.
2010,
Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Notoadmodja,S.
2003,
Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Notoadmodja,S.,
2007, Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Nursalam.(2001). Konsep dan Penerapan
Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta :Salemba Medika.
Nursalam.(2003). Konsep Dan Penerapan
Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta :Salemba Medika.
Prawirohardjo Sarwono, 2010. Buku asuhan
nasional Pelayanan Kesehatan maternal
dan Neonatal. Jakarta: Bina pustaka. Setiadi,
2007. Konsep dan Penulisan Riset
Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Simatupang E,2006. Penerapan Unsur-unsur
Menejemen Dalam Praktek Kebidanan.
Jakarta: Awan Indah.
Buku Panduan Karya Tulis Ilmiah. 2012.
Wiknjosastro, M. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan
Bina
Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo.

Bagi
petugas
kesehatan
dapat
meningkatkan penyuluhan dan KIE tentang
involusi uterus, sehingga ibu dapat tahu dan
memahami mengenai involusi uterus.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

25

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

MOTHERS GNOSTIC ZOOM PREGNANT TRIMESTER II AND III


ABOUT NUTRISI AT PUSKESMAS SOE'S CITY
TTS'S REGENCY
Hermina R. Legimakani*
ABSTRACT
Subtracted nutrient state prevalence on pregnant mother at Indonesian year 2007 which is 50,9%. Base studi
advance at Puskesmas Soe's City TTS'S Regency exists 37,6% pregnant mothers that its nutrient state reducing
whereas 62,3% pregnant mothers that its nutrient state good. Cause of nutrient state less for example enough mother
science about benefit nutrisi, nutrisi's requirement and impact / effect reducing it nutrisi on trimester's pregnant
mother II. & III.. This observational type is observational descriptive by use of research instrument as kuesioner. This
observational sample is all trimester's pregnant mother II. & III., one that total 58 by use of totaled its sampling
populations. Result observationaling to point out that trimester's pregnant mother II. and III. one understands about
benefit nutrisi is as much 23 respondents (39,65%) having enough science, one that understands about requirement nutrisi
as much 23 respondents (39,65%) having science less, and one understands about impact / effect reducing it nutrisi as
much 31 respondents (33,44%) having enough science. Largely respondent have science with enough category
about nutrisi trimester's pregnancy mother II. & III.. Therefore expected by health energy especially midwife / nurse
gets to give KIE, and flyer or leafleat about benefit nutrisi, nutrisi's requirement, and impact / effect reducing it nutrisi.
Key word: Science, Trimester's Pregnant mother II. and III., Nutrisi, Puskesmas

Latar Belakang

Trimester pertama kehamilan merupakan


masa penyesuaian ibu hamil terhadap
kehamilannya.Karena pertumbuhannya masih
lambat, maka penambahan kebutuhan zat-zat
gizinya pun masih relatif kecil (vitamin dan
mineral, bahkan boleh dikatakan pada periode ini
kebutuhan gizi ibu hamil masih sama dengan
wanita dewasa biasa. Memasuki trimester
kedua,janin mulai tumbuh pesat dibandingkan
dengan sebelumnya.
Untuk itu, peningkatan
kualitas gizi sangat penting karena pada tahap ini
ibu mulai menyimpan lemak dan zat gizi lain
(kalori dan protein) untuk cadangan energi/tenaga,
pertumbuhan payudara,volume darah, danbahan
pembentuk ASI pada saat menyusui nanti.
Sedangkan pada tahap terakhir atau trimester
ketiga dibutuhkan vitamin dan mineral untuk
mendukung pesatnya pertumbuhan janin dan
pertumbuhan otak. Kebutuhan energi janin
didapat dari cadangan energi yang disimpan
selama tahap sebelumnya (Siti & Proverawati,
2009).

Banyak ibu hamil tidak mengetahui asupan


nutrisi yang baik dan berat badan yang ideal
selama kehamilan.Seringkali ibu pada saat hamil
menurunkan berat badannya karena merasa tidak
nyaman, padahal tindakan tersebut merupakan
tindakan yang kurang baik karena akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
janin. Kenaikan berat badan pada trimester I
hanya 1 kg, trimester II 3 kg dan trimester III 6 kg
dan pada setiap minggunya sekitar 0,3 hingga
0,5kg. Kenaikan tersebut disebabkan karena
adanya pertumbuhan janin, plasenta dan air
ketuban (Kristiyanasari Weni,2010).
Kebutuhan makanan bukan dilihat dari
porsi tetapi harus ditentukan mutu zat-zat gizi
yang terkandung dalam makanan yang
dikonsumsi. Bila ibu hamil kekurangan gizi
selama hamil akan menimbulkan masalah baik
pada ibu maupun janin antara lain anemia, berat
badan ibu tidak bertambah secara normal,
persalinan sulit dan lama, prematur, perdarahan
setelah persalinan, kurang gizi juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin dan dapat
menimbulkan abortus, cacat bawaan, berat bayi
lahir rendah (Weni, 2010).

Berdasarkan
data
menurut Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Indonesia
merupakan negara dengan angka kematian ibu
yang sangat tinggi yaitu 226 per 100.000
kelahiran hidup (SKRT 2011). Pada SKRT tahun
2003 di Indonesia dilaporkan bahwa 65,5% ibu
hamil yang status gizinya kurang dan SKRT tahun
2007 prevalensi status gizi kurang pada ibu hamil
terjadi 50,9% (Depkes RI 2012). Sesuai data yang

* Pengajar STIKes Maranatha Kupang

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

26

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

diambil di Puskesmas Kota Soe, jumlah ibu hamil


trimester II dan III yang datang memeriksakan
kehamilannya pada bulan Januari sampai Juli
2012 sebanyak 138 ibudengan status gizi baik 86
orang atau 62,3% dan status gizi kurang 52 orang
37,6%. (Buku Laporan Status Gizi Ibu Hamil,
2012).
Dilihat dari masalah diatas maka tindakan
yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
adalah
memberikan penyuluhan
kepada
masyarakat khususnya ibu hamil trimester II dan
III tentang pentingnya makanan bergizi. Selain itu
juga tenaga kesehatan harus bekerjasama dengan
pemerintah setempat agar memberikan bantuan
pangan kepada masyarakat miskin yang benarbenar membutuhkan. Dengan demikian angka
kekurangan gizi di Indonesia khususnya ibu hamil
dan menyusui dapat berkurang. Berdasarkan
masalah diatas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian sederhana tentang
Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Trimester II dan
III Tentang Nutrisi di Puskesmas Kota Soe,
Kabupaten TTS Tahun 2012.
Tujuan penelitian untuk mengetahui
tingkatpengetahuan ibu hamil trimester II dan III
tentang nutrisi.
Bahan dan Cara
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan rancangan penelitian deskriptif.
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu
hamil trimester II dan III yang melakukan
pemeriksaan kehamilan pada bulan Januari- Juli
sebanyak 138 ibu hamil di Puskesmas Kota Soe
Kabupaten TTS. Sampel berjumlah 58 responden.
Teknik pengambilan sampel yaitu diambil secara
non random sampling dengan teknik accidental
sampling. Pengumpulan data menggunkan data
primer berupa lembar kuesioner yang akan
dibagikan pada ibu calon responden. Tingkat
pengetahuan ibu hamil trimester II dan III
diperoleh dengan memberikan 16 pernyataan
dengan pilihan jawaban benar atau salah.

Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di Puskesmas Kota Soe


Kabupaten TTS Pada bulan Nopember 2012

No

Pendidikan

SD

5,18

SMP

30

13,80

SMA/SMK

36

62,06

PT

18,96

Jumlah

58

100

Sumber: Data Primer


Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui
bahwa karakteristik responden berdasarkan
pendidikan di Puskesmas Kota Soe Kabupaten
TTS diantaranya yang berpendidikan SD 2
responden (5,18%), SMP 10 responden (13,80%)
SMA/SMK 36 responden (62,06%) dan Perguruan
Tinggi 9 responden (18,96%).
Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Kota Soe Kabupaten TTS Pada bulan Nopember 2012
Pekerjaan
No

IRT

44

75,90

PNS

12,00

Pegawai Swasta

5,20

Pegawai Honorer

6,90

Jumlah

58

100

Sumber: Data Primer


Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui
bahwa karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan di Puskesmas Kota Soe Kabupaten TTS
diantaranya Ibu Rumah Tangga 44 responden
(75,90%), PNS 7 responden (12,00%), Pegawai
Swasta 3 responden (5,20%), dan Pegawai
Honorer 4 responden (6,90%).

Hasil

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

27

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 3 Distribusi frekuensi responden


berdasarkan Umur di Puskesmas Kota Soe
Kabupaten TTS Pada bulan Nopember 2012
No
1
2

Umur
<20

N
7

%
12,06

20-35

51

87,94

Jumlah

58

100

Berdasarkan tabel 5 diatas menjelaskan


bahwa 18 responden
(31,03%) memiliki
pengetahuan baik, 23 responden (39,65%)
memiliki pengetahuan cukup dan 17 responden
(29,32%) memiliki pengetahuan kurang.
Tabel 6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan ibu hamil trimester II
dan III tentang kebutuhan nutrisi di Puskesmas
Kota Soe Kabupaten TTS

Sumber: Data Primer


No

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat diketahui


bahwa karakteristik responden berdasarkan usia di
Puskesmas Kota Soe Kabupaten TTS yaitu yang
berusia < 20 tahun 7 responden (12,06%) dan usia
20-35 tahun 51 responden (87,94%) .
Tabel 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Jumlah anak di Puskesmas Kota Soe
Kabupaten TTS Pada bulan Nopember 2012
No
1
2

Jumlah anak
Primipara

N
25

%
43,10

Multipara

33

56,90

Jumlah

58

100

2
3

Baik

18

31,03

Cukup
Kurang

23
17

39,65
29,32

Jumlah

58

100

Baik

23

39,65

Cukup

20

34,48

Kurang

15

25,87

Jumlah

58

100

Tabel 7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan ibu hamil trimester II


dan III tentang akibat kurang nutrisi di
Puskesmas Kota Soe Kabupaten TTS

No
1

Tabel 5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan ibu hamil trimester II


dan III tentang manfaat nutrisi di Puskesmas
Kota Soe Kabupaten TTS
N

Berdasarkan tabel 6 diatas, menjelaskan


bahwa terdapat 23 responden (39,65%) memiliki
pengetahuan baik, 20 responden (34,48%)
memiliki pengetahuan cukup dan 15 responden
(25,87%) memiliki pengetahuan kurang.

Berdasarkan tabel 4 diatas dapat diketahui


bahwa karakteristik responden berdasarkan paritas
di Puskesmas Kota Soe Kabupaten TTS sebagian
besar responden adalah multipara 33 responden
(56,90%) dan sebagian kecil primipara
33
responden (43,10%).

Kategori

Sumber: Data Primer

Sumber: Data Primer

No

Kategori

Kategori
Baik

N
13

%
22,43

Cukup

31

33,44

Kurang

14

24,13

Jumlah

58

100

Sumber: Data Primer


7 diatas menjelaskan
Berdasarkan tabel
bahwa terdapat 13 responden (22,43%) memiliki
pengetahuan baik, 31 responden (33,44%)
memiliki pengetahuan cukup dan 14 responden
(24,13%) memiliki pengetahuan kurang.

Sumber: Data Primer

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

28

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 8 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu hamil trimester II dan III tentang nutrisi
berdasarkan paritas di Puskesmas Kota Soe Kabupaten TTS pada bulan Nopember 2012
Kategori
Paritas

Baik

Cukup

Kurang

Primipara

12,06

15

25,86

5,17

Multipara

15

25,86

16

27,60

3,44

Total

22

37,93

31

53,45

8,62

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 9 diatas menjelaskan


bahwa ibu primigravida yang berpengetahuan
baik 7 responden (12,06%), berpengetahuan
cukup
15
responden
(25,86%)
dan
berpengetahuan kurang 3 responden (5,17%).
Sedangkan ibu multigravida yang berpengetahuan
baik 15 responden (25,86%), berpengetahuan
cukup 16 responden (27,60%) dan yang
berpengetahuan kurang 2 responden (3,44%).
Pembahasan
Karakteristik responden berdasarkan tingkat
pendidikan di Puskesmas Kota Soe Kabupaten
TTS pada bulan Nopember 2012.
Berdasarkan hasil analisa data diatas pada
tabel 1 maka dapat diketahui bahwa karakteristik
respoden berdasarkan tingkat pendidikan di Puskesmas Kota Soe Kabupaten TTS pada bulan
Nopember tahun 2012 sebagian besar responden
(62,06%) berpendidikan SMA/SMK.
Menurut IB. Mantra (1990) yang dikutip
oleh Koentjoroningrat (1997) bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi. Pendidikan juga dapat memberikan
pengaruh mengenai pengertian tentang tradisi,
kepercayaan
masyarakat
mana
yang
menguntungkan dan mana yang merugikan, sehingga jika menguntungkan maka akan dilanjutkan dan perlu diingat juga faktor pendidikan
merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang, sebaliknya orang yang mempunyai
pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan/pengetahuan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan
(Notoatmojdo, 2003). Walaupun pendidikan
secara formal menengah atau tinggi tetapi bila
saat menerima informasi tidak dapat memahami
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

29

dengan baik atau terdapat masalah lain yang menyebabkan orang tersebut tidak dapat menerima
informasi dengan baik, sebab salah satu faktor
yang mempengaruhi penerimaan informasi meliputi kondisi jasmani dan rohani serta tingkat kecakapan (Depkes RI, 1991).
Berdasarkan hasil
penelitian
dapat
diketahui bahwa masih ada sebagian kecil ibu
yang berpendidikan menengah memiliki pengetahuan kurang. Dimana pendidikan tinggi pun tidak menjamin seseorang memiliki pengetahuan
baik, karena setengah dari ibu yang berpendidikan
tinggi memiliki pengetahuan cukup, dimana seharusnya ibu tersebut memiliki pengatahuan baik
sedangkan sebagian besar ibu yang berpendidikan
dasar malah memiliki pengetahuan yang cukup.
Hal ini menunjukkan pendidikan dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Dan ini
sesuai dengan pendapat Nursalam (2001) bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang semakin
tinggi pula pengetahuan yang didapat yang
akhirnya mempengaruhi terhadap pola pikir dan
daya nalar seseorang atau tingkat pendidikan
seseorang sangat besar pengaruhnya terhadap
pengetahuan seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang kemampuan untuk menyerap informasi yang diterima akan lebih mudah.
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di Puskesmas Kota Soe Kabupaten TTS
pada bulan Nopember 2012.
Berdasarkan hasil analisa data pada tabel 2
maka dapat diketahui bahwa sebagian besar responden sebagai
ibu rumah tangga (IRT)
sebanyak 44 reponden (75,90%).
Menurut Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa dengan adanya pekerjaan seseorang
akan memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk
Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

menyelesaikan pekerjaan yang sibuk sehingga


hanya memiliki waktu yang sedikit untuk
memperoleh informasi maka tingkat pengetahuan
yang mereka peroleh juga berkurang informasi
yang diperoleh dari berbagai sumber akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.
Bila seseorang memperoleh banyak informasi
maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang
lebih luas.
Dari teori yang dijelaskan jelas sekali jika
ibu yang bekerja kurang memiliki waktu untuk
memperoleh informasi sehingga pengetahuan
yang dimilikipun jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan ibu yang tidak bekerja. Jadi dapat
disimpulkan bahwa adanya kesesuaian dimana
semakin seseorang tidak mempunyai kesibukan
dalam arti tidak bekerja maka semakin banyak
informasi yang mereka dapatkan sehingga
semakin baik pula pengetahuan yang mereka
miliki.
Karakteristik responden berdasarkan usia di
Puskesmas Kota Soe Kabupaten TTS pada
bulan Nopember 2012.
Berdasarkan hasil analisa data pada tabel 3
dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berusia 20-35 tahun sebanyak 51 responden
(87,94%). Pada usia 20-an terdapat perkembangan
biologis yang menimbulkan perubahan-perubahan
fisiologis baik kualitatif maupun kuantitatif serta
mempunyai
kemampuan mental
untuk
mempelajari dan menyesuaikan diri dengan situasi
yang baru, misalnya dengan mengingat hal- hal
yang dulu pernah dipelajari. Penalaran analogis
dan berpikir kreatif sendiri puncaknya pada usia
dua puluhan. Sekitar awal 30-an kebanyakan
orang biasa menyelesaikan masalah mereka
dengan baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin cukup usia seseorang semakin mantap
dalam mengambil keputusan. Juga menurut
Notoatmodjo
(2005)
bahwa usia juga
mempengaruhi pengetahuan seseorang karena
dengan bertambahnya usia biasanya lebih dewasa
pula intelektualnya.
Maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah
Ibu yang mempunyai pengetahuan baik
dan cukup sebagian besar pada usia 20- 30 tahun,
dimana semakin cukup umur seseorang semakin
mantap dalam mengambil keputusan karena
pengetahuan dan wawasan yang dimiliki juga
lebih baik.
Karakteristik responden berdasarkan paritas di
Puskesmas Kota Soe Kabupaten TTS pada
bulan Nopember 2012.
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Ditinjau dari jumlah anak berdasarkan tabel


4 didapatkan data bahwa hampir setengah ibu 33
responden (27,60%) yang multipara memiliki
pengetahuan cukup. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah anak dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Dan ini sesuai dengan pendapat
Nursalam (2001) bahwa paritas/jumlah anak dapat
mempengaruhi seseorang sebagai akibat dari
pengalaman yang didapatnya. Juga menurut
Notoatmodjo (2005) bahwa semakin banyak
paritas/jumlah
anak semakin baik pula
pengetahuannya karena dengan memiliki jumlah
anak yang banyak maka seseorang akan
mempunyai banyak pengalaman yang didapat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ibu yang multipara
yang memiliki pengetahuan baik dikarenakan
oleh pengalaman yang pernah dialami .
Tingkat pengetahuan ibu hamil trimester II
dan III tentang manfaat nutrisi di Puskesmas
Kota Soe Kabupaten TTS pada bulan
Nopember 2012.
Berdasarkan tabel 5 menjelaskan bahwa
sebagian besar responden memiliki pengetahuan
cukup tentang manfaat nutrisi pada ibu hamil
trimester II dan III yaitu 23 responden ( 39,65%).
Pengetahuan responden tentang manfaat
nutrisi pada ibu hamil trimester II dan III menurut
Kristiyanasari weni (2010) diantaranya: untuk
pembentukan dan pertumbuhan janin, untuk
pembentukan placenta, untuk persiapan produksi
ASI yang dibutuhkan bayi setelah lahir dan
sebagai cadangan untuk persalinan secara
kuantitatif terletak pada kategori cukup. Hal itu
menunjukkan bahwa pengetahuan responden
yang diteliti tidak sesuai dengan teori yang
dikemukakan. Maka dapat disimpulkan bahwa
responden yang memahami tentang manfaat
nutrisi hanya sebagian kecil saja artinya
responden ada yang sekedar tahu tetapi tidak
memahami dan sebagiannya sudah memahami.
Menurut Nursalam (2001) pengetahuan itu sendiri
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya
pendidikan, pengalaman dan informasai.
Tingkat pengetahuan ibu hamil trimester II dan
III tentang kebutuhan nutrisi di Puskesmas Kota
Soe Kabupaten TTS pada bulan Nopember 2012.
Berdasarkan tabel 6 diatas maka diketahui
bahwa sebagian besar responden memiliki
pengetahuan baik tentang kebutuhan nutrisi pada
ibu hamil trimester II dan III yaitu 23 responden
(39,65%).

30

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Pengetahuan responden tentang kebutuhan


nutrisi secara kuantitatif terletak pada kategori
baik, berarti sebagian besar responden memahami
tentang kebutuhan akan nutrisi diantaranya
kebutuhan akan kalori, protein, vitamin dan
mineral (Asfuah siti & atikah proverawati, 2009),
tetapi masih ada sebagian responden 15 responden
(25,87%)
yang belum mengetahui tentang
kebutuhan nutrisi selama hamil.
Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar ibu hamil mengetahui tentang kebutuhan
nutrisi selama hamil, namun masih ada responden
yang pengetahuannya kurang. Menurut Nursalam
(2001) pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh
berbagai
faktor
diantaranya
pendidikan,
pekerjaan/pendapatan dan pengalaman.

dan menurunkan prevalensi gizi kurang pada ibu


hamil.
Bagi Ibu dan keluarga
Ibu diharapkan lebih aktif untuk mencari
atau mendapatkan informasi yang bermanfaat
terutama dalam hal ini tentang nutrisi ibu hamil.
Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat di rekomendasikan
untuk penelitian lebih lanjut dan guna
kesempurnaan penelitian hendaknya dapat di
tindak lanjuti dengan meneliti hubungan antara
tingkat pengetahuan ibu
dengan nutrisi ibu
hamil.

Tingkat pengetahuan ibu hamil trimester II Daftar Pustaka


dan III tentang dampak/akibat dari kurangnya Hidayat, A.A.A. 2006. Pengantar Kebutuhan Danutrisi pada ibu hamil di Puskesmas Kota Soe
sar Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kabupaten TTS pada bulan Nopember 2012.
Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta:
Berdasarkan tabel 7 diatas dapat diketahui
Rineka Cipta
bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup tentang dampak/akibat kurangnya Siti & Proverawati. 2009. Buku Ajar Gizi Untuk
Kebidanan. Yokyakarta: Nuha Medika
nutrisi pada ibu hamil trimester II dan III yaitu
sebanyak 31 responden (33,44%). Pengetahuan Depkes
RI.
2012.
Profil
Kesehatan
responden cukup tentang dampak/akibat kuIndonesia. Jakarta: Depkes RI
rangnya nutrisi pada ibu hamil trimester II dan III
ini sangat berpengaruh baik ibu maupun janin. Huliana. 2009. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. http.//
bascom metro.blogspot.com
(diakses
Menurut Kristiyanasari (2010) salah satunya
tanggal
3
Oktober
2012)
dampak/akibat dari kekurangan nutrisi pada ibu
hamil, yaitu anemia akut, keguguran, BBLR dan Karyadi. 2001 & Haryanto. 2000. Kebutuhan
cacat bawaan. Maka dapat disimpulkan bahwa
Nutrisi
Ibu
Hamil Dan Janin.
masih banyak responden yang belum memahami
www.google.co.id (diakses tanggal 3
tentang dampak/ akibat dari kurangnya nutrisi
oktober 2012)
pada ibu hamil trimester II dan III.
Kristiyanasari. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yokyakarta:
Nuha Medika
Kesimpulan dan Saran
Notoatmodjo
S.2003.
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Kesimpulan
Dari tujuan khusus diatas maka dapat Natoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
disimpulkan
bahwa tingkat pengetahuan ibu
hamil trimester II & III tentang nutrisi sebagian Notoatmodjo S. 2010. Promosi Kesehatan Teori
besar ibu hamil memiliki pengetahuan yang baik.
Dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
Saran
Nursalam. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi
Riset Keperawatan. Jakarta
: CV
Bagi petugas kesehatan
Infomedika.
Dalam rangka meningkatkan kualitas
pengetahuan ibu hamil trimester II dan III tentang Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan
Metodologi Ilmu Keperawatan. Jakarta:
nutrisi perlu untuk diadakan KIE, penyuluhan ditSalemba medika
ambah program puskesmas yang ada
dengan
menggunakan media atau metode yang mudah Register Ibu Hamil Puskesmas Kota Soe.2012.
dimengerti oleh ibu hamil sehingga penerimaan
Buku Laporan Status Gizi Ibu Hamil .TTS.
informasi menjadi maksimal dapat mengurangi
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

31

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

MIDWIFES CHARACTERISTIC PICTURE IN APPLY UPBRINGING


DEFAULT ABOUT NORMAL LABOR
AT PUSKESMAS SIKUMANA
Sabinus Bungaama kedang*
ABSTRACT
About normal copy is process happening fetus expenditure on moons enough pregnancy, come into the
world spontanous with heads back presentation which happen dala 18 hours without mothers good complications
and also fetus. To the effect about normal copy is endeavor life and up to tall health degree for mother and its
baby, via integrated effort sort and fledged and minimal intervention so security principle and service quality can
awake on optimal zoom. Design observationaling to constitute research framework that will be done to variable.
Observational type that is utilized in this research is observational descriptive with population all midwife that is
at puskesmas sikumana in particular commisioned midwife at spatial gets saline by total 10 person. menunjukan's
observational result that all good knowledgeable midwife (100%), enough science (0%),Subtracted science (0%)
with education zoom AT 2 person (20%),and DIII'S education zoom 4 person (40 %), and education zoom AT v 4
person (40 %) at Puskesmas Sikumana Period Kupang City 2012 See this research result therefore needs to mark
sense attention of health officer to give support and penkes about midwife characteristic picture in apply upbringing default about normal copy.
Key word: science, midwife, upbringings standard implement about normal labor

Latar Belakang
Masalah kematian ibu dan bayi di Indonesia
masih merupakan masalah besar bagi bangsa.
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
pada tahun 2011 ditargetkan menjadi 125 per
100.000 kelahiran hidup. Menurut data SKRT
tahun 2011, penyebab kematian ibu di Indonesia
adalah sebagai berikut; perdarahan, eklamsia,
Infeksi, komplikasi puerperium, persalinan macet,
abortus, trauma obstetric, emboli obstetric.
Sedangkan angka kematian bayi baru lahir
menurut SDKI tahun 2011 25 per 1000 kelahiran
hidup. Adapun penyebab kematian adalah BBLR,
Asfiksia, masalah pemberian minum, tetanus,
gangguan hematologik, infeksi.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
merupakan tertinggi di ASEAN yaitu 390 per
100.000 kelahiran hidup, penurunan AKI adalah
program prioritas Indonesia. Oleh karena itu
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang
berkualitas dekat dengan masyarakat yang
difokuskan pada tiga pesan kunci Making
Pregnancy Safer (MPS), yaitu setiap persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap
komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat
pelayanan yang adekuat dan setiap wanita usia
subur mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran merupakan salah satu

upaya dalam penurunan angka kematian tersebut


(Depkes, 2002).
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab langsung
kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat
persalinan dan segera setelah persalinan.
Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin
tinggi akibat adanya faktor keterlambatan, yang
menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu.
Ada tiga risiko keterlambatan, yaitu terlambat
mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk
terlambat mengenali tanda bahaya), terlambat
sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan
darurat dan terlambat memperoleh pelayanan
yang memadai oleh tenaga kesehatan. Sedangkan
pada bayi, dua pertiga kematian terjadi pada masa
neonatal
(28
hari
pertama kehidupan).
Penyebabnya terbanyak adalah bayi berat lahir
rendah dan prematuritas, asfiksia (kegagalan
bernapas spontan) dan infeksi.
Kematian ibu atau kematian maternal adalah
kematian seorang ibu sewaktu hamil atau dalam
waktu 42 hari sesudah berakirnya kehamilan,
tidak bergantung pada tempat atau usia
kehamilan. Indikator yang digunakan dalam
kematian ibu adalah
angka kematian ibu
(maternal mortality ratio) yaitu: jumlah kematian
kematian ibu dalam 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini mencerminkan resiko obstetrik yang
dihadapi oleh dihadapi oleh seorang ibu sewaktu
ia hamil. Jika ibu tersebut hamil beberapa kali,
resikonya meningkat dan digambarkan sebagai

* Staf Pengajar Jurusan Keperawatan

POLTEKKES KEMENKES KUPANG

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

32

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

resiko kematian ibu sepanjang hidupnya, yaitu


probabilitas menjadi hamil dan probabilitas
kematian karena kehamilan sepanjang masa
reproduksi.
Kematian ibu dibagi menjadi kematian
langsung dan tidak langsung. Kematian ibu
langsung adalah sebagai akibat komplikasi
kehamilan, persalinan atau masa nifas dan segala
intervensi atau penanganan tidak tepatdari
komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung
merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada
atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan
yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya
malaria, anemia, HIV/AIDS dan penyakit
kardiovaskuler.
Secara global 80 % kematian ibu tergolong
pada kematian ibu langsung. Pola penyebab
langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan
(25 %, biasanya perdarahan pascapersalinan),
sepsis ( 15 % ), hipertensi dalam kehamilan
(12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak
aman (13%), dan penyebab lainnya (8%).
WHO memperkirakan sekitar 10% kelahiran
hidup mengalami komplikasi persalinan pasca
persalinan. Komplikasi sering dari perdarahan
pasca persalinan adalah anemia. Jika pasca
persalinan dapat memperberat keadaan anemia
dan dapat berakibat fatal. Infeksi juga merupakan
penyebab penting kematian dan kesakitan ibu.
Komitmen komunitas internassional adalah
penurunan AKI dari 50% pada tahun 2000 dan
selanjutnya penurunan 50% pada tahun 2015
dengan penurunan AKI seharusnya 75% menjadi
115 / 100.000 KH dan AKB menjadi 35 / 1000 KH
dalam tahun 1990-2015.
Gerakan
pembangunan
berwawasan
kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 gerakan ini
dicanangkan oleh presisen RI pada tanggal Maret
1999 dalam pembukaan rapat kerja
kesehatan nasional yang merupakan komitmen
nasional dengan polah dasar paradigma sehat,
bersifat promotif preventif
dengan dukungan
pelayanan kuratif rehabilitatif dalam pemeliharaan
kesehatan komprehensif. Target indonesia sehat
2010 sehat adalah (1) penurunan AKI dari 450 /
100.000 KH tahun 1988 menjadi 125 / 100.000
KH ditahun 2010, (2) Bidan desa ditiap desa, (3)
perawatan kehamilan 95%, (4) persalinan tenaga
kesehatan 90%, (5) penanganan ibu resiko tinggi
dan komplikasi persalinan 80%, (6) ketersediaan
informasi mengenai keluarga berencana 90%, dan
(7) toksoit tetanus imunisasi pada ibu hamil 90%.
Pola pikir paradigma sehat dalam pelanyanan
kesehatan ibu hamil, diharapkan meningkatkan
perilaku upaya pencegahan proaktif terhadap
komplikasi dalam persalinan melalui peningkatan
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

33

persiapan dan perencanaan persalinan aman bagi


setiap ibu hamil dangan pemberdayaan ibu hamil,
suami, dan keluarga dalam upaya:
Make
Pregnancy a Blessing dan Lets Make It Safer .
Making Pregnancy Safer , mendukung
target internasional yang telah disepakati. Pada
tanggai 12 oktober
2000 Presiden RI
mencanangkan Making Pregnancy Safer sebagai
strategi sektor kesehatan yang bertujuan untuk
mempercepat penurunan AKI dan AKB. Melalui
MPS diharapkan seluruh pejabat yang
berwewenang, mitra pembangunan dan pihak
terkait lainnya melakukan upaya bersama dengan
kegiatan peningkatan akses dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan ibu yang cost-effective dan
berkualitas kepada ibu hamil, bersalin, dan nifas
berdasarkan bukti ilmiah. Dalam Rencana Strategi
Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia
2001-2010 oleh DepKes, tahun 2000 telah
mengacu tujuan global MPS yaitu (1) menurunkan
AKI sebesar 75 % pada tahun 2015 menjadi
115/100 000 KH dan (1) menurunkan AKB
menjadi kurang dari 35/1.000 KH pada tahun
2015 (Prawirohardjo, 2009).
Menurunkan AKI dan AKB sangat
dipengaruhi juga oleh tenaga kesehatan terutama
bidan dalam menjalankan tugasnya. Dimana
berperan mulai dari ANC hingga postnatal atau
pasca persalinan. Dari data yang diambil di
Puskesmas Sikumana pada tahun 2012 terdapat
Angka Kematian Ibu sebesar tiga orang dan
Angka Kematian Bayi sebesar tiga bayi. Dan
bidan yang bertugas sebanyak 10 orang yang
berpendidikan D III sebanyak 4 orang, D IV
sebanyak 4 orang dan D I sebanyak 2 orang,
dengan lamanya kerja diatas 5 tahun 6 orang
sedangkan dibawah 5 tahun 4 orang.
Tujuan penelitian
untuk mengetahui
Gambaran
Karakteristik
Bidan
Dalam
Menerapkan Standar Asuhan Persalinan Normal Di
Puskesmas Sikumana
Bahan dan Cara
Jenis penelitian yang digunakan adalah
jenis penelitian Deskriptif, dengan pendekatan
evaluasi yaitu suatu penelitian yang dilakukan
untuk mendeskripsikan atau menggambarkan
suatu fenomena yang terjadi dimasyarakat
(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian
ini adalah semua bidan yang sedang bertugas
dipuskesmas sikumana yang berjumlah 10
orang. Besar sampel pada penelitian ini adalah
keseluruhan objek yang diteliti atau seluruh
populasi dengan tekhnik total sampling.
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai
ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapat
Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep


dengan pilihan jawaban B dan S. Responden
pengertian tertentu (Nursalam, 2009). Variabel
memberi tanda (v) pada jawaban yang benar.
dalam penelitian ini adalah variabel tunggal
Analisis data dilakukan dengan cara univariat.
Yaitu Gambaran Karakteristik Bidan Dalam
Digambarkan
secara
presentase
atau
Menerapkan Standar Asuhan Persalinan
menjelaskan
karakteristik
masing-masing
Normal.Instrumen penelitian yang digunakan
variabel yang diteliti untuk mengukur tingkat
dalam penelitian yang digunakan dalam
pengetahuan yang di kategorikan baik, cukup,
penelitian ini adalah dengan menggunakan
kurang.
lembaran kuisioner berupa pertanyaan tertutup
dan terbuka dengan metode chek list di mana
Hasil dan Pembahasan
peneliti telah menyiapkan 10 pertanyaan terkait
pentingnya gambaran karakteristik bidan dalam
Hasil
menerapkan standar asuhan persalinan normal
Tabel 1 Distribusi berdasarkan karakteristik responden berdasarkan umur di Ruang Bersalin Puskesmas Sikumana Kupang Tanggal 12 November - 26 November 2012
No

Karakteristik (umur)

<25 tahun

30

25-35 tahun

30

>35 tahun

40

Total

10

100

Sumber: data primer


Berdasarkan tabel, responden terbanyak adalah yang berusia > 35 tahun yaitu sebanyak: 40%

Tabel 2. Distribusi berdasarkan karakteristik responden berdasarkan pendidikan di Ruang


Bersalin Puskesmas Sikumana Kupang Tanggal 12 November - 26 November 2012
No

Pendidikan

DI

20

DIII

40

DIV

40

Total

10

100

Sumber: Data Primer


Tabel di atas menunjukkan bahwa masih ditemukan responden dengan pendidikan DI dengan
jumlah 2 orang (20%).

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

34

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel.3. Distribusi berdasarkan karakteristik responden berdasarkan lama kerja di Ruang


Bersalin Puskesmas Sikumana Kupang Tanggal 12 November - 26 November 2012
No

Lama kerja

<5 tahun

40

>5 tahun

60

Total

10

100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bawah lama kerja ada 4 orang (40 %) dengan lama kerja
dibawah 5 tahun dan 6 orang(60 %) dengan lama kerja diatas 5 tahun.
Tabel 4 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan bidan dalam menerapkan standar asuhan persalinan normal di Puskesmas Sikumana Kupang 2012.
Jumlah
No

Kategori
Ferkuensi (f)

Presentasi (%)

Baik

10

100

Cukup

Kurang

Total

10

100

Sumber: Data Primer


Dari tabel diatas menunjukkan bahwa seluruh responden yang diteliti berpengetahuan baik
yaitu sebanyak 10 orang (100 %)
Berdasarkan karakteristik yang dipaparkan
pada tabel 4 menunjukkan bahwa masih
ditemukan bidan dengan pendidikan DI 2 orang
(20 %). Hal ini dapat berpengaruh terhadap proses
penerapan standar asuhan persalinan normal, bila
tidak melakukan salah satu langkah dari 58
langkah-langkah asuhan persalinan normal bisa
menyebabkan infeksi terhadap ibu maupun janin
dan tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh
terhadap pengetahuan bidan dimana dengan yang
baik dapat membantu bidan dalam melakukan
tindakan asuhan persalinan normal.

Pembahasan
Gambaran karakteristik pengetahuan bidan
dalam menerapakan
standar asuhan
persalinan normal.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa tingkat pengetahuan bidan dalam
menerapkan standar asuhan persalinan normal
semua berpengetahuan baik yaitu 10 responden
(100%). Dimana responden mengetahui semua
pertayaan yang di berikan.
Gambaran karakteristik pendidikan bidan
dalam menerapkan standar asuhan persalinan
normal dipuskesmas sikumana.
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

35

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Gambaran karakeristik lama kerja bidan


dalam menerapkan standar asuhan persalinan
normal di puskesmas sikumana.
Berdasarkan karakteristik yang di paparkan
pada tabel 4 menunjukan tentang faktor lama
kerja dengan presentasi 4 orang (40 %) dengan
lama kerja < 5 tahun dan 6 orang (60 %) dengan
lama kerja >5 tahun.

Kesimpulan dan saran


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan
bahwa bidan yang bertugas di Puskesmas
Sikumana sebanyak sepuluh orang sebagian besar
memahami langkah - langkah Asuhan Persalinan
Normal yang di dalamnya terdapat 58 langkah
APN.
Saran.
Responden (Bidan di Sikumana)
Dianjurkan kepada para bidan untuk tetap
mempertahankan dan terus menggunakan 58
langkah asuhan persalinan normal yang baik dan
benar.

Daftar Pustaka
Arikunto dan Suharsini. (2010). Prosedur
Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi
Menyusu Dini. (2008)
Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.
(2002 ) Jakarta : Yayasan bina
pustaka sarwono prawirohardjo.
Hidayat,
A. A.A.
(2007).
Riset
keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Notoatmodjo S. (2010). Metodologi
Penelitian
Kesehatan.
Jakarta:
Rineka Cipta.
Obstetri Fisiologi. (1983). Bandung :
Elemen.
Kerja sama World Health Organization
Dan Pusat Pendidikan Dan Pelatihan
Tenaga Kesehatan (2011). Panduan
Asuhan Intranatal.
Prawirohardjo. (2010). Ilmu Kebidanan.
Jakarta : Bina Pustaka

Institusi Pendidikan
Dianjurkan agar memotivasi mahasiswa
dalam melakukan penelitian lebih lanjut tentang
langkah - langkah asuhan persalinan normal
dengan mendesain penelitan yang lain dan
menggunanan responden dalam jumlah yang
besar.
Tempat Penelitian
Diharapkan agar para bidan tetap
mempertahankan sistimatika kerja yang sudah
menjadi prosedur.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

36

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

PRIMIGRAVIDA'S MOTHER SCIENCE ABOUT STRING CARE


CENTERS ON NEWBORN BABY AT PUSKEMAS ALAK KUPANG CITY
Aquilina Akoit*
ABSTRACT
According to The World Health Report 2008, AKB at Indonesian up to 20 / 1000 natal lives. The root cause
newborn infant death is prematuritas and BBLR (29%), asphyxia (respiratory trouble) newborn baby (27%),
tetanus neonatorum (10%) (Depkes RI, 2009). To the effect Research: to know how primigravida's mother
science about string care centers on newborn baby at Puskesmas Alak Kupang City.
Observational type that is
utilized is quantitative, with deskritif's method with tech taking sample is accidental sampling. sample in
observational it is all primigravida's mother that total 35 respondents. Tool that is utilized in this research is
kuesioner . Observational result : Gotten that primigravida's mother science about string care centers on bari's
baby comes into the world at Puskesmas Alak Kupang city 42,9 good knowledgeable percents, 34,2 enough
knowledgeable percents, dare
string care centers, and 8 respondents 22,9 subtracted knowledgeable percents
about string care center that right. Base this observational result can be concluded that primigravida's mother
those are on Puskesmas Alak Kupang city have enough science about string care centers on newborn baby.
Key word: Science, primigravida, string care centers, newborn baby

Latar Belakang
Pada era globalisasi yang semakin maju
diharapkan bangsa Indonesia dapat menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas, salah
satunya dalam bidang kesehatan ibu dan anak.
Kebanyakan perawatan bayi baru lahir yang
dialami
masyarakat
adalah
kurangnya
pengetahuan dalam perawatan bayi baru lahir
terutama perawatan tali pusatnya. Selain itu juga
dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu
tentang pentingnya pelayanan neonatal atau bayi
baru lahir (DepKes RI, 2009).
Tali pusat atau umbilical cord adalah
saluran kehidupan bagi janin selama dalam
kandungan karena saluran inilah yang menyuplai
zat - zat gizi dan oksigen pada janin. Tali pusat
memerlukan perawatan yang baik agar tidak
terjadi infeksi. Bila infeksi tidak segera
diobati,akan terjadi penyebaran ke daerah sekitar
tali pusat yang akan menyebabkan kemerahan dan
bengkak pada daerah tali pusat, keluar nanah, bau
busuk. Oleh sebab itu, penting dilakukan
perawatan tali pusat dengan rutin dan cermat,dan
melaporkan sedini mungkin bila dijumpai tanda tanda kemerahan atau pengeluaran secret dari
putung tali pusat. (Sodikin,2009). Perawatan tali
pusat yang baik dan benar akan menimbulkan
dampak positif yaitu tali pusat akan puput pada
hari ke-5 sampai hari ke-7 tanpa ada komplikasi,
sedangkan dampak negative dari perawatan tali

pusat yang tidak benar adalah bayi akan


mengalami penyakit tetanus neonatorum dan
dapat mengakibatkan kematian (Depkes,2007).
Tubuh bayi yang baru lahir belum cukup kuat
menangkal kuman infeksi. Karena itu, tali pusat
harus dalam keadaan bersih dan tetap kering
sampai tali pusat mengering, menyusut, dan lepas
dari pusat bayi (Iis Sinsin, 2008).
Salah satu upaya atau cara untuk
mengatasi masalah dan mengurangi angka
kematian bayi karena infeksi tali pusat (Tetanus
Neonatorum) seperti yang disampaikan Menteri
Kesehatan RI yaitu menggunakan strategi yang
pada dasarnya menekankan pada penyediaan
pelayanan maternal dan neonatal berkualitas yang
Cost - Efective yang setiap kehamilan diberikan
Toksoid Tetanus yang sangat bermanfaat untuk
mencegah tetanus neonatorum. Hendaknya
sterilitas harus diperhatikan benar pada waktu
pemotongan tali pusat demikian pula perawatan
tali pusat selanjutnya. Penyuluhan mengenai
perawatan tali pusat yang benar pada masyarakat..
Menurut The World Health Report 2008,
AKB di Indonesia mencapai 20/1000 kelahiran
hidup (SDKI 2007/2008). Berarti setiap jam
terdapat 10 bayi baru lahir meninggal, setiap hari
ada 246 bayi meninggal dan setiap tahun ada
89.770 bayi baru lahir yang meninggal. Kematian
bayi lahir sebesar (79%) terjadi setiap minggu
pertama kelahiran terutama pada saat persalinan.
Sebanyak (54%) terjadi pada tingkatan keluarga
yang sebagian besar disebabkan tidak
memperoleh layanan rujukan dan kurangnya

* Pengajar STIKes Maranatha Kupang

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

37

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

pengetahuan keluarga akan kegawatdaruratan


pada bayi . Penyebab utama kematian bayi baru
lahir adalah prematuritas dan BBLR (29%),
asfiksia (gangguan pernapasan) bayi baru lahir
(27%), tetanus neonatorum (10%) dan masalah
pemberian ASI (10%). kunjungan orang tua yang
datang di Puskesmas Alak dalam 3 bulan terakhir
berjumlah 36 orang.Ternyata terdapat 11 orang
(31%) infeksi tali pusat,dan 25 orang (69%) tidak
infeksi tali pusat.
Tujuan penelitian untuk mengetahui
pengetahuan ibu primigravida tentang perawatan
tali pusat pada bayi di Puskemas Alak, Kecamatan
Alak Kabupaten Kupang.

yang diambil dalam penelitian ini adalah semua


orang tua yang mempunyai bayi umur 0-7 hari
yang datang di Puskesmas Alak. berjumlah 36
orang.( Agustus - oktober 2012). Sampel yang
diambil dalam penelitian ini adalah orang tua
sebanyak 35 orang dengan kriteria umur 20 - 35
tahun yang membaca dan menulis dan bersedia
menjadi responden Sampling penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Instrumen penelitian yang digunakan
oleh peneliti yaitu berupa lembar kuesioner.
Lembar kuesioner berisi 4 pertanyaan untuk setiap
variabel yang akan dibagikan kepada responden
untuk diisi kemudian dikumpulkan kembali, dan
akan melakukan survey terhadap Tingkat
Pengetahuan Ibu Primigravida
Tentang
Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Di Puskemas
Alak Kota Kupang.

Bahan dan Cara


Penelitian ini merupakan penelitian yang
menggunakan metode kuantitatif dengan
pendekatan deskriptif dengan melakukan survei
pada subjek penelitian untuk menjawab
pertanyaan - pertanyaan yang diajukan. Populasi

Hasil dan Pembahasan


Hasil

Table 1 Karateristik responden berdasarkan pendidikan di Puskesmas Alak tahun 2012


No

Pendidikan

SD

25,7

SMP

22,8

SMA

15

42,9

PT

8,6

35

100

Total

Sumber: Data primer


Dari tabel diatas didapatkan bahwa ibu primigravida yang berada di Puskesmas Alak
sebagian besar berpendidikan tinggi (SMA - PT ) 18 responden (51,4 %), sedangkan masih
didapatkan yang berpendidikan rendah (SD - SMP) 17 responden (48,6%)
Tabel 2 Karateristik Responden berdasaarkan Umur di Puskesmas Alak tahun 2012
No

Umur

<20

5,7

20-35

33

94,3

>35

35

100

Total

Sumber: Data primer


Berdasarkan tabel diatas bahwa Ibu Primigravida yang berada di Puskesmas Alak Kupang
memiliki umur yang dominan yaitu (20 -35 tahun) 33 responden (94,3%).

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

38

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 3. Karateristik responden berdasarkan pekerjaan di Puskesmas Alak tahun 2012

N
o

Pekerjaan

PNS

11,4

IRT

21

60

Pegawai Honor

10

28,6

Total

35

100

Sumber: Data primer

Berdasarkan tabel diatas bahwa ibu primigravida yang berada di Puskesmas Alak pekerjaan yang
paling dominan adalah IRT 21 responden (60%).
Tabel 4. Karakteristik responden berdasarkan Pengetahuan Ibu Primigravida tentang perawatan tali
pusat pada bayi baru lahir di puskesmas Alak tahun 2012
No

Pengetahuan

Baik

15

42,9

Cukup

12

34,2

Kurang

22,9

35

100

Total
Sumber: Data primer

Berdasarkan tabel diatas menujukkan bahwa


15 responden (42,9%) mempunyai
pengetahuan baik tentang cara perawatan tali pusat,12 responden (34,2%) mempunyai pengetahuan
cukup tantang perawatan tali pusat,dan 8 responden (22,9%) mempunyai pengetahuan kurang tentang
perawatan tali pusat yang benar.
Tabel 5. Pengetahuan ibu primigravida tentang pengertian perawatan tali pusat pada
bayi baru lahir di Puskesmas Alak kupang tahun 2012
NO

Pengetahuan

Baik

11

31,4

Cukup

11

31,4

Kurang

13

37,2

Total

35

100

Sumber: Data primer

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pengetahuan ibu primigravida tentang perawatan
tali pusat pada bayi baru lahir di Puskesmas Alak kupang 31,4 persen berpengetahuan baik, 31,4
persen berpengetahuan cukup pengetahuan dan 37,2 persen berpengetahuan kurang.
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

39

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 6. Pengetahuan ibu primigravida tentang tujuan dan manfaat perawatan tali pusat pda
bayi baru lahir di Puskesmas Alak tahun 2012
NO

Pengetahuan

Baik

16

45,7

Cukup

13

37,1

Kurang

17,2

35

100

Total

Sumber: Data primer


Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa pengetahuan tentang tujuan dan manfaat
perawatan tali pusat pada bayi baru lahir, di Puskesmas Alak Kupang 45,7 persen berpengetahuan
baik, 37,1 persen berpengetahuan cukup dan, 17,2 berpengetahuan kurang.
Tabel 7. Pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan dan pencegahan tali pusat pada bayi baru lahir di
Puskesmas Alak tahun 2012.
NO

Pengetahuan

Baik

20

57,2

Cukup

11

31,4

Kurang

11,4

Total

35

100

Sumber: Data primer


Berdasarkan tabel diatas menujukan bahwa pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan dan
pencegahan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir,di Puskesmas Alak Kupang, 57,2 persen ber pengetahuan baik, 31,4 persen berpengetahuan cukup dan 11,4 persen berpengetahuan kurang.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Alak
kota kupang pada tanggal 10 sampai 17
November 2012. Penelitian ini ditujukan pada ibu
primigravida,dengan jumlah responden 35 orang.
Memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda
mulai dari SD,SMP,SMA dan PT. Berdasarkan
Tabel 1 diatas didapatkan bahwa ibu primigravida
yang berada di Puskesmas Alak sebagian besar
berpendidikan tinggi
51,4 persen. sedangkan
masih didapatkan pendidikan rendah 48,6 persen,
semakin rendah pendidikan seseorang akan
berpengasruh pada pola pikir seseorang dan akan
menghambat dalam penyerapan informasi
sehingga ilmu yang dimiliki juga lebih rendah
yang berdampak pada kehidupan, semakin tinggi
pendidikan seseorang maka makin mudah
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

menerima informasi sehingga makin banyak pula


pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk
terbentuknya
tindakan
seseorang
(Notoatmodjo,2003).
Berdasarkan pada Tabel
2 diatas
didapatkan Ibu Primigravida yang berada di
Puskesmas Alak memiliki umur yang dominan
yaitu (20 -35 tahun) 94,3 persen, sedangkan masih
didapatkan umur yang beresiko (< 20 tahun) 5,7
persen. Usia adalah umur individu yang terhitung
mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Jadi semakin matang usia seseorang maka dalam
memahami suatu masalah akan lebih muda dan
dapat menambah pengetahuan (Notoatmodjo,
2010).

40

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Berdasarkan pada Tabel


3 diatas
didapatkan bahwa ibu primigravida di Puskesmas
Alak memiliki pekerjaan yang paling dominan
adalah IRT 60 persen. Pekerjaan adalah
keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang
kehidupan
keluarga.pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan,berulang
dan
banyak
tantangan.semakin rendah pekerjaan seorang
ibu,semakin rendah pula pengetahuannya.
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4
tentang pengetahuan ibu primigravida tentang
perawatan tali pusat yang berpengetahuan baik
42.9 persen, berpengetahuan cukup 34,2 persen
dan berpengetahuan kurang
22,9 persen.
Pengetahuan ibu baik tentang cara perawatan tali
pusat karena ibu banyak memperoleh informasi
dari teman dan tenaga kesehatan dan ibu mampu
mengaplikasikan
informasi
yang
diterima
sehingga ibu dapat merawat tali pusat dengan
benar.
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5
tentang karakteristik responden berdasarkan
pengetahuan ibu tentang pengertian perawatan tali
pusat pada bayi baru lahir di Puskesmas Alak
didapatkan bahwa yang berpengetahuan baik 31,4
persen, berpengetahuan cukup 31,4 persen dan
masih ada respoden yang berpengetahuan kurang
37,2 persen, hal ini membuktikan bahwa dimana
responden belum mengerti dan tahu tentang cara
perawatan tali pusat yang baik dan benar.
Berdasarkan hasil penelitian Tabel
6
tentang Tujuan dan manfaat perawatan tali pusat
pada bayi baru lahir di Puskesmas Alak
didapatkan yang
berpengetahuan baik 45,7
persen,berpengetahuan cukup 37,1 persen dan
berpengetahuan kurang 17,2 persen
Berdasarkan hasil penelitian Tabel 7
tentang
penatalaksanaan dan pencegahan
perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di
puskesmas alak didapatkan yang berpengetahuan
baik 57,2 persen, berpengetahuan cukup 31,4
persen dan berpengetahuan kurang 11,4 persen.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi
setelah orang melakukan
penginderaan terhadap
suatu obyak tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra pengelihatan, penciuman, rasa dan
raba.Sebagian besar pengetahuan manusia di
peroleh dari mata dan telinga.Pengetahuan atau
kognitif adalah domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmojo.
2003).

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

41

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian secara umum
peneliti
mengambil kesimpulan bahwa
pengetahuan ibu primigravida tentang perawatan
tali pusat di Puskesmas Alak yaitu mempunyai
pengetahuan cukup tentang perawatan tali pusat.
Saran
Bagi responden
Diharapkan
para
ibu-ibu
lebih
memperhatikan cara merawat tali
pusat yang
benar
Bagi petugas kesehatan
Diharapkan
agar
meningkatkan
penyuluhan tentang pentingnya cara perawatan
tali pusat yang benar kepada ibu-ibu khususnya
ibu primigravida
Bagi institusi pendidikan
Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat
menambah literature perpustakaan dan dapat
menjadi refrensi bagi yang ingin melakukan
penelitian selanjutnya
Bagi Peneliti Lain
Melakukan penelitian lanjut dengan
menggunakan metode lain yang dapat
menyempurnakan penelitian ini
Daftar Pustaka
Astuti, (2003). Angka kematian bayi, Rineka
Cipta, Jakarta
Wiknjosastro,
(2008).
JNPK-KR, Asuhan
Persalinan Normal, Jakarta
Mocthar, 1998, Sinopsis Obstetric, EGC, Jakarta.
Notoatmodjo,S. (2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta
Notoatmodjo, S. (2003). Metode Penelitian
Kesehatan, Rineka cipta.Jakarta
Notoatmodjo,S.
(2005). Metode Penelitian
Kesehatan, Rineka cipta. Jakarta
Nursalam,
(2003),
Metodologi Penelitian
Kebidanan, EGC.Jakarta
Rustam Mochtar (1998). Sinopsis Obstetri:
Obstetric Fisiologi, Obstetri Patologi,
Ed.2. EGC, Jakarta
Sodikin, (2009). Perawatan Tali Pusat. EGC,
Jakarta
Prawirohardjo, (2009). Ilmu Kebidanan, Jakarta
Saifuddin, A. (2002), Buku Acuan Nasional
Pelayanan Maternal dan Neonatal.
Cetakan 7. Jakarta.
http://www.geocities.comDepkes RI,
http://www.depkesRI.2009.go.id. Dinkes, 2007
Anonim.(2009).Perawatan Tali Pusat dan Cara
Merawatnya.Available
at
http://
blogspot.com.
Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

MOTHERS GNOSTIC ZOOM PRIMIGRAVIDA ABOUT EXCLUSIVE'S


ATTENTION APPLICATION ON NEWBORN BABY AT
PUSKESMAS BAKUNASE
Tarsisius Venansius Tance*
ABSTRACT
Mothers gnostic zoom primigravida about ekslusif's Attention application on newborn baby at puskesmas
Bakunase. Research that gets descriptive character with this kualitatif's approaching that take research region at
mussel city. Meanwhile observational region sample at puskesmas Bakunase city district reigns that total 57 person
that wants to be assessed deep observational it is level gnostic primigravida's mother about ekslusif's Attention
application on newborn baby, ekslusif's Attention savvy, ekslusif's Attention benefit, Attention application trick that good
and right, and enough baby sign Attention. primigravida's mother science about ekslusif's Attention application on
newborn baby at puskesmas bakunase bases analisis and data interpretation that gotten by good knowledgeable
mother which is 22 respondents (38,7%), knowledgeable enough 33 respondents (57,8%) and knowledgeable less 2
respondents (3,50%). Of acquired data at puskesmas Bakunase, ought to health energy on notably nutrient energy
midwife a more regular gives counselling about ekslusif's Attention application on newborn baby with media and easy
language accepted society.
Key word: Gnostic zoom, primigravida's mother, exclusives attention.

Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan
salah satu aspek dari kehidupan. Terjadinya
kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena
selain makan yang kurang juga karena air susu ibu
(ASI) banyak diganti dengan susu botol dengan
cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan.
Hal ini pertanda adanya perubahan sosial budaya
yang negatif dipandang dari segi gizi.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian
besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh
termasuk energi dan zat gizi lainnya yang
terkandung dalam ASI tersebut, (Prasetyono,
2012).
Dalam pembangunan bangsa, peningkatan
kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin
yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang
memegang peranan penting dalam peningkatan
kualitas manusia adalah pemberian air susu ibu
(ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin
merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan
anak dan persiapan generasi penerus di masa
depan.
Di kota-kota besar saat ini, terlihat adanya
penurunan pemberian dan penggunaan ASI yang
dikhawatirkan akan meluas sampai ke pedesaan.
Hal ini terjadi karena adanya kecendrungan dari
masyarakat untuk meniru sesuatu yang dianggap
modern yang datang dari negara maju.
ASI ekslusif adalah pemberian ASI tanpa
makanan lain pada bayi 0-6 bulan. Bagi ibu yang
pertama kali mengandung merupakan pengalaman
* Pengajar STIKes Maranatha Kupang
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

pertama oleh karena, itu ibu harus mempersiapkan


sedini mungkin sejak awal kehamilan mengenai
aspek-aspek menyusu. Persiapan menyusui
selama kehamilan penting dilakukan. Ibu yang
menyiapkan sedini mungkin akan lebih siap
menyusui bayinya terutama adalah persiapan
psikologis ibu karena keberhasilan menyusui
didukung oleh persiapan psikologis. Persiapan ini
sangat berarti karena keputusan atau sikap ibu
yang positif terhadap pemberian ASI harus sudah
terjadi pada saat kehamilan,atau bahkan jauh
sebelumnya. (Yanti, 2011).
Salah satu kondisi yang menyebabkan
pemberian ASI ekslusif rendah adalah masih
kurangnya pengetahuan masyarakat di bidang
kesehatan,khususnya ibu-ibu yang mempunyai
bayi dan tidak menyusui bayi secara ekslusif.
(Soetjiningsih, 1997).
Tingkat pengetahuan ibu yang kurang
tentang pemberian ASI mengakibatkan kita lebih
sering melihat bayi diberi susu botol dari pada
disusui ibunya,bahkan kita juga melihat bayi yang
baru berusia 1 bulan sudah diberi makanan
pendamping ASI. Pemberian susu formula atau
makanan padat terlalu dini dapat menggangu
pemberian ASI ekslusif serta meningkatkan angka
kesakitan pada bayi. Dari Kemajuan teknogi dan
perubahan sosial budaya juga mengakibatkan ibuibu diperkotaan umumnya bekerja diluar rumah.
Ibu-ibu golongan ini mengganggap lebih praktis
membeli dan memberikan susu formula dari pada
menyusui, (Sundawati, 2011).
Pemberian ASI ekslusif merupakan salah
satu bentuk perilaku kesehatan masyarakat.
42

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Ketidaktahuan ibu tentang ASI ekslusif


menyebabkan ibu lebih memilih susu formula
bagi bayinya. Melihat fenomena tersebut maka
perlu upaya meningkatkan promosi kesehatan
tentang pemberian ASI ekslusif oleh petugas
kesehatan (Yanti, 2010).
Bersasarkan hasil survei kesehatan rumah
tangga(SKRT) di propinsi NTT di tahun 2007
presentase pemberian ASI ekslusif sebesar 62,2%
menurun menjadi 56,2% di tahun 2008 dari data
surfei kesehatan menunjukan adanya penurunan
40% (2009) menjadi 28,6% (2010) dan kemudian
menjadi 24,3% (2011) kususnya di kota kupang di
perolah data bahwa angka pemberian ASI ekslusif
pada bayi yakni berkisar 50,1% dan pada bayi
yang tidak diberikan ASI ekslusif sebanyak
6,25%. Berdasarkan data yang didapat dari
puskesmas Bakunasedari data satu bulan terakhir
yaitu bulan september 2012 sebanyak 133orang
ibu primigravida (data puskesmas Bakunase).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
tingkat pengetahuan ibu primigravida tentang
pemberian ASI eklusif pada bayi baru lahir di
Puskesmas Bakunase
Bahan dan Cara
Desain yang digunakan penulis adalah
deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk membuat gambaran
atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
obyektif (Notoatmodjo,2010) sedangkan jenis
penelitian ini adalah kuantitatif yaitu bentuk
angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran
(Arikunto,2010). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh ibu primigravida di Puskesmas
Bakunasedaridata satu bulan terakhir yaitu
bulanseptember 2012 sebanyak 133 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah 57 orang.
Dengan teknik pengambilan sampel Non Random
yaitu pengambilan sampel yang tidak didasarkan
atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan.
Dalam metode ini, peneliti menggunakan teknik
accidental sampling yaitu metode pengambilan
sampel dengan mengambil
ibu hamil yang
kebetulan ada di suatu tempat sesuai konteks
penelitian (Notoatmodjo,
2010). Instrumen
penelitian adalah kuesioner.

Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan


umur di Puskesmas Bakunase Tahun 2012

No

Umur

Jumlah

Presentase

<20 Tahun

5,26%

20-30 Tahun

54

94,7%

>30 Tahun

0%

57

100%

Jumlah
Sumber: Data Primer

Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa


dari 57 responden sebagian besar 54 orang
(94,7%) dalam umur 20-30 tahun dan sebagian
kecil 3 orang berumur < 20 tahun(5,26%).
Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan tingkat
pendidikan di Puskesmas Bakunase Tahun 2012

No

Pendidikan

Jumlah

Presentase

SD

1,75%

SMP

12,2%

SMU

38

66,6%

DIII

3,50%

S1

15,7%

57

100%

Jumlah
Sumber: Data Primer

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa dari


57 responden sebagian besar responden 38 orang
(66,6%) berpendidikan SMA,dan sebagian kecil
berpendidikan 1 orang(1,75%) berpendidikan SD.

Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan


Pekerjaan di Puskesmas Bakunase
No
1
2

Hasil dan Pembahasan


Hasil

3
4

Tingkat
pekerjaan
PNS
Guru
Pegawai
honor
Ibu rumah
tangga
Jumlah

Jumlah

Presentase

77,1%

3,50%

3,50%

44

15,7%

57

100%

Sumber: Data Primer


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

43

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Dari data pada tabel 3 dapat dijelaskan


bahwa dari 57 responden sebagian besar 44 orang
(15,7%) IRT dan sebagian kecil 2 orang (3,50%)
guru.

Tabel 6 Distribusi frekuensi pengetahuan ibu


primigravida tentang cara pemberian ASI ekslusif
pada bayi baru lahir di puskesmas Bakunase

Tabel 4. Distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang pengertian ASI ekslusif


di puskesmas Bakunase Tahun 2012

No

Pengertian ASI
ekslusif

Persentase(%)

N
o

Cara pemberian
ASI yang
baik dan
benar

Baik

35

61,40

Cukup

19

33,33

Kurang

5,26

57

100

Jumlah

Persentase
(%)

Baik

32

56,14

Sumber: Data Primer

Cukup

17

29,82

Kurang

14,04

57

100

Berdasarkan tabel diatas menunjukan


bahwa tingkat pengetahuan ibu primigravida
tentang cara pemberian ASI ekslusif pada bayi
Baik 35 (61,40%) cukup 19(33,33%) kurang 3
(5,26%).

Jumlah

Tabel 7 Distribusi frekuensi pengetahuan ibu


primigravida tentang tanda bayi
cukup ASI di puskesmas Bakunase Tahun 2012

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel diatas menunjukan


bahwa tingkat pengetahuan ibu primigravida
tentang pengertian ASI ekslusif pada bayi Baik 32
responden
(56,24%),cukup
17
responden
(29,83%) kurang 8 responden (14,04%).
Tabel 5 Distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang manfaat ASI ekslusif pada bayi baru lahir di
puskesmas Bakunase Tahun 2012

No

Tanda bayi

Persentase

cukup ASI
Baik

11

(%)
19,29

Cukup

27

47,36

Kurang

19

33,33

Jumlah
No

Manfaat ASI
ekslusif

Persentase%

Baik

12

21,05

Cukup

29

50,87

Kurang

16

28,07

57

100

Jumlah

57

100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel diatas tingkat pengetahuan ibu primigravida tentang tanda bayi cukup
ASI pada bayi, Baik 11(19,29%) ,cukup 27
(47,36%) kurang 19 (33,33%).
Tabel 8 Distribusi frekuensi pengetahuan ibu
primigravida tentang pemberian ASI ekslusif
pada bayi baru lahir di puskesmas Bakunase

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa tingkat pengtahuan ibu primigravida tentang
manfaat pemberian ASI ekslusif pada bayi Baik
12 responden (21,05%), cukup 29 responden
(50,87%) kurang 16 responden (28,07%).

Persentase

Pengetahuan ibu

Baik

22

(%)
38,7

Cukup

33

57,8

Kurang

3,50

57

100

o
1

Jumlah
Sumber: Data Primer
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

44

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Berdasarkan tabel 8 tingkat pengetahuan


ibu primigravida tentang pemberian ASI ekslusif
pada bayi baru lahir 57 responden 22 orang
(38,7%) berpengetahuan baik,33 orang (57,8%)
berpengetahuan
cukup,2
orang
(3,50%)
berpengetahuan kurang.

Pengalaman adalah guru yang baik


demikian kata pepatah ini mengandung makna
bahwa pengalaman merupakan sumber dari
pengetahuan semakin banyak pengalaman maka
makin banyak pula pengetahuan dan keterampilan
yang di miliki.(A.wawan 2010).

Pembahasan
Tingkat
pengetahuan
ibu
primigravida
ditinjau dari pengertian ASI ekslusif
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa
dari
57
responden
32
orang(56,14%)
berpengetahuan baik, sedangkan
17 orang
(29,82%) berpengetahuan cukup dan 8 orang
(14,04%) berpengetahuan kurang. Dari hasil data
tersebut 32 orang(56,14%) responden mempunyai
pengetahuan
baik.Nursalam(2003)
MengatakanInformasi yang diperoleh baik dari
pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek(immediate
impact) sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan.Majunya teknologi akan
tersedia bermacam-macam media massa seperti
televisi,radio,surat kabar ,majalah dan lain-lain
mempunyai
pengaruh
besar
terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai petugas
pokoknya.adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru
bagi terbentuknya pengetahuan bagi hal tersebut.

Tingkat pengetahuan ibu primigravida tentang


cara pemberian ASI ekslusif yang baik dan
benar pada bayi baru lahir
Dari 57 responden 35 orang(61,40%)
berpengetahuan Baik,
19 orang (33,33%)
berpengetahuan
cukup,3
orang(5,26%)
berpengetahuan kurang. Responden yang
mempunyai pengetahuan
Baik
61,40%.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan
terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terjadi melalui pasca indra manusia yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba sebagian besar manusia di peroleh melalui
mata dan telinga.(Nursalam,2003).

Tingkat
pengetahuan
ibu
primigravida
tentang manfaat ASI ekslusif pada bayi baru
lahir
Diketahui dari 57 responden 12 orang
(21,05%) berpengetahuan Baik, 29 orang(50,87%)
berpengetahuan cukup,dan 16 orang (28,07%)
berpengetahuan kuran, .dari hasil data tersebut 29
orang
(50,87%)
berpengetahuan
cukup.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah
suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara
mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan
masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman
belajar dalam bekerja dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional serta
pengalaman belajar selama bekerja akan dapat
mengembangkan
kemampuan
mengambil
keputusan yang merupakan manifestasi dari
keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik
bertolak dari masalah nyata dalam bidang
kerjanya.Ini berarti makin cocok bakat dan minat
seseorang dalam mempelajari dan mencari
informasi maka makin tinggi pula tingkat
kepuasan dan pengetahuan yang diperoleh
(Nursalam 2003).
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

45

Tingkat pengetahuan ibi primigravida tentang


tanda bayi cukup ASI pada bayi baru lahir
Diketahui dari 57 responden 11 orang
(19,29%) berpengetahuan Baik, 27 orang(47,36%)
berpengetahuan
cukup,19orang(33,33%)
berpengetahuan kurang. Responden yang
berpengetahuan cukup dapat dipengaruhi oleh
kurangnya informasi hal ini dimungkinkan
kebanyakan ibu-ibu sekarang bekerja. umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu sehingga
informasi yang diperolehpun kurang,dan faktor
pengalaman.ibu yang baru pertama kali menyusui
merupakan pengalaman pertama bagi mereka
dalam hal pemberian ASI hal ini mengakibatkan
pengalaman yang mereka miliki kurang
(Arikunto,2010)
Pengetahuan ibu primigravida tentang
pemberian ASI ekslusif pada bayi baru lahir di
puskesmas Bakunase
Berdasarkan analisa dan interpretasi data
yang didapat ibu berpengetahuan baik yaitu 22
responden(38,7%),berpengetahuan cukup yaitu 33
responden(57,8%) dan berpengetahuan kurang
yaitu 2 orang(3,50%).
Pendidikan berhubungan pengetahuan,
sikap, kepercayaan, ketrampilan,dan aspek
kelakuan yang lain dan merupakan proses belajar
dan mengajar (Notoatmodjo,2003). Hal ini dapat
dilihat dari jawaban benar pada kuesioner. Rata rata tingkat pengetahuan ibu primigravida tentang
pemberian ASI ekslusif di puskesmas Bakunase
dikategori cukup.
Jika tingkat pendidikan rendah upaya yang
Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

kita lakukan agar sesorang dapat tahu dan


memahami yaitu dengan memberikan penyuluhan
dengan bahasa yang mudah dimengerti atau
dengan media leaflet atau dengan cara pemutaran
video tentang ASI ekslusif.(Sunar,2012).

Daftar Pustaka
Yanti D. dan Sundawati, D. (2011). Asuhan
Kebidanan Masa Nifas. Rineka Cipta: Jakarta.
Bunda. (2008). Pentingnya ASI Ekslusif. (http://
www.kelymom.com/new) diakses pada
4
oktober 2012.
Depkes. RI. (2003). Buku Panduan Manajemen
Laktasi. Suara Merdeka (www.aimiasi.org)
Diakses pada 4 Oktober 2012.
Notoatmodjo.
(2010).
Kesehatan Metodologi
Penelitian. Rineka Cipta: Jakarta
Arikunto, S. (2010).
Prosedur Penelitian. Rineka
Cipta:Jakarta.
Siswono. (2005). Hidup ASI ekslusif. (http://
www.republika.co.id) Diakses pada tanggal 5
0ktober 2012.
Prasetyono. (2012). Buku Pintar ASI Ekslusif. Diva
press. Jogjakarta.
Wawan dan Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran
Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia.
Medika Book.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang Tingkat
Pengetahuan Ibu primigravida tentang manfaat
ASI ekslusif pada bayi baru lahir di puskesmas
Bakunase,dapat disimpulkan bahwa Tingkat
Pengetahuanibu primigravida tentang pemberian
ASI ekslusif ditinjau dari tingkat pengetahuan ibu
primigravida tentang pengertian ASI ekslusif
dapat diketahui bahwa dari 57 responden 32 orang
(56,14%) berpengetahuan baik.Ditinjau dari
tingkat pengetahuan ibu primigravida tentang
manfaat ASI ekslusif pada bayi baru lahir
diketahui dari 57 responden 29 orang (50,87%)
berpengetahuan cukup.Dilihat dari tingkat
pengetahuan ibu primigravida tentang cara
pemberian ASI ekslusif yang baik dan benar pada
bayi baru lahir dari 57 responden 35 orang
(61,40%) berpengetahuan Baik. Dilihat dari
tingkat pengetahuan ibu primigravida tentang
tanda bayi cukup ASI pada bayi baru lahir di
ketahui dari 57 responden 27 orang(47,36%)
berpengetahuan cukup.
Saran
Bagi masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan
masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai
bayi dapat memberikan ASI ekslusif dan mengerti
tentang pentingnya ASI ekslusif.
Bagi petugas kesehatan
Dari data yang diperoleh di puskesmas
Bakunase,hendaknya tenaga kesehatan pada
khususnya bidan dan tenaga gizi lebih sering
memberikan penyuluhan tentang pemberian ASI
ekslusif pada bayi baru lahir dengan media dan
bahasa yang mudah diterima masyarakat.
Bagi peneliti
Sebagai sarana untuk belajar menerapkan
teori yang telah diperoleh dalam bentuk nyata dan
meningkatkan daya berpikir dalam menganalisa
suatu masalah.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

46

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

GNOSTIC LEVEL PICTURE PREGNANT MOTHER ABOUT


MATERIAL (CONTENT) KIA'S BOOK AT
PUSKESMAS BAKUNASE
Dina Suryani Ludji*
ABSTRACTEDLY
Material Binds Books Mother and Child health (KIA'S book) contain mother medical record (pregnant
mother, mother gets to copy, nifas's mother and family planning) and child (newborn baby, balita's baby and
child) and a variety trick information pets and nurse mother and child health. This observational type utilize
descriptive design with quantitative type that figures to increase pregnant mother science about material (content)
KIA'S book at territorial Puskesmas Bakunase's job Kupang City with sample amount as big as 35 pregnant
mothers that has To Bind Books health and Child (KIA'S book). One that wants to be assessed deep observational
it is how big Pregnant Mother Science about Material (content) Mother health book and Child that gets bearing
with sectioned mother and child part. Observational yielding reality points out that mothers gnostic zoom
pregnant about material (content) Mother health book and Child (KIA'S book) largely enough. Of respondent that
its science enough, available some bodies that tofu but not understands material (content) KIA'S book as a whole
but there is too respondent that doesn't know to make self pretend material tofu (content) That KIA'S book.
Respondent that doesn't understand To Bind Books KIA Dsebabkan its low even no yen reads. To increase health
science needs to be given by counselling that aims to be reached its changing individual behaviour, family and
also society, in builds and pet healthy life and get active role in the effort render optimal health degree.
Key word: Science, Pregnant mother, Material (content) Mother health book and Child (KIA'S book)

Latar Belakang
Kesehatan merupakan Investasi dan Hak
Asasi dan semua warga
berhak atas
kesehatannya termasuk ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas dan bayi baru lahir. Ibu dan anak
merupakan kelompok yang paling rentan terhadap
berbagai masalah kesehatan seperti kesakitan dan
gangguan gizi yang seringkali berakhir dengan
kecacatan bahkan kematian. Kesehatan Ibu dan
Anak masih menjadi prioritas saat ini dalam dunia
kesehatan karena masih tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) sehingga diupayakan program yang
dilaksanakan oleh organisasi internasional yaitu
World Health Organization (WHO)
di Nairobi
Kenya tahun 1987. Selain itu, WHO pada tahun
1997 di Hari Kesehatan Sedunia menyatakan Safe
Motherhood merupakan upaya global untuk
mencegah/ menurunkan kematian ibu dengan
slogan
Making
Pregnancy
Safer (Prawirohardjo, 2008).
Berdasarkan data tentang kualitas
penduduk Indonesia 2011 tercatat
Angka
Kematian Ibu (AKI) masih sebesar 228/100.000
kelahiran hidup. Selanjutnya angka kematian bayi
usia 0-11 bulan (AKB) adalah 34 per 1.000
kelahiran hidup kemudian 60 persen penduduknya
tamat SD atau lebih rendah dan Angka Harapan
hidup Indonesia sekitar 68/72 tahun. Target

Nasional tahun 2015, AKI akan turun dari 228/


100.000 kelahiran hidup menjadi 102/ 100.000
kelahiran hidup. Begitu juga dengan angka
kelahiran bayi turun menjadi 23/ 1.000 kelahiran
hidup.
Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka
Kematian Bayi di Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) masih sangat tinggi bila dibandingkan
dengan nasional yaitu: AKI di Provinsi NTT
(Surkesnas Tahun 2004) yaitu : 554/ 100.000 KH,
Nasional : 307/ 100.000 KH, SDKI tahun 2007
menunjukkan penurunan AKI yang signifikan
yaitu 554/ 100.000 KH menjadi 306/ 100.000 KH,
jadi penurunan 248 point (3 kali lipat)
dibandingkan nasional dari 307/100.000 KH
menjadi 228/ 100.000 KH, berarti turun hanya 79
point. AKB di Provinsi NTT menurut Surkesnas
2004 yaitu : 62/ 1000 KH dan Nasional 34/ 1000
KH. Namun demikian, AKI dan AKB di Provinsi
NTT masih lebih tinggi dibandingkan nasional (
Dinas Kesehatan Provinsi NTT, 2009 ).
Untuk mengurangi AKI dan AKB, maka
dilakukan pemantauan intensif pada ibu hamil.
Selain untuk kesehatan ibu hamil dan persiapan
persalinan, juga untuk memenuhi hak atas
kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan
perlindungan anak. Hal ini dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien melalui pemberdayaan
masyarakat, kemitraan petugas kesehatan dengan
masyarakat serta mewujudkan kesadaran dan
kemandirian keluarga untuk menjaga kesehatan
ibu dan anak. Salah satu bentuknya adalah

*Pengajar STIKes Maranatha Kupang

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

47

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan


keluarga melalui penggunaan Buku Kesehatan Ibu
dan Anak (Buku KIA) (Departemen Kesehatan
dan JICA, 2009).
Buku KIA berisi catatan kesehatan ibu
(hamil, bersalin dan nifas) dan anak (bayi baru
lahir, bayi dan anak balita) serta berbagai
informasi cara memelihara dan merawat
kesehatan ibu dan anak (Kementerian Kesehatan
dan JICA , 2011). Buku KIA merupakan
kumpulan materi standar penyuluhan, informasi
serta catatan tentang gizi, kesehatan ibu dan anak.
Dalam Buku KIA terdapat stiker Program
Perencanaan
Persalinan
dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) sebagai alat pemantauan
intensif bagi setiap ibu hamil di seluruh Indonesia,
dalam upaya mempercepat penurunan kematian
ibu dan bayi (Depkes RI, 2009). Berbagai
kumpulan materi dalam Buku KIA diharapkan
dapat dipahami oleh ibu hamil sehingga dapat
diinterpretasikan secara benar, Hal-hal non teknis
seperti pendidikan, rendahnya minat dan
kebiasaan membaca serta keengganan untuk
bertanya pada petugas sangat mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang dalam memperoleh
informasi (Depkes dan JICA ,2009).
Buku KIA adalah sarana yang tepat dalam
upaya meningkatkan pengetahuan ibu hamil
mengenai pemeriksaan kehamilan, dan juga
sebagai salah satu intervensi pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan ibu dan anak
sehingga diharapkan setiap ibu hamil dapat
mengetahui isi dari buku KIA tersebut. Menurut
data bulan Agustus tahun 2012 di Puskesmas
Bakunase kota Kupang, menunjukkan total ibu
hamil yang memiliki buku KIA sebanyak 353
orang namun ibu hamil yang membawa buku KIA
saat kunjungan hanya 266 orang dan yang
melakukan pengisian buku KIA secara benar dan
sesuai untuk kunjungan balita yaitu sebanyak 282
orang. Berarti ibu hamil yang sudah memiliki
buku KIA tetapi tidak membawa saat kunjungan
sebanyak 87 orang sedangkan yang tidak
melakukan pengisian buku KIA secara benar
sebanyak 71 orang. Tujuan penelitian untuk
mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu
hamil tentang
materi (isi) buku KIA di
Puskesmas Bakunase Kupang.

353 orang yang memiliki buku KIA di Puskesmas


Bakunase Kupang. Sampel dalam penelitian ini
adalah ibu hamil yang memeriksakan kehamilan
di Puskesmas Bakunase. Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 35 orang. Metode sampling
yang digunakan adalah metode Non Random
Sampling dengan teknik accidental sampling.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner dengan jumlah pernyataan
sebanyak 20 soal. Jenis instrumen yang digunakan
dalam bentuk dichotomous choice, dimana
peneliti menyediakan 2 jawaban; benar dan salah
dan responden hanya memilih satu diantaranya.

Bahan dan Cara


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
kuantitatif dengan rancangan deskriptif. Dalam
hal ini, peneliti menggambarkan Tingkat
Pengetahuan Ibu Hamil tentang Materi (isi) Buku
KIA di Puskesmas Bakunase Kupang. Populasi
dalam penelitian ini adalah ibu hamil sebanyak

Sumber : Data Primer

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Hasil dan Pembahasan


Hasil
Tabel 4.1 Tabel Distribusi Berdasarkan Umur di
Puskesmas Bakunase Kupang Tahun 2012
No

Umur

Jumlah

Persentase (%)

5,7

(tahun)
<20

20-35

30

85,7

>35

8,6

Total

35

100

Sumber : Data Primer


Dari tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa
dari 35 responden di Puskesmas Bakunase
sebagian besar berumur 20- 35 tahun yakni 30
orang (85,7%) dan hanya 2 orang (5,7%) yang
berumur <20 tahun.
Tabel 4.2 Distribusi Berdasarkan Pendidikan di
Puskesmas Bakunase Kupang Tahun 2012
No

Jenis

Pendidikan
SD

Jumlah

Persentase

(%)
14,3

SMP

8,6

SMA

25

71,4

SARJANA

5,7

Total

35

100

Dari tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa


dari 35 responden di Puskesmas Bakunase
sebagian besar berpendidikan SMA yakni
25
orang (71,4%),dan hanya 2 orang (5,7%) ibu
hamil yang pendidikannya sarjana.
48

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 4.3 Tabel Distribusi Berdasarkan Pekerjaan


di Puskesmas Bakunase Kupang Tahun 2012
No

Jenis
Pekerjaan

Jumlah

Persentase

Mahasiswi

14,3

IRT

25

71,4

Wiraswasta

11,4

PNS

2,9

Total

35

100

Bakunase Kupang tentang materi (isi) buku KIA


yang berkaitan dengan bagian ibu sebagian besar
berpengetahuan baik yakni sebanyak 30 orang
(85,7%) dan 4 orang (11,4%) berpengetahuan
cukup sedangkan hanya 1 orang (2,9% ) ibu hamil
berpengetahuan kurang.
Tabel 4.6 Distribusi Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Ibu Hamil tentang Materi (isi) Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang Berkaitan
dengan Bagian Anak di Puskesmas Bakunase
Kupang Tahun 2012

Sumber : Data Primer


Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari
35 responden di Puskesmas Bakunase sebagian
besar pekerjaannya sebagai IRT yakni 25 orang
(71,4%) dan hanya 1 orang (2,9%) ibu hamil yang
bekerja sebagai PNS.
Tabel 4.4 Tabel Distribusi Berdasarkan Paritas di
Puskesmas Bakunase Kupang Tahun 2012
No

Paritas

Jumlah

Persentase

1.

Primigravida

14

40

Multigravida

21

60

Total

35

100

No
1.
2.
3.

Tingkat
Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Total

Jumlah

Persentase

11
23

31,4
65,7
2,9
100

1
35

Sumber: Data Primer


Dari tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan ibu hamil di Puskesmas
Bakunase Kupang tentang materi (isi) buku KIA
yang berkaitan dengan bagian anak sebagian besar
berpengetahuan cukup yakni sebanyak 23 orang
(65,7%) ibu hamil dan
11 orang (31,4%)
berpengetahuan sedangkan hanya 1 orang (2,9%)
ibu hamil berpengetahuan kurang.

Sumber: Data Primer


Dari tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa
dari 35 responden di Puskesmas Bakunase
sebagian besar terdapat ibu multigravida yakni 21
orang (60%) dan 14 orang (40%) ibu
primigravida.
Tabel 4.5 Distribusi Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Ibu Hamil tentang Materi (isi) Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang Berkaitan
dengan Bagian Ibu di Puskesmas Bakunase
Kupang Tahun 2012
No

Tingkat Pengetahuan

Jumlah

Persentase

1.
2.
3.

Baik
Cukup
Kurang

30
4
1

85,7
11,4
2,9

Total

35

100

Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan Tingkat


Pengetahuan Ibu Hamil tentang Materi (isi) Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Puskesmas
Bakunase Kupang Tahun 2012
N
o

Tingkat Pengetahuan

Jumlah

Persentase

1.
2.
3.

Baik
Cukup
Kurang
Total

15
20
0
35

42,9
57,1
0
100

Sumber : Data Primer


Dari tabel 4.7 di atas didapatkan bahwa
tingkat pengetahuan ibu hamil di Puskesmas
Bakunase Kupang tentang materi (isi) buku KIA
sebagian besar berpengetahuan cukup yakni
sebanyak 20 orang (57,1%) dan hanya 15 orang
(42,9%) yang berpengetahuan baik.

Sumber : Data Primer


Dari tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan ibu hamil di Puskesmas
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

49

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Pembahasan
Tingkat pengetahuan ibu hamil di Puskesmas
Bakunase tentang materi (isi) buku KIA yang
berkaitan dengan bagian ibu.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil tentang
materi (isi) Buku KIA yang berkaitan dengan
bagian ibu sebagian besar, baik yakni sebanyak
30 orang (85,7%) dan
4 orang (11,4%)
berpengetahuan cukup sedangkan 1 orang (2,9%)
ibu hamil yang berpengetahuan kurang. Dari
hasil data tersebut dalam menjawab materi (isi)
Buku KIA yang berkaitan dengan bagian ibu
sebagian besar 85,7% responden mempunyai
pengetahuan baik karena sering mendapat
informasi dari berbagai sumber.
Menurut (Notoatmodjo, 2003) menyatakan
bahwa sumber informasi adalah segala sesuatu
yang menjadi perantara dalam menyampaikan
informasi, merangsang pikiran dan kemampuan,
menambah pengetahuan. Sumber informasi dapat
diperoleh melalui media cetak (surat kabar,
majalah, buku), media elektronik (tv, radio,
internet) dan melalui tenaga kesehatan seperti
pelatihan dan penyuluhan yang diadakan (dokter,
perawat, bidan).
Sedangkan
11,4%
responden
pengetahuannya cukup. Responden mempunyai
pengetahuan cukup karena lebih mendasari
pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang
telah terjadi daripada membaca Buku KIA
tersebut.
Pengalaman
sebagai
sumber
pengetahuan merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu
(Hurlock, 1998). Rendahnya minat membaca
buku karena dipengaruhi oleh pekerjaan yang
membuat ibu tidak mempunyai untuk membaca
dan membahas bersama suami dan keluarga.
Bekerja umumya merupakan kegiatan yang
menyita waktu dan mempunyai pengaruh
terhadap kehidupan keluarga (M, Wawan, 2010).
Hal ini menyebabkan ibu hamil tahu tetapi tidak
memahami materi (isi) Buku KIA yang berkaitan
dengan bagian ibu.
Tingkat pengetahuan ibu hamil di Puskesmas
Bakunase tentang materi (isi) buku KIA yang
berkaitan dengan bagian anak.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil di
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Puskesmas Bakunase tentang materi (isi) buku


KIA yang berkaitan dengan bagian anak sebagian
besar, cukup yakni 23 orang (65,7%) dan hanya 1
orang (2,9%) ibu hamil yang pengetahuannya
kurang. Responden yang berpengetahuan cukup
sering mendengarkan informasi dari penyuluhan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, sering
membaca buku yang berhubungan dengan
kesehatan anak.
Nursalam (2003) mengatakan, informasi
yang diperoleh baik dari pendidikan formal
maupun non formal dapat memberikan pengaruh
jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan
pengetahuan. Pendidikan non formal seperti
membaca artikel kesehatan yang berhubungan
dengan kesehatan ibu dan anak serta sering
mendengarkan informasi dari media massa
maupun media elektronik.
Sedangkan 1 orang (2,9%) ibu hamil yang
berpengetahuan kurang karena sibuk dengan
pekerjaan sehingga tidak mempunyai waktu untuk
membaca dan membahas Buku KIA bersama
suami dan keluarga. Bekerja bagi ibu- ibu
merupakan kegiatan yang menyita waktu dan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
keluarga (M, Wawan, 2010).
Berdasarkan
teori
pengukuran
pengetahuan, solusi untuk berpengetahuan kurang
adalah dengan mencari informasi, bertanya
berdasarkan pengalaman orang lain, mencari tahu
kepada orang lain dan menonton televisi juga bisa
menambah pengetahun (M, Wawan, 2010).
Tingkat pengetahuan ibu hamil di Puskesmas
Bakunase tentang materi (isi) buku KIA di
Puskesmas Bakunase Kupang.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil di
Puskesmas Bakunase tentang materi (isi) buku
KIA di Puskesmas Bakunase Kupang sebagian
besar cukup, yakni sebanyak 20 orang (57,1%)
dan 15 orang (42,9%) ibu hamil pengetahuannya
baik.
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Responden yang pengetahuannya
cukup, terdapat beberapa orang yang tahu tetapi
tidak memahami materi (isi) Buku KIA secara
keseluruhan tetapi ada pula Responen yang tidak
tahu membuat diri seolah- olah tahu materi (isi)
50

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Buku KIA tersebut. Responden yang tidak


memahami Buku KIA dsebabkan rendahnya
bahkan tidak ada minat membaca karena sibuk
dengan berbagai hal atau pekerjaan. Bekerja
umumnnya merupakan kegiatan yang menyita
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai
pengaruh terhadap
kehidupannya sehingga ibu
tidak punya banyak waktu untuk mendapatkan
informasi (M, Wawan, 2010).

sebanyak 23 orang(65,7%) ibu hamil dan 11 orang


(31,4%) berpengetahuan sedangkan hanya 1 orang
(2,9%) ibu hamil berpengetahuan kurang.
Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil
di Puskesmas Bakunase Kupang tentang Materi
(isi) Buku KIA sebagian besar berpengetahuan
cukup yakni sebanyak 20 orang (57,1%) dan
hanya 15 orang (42,9%) yang berpengetahuan
baik.

Sedangkan
responden
yang
pengetahuannya baik sering mendapat informasi
dari berbagai sumber baik itu media massa
maupun media elektronik. Semakin banyak
informasi yang didapat maka semakin banyak
pula pengetahuan yang didapat karena informasi
merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang
(Notoatmodjo, 2010). Selain itu, mereka juga
mendapat informasi dari pengalaman seseorang di
berbagai lingkungan. Pengalaman sebagai sumber
pengetahuan merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada
disekitar
individu,
baik itu
lingkungan
fisik,biologis maupun social yang berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam
individu yang berada di lingkungan tersebut
(Nursalam, 2003).

Saran
Bagi institusi pendidikan
Penulis mengharapkan agar penelitian ini
dapat digunakan oleh mahasiswa/i sebagai bahan
referensi yang berhubungan dengan pengetahuan
yang diperoleh.
Bagi peneliti
Peneliti tidak hanya meneliti tentang
tingkat pengetahuan ibu hamil tentang materi (isi)
Buku KIA tetapi dapat mencari tahu lebih jauh
tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan
pemahaman ibu hamil tentang Buku Kesehatan
Ibu dan Anak (Buku KIA).
Untuk Institusi Pelayanan/Puskesmas
Petugas kesehatan khususnya bidan harus
lebih meningkatkan frekuensi dalam memberikan
penjelasan tentang materi (isi) Buku Kesehatan
Ibu dan Anak (Buku KIA) kepada ibu hamil.

Menurut Notoatmodjo
(2010), untuk
meningkatkan pengetehuan kesehatan perlu
diberikan penyuluhan yang bertujuan untuk
tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga
maupun masyarakat, dalam membina dan
memelihara hidup sehat serta berperan aktif dalam
upaya mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal.

Bagi Masyarakat
Masyarakat khususnya ibu hamil harus
lebih sering membaca Buku KIA karena terdapat
banyak informasi yang dapat bermanfaat bagi
kesehatan ibu terutama ibu hamil dalam
menghadapi masa kehamilan, persalinan, nifas
dan perawatan bayi yang baru lahir hingga balita.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan

Daftar Pustaka

Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil


di Puskesmas Bakunase tentang Materi (isi) Buku
KIA yang berkaitan dengan bagian ibu sebagian
besar, baik yakni sebanyak 30 orang (85,7%) dan
4 orang (11,4%) berpengetahuan cukup sedangkan
1 orang (2,9%) ibu hamil yang berpengetahuan
kurang.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian


Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi VI.
Jakarta : Rineka Cipta
Departemen Kesehatan. 2009. Petunjuk Teknis
Penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak.

Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil


di Puskesmas Bakunase Kupang tentang Materi
(isi) Buku KIA yang berkaitan dengan bagian
anak sebagian besar berpengetahuan cukup yakni
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Jakarta : Departemen Kesehatan dan JICA


Kementrian Kesehatan RI. 2011. Buku Kesehatan
Ibu dan Anak. Jakarta : Kementrian
51

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Prawirohardjo, hal 23- 24, hal 214-220, hal


278- 287

Kesehatan dan JICA


M, Wawan. 2010. Teori dan Pengukuran
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta : Nuha Medika
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Seran ,S. dkk. 2009. Pedoman Revolusi di


Provinsi NTT Percepatan Penurunan
Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir.
Kupang : Dinas Kesehatan Provinsi Nusa
Tenggara Timur
http://kesehatan ibu- anak. Blogspot.
Com/2012/05/ angka- kematian- ibu- diIndonesia- saat-html)

52

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

KB'S ACCEPTOR KNOWLEDGE ABOUT INJECTION


CONTRACEPTIVE AT PUSKESMAS BAKUNASE KUPANG CITY
Agustina seran*

ABSTRACT
Injection Contraceptive is contraceptive device as liquid as just contains progestin's hormone and also
meaty affiliate (combine) among estrogen's hormone and progesteron which is inseminated into ala woman body
periodic. (Handayani, 2010). Acceptor frequenting to choose Injection contraceptive because avoids or fear utilize IUD'S contraceptive in consideration gets to do check in. Meanwhile KB Hormonal may not utilize to be more
than age 35 years. Quite a few Injection contraceptive acceptor that DO (droup out) since acceptor not know
about indication con and contraceptive side effect Injection (Handayani, 2003). To the effect Research which is
know acceptor science zoom KB about injection contraceptive at Puskesmas Bakunase Kupang City. Observational method that utilized by quantitative ala by methodics descriptive wield simple random's design sampling. Instrument in observational it is as Quesioner's sheet and sample in observational is exhaustive contraceptive acceptor participant Injection that coming at Puskesmas Bakunase Kupang and one has the honour to become respondent. Observational result to be gotten that KB's acceptor knowledge about Injection contraceptive 54,7 %
have knowledge that adequately, 37,3 % knowledgeable good and 8,0 % knowledgeable less. Base that observational
result suntik's contraceptive acceptor at Puskesmas Bakunase Kupang City have science that adequately about
Injection contraceptive.
Key word : knowledgee, Acceptor, Injection contraceptive.

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang dengan berbagai jenis masalah.
Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah di
bidang kependudukan yang masih tinggi
pertumbuhannya.
Semakin tinggi
pertumbuhan penduduk
maka semakin besar usaha pemerintah yang harus
dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan
rakyat. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya
untuk menekan laju pertumbuhan penduduk
dengan merintis
Program Keluarga Berencana
(KB) sejak tahun 1951 dan terus berkembang,
sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan
Koordinasi
Keluarga
Berencana
Nasional
(BKKBN). Sasaran pada program ini adalah
penjarangan kehamilan menggunakan metode
kontrasepsi demi menciptakan pertumbuhan
ekonomi secara positif dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh masyarakat melalui usaha
perencanaan dan pengendalian penduduk.
Berdasarkan data dari BKKBN Propinsi
NTT 2011, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),
merupakan provinsi dengan jumlah peserta KB
terendah ke dua setelah Papua. Kontrasepsi yang
tidak mencapai 100 persen adalah Intra Uterin
* Staf Pengajar Jurusan Kebidanan

POLTEKKES KEMENKES KUPANG


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

53

Device (IUD) (71,78%), suntikan (95, 56%) dan


Pil (95,15%). Untuk mengatasi persoalan tersebut,
strategi yang dikembangkan BKKBN pada tahun
2011 adalah meningkatkan akses, kualitas dan
kemitraan dalam pembinaan kesertaan berKB,
meningkatkan pelayanan KB bagi Pasangan Usia
Subur (PUS).
Berdasarkan
data
dari
Puskesmas
Bakunase, jumlah akseptor dari tiga bulan terakhir
yaitu dari bulan Juli - September berjumlah 141
akseptor KB. Kontrasepsi yang paling banyak
digunakan adalah kontrasepsi suntik sebanyak
(53,20%) dan paling sedikit adalah IUD (9,22%)
(Buku Register KB Puskesmas Bakunase Kupang,
2012).
Akseptor sering memilih jenis kontrasepsi
suntikan karena menghindari atau takut
menggunakan kontrasepsi IUD dengan alasan
harus melakukan pemeriksaan dalam dan juga
rasa malu. Sedangkan KB hormonal tidak boleh
menggunakan lebih dari umur 35 tahun dan tidak
mengkonsumsi rokok tetapi sering dilanggar oleh
akseptor diakibatkan
beberapa kondisi
pemahaman yang keliru seperti yang dijelaskan
diatas. Banyak juga akseptor KB yang DO (drope
out) karena akseptor tidak mengetahui tentang
kontra indikasi dan efek samping dari KB suntik.
(Handayani, 2010). Jika ditinjau sesuai dengan
beberapa tinjauan medis mengatakan kontrasepsi
KB suntik dapat digunakan pada akseptor usia
Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

reproduksi yaitu usia 20 - 30 tahun.( Saifudin,


2006).
Jika semua kodisi diatas dipahami secara
benar oleh akseptor maka bisa dikatakan bahwa
salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi
pilihan akseptor adalah KB suntik, ini disebabkan
karena aman, efektif, sederhana dan murah, tidak
berpengaruh pada hubungan suami istri, tidak
memerlukan pemeriksaan dalam. Cara ini mulai
disukai masyarakat dan diperkirakan setengah juta
pasangan memakai kontrasepsi suntikan untuk
mencegah kehamilan (Mochtar, 2002).

Dari tabel tersebut menunjukan bahwa


peserta akseptor kontrasepsi suntik yang berada di
Puskesmas Bakunase Kupang terdapat 90,7 persen
umur antara 20-35 tahun dan 9,3 persen umur >35
tahun.
Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan
pendidikan di Puskesmas Bakunase Kota Kupang

Berdasarkan uraian dan pemikiranpemikiran diatas, maka penulis tertarik dan


merasa penting untuk melakukan penelitian
tentang: Pengetahuan Akseptor KB Tentang
Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas Bakunase
Kupang
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
tingkat pengetahuan
akseptor KB tentang
penggunaan kontrasepsi suntik.
Bahan Dan Cara
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian deskritiptif.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
akseptor kontrasepsi suntik di Puskesmas
Bakunase Kupang. Sampel dalam penelitian ini
adalah akseptor kontrasepsi suntik yang datang di
Puskesmas Bakunase Kupang. Cara pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara
total populasi. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner dengan jumlah
pernyataan sebanyak 10 soal. Jenis instrumen
yang digunakan dalam bentuk dichotomous
choice, dimana peneliti menyediakan 2 jawaban
benar dan salah dan responden hanya memilih
satu diantaranya.

Pendidikan

1.

SD

14

18,7

2.

SMP

19

25,3

3.

SMA

38

50,7

4.

D-III

2,7

5.

S1

2,7

75

100

Total

Sumber : Data Primer


Dari data di atas menunjukan bahwa peserta
akseptor kontrasepsi suntik yang berada di
Puskesmas Bakunase Kupang sebagian besar
berpendidikan tinggi. SMA 38 orang (50,7%)
sedangkan DIII dan SI sebanyak 2 orang (2,7%)
dan berpendidikan rendah SD dan SMP(44%).
Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan di Puskesmas
Bakunase Kota Kupang tahun 2012
No

Pekerjaan

1.

IRT

55

73,3

2.

Wiraswasta

8,0

3.
4.

Swasta
PNS

12
2

16,0
2,7

75

100

Total

Hasil dan Pembahasan

Sumber : Data Primer

Hasil Penelitian
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan
umur di Puskesmas Bakunase Kota Kupang tahun
No

Umur

1.

<20

2.

20-35

68

90,7

3.

>35

9,3

75

100

Total

No

Dari tabel di atas menunjukan bahwa


akseptor kontrasepsi suntik yang berada di
Puskesmas Bakunase paling banyak bekerja
sebagai IRT yaitu sebanyak 55 orang (73,3%).

Sumber : Data Primer


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

54

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 4. Karakteristik responden akseptor KB


berdasarkan pengetahuan tentang pengertian dan
kontra indikasi kontrasepsi suntik di Puskesmas
Bakunase Kota Kupang tahun 2012
Pengetahuan tentang
No

pengertian dan kontra

indikasi

Tabel 6. Karakteristik responden akseptor KB


berdasarkan pengetahuan tentang pengertian
kontrasepsi suntik di Puskesmas Bakunase
Kota Kupang tahun 2012.
N

Pengetahuan tentang

pengertian kontrasepsi suntik

Baik

34

45,3

Baik

28

37,3

Cukup

33

44

Cukup

41

54,7

Kurang

10,7

Kurang

Total

75

100

Total

75

100

Sumber : Data Primer


Tabel di atas didapatkan bahwa
pengetahuan akseptor KB
di Puskesmas
Bakunase Kupang tentang pengertian dan kontra
indikasi dari kontrasepsi suntik 45,3 persen
berpengetahuan baik, 44 persen berpengetahuan
cukup dan 10,7 persen berpengetahuan kurang.
Tabel 5. Karakteristik responden akseptor KB
berdasarkan pengetahuan tentang keuntungan dan
efek samping kontrasepsi suntik di Puskesmas
Bakunase Kota Kupang tahun 2012.
Pengetahuan tentang
No

keuntungan dan efek

samping
1

Baik

41

54,7

Cukup

25

33,3

Kurang

12

Total

75

100

Sumber : Data Primer


Dari tabel di atas didapatkan bahwa
pengetahuan akseptor KB di Puskesmas Bakunase
Kupang tentang keuntungan dan efek samping
dari
kontrasepsi
suntik
54,7
persen
berpengetahuan baik, 33,3 persen berpengetahuan
cukup, dan 12 persen berpengetahuan kurang.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

55

Sumber : Data Primer


Dari tabel di atas didapatkan bahwa
pengetahuan akseptor KB di Puskesmas Bakunase
Kupang tentang kontrasepsi suntik 54,7 persen
berpengetahuan
cukup,
37,3
persen
berpengetahuan
baik,
dan
8
persen
berpengetahuan kurang.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas
Bakunase Kota Kupang pada tanggal 5-13
November tahun 2012 dengan jumlah responden
75 orang. Dan berdasarkan data awal di
Puskesmas Bakunase Kota Kupang akseptor KB
sebanyak
141 orang sedangkan khusus
kontrasepsi suntik sebanyak 75 orang (53, 19 %)
sedangkan 46, 81 % kontrasepsi Pil, Kondom,
Implant, dan IUD.
Berdasarkan pada Tabel
1 tentang
karakteristik responden akseptor kontrasepsi
suntik berdasarkan umur di Puskesmas Bakunase
Kota Kupang didapatkan bahwa umur antara 20 30 tahun (90,7%) dan umur > 35 tahun (9,3%).
Dimana umur lebih dari 35 tahun memiliki faktor
resiko. Hal ini tidak di anjurkan karena akan
menimbulkan efek samping seperti berat badan
bertambah atau meningkat sehingga dapat
menyebabkan serangan jantung dan Diabetes
Melitus (DM). ( Handayani, 2010)
Berdasarkan pada Tabel
2 tentang
karakteristik responden akseptor kontrasepsi
suntik berdasarkan pendidikan di Puskesmas
Bakunase Kota Kupang menunjukan bahwa
sebagian besar berpendidikan tinggi (56%) (SMA,
DIII dan S1) dan berpendidikan rendah (44%)(SD
dan SMP). Menurut Nursalam, 2003, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah
dalam menerima informasi. Pendidikan diperoleh
dari proses belajar baik dari formal maupun
Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

informal. Pendidikan formal meliputi status


bertingkat dan melewati proses, dengan proses
tersebut dapat memperoleh pengetahuan yang
lebih baik khususnya pengetahuan akseptor KB
tentang kontrasepsi suntik sehingga dapat
membawa perubahan pengetahuan sasaran
(Notoatmodjo, 2003). Pendidikan diperlukan
untuk mendapat informasi misalnya hal- hal yang
menunjang
kesehatan
sehingga
dapat
meningkatkan kualitas hidup (M, Dewi 2010).
Pada Tabel 3 tentang karakteristik
responden
akseptor
kontrasepsi
suntik
berdasarkan pekerjaan di Puskesmas Bakunase
Kota Kupang didapatkan bahwa lebih banyak
bekerja
sebagai
IRT(73,3%).
Pekerjaan
merupakan kegiatan utama yang dilakukan untuk
mencari nafkah. Lingkungan pekerjaan dapat
digunakan sebagai sarana dalam mendapatkan
informasi yaitu dengan bertukar pikiran dengan
teman - teman dilingkungan kerja. Hal ini sesuai
dengan pendapat Koentjaraningrat yang dikutip
oleh Nursalam dan Pariani (2001).
Berdasarkan penelitian pada Tabel 4
tentang
karakteristik
responden
akseptor
kontrasepsi suntik berdasarkan pengetahuan
tentang pengertian dan kontra indikasi di
Puskesmas Bakunase Kota Kupang didapatkan
bahwa
akseptor
kontrasepsi
suntik
berpengetahuan baik dalam memahami hal
tersebut (45,3%). Responden yang mempunyai
pengetahuan baik karena sering mendapat
informasi dari berbagai sumber misalnya dari
seseorang yang mempunyai pengalaman dalam
lingkungan media media cetak maupun media
elektronik dan juga dari penyuluhan dari tenaga
kesehatan. Pengetahuan merupakan sesuatu yang
ada dalam pikiran manusia. Hidayat (2004)
Berdasarkan pada Tabel
5 tentang
karakteristik responden akseptor kontrasepsi
suntik
berdasarkan
pengetahuan
tentang
keuntungan dan efek samping di Puskemas
Bakunase Kota Kupang didapatkan bahwa
pengetahuan akseptor kontrasepsi suntik baik
dalam memahami hal tersebut. akseptor 41 orang
(54,7%) memahami dengan baik, 25 orang
(33,3%) cukup memahami dan 9 orang (12%)
kurang memahami. Responden yang mempunyai
pengetahuan baik karena sering mendapat
informasi dari berbagai sumber seperti media
cetak, media elektronik dan juga dari pengalaman
dari seseorang di lingkungan sekitar. Responden
yang mempunyai pengetahuan cukup banyak
mendapat informasi dari media cetak maupun
media elektronik. Sedangkan responden yang
mempunyai pengetahuan kurang disebabkan
karena kurang mendapat informasi dari berbagai
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

sumber dan juga kurang mendapat informasi dari


lingkungan sekitar. Pengetahuan merupakan hasil
dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
( Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan pada Tabel
6 tentang
karakteristik responden akseptor kontrasepsi
suntik
berdasarkan
pengetahuan
tentang
kontrasepsi suntik di Puskesmas Bakunase Kota
Kupang menunjukan bahwa cukup memahami
penggunaan kontrasepsi suntik, 41 orang (54,7%)
berpengetahuan cukup,
28 orang (37,3%)
berpengetahuan baik dan
6 orang (8%)
berpengetahuan kurang.
Responden yang
mempunyai pengetahuan baik karena sering
mendapat informasi dari berbagai sumber
misalnya dari seseorang yang mempunyai
pengalaman dalam lingkungan, media cetak dan
juga penyuluhan dari tenaga kesehatan.
Responden yang berpengetahuan cukup sering
mendengar informasi dari media cetak maupun
media elektronik dan juga pengalaman seseorang
diberbagai lingkungan selain itu dari petugas
kesehatan( Bidan ) tidak memberikan konseling
awal secara tepat dan benar. Sedangkan responden
yang berpengetahuan kurang karena kurang
mendapat informasi dari berbagai sumber atau
kurang mendapat informasi dari pengalaman
orang lain dan juga dari tenaga kesehatan yang
tidak memberikan konseling dan penyuluhan
secara tepat dan benar . Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. (Notoatmodjo,2003). Menurut
Nursalam, 2003, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan semakin muda dalam
menerima informasi. Begitupun sebaliknya jika
seseorang berpendidikan rendah maka ia akan
sulit menerima informasi yang berguna untuk
dirinya bahkan menolak untuk mendapatkan
informasi tersebut karena ia menganggap bahwa
informasi tersebut tidak bermanfaat bagi
kehidupannya.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa akseptor kontrasepsi suntik
yang berada di Puskesmas Bakunase Kota Kupang
mempunyai pengetahuan baik tentang pengertian
dan kontra indikasi kontrasepsi suntik,
berpengetahuan baik tentang keuntungan dan efek
samping kontrasepsi suntik dan berpengetahuan
cukup tentang kontrasepsi suntik.

56

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Hartanto, H. (2010). Keluarga Berencana dan


Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan:
Jakarta.

Saran
Bagi Responden

Agar lebih menambah pengetahuan dalam


Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran
menggunakan kontrasepsi suntik.
Jilid 1. Fakultas Kedokteran Universitas
Bagi Tempat Penelitian
Indonesia: Jakarta.
Perlu adanya konseling secara tepat dan Manuaba, I. B. Gede.( 2007). Ilmu Kebidanan,
benar dalam penggunaan kontrasepsi suntik.
Penyakit
Kandungan & Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC:
Bagi Institusi Pendidikan
Jakarta.
Menambah literatur kepustakaan yang
dapat dipakai sebagai refrensi bagi peneliti lain Notoatmodjo, S. ( 2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
yang berkepentingan.
Saifudin B. A.dkk. (2006). Buku Panduan Praktis
Bagi Peneliti
Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina
Melakukan penelitian lebih lanjut dengan
Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
menggunakan metode lain yang dapat
Sugiono. (2009). Metode Penelitian Administrasi.
menyempurnakan penelitian ini.
CV. Alfabeta
Wiknjosastro, H. (2009). Imu Kandungan. PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:
Jakarta.

Daftar Pustaka

http://forbetterhealth.wordpress.com/2012/10/12/
kontrasepsi-suntik.

Arikunto, S. (2006). Konsep Pengetahuan. Rineka


Cipta: Jakarta.

http://creasoft.wordpress.com/category/
keperawatankesehatanMetode Penelitian. Rineka Cipta:
Jakarta.
masyarakatkebidanan/kb/
Departeman Kesehatan Republik Indonesia.
http://G:/kontrasepsi-kb-suntikan.html
(1994). Rencana Strategi
Departemen
Kesehatan.
Departemen
Kesehatan:
Jakarta.
Arikunto, S. (2010). Definisi Sampel Pada

Handayani, S. (2010). Buku Ajar Pelayanan


Keluarga berencana. Pustaka Rihama:
Jakarta.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

57

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

UNIVERSAL PRECAUTION LABORATORY OFFICER IN DO BLOOD


TAKE ACTION VENA AT CLINIC PATHOLOGY INSTALLATION BLUD
PROF. DR. W. Z. JOHANES KUPANG
Yossin Pella*
ABSTRACT
Hospital constitutes its flock place sick person and also medical energy so hard prevent media disease
infection infection of patient to health energy, one of it right usually get interaction with patient is laboratory
officer which is in particular in do blood take action vena. It will water down infection happening traverses
patient to go to labour which is needful universal precaution which is infection operation action that by done all
health energy to reduce infection broadcast jeopardy its example as washes hand, purpose handscoen , oxygen
mask and sterile chasuble. To the effect this research is subject to be know universal precaution laboratory officer
in do blood take action vena. This research gets descriptive character. Observational population is all laboratory
officer by total as much 30 person at Clinic Pathology Installation BLUD. RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang, so utilizes tech full scale sampling. Result observationaling to 30 laboratory officers that work at Clinic
Pathology Installation BLUD. RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang is known that 4 person (13,3%)
laboratory officer does activity to wash hand before utilizes handscoen and 26 laboratory officers (86,6%) don't
do activity washes hand before utilize handscoen , 7 person (23,3%) officer laboratory not does activity to wash
hand after purpose handscoen in and laboratory officer 23 person (76,6%) one that washes hand. 7 person
(23,3%) officer laboratory not does activity to wash hand after purpose handscoen and laboratory officer 23
person (76,6%) one that wash hand after purpose handscoen. 3 person (10%) laboratory officer utilize oxygen
mask in bloods taking action vena and laboratory officer 27 person (90%) don't utilize oxygen mask. 11 person
(36,6%) laboratory officer utilize sterile chasuble in bloods taking action vena and laboratory officer 19 person
(63,3%) don't utilize sterile chasuble. Concluded that laboratory officer that doesn't do implement universal
precaution really risk for happens nasokomial's infection.
Key word: universal precaution , laboratory officer, bloods taking action vena

Latar Belakang
Kewaspadaan terhadap darah atau cairan
tubuh di kenal juga sebagai kewaspadaan
universal (KU) atau universal precaution (UP)
merupakan praktek pengawasan baku dan
sederhana terhadap infeksi yang diterapkan dalam
perawatan semua pasien setiap saat, untuk
mengurangi resiko terhadap berbagai penyakit
yang dibawa atau berkaitan dengan darah (PP RI,
2007).
Penerapan kewaspadaan terhadap darah
dan cairan tubuh dan dilaksanakan secara
universal
terhadap semua orang tanpa
memandang status infeksi (PP RI, 2007).
Prosedur tindakan pencegahan universal mutlak
harus diterapkan di rumah sakit termasuk di
laboratorium. Penerapan prosedur
tindakan
pencegahan universal mutlak harus dijalankan
pada seluruh kegiatan di laboratorium terhadap
semua pasien. Petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan dan melakukan standar
operasional prosedur kerja yang invasif ataupun
non invasif untuk memenuhi kebutuhan pasien
* Pengajar STIKes Maranatha Kupang

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

akan kontak langsung dengan darah atau cairan


tubuh pasien. Penerapan kewaspadaan universal
dan program K3 untuk meminimalkan terjadinya
penularan dalam semua tindakan medis atau
kesehatan merupakan salah satu kebijakan dasar
yang terdapat dalam Rencana Kerja Jangka
Menengah 2005-2009 Peningkatan Perawatan
(Depkes RI, 2005).
Laboratorium adalah
sarana
yang
dipergunakan untuk melakukan pengukuran,
penetapan, dan pengujian terhadap bahan yang
digunakan untuk penentuan formula obat yang
akan dibuat, laboratorium di rumah sakit
merupakan salah satu fasilitas medik yang
disediakan sebagai penunjang diagnosis penyakit
(Wahjono, 2007). Saat ini berbagai wabah
penyakit infeksi yang muncul secara global di
dunia mulai dari penyakit pes, penyakit anthrax
yang disebabkan bakteri dan SARS, AIDS dan
terakhir yang menghebohkan dunia yaitu Flu
Burung yang disebabkan oleh virus merupakan
mahluk-mahluk halus yang merupakan mikroba
atau mikroorganisme sebagai penyebab penyakit
infeksi, yang berhasil dideteksi oleh para ahli
Mikrobiologi Kedokteran karena mempunyai
tanggung jawab secara profesional untuk
58

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

melakukan tindakan pencegahan penyebaran dan


penanggulangannya (Wahjono, 2007). Peranan
laboratorium klinik ini sangat membantu dokter
untuk menegakkan diagnosis serta tindak lanjut
terapi (Darmadi, 2008).
Salah satu strategi yang sudah terbukti
bermanfaat dalam pengendalian infeksi adalah
peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam
metode Universal Precaution yaitu suatu cara
penanganan baru untuk meminimalkan pajanan
darah dan cairan tubuh dari semua pasien tanpa
mempedulikan status infeksi Dasar kewaspadaan
universal adalah cara cuci tangan secara benar
Penggunaan alat pelindung, desinfeksi dan
mencegah tusukan alat tajam dalam upaya
mencegah transmisi mikroorganisme melalui
darah cairan
tubuh
(http://rspi
sulianti
saroso.infeksi.com.article.com.php, 2008).
Pelaksanaan
universal
precaution
merupakan langkah penting untuk menjaga sarana
kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain)
sebagai tempat penyembuhan dan bukan menjadi
sumber infeksi. Petugas laboratorium yang
memberikan pelayanan dan melakukan prosedur
kerja baik yang invasif ataupun noninvasif untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan kontak
langsung dengan darah atau cairan tubuh pasien,
hal ini sangat beresiko terpapar infeksi yang
secara potensial membahayakan jiwanya, dan
menjadi tempat dimana agen infeksi dapat
berkembangbiak dan kemudian menularkan
infeksi dari satu pasien kepada pasien lain, oleh
karena itu, tindakan kewaspadaan universal sangat
penting dilakukan (Nursalam, 2007).
Diantara sarana kesehatan, Laboratorium
Kesehatan merupakan suatu institusi dengan
jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang
cukup besar. Kegiatan laboratorium kesehatan
mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia,
ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe
dan kelengkapan laboratorium menentukan
kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan
kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi
laboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas
laboratorium semakin meningkat
(Wahjono,
2007).
Penyakit infeksi masih menempati urutan
teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Bagi penderita,
selain menyebabkan penderitaan fisik, infeksi juga
menyebabkan
penurunan
kinerja
dan
produktifitas, yang pada gilirannya akan
mengakibatkan kerugian materil yang berlipatlipat. Bagi Negara, tingginya kejadian infeksi di
masyarakat akan menyebabkan penurunan
produktifitas nasional secara umum, sedangkan
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

dilain
pihak
menyebabkan
peningkatan
pengeluaran yang berhubungan dengan upaya
pengobatannya (Wahjono, 2007).
Saat ini perhatian terhadap infeksi
nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia
cukup tinggi. Mengingat kasus nosokomial infeksi
menunjukkan angka yang cukup tinggi. Tingginya
angka
kejadian
infeksi
nosokomial
mengindikasikan rendahnya kualitas mutu
pelayanan kesehatan. Infeksi nosokomial dapat
terjadi mengingat rumah sakit merupakan
gudang mikroba pathogen menular yang
bersumber terutama dari penderita penyakit
menular. Di sisi lain, petugas kesehatan dapat pula
sebagai sumber, disamping keluarga pasien yang
lalu lalang, peralatan medis, dan lingkungan
rumah sakit itu sendiri (Darmadi, 2008). Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui universal
precaution
petugas
laboratorium
dalam
melakukan tindakan pengambilan darah vena.
Bahan dan Cara
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan)
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada
masa kini (Nursalam, 2009). Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
tunggal menjelaskan tentang universal precaution
petugas laboratorium dalam melakukan tindakan
pengambilan darah vena. Pada penelitian ini
Populasi yang diambil adalah seluruh petugas
laboratorium bekerja di Instalasi Patologi Klinik
BLUD RSUD. PROF. Dr. W. Z. Johannes
Kupang, yaitu sebanyak 30 orang.
Pada penelitian ini yang menjadi sampel
adalah keseluruhan dari populasi yang ada atau
total sampling yaitu 30 orang. Data diperoleh
dengan melakukan wawancara terpimpin
(structured Interview) dan observasi oleh peneliti
kepada responden, dengan menggunakan checklist
yang telah disiapkan peneliti sesuai tujuan
penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Berikut akan disajikan hasil penelitian
tentang universal precaution pada petugas
laboratorium di RSUD Prof.W.Z. Johannes dalam
bentuk tabel.

59

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 4.3 Penggunaan handscoen oleh Petugas


Laboratorium dalam melakukan tindakan
pengambilan darah vena di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang bulan Juni 2011

Tabel 4.1 Mencuci tangan sebelum


menggunakan handscoen oleh Petugas
Laboratorium dalam melakukan tindakan
pengambilan darah vena di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang Bulan Juni 2011
Universal
Precaution

Mencuci
tangan
sebelum
pakai
handscoen

86,6

26

13,3

30

100

Total

86,6

26

13,3

30

100

Total

17

Total

Ya

Universal
Precaution

Tidak
%

23

76,6

23,3

30

100

76,6

56,6

13

43,3

30

100

56,6

13

43,3

30

100

Ya
%

Tidak
n
%

f
%

10

27

90

30

100

10

27

90

30

100

23

Tabel 4.4 Penggunaan Masker oleh Petugas


Laboratorium dalam melakukan tindakan
pengambilan darah vena di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang bulan Juni 2011

Kegiatan Mencuci
tangan

17

Tidak

Sumber: Data primer


Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30
petugas laboratorium yang bekerja di Instalasi
Patologi Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W.Z.
Johannes Kupang diketahui bahwa 17 orang
(56,6%) petugas laboratorium menggunakan
handscoen
disposable
dalam
tindakan
pengambilan darah vena dan 13 orang (43,3%)
petugas
laboratorium
tidak
menerapkan
penggunaan handscoen disposable.

Tabel 4.2 Mencuci tangan sesudah menggunakan


handscoen oleh Petugas Laboratorium dalam
melakukan tindakan pengambilan darah vena di
Instalasi Patologi Klinik BLUD RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang bulan Juni 2011

Mencuci
tangan
sesudah
penggunaan
handscoen

Penggunaan
handscoen
disposable
saat
pengambilan
darah vena

Sumber: Data primer


Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30
petugas laboratorium yang bekerja di Instalasi
Patologi Klinik BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang diketahui bahwa 4 orang
(13,3%) petugas laboratorium melakukan
kegiatan mencuci tangan sebelum menggunakan
handscoen dan 26 orang petugas laboratorium
(86,6%) tidak melakukan kegiatan mencuci
tangan.

Universal
Precaution

Ya

Universal
Precaution

Kegiatan Mencuci
tangan
Ya
Tidak

23,3

30

100

Penggunaan
masker dalam
tindakan
pengambilan
darah vena
Total

Sumber: Data primer

Sumber: Data primer

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30


Petugas Laboratorium yang bekerja di Instalasi
Patologi Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang diketahui bahwa 3 orang (10%)
petugas laboratorium menggunakan masker
dalam tindakan pengambilan darah vena dan
petugas laboratorium 27 orang (90%) tidak
menggunakan masker.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30


Petugas Laboratorium yang bekerja di Instalasi
Patologi Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang diketahui bahwa 23 orang
(76,6%) petugas laboratorium melakukan kegiatan
mencuci tangan sesudah penggunaan handscoen
dalam tindakan pengambilan darah vena dan
petugas laboratorium 23 orang (76,6%) yang tidak
melakukan kegiatan mencuci tangan sesudah
penggunaan handscoen.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

60

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 4.5 Penggunaan Jubah Steril oleh Petugas


Laboratorium dalam melakukan tindakan
pengambilan darah vena di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang bulan Juni 2011
Universal Precaution
Penggunaan
jubah steril
dalam
tindakan
pengambilan
darah vena
Total

Ya
n

11

11

36,6

36,6

Tidak
n
%

19

19

63,3

63,3

Tabel 4.7 Pengelolaan alat bekas pakai dengan


pencucian oleh
Petugas Laboratorium dalam
melakukan tindakan pengambilan darah vena di
Instalasi Patologi Klinik BLUD Rumah Sakit
Umum Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang bulan
Juni 2011

Total
%

100

Dekontaminasi
alat-alat perawatan bekas pakai

30

100

Total

30

100

Tidak
n
%

100

Pencucian
alat-alat
perawatan
bekas
pakai

30

100

100

100

Total

30

100

100

Sumber: Data primer


Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30
petugas laboratorium yang bekerja di Instalasi
Patologi Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang diketahui bahwa 30 orang
(100%)
petugas
laboratorium
melakukan
pencucian alat-alat perawatan bekas pakai.
Tabel 4.8 Pengelolaan alat bekas pakai dengan
Sterilisasi oleh
Petugas Laboratorium dalam
melakukan tindakan pengambilan darah vena di
Instalasi Patologi Klinik BLUD RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang bulan Juni 2011

Total
%

100

Universal
Precaution

Ya
n

Tidak
n
%

Total
%

Sterilisasi
terhadap alatalat perawatan
bekas pakai
Total

30

100

100

100

30

100

100

100

Sumber: Data primer


0

100

100

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30


petugas laboratorium yang bekerja di Instalasi
Patologi Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang diketahui bahwa 30 orang
(100%)
petugas
laboratorium
melakukan
sterilisasi alat-alat perawatan bekas pakai.

Sumber: Data primer


Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30
petugas laboratorium yang bekerja di Instalasi
Patologi Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang diketahui bahwa 30 orang
(100%) petugas laboratorium melakukan proses
dekontaminasi alat-alat perawatan bekas pakai.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Total

100

Tabel 4.6 Pengelolaan alat bekas pakai secara


dekontaminasi oleh Petugas Laboratorium dalam
melakukan tindakan pengambilan darah vena
di Instalasi Patologi Klinik BLUD Rumah Sakit
Umum Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang bulan
Juni 2011
Ya

Tidak

100

Sumber: Data primer


Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30
Petugas Laboratorium yang bekerja di Instalasi
Patologi Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang diketahui bahwa 11 orang
(36,6%) petugas laboratorium menggunakan
jubah steril dalam tindakan pengambilan darah
vena dan petugas laboratorium 19 orang (63,3%)
tidak menggunakan jubah steril.

Universal Precaution

Ya

Universal
Precaution

61

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 4.9 Pengelolaan alat bekas pakai dengan


penyimpanan oleh Petugas Laboratorium dalam
melakukan tindakan pengambilan darah vena di
Instalasi Patologi Klinik BLUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang bulan Juni 2011
Universal Precaution
Penyimpanan
alat-alat
perawatan
setelah
sterilisasi
Total

Ya

Tidak
N
%

Total
%

30

100

100

100

30

100

100

100

Sumber: Data primer


Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30
petugas
laboratorium
yang bekerja di
laboratorium RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang diketahui bahwa 30 orang (100%)
petugas laboratorium melakukan penyimpanan
terhadap alat-alat perawatan setelah sterilisasi
dalam wadah khusus yang steril.
Tabel 4.10 Pengelolaan Limbah Klinis Dengan
Cara Pemilahan oleh Petugas Laboratorium
dalam melakukan tindakan pengambilan darah
vena di Instalasi Patologi Klinik BLUD RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang bulan Juni 2011
Universal
Precaution

Ya

Tidak
n
%

Total
%

Pengelolaan
limbah klinis
dengan cara
pemilahan

30

100

100

100

Total

30

100

100

100

Sumber: Data primer


Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30
petugas laboratorium yang bekerja di
Instalasi
Patologi Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang diketahui bahwa 30 orang
(100%)
petugas
laboratorium
melakukan
pemilahan terhadap limbah baik berupa sampah
padat maupun cair dengan menyediakan wadah
yang sesuai dengan jenis sampah.
Pembahasan
Peneliti melakukan kegiatan penelitian
sendiri, dimana setiap harinya peneliti melakukan
observasi terhadap 3 (tiga) orang petugas
laboratorium untuk setiap shift baik di
laboratorium Induk maupun di laboratorium IRD,
dan akan berlanjut pada petugas lainnya pada shift
pagi dan siang berikutnya. Hal ini berlaku untuk
ke dua laboratorium sehingga dari 30 petugas
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

laboratorium yang ada semuanya dilakukan


observasi dan wawancara dalam waktu efektif 30
hari.
Dalam kegiatan observasi dan wawancara,
peneliti
mengawali
kegiatan
dengan
mengidentifikasi prosedur tindakan pengambilan
darah vena. Dari hasil identifikasi kegiatan
tersebut peneliti melakukan penilaian terhadap
petugas laboratorium berdasarkan instrument yang
ada.
Mencuci tangan sebelum penggunaan
handscoen dalam tindakan pengambilan darah
vena
Hasil penelitian terhadap 30 petugas
laboratorium yang bekerja di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang diketahui bahwa 26 orang petugas
laboratorium (86,6%) tidak melakukan kegiatan
mencuci tangan.
Dari hasil wawancara terhadap 30 petugas
laboratorium diperoleh penjelasan bahwa tidak
semua petugas laboratorium
mencuci tangan
sebelum penggunaan handscoen dalam melakukan
tindakan pengambilan darah vena. Ada dua alasan
para petugas laboratorium tidak mencuci tangan
sebelum melakukan tindakan pengambilan darah
vena pada pasien yaitu :
Kelalaian, yaitu para petugas laboratorium
tahu tentang pentingnya mencuci tangan namun
petugas laboratorium lupa untuk melakukannya.
Tidak ada sanksi baik lisan maupun tertulis
bilamana para petugas laboratorium tidak
menerapkan universal precaution termasuk tidak
mencuci tangan sebelum melakukan tindakan
pengambilan darah vena.
Dari hasil observasi diperoleh gambaran
bahwa walaupun telah tersedia sarana untuk
mencuci tangan, termasuk protap mencuci tangan
namun para petugas laboratorium tidak
melakukan kegiatan mencuci tangan.
Mencuci tangan merupakan teknik dasar
yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan infeksi. Tujuan mencuci tangan
adalah untuk membuang kotoran dan organisme
yang menempel dari tangan dan mengurangi
jumlah mikroba total pada saat itu. Cuci tangan
harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan
sesudah melakukan tindakan walaupun memakai
handscoen atau alat pelindung lain untuk
menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme
yang ada di tangan sehingga, penyebaran penyakit
dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari
infeksi. Cuci tangan dilakukan pada saat sebelum
memeriksa (kontak langsung dengan pasien),
memakai sarung tangan ketika akan melakukan
penyuntikan dan pemasangan infus (Emaliyanda,
62

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

2007).

Menurut hasil survey di RSPI Sulianti Suroso


menjelaskan, meski sarana dan prasarana serta
standar operasional prosedur telah tersedia,
petugas tidak mencuci tangan setelah melakukan
tindakan (Rahmawati, 2008)
Setelah melakukan tindakan perawatan
pasien kemungkinan telah terjadi pencemaran
misalnya setelah memeriksa pasien, setelah
memegang alat-alat bekas pakai, menyentuh
selaput mukosa, darah dan cairan tubuh lainnya,
setelah dari toilet, dan setelah bersin atau batuk,
oleh karena itu harus segera dilakukan cuci tangan
(Emaliyanda, 2007).
Hal ini menunjukan bahwa petugas
laboratorium yang tidak mencuci tangan berperan
dalam penyebaran infeksi di rumah sakit.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ignac F.


Semmelweis pada satu bagian di Rumah Sakit
Umum Viena menemukan bahwa 600-800 ibu
meninggal setiap tahunnya akibat demam setelah
persalinan, penyebab demam adalah infeksi yang
berasal dari tangan petugas (Depkes, 2003).
Hal ini menunjukan bahwa petugas
laboratorium yang tidak mencuci tangan berperan
dalam penyebaran infeksi di rumah sakit.
Mencuci tangan sesudah penggunaan
handscoen dalam tindakan pengambilan darah
vena
Hasil penelitian terhadap 30 Petugas
Laboratorium yang bekerja di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang diketahui bahwa 7 orang (23,3%) petugas
laboratorium tidak melakukan kegiatan mencuci
tangan sesudah penggunaan handscoen dalam
tindakan pengambilan darah vena dan petugas
laboratorium 23 orang (76,6%) yang mencuci
tangan.
Dari hasil wawancara terhadap 30 petugas
laboratorium diperoleh penjelasan bahwa tidak
semua petugas laboratorium
mencuci tangan
sesudah penggunaan handscoen dalam melakukan
tindakan pengambilan darah vena. Ada dua alasan
para petugas laboratorium tidak mencuci tangan
sesudah melakukan tindakan pengambilan darah
vena pada pasien yaitu :
Kesibukan kerja yang tinggi
Para petugas laboratorium menjelaskan
bahwa bila mencuci tangan untuk setiap tindakan,
membutuhkan waktu yang lama, sedangkan para
petugas laboratorium menginginkan agar tindakan
yang mereka lakukan dapat selasai dengan cepat
dan tepat waktu.
Kelalaian
Petugas laboratorium tahu bahwa setelah
kontak fisik atau cairan tubuh pasien, harus
dilakukan cuci tangan oleh karena kemungkinan
telah terjadi penempelan mikroorganisme pada
kulit, namun para petugas laboratorium lupa untuk
melakukannya.
Sebagian petugas laboratorium selalu
mencuci tangan setelah selesai melakukan
tindakan pengambilan darah vena pada pasien
mengingat kasus HIV tindakan pengambilan darah
vena dan AIDS yang terjadi saat ini di wilayah
Kupang dan sekitarnya.
Dari hasil observasi diperoleh gambaran
bahwa setelah selesai melakukan tindakan
pengambilan darah vena, sebagian besar petugas
laboratorium tidak langsung mencuci tangan,
tetapi langsung kontak dengan pasien berikutnya.
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Penggunaan Universal Precaution


Handscoen
Hasil penelitian
terhadap 30 petugas
laboratorium yang bekerja di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W.Z. Johannes
Kupang diketahui bahwa 17 orang (56,6%)
petugas laboratorium menggunakan handscoen
disposable dalam tindakan pengambilan darah
vena dan 13 orang (43,3%) petugas laboratorium
tidak
menerapkan penggunaan handscoen
disposible.
Handscoen harus selalu digunakan pada
saat melakukan tindakan yang kontak atau
diperkirakan akanterjadi kontak dengan darah,
cairan tubuh, secret, kulit yang tidak utuh, selaput
lender pasien dan benda terkontaminasi
(Emaliyanda, 2007). Handscoen harus diganti
pemakaian setiap melakukan kontak dengan satu
pasien ke pasien lainnya untuk mencegah
pencemaran/penularan silang (Rohani dan Setio,
2010).
Penggunaan handscoen bertujuan untuk
melindungi tangan dari kontak dengan darah.
handscoen bersih adalah handscoen yang
didesinfeksi tingkat tinggi dan digunakan sebelum
tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir.
Misalnya tindakan medis pemeriksaaan dalam,
merawat luka terbuka (Tiedjen, 2004).
Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar
petugas laboratorium berisiko terjadi kejadian
kontak dengan darah, cairan tubuh lainnya dan
benda yang terkontaminasi, sehingga berisiko pula
untuk terjadi infeksi nasokomial seperti HIV,
AIDS, dan Hepatitis baik terhadap petugas
maupun pasien.
Masker
Hasil penelitian terhadap 30 Petugas
Laboratorium yang bekerja di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
63

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Kupang diketahui bahwa 3 orang (10%) petugas


laboratorium menggunakan masker dalam
tindakan pengambilan darah vena dan petugas
laboratorium 27 orang (90%) tidak menggunakan
masker. Dari hasil wawancara terhadap 30 orang
petugas laboratorium diperoleh penjelasan
bahwa :
Kesibukan kerja yang tinggi, para petugas
laboratorium menjelaskan bahwa bila mencuci
tangan untuk setiap tindakan, membutuhkan
waktu yang lama, sedangkan para petugas
laboratorium menginginkan agar tindakan yang
mereka lakukan dapat selasai dengan cepat dan
tepat waktu.
Sebagian besar petugas laboratorium tidak
menggunakan handscoen disposable pada semua
pasien, terkecuali pada pasien dengan kasus HIV
dan AIDS (kode B 20), karena para petugas
laboratorium beranggapan bahwa panyakit paling
berbahaya adalah HIV dan AIDS.
Dari hasil observasi diperoleh gambaran
bahwa walaupun ada persediaan handscoen
namun dalam tindakan pengambilan darah pada
pasien sebagian besar petugas laboratorium tidak
menggunakan handscoen disposable.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Yusran di Rumah Sakit Umum
Daerah Abdoel Muluk Bandar Lampung,
dijelaskan bahwa telah terjadi kontak darah pasien
terhadap perawat akibat tidak menggunakan
handscoen sebanyak 124 kasus (64,9%) periode 6
(enam) bulan.
Dari hasil wawancara terhadap 30 petugas
laboratorium diperoleh penjelasan bahwa :
Alasan Petugas laboratorium tidak
memakai masker adalah karena merasa tidak
nyaman dengan pernapasan
Kelalaian, dimana petugas laboratorium
tahu akan fungsi masker tapi lupa karena
kesibukan yang tinggi.
Tidak ada sanksi atau teguran baik secara
lisan maupun tertulis terhadap petugas
laboratorium yang tidak menerapkan universal
precaution khususnya tentang pemakaian masker.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Yusran di Rumah Sakit Umum
Daerah Abdoel Muluk Bandar Lampung,
dijelaskan untuk penggunaan alat pelindung diri
(APD) seperti pelindung wajah (masker) masih
rendah.
Masker harus cukup besar untuk menutupi
hidung, muka bagian bawah, rahang, dan semua
rambut muka, masker dipakai untuk menahan
cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan
atau petugas bedah bicara, batuk, atau bersin dan
juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

tubuh yang terkontaminasi masuk kedalam hidung


atau mulut petugas kesehatan (Tiedjen, 2004)
Hal ini menunjukan bahwa seluruh petugas
laboratorium atau pasien beresiko terhadap
kejadian infeksi silang baik dari petugas
laboratorium kepada pasien atau dari pasien ke
petugas laboratorium melalui batuk atau bersin
sehingga rentan untuk terjadi infeksi saluran
pernapasan dan tuberculosis.
Jubah steril
Hasil penelitian terhadap 30 Petugas
Laboratorium yang bekerja di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang diketahui bahwa 11 orang (36,6%)
petugas laboratorium menggunakan jubah steril
dalam tindakan pengambilan darah vena dan
petugas laboratorium 19 orang (63,3%) tidak
menggunakan jubah steril.
Jubah pelindung (pakaian khusus) sebagai
cara untuk menutupi daerah tidak steril tanpa
mengkontaminasi bagian luar dari jubah. Tujuan
pemakaian jubah steril adalah meminimalisasi
risiko infeksi (Kusyati, 2006).
Hal ini menunjukan bahwa seluruh petugas
laboratorium atau pasien beresiko terhadap
kejadian infeksi baik dari petugas dari pasien ke
petugas laboratorium.
Pengolahan alat kesehatan bekas pakai
Dekontaminasi
Hasil penelitian terhadap 30 petugas
laboratorium yang bekerja di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang diketahui bahwa 30 orang (100%)
petugas
laboratorium
melakukan proses
dekontaminasi alat-alat perawatan bekas pakai.
Dari hasil wawancara terhadap 30 petugas
laboratorium diperoleh penjelasan bahwa para
petugas laboratorium melakukan dekontaminasi
setelah selesai tindakan pengambilan darah vena.
Dari hasil observasi diperoleh gambaran bahwa
petugas laboratorium melakukan dekontaminasi
dengan segera setelah selesai melakukan tindakan
pada ruang pencucian.
Dekontaminasi adalah menghilangkan
mikroorganisme pathogen dan kotoran dari suatu
benda sehingga aman untuk pengelolaan
selanjutnya. Cara dekontaminasi yang lazim
dilakukan adalah dengan merendam alat
kesehatan dalam larutan desinfectan, misalnya
klorin 0,5%, selama 10 menit (Depkes RI, 2003).
Hal ini menunjukan bahwa alat-alat yang
didekontaminasi
tidak
menjadi
tempat
berkembangnya
mikroorganisme
penyebaran
infeksi.

64

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Pencucian
Hasil penelitian terhadap 30 petugas
laboratorium yang bekerja di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang diketahui bahwa 30 orang (100%)
petugas laboratorium melakukan pencucian alatalat perawatan bekas pakai. Dari hasil wawancara
terhadap 30 petugas laboratorium diperoleh
penjelasan bahwa para petugas laboratorium
melakukan pencucian setelah selesai tindakan
pengambilan darah vena selalu menggunakan
handscoen rumah tangga. Setelah pencucian
dilanjutkan dengan pengeringan
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
kotoran yang kasat mata dengan cara mencuci
dengan air, sabun/deterjen, dan sikat (Depkes RI,
2003).
Hal ini menunjukan bahwa alat-alat yang
didekontaminasi
tidak
menjadi
tempat
berkembangnya
mikroorganisme penyebaran
infeksi.
Sterilisasi
Hasil penelitian terhadap 30 petugas
laboratorium yang bekerja di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang diketahui bahwa 30 orang (100%)
petugas laboratorium melakukan sterilisasi alatalat perawatan bekas pakai.
Dari hasil wawancara terhadap 30 petugas
laboratorium diperoleh penjelasan bahwa para
petugas laboratorium melakukan pencucian akan
dilanjutkan dengan sterilisasi
setelah selesai
tindakan yang digunakan adalah secara fisik
melalui pemanasan kering.
Dari hasil l observasi diperoleh gambaran
bahwa sebelum selesai shift petugas laboratorium
selalu melakukan sterilisasi terhadap alat-alat
perawatan yang dipakai.
Sterilisasi yaitu proses menghilangkan
seluruh mikroorganisme termasuk endosporanya
dari alat kesehatan. Cara sterilisasi yang sering
dilakukan adalah dengan uap panas bertekanan,
pemanasan kering, gas etilin oksida, dan zat kimia
cair. Dengan kata lain, penggolongan cara
sterilisasi juga dapat dikategorikan cara fisik
seperti pemansan, radiasi, filtrasi, dan cara
kimiawi dengan menggunakan zat kimia (Depkes
RI, 2003).
Hal ini menunjukan bahwa alat-alat yang
disterilisasi tidak menjadi tempat berkembangnya
mikroorganisme penyebaran infeksi.
Penyimpanan
Hasil penelitian terhadap 30 petugas
laboratorium yang bekerja di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang diketahui bahwa 30 orang (100%)
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

petugas laboratorium melakukan penyimpanan


tehadap alat-alat perawatan setelah sterilisasi
dalam wadah khusus yang steril. Dari hasil
wawancara terhadap 30 petugas laboratorium
diperoleh penjelasan bahwa setelah sterilisasi, alat
-alat perawatan pasien langsung disimpan dalam
wadah khusus yang steril, bilaman alat-alat
tersebut dibutuhkan untuk perawatan pasien, maka
harus diambil menggunakan handscoen yang
steril bila ada atau menggunakan nalvoeder. Hal
ini
mencegah
terjadinya
transmisi
mikroorganisme terhadap alat-alat tersebut.
Dari hasil observasi diperoleh gambaran
bahwa alat-alat perawatan setelah disterilisasikan
disimpan dalam wadah khusus berupa baki atau
tromol yang terbuat dari logam dan disimpan
dalam lemari kaca.
Penyimpanan yang baik sama pentingnya
dengan proses sterilisasi atau desinfeksi itu
sendiri. Penyimpanan alat dalam wadah yang
steril dan tertutup apabila yakin tetap steril paling
lama satu minggu, tetapi kalau ragu-ragu harus
disterilkan kembali. Ruang tempat penyimpanan
peralatan harus selalu dalam keadaan bersih,
lemari, dinding, dan lantai harus bebas debu, oleh
karena itu harus dibersihkan setiap hari dengan
penyedot debu (Depkes RI, 2003).
Hal ini menunjukan bahwa alat-alat
perawatan tersebut tidak mudah terkontaminasi
petugas laboratorium melakukan penyimpanan
terhadap alat-alat perawatan setelah sterilisasi
dalam wadah khusus yang steril.
Pengelolaan limbah
Hasil penelitian terhadap 30 petugas
laboratorium yang bekerja di Instalasi Patologi
Klinik BLUD RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang diketahui bahwa 30 orang (100%)
petugas laboratorium melakukan pemilahan
terhadap limbah baik berupa sampah padat
maupun cair dengan menyediakan wadah yang
sesuai dengan jenis sampah.
Dari hasil wawancara diperoleh penjelasan
bahwa di ruang tindakan pengambilan darah
pasien telah disediakan wadah penampungan
limbah baik kering maupun basah. Setiap wadah
tidak di beri label khusus namun untuk
membedakan jenis wadah yang berbeda warna.
Misalnya warna hitam untuk jenis limbah padat
seperti plastik, kasa atau perban dan bekas
pengambilan darah dimasukan ke dalam wadah
yang terbuat dari bahan plastik yang kuat dan
memiliki penutup.
Dari proses pengangkutan limbah dari
ruang laboratorium ketempat pembuangan
sementara, dilakukan oleh cleaning service,
limbah cair hasil pencucian alat-alat bekas dalam
65

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

tindakan pengambilan darah vena dialirkan


kedalam lubang pembuangan.
Dari hasil observasi diperoleh gambaran
bahwa dalam ruang tindakan pengambilan darah
vena memiliki tempat pembuangan sampah
sementara untuk masing-masing jenis sampah.
Wadah penampungan terbuat dari plastik,
memiliki penutup dan tahan bocor.
Limbah dari laboratorium (darah, urine,
dahak, biakan mikroorganisme, dan lain-lain)
dianggap tercemar.
Pembuangan limbah/
pengelolaan limbah yang benar dimulai dari
pemilahan limbah ditempat yang menjadi sumber/
limbah tersebut dihasilkan. Semua petugas harus
mengerti dan pernah dilatih tentang bagaimana
penanganan limbah yang benar (Rohani & Setio,
2010).
Hal ini menunjukan bahwa petugas
laboratorium yang menangani limbah tidak ada
kemungkinan terinfeksi.
Kesimpulan dan saran
Kesimpulan
Dari 30 petugas laboratorium yang
bekerja di Instalasi Patologi Klinik BLUD RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang diketahui
bahwa 26 orang (86,6%) petugas laboratorium
tidak melakukan kegiatan mencuci tangan
sebelum penggunaan handscoen.
23 orang
(76,6%) tidak melakukan kegiatan mencuci
tangan sesudah penggunaan handscoen. 17 orang
(56,6%) petugas laboratorium menggunakan
handscoen
disposable
dalam
tindakan
pengambilan darah vena dan 13 orang (43,3%)
petugas
laboratorium
tidak
menerapkan
penggunaan handscoen disposable. Petugas
laboratorium 27 orang (90%) tidak menggunakan
masker. 19 orang (63,3%) tidak menggunakan
jubah steril dan 30 orang (100%) petugas
laboratorium melakukan pengelolaan alat
kesehatan.
Dengan
demikian
petugas
laboratorium sangat berisiko terjadi infeksi
nasokomial.
Saran
Bagi Instalasi Patologi Klinik BLUD Rumah
Sakit Umum Daerah. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang
Menerapkan sistem universal precaution
yang memadai demi mencegah terjadi resiko
infeksi nasokomial melalui pengadaan alat
pelindung termasuk standar operasional prosedur
bagi petugas laboratorium sebagai pelaksana
tindakan pengambilan darah vena. Peningkatan
pengetahuan melalui pelatihan tentang universal
precaution bagi tenaga kesehatan khususnya
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

petugas laboratorium. Perlu adanya penambahan


tenaga guna meningkatkan pelayanan yang
optimal.
Bagi peneliti selanjutnya
Penulis sangat berharap peneliti lain untuk
dapat melakukan penelitian yang serupa yang
bertujuan memberikan bahan informasi yang
penting demi peningkatan kewaspadaan universal di
rumah sakit
Daftar Pustaka
Basford and Slevin, 2006. Teori dan Praktik
Keperawatan, Jakarta : EGC
Depkes RI (2005). Rencana Kerja Jangka
Menengah
2005-2009
Peningkatan
Perawatan, Dukungan dan Pengobatan
untuk ODHA dan Pencegahan HIV/AIDS
di Indonesia, Jakarta
Darmadi, 2008. Infeksi Nasokomial Problematika
dan Pengendaliannya, Jakarta: Salemba
Medika
Emaliyanda, 2007. Tindakan kewaspadaan
Universal
Sebagai
Upaya Untuk
Mengurangi Risiko penyebaran infeksi,
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Endjang, 2006. Mikrobiologi dan Parasitologi,
Bandung : Citra Adithya Bakti
Jurnal Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan
Kerja. 2010. Universitas Nusa Cendana,
NTT.
Kusyati, 2006. Keterampilan dan Prosedur
Laboratorium, Jakarta: EGC
Notoatmojo,
2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka cipta
Nursalam dan Ninuk, 2007. Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Terinfeksi. Jakarta: Salemba
Medika.
Nursalam,
2009. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,
Jakarta: Salemba Medika
Rohani dan Setio,
2010. Panduan Praktik
Keperawatan, Yogjakarta: PT. Cipta Aji
Parama
Saryono, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan,
Jogjakarta: Mitra Cendikia Press
Tietjen, 2004. Panduan Pencegahan Infeksi untuk
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wahjono, 2007. Peran Mikrobiologi Klinik Pada
penyakit infeksi, Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
66

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

THE PICTURE OF SELF CONCEPT POSTPARTUMS MOTHER AT


PUSKESMAS BAKUNASE KUPANG CITY
Belandina Nggadas*
ABSTRACT
The picture of self concept constitutes all type collect thoughts, confidence and trust that makes someone to
know about her and regards relationship with other people.
Design observationaling to constitute research
framework that will be done to variable. Observational type that is utilized in this research is observational
descriptive with population all postpartum's mother that is nursed on cares ministering unit at Puskesmas
Bakunase Kupang City that total 47 person (Year November period 2012). By use of Totaled Sampling. Result
research that took by total sample as much 47 respondents about pictures self mother postpartum. Base research
points out that reponden has age 20 - 25 years 100%. Meanwhile old respondent< 20 years 0%, and age> 35
years 0% constitute reproduction age for someone for can motivate self get concept picture self as much as
possible, therefore in understands a
period will a lot easier and get to add concept picture self. More and more
age or getting someone old therefore will have chance and more time so long in get information and science about
concept picture self, but on
observational result at Puskesmas Bakunase aged mussel City that younger its
science reducing. Seeing this
observational result therefore needs to mark sense attention of health officer to
give support and health education about concept picture self mother postpartum.
Key word

: Self concept

Latar Belakang
Masa nifas merupakan hal penting untuk
diperhatikan guna menurunkan angka kematian
ibu dan bayi di Indonesia. Dari berbagai
pengalaman dalam menaggulangi kematian ibu
dan bayi di banyak negara, para pakar kesehatan
menganjurkan upaya pertolongan difokuskan
pada periode intrapartum. Upaya ini terbukti telah
menyelamatkan lebih dari separuh ibu bersalin
dan bayi baru lahir yang di sertai dengan penyulit
proses persalinan atau komplikasi yang
mengancam keselamatan jiwa. Namun tidak
semua intervensi yang sesuai bagi suatu negara
dapat dengan dijalankan dan memberi dampak
menguntungkan bila diterapkan di negara lain.

setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah


alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan
sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari
adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena
proses persalinan (Saleha, 2009).
Masa nifas merupakan masa yang paling
rawan bagi ibu, karena sekitar 60% kematian ibu
terjadi setelah melahirkan dan 40% kematian
masa nifas terjadi 24 jam pertama setelah
persalinan. Di antaranya disebabkan oleh adanya
komplikasi masa nifas, selama ini pendarahan
pasca persalinan merupakan penyebab kematian
ibu, selain itu sering terjadi infeksi nifas,
pendarahan masa nifas, saluran kemih dan
patologi menyusui (Saleha, 2009).
Masa nifas atau puerperium di mulai sejak
1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6
minggu (40 hari) setelah itu, pelayanan pasca
persalinan harus terselenggara pada masa itu
untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang
meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan
pengobatan komplikasi dan penyakit yang
mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan
pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan,
imunisasi, dan nutrisi bagi ibu.
Periode pascapersalinan meliputi masa
transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarganya
secara fisiologis, emosional dan social, baik di
negara maju maupun di negara berkembang,
perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak
tertuju pada masa kehamilan dan persaliana,
sementara keadaan yang sebenarnya justru

Masa nifas adalah masa sesudah


persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan
kembali organ kandungan seperti sebelum
hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu.
Asuhan kebidanan masa nifas adalah
penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada
pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi
sampai dengan kembalinya tubuh dalam
keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati
keadaan sebelum hamil. Periode masa nifas
(puerperium) adalah periode waktu selama 6-8
minggu setelah persalinan, proses ini di mulai
* Pengajar STIKes Maranatha Kupang

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

67

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

merupakan kebalikannya, oleh karena resiko


kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering
terjadi pada masa pascapersalianan. Keadaan ini
terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi,
disamping ketidak tersediaan pelayanan atau
rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam
menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup
berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan
kesehatan
juga
menyebabkan rendahnya
keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini
serta penatalaksanaan yang adekuat terhadap
masalah dan penyakit yang timbul pada masa
pasca persalinan.
Masa pasca persalinan adalah fase khusus
dalam kehidupan ibu serta bayi, bagi ibu yang
mengalami persalianan untuk pertama kalinya,
ibu menyadari terjadinya perubahan kehidupan
yang sangat bermakna selama hidupnya. Keadaan
ini ditandai dengan perubahan emosional,
perubahan fisik secara dramatis, hubungan
keluarga dan aturan serta penyesuaian terhadap
aturan yang baru. Termasuk didalamnya
perubahan dari seorang perempuan menjadi
seorang ibu di samping masa pascapersalinan
mungkin menjadi masa perubahan dan
penyesuaian sosial atau pun perseorangan
(individual).
Perdarahan
pascapersalinan
merupakan penyebab utama dari
150.000
kematian ibu setiap tahun di dunia dan hampir 4-5
kematian karena perdarahan pascapersalinan
terjadi dalam waktu 4 jam setelah persalinan.
Salah satu penyebab terpenting terjadinya
kematian ibu didunia, yang melibatkan 150.000
kematian dalam satu tahun, terutama terjadi
dinegara berkembang. Sebagian besar dari
kematia ibu (88%) terjadi dalam waktu 4 jam
setelah persalinan. (Prawirohardja, 2009).
Secara umum sebagian besar wanita
mengalami gangguan emosional setelah
melahirkan (Regina dkk,
2001). Bentuk
gangguan postpartum yang umumnya adalah
depresi, mudah marah dan terutama mudah
frustasi, serta emosional. Gangguan mood selama
periode postpartum merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi pada wanita,
baik primipara maupun multipara. Menurut DSMIV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam
gangguan mood dan onsetgejalanya adalah dalam
4 minggu pascapersalinan. Sebagian perempuan
menganggap
bahwa
masa-masa
setelah
melahirkan adalah masa-masa sulit yang akan
menyebabkan mereka mengalami tekanan secara
emosional. Gangguan-gangguan psikologis yang
muncul akan mengurangi kebahagian yang
dirasakan, dan sedikit banyak mempengaruhi
hubungan anak dan ibu dikemudian hari,
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

khususnya pengaruh penerimaan (respon) ibu


terhadap bayi baru lahir.
Pada saat proses pelahiran selesai, proses
yang baru dimulai sama pentingnya untuk masa
depan keluarga. Sebagian awalan, ketika ibu
mulai merasa bisa terbuka terhadap bayi baru
lahir dan bayi berada dalam periode reaktivitas
pertamanya, hal ini merupakan pengalaman baru
yang paling berharga untuk bonding. Klaus dan
kanel menekankan pentingnya periode sensitive
setelah proses kelahiran. Gagasan mengenai
periode sensitive dapat dilihat pada perilaku awal
orang tua yang menemui bayi baru lahir mereka,
ketika tiba-tiba atau dengan lembut orang tua
mengeksplorasi tubuh bayi baru lahir, mengubah
intonasi dan ritme suara mereka menjadi lembut,
serta mengambil posisi muka dengan muka yang
berhadapan dengan anak mereka.
Delapan puluh lima persen wanita
mengalami gangguan mood atau suasan hati
setelah melahirkan yang dapat mempengaruhi
banyak hal, terutama respons atau penerimaan
terhadap bayi baru lahir. Sebagian besar dari
mereka mengalami apa yang disebut dengan baby
blues,
sedangkan kurang lebih
10-15%
mengalami depresi pascapersalinan atau yang
kenal dengan istilah postpartum depression.
Baby blues atau postpartum blues adalah
suatu gangguan psikologis sementara yang
ditandai dengan memuncaknya emosi pada
minggu pertama setelah melahirkan. Suasana hati
yang paling utama adalah kebahagian, namun
emosi penderita menjadi labil. Gejala yang dapat
muncul yaitu insomnia, sering menangis, depresi,
cemas, konsentrasi menurun, dan mudah marah.
Meningkatnya sensitivitas pada periode pasca
persalinan
membutuhkan banyak sekali
penyesuaian dan pembiasaan diri. Oleh karena itu,
ibu harus cepat pulih kembali dari perasaan
tersebut, ibu harus belajar bagaimana merawat
bayi, dan ibu perlu belajar merasa puas atau
bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai
seseorang ibu, karena bayi yang dilahirkannya
amat membutuhkan belaian dan kasih sayang
seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau
kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang
lahir atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan
menigkatkan sensitivitas ibu (Santrock, 2002).
Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita
dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya
sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulanbulan pertama setelah melahirkan, tetapi sebagian
lainnya tidak berhasil menyesuiakan diri dan
mengalami
gangguan-gangguan
psikologis
dengan berbagai gejala atau sindrom yang oleh
para peneliti dan klinis disebut postpartum blues.
68

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Berdasarkan buku Biological Bases Of


Human Sosial Behaviour (1974), Robert A Hinde,
menyatakan bahwa hubungan ibu dan bayi yang
baru lahir sebenarnya merupakan hubungan yang
paling menguntungkan. Seorang ibu tidak hanya
dibutuhkan oleh bayi, tetapi juga sangat
memerlukan kehadiran bayinya. Kebutuhan itu
berupa
kebutuhan
fisiologis
untuk
mengembalikan kondisi fisiknya
setelah
mengalami kehamilan dan kebutuhan psikologis
kebutuhan maternalitas yang sangat tinggi setelah
melahirkan. Hinde menyatakan, hal tersebut
berdasarkan penelitiannya mengenai perilaku
interaksi induk dengan bayi dari berbagai macam
binatang
sampai manusia,
penelitiannya
menunjukkan bahwa semakin baik perawatan
yang diterima induk atau ibu selama kehamilan,
akan semakin baik pula perlakuan induk tersebut
kepada bayinya apabila selama kehamilan induk
mengalami depresi dan kesepian sangat
mendalam (Saleha, 2009).
Berdasarkan data yang di peroleh dari
puskesmas Bakunase Kota Kupang pada bulan
September- Oktober -2012, atau dua bulan
terakhir ini yaitu jumlah ibu primi para adalah 36
pasien dan multi para 25 pasien.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti
tertarik untuk meneliti tentang Bagaimanakah
Gambaran Konsep Diri Ibu Postpartum. Konsep
diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang
secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal
dan membedakan dirinya dengan orang lain.
Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan
diri yang terpisah dari lingkungan dan
berkembang melalui kegiatan
eksplorasi
lingkungan melalui bahasa, pengalaman budaya
dan hubungan interpersonal, kemampuan pada
area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau
masyarakat serta aktualisasi diri dengan
merealisasikan potensi yang nyata.
Tujuan Penelitian untuk mengidentifikasi
gambaran konsep diri ibu post partum di
Puskesmas.

pendekatan non random sampling yaitu purposive


sampling artinya mengumpulkan sampel sesuai
dengan keinginan peneliti. Variabel penelitian ini
adalah variabel tunggal yaitu gambaran konsep
diri ibu postpartum di Puskesmas Bakunase Kota
Kupang. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner berupa pernyataan
tertutup sebanyak 20 pernyataan dimana body
image 4 pernyataan, ideal diri 4 pernyataan, harga
diri 4 pernyataan, peran diri 4 pernyataan,
identitas diri 4 pernyataan.
Hasil dan Pembahasan
Hasil

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Ibu


Postpartum berdasarkan Umur di Puskesmas
Bakunase Kota Kupang November 2012
Umur

Presentasi (%)

<20 tahun

20-35 tahun

47

100

>35 tahun

Jumlah

47

100

Sumber: Data Primer

Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa


dari 47 responden sebagian besar berumur 20-35
tahun 47 orang(100%).
Tabel 2 Distribusi Responden Ibu Postpartum
berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Bakunase
Kota Kupang November 2012
No

Pendidikan

SD

10.63

SMP

19

40.42

SMA

23

48.93

47

100

Jumlah

Persentasi (%)

Sumber: Data Primer

Bahan Dan Cara


Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode
yang digunakan adalah survey terhadap gambaran
konsep diri ibu postpartum di Puskesmas
Bakunase Kota Kupang. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua ibu postpartum yang
berkunjung ke Puskesmas Bakunase Kota Kupang
yaitu sebanyak 61 orang. Sedangkan sampel
dalam penelitian adalah semua ibu postpartum
yaitu 47 pasien. Untuk menyeleksi sampel atau
sampling dalam penelitian ini menggunakan
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

No

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa


dari 47 responden sebagian besar berpendidikan
SMA 23 orang ( 48.93%), sebagian kecil 5 orang
(10.63%) berpendidikan SMP dan 19 orang
(40.42%).

69

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 6 Distribusi frekuensi berdasarkan Harga Diri


Ibu Postpartum di Puskesmas Bakunase Kota
Kupang November 2012

Tabel 3 Distribusi responden Ibu Postpartum


berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Bakunase
Kota Kupang November 2012
N
o

Pekerjaan

IRT

Harga Diri

Presentasi (%)

Presentasi
Tinggi

45

95.74

40

(%)
85.10

Sedang

Swasta

14.8

Rendah

4.25

Jumlah

47

100

Jumlah

47

100

Sumber: Data Primer

Sumber: Data Primer

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa


dari 47 responden sebagian besar 40 orang
berpekerjaan IRT (85.10 %), dan sebagian kecil 7
orang berpekerjaan swasta (14.8%).

Berdasarkan tabel diatas menunjukan


bahwa Harga Diri Ibu postpartum yang menerima
dirinya tanpa syarat adalah harga diri tinggi
45orang (100%) dan sebagian rendah 2 orang
(4.25%).

Tabel 4 Distribusi responden Ibu Postpartum


berdasarkan Postpartum Hari ke di puskesmas
Bakunase Kota Kupang November 2012
No

Postpartum Hari
ke

< 7 hari

16

(%)
30.04

2
3

7-14 hari
>14 hari

27
4

57.44
8.51

Jumlah

47

100

Tabel 7 Distribusi frekuensi berdasarkan Peran


Diri Ibu Postpartum di Puskesmas Bakunase
Kota Kupang November 2012

Presentasi

Sumber: Data Primer

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa


dari 47 responden sebagian besar 27 postpartum
hari ke 7-14 hari (57.44 %),sebagian kecil < 7
hari 16 orang (30.04%) dan > 14 hari 4 orang
(8.51%).
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Gambaran Diri Ibu / Body image Postpartum di
Puskesmas Bakunase Kota Kupang
November 2012

Peran Diri

Presentasi %

Tinggi

47

100

Sedang

Rendah

Jumlah

47

100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel diatas menunjukan


bahwa Peran Diri Ibu postpartum tentang harapan,
standar perilaku, status, tugas atau peran yang di
emban dalam keluarga, kelompok dan masyarakat
adalah dengan kategori tinggi 47 orang (100%).
Tabel 8 Distribusi frekuensi berdasarkan Identitas
Diri Ibu Postpartum di Puskesmas Bakunase
Kota Kupang November 2012

0%

Identitas
Diri
Tinggi
Sedang
Rendah

F
46
0
1

Presentasi (%)
97.8
0
2.12

100%

Jumlah

47

100

Gambaran Diri

Presentasi (%)

Tinggi

47

47%

Sedang

0%

Rendah

Jumlah

47

Sumber: Data Primer

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel diatas menunjukan


bahwa gambaran diri ibu postpartum yang puas
dengan penampilan, area tubuh, kegemukan dan
ukuran tubuh dengan kategori tinggi 47 orang
(100%).

Berdasarkan tabel diatas menunjukan


bahwa Identitas Diri Ibu postpartum tentang
kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, keutuhan, konsistensi
dan keunikan individu adalah Identitas Diri
dengan kategori tinggi adalah 46 orang (97.8%)
dan sebagian rendah 1 orang (2.12%).

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

70

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 9 Distribusi frekuensi berdasarkan Ideal


Diri Ibu Postpartum di Puskesmas Bakunase
Kota Kupang November 2012
Ideal Diri

Presentasi (%)

Tinggi

47

100

Sedang

Rendah

Jumlah

47

100

(4.25%).
Konsep diri Harga Diri Ibu Postpartum
atau rasa kita tentang nilai diri, rasa ini adalah
suatu evaluasi dimana seseorang ibu postpartum
membuat atau mempertahankan diri, Harga diri
dapat dipahami dengan memikirkan hubungan
antara konsep diri ibu postpartum dan ideal diri..
Harga diri yaitu penilaian tentang nilai
personal yang diperoleh dengan menganalisa
seberapa baik perilaku seseorang ibu postpartum
sesuai dengan ideal dirinya.

Sumber: Data Primer

Peran diri ibu postpartum


Berdasarkan tabel diatas menunjukan
bahwa Peran Diri Ibu postpartum tentang harapan,
standar perilaku, status, tugas atau peran yang di
emban dalam keluarga, kelompok dan masyarakat
adalah dengan kategori tinggi 47 orang (100%).
Konsep Diri Peran diri Ibu Postpartum
adalah bagaimana harapan ibu postpartum
Pembahasan
terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas/peran
yang diembannya dalam keluarga, kelompok,
Gambaran Diri / body image Ibu Postpartum
masyarakat dan bagaimana kemampuan ibu
Berdasarkan tabel diatas menunjukan postpartum dalam melaksanakan tugas/peran
bahwa gambaran diri ibu postpartum yang puas tersebut.
dengan penampilan, area tubuh, kegemukan dan
ukuran tubuh dengan kategori tinggi 47 orang
Identitas diri ibu postpartum
(100%).
Berdasarkan tabel diatas menunjukan
Konsep diri body image Ibu Postpartum bahwa Identitas Diri Ibu postpartum tentang
yaitu kumpulan sikap ibu postpartum yang kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
disadari terhadap tubuhnya termasuk persepsi kesatuan, kesinambungan, keutuhan, konsistensi
masa lalu/sekarang perasaan tentang ukuran, dan keunikan individu adalah Identitas Diri
fungsi, penampilan dan potensi dirinya atau dengan kategori tinggi adalah 46 orang (97.8%)
bagaimana presepsi ibu postpartum terhadap dan sebagian rendah 1 orang (2.12%) orang.
tubuhnya.
Konsep Diri Identitas diri Ibu Postpartum
yaitu perorganisasian prinsip dari kepribadian ibu
Ideal diri ibu postpartum
postpartum . yang bertangung jawab terhadap
Berdasarkan tabel diatas menunjukan kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan
bahwa Ideal Diri Ibu postpartum tentang persepsi keunikan ibu postpartum.
bagaimana seharusnya berperilaku dalam posisi,
Hasil analisis berdasarkan hasil penelitian
status tugas/peran dan harapan terhadap yang diambil dengan jumlah sampel sebanyak 47
lingkungan adalah Ideal Diri dengan kategori orang responden tentang gambaran konsep diri ibu
tinggi 47 orang (100%).
postpartum. Berdasarkan penilitian menunjukan
Konsep Diri Ideal diri Ibu Postpartum yaitu bahwa responden memiliki umur 20-25 tahun
persepsi ibu postpartum tentang bagaimana 100%. Sedangkan responden yang berumur < 20
seharusnya berperilaku, bagaimana harapan ibu tahun 0%, umur > 35 tahun 0% merupakan usia
postpartum terhadap tubuhnya, posisi, status, reproduksi bagi seseorang untuk dapat memotifasi
tugas/peran dan harapan ibu postpartum terhadap diri memperoleh gambaran konsep diri yang
lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja,
sebanyak-banyaknya. Jadi semakin matang usia
lingkungan masyarakat).
seseorang maka dalam memahami suatu masalah
akan lebih mudah dan dapat menambah gambaran
Harga diri ibu postpartum
konsep diri.
Berdasarkan tabel diatas menunjukan
Semakin banyak umur atau semakin tua
bahwa Harga Diri Ibu postpartum yang menerima seseorang maka akan mempunyai kesempatan dan
dirinya tanpa syarat adalah harga diri tinggi 45 waktu yang lebih lama dalam mendapatkan
orang (95.75%) dan sebagian kecil rendah 2 orang
informasi dan pengetahuan tentang gambaran
Berdasarkan tabel diatas menunjukan
bahwa Ideal Diri Ibu postpartum tentang persepsi
bagaimana seharusnya berperilaku dalam posisi,
status tugas/peran dan harapan terhadap
lingkungan adalah Ideal Diri dengan kategori
tinggi 47 orang (100%).

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

71

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

konsep diri. Tapi pada hasil penilitian di


puskesmas
umur yang lebih
mudah
pengetahuannya kurang.
Hasil analisis juga dipengaruhi pendidikan
responden. Berdasarkan data diatas dapat
diketahui bahwa 5 responden berpendidikan SD
yaitu 10.63% , pendidikan SMP yaitu 19
responden dengan presentasi 40.42% pendidikan
SMA yaitu 23 responden dengan presentasi
48.93% .
Menurut Nursalam (2002) bahwa makin
tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Responden yang
berpendidikan tinggi akan mudah menyerap
informasi sehingga ilmu pengetahuan yang
dimiliki lebih tinggi namun sebaliknya yang
berpendidikan rendah akan mengalami hambatan
dalam penyerapan informasi sehingga ilmu yang
dimiliki juga lebih rendah yang berdampak pada
kehidupan.
Faktor lain disebabkan karena status
pekerjaan responden sebagian besar ibu rumah
tangga yaitu 40 responden dengan presentasi
85.10% sehingga responden memiliki waktu yang
cukup untuk mendapatkan informasi dan
pengetahuan yang baik.
Dengan demikian pemberian informasi
mengenai gambaran konsep diri ibu postpartum
yang diberikan akan mudah diterima responden
sehingga akan semakin termotivasi.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
ditabulasi dan dibahas maka dapat disimpulkan:
gambaran diri ibu postpartum yang puas dengan
penampilan, area tubuh, kegemukan dan ukuran
tubuh dengan kategori tinggi 47 orang (100%).
Ideal diri ibu postpartum tentang persepsi
bagaimana seharusnya berperilaku dalam posisi,
status tugas/peran dan harapan terhadap
lingkungan adalah ideal diri dengan kategori
tinggi 47 orang (100%). Harga diri ibu postpartum
yang menerima dirinya tanpa syarat adalah harga
diri tinggi 45 orang (95.75%) dan sebagian kecil
rendah 2 orang (4.25%). Peran diri ibu postpartum
tentang harapan, standar perilaku, status, tugas
atau peran yang di emban dalam keluarga,
kelompok dan masyarakat adalah dengan kategori
tinggi 47 orang (100%). Identitas Diri Ibu
postpartum tentang kepribadian yang bertanggung
jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,
keutuhan, konsistensi dan keunikan individu
adalah Identitas Diri dengan kategori tinggi adalah
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

46 orang (97.8%) dan sebagian rendah 1 orang


(2.12%) orang.
Saran
Institusi Pendidikan
Penulis menganjurkan agar
dapat
dijadikan hasil penelitian ini sebagai bahan
referensi mahasiswi terhadap pengetahuan yang
diperoleh.
Puskesmas
Agar lebih aktif memberikan penyuluhan
kesehatan tentang gambaran konsep diri ibu
postpartum di Puskesmas Bakunase Kota Kupang.
Bagi responden
Diharapkan dengan penelitian ini dapat
menambah wawasan dan orang tua (ibu) dalam
upaya meningkatkan perilaku gambaran konsep
diri ibu postpartum.
Daftar Pustaka
Saleha, S. 2009 Asuhan Kebidanan pada Masa
Nifas. Salemba Medika, Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2009 Ilmu Kebidanan. PT
Bina Pustaka, Jakarata.
Sujiyatini, dkk, 2010 Asuhan Ibu Nifas Askeb III.
Yokyakarta.
Azizah dan Lilik. 2011, Keperawatan Jiwa. Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Notoatmodjo, S, 2010 Metodologi Penelitian
Kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Saifudin dan Abdul. 2002, Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta.
Hinde dan Robert 1974, Biological Bases of
Human Sosial Behaviour.

72

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

KLIMAKTERIUM'S MOTHER SCIENCE AGE 45 50 YEARS ABOUT


MENOPAUSE AT PUSKESMAS TARUS
Virginia Moniz*
ABSTRACT
Menopause constitutes forerunner get eventual a part productive life on self a woman. To the effect
penelitan this is subject to be know klimakterium's mother science age
45 50 years about menopause.
Observational type that is utilized is observational descriptive. This observational population is ibi age mother 45
50 years at Puskesmas Tarus as much 54 person. Observational result a large part respondent has enough science
about menopause.
Key word

: Science, Menopause

Latar Belakang
Klimakterium bukan suatu keadaan
patologi, melainkan masalah peralihan yang
normal, yang berlangsung beberapa tahun
sebelum dan beberapa tahun sesudah
menopaus.Pada wanita dalam klimakterium terjdi
perubahan-perubahan tertentu, yang dapat
menimbulkan gangguan-gangguan ringan atau
kadang-kadang berat.Perubahan dan gangguan itu
sifatnya
berbeda-beda menurut waktunya
klimakterium. Pada permulaan klimakterium
kesuburan menurun, pada masa pramenopaus
terjadinya kelainan perdarahan, sedangkan
terutama pada masa pramenopaus terdapat
gangguan vegetative, psikis, dan organis
(Prawirohardjo, 2009).

terbangun di malam hari sehingga mengantuk di


siang hari. Wanita menopause juga merasakan
Pstress. Hal ini disebabkan takut akibat tidak bisa
menjalin hubungan seksual lagi dengan
pasangannya, merasa tidak berguna lagi.
Sedangkan wanita menopause mengalami depresi
yang disebabkan karena wanita yang menopause
merasa kehilangan kemampuan untuk memiliki
anak dan kehilangan daya tarik. Wanita merasa
tertekan karena kehilangan seluruh perannya
sebagai wanita dan harus menghadapi masa
tuanya (Aqila, 2010). Jika kecemasan, stress dan
depresi terus meningkat maka akan menyebabkan
penyakit Hipertensi, stroke bahkan bisa

Menopause
merupakan
pertanda
berakhirnya bagian kehidupan yang produktif
pada diri seorang wanita (Lestary, 2010). Pada
umumnya menopaus terjadinya pada usia sekitar
45-50 tahun (Aqila, 2010). Menurut Hurlock
(2002) sebelum memasuki usia lanjut, seorang
wanita akan melewati masa usia madya (usia
sebelum memasuki masa menopause). Garis batas
antara usia madya dan usia lanjut adalah 60
tahun.Usia madya dibagi menjadi dua yakni usia
madya dini yang membentang antara usia 40
hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang
membentang antara usia 50 hingga 60 tahun.
Seorang

organization) bahwa sindrom menopaus dialami


oleh banyak wanita hampir diseluruh dunia,
sekitar 70-80% wanita Eropa, 60%di Amerika,
57% di Malaysia, 18% di Cina dan 10% di Jepang
dan Indonesia (Urnobasuki, 2004).
Perkiraan usia harapan hidup orang
Indonesia adalah 75 tahun pada tahun 2025
(Siagian, 2003). Mengkatnya usia harapan hidup
wanita Indonesia berdampak pada meningkatnya
jumlah wanita usia lanjut (lansia) di Indonesia.
Pada tahun 1980 jumlah lansia hanya 7,9 juta
orang. Pada tahun 2006 angkanya malejit hingga
lebih dua kali lipat menjadi 19 juta orang. Pada
tahun 2020 diperkirakan 28,8 juta atau 11%
penduduk Indonesia. Usia harapan hidup wanita
Indonesia pada tahun 2006 adalah 67 tahun
(Hanifa,2008) .Sampai akhir abad ini di Indonesia
akan dijumpai sekitar 8-10% lansia dan wanita
lebih banyak dibandingkan kaum pria ( Pakasi,
2008).
Sedangkan usia harapan hidup di NTT
pada tahun 2008 adalah 50 tahun profil Dinas
Kesehatan pada tahun 2008. Diharapkan para
wanita usia lanjut tersebut tetap dapat
mempertahankan kualitas hidupnya (Aqila, 2010).

menyebabkan kematian.
Menurut WHO

wanita
dalam
menghadapi
masa
menopause akan melewati usia madya. Respon
setiap wanita dalam menghadapi masa menopause
berbeda-beda.
Pada wanita menopause akan mengalami
meningkat kecemasannya, dan keluhan yang
sering muncul berupa sulit tidur dan sering
* Pengajar STIKes Maranatha Kupang

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

73

(Word

health

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Hasil survey awal dari 54 wanita menopaus


di Puskesmas Tarus menujukan
4 orang
mengalami menopaus pada umur 45 tahun, 8
orang pada umur 46 tahun, 8 orang pada umur 47
tahun,7 orang pada umur 48 tahun, 12 orang pada
umur 49 tahun, 15 orang pada umur 50 tahun.
Wanita menopaus tidak biasa menerima
menopaus dengan ciri-ciri sulit tidur, gelisa tanpa
alasan sering tersinggung, dan tidak mudah
mengendalikan emosi (data statistik di Puskesmas
Tarus).Perilaku wanita menopaus dipengruhi oleh
oleh faktor pengetahuan.Wanita yang banyak
mengalami kekuwatiran berasal dari orang-orang
yang berpengetahuan rendah karena kekurangan
informasi (Nisea, 2010).
Upaya-upaya yang bisa dilakukan wanita
dimasa menopause untuk mengurangi berbagai
keluhan yang sedang dialaminya adalah dengan
meningkatkan cara berfikir positif bahwa
terjadinya menopouse merupakan suatu proses
alamiah yang harus diterima sebagai alur
perjalanan hidup manusia, olahraga, nutrisi yang
cukup terutama dengan mengkonsumsi makanan
yang mengandung kedelai, gaya hidup sehat
dengan tidak merokok dan minum minuman
keras, pemeriksaan kesehatan secara berkala,
meningkatkan kehidupan religi, menganjurkan
para wanita menopause untuk mengikuti
posyandu lansia, seminar dan ceramah tentang
menopause (Kasdu, 2002). Para wanita harus
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik
tentang menopause itu sendiri sehingga bisa
mempersiapkan diri menghadapi masa ini.
Ketika seorang memasuki masa menopause
fisik mengalami ketidaknyamanan seperti rasa
kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di
sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher, dan
bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku dapat ikuti
degan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan,
jengkel, resah, cepat marah dan berdebar-debar.
Menopause adalah peristiwa kehidupan yang
normal bukan suatu penyakit. Menopause suatu
alamiah yang akan dialami oleh setiap wanita
yang biasanya terjadi diatas usia 45 tahun dan
terjadinya menopause bila siklus menstruasi
seorang wanita telah berhenti secara permanen
selama 1 bulan.(Liewellyn, 2006) berhentinya
menstruasi tersebut akan membawa dampak
perubahan sosial, psikologi,(Varney, 2007).
Wanita menopaus sudah mengetahui
tentang menopaus jika ia sudah mengenal dampak
masalah, tanda dan gejalah menopause (Sarwono
Prawirohardjo, 2009). Berdasarkan latar belakang
diatas penulis tertarik untuk mengkaji tentang
pengetahuan
ibu
klimakterium
tentang
menopaus.Tujuan penelitian ini adalah untuk
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

mengidentifikasi pengetahuan ibu klimakterium


umur 45-50 tahun tentang menopause.
Bahan dan cara
Desaian penelitian yang digunakan adalah
penelitian
dengan
rancangan
deskriptif.
Pendekatan yang digunakan adalah suvey.
Populasi
penelitian
ini
adalah
Ibu-ibu
Klimakterium Umur 45-50 Tahun di Puskesmas
Tarus sebanyak 54 orang. (Periode April November 2012). Sampel dalam penelitian
iniadalah Ibu klimakterium Umur 45-50 Tahun
tentang menopause yang memenuhi kriteria
inklusi.
Data dikumpulkan dengan menggunakan
lembar kuesioner untuk mengetahui pengetahuan
tentang menopaus menggunakan closedent coice
dengan 10 pertanyaan dengan bobot jawaban
benar =2 dan salah =1 dengan 3 pertanyaan
mengenai pengertian, 4 pertanyaan menyangkut
tanda dan gejala menopaus dan 3 pertanyaan
menyangkut cara mengatasi meopause.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Di Puskesmas Tarus Bulan November 2012
N
o

Umur
( tahun)

Jumlah

Persentase
(%)

45-46

17

31,4

47-48

19

35,1

49-50

18

33,3

54

100

Total

Sumber :Data Primer


Berdasarkan
tabel diatas, menunjukan
bahwa dari 54 responden sebagian besar
responden berusia 47-48 tahun sebanyak 19
responden (35,1%)
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Di Puskesmas Tarus
Bulan November 2012
N
o
1

Pendidikan
SD dan SMP

Jumlah
28

Persentase
(%)
52

SMA

18

33

S1

15

54

100

Total

Sumber: Data Primer

74

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa


dari 54 responden yang berpendidikan dasar (SD
dan SMP) 52%. Hal tersebut dapat berpengaruh
terhadap tingkat pengetahuan ibu tentang
menopause.

baik
sebanyak 44 responden (81,4%), dan
sebagian kecil
4 orang (7,4) memiliki
pengetahuan
kurang
tentang
pengertian
menopause.
Tabel 6 Pengetahuan Ibu Klimakterium Umur 4550 Tahun Tentang Tanda dan Gejala Menopause
di Puskesmas Tarus Bulan November Tahun 2012

Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan


pekerjaan di Puskesmas Tarus Bulan
November tahun 2012
N
o
1
2

Pekerjaan

Jumlah

PNS
Tidak
Bekerja
Total

Persen-

tase %

15

46

85

54

100

1
2
3

2
3

Jumlah

Baik
Cukup

24
26
4
54

100

Kurang
Total

(%)
44,4
48,1
7,4

Sumber: Data Primer


Berdasarkan tabel diatas menunjukan
bahwa dari 54 responden terdapat 26 responden
(48,1%) memiliki pengetahuan cukup tentang
menopause, 24 responden (44,4%) memiliki
pengetahuan baik. Hal ini akan berdampak pada
tingkat pengetahuan ibu tentang menopause.

Kategori

Jumlah

Baik

44

(%)
81,4

Cukup

11,1

Kurang

7,4

54

100

Total

(%)
19

Cukup

38

70,3

Kurang

11,1

54

100

Persentase

No

Kategori

Jumlah

1
2

Baik
Cukup

17
27

(%)
31,4
50

Kurang

10

19

Total

54

100

Sumber: Data Primer


Berdasarkan tabel diatas menunjukan
bahwa sebagian besar responden memiliki
pengetahuan cukup 27 responden (50%), 17
responden (31,4%) memiliki pengetahuan baik.
Hal ini disebabkan karena kurang terpaparnya
informasi dan akan berdampak terhadap psikologi
ibu.

Tabel 5 Pengetahuan Ibu Klimakterium Umur 4550 Tahun Tentang Pengertian Menopause di
Puskesmas Tarus Bulan November Tahun 2012
N
o

10

Tabel 7 Pengetahuan Ibu Kklimakterium Umur 45


-50 Tahun Tentang Cara Mengatasi Menopause di
Puskesmas Tarus Bulan November Tahun 2012

Persentase
Kategori

Baik

Sumber: Data Primer


Berdasarkan tabel diatas menunjukan
bahwa sebagian besar responden memiliki
pengetahuan cukup 38 responden (70,3%) tentang
tanda dan gejala menopause dan sebagian kecil
yaitu 6 orang (11,1) memiliki pengetahuan kurang
tentang menopause.

Tabel 4 Distribusi Pengetahuan Ibu Klimakterium


Umur 45-50 Tahun Tentang Menopause di
Puskesmas Tarus Bulan November Tahun 2012
N
o
1

Jumlah

Total

Sumber: Data Primer


Berdasarkan tabel diatas menunjukan
bahwa dari 54 responden yang tidak bekerja 46
orang (85%). Hal tersebut akan berdampak
kepada pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Persentase

Kategori

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas
Tarus Bulan November menunjukan bahwa dari
54 responden sebagian besar responden berusia 47
-48 tahun sebanyak 19 responden, berdasarkan
pendidikan menunjukan bahwa sebagian besar
responden berpendidikan dasar (SD dan SMP)
sebanyak 28 responden hal ini akan berdampak
terhadap
pengetahuan responden tentang
menopause, Tingkat pendidikan SMP dan SD ini
merupakan tingkat pendidikan dasar yang belum

Persentase

Sumber: Data Primer


Berdasarkan tabel 5 menunjukan bahwa
sebagian besar responden memiliki pengertian
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

75

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

mampu menyerap sebuah informasi dengan


sempurna termasuk menganalisanya
(Nisea,
2004).Berdasarkan
pekerjaan
menunjukan
sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 46
responden itu akan berdampak terhadap
pengetahuan ibu menopaus dan juga di pengaruhi
ole faktor lingkungan dan kebudayaan.
Banyaknya
wanita
mengalami
kekuawatiran berasal dari orang-orang yang
berpengetahuan rendah karena kekurangan
informasi (Nisea, 2004). Dampak yang akan
terjadi jika pengetahuan ibu klimakteriumumur 45
-50 tahun berada pada kategori cukup yaitu
mereka tidak bisa menerima masa menopause
sebagai salah satu dari bagian perjalanan
kehidupan normal sebagai seorang perempuan.Hal
ini sesuai dengan teori bahwa pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap
suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indera yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.
Sebagian besar pengetahuan manusia dapat
diperoleh dari mata dan telinga (Notoadmodjo,
2003). Masa menopaus ini merupakan masa yang
semua wanita lewati tetapi karena kurangnya
pengetahuan tentang menopaus banyak wanita
yang belum mau menerima masa tersebut.
Menopause
merupakan
pertanda
berakhirnya bagian kehidupan yang produktif
pada
diri
seorang
wanita
(Lestary,
2010).Webster s
Ninth
New Collection
mendefenisikan menopause sebagai periode
berhentinya haid secara alamiah yang biasanya
terjadi antara umur 45-50.Rata-rata sudah banyak
responden yang sudah mengetahui tentang
menopause baik defenisi maupun usia. Hal ini
terjadi karena faktor berhenti haid dan usia
dirasakan sendiri oleh responden yang merupakan
pengalaman
pribadi.
Apabila
seseorang
mengalami sendiri pengalaman maka pengalaman itu
akan menetap lebih lama dalam ingatanmemori
seseorang (Catharina, 2009).
Menurut teori WHO salah satu bentuk
objek kesehatan dapat dijabarkan oleh
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
sendiri (Notoadmodjo, 2010).Dampak yang terjadi
apabila pengetahuan seorang ibu umur 45-50
tahun yang berada pada kategori cukup dan
kurang adalah tidak bisa menerima perubahanperubahan fisik yang terjadi pada dirinya sehingga
ibu merasa tertekan karena merasa kehilangan
kemampuan untuk memiliki anak, daya tarik,
merasa diri tidak berguna lagi, takut tidak bisa
mejalin hubungan dengan pasangan dan merasa
tertekan karena kehilangan seluruh perannya
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

sebagai wanita dan harus mengahadapi masa tua


(Aqila, 2010). Selain itu tanda dan gejala
menopause merupakan suatu pengalaman sendiri
tetapi para ibu ini tidak bisa membedakan tanda
dan gejala menopause dengan tanda dan gejala
penyakit pada umumnya, karena para ibu ini tidak
melewati suatu pendidikan khusus tentang
kesehatan dan mereka tidak mendapat informasi
secara lengkap tentang menopause.
Cara-cara yang tepat dalamp mengatasi
menopause adalah berpikir positif bahwa
menerima menopause sebagai salah satu bagian
dari perjalanan hidup seorang wanita, menerapkan
pola hidup sehat sejak dini, melakukan olah raga
yang teratur, membatasi konsumsi kafein, jangan
ragu untuk berkonsultasi ke dokter, melakukan
teknik relaksasi untuk mengurangi stres, motivasi
ibu untuk sering mengikuti seminar dan ceramah
tentang menopause (Aqila, 2010).
Dari hasil penelitian yang diperoleh
menunjukan bahwa dari 54 responden terdapat 26
responden memiliki pengetahuan cukup tentang
menopause. sedangkan responden memiliki
sebanyak 44 responden, yang mengerti tentang
tanda dan gejala sebagian besar responden
memiliki pengetahuan cukup 38 responden, dan
yang mengerti tantang cara mengatasi menopaus
sebagian besar responden memiliki pengetahuan
cukup 27 responden.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Menopause merupakan satu masa/periode
berhentinya haid secara alamiah yang biasa terjadi
antara usia 45-50 tahun. Para ibu harus mengetahi
pengertian menopaus, tanda dan gejala menopause
dan ibu-ibu harus bisa mengetahui cara mengatasi
menopause.
Berdasarkan hasil penelitian dari
54
responden di Puskesmas Tarus Bulan November
2012 tentang Pengetahuan Ibu Klimakterium
Umur 45-50 Tahun Tentang Menopause. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa sbagian besar ibu
memiliki pengetahuan cukup tentang menopause
yakni sebanyak 26 responden. Oleh karena itu
sangat bedampak pada pengetahuan ibu karena
kesibukan ibu dan kurangnya kesadaran
responden tentang pentingnya pengetahuan
menopause.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang
sudah mengerti tentang defenisi menopause 44
responden. Hal tersebut dapat diketahui bahwa
tingkat pengetahuan ibu tentang pengertian
menopause sudah baik. Pengetahuan ibu tentang
tanda dan gejala menopause menunjukan bahwa
76

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

sebagian responden memiliki pengetahuan cukup


yaitu 38 responden. Hal ini akan mempengaruhi
psikologi ibu menjelang menopause. Pengetahuan
ibu tentang cara mengatasi menopause
menunjukan bahwa sebagian besar responden
memiliki pengetahuan cukup 27 responden. Hal
ini disebabkan karena kurang terpaparnya
informasi dan akan berdampak terhadap psikologi
ibu.
Saran
Bagi Responden
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
meningkatkan pengetahuan pada wanita tentang
menopaus, sehingga membantu mempersiapkan diri
dalam memasuki masa menopause.
Bagi Puskesmas
Diharapkan dari pihak puskesmas untuk
lebih
meningkatkan pemberian informasi
kesehatan khususnya ibu-ibu menopause melalui
berbagai cara misalnya penyuluhan, pendidikan
kesehatan, promosi kesehatan melalui berbagai
media informasi.
Bagi Bidan
Agar lebih sering melakukan penyuluhan
kepada ibu-ibu tentang menopause sehingga
mereka bisa mengerti bahwa semua wanita akan
mengalami masa menopause.

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

77

Daftar Pustaka
Lestary, Dwi. 2010,Seluk Beluk Menopause.
Yogyakarta : Garai Ilmu
Cara
Mengatasi
Menopaus..(http://
menoherbs.org/tag/cara-mengatasimenopause/).12 Oktober 2012
Kasdu,
2002,Pola Hidup Saat Wanita
Menopause,www.com.9 Maret2010
Levina Pakasi. S,2000, Masalah dan Penanganan
Menopaus.FKUI : Jakarta
Nisea,
2004,Tanda
dan
Gejala
Menopause,www.com.3 Oktober 2012
Notoadmodjo, 2010, Metodologi Penelitian
Kesehatan, Rineka Cipta : Jogyakarta
Nursalam, 2010, Metodologi Riset Keperawatan,
Sagung Seto : Jakarta
Prawirohardjo Sarwono, 2009, Ilmu Kandungan.
PT Bina Pustaka : Jakarta
Purwoastuti, Endang, 2008. Menopause, Siapa
Takut?. Yogyakarta : Kanisius
Riyanto Agus, 2011, Metodologi Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta
Smart Aqila,2010.Bahagia di Usia Menopause.
Jakarta :A+Pluss Books
Widjnarko Bambang, 2006,Obstetri Ginekologi .
Fakultas Kedokteran : Jakarta.

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

HYPNOBIRTHING'S INFLUENCE TO EMESIS GRAVIDARUM'S


DECREASE ON TRIMESTER'S PREGNANT MOTHER I at BPS TWO
RISTINI JETIS KARANGPANDAN KARANGANYAR
Anak Agung Istri Feni Lestari*

ABSTRACT
Background. Mother pregnancy dove will experience uncomfortableness, notably on I trimester mother will
experience emesis gravidarum . With hypnobirthing will help pregnancy mother to reach condition of which
everlastingly rileks and cool headed, where is effect of this condition of will ascendant on pregnant mother and its
environment. That thing will help mother in decreased emesis gravidarum one that be experienced. To the effect.
Knowing influence hypnobirthing with to emesis gravidarum on trimester's pregnant mother I at BPS Two Ristini
Jetis Karangpandan Karanganyar. Method. This observational type quantitative with quasi's observational design
experiment with type Pre is and post's test with control design's test . This observational population is trimester's
pregnant mother i. one experiences emesis gravidarum at BPS Two Ristini Karangpandan by totals 48
respondents, with sample 30 respondents. Data collecting method utilizes kuesioner and chekslist. Data analysis
utilizes simple logistics regression. Observational result. Of regression quiz result logistics simpling to know
influence among hypnobirthing to emesis gravidarum gotten by p=0's result,006 and p=0,0001, point out to mark
sense influence that signifikan where assesses smaller probability of of's level significant5% (0,006 <0,05 dan
0,0001<0,05). Conclusion. There is influence which signifikan among hypnobirthing with to emesis gravidarum
where if be not been given upbringing hypnobirthing will reduce puke frequency 23,98% and degree bellyfuls as big
as 45,11%.
Key word: Hypnobirthing , Emesis gravidarum

Latar Belakang
Kehamilan merupakan proses yang
kompleks. Selama masa kehamilan kadang timbul
beberapa keluhan yang mengganggu. Salah
satunya adalah mual dan muntah
(Tiran,
2007:83). Di Indonesia selama triwulan pertama
kehamilan, 3 dari 4 orang wanita akan merasakan
mual-mual, dan kurang lebih 2 dari orang akan
merasa sangat mual hingga muntah. Kondisi ini
sering disebut mual pagi hari, namun pada
kenyataannya gangguan perut di awal kehamilan
ini dapat juga berlangsung sepanjang hari, yang
disebut sebagai mual-muntah selama kehamilan
(emesis gravidarum).
Emesis gravidarum tersebut terjadi karena
perubahan hormon dalam tubuh yang terjadi di
awal kehamilan. Perubahan hormon ini akan
mempengaruhi perut, selera makan, dan pusat
khusus di otak yang memicu rasa muntah. Emesis
gravidarum biasanya merupakan tanda bahwa
tingkat hormon dalam aliran darah cukup tinggi
dan kehamilan berjalan baik (Tiran, 2007: 83-84).
* * Pengajar STIKes Maranatha Kupang

Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Perasaan mual biasanya dimulai saat janin


berusia 5 minggu, mencapai puncak pada minggu
ke-11 dan secara khas menurun memasuki
minggu ke-15 atau ke-16 . Sebagian kecil ibu
hamil merasakannya selama 9 bulan penuh.
Namun jarang yang sampai parah. Hanya saja
emesis gravidarum membuat wanita hamil sering
kali merasa tak nyaman dandikhawatirkan dapat
menyebabkan asupan gizi ibu terjadi berkurang.
Menurut Manuaba
(1999: 233-235)
sebagian besar emesis gravidarum saat hamil
dapat diatasi dengan berobat jalan, tetapi sebagian
kecil wanita hamil tidak dapat mengatasi emesis
gravidarum, berlanjut menjadi hiperemesis
gravidarum (muntah 10 x/ hari). Hal ini bila
tidak dapat diatasi menimbulkan gangguan pada
ibu dan janin. Pada ibu akan menyebabkab
dehidrasi, gangguan keseimbangan elektolit, dan
bila berlanjut menyebabkan kematian. Pada janin
menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin,
maupun kematian.
Sejauh ini berbagai hal telah dilakukan
untuk mengatasi emesis gravidarum pada awal
kehamilan, mulai dari mengkonsumsi obat anti
mual dan muntah, cara tradisional, dan mengatur
pola makan, serta penggunaan metode psikologi
78

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

atau relaksasi kehamilan (hypnobirthing) (Tiran,


2007:85-86). Hypnobirthing akan membantu ibu
hamil untuk mencapai kondisi yang senantiasa
rileks dan tenang, dimana efek dari kondisi ini
akan berpengaruh pada ibu hamil dan
lingkungannya. Dengan kondisi rileks, gelombang
otak akan menjadi lebih tenang sehingga dapat
menerima masukan baru yang kemudian akan
menimbulkan reaksi positif pada tubuh.

kelompok eksperimen di awali dengan penjelasan


tentang hypnobirthingdan penurunan emesisi
gravidarum, serta pengukuran emesis gravidarum
(pre-test), dimana frekuensi muntah dalam 1 hari
dikategorikan 1-3x/hari, 4-6x/hari, 7-9x/hari dan
derajat mual diukur dengan skala likend 1 sampai
4. Kemudian diberikan latihan hypnobirthing 3
kali dalam seminggu dengan bantuan instruktur
hypnobirthing (bidan terlatih). Setelah 6x latihan
(2 minggu) dilakukan pengukuran emesis
gravidarum (post-test) dengan katagori yang
sama.Untuk kelompok kontrol, diukur emesis
gravidarum (pre-test) pada kunjungan partama,
dengan katagori frekuensi muntah -3x/hari, 4-6x/
hari, 7-9x/hari dan derajat mual diukur dengan
skala likend 1 sampai 4. Kemudian ibu hamil TM
I tidak diberikan hypnobirthing dan setelah 2
minggu kemudian emesis gravidarum diukur
kembali (post-test) dengan katagori yang
sama.Analisis data dilakukan dengan regresi
logistik sederhana.

Dari survai perdahuluan yang dilakukan


penulis di BPS Dwi Ristini Jetis Karangpanda
terhadap 5 ibu hamil trimester I, 1 orang tidak
mengalami emesis gravidarum, sedang
4
diantaranya mengalami emesis gravidarum. Dari 4
orang yang mengalami emesis gravidarum, 2
orang (umur kehamilan 7 dan 9 minggu) yang
diberikan asuhan relaksasi hypnobirthing selama
2 minggu saat pemeriksaan ulangmerasa lebih
nyaman dan mengalami pengurangan frekuensi
muntah dari sekitar 7x /hari menjadi 3x / hari.
Sedangkan 2 orang (umur kehamilan 8 dan 9
minggu) yang tidak diberi asuhan relaksasi
hypnobirthing frekuensi muntah yang dialami
Hasil dan Pembahasan
tetap saat datang di kunjungan berikutnya.
Hasil
Berdasarkan latar belakang masalah
Tabel 1Distribusi Frekuensi Umur Ibu Hamil
tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
Trimester I di BPS Dwi Ristini, Jetis
penelitian dengan judul "Pengaruh Hypnobirthing
Karangpandan
Terhadap Penurunan Emesis Gravidarum pada Ibu
Hamil Trimester I.
Tujuan penelitian untuk mengetahui
pengaruh hypnobirthing dengan terhadap emesis
gravidarum pada ibu hamil trimester I di BPS
Dwi Ristini Jetis Karangpandan Karanganyar.

Umur

Frequency

Percent

< 20 tahun

6.7

20 - 35 tahun

21

70.0

> 35 tahun

23.3

Total

30

100.0

Bahan Dan Cara

Sumber: Data sekunder


Penelitian ini menggunakan rancangan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
penelitian quasi eksperimen dengan jenis Pre-test bahwa dari 30 responden yang terbanyak adalah
and post-test with control design. Populasi ibu dengan usia 20-35 tahun yaitu sebesar 21
penelitian ini yaitu seluruh ibu hamil TM I yang responden (70,0%).
mengalami emesis gravidarumdi BPS Dwi Ristini
Karangpandan pada bulan Januari sampai
Februari 2008 adalah 48 orang. Sampel penelitian
ini yaitu ibu hamil TM I yang mengalami emesis
gravidarumdi BPS Dwi Ristini Karangpandan
sejumlah 30 orang.Tehnik sampling dalam
penelitian ini adalah accidental sampling. Data
primer dikumpulkan secara langsung dari
responden (ibu hamil TM I) dengan menggunakan
alat: Kuesioner dan chekslist untuk mendapat data
emesisi gravidarum. Data sekunder diperoleh dari
catatan rekam medis yang dilakukan bidan.
Cara pengumpulan data:Memilih ibu hamil
TM I sesuai sampel telah ditentukan. Untuk
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

79

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 5 Gambaran Emesis Gravidarum(Frekuensi


Muntah) Sebelum Diberikan Asuhan
Hypnobirthing

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu


Hamil Trimester I di BPS Dwi Ristini, Jetis
Karangpandan
Pendidikan

Frequency

SMP
SMA
Sarjana
Total

2
23
5
30

Emesis Gravidarum

Percent
6.7
76.7
16.7
100.0

Sumber: Data sekunder, 2008


Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa dari 30 responden yang terbanyak adalah
ibu yang berpendidikan SMA, yaitu sebesar 23
responden (76,7%)
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Paritas Ibu Hamil
Trimester I di BPS Dwi Ristini, Jetis
Karangpandan
Paritas Ibu

Frequency

Percent

Primigravida
Multigravida
Grandemulti
Total

16
9
5
30

53.3
30.0
16.7
100.0

Percent

1-3x/hari
4-6x/hari
7-9x/hari

11
19
0

36.7
63.3
0

Total

30

100.0

Sumber: Data primer


Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa dari 30 responden sebelum diberikan
asuhan hypnobirthingyang paling banyak
mengalami emesis gravidarum (frekuensi muntah)
4-6x/hari (63,3%)
Tabel 6 Gambaran Emesis Gravidarum(Derajat
Mual) Sebelum Diberikan Asuhan Hypnobirthing
Emesis Gravidarum
( derajat mual)
1
2
3
4
Total

Sumber: Data sekunder


Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa dari 30 responden yang paling banyak
adalah primipara yaitu sebesar 16 responden
(53,3%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Umur Kehamilan Ibu
Hamil Trimester I di BPS Dwi Ristini, Jetis
Karangpandan
Umur Kehamilan
Ibu
5-8 minggu
9-12 minggu
Total

Frequency

( frekuensi muntah)

Frequency

Percent

18
12
30

60.0
40.0
100.0

Frequency

Percent

1
3
16
10
30

3.3
10.0
53.3
33.4
100.0

Sumber: Data primer


Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa dari 30 responden sebelum diberikan
asuhan hypnobirthingyang paling banyak
mengalami emesis gravidarum (derajat mual)
sebesar 3 (53,3%).
Tabel 7 Gambaran Emesis Gravidarum(Frekuensi
Muntah) Setelah Diberikan Asuhan
Hypnobirthing

Sumber: Data sekunder


Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa dari 30 responden yang paling banyak
adalah umur kehamilan 5 sampai 8 minggu yaitu
sebesar 18 responden (60,0%).

Emesis Gravidarum

Frequency

Percent

1-3x/hari
4-6x/hari
7-9x/hari
Total

27
3
0
30

90.0
10.0
0
100.0

Sumber: Data primer

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

80

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Penurunan Emesis Gravidarum (Derajat mual) Ibu


Hamil Trimester I

dari
30
responden
setelah
diberikan
asuhanhypnobirthingyang
paling
banyak
mengalami emesis gravidarum (frekuensi muntah)
1-3x/hari (90,0%).

Emesis gravidarum
Tetap

Tabel 8 Gambaran Emesis Gravidarum (Derajat


Mual) Setelah Diberikan Asuhan Hypnobirthing
Emesis Gravidarum
( derajat mual)

Frequency

Percent

1
2
3
4
Total

11
7
9
3
30

36.7
23.3
30.0
10.0
100.0

Hypnob
irthing
Ya

Berkurang

Jumlah

3,33

14

46,67

15

50,0

Tidak

13

43,33

6,67

15

50,0

Jumlah

14

46,67

16

43,33

30

100,0

Sumber: Data primer


Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa dari 30 responden, 15 yang diberikan
asuhan hypnobirthing, 14 responden diantaranya
(46,47%) mengalami penurunan derajat mual.
Sedangkandari 15 responden yang tidak diberikan
asuhan hypnobirthing, 14responden diantaranya
(46,67%) derajat mualnya tetap.

Sumber: Data primer, 2008


Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa dari 30 responden setelah diberikan asuhan
hypnobirthingyang paling banyak mengalami
emesis gravidarum (derajat mual) sebesar 1
(36,7%).
Tabel 9 Hubungan Hypnobirthing Terhadap
Penurunan Emesis Gravidarum (Frekuensi
Muntah) Ibu Hamil Trimester I
Emesis gravidarum
Hypno
birthing

Tetap

Berkurang

Jumlah

10,00

12

40,00

15

50,0

Tidak

11

36,67

13,33

15

50,0

Jumlah

14

46,67

16

43,33

30

100,0

Ya

Sumber: Data primer


Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui
bahwa dari 30 responden,15 yang diberikan
asuhan hypnobirthing, 12 responden diantaranya
(40,0%) mengalami penurunan frekuensi muntah.
Sedangkan dari 15 responden yang tidak diberikan
asuhan hypnobirthing, 11responden diantaranya
(36,67%) frekuensi muntahnya tetap.

Tabel 10 Hubungan Hypnobirthing Terhadap


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Pembahasan
81

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Tabel 11 Pengaruh Hypnobirthing Terhadap Frekuensi Muntah Ibu Hamil Trimester I


95,0% C.I.for EXP(B)
B
Step 1a

Hypnobrithing
Constant

S.E.

Wald

Df

Sig.

Lower

Exp(B)

2.398

.870

7.590

.006

11.000

-3.409

1.334

6.530

.011

.033

Upper

1.998

60.572

Sumber : data primer


Berdasarkan persamaan regresi diatas, dapat diinterpretasikan bahwa jika diberikan asuhan
hypnobirthing (X) dengan penurunan emesis gravidarum (frekuensi muntah) yang diukur dengan
instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini, maka dapat diinterpretasikan bahwa dengan dengan
asuhan hypnobirthing, maka akan menurunkan frekuensi muntah dengan koefesien regresi sebesar 23,98.
Serta nilai p=0,006 (p<=0,05).
Tabel 12 Pengaruh Hypnobirthing Terhadap Derajat Mual Ibu Hamil Trimester I
95,0% C.I.for EXP(B)
B
Step 1a Hypnobirthing
Constant

S.E.

Wald

Df

Sig.

Exp(B)

4.511

1.284

12.344

.000

91.000

-6.383

1.838

12.056

.001

.002

Lower
7.349

Upper
1.127E3

Sumber : data primer 2008


Berdasarkan persamaan regresi diatas, dapat diinterpretasikan bahwa jika diberikan asuhan
hypnobirthing (X) dengan penurunan emesis gravidarum (derajat mual) yang diukur dengan instrumen yang
dikembangkan dalam penelitian ini, maka dapat diinterpretasikan bahwa dengan dengan asuhan
hypnobirthing, maka akan menurunkan derajat mual dengan koefesien regresi sebesar 45,11, dan p = 0,0001
(p<=0,05).

Emesis Gravidarum Sebelum


Asuhan Hypnobrithing

Diberikan

Berdasarkan tabel Gambaran Emesis


Gravidarum(Frekuensi
Muntah)
Sebelum
Diberikan Asuhan Hypnobirthingdan tabel
Gambaran Emesis Gravidarum(Derajat Mual)
Sebelum Diberikan Asuhan Hypnobirthingdapat
diketahui bahwa sebelum diberikan asuhan
hypnobirthingsebagian besar ibu hamil trimester I
mengalami emesis gravidarum dengan frekuensi
muntah paling banyak 4-6x/hari (63,3%) dan
derajat mual sebesar 3 (53,3%). Secara umum
emesis gravidarum adalah gejala yang sering
terjadi pada kehamilan trimester I, yang terjadi
karena pengaruh perubahan psikologi dan adanya
pengaruh perubahan hormonal selama hamil.
Muntah yang berlebihan juga menyebabkan cairan
tubuh makin berkurang, sehingga darah menjadi
kental (hemokensentrasi) yang dapat melambat

dan makanan kejaringan berkurang. Kekurangan


makanan dan oksigen kejaringan akan
menimbulkan kerusakan jaringan yang dapat
menambah beratnya keadaan janin dan wanita
hamil.
Muntah yang berlebihan dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler
pada lambung dan esofagus, sehingga muntah
bercampur darah (Manuaba, 1998:209).
Emesis Gravidarum Setelah Diberikan Asuhan
Hypnobirthing
Sedangkan tabel Gambaran Emesis
Gravidarum(Frekuensi
Muntah)
Setelah
Diberikan Asuhan Hypnobirthing dan tabel
Gambaran Emesis Gravidarum(Derajat Mual)
Setelah
Diberikan
Asuhan
Hypnobirthingmenunjukan
setelah
diberikan
asuhan hypnobirthing ibu hamil trimester I paling
banyak mengalami emesis gravidarum dengan
frekuensi muntah 1-3x/hari (90,0%) dan derajat
mual sebesar 1 (36,7%). Hal ini menunjukkan

peredaran darah yang berarti konsumsi oksigen


Jurnal Kesehatan (Health Journal)

82

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

terdapat pengaruh hypnobirthing


penurunan emesis gravidarum.

terhadap

hal ini psikologi ibu mempengaruhi produksi


hormon HCG yang lebih banyak sehingga
berpotensi meningkatkan resiko terjadinya emesis
gravidarum. Satu responden lainnya dikarenakan
oleh konsentrasi ibu yang kurang baik dalam
hypnobirthing ibu tidak dapat konsentrasi dengan
maksimal sehingga hasil
dari
asuhan
hypnobirthing juga tidak didapatkan secara
maksimal.

Hypnobirthing
mempengaruhi
pikiran,
dimana segala sesuatu yang dilakukan tubuh
ditentukan oleh pikiran. Oleh sebab itu ketika
ditanamkan suatu pandangan bahwa proses
kehamilan sampai persalinan adalah suatu proses
alami dimana ibu akan merasa nyaman dengan
semua gangguan maupun reaksi yang
ditimbulkan, maka tubuh akan mengekspresikan
Sedangkan pada 4 ibu yang tidak diberikan
asuhan
relaksasi hypnobirthing namun mengalami
semua yang dialami dengan rasa nyaman dan
penurunan emesis gravidarum (frekuensi muntah),
relaksasi dan emesis gravidarum berkurang.
hal ini disebabkan karena emesis gravidarum juga
dipengaruhi oleh pola konsumsi ibu, dan
Pengaruh Hypnobirthing Terhadap Penurunan pendididkan ibu. Tiga orang responden tersebut
Emesis Gravidarum (Frekuensi Muntah)
mengatur pola konsumsi dan telah mengetahui
Pada tabel Hubungan Hypnobirthing banyak refrensi tentang cara muntah, sehingga ibu
dapat mengurangi emesis gravidarum yang terjadi
Terhadap
Penurunan
Emesis
Gravidarum
(Frekuensi Muntah) Ibu Hamil Trimester Idapat pada dirinya. Hal ini sesuai dengan karekteristik
responden yang bahwa responden yang paling
diketahui bahwa dari 30 responden,15 yang
banyak berlatar belakang pendidikan SMA
diberikan asuhan hypnobirthing, 12 responden
yaitu23 responden (76,7%). Satu orang responden
diantaranya (40,0%) mengalami penurunan
frekuensi muntah. Sedangkan dari 15 responden lainnya dikarena hypersensitive ibu terhadap
lingkungan sekitar (bau minyak wangi, bau
yang tidak diberikan asuhan hypnobirthing, 11
makanan) hingga mengakibatkan frekuensi
responden diantaranya
(36,67%) frekuensi
muntahnya tetap. Hal ini menunjukkan bahwa muntah ibu lebih besar.
dengan hypnobirthing akan mengurangi frekuensi
muntah.
Hypnobirthing akan membantu ibu hamil
untuk mencapai kondisi yang senantiasa rileks dan
tenang, dimana efek dari kondisi ini akan
berpengaruh pada ibu hamil dan lingkungannya.
Dengan kondisi rileks, gelombang otak akan
menjadi lebih tenang sehingga dapat menerima
masukan baru yang kemudian akan menimbulkan
reaksi positif pada tubuh.

Pengaruh Hypnobrithing Terhadap Penurunan


Emesis Gravidarum (Derajat Mual)

Tabel Hubungan Hypnobirthing Terhadap


Penurunan Emesis Gravidarum(Derajat mual) Ibu
Hamil Trimester Idapat diketahui bahwa dari 30
responden,
15
yang diberikan
asuhan
hypnobrithing,
14
responden diantaranya
(46,47%) mengalami penurunan derajat mual.
Sedangkan dari 15 responden yang tidak diberikan
Berdasarkan persamaan regresi logistik asuhan hypnobrithing, 14 responden diantaranya
sederhana dapat diinterpretasikan bahwa dengan (46,67%) derajat mualnya tetap. Ini menunjukkan
dengan asuhan hypnobirthing, maka akan hypnobrithing dapat menurunkan derajat mual
menurunkan frekuensi muntah dengan koefesien
Hypnobirthing
digunakan
untuk
regresi sebesar 23,98 dan didapatkan nilai p
menciptakan proses kehamilan sampai persalinan
untuk frekuensi muntah, p=0,006 (p<=0,05)
yang alamiah dimana ibu hamil akan dibantu
Dalam penelitian didapatkan 3 orang
untuk rileks, fokus, tenang dan dalam keadaan
responden yang diberi asuhan hypnobirthing sadar sepenuhnya. Hypnobirthing mampu memicu
tetapi tidak mengalami penurunan frekuensi hormon endorphin yang merupakan hormon
muntah, secara teori emesis gravidarum tidak penghilang rasa sakit, sehingga cara ini efektif
hanya dipengaruhi oleh hypnobirthing. Emesis untuk menghilangkan seluruh keluhan maupun
gravidarum dipengaruhi oleh berbagai hal antara perasaan tidak nyaman selama kehamilan, dengan
lain psikologi ibu dan pola konsumsi ibu. Dua demikian metode ini dapat digunakan untuk
orang responden yang dilakukan hypnobirthing mengurangi keluhan emesis gravidarum pada
tetapi tidak mengalami penurunan emesis trimester I kehamilan.
gravidarum (frekuensi muntah) dikarena psikologi
Uji pengaruh hypnobrithing dengan
ibu yang kurang baik akibat adanya permasalahan
emesis gravidarum untuk derajat mual diperoleh
keluarga dan kehamilan tidak diinginkan, dalam
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

83

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

p=0,0001 (p<=0,05), sedangkan persamaan


regresi logistik sederhana diinterpretasikan bahwa
dengan dengan asuhan hypnobirthing, maka akan
menurunkan derajat mual dengan koefesien
regresi sebesar 45,11. Hal ini diperjelas pada
penelitian yang dilakukan oleh Lanny Kuswandi
mengatakan bahwa dengan latihan relaksasi
hypnobirthing,emesis gravidarum akan menurun
40% pada pertemuan ketiga bahkan pada
pertemuan keempat akan menurun hingga 80%.
Namun masih didapatkan
1 orang
responden yang diberi asuhan hypnobirthing
tetapi tidak mengalami penurunan derat mual. Hal
ini karena secara teori emesis gravidarum tidak
hanya dipengaruhi oleh hypnobirthing. Emesis
gravidarum dipengaruhi oleh berbagai hal antara
lain psikologi ibu dan pola konsumsi ibu.
Responden tersebut tidak mengalami penurunan
emesis gravidarum dikarenakan konsentrasi ibu
yang kurang baik dalam hypnobirthing, sehingga
hasil dari asuhan hypnobirthing juga tidak
didapatkan secara maksimal.
Pada 2 responden yang tidak diberikan
asuhan relaksasi hypnobirthing namun mengalami
penurunan emesis gravidarum (derajat mual),
dikarena emesis gravidarumjuga dipengaruhi oleh
pola konsumsi ibu, dan pengetahuan ibu. Dua
orang responden tersebut telah berpengalaman
pada kehamilan yang seblumnya, sehingga ibu
dapat mengurangi emesis gravidarum yang
terjadi. Ini sesuai dengan karakteristik responden
yang menunjukkan bahwa 9 responden (30,0%)
adalah multipara, dan 5 responden (16,7%) adalah
grandemultipara.
Uraian di atas menunjukkan bahwa
terdapatpengaruh antara hypnobirthing terhadap
penurunan emesis gravidarum. Bila tidak
diberikan asuhan hypnobirthingakan mengalami
penurunan frekuensi muntah 23,98% dari yang
tidak diberi asuhan hypnobirthing, dan untuk
penurunan derajat mual 45,11% dari yang tidak
diberi asuhan hypnobirthing.Dengan demikian
hasil penelitian sesuai dengan teori.
Kesimpulan dan saran

dan adanya pengaruh perubahan hormonal selama


hamil.
Setelah diberikan asuhan hypnobirthing ibu
hamil trimester I paling banyak mengalami emesis
gravidarum dengan frekuensi muntah 1-3x/hari
(90,0%) dan derajat mual sebesar 1 (36,7%). Hal
ini menunjukkan ada penurunanemesisgravidarum
setelah hypnobirthing.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara
hypnobirthingterhadap
penurunan
emesis
gravidarumdilihat dari frekuensi muntah. Hasil uji
statistik menunjukkan untuk frekuensi muntah,
p=0,006 (p<=0,05),serta bila diberikan asuhan
hypnobirthingakan
mengalami penurunan
frekuensi muntah 23,98% dari yang tidak diberi
asuhan hypnobirthing.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara
hypnobirthingterhadap
penurunan
emesis
gravidarum dilihat dari derajat mual diperoleh
p=0,0001 (p<=0,05). dan bila tidak diberikan
asuhan hypnobirthing mengalami penurunan
derajat mual 45,11%
Saran
Bagi ibu dan keluarga
Pada saat kehamilan ibu dan suami perlu
merencanakan dimana tempat pemeriksaan
kehamilan yang memiliki fasilitas hypnobirthing
serta dukungan dari suami dan keluarga dalam
menciptakan kehamilan yang nyaman.
Bagi bidan
Pengetahuan dan ketrampilan tentang
hypnobirthing sangat bidan perlukan agar dapat
memberikan pelayanan yang baik kepada ibu
hamil serta konseling pentingnya hypnobirthing
dan cara mengatasi ketidaknyamaan pada ibu
selama kehamilan.
Bagi peneliti
Diharapkan pada penelitian yang akan
datang dapat dilakukan dengan lebih detail
tentang pengaruh hypnobirthingterhadap
penurunan emesis gravidarum.

Kesimpulan
Sebelum diberikan asuhan hypnobirthing
sebagian besar ibu hamil trimester I mengalami
emesis gravidarum dengan frekuensi muntah
paling banyak 4-6x/hari (63,3%) dan derajat mual
sebesar
3 (53,3%). Secara umum emesis
gravidarumdialami oleh ibu hamil trimester I,
yang terjadi karena pengaruh perubahan psikologi
Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Daftar Pustaka

84

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Andriana, Evariny,2008. HypnoBirthing, Teknik


Melahirkan Minus Rasa Takut,http://
www.hypno-birthing.web.id/. Accessed 10
Februari 2008.
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta; 16.
Danim, S. 2003. Metode Penelitian Kebidanan:
Prosedur Kebijaksanaan dan Etik. Jakarta:
EGC; 40.
Kuswandi, Lanny ; Abidin, Boy, 2008.
Melahirkan tanpa Rasa Sakit, dengan
Metode Relaksasi Hypnobirthing. Jakarta :
PT. Bhuana Ilmu Populer, Kelompok
Gramedia; 32:45.
Kuswandi, lanny, 2008 Nikmatnya melahirkan
dengan hypnobrting http://www.provclinic.web.id. Accessed Februari 2008
Manuaba I.G.D, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan, dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : Buku
Kedokteran EGC; 106-10:209.
Manuaba, I.G.D, 1999. Memahami Kesehatan
Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan; 81-2:
87-8: 233-5

Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel


Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Jurnal Kesehatan (Health Journal)

Mada University press; 84.


Nakita, (2005). Mengatasi Mual dan Muntah
Lewat Pola Makan. Jakarta; 21.
Notoatmodjo, Soekidjo,
2005. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta, PT. Rineka
Cipta; 79.
Prawirohardjo, Sarwono, 2002. Ilmu Kebidanan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka; 275-7.
Soelaeman, Lis R, 2007. Serial Buku Nakita:130
Solusi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta :
PT Penerbit Sarana Bobo; 15.
Sugiyono. 2002. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: alfabeta; 96:109.
Tiran, Denise, 2007. Mengatasi Mual Muntah dan
Gangguan Lain Selama Kehamilan.
London : Quadrille Publishing; 83-6.
Wiknyosastro, Hanifa, 2002. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;125.

85

Vol 1. No.1 November 2012 - Februari 2013

Anda mungkin juga menyukai