Anda di halaman 1dari 66

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No.

2 i
59
Jurnal Kesehatan dr. Soebandi
Vol. 1 No. 2, April - September 2013

Terbit 2 kali setahun pada bulan Oktober dan April. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil
penelitian dan kajian analisis-kritis dibidang ilmu kesehatan.

Susunan Redaksi Jurnal Kesehatan dr. Soebandi


No. SK : 165/U.K/I/2012
Pelindung
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dr. Soebandi Jember
Penasehat
Ketua Lembaga Pengembangan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Penyunting
Ketua
Trisna Pangestuning Tyas, S.ST
Sekretaris
Diana Octania, SH
Bendahara
Arum Dwi Ningsih, S.Kep., Ns
Penelaah Ahli
DR. Ah. Yusuf, S.Kp. M.Kes (PPNI Jawa Timur)
Penyunting pelaksana
Ns. Sutaryanto., S.Kep
Andi Eka Pranata., S.ST
Fitria Jannatul Laili, S.Keb., Bd
Asisten penyunting
Ns. Mahmud Ady Yuwanto, S.Kep
Elfira Nurul Aini, S.ST
Dana dan Usaha
Senan Nasution, SE
Mussia, S.ST
Kustin, SKM
Marketing
Drs. H. M. Fanani
Riza Umami, S.ST
Ranita Puspasari, Amd. Keb

Alamat Penyunting : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dr. Soebandi Jember, JL. Dahlia No. 1 Jember.
Telp (0331) 483536. Fax. (0331) 483536. Email : jurnalsoebandi@gmail.com.

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain.
Naskah diketik sesuai dengan format seperti tercantum pada petunjuk dibagian belakang jurnal
ini. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan tata cara
lainnya.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 ii
Jurnal Kesehatan dr. Soebandi
Vol. 1 No. 2, April - September 2013

DAFTAR ISI ( CONTENT)

HALAMAN
1. Dampak Relaksasi Progresif Pada Klien Yang Mengalami Kecemasan dan
Masalah Tidur Sebelum Pelaksanaan Operasi Kolostomi Di Ruang 19 dan
01-09
17 RSU dr. Saiful Anwar Malang
Andi Eka Pranata
2. Pengaruh Perlakuan Tawa Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Yang
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember 10-16
Nuning Dwi Merina............................................................................................
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi Pada Balita BGM Di
Kecamatan Mumbulsari Kabupaten Jember 17-23
Trisna Pangestuning Tyas
4. Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap Perubahan Perilaku Agresif Pada
Anak Dengan Autisme Di SLB-B Dan Autis TPA Bintoro Patrang Jember. 24-33
Zidni Nuris Yuhbaba
5. Hubungan Pelayanan Posyandu Lansia Dengan Tingkat Kepuasan Lansia Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sukorambi Kabupaten Jember 34-40
Dony Setiawan Hendyca Putra .................................
6. Pengaruh Senam Tera Terhadap Kadar Gula Darah Lansia Dengan Diabetes
Melitus Di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember 41-49
Firdha Novitasari......................................
7. Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi Bayi Usia 0-
12 Bulan Di Desa Kaliwining Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember. 50-59
Kustin....

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 iii


Dampak Relaksasi Progresif..Andi Eka Pranata, Hal. 01 - 09

DAMPAK RELAKSASI PROGRESIF PADA KLIEN YANG MENGALAMI


KECEMASAN DAN MASALAH TIDUR SEBELUM PELAKSANAAN OPERASI
KOLOSTOMI DI RUANG 19 DAN 17 RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Andi Eka Pranata*


*STIKES Bhakti Negara Jember

ABSTRACT
Anxiety is a bad condition or situation if looked of phsycological human. Every
human always life by anxiety, although the good life. By anxiety, we will be strong human
and will life is better than before. Pre operation condition make somebody are anxiety and
have any problem to healths. Pshycological factor influence preparedness of operation
patient. This condition will be make it condition as well as health. The blood pressure will
be higher than normal condition, heart rate is tachicardia, peristaltic movement will be
faster than before, and any abnormality vital sign exercise. Not only that, sleeping cycle
patients are disturb. So, nursing must be thinking for problem solving this condition to
perfect this wellness. Progressive relaxation is a method to make our body are relax. This
methods have step by step to do it. This methods are combine between respiratory system
and motor system.
This research using case study system, so only looking for and using methods
descriptive every moment and condition of patient. Case study not require analize, but
looking for relevance beteween scientific and practice knowledge. So, this product of
research will be technique to reduce anxiety effect. This research using colostomy pre
operative patient and have anxiety and sleep cycle problem. For this research was know
about anxiety and sleep of pre operative colostomy patient are anxiety and cant sleep by
good. This patient are 2 person and of twice patient is same conditions. After that, author
doing progressive realxation and as long time do exercise about anxiety and sleep cycle. Is
good product, anxiety and sleep cycle back to normal.
Progressive relaxation will make fresh body, blood circulation by good and
couple nervus is good. If oxygenation in the circulation nothing obstruction (oclusion,
spasme, trombosis), so oxygen will normal transfer of tissue. The brain be fresh by good
circulation and endorphin will not at circulation. If this condition really at patient, so pre
operative conditions never by anxiety and sleep cycle will be normally.

Keyword: Progressive Relaxation, Anxiety, Sleep, Pre Operative Colostomy Patient

PENDAHULUAN stress fisiologis maupun patologis


Pre operatif adalah saat dimana (Barbara C. Long, 1996: 14).
keputusan untuk menjalani prosedur Pembedahan merupakan tindakan
bedah sampai klien diantar ke kamar atau yang dapat mendatangkan stress karena
meja operasi (Brunner & Suddart, 2002: terdapat ancaman terhadap tubuh,
462). Pada fase pre operatif banyak integritas dan terhadap jiwa seseorang.
persiapan yang harus dilakukan. Salah Peningkatan kecemasan pre operasi
satunya adalah persiapan psikologis. Baik tersebut karena keinginan untuk
pasien maupun keluarga perlu diberi mengelak dan mungkin karena
kesiapan untuk membicarakan isi hati dan ketidaktahuannya, misalnya
rasa takut terhadap operasi yang akan ketidaktahuan mengenai tujuan dan
dilakukan. Hal ini penting karena yang prosedur operasi, (Barbara C. Long,
akan menjalani operasi akan mengalami 1996: 5). Dengan adanya kecemasan,
maka terjadi peningkatan saraf simpatis
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 1
Dampak Relaksasi Progresif..Andi Eka Pranata, Hal. 01 - 09

sehingga kewasapadaan meningkat dan kebutuhan tidur merupakan hal yang


mengurangi waktu tidur, (Barbara C. sepele, tetapi harus dipenuhi. Tidur
Long, 1996: 5). berfungsi untuk memajukan
Colon adalah bagian intestinal yang penyembuhan dari fisiologis, neurologis,
paling besar, sekitar 1,5 meter dan psikologis. Tidur merupakan
panjangnya dari sekum sampai anus. protektif bagi manusia untuk mencegah
Kolon merupakan organ yang berfungsi kelelahan dari tubuh dan otak yang dapat
untuk mengabsorbsi air. Sedangkan menurunkan kewaspadaan di siang hari
kolostomi sendiri merupakan pembuatan saat orang tersebut beraktifitas (Stanhope,
lubang pada kolon dengan tindakan 1998).
pembedahan (Taylor, 1997) Menurut Tarwoto & Wartonah
Ansietas (kecemasan) adalah suatu (2006), tidur bisa dipengaruhi salah
keadaan dimana individu atau kelompok satunya oleh kecemasan. Kecemasan
mengalami perasaan yang sulit akan mempengaruhi sistem kerja saraf
(ketakutan) dan aktivasi system saraf simpatis dan respon hormonal, sehingga
otonom dalam berespons terhadap akan meningkatkan kewaspadaan dan
ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik waktu tidur pun akan mengalami
(Carpenito, 2000). penurunan.
Menurut Carpenito (2000) dampak Istirahat dan tidur dibutuhkan untuk
dari kecemsan salah satunya adalah kesehatan dan kebanyakan orang
kurang tidur, bahkan sulit tidur. menghabiskan 1 : dari hidup mereka
Kecemasan bisa dipicu oleh situasi untuk tidur. Kebutuhan tidur dapat
lingkungan yang menyebabkan dikacaukan oleh jadwal kerja, perjalanan,
penekanan stress emosional seorang sakit, stress, makanan, obat-obatan dan
individu. Klien pre operasi memiliki kurangnya latihan. Gangguan pola tidur
status emosional yang berbeda-beda, menjadikan kantuk pada siang hari dan
sehingga kesiapan psikologis ketidakmampuan untuk berfungsi dengan
mempengaruhi tingkat kecemasan klien baik. Kehilangan waktu tidur dari 72 jam
itu sendiri. Operasi kolostomi merupakan menghasilkan pegal-pegal, iritasi,
operasi mayor, karena dari segi resiko perasaan yang menyiksa, dan salah
pengancaman jiwa sangat tinggi. Selain mengintepretasikan stimuli. Kehilangan
itum pasca operasi kolostomi klien akan waktu tidur dari 150 jam akam
mendapatkan dampak sisa yaitu adanya menghasilkan peristiwa kegilaan sesaat
lubang defekasi pada abdomennya (perut) (Stanhope, 1998).
yang bisa permanen. Oleh karena itu, Respon fisiologis pada operasi
kecemasan pada klien pre operasi besar merupakan stressor kepada tubuh
kolostomi sangatlah tinggi dan perlu dan memicu respon neuroendofrine.
diperhatikan untuk mencegah timbulnya Respon ini terdiri dari sistem saraf
dampak yang lebih berat. simpatis dan respon hormonal yang
Tidur diartikan sebagai suatu bertugas melindungi tubuh dari ancaman
keadaan relatif tanpa sadar yang penuh cedera. Dengan adanya peningkatan saraf
ketenangan tanpa kegiatan yang simpatis ini, maka kewaspadaan individu
meupakan urutan siklus yang berulang- juga meningkat yang berdampak pada
ulang dan masing-masing menyatakan berkurangnya waktu tidur (Barbara C.
fase kegiatan otak dan badaniah berbeda Long, 1996: 5). Pada intinya susah tidur
(Tarwoto & Wartonah, 2006). atau berkurangnya waktu tidur dapat
Tidur dibutuhkan untuk kesehatan disebabkan oleh gangguan fisik seperti
dan kebanyakan orang menghabiskan 1 : nyeri lokal ataupun badan yang kurang
dari hidup mereka untuk tidur. Hal ini sehat, akan tetapi terdapat satu aspek
mencerminkan bahwa meskipun yang juga dapat menjadi faktor paling
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 2
Dampak Relaksasi Progresif..Andi Eka Pranata, Hal. 01 - 09

hebat terjdinya gangguan tidur, yaitu respons penyembuhan yang memberi


faktor psikis karena kecemasan anda kesempatan untuk beristirahat dari
(http://servocenter.wordpress.com). stress lingkungan eksternal dan internal
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari pikiran anda. Relaksasi
sebagian besar klien pre operatif mengembalikan proses fisik, mental, dan
mengalami kecemasan dan dengan emosi. Relaksasi yang dalam jika
munculnya kecemasan ini, dapat dikuasai dengan baik dapat digunakan
menimbulkan masalah baru bagi klien itu sebagai obat ansietas (Davis, 1995).
sendiri yaitu gangguan tidur, baik itu
secara kualitas maupun kuantitas. BAHAN DAN METODE
Menurut Ignativicious (1995) Metode yang akan digunakan pada
relaksasi progresif adalah metode yang penelitian studi kasus ini adalah metode
terdiri dari peregangan dan relaksasi penelitian deskriptif observasi
sekelompok otot dan memfokuskan pada partisipatif. Pengamat (observer) benar-
perasaan rileks. Hal ini dapat mengurangi benar mengambil bagian dalam kegiatan-
ketegangan dan kejemuan otot yang kegiatan yang dilakukan sasaran
biasanya menyertai nyeri. pengamat (observee). Dengan kata lain,
Menurut Edmund Jacobson (1929) pengamat ikut aktif berpartisipasi pada
dalam Zimbardo dijelaskan bahwa aktifitas dalam kontak sosial yang sedang
Relaksasi Otot Progresif (ROP) di selidiki (Notoatmodjo, 2002).
merupakan teknik relaksasi otot ke dalam Subyek penelitian adalah responden
yang tidak memerlukan imajinasi, atau orang yang diteliti baik sebagai
ketekunan dan sugesti. Teknik ini individu, keluarga, atau masyarakat yang
didasarkan pada keyakinan bahwa tubuh diamati secara mendalam. Subyek pada
berespons pada ansietas yang merangsang studi kasus ini adalah 2 orang klien pre
pikiran dan kejadian dengan ketegangan operasi kolostomi dengan kecemasan
otot. Ketegangan fisiologis meningkatkan dan gangguan pola tidur di IRNA II
pengalaman subyektif terhadap stress Rumah Sakit Saiful Anwar Malang
(ansietas). Relaksasi otot yang dalam Dalam studi kasus ini angket yang
menurunkan ketegangan fisiologis yang digunakan ada 2, yaitu tertutup dan
berlawanan dengan ansietas. Relaksasi terbuka. Untuk kecemasan angket yang
otot progresif akan menurunkan denyut digunakan adalah angket tertutup yaitu
nadi, tekanan darah, dan frekuensi yang angket yang disajikan dengan cara
merupakan otot ansietas yang baik untuk responden memberikan jawaban sesuai
diterapkan. dengan pilihan yang sudah disediakan.
Dalam bukunya yang berjudul The Sedangkan untuk gangguan pola tidur
Healing Brains, David Sobel dan Robert angket yang digunakan adalah angket
Orustein (1995) menyatakan bahwa terbuka, yaitu angket yang disajikan
pemeliharaan kesehatan adalah fungsi dengan cara responden memberikan
utama otak bukan berfikir rasional dan jawaban sesuai dengan apa yang ada
puisi. Bagian tengah otak mempercepat dalam pikirannya. Dengan angket ini
proses biokimia. Saat anda terancam, akan terlihat gambaran kecemasan dan
dapat diminta untuk menghambat. pola tidur klien pre operatif.
Respons relaksasi adalah kebalikan dari Peneliti juga menggunakan suatu
respons alarm dan respons tersebut akan alat data kajian fisik sebagai data
mengembalikan tubuh dalam keadaan penunjang dalam proses pengumpulan
seimbang. Pupil, pendengaran, tekanan data nantinya. Isinya berupa pemeriksaan
darah, denyut jantung, pernafasan dan fisik untuk mengukur tingkat kecemasan
sirkulasi kembali normal, dan otot-otot dan pola tidur.
relaks. Respons relaksasi mempunyai
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 3
Dampak Relaksasi Progresif..Andi Eka Pranata, Hal. 01 - 09

Pengambilan data dilakukan 2 kali Tabel 1.2 Kisi-Kisi Pola Tidur


yaitu pada waktu pre pelaksanaan
relaksasi progresif dan post pelaksanaan No. Poin Ya Tidak
relaksasi progresif. Sebelum pengambilan 1. Gelisah dan khawatir
data, responden dipilih terlebih dahulu 2. saat akan tidur.
sesuai dengan kriteria yang telah 3. Sering bangun karena
ditetapkan. Kemudian, setelah didapatkan 4. takut dan cemas.
responden yang diinginkan, dilakukan 5. Sulit tidur.
pengukuran terhadap kecemasan dan pola Tidur terganggu karena
tidur. Setelah itu, responden diajarkan masalah operasi.
mengenai teknik relaksasi progresif dan Jumlah waktu tidur
menganjurkan responden untuk efektif kurang dari 7-9
menerapkannya terutama sebelum tidur jam.
atau di waktu luang dengan batasan
waktu 3-5 menit tiap tindakan relaksasi Hasil dari angket atau kuesioner
progresif. Setelah 4 hari kemudian, dan studi dokumentasi akan disajikan
peneliti melakukan evaluasi dengan dalam bentuk tekstuler yaitu data hasil
mengukur kembali tingkat kecemasan studi kasus berupa tulisan atau narasi dan
dan pola tidur. Dengan demikian, akan berupa tabel (Notoatmodjo, 2002).
diketahui dampak dari relaksasi progresif
terhadap kecemasan dan pola tidur. HASIL
Angket yang digunakan untuk Responden 1 (Tn. M)
konsep kecemasan adalah angket yang Untuk mengukur tingkat
sudah baku yaitu DASS 42 (Depression kecemasan dilakukan dengan
Anxiety Stress Scale) menurut Lovibond menyebarkan lembar kuesioner dan
(1995) observasi sebanyak 2 kali, yaitu pada
Untuk tingkat kecemasan akan tanggal 2 Juni 2007 jam 20.00 WIB dan
diolah dan diskoring berdasarkan DASS tanggal 6 Juni 2007 jam 10.30 WIB.
(Depression Anxiety Stress Scale) 42. Adapun hasil yang didapatkan adalah
Bila jawaban ya skornya adalah 1, dan sebagai berikut:
jawaban tidak skornya adalah 0. Setelah
itu, skor dijumlahkan keseluruhan dan Tabel 1.3 Data Kuesioner Tn. M
diinterpretasikan: Kuesioner I Kuesioner II
Sebelum Dilakukan Setelah Dilakukan
Relaksasi Progresif Relaksasi Progresif
Tabel 1.1 Skoring Tingkat Kecemasan
Poin Skor Poin Skor
Berdasarkan DASS 4 Fisik 2 Fisik 1
Kecemasan Skor Emosi 7 Emosi 4
Normal 07 Kognitif 2 Kognitif 1
Ringan 89 Total 11 Total 6
Sedang 10 14
Berat 15 19
Sangat berat (panic) 20 + Tabel 1.4 Data Observasi Tn. M
Observasi I Observasi II
Sebelum Setelah
Untuk pola tidur dilakukan TTV Dilakukan Dilakukan
pengolahan dengan cara jawaban Relaksasi Relaksasi
responden dimasukkan ke dalam tabel Progresif Progresif
dengan kisi sebagai berikut: TD 100/70 mmHg 120/80 mmHg
Nadi 80 x/menit 86 x/menit
RR 20 x/menit 18 x/menit

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 4


Dampak Relaksasi Progresif..Andi Eka Pranata, Hal. 01 - 09

Berdasarkan dari data di atas, 1. Respon Fisik (Skor 1) : Tn M


maka dapat disimpulkan bahwa Tn M berkeringat walaupun tidak panas dan
pada tanggal 2 Juni 2007 (pengambilan tidak beraktifitas berat.
data pertama) mengalami cemas sedang 2. Respon Emosi (Skor 4) : Tn M merasa
dengan skor kecemasan 11 yang ditandai melakukan reaksi berlebihan terhadap
oleh beberapa respon sebagai berikut: situasi yang dialami, mudah marah
1. Respon Fisik (Skor 2) : Tn M tidak terutama setelah tahu akan dilakukan
dapat melakukan aktifitas sehari-hari operasi, merasa selalu ingin bergerak,
saat menunggu rencana pembedahan, dan Tn M merasa berada dalam situasi
merasa kehilangan energi (tidak yang membuat perasaan tidak enak
bersemangat). saat menunggu hari operasi.
2. Respon Emosi (Skor 7) : Tn M sulit 3. Respon Kognitif (Skor 1) : Tn M tidak
bersantai setelah tahu tentang rencana senang dengan campur tangan oramg
operasi, merasa sedih dan tertekan lain saat melakukan atau memutuskan
karena adanya rencana pembedahan, sesuatu.
tidak sabar saat menunggu hari Kesimpulannya pada data yang
operasi, merasa takut tanpa alasan, kedua ini Tn M tidak mengalami
mudah tersinggung, merasa khawatir kecemasan. Dan berdasarkan hasil
dengan keadaan diri saat di meja observasinya didapatkan bahwa seluruh
operasi, dan merasa berada dalam tanda-tanda vital dalam batas normal.
situasi yang membuat perasaan tidak Jadi, jika dibandingkan antara data yang
enak saat menunggu hari operasi. pertama dengan data yang kedua,
3. Respon Kognitif (Skor 2) : Tn M kecemasan Tn M mengalami penurunan
merasa masa depan tidak ada harapan sampai rentang normal setelah diberi
terutama saat menunggu masa operasi, tindakan relaksasi progresif.
merasa hidup tanpa arti (selama masa Pada tanggal 2 Juni 2007
menunggu pembedahan). dilakukan pengambilan data untuk
Berdasarkan hasil dari observasi mengetahui pola tidur, hasilnya sebagai
yang pertama didapatkan data yang berikut:
menunjang yaitu tekanan darah Tn M
mengalami penurunan (hipotensi). Tabel 1.5 Data Pola Tidur Tn. M
Setelah diketahui tingkat kecemasan dari No. Poin Jawaban Responden
Tn M, maka peneliti mengajarkan tentang 1. Gelisah dan Tn M merasa gelisah
teknik relaksasi progresif kepada Tn M khawatir saat akan dan khawatir saat akan
sampai Tn M benar-benar paham dan tidur. tidur karena cemas
mengerti serta menganjurkannya untuk akan operasi.
melakukannya terutama setiap kali akan 2. Sering bangun Tn M tidak sering
karena takut dan terbangun di malam
tidur atau di waktu luang. Pada tanggal 6 cemas. hari.
Juni 2007 dilakukan pengambilan data 3. Sulit tidur. Tn M mengalami
yang kedua untuk membandingkan kesulitan ketika akan
dengan hasil pengambilan data yang tidur karena merasa
pertama. Didapatkan bahwa tingkat cemas.
kecemasan Tn M mengalami penurunan 4. Tidur terganggu Tn M tidurnya
sampai batas normal yang ditandai karena masalah terganggu ketika
dengan skor 6. Keadaan Tn M lebih baik operasi. mendengar penjelasan
daripada sebelumnya. Respon yang tentang tindakan
muncul pada Tn M berdasarkan angket operasi dari dokter.
kecemasan adalah sebagai berikut: Tidur efektif Tn M
5. Jumlah waktu tidur adalah 6 jam.
efektif kurang dari
7-9 jam.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 5
Dampak Relaksasi Progresif..Andi Eka Pranata, Hal. 01 - 09

Dari keterangan Tn M di atas observasi sebanyak 2 kali, yaitu pada


diketahui bahwa Tn M mengalami tanggal 18 Juni 2007 jam 17.00 WIB dan
gangguan tidur. Peneliti mengajarkan tanggal 22 Juni 2007 jam 18.00 WIB.
teknik relaksasi progresif sesuai dengan Adapun hasil yang didapatkan adalah
protap yang telah ditetapkan pada hari itu sebagai berikut:
juga. Setelah diajari teknik relaksasi
progresif pada tanggal 2 Juni 2007 dan Tabel 1.7 Data Kuesioner Tn. H
Tn M menerapkannya setiap kali akan Kuesioner I Kuesioner II
tidur dan di waktu senggang berdasarkan Sebelum Dilakukan Setelah Dilakukan
keterangan dari Tn M sendiri dan dari Relaksasi Progresif Relaksasi
keluarganya, maka hasil dari Progresif
pengambilan data yang kedua tanggal 6 Poin Skor Poin Skor
Juni 2007 adalah sebagai berikut: Fisik 1 Fisik 0
Emosi 10 Emosi 3
Tabel 1.6 Data Pola Tidur Tn.M Kognitif 1 Kognitif 2
No. Poin Jawaban Responden Total 12 Total 5
1. Gelisah dan Tn M tidak merasa
khawatir saat gelisah dan khawatir Tabel 1.8 Data Observasi Tn.H
akan tidur. setiap kali akan tidur
dan merasa badannya
Observasi I Observasi II
tambah segar dan Sebelum Setelah
mudah untuk tidur. TTV Dilakukan Dilakukan
Tn M tidak sering Relaksasi Relaksasi
2. Sering bangun terbangun di malam Progresif Progresif
karena takut hari karena sudah lebih TD 130/80 120/80
dan cemas. rileks dan enak. Nadi mmHg mmHg
Tn M tidak mengalami RR 84 x/menit 80 x/menit
kesulitan untuk tidur 20 x/menit 18 x/menit
3. Sulit tidur. karena sudah terbiasa.
Tn M sudah tidak
terganggu dengan Berdasarkan dari data di atas,
penjelasan dokter maka dapat disimpulkan bahwa Tn H
4. Tidur terganggu tentang tindakan pada tanggal 18 Juni 2007 (pengambilan
karena masalah operasi sehingga data pertama) mengalami cemas sedang
operasi. tidurnya tidak yang ditandai dengan beberapa respon
terganggu lagi. sebagai berikut:
Jumlah tidur efektif Tn 1. Respon Fisik (Skor 1) : Tn H merasa
M adalah 7 jam. mulut kering dan haus.
2. Respon Emosi (Skor 10) : Tn H
5. Jumlah waktu merasa marah setelah diberitahu
tidur efektif
rencana operasi, merasa tidak
kurang dari 7-9
jam. terkendali (ingin pergi), merasa sedih
Berdasarkan data diatas diketahui dan tertekan karena adanya rencana
bahwa Tn M tidak lagi mengalami pembedahan, merasa tidak sabar saat
gangguan tidur. Jumlah tidur efektif Tn menunggu hari operasi, mudah
M juga mengalami peningkatan. tersinggung, merasa tidak nyaman
dengan apa yang dilakukan saat ini,
merasa khawatir dengan keadaan diri
Responden 2 (Tn.H)
Untuk mengukur tingkat saat di meja operasi, merasa selalu
kecemasan dilakukan dengan ingin bergerak, khawatir dengan
menyebarkan lembar kuesioner dan keadaan dan bertindak bodoh, dan
merasa berada dalam situasi yang
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 6
Dampak Relaksasi Progresif..Andi Eka Pranata, Hal. 01 - 09

membuat perasaan tidak enak saat Berdasarkan data yang diambil


menunggu hari operasi. pertama pada tanggal 18 Juni 2007
3. Respon Kognitif (Skor 1) : Tn H sulit didapatkan hasil sebagai berikut:
merasa tenang setelah diberi
penjelasan tentang rencana operasi. Tabel 1.9 Data Pola Tidur Tn. H
Berdasarkan hasil observasi No. Poin Jawaban Responden
didapatkan data penunjang yang 1. Gelisah dan Tn H tidak merasa
mendukung tingkat kecemasan sedang Tn khawatir saat gelisah dan khawatir
H yaitu tekanan darah Tn H mengalami 2. akan tidur. setiap kali akan tidur.
peningkatan (hipertensi). Setelah Sering bangun Tn H sering terbangun
diketahui tingkat kecemasan Tn H, maka 3. karena takut dan di malam hari.
peneliti mengajarkan teknik relaksasi cemas. Tn H mengalami
progresif kepada responden dan Sulit tidur. kesulitan untuk tidur
menganjurkannya untuk melakukannya 4. karena perasaan yang
terutama setiap kali akan tidur atau di tidak enak.
waktu luang. Tidur terganggu Tn H tidak merasa
Pada tanggal 22 Juni 2007 peneliti karena masalah tidurnya terganggu
kembali mengambil data yang kedua 5. operasi. setelah diberi
untuk membandingkan hasil dengan data penjelasan oleh dokter
yang pertama dalam arti mengetahui tentang tindakan
dampak relaksasi progresif terhadap Jumlah waktu operasi.
kecemasan. Didapatkan bahwa skor tidur efektif Jumlah tidur efektif Tn
kecemasan Tn H mengalami penurunan kurang dari 7-9 H adalah 1,5 jam.
yaitu skornya 5 yang ditandai dengan jam.
beberapa respon sebagai berikut:
1. Respon Fisik (Skor 0) : Dari data di atas diketahui bahwa
Tidak muncul. Tn H mengalami gangguan tidur.
2. Respon Emosi ( Skor 3) : Kemudian peneliti mengajarkan teknik
Tn H merasa marah setelah diberitahu relaksasi progresif kepada responden
rencana operasi, sulit bersantai setelah sesuai dengan protap dan menganjurkan
tahu tentang rencana operasi, dan sering Tn H untuk menerapkannya terutama
panik dan tidak terkendali. setiap kali akan tidur atau di waktu luang.
3. Respon Kognitif (Skor 2) : Dan pada tanggal 22 Juni 2007
Tn H merasa masa depan tidak ada berdasarkan keterangan dari Tn H dan
harapan terutama saat menunggu masa keluarganya tentang pelaksanaan
operasi, dan Tn H merasa hidup tanpa arti relaksasi progresif maka dilakukan
(selama masa menunggu pembedahan). pengambilan data yang kedua dan
Berdasarkan data di atas diketahui hasilnya sebagai berikut:
bahwa Tn H sudah tidak merasa cemas
lagi. Keadaan umum Tn H lebih baik Tabel 1.10 Data Pola Tidur Tn. H
daripada sebelumnya. Selain itu, No. Poin Jawaban
berdasarkan hasil dari observasinya Responden
didapatkan bahwa seluruh TTV dalam 1. Gelisah dan Tn H tidak
batas normal. Jadi, disimpulkan bahwa khawatir saat merasa gelisah
tingkat kecemasan Tn H mengalami 2. akan tidur. dan khawatir lagi
penurunan bahkan turun sampai ke Sering bangun saat akan tidur.
rentang normal setelah diberi tindakan karena takut dan Tn H tidak lagi
3. cemas. sering bangun di
relaksasi progresif.
malam hari
4. Sulit tidur. karena perasaan
takut dan cemas.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 7
Dampak Relaksasi Progresif..Andi Eka Pranata, Hal. 01 - 09

Tidur terganggu Tn H sulit tidur diperoleh, lingkungan dan rohaniawan


5. karena masalah ketika di malam (Stuart & Sundeen, 1996).
operasi. hari tiba-tiba Akan tetapi, respon yang
bangun. ditunjukkan oleh kedua responden setelah
Jumlah waktu Tn H merasa diberi tindakan relaksasi progresif relatif
tidur efektif tidurnya
sama. Tingkat kecemasan kedua
kurang dari 7-9 terganggu ketika
jam. mendapat responden sama-sama menurun sampai
penjelasan dalam batas normal. Hal itu sesuai
tentang tindakan dengan teori yang ada bahwa setelah
operasi. berlatih relaksasi progresif minimal 5
Jumlah tidur kali, kita dengan sendirinya merasakan
efektif Tn H penurunan kecemasan karena
adalah 8 jam. menurunnya ketegangan otot, yang bukan
Dari data di atas diketahui bahwa berarti menurunkan kesadaran
Tn H tidak lagi mengalami gangguan (http://www.kompas.com/kesehatan/news
tidur. Dan data yang menunjang adalah Diakses tanggal 7 Februari 2007).
jumlah waktu tidur efektifnya adalah 8 Untuk pola tidur antara kedua
jam yang merupakan kebutuhan tidur responden didapatkan hasil yang sama
normal. Sehingga dengan relaksasi yaitu sama mengalami gangguan tidur
progresif disimpulkan mampu dan penyebab dari gangguan tidur
meningkatkan waktu tidur Tn H. tersebut adalah rasa cemas akan
dilakukannya operasi. Menurut Tarwoto
PEMBAHASAN & Wartonah (2006) terdapat beberapa
Berdasarkan dari hasil faktor yang mempengaruhi tidur, antara
pengambilan data didapatkan hasil yang lain penyakit dan kecemasan. Oleh
bervariasi antara kedua responden untuk karena itu, kedua dari responden tidak
tingkat kecemasan, meskipun perbedaan bisa menikmati dari tidur mereka. Akan
tersebut tidak terlalu mencolok. tetapi setelah diberi perlakuan relaksasi
Berdasarkan teori itu merupakan hal yang progresif, respon dari kedua responden
wajar karena kecemasan memiliki sama, yaitu mereka sama menyatakan
rentang respon yang selalu dinamis dan bahwa tidurnya sudah lebih baik dari
bergeser setiap saat sesuai respon sebelumnya. Kedua responden sudah
individu. Respon tersebut dipengaruhi tidak sulit lagi untuk tidur dan tidur terasa
oleh stressor dan penilaian individu, saat lebih nyenyak. Menurut teori yang ada,
stressor lebih dominan maka rentang relaksasi progresif mampu merilekskan
respon bergeser ke arah maladaptif seluruh tubuh sehingga ketegangan
sedangkan jika stressor diantisipasi oleh menurun dan tidur akan nyaman tanpa
penilaian individu maka rentang respon gangguan
akan tetap bertahan pada posisi adaptif (http://www.kingfoto.com/articles.asp?id
(Stuart & Sundeen, 1996). Diakses tanggal 7 Februari 2007).
Selain itu, jumlah skor yang
diperoleh oleh kedua responden berbeda. KESIMPULAN DAN SARAN
Itu merupakan hal yang normal karena Dari kedua responden didapatkan
setiap individu memiliki mekanisme kesimpulan sebagai berikut:
pertahanan diri yang berbeda juga. 1. Tn M (Responden I)
Manifestasi kecemasan yang terjadi Sebelum dilakukan teknik relaksasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara progresif Tn M mengalami kecemasan
lain tingkat pengetahuan tentang sedang dengan skor kecemasan 11 dan Tn
prosedur, pengalaman masa lalu, strategi M mengalami gangguan tidur. Akan
koping, sistem pendukung informasi yang tetapi, setelah dilakukan relaksasi
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 8
Dampak Relaksasi Progresif..Andi Eka Pranata, Hal. 01 - 09

progresif Tn M tidak lagi mengalami Ikatan Alumni Pendidikan


kecemasan dengan skor kecemasan turun Keperawatan Padjajaran.
menjadi 6 (dalam batas normal) dan tidak Lovibond, SH & Lovibond, PF. 1995.
lagi mengalami gangguan tidur. Hal ini Manual For Depression Anxiety
berarti teknik relaksasi progresif mampu Stress Scales 2nd Edition. Sydney:
mengatasi kecemasan dan gangguan tidur Psycology Foundation.
yang dialami oleh Tn M. Notoatmodjo, Soekidjo. 2002.
2. Tn H (Responden II) Metodologi Penelitian Kesehatan.
Sebelum dilakukan relaksasi progresif Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Tn H mengalami kecemasan sedang Purbawati, Sustri Yunit. 2005. Faktor-
dengan skor kecemasan 12 dan Faktor Yang Mempengaruhi
mengalami gangguan tidur. Akan tetapi, Kuantitas Tidur Pada Pasien Pre
setelah dilakukan relaksasi progresif skor Operasi Di Ruang C RSU Lavalette
kecemasan mengalami penurunan sampai Malang. KTI. Malang: Politeknik
batas normal yaitu 5 dan Tn H tidak lagi Kesehatan Malang,: 1-2
mengalami gangguan tidur. Hal ini berarti Ramaiah, Savitri. 2003. Kecemasan.
bahwa relaksasi progresif mampu Jakarta: Pustaka Populer Obor.
mengatasi kecemasan dan gangguan pola Rosdhal, CB. 1999. Client Comfort &
tidur pada Tn H. Pain Management. Philadelphia:
Lippincott Company.
DAFTAR PUSTAKA Stanhope, Marcia, dkk. 1998. Perawatan
Atkinson, dkk. 1983. Pengantar Kesehatan Masyarakat. Bandung:
Psikologi Edisi 8 Jilid I. Jakarta: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Erlangga. Keperawatan Padjajaran.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Stirling, Siobhan. 2003. Tidur. Jakarta:
Medikal Bedah. Jakarta: EGC. IKAPI.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Suharto, dkk. 2004. Metodologi
Keperawatan. Jakarta: EGC. Penelitian. Yogyakarta: ANDI.
Effendy, dkk. 2005. Kiat Sukses Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan
Menghadapi Operasi. Yogyakarta: Dasar Manusia Dan Proses
Sahabat Setia. Keperawatan. Jakarta: Salemba
Ganong. 1995. Fisiologi Kedokteran. Medika.
Jakarta: EGC. Taylor. 1997. Fundamental Of Nursing
Guyton. 1987. Fisiologi Manusia Dan 2A. Philadelphia: Lippincott.
Mekanisme Penyakit Edisi III. Wiramihardja, Sutardjo. 2005. Pengantar
Jakarta: EGC. Psikologi Abnormal. Bandung: PT
Guyton. 1994. Buku Ajar Fisiologi REFIKA ADITAMA.
Kedokteran Edisi 7 Bagian II. Zimbardo, P. 1991. Essentials Of
Jakarta: EGC. Psycology & Life 10th Edition.
Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Philadelphia : Lippincott Company.
Kritis. Jakarta: EGC. http://www.kompas.com/kesehatan/news/
Ignativicious, DD Workman & Mishlen, 0411/08/062921.htm. Diakses
MA. 1995. Medical Surgical Nursing tanggal 5 Februari 2007.
Process Approach. Philadelphia: WB http://library.gunadarma.ac.id Diakses
Sander Company. tanggal 5 Februari 2007.
Kozier. 1969. Fundamental Of Nursing. http://www.kompas.com/kesehatan/news
American: American Journal of Diakses tanggal 7 Februari 2007.
Nursing. http://www.kingfoto.com/articles.asp?id
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Diakses tanggal 7 Februari 2007.
Medikal Bedah I. Bandung: Yayasan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 9
Pengaruh Perlakuan Tawa..Nuning Dwi Merina, Hal. 10 - 16

PENGARUH PERLAKUAN TAWA TERHADAP TEKANAN DARAH PADA


LANSIA YANG HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SUMBERSARI KABUPATEN JEMBER

Nuning Dwi Merina*, Emi Wuri**, Roymond***

Nuning Dwi Merina*


*STIKES Bhakti Negara Jember, **, *** PSIK Universitas Jember

ABSTRACT
Almost eldery have high blood pressure. The increase of artheriosclerosis and cortisol for
eldery could be a condition that called hypertension. Sumbersari Public Health Center is
one of region that have high value of hypertension and also eldery. A solution for handling
this problem is laugh treatment. Laugh treatment could decrease cortisol and less the
activity of symphatic. This research use time series-control design with 32 sampel and
need time 4 weeks to finish this laugh treatment. The result of this research are thre is a
different between blood pressure before and after laugh exercise. There is also a
differences between blood pressure respondens that given and not given laugh exercise for
a month. The manifestation of this result is p value for dependent and independent is
p=0,001. It can be concluded that there are significant effect of laugh treatment in
decrease of blood pressure in eldery with hypertension. Further studies should involve
larger respondens,longer time, and better measurement tools to obtain more accurate
result.

Key words: Laugh treatment, Hypertension in eldery

PENDAHULUAN perifer (Smeltzer & Bare, 2002).


Proses penuaan adalah proses Peningkatan kadar kortisol pada lansia
alamiah yang akan dialami oleh manusia. merangsang peningkatan saraf simpatis
Jumlah penduduk di Indonesia meningkat yang dapat menimbulkan vasokonstriksi
cepat dengan rata-rata pertumbuhan 17% pembuluh darah (Mubarak et al., 2007).
per 5 tahun dan pada tahun 2020 jumlah Hal ini menyebabkan hipertensi pada
lansia akan mencapai 11,4% dari jumlah lansia.
penduduk Indonesia (Gerontologi Prevalensi hipertensi di dunia
Abiyoso JATIM, 2009). Pada adalah 5-18%, sedangkan hipertensi di
pertumbuhan usia, terjadi perubahan Indonesia mencapai 6-15% (Joewono et
dalam berbagai fungsi yang berhubungan al., 2003). Data National Health and
dengan proses penuaan secara total Nutrition Examination Survey (2004)
(Stevens et al., 1999). Lanjut usia (lansia) dalam Black et al. (2008) menunjukkan
mengalami perubahan histologis secara bahwa individu yang berusia >60 tahun
menyeluruh, menyebabkan kemunduran memiliki risiko menderita hipertensi 2
fungsi anatomis dan fisiologis organ- kali lebih besar daripada individu yang
organ tubuh termasuk perubahan berusia <59 tahun.
struktural pembuluh perifer yang Seseorang yang berusia lebih dari
berpengaruh terhadap peningkatan 60 tahun memiliki risiko mengalami
tekanan darah. Aorta dan arteri besar hipertensi sebesar 90% dan berisiko 3-4
berkurang kemampuannya dalam kali mengalami Cardiovascular Disease
mengakomodasi volume darah yang dibandingkan dengan usia muda (Black et
dipompa oleh jantung sehingga al., 2008). Penyakit hipertensi yang tidak
menyebabkan peningkatan tahanan terkendali dengan baik dapat
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 10
Pengaruh Perlakuan Tawa..Nuning Dwi Merina, Hal. 10 - 16

menyebabkan kerusakan pada organ- pembuluh darah dan tekanan darah


organ penting di dalam tubuh (Bangun, seseorang (OKeefe et al., 2009).
2005). Lansia dengan hipertensi memiliki Latihan tawa merupakan latihan
risiko 3 kali lebih besar terkena penyakit komplementer perawat yang dapat
arteri koroner, gagal jantung kongestif, dilakukan secara mandiri (Snyder &
dan stroke. Lindquist, 2002). Tawa yang digunakan
Jember menempati urutan kedua untuk mengatasi masalah kesehatan
dari jumlah lansia tertinggi di Jawa Indonesia telah dikenal pada akhir tahun
Timur dengan jumlah lansia 258.351 jiwa 1990, tepatnya di Rumah Sakit Dharma
(Gerontologi Abiyoso JATIM, 2009). Graha Jakarta. Setelah itu tawa banyak
Hipertensi menempati angka tertinggi diaplikasikan (Simanungkalit, 2007).
untuk penyakit terbanyak yang terjadi Namun berdasarkan studi pendahuluan
pada lansia (Dinkes Kabupaten Jember, yang dilakukan, metode tawa ini belum
2010). Sekitar 20% populasi dewasa dan banyak dikenal di wilayah Kabupaten
lansia mengalami hipertensi, lebih dari Jember.
90% diantara mereka mengalami Kecamatan Sumbersari tercatat
hipertensi primer (Smeltzer & Bare, sebagai kecamatan dengan angka
2002). Hipertensi merupakan penyakit hipertensi cukup tinggi di Jember yaitu
yang memerlukan penanganan dalam sebanyak 1.481 penderita. Sebanyak
mengatasi dampak yang ditimbulkan. 30,2% dari penderita adalah lansia
Penanganan hipertensi dapat (Dinkes Kabupaten Jember, 2009).
menggunakan metode farmakologi dan Karang Werdha Semeru Jaya merupakan
non farmakologi. Salah satu metode non salah satu Karang Werdha di Kecamatan
farmakologi adalah tawa (Takeda et al., Sumbersari yang memiliki anggota
2010). Tertawa dapat meningkatkan dengan penderita hipertensi terbanyak
pasokan oksigen dalam darah dan sebesar 92%.
menurunkan rangsang saraf simpatis Pengobatan non farmakologi
(Allarcon & Aguirre, 2009). sangat dibutuhkan oleh lansia untuk
Hasil penelitian Hajime Kimata di mengatasi masalah kesehatan. Fakta ini
Jepang (2004) dan Lee Berk di California sangat penting untuk orang tua yang tidak
(2001) dengan 26 responden dalam dapat melakukan banyak latihan fisik.
Journal of American Medical Association Oleh karena itu, tertawa merupakan
menyebutkan bahwa tertawa dapat latihan ideal bagi mereka yang
menurunkan kadar hormon kortisol dan mempunyai keterbatasan fisik (Kataria,
adrenalin/epinefrin (Simanungkalit, 2004). Berdasarkan uraian di atas,
2007). penulis tertarik untuk melakukan
Penelitian Michael Miller di penelitian tentang pengaruh tawa
University of Maryland Medical School terhadap tekanan darah pada lansia yang
(2009) dalam McGhee (2010) hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
menunjukkan bahwa dari 150 responden Sumbersari Kabupaten Jember.
penderita hipertensi dan penyakit jantung,
hanya <40% yang memiliki riwayat METODE PENELITIAN
menyukai humor dan tawa sedangkan Jenis penelitian pada penelitian
>60% tidak menyukai humor dan tawa. ini adalah eksperimental dengan desain
Tertawa lebih efektif saat dilakukan penelitian quasi eksperimental.
secara berkelompok (McGhee, 2010). Digunakan quasi eksperimen karena
Latihan tawa adalah salah satu latihan dalam penelitian ini menggunakan
yang dapat menurunkan vasokonstriksi kelompok kontrol dan replikasi dalam
perlakuan (Setiadi, 2007). Desain

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 11


Pengaruh Perlakuan Tawa..Nuning Dwi Merina, Hal. 10 - 16

penelitian ini menggunakan time series Populasi dalam penelitian ini


control design, dimana terdapat dua adalah seluruh lansia penderita hipertensi
kelompok yang dipilih secara tidak yang berada di wilayah kerja Puskesmas
random, kemudian kedua kelompok Sumbersari Kabupaten Jember sebanyak
diberi pretest sampai tiga kali untuk 447 orang. Cara pengambilan sampel
mengetahui kestabilan keadaan kelompok dalam penelitian ini adalah teknik
sebelum diberi perlakuan. Setelah purposive sampling yang akan ditentukan
kestabilan kelompok diketahui dengan kriteria inklusi dan eksklusinya. Sampel
jelas melalui rata-rata, maka baru diberi yang memenuhi kriteria dalam penelitian
treatment (Sugiyono, 2010). Kelompok ini berjumlah 16 orang untuk kelompok
eksperimen akan diberikan treatment atau kontrol dan 16 orang untuk kelompok
stimulus sesuai dengan tujuan penelitian eksperimen.
(Prasetyo & Jannah, 2005).
Penelitian ini dilaksanakan di HASIL
karang werdha Semeru Jaya Kecamatan Hasil pengumpulan data pada
Sumbersari Kabupaten Jember. Penelitian sampel penelitian, adalah sebagai berikut:
dilakukan pada bulan Maret 2010 sampai
dengan Februari 2011.

Tabel 1
Distribusi Tekanan Darah Kelompok Perlakuan Sebelum Perlakuan Tawa Lansia dengan
Hipertensi di Karang Werdha Semeru Jaya

Variabel Rata-rata Std. Deviasi Min-Maks 95% CI


Tekanan darah sistolik
sebelum diberikan 145,06 5.790 140-158 141,98-148,15
perlakuan tawa
Tekanan darah diastolik
sebelum diberikan 92,06 2.886 90-98 90,52-93,60
perlakuan tawa
Sumber : data primer, Januari 2011

Tabel 2
Distribusi Tekanan Darah Kelompok Perlakuan Sesudah Perlakuan Tawa Lansia dengan
Hipertensi di Karang Werdha Semeru Jaya

Variabel Rata-rata Std. Deviasi Min-Maks 95% CI


Tekanan darah sistolik
sesudah diberikan 127,06 8.528 110-140 122,52-131,61
perlakuan tawa
Tekanan darah diastolik
sesudah diberikan 86,25 4.712 80-92 83,74-88,76
perlakuan tawa
Sumber : data primer, Januari 2011

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 12


Pengaruh Perlakuan Tawa..Nuning Dwi Merina, Hal. 10 - 16

Tabel 3
Distribusi Perubahan Tekanan Darah Sistolik Lansia dengan Hipertensi
Karang Werdha Semeru Jaya Sesudah Perlakuan Tawa

Tekanan darah Tekanan darah Tekanan darah Total


Kelompok sistolik naik sistolik tetap sistolik turun
yang diberi Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%)
perlakuan -(0) 2(12,5) 14(87,5) 16(100%)
Sumber : data primer, Januari 2011

Distribusi Perubahan Tekanan Darah Diastolik Lansia dengan Hipertensi


Karang Werdha Semeru Jaya Sesudah Perlakuan Tawa

Tekanan darah Tekanan darah Tekanan darah Total


Kelompok diastolik naik diastolik tetap diastolik turun
yang diberi Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%)
perlakuan 1(6,25) 3(18,75) 12(75) 16(100%)
Sumber : data primer, Januari 2011

Tabel 4
Distribusi Tekanan Darah Sistolik Lansia Dengan Hipertensi Sebelum Dan Sesudah Perlakuan
Tawa Karang Werdha Semeru Jaya

Variabel Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror Nilai p


Tekanan darah sistolik
sebelum diberikan 145,06 5.790 1.448
perlakuan tawa 0,001
Tekanan darah sistolik
sesudah diberikan perlakuan 127,06 8.528 2.132
tawa
Sumber : data primer, Januari 2011

Distribusi Tekanan Darah Diastolik Lansia Dengan Hipertensi Sebelum Dan Sesudah
Perlakuan Tawa Karang Werdha Semeru Jaya

Variabel Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror Nilai p


Tekanan darah diastolik
sebelum diberikan 92,06 2.886 ,722
perlakuan tawa 0,001
Tekanan darah diastolik
sesudah diberikan perlakuan 86,25 4.712 1.178
tawa
Sumber : data primer, Januari 2011

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 13


Pengaruh Perlakuan Tawa..Nuning Dwi Merina, Hal. 10 - 16

Tabel 5
Distribusi Rata-Rata Perbedaan Tekanan Darah Sistolik Lansia yang Diberi Perlakuan
Tawa dan Tidak Diberi Perlakuan Tawa Karang Werdha Semeru Jaya

Variabel Rata-rata Std. Std. Eror Nilai p


Deviasi
Tekanan darah sistolik 127,06 8.528 2.132
kelompok perlakuan 0,001
Tekanan darah sistolik 151,13 13.190 3.298
kelompok yang tidak
diberi perlakuan
Sumber : data primer, Januari 2011

Distribusi Rata-Rata Perbedaan Tekanan Darah Diastolik Lansia yang Diberi Perlakuan
Tawa dan Tidak Diberi Perlakuan Tawa Karang Werdha Semeru Jaya

Variabel Rata-rata Std. Std. Eror Nilai p


Deviasi
Tekanan darah diastolik 86,25 4.712 1.178
kelompok perlakuan 0,005
Tekanan darah diastolik 93,13 7.719 1.930
kelompok yang tidak
diberi perlakuan
Sumber : data primer, Januari 2011

PEMBAHASAN Beberapa lansia dalam penelitian


Berdasarkan The Joint National ini mengatakan menyukai mengkonsumsi
Committee on Detection, Evaluation and makanan yang memiliki rasa asin dengan
Treatment of High Blood Pressure dalam alasan lebih enak dan menambah selera
Black et al., (2008), seluruh responden saat dimakan, contohnya: ikan asin dan
dalam penelitian ini termasuk dalam sayur sawi yang telah diasinkan. Hal ini
hipertensi stadium pertama sebelum dikarenakan lansia mengalami penurunan
dilakukan perlakuan tawa yaitu sensitivitas rasa, sehingga makanan
responden dengan tekanan darah sistolik dengan rasa asin menjadi pilihan bagi
antara 140-159 mmHg dan tekanan darah lansia untuk dikonsumsi. Sesuai dengan
diastolik antara 90-99 mmHg. Responden pernyataan Steven (1999) bahwa lansia
dalam penelitian ini termasuk dalam mengalami penurunan dalam indera
golongan usia yang sama yaitu eldery pengecapan sehingga sensitivitas rasa
(60-74 tahun) (WHO dalam Mubarak et lansia juga mengalami penurunan.
al., 2007). Hasil analisis rata-rata tekanan
Banyak faktor yang darah sistolik lansia sebelum perlakuan
mempengaruhi tingginya tekanan darah tawa adalah 145,06 mmHg dan untuk
pada lansia. Faktor-faktor yang tekanan darah diastolik sebesar 92,06
mempengaruhi tersebut antara lain mmHg. Sedangkan untuk kelompok yang
genetis, perubahan-perubahan fisiologis nantinya akan dijadikan pembanding
yang terjadi karena proses penuaan, gaya memiliki rata-rata tekanan darah sistolik
hidup yang tidak sehat, penyakit sebesar 149,25 dan tekanan darah
penyerta, dan stres. Penelitian ini diastolik sebesar 92,44 mmHg. Seluruh
mengambil responden yang tidak responden baik kelompok yang akan
memiliki penyakit penyerta sebagai diberikan perlakuan maupun yang tidak
pencetus hipertensi (hipertensi sekunder).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 14
Pengaruh Perlakuan Tawa..Nuning Dwi Merina, Hal. 10 - 16

diberikan perlakuan,masih sama-sama sedangkan pada kelompok yang tidak


tergolong hipertensi stadium 1. diberikan perlakuan menunjukkan rata-
Hasil pengukuran tekanan darah rata kenaikan tekanan darah. Hal ini
kelompok perlakuan tawa menunjukkan berarti ada pengaruh intervensi
bahwa 87,5% responden mengalami pemberian tawa terhadap tekanan darah
penurunan tekanan darah sistolik dan pada lansia di wilayah kerja Puskesmas
12,5% responden tidak mngalami Sumbersari Kabupaten Jember.
perubahan tekanan darah sistolik.
Sedangkan untuk tekanan darah diastolik, KESIMPULAN
terdapat 75% responden mengalami Berdasarkan hasil penelitian,
penurunan tekanan darah diastolik, analisis data dan pembahasan maka
18,7% responden tidak mengalami dalam penelitian ini terdapat beberapa
perubahan, sedangkan 6,3% responden kesimpulan sebagai berikut:
mengalami peningkatan tekanan darah Rata-rata tekanan darah
diastolik. Hasil di atas menggambarkan responden sebelum dilakukan perlakuan
adanya pengaruh berupa penurunan tawa adalah 145/92 mmHg untuk
tekanan darah pada responden. kelompok yang diberi perlakuan dan
Hasil penelitian tentang pengaruh 149/92 mmHg untuk kelompok yang
tawa terhadap tekanan darah pada lansia tidak diberi perlakuan tawa.
ini menunjukkan perbedaan rerata Rata-rata tekanan darah
tekanan darah sistolik dan tekanan darah responden sesudah dilakukan perlakuan
diastolik sebelum dan setelah dilakukan tawa adalah 127/86 mmHg untuk
intervensi. Hasil penelitian sependapat kelompok yang diberi perlakuan dan
dengan pernyataan Berk dalam Schor 151/93 mmHg untuk kelompok yang
(2009), yang menyatakan bahwa tawa tidak diberi perlakuan tawa.
bisa menurunkan tekanan darah tinggi, jika dilakukan perlakuan tawa
karena tawa mengurangi pelepasan sebanyak 12 kali dengan frekuensi
hormon kortisol yang berhubungan seminggu tiga kali, didapatkan hasil
dengan stres. Penelitian lain yang terdapat pengaruh dengan nilai analisis p
mendukung hasil penelitian ini adalah = 0,001 terhadap tekanan darah pada
penelitian Michael Miller di University of lansia yang hipertensi di wilayah kerja
Maryland Medical School (2009) dalam Puskesmas Sumbersari Kabupaten
McGhee (2010) menunjukkan bahwa dari Jember. Nilai p < 0,05 menunjukkan Ho
150 responden penderita hipertensi dan ditolak yang berarti ada pengaruh
penyakit jantung, hanya <40% yang perlakuan tawa terhadap tekanan darah
memiliki riwayat menyukai humor dan lansia yang hipertensi di wilayah kerja
tawa sedangkan >60% tidak menyukai Puskesmas Sumbersari Kabupaten
humor dan tawa. Jember.
Seluruh responden mengikuti
jadwal perlakuan yang diberikan oleh DAFTAR PUSTAKA
peneliti secara teratur. Berdasarkan uji Bangun, I. 2005. Terapi Jus dan Ramuan
statistik dependent t-test yang telah Tradisional untuk Hipertensi.
dilakukan pada masing-masing Jakarta: AgroMedia Pustaka.
kelompok, didapatkan hasil bahwa p < Department of Health and Human
0,05 untuk kelompok yang diberikan Services, august 2004. The Seventh
perlakuan dan mengalami penurunan Report of The Joint National
tekanan darah setelah diberikan Committee on Prevention,
intervensi. Pada kelompok perlakuan Detection, Evaluation, and
menunjukkan penurunan tekanan darah

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 15


Pengaruh Perlakuan Tawa..Nuning Dwi Merina, Hal. 10 - 16

Treatment of High Blood Pressure. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi


New York: NIH Publisher. Konsep Klinis Proses-proses
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Penyakit. Jakarta: EGC.
Fisiologi Kedokteran Edisi 11. PSIK Universitas Jember. 2009.
Jakarta: EGC. Pedoman Penyusunan Skripsi
Higueras et al. 2006. Humor-Centered PSIK Universitas Jember. Jember:
Activity on Disruptive Behavior. Program Studi Ilmu Keperawatan
Espana: William & Wilkins. Universitas Jember.
Houston, Mark. 2009. Handbook of Setiadi. 2007. Konsep Dan Penulisan
Hypertension. USA: Wiley- Riset Keperawatan. Yogyakarta:
Blackwell. Graha Ilmu.
Joewono & Prabowo. 2003. Ilmu Simamora, Roymond. 2007. Mengukur
Penyakit Jantung. Surabaya: Tanda-tanda Vital. Jember: Dasar
Airlangga University Pers. Keperawatan Keperawatan Dasar
Kaplan, N.M. 2002. Kaplan Clinical Program Studi Ilmu Keperawatan
Hypertension. Philadelphia: Universitas Jember.
Lippincot. Simanungkalit, B. 2007. Terapi Tawa.
Karyadi, Elvina. 2002. Hidup Bersama Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Penyakit Hipertensi-Asam urat- Smeltzer and Bare, 2002. Buku Ajar
Jantung koroner. Jakarta: PT Keperawatan Medikal Bedah
Intisari Mediatama. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Kataria, M. 2004. Laugh For No Reason Snyder and Lindquist, 2002.
(Terapi Tawa). Mumbai: Madhuri Complementary/Alternative
International. Therapies in Nursing 4th Edition.
Kimura, et al. 2003. NOS3 Genotype New York: Springer Publishing
Dependent Correlation Between Company.
Blood Pressure and Physical Stevens, J. 1999. Ilmu Keperawatan.
Activity. Jakarta: EGC.
http://hyper.ahajounals.org. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Tanggal 11 Oktober 2010. Kuantitatif, Kualitatif. Bandung:
Marci et al. 2004. Physiologic Evidence Alfabeta.
For The Interpersonal Role of Takeda et al. 2010. BMC
Laughter During Psychotherapy. Complementaray and Alternative
Boston: William & Wilkins. Medicine. http://www.
McGhee, Paul. 2010. Humor and Biomedcentral.com. Tanggal 05
Nursing: Impact of Humor and Oktober 2010.
Laughter on Physical Health. Yayasan Gerontologi Abiyoso Provinsi
Bloomington: AuthorHouse. Jawa Timur. 2009. Dwi Windu
Okeefe et al. 2009. Primary and Yayasan Gerontologi Abiyoso
Secondary Prevention of Provinsi Jawa Timur. Surabaya:
Cardiovascular Disease: A Yayasan Gerontologi Abiyoso
Practical Evidence Based Provinsi Jawa Timur.
Approach.
http://www.mayoclinicproceedings
.com. Tanggal 10 Oktober 2010.
Prasetyo & Jannah. 2005. Metodologi
Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 16


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi.Trisna Pangestuning Tyas, Hal. 17 - 23

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA ASUH GIZI PADA


BALITA BGM DI KECAMATAN MUMBULSARI
KABUPATEN JEMBER

Trisna Pangestuning Tyas*


*Dosen STIKES Bhakti Negara Jember

ABSTRACT

Nutritional status can be influenced by nutrition parenting practices performed in


the household are realized with the availability of food and medical care and other
resources for survival, growth and development of children. Nutrient deficiency in infancy
and child - a child can lead to state of the BGM (Lower Red Line). The research objective
was to determine factors - factors that influence parenting nutrition in children with BGM
at Mumbulsari district Jember.
The study design was observational analytic. Population of 56 mothers who have
BGM children in District Mumbulsari Jember.Sampel of 56 mothers who have BGm
children. Collecting data using questionnaires and KMS. Data were tabulated and
presented in picture, also Ordinal Regression statistical tests.
Results showed most respondents have less nutrition parenting is 29 respondents
(52%). Based on Ordinal Regression statistical test results obtained on the variable P
value of Age (0.398), Education (0.650), Employment (0.460) and parity (0.710), which
means P> or Ho received. So there is no effect between age, education, employment, and
parity with parenting nutrition.
The conclusion is Age, Education, Employment, and Parity is not affecting
Parenting Nutrition.
Suggestions for improving nutritional quality of cares patern of nutritions is to
giving love and care to the children also provide information about the nutrition issues by
under 5th years old children.

Key words: Nutrition, Cares patern of nutritions, Lower red line

PENDAHULUAN sangat penting bagi kehidupan.


Sejak tahun 1990-an, kata kunci Kekurangan gizi pada anak dapat
pembangunan bangsa di negara menimbulkan beberapa efek negatif
berkembang, termasuk di Indonesia seperti lambatnya pertumbuhan badan,
adalah Sumber Daya Manusia (SDM). rawan terhadap penyakit, menurunnya
Terciptanya keberhasilan pembangunan tingkat kecerdasan, dan terganggunya
suatu bangsa berkaitan erat dengan mental anak. Kekurangan gizi yang serius
kualitas SDM yang baik. Dalam dapat menyebabkan kematian anak
menciptakan SDM yang bermutu, perlu (Santoso, 2004).
ditata sejak dini yaitu dengan Keadaan gizi meliputi proses
memperhatikan kesehatan anak-anak, penyediaan dan penggunaan gizi untuk
khususnya anak balita. Derajat kesehatan pertumbuhan, perkembangan,
yang tinggi dalam pembangunan pemeliharaan dan aktivitas. Masalah gizi
ditujukan untuk mewujudkan manusia yang merupakan masalah kesehatan
yang sehat, cerdas, dan produktif. masyarakat, dipengaruhi beberapa faktor
Salah satu unsur penting dari antara lain: penyakit infeksi, konsumsi
kesehatan adalah masalah gizi. Gizi makanan, tingkat pendapatan keluarga,

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 17


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi.Trisna Pangestuning Tyas, Hal. 17 - 23

jumlah anggota keluarga, tingkat bervariasi aktivitas, pekerjaan dan


pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu seleranya.
tentang gizi, pelayanan kesehatan, Jumlah anggota keluarga dapat
pendapatan keluarga, budaya pantang mempunyai pengaruh terhadap kesakitan
makanan, dan pola asuh gizi. Selain itu (seperti penyakit menular dan gizi) dan
status gizi juga dapat dipengaruhi oleh pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu
praktek pola asuh gizi yang dilakukan keluarga besar relative akan tinggal
dalam rumah tangga yang diwujudkan berdesak-desakan didalam rumah yang
dengan tersedianya pangan dan luasnya terbatas. Hal ini memudahkan
perawatan kesehatan serta sumber penularan penyakit menular dikalangan
lainnya untuk kelangsungan hidup, anggota-anggotanya, karena persediaan
pertumbuhan dan perkembangan anak. uang harus digunakan untuk anggota
Menurut Marian (2000) yang dikutip oleh keluarga yang jumlahnya besar, maka
Prahesti (2001) mengatakan bahwa salah dapat dipastikan terjadi kekurangan
satu aspek kunci dalam pola asuh gizi makanan yang bernilai gizi dan juga tidak
adalah praktek penyusuan dan pemberian dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan
MP-ASI (Makanan Pendamping ASI). yang tersedia (Notoatmodjo, 2003).
Lebih lanjut praktek penyusuan Pola asuh yang berhubungan
dapat meliputi pemberian makanan dengan perilaku kesehatan sehari-hari,
prelaktal, kolostrum, menyusui secara mempunyai pengaruh terhadap kesakitan
eksklusif dan praktek penyapihan. anak. Pada umumnya perilaku ini
Praktek pola asuh gizi dalam rumah dipengaruhi oleh pendidikan dan
tangga biasanya berhubungan erat dengan pengetahuan gizi yang dimiliki ibu.
faktor pendapatan keluarga, tingkat Contohnya apabila keadaan anak sakit.
pendidikan dan pengetahuan ibu. Dalam keadaan tersebut tentunya reaksi
Menurut Suhardjo (1986) anakanak ibu akan berbeda-beda. Hal ini dapat
yang tumbuh dalam suatu keluarga terjadi juga jika jarak antara anak
miskin adalah paling rawan terhadap pertama dengan anak kedua kurang dari 2
kurang gizi diantara seluruh anggota tahun, maka perhatian ibu terhadap
keluarga lainnya dan anak yang kecil pemeliharaan atau pengasuhan anak yang
biasanya paling terpengaruh oleh kurang pertama akan dapat berkurang setelah
pangan. Sebab dengan bertambahnya kehadiran anak berikutnya (Sukarni,
jumlah anggota keluarga maka pangan 1994).
untuk setiap anak berkurang dan banyak Sebagian besar masyarakat
orang tua yang tidak menyadari bahwa khususnya orang tua, banyak yang belum
anak balita perlu zat gizi yang relatif mengetahui kebutuhan gizi yang cukup
lebih banyak dari pada anak-anak yang untuk anak mereka. Data tahun 2007
lebih tua. memperlihatkan empat juta anak
Keadaan balita akan lebih buruk Indonesia kekurangan gizi, dan 700.000
jika ibu balita memiliki perilaku pola diantaranya mengalami gizi buruk.
asuh yang kurang baik dalam hal Sedangkan yang mendapat program
penyusuan, pemberian MP-ASI serta makanan tambahan hanya 39.000 anak.
pembagian makanan dalam keluarga. Di Dari total 3,1 juta balita di Jawa Timur,
dalam keluarga besar dengan keadaan sekitar 16,5% atau 511.500 jiwa di
ekonomi lemah, anak-anak dapat antaranya menderita gizi kurang.
menderita disebabkan peghasilan Rendahnya kesadaran orang tua untuk
keluarga harus digunakan oleh banyak memberikan asupan terbaik kepada anak
orang. Semakin banyak jumlah anggota merupakan penyebab utama (Priyadi,
keluarga, tentunya akan semakin 2008). Pada pada juni 2010 terdapat 4634

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 18


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi.Trisna Pangestuning Tyas, Hal. 17 - 23

balita, dan terdapat 61 balita yang 2 Karakteristik Pendidikan


menderita BGM. Dari studi pendahuluan
yang dilakukan pada tanggal 14 januari PENDIDIKAN
2011 sampai dengan 17 januari 2011, 4%
dari 10 ibu (100%) yang diwawancarai, 7 29% 37% SD
ibu (70%) mengatakan belum mengetahui SMP
pola asuh gizi yang yang harus diperoleh 30% SMA
oleh anaknya.
PT
BAHAN DAN METODE
Desain penelitian yang digunakan
Gambar 2 menjelaskan bahwa
dalam penelitian ini adalah analitik
hampir setengah dari responden memiliki
karena peneliti bertujuan untuk
pendidikan SD sebanyak 27 responden
mengetahui faktor faktor yang
(37%).
mempengaruhi pola asuh gizi balita BGM
Populasi pada penelitian ini adalah
3 Karakteristik Pekerjaan
seluruh balita yang mengalami BGM di
Kecamatan Mumbulsari Kabupaten PEKERJAAN
Jember sebanyak 56 balita.
3%
Besar sampel adalah banyaknya
anggota yang dijadikan sampel 29% PNS
(Nursalam dan Pariani, 2001) SWASTA
68%
Pada penelitian ini cara pengambilan
IRT
sampel menggunakan total sampling,
dimana seluruh populasi dipilih menjadi
sampel penelitian. Gambar 3 menjelaskan bahwa
sebagian besar dari responden memiliki
HASIL pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga
sebanyak 38 responden (68%)

4. Karakteristik Paritas

PARITAS
4%

48% PRIMIGRAVIDA
48% MULTIGRAFIDA

Data umum GRANDEMULTI


1 Karakteristik Usia
Gambar 1 menjelaskan bahwa
sebagian besar dari responden berusia Gambar 4 menjelaskan bahwa
20 35 tahun sebanyak 30 responden setengah dari responden memiliki paritas
(54%). primigravida dan multigravida sebanyak
27 responden (48%)

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 19


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi.Trisna Pangestuning Tyas, Hal. 17 - 23

Data Khusus umur tingkat kematangan seeorang akan


1 Pola Asuh Gizi lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
Pola Asuh pendapat Steven (2005) dalam Mahlia
(2009) bahwa umur ibu tidak ada
hubungan dengan pertumbuhan bayi
27% baik karena berusia muda (20-35 tahun)
52%
21% cukup mampu memiliki bayi dengan
kurang
pertumbuhan normal apabila ibu
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,
karena dengan memiliki pendidikan yang
tinggi maka akan semakin mudah
Gambar diatas menjelaskan bahwa seseorang menyerap dan memahami
sebagian besar dari responden memiliki apabila mendapat informasi mengenai
pola asuh gizi kurang sejumlah 29 pertumbuhan bayi.
responden (52%).
Karakteristik Pendidikan
Analisis Hasil Penelitian Penelitian menunjukkan bahwa
a. Dari hasil uji Regresi Ordinal pada hampir setengah dari ibu balita memiliki
variabel usia didapatkan nilai pendidikan SD sebanyak 27 ibu (45%).
P=0,398 atau P>, Ho diterima. Jadi Sedangkan berdasarkan uji Regresi
tidak ada pengaruh antara usia dan Ordinal, diperoleh p= 0,063. Yang
pola asuh gizi. artinya p>,Ho diterima dan tidak ada
b. Dari hasil uji Regresi Ordinal pada pengaruh.
variabel pendidikan didapatkan nilai Dilapangan dijumpai kebanyakan ibu
P= 0,650 atau P>, Ho diterima. Jadi kurang dapat memahami apabila
tidak ada pengaruh antara pendidikan diberikan konseling mengenai masalah
dan pola asuh gizi. pertumbuhan bayi. Mereka lebih
c. Dari hasil uji Regresi Ordinal pada mendengar anjuran yang diberikan orang
variabel pekerjaan didapatkan nilai tuanya dari pada petugas kesehatan.
P= 0,460 atau P>, Ho diterima. Jadi Menurut Suhardjo (1986) dalam
tidak ada pengaruh antara pekerjaan Mahlia (2009) bahwa tingkat pendidikan
dan pola asuh gizi. turut pula menentukan mudah tidaknya
d. Dari hasil uji Regresi Ordinal pada seseorang menyerap dan memahami
variabel paritas didapatkan nilai P= masalah pertumbuhan bayi yang
0,710 atau P>, Ho diterima. Jadi diperoleh. Pendidikan formal ibu akan
tidak ada pengaruh antara paritas dan mempengaruhi pertumbuhan bayi.
pola asuh gizi. Semakin tinggi pendidikan ibu semakin
tinggi kemampuan ibu untuk menyerap
PEMBAHASAN pengetahuan praktis dan pendidikan non
Karakteristik Usia formal terutama melalui televisi, surat
Penelitian menunjukkan bahwa kabar, radio dan lain-lain.
setengah dari ibu balita berusia 20 35 Hasil penelitian sesuai dengan
tahun (50%). Sedangkan berdasarkan uji pendapat Hurlock (1993) dalam Supadi
Regresi Ordinal, diperoleh p= 0,398. (2002) bahwa orang yang berpendidikan
rendah (dasar) pada umumnya juga
Yang artinya p>,Ho diterima dan tidak
berpengetahuan kurang sehingga dalam
ada pengaruh. Menurut Hucklok (1998)
mengasuh anak cenderung menggunakan
dikutip dalam buku Nursalam dan Siti
emosinya.
Pariani (2001) bahwa semakin cukup
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 20
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi.Trisna Pangestuning Tyas, Hal. 17 - 23

Karakteristik Pekerjaan artinya p>,Ho diterima dan tidak ada


Dari hasil penelitian menunjukkan pengaruh.
bahwa hampir seluruh ibu balita memiliki Paritas diperkirakan ada kaitannya
pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga dengan arah pencarian informasi tentang
sebanyak 38 ibu (86%). Sedangkan pengetahuan ibu dalam memberikan pola
berdasarkan uji Regresi Ordinal, asuh gizi. Hal ini dihubungkan dengan
diperoleh p= 0,46. Yang artinya p>,Ho pengaruh pengalaman sendiri maupun
diterima dan tidak ada pengaruh. orang lain terhadap pengetahuan yang
Di masyarakat ditemukan dapat mempengaruhi perilaku saat ini
kebanyakan ibu rumah tangga membantu atau kemudian (Notoatmodjo, 2003).
suaminya untuk bekerja di sebagai petani. Menurut Supadi (2002), jumlah anak
Dalam kondisi bekerja ibu seringkali bekan merupakan satu-satunya faktor
melibatkan orang lain untuk mengurus yang mempengaruhi pola asuh gizi ibu,
anaknya selagi ibu bekerja di ladang. tetapi berkaitan dengan pendidikan dan
Anak yang diasuh oleh orang lain pengetahuan ibu yang rendah.
seringkali mengalami masalah, salah
satunya pertumbuhan yang tidak normal Pola Asuh Gizi
karena orang lain kurang perduli Dari hasil penelitian menunjukkan
mengenai pemberian makanan anak yang bahwa hampir setengah dari ibu balita
menyebabkan kebutuhan gizinya kurang memiliki pola asuh gizi cukup sejumlah
memadai sehingga pertumbuhannya 27 ibu (48%). Sedangkan berdasarkan uji
terganggu. Regresi Ordinal, diperoleh p= 0,653.
Menurut Nasedul (1996), seorang Yang artinya p>,Ho diterima dan tidak
wanita yang telah memasuki lapangan ada pengaruh.
kerja, mereka dengan sendirinya Menurut Soekirman (2000) pola asuh
mengurangi waktunya untuk mengurus gizi anak adalah sikap dan perilaku ibu
rumah, anak, bahkan suaminya. Sehingga atau pengasuh lain dalam hal
anak akan merasa kehilangan karena kedekatannya dengan anak, memberikan
ketidak hadiran orangtuanya disaat anak makan, merawat, menjaga kebersihan,
membutuhkan kasih sayang dan hal memberi kasih sayang dan sebagainya.
tersebut dapat mempengaruhi Kesemuanya itu sangat berpengaruh
perkembangan anak menjadi terganggu. terhadap tumbuh kembang anak. Pola
Hasil penelitian sesuai dengan asuh yang tidak memadai dapat
pendapat Attiya Rahma (1998) dalam menyebabkan anak tidak suka makan
Supadi (2002), bahwa tidak didapat atau tidak diberikan makanan seimbang,
hubungan yang bermakna antara dan juga dapat memudahkan terjadinya
pekerjaan ibu dengan status gizi anak penyakit infeksi yang kemudian dapat
baik yang diasuh oleh ibunya sendiri atau berpengaruh terhadap status gizi anak.
diasuh orang lain selain ibu, seperti Pengetahuan masyarakat yang
nenek, saudara ibu, pembantu atau rendah tentang jenis dan cara mengolah
tetangga. makanan bayi akan mengakibatkan
terjadinya kekurangan gizi pada bayi
Karakteristik Paritas karena asupan gizi yang masuk ke tubuh
Dari hasil penelitian menunjukkan bayi tidak seimbang dengan kebutuhan
bahwa setengah dari ibu balita memiliki tubuh bayi, maka akan menyebabkan
paritas multigravida sebanyak 28 ibu pertumbuhan anak tidak normal
(50%). Sedangkan berdasarkan uji (Krisnatuti, 2006).
Regresi Ordinal, diperoleh p= 0,71. Yang Nursalam (2005) menyatakan bahwa
perkembangan seorang anak tidak

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 21


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi.Trisna Pangestuning Tyas, Hal. 17 - 23

dipengaruhi pengetahuan orang tua tetapi DAFTAR PUSTAKA


dipengaruhi oleh interaksi orang tua serta Arikunto, Suharsimi, dr. Prof. 2006.
kasih sayang orang tua dengan anaknya Prosedur Penelitian Suatu
didalam rumah tangga. Di sebagian Pendekatan Praktik. Jakarta :
masyarakat banyak di jumpai Rineka Cipta
pengetahuan orang tua tentang pola asuh Depkes RI. 2000. Makanan Pendamping
gizi dan perkembangan bayi kurang, ASI. Jakarta
tetapi interaksi orang tua serta kasih ________. 2005. Manajemen Laktasi.
sayang dan perhatian yang diberikan Jakarta
kepada bayinya baik, sehingga tanpa ________. 1998. Buku Pedoman ASI
disadari sebenarnya orang tua tersebut Eksklusif Bagi Petugas. Semarang
sudah memperhatikan tumbuh kembang ________. 1992. Makanan sehat Balita
bayinya dan dengan demikian tumbuh dan Ibu Hamil. Jakarta
kembang bayinya menjadi baik. Farida, Yayuk, dkk. 2004. Pengantar
Pangan dan Gizi. Jakarta :
KESIMPULAN DAN SARAN Penebar Swadaya
Kesimpulan Hardianto, 2001. Hubungan Tingkat
1. Pada karakteristik usia, sebagian besar Pendidikan Ibu Rumah Tangga
ibu balita (54%) berusia 20 35. dengan Perkembangan Anak
2. Pada karakteristik pendidikan, Balita di Kelurahan Sekaran
setengah dari ibu balita (37%) Kecamatan Gunung Pati Kota
memiliki pendidikan SD. Semarang. Skripsi S-1.
3. Pada karakteristik pekerjaan, sebagian Universitas Negeri Semarang.
besar dari ibu balita (68%) bekerja Hidayat. Aziz Alimul. 2007. Riset
sebagai Ibu Rumah Tangga. Keperawatan dan Tehnik
4. Pada karakteristik paritas, setengah Penulisan Ilmiah edisi kedua.
dari ibu balita (50%) memiliki paritas Jakarta: Salemba Medika
primigravida dan multigravida. Hurlock, E. B. (2002). Psikologi
5. Pada sebagian besar dari ibu balita Perkembangan. Jakarta : Erlangga
(52%) memiliki pola asuh gizi kurang. Krisnatuti,Diyah, dkk. 2002. Menyiapkan
6. Faktor usia, pendidikan, pekerjaan, Makanan Pendamping ASI.
dan paritas bukan merupakan faktor Jakarta : Puspa Swara, Anggota
yang mempengaruhi pola asuh gizi IKAPI
pada balita BGM. Kristijono, Anton. 1999. Karakteristik
Saran Balita Kurang Energi Protein
1. Menerapkan ilmu dan pengalaman (KEP) yang dirawat
yang telah didapat khususnya Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan.
mengenai penerapan gizi seimbang Aceh : Cermin Dunia Kedokteran.
dalam pemberian makanan sesuai Departemen Kesehatan RI
dengan usia anak. Mahlia, Yamnur. 2008. Pengaruh
2. Lebih meningkatkan dalam Karakteristik Ibu Dan Pola Asuh
memberikan informasi mengenai Makan Terhadap Pertumbuhan
masalah-masalah gizi balita. Dan Perkembangan Bayi Di
3. Menganjurkan orang tua untuk Kecamatan Pangkalan Susu
memberikan perhatian dan kasih Kabupaten Langkat 2008. Tesis
sayang pada anaknya. S-2 universitas Sumatra Utara
Nasedul, H. 1996. Cara Sehat Mengasuh
Anak. Jakarta : Puspa Swara

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 22


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Gizi.Trisna Pangestuning Tyas, Hal. 17 - 23

Notoatmodjo.2003. Ilmu Kesehatan Suhardjo, dkk. 1986. Pangan Gizi dan


Masyarakat.Jakarta : Rineka pertanian. Jakarta : UI-Press
Cipta. Sukarni, Mariyati. 1994. Kesehatan
Notoatmodjo. 2005. Metodologi Keluarga dan Lingkungan.
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Yogyakarta :Kanisius
Rineka Cipta Supariasa. I Dewa Nyoman. 2001.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penelitian Status Gizi. Jakarta :
Perencanaan Metodologi EGC.
Penelitian Ilmu Keperawatan. Winarno. 1990. Gizi dan Makanan Bagi
Jakarta : Salemba Medika. Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta
Nursalam. 2008. Konsep dan :Pustaka Sinar Harapan
Perencanaan Metodologi Zeitlin.et al. 1990. Positive Deviance In
Penelitian Ilmu Keperawatan. Child Nutrition United Nations
Jakarta : Salemba Medika University Press. Japan
Pariani, dkk. 2001. Pendekatan Praktis http://www.gizi.net/busunglapar/RAN-
Metodologi Riset Keperawatan. OK.doc. diakses tanggal 10
Jakarta: CV Sagung Seto. Januari 2011
Prahesti, Amy. 2001. Hubungan Pola
Asuh Gizi dengan Gangguan
Pertumbuhan (Growth Faltering)
pada Anak Usia 0-12 Bulan di
Kecamatan Sumowono
Kabupaten Semarang. Skripsi S-
1. Universitas Diponegoro
Priyadi. Imam. 2008. gizi Buruk Ancam 4
juta Anak Indonesia.
(http://www.kompas.com sitasi
tanggan 11 Oktober 2008)
Santoso, Soegeng. 2004. Kesehatan dan
Gizi. Jakarta : Rineka Cipta
Savage, King. 1991. Menolong Ibu
Menyusui. Terjemahan Sukwan
Handali.Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Sediaoetama. Achmad Djaelani. 1999.
Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan
Profesi. Jakarta : Dian Rakyat
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan
Aplikasinya. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang
Anak. Jakarta : EGC
Steven. P. 2005. Perawatan Untuk Bayi
Dan Balita. Jakarta : Arcan
Sudiyanto, dkk. 2005. Manfaat Poster
AKSI Kalender Bulanan Bayi Dan
Balita Untuk Pemantauan Status
Gizi.
www.tempo.co.id/medika/arsip.
diakses tanggal 20 Juli 2011
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 23
Efektifitas Terapi Musik Klasik...Zidni Nuris Yuhbaba, Hal. 24 - 33

EFEKTIVITAS TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP


PERUBAHAN PERILAKU AGRESIF PADA ANAK
DENGAN AUTISME DI SLB-B DAN AUTIS
TPA BINTORO PATRANG JEMBER

Zidni Nuris Yuhbaba*, Vika Surya**, Ratna Yulianti***

*STIKES Bhakti Negara Jember, **, *** Mahasiswa Program S1 Keperawatan STIKES
Bhakti Negara Jember

ABSTRACT

Music therapy is the use of music as therapeutic tools to fix, maintain, develop physical,
mental, emotional health in particular. This research is Quasi Experiment, without using a
control group using the design of the study one group pretest posttest. Conducted a pretest
(observation) to determine the level of aggression prior to treatment, then do posttest
(observation) to determine the level of aggressiveness after treatment so that it can be seen
the extent to which the effectiveness of classical music therapy against aggressive behavior
in children with autism in SLB-B and Autism TPA Bintoro, Patrang, Jember. Overall study
population was composed of 20 students of SLB-B and Autism TPA Bintoro, Patrang,
Jember. Sampling by means of purposive sampling. The sampling is based on a certain
considerations made by the researchers themselves, based on the characteristics or traits
(goals / issues) population that has been previously known by the researchers. Sebanyk
found 10 children with autism as the sample in this study. The data was collected by direct
observation on the respondent is a child with autism in special schools Patrang Bintoro
Jember. Observations made using the observation chart observation of aggressive
behavior by using a check-list according to Delut who was adopted from the WHO. Based
on the analysis of the data processed using the Wilcoxon shows there are significant effect
between the level of aggressiveness of children with autism before and after therapy is
given to classical music. This is indicated by the value of p = 0.005 (p <0.05). Thus,
classical music therapy is effective against changes in aggressive behavior in children with
autism. This study can be used as the basic foundation for SLB-B and Autism Bintoro
Patrang TPA can socialize and continue the music therapy as one of the therapy given for
their autistic students.

Key words: Music Therapy, Autism, Aggressive Behavior

PENDAHULUAN komunikasi dan bermain imajinatif yang


Proses penuaan adalah proses mulai muncul sejak anak berusia dibawah
Autisme berasal dari kata Autos yang 3 tahun. Autisme dipahami sebagai
berarti Aku. Dalam penelitian non gangguan perkembangan neurobiologis
ilmiah dapat diinterpretasikan bahwa yang berat sehingga gangguan tersebut
semua anak yang mengarah kepada mempengaruhi bagaimana anak belajar,
dirinya sendiri disebut autisme (Monks et berkomunikasi, keberadaan anak dalam
al dalam Yuwono, 2009). Priyatna (2010) lingkungan dan hubungan dengan orang
menuliskan autisme merupakan tipe yang lain. (The Association for Autistik
paling popular dari PDD (Pervasive Children in WA dalam Yuwono, 2009).
Development Disorder), yang mengacu Autisme diketemukan pada 4-5
pada problem dengan interaksi sosial, dari 10.000 orang dengan rasio

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 24


Efektifitas Terapi Musik Klasik...Zidni Nuris Yuhbaba, Hal. 24 - 33

perbandingan 3-4 anak laki-laki terhadap bisa mengembangkan daya kreativitas


1 anak wanita (Monks et al, 2006). dan imajinasinya untuk dapat
Angka kejadian autisme di dunia bersosialisasi dengan orang lain.
meningkat tajam setelah tahun 1990, Penatalaksanaan terapi pada anak
mencapai 1-2 per 500 hingga 1 per 100 autisme bersifat multidisiplin yang
anak-anak. The Centre Of Disease memerlukan banyak tim seperti perawat,
Control dalam Yuwono (2009) psikolog, pekerja sosial, dokter dan
menyebutkan jumlah penderita autis sebagainya. Perawat sebagai tenaga
mencapai 2-6 per 1000 anak. Selama kesehatan mempunyai peran penting
tahun 2000-2001 terdapat lebih dari untuk mengoptimalkan perkembangan
15.000 anak-anak beerusia 3-5 tahun dan anak penderita autisme. Peran perawat
lebih dari 78.000 anak berusia 6-21 tahun secara konkrit dalam penanganan anak
di Amerika Serikat adalah autistik penderita autisme meliputi peran sebagai
sebagaimana didefinisikan dalam terapis yang nantinya di dampingi oleh
Individual with Disabilities Education tim lain, konselor dan membantu dalam
Act (IDEA). Di Indonesia, isu anak autis pengawasan dan penggunaan terapi
mulai dikenal secara luas sekitar tahun medikamentosa. Terapi autisme menurut
2000-an. Data mengenai jumlah anak Tjin Wiguna (2002) yang ditulis oleh
dengan gangguan autisme belum Astuti (2007) adalah penatalaksanaan
diketahui dengan pasti. Namun jumlah anak dengan gangguan autisme secara
anak dengan gangguan autisme terstruktur dan berkesinambungan untuk
menunjukkan peningkatan yang mengurangi masalah perilaku dan untuk
mencolok. Hal ini dibuktikan dengan meningkatkan kemampuan belajar dan
meningkatnya jumlah pusat terapi untuk perkembangan anak sesuai atau paling
penderita autisme. Pada tahun 1997 sedikit mendekati anak seusianya dan
belum banyak pusat terapi yang bersifat multi disiplin yang meliputi: (1)
memberikan layanan terapi untuk anak terapi perilaku berupa ABA (Applied
dengan gangguan autisme, tapi kini Behaviour Analysis), (2) terapi biomedik
jumlah pusat terapi mencapai 102 pusat (medikamentosa), (3) terapi tambahan
terapi dan 13 sekolah khusus anak lainnya yaitu, terapi wicara, terapi
autisme (Data Yayasan Autisma sensory integration, terapi musik, terapi
Indonesia/YAI, 2009). Padahal masih diet, dll . Terapi musik sendiri merupakan
banyak pusat terapi yang tidak terdaftar penggunaan musik sebagai peralatan
di YAI. Hal ini menjadi bukti bahwa terapis untuk memperbaiki, memelihara,
kebutuhan akan layanan anak utisme mengembangkan mental, fisik dan
semakin meningkat bersamaan dengan kesehatan emosi (Djohan, 2009). Banyak
jumlah anak autisme. hasil penelitian menunjukkan bahwa 80-
Anak-anak dengan gangguan 90% penderita autisme merespon musik
autisme biasanya kurang dapat secara positif sebagai sebuah motivator.
merasakan kontak sosial. Mereka Keterampilan merespon musik lebih
cenderung menyendiri dan menghindari bertahan lama dibandingkan dengan
kontak dengan orang lain. Orang keterampilan lainnya (Djohan, 2009).
dianggap sebagai objek (benda) bukan Hasil penelitian yang dilakukan
sebagai subjek yang dapat berinteraksi Lembaga Aplikasi Musik di Iran
dan berkomunikasi (Yuwono, 2009). mengenai fungsi terapan musik terhadap
Penyandang autisme pada umumnya kesehatan fisik dan mental manusia
tidak mampu mengembangkan permainan menunjukkan bahwa terapi musik bisa
yang kreatif dan imajinatif. Oleh karena menjadi metode penyembuhan baru bagi
itu mereka membutuhkan stimulasi agar gangguan mental dikalangan anak-anak

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 25


Efektifitas Terapi Musik Klasik...Zidni Nuris Yuhbaba, Hal. 24 - 33

cacat mental. Penelitian ini Sekolah Luar Biasa Bintoro


membuktikan, terapi musik dapat Jember merupakan satu-satunya sekolah
meningkatkan rasa percaya diri dan yang memberikan pendidikan khusus
mengontrol tindakan hiperaktif bagi anak autisme di kota Jember yang
dikalangan anak-anak cacat mental serta mempunyai program sekolah dasar bagi
dapat menciptakan perubahan mental, anak penderita autisme dan pusat terapi
dan perilaku yang signifikan. Penelitian dengan menggunakan kurikulum sekolah
lain membuktikan bahwa musik, terutama dasar sebagai acuan dalam pemberian
musik klasik sangat mempengaruhi terapi. Dengan jumlah siswa autisme
perkembanngan IQ (Intelegent Quotient) sebanyak 20 anak, mulai dari usia paling
dan EQ (Emotional Quotient). Seorang kecil 3 tahun hingga 12 tahun.
anak yang sejak kecil terbiasa Berdasarkan data yang peneliti peroleh
mendengarkan musik akan lebih bahwa semua terapi yang diberikan di
berkembang kecerdasan emosional dan SLB-B dan Autis TPA Bintoro Patrang
intelegensinya dibandingkan dengan anak menggunakan metode bermain sebagai
yang jarang mendengarkan musik sarana terapi, dimana salah satu kegiatan
(Rasyid, 2010). Pendapat ini didukung bermain yang dilakukan menggunakan
oleh penelitian yang dilakukan ahli saraf media musik. Salah satu terapi yang
dari Universitas Harvard, Mark Tramo , ditekankan adalah pada terapi perilaku
(2006). Ia mengatakan, di dalam otak karena anak autisme mengalami
terdiri dari jutaan neuron yang menyebar gangguan perilaku seperti perilaku
di otak akan menjadi aktif saat agresif atau menyakiti diri sendiri karena
mendengarkan musik. Rangsangan sebab yang tidak jelas, dan hal ini
neuron itulah yang meningkatkan tentunya selain akan membahayakan
kecerdasan. Maka dari itu, diperlukan dirinya sendiri juga akan membahayakan
suatu kerjasama antara tenaga pendidik, orang lain yang berada di sekitarnya.
tenaga medis, termasuk perawat serta Gangguan perilaku agresif ini sebenarnya
psikiatri atau psikolog agar dapat dapat diatasi dengan pemberian terapi
mendeteksi dini dan untuk penanganan musik klasik, namun karena berbagai
secara cepat dan tepat bagi para penderita faktor di SLB-B dan Autis TPA Bintoro
autis . Pada tahun 1998, Don Campbell, Patrang Jember belum
seorang musisi sekaligus pendidik, menggunakannnya.
bersama Dr. Alfred Tomatis seorang Berdasarkan hal di atas maka
psikolog, mengadakan penelitian untuk penulis tertarik untuk melakukan
melihat efek positif dari beberapa jenis penelitian tentang efektivitas terapi musik
musik. Hasilnya dituangkan dalam buku klasik terhadap perilaku agresif pada
mereka yang di Indonesia diterbitkan anak dengan autisme di SLB-B da Autis
dengan judul Efek Mozart, TPA Bintoro Patrang Jember.
memanfaatkan kekuatan musik untuk
mempertajam pikiran, meningkatkan METODE PENELITIAN
Kreativitas dan menyehatkan Tubuh. Design Penelitian ini adalah
Banyak fakta menarik yang diungkap Quasi Eksperiment, karena penelitian ini
Campbell dan Tomatis. Diantaranya, tidak menggunakan kelompok kontrol
adanya hubungan yang menarik antara dengan menggunakan desain penelitian
musik dan kecerdasan manusia. (1, one group pretest posttest. Dilakukan
http://imadeharyoga.com/2008/11/penelit pretest (observasi) untuk mengetahui
ian-musik-klasik, diperoleh tanggal 13 tingkat agresifitas sebelum dilakukan
April 2011). perlakuan, kemudian dilakukan posttest
(observasi) untuk mengetahui tingkat

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 26


Efektifitas Terapi Musik Klasik...Zidni Nuris Yuhbaba, Hal. 24 - 33

agresifitas setelah dilakukan perlakuan dengan Februari 2011. Sampel penelitian


sehingga dapat diketahui sejauh mana ini adalah anak penyandang autisme yang
efektifitas terapi musik klasik terhadap berperilaku agresif yang bersekolah di
perilaku agresif pada anak penderita Sekolah Khusus Autisme SLB Bintoro
autisme di SLB-B dan Autis TPA Bintoro Patrang Jember.
Bintoro Patrang Jember. Tempat penelitian ini dilakukan
Populasi pada penelitian ini di SLB-B dan Autis TPA Bintoro Patrang
adalah keseluruhan anak penderita Jember, pada bulan Juli 2011
autisme yang bersekolah di Sekolah
Khusus Autisme SLB Bintoro Patrang HASIL
Jember.Penelitian ini dilaksanakan di Hasil pengumpulan data pada
karang werdha Semeru Jaya Kecamatan sampel penelitian, adalah sebagai berikut:
Sumbersari Kabupaten Jember. Penelitian
dilakukan pada bulan Maret 2010 sampai
Tabel 1
Diskripsi hasil responden berdasarkan jenis kelamin responden di SLB-B dan Autis
TPA Bintoro Patrang bulan Juli 2011
No. Jenis kelamin Jumlah
1. Laki laki 9
2. Perempuan 1

Tabel 2
Diskripsi hasil responden berdasarkan usia responden di SLB-B dan Autis TPA
Bintoro Patrang bulan Juli 2011
No. Usia (Tahun) Jumlah
1. 9 4
2. 10 3
3. 11 3

Tabel 3
Diskripsi hasil tingkat agresifitas responden sebelum dan sesudah terapi selama 5
hari di SLB-B dan Autis TPA Bintoro Patrang
bulan Juli 2011
No. Responden Tingkat agresifitas
Sebelum terapi Sesudah terapi
1. Ad 9,2 1,8
2. Ag 8,8 2,8
3. At 7,6 3,8
4. An 7 3,6
5. Dk 6,6 3,2
6. Vk 4,2 3
7. Ar 6,6 3,2
8. Dv 6,2 3,4
9. Dt 4,2 2,8
10. Fd 6,6 3,2

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 27


Efektifitas Terapi Musik Klasik...Zidni Nuris Yuhbaba, Hal. 24 - 33

Tabel 4
Diskripsi hasil tingkat agresifitas anak sebelum dan sesudah terapi musik di SLB-
B dan Autis TPA Bintoro Patrang bulan Juli 2011
No. Observasi Jumlah
ringan sedang Berat
1. Sebelum terapi 2 8 0
2. Sesudah terapi 10 0 0

Tabel 5
Diskripsi Hasil Tingkat Agresifitas Sebelum Terapi Musik
Diskripsi Subjek pada Pretest di SLB-B dan Autis TPA
Bintoro Patrang bulan Juli 2011

Item-item Agresifitas Total


Tidak Melakukan
melakukan
f % f % f %
A. Menimbulkan keributan
Gaduh 1 10 9 90 10 100
Berteriak-teriak - - 10 100 10 100
Meracau - - 10 100 10 100
Memukul-mukul benda di 1 10 9 90 10 100
sekitarnya
B. Melukai diri sendiri
Memukul-mukul bagian 7 70 3 30 10 100
anggota tubuh
Membenturkan kepala 10 100 - - 10 100
Memukul mainan/sesuatu 10 100 - - 10 100
kebagian tubuhnya
Mencakar 9 90 1 10 10 100
Menggigit 6 60 4 40 10 100
C. Merusak barang yang ada
di sekitarnya
Melempar mainan/alat 1 10 9 90 10 100
tulis/benda lain
Menghamburkan barang- 1 10 9 90 10 100
barang di sekitarnya
D. Melukai orang lain 10
Menendang 7 70 3 30 10 100
Memukul 2 20 8 80 10 100
Melempar benda 1 10 9 90 10 100
Mencakar 10 100 0 - 10 100
Mendorong 5 50 5 50 10 100
Mencubit 4 40 6 60 10 100

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 28


Efektifitas Terapi Musik Klasik...Zidni Nuris Yuhbaba, Hal. 24 - 33

Tabel 6
Diskripsi Hasil Tingkat Agresifitas Sesudah Terapi Musik
Diskripsi Subyek Pada Post Test di SLB-B dan Autis TPA
Bintoro Patrang bulan Juli 2011

Item-item Agresifitas Total


Tidak Melakukan
Melakukan
F % F % f %
A. Menimbulkan keributan
Gaduh 7 70 3 30 10 100
Berteriak-teriak 1 10 9 90 10 100
Meracau - - 10 100 10 100
Memukul-mukul benda di - - 10 100 10 100
sekitarnya
B. Melukai diri sendiri
Memukul-mukul bagian 9 90 1 10 10 100
anggota tubuh
Membenturkan kepala 10 100 - - 10 100
Memukul mainan/sesuatu 10 100 - - 10 100
kebagian tubuhnya
Mencakar 10 100 - - 10 100
Menggigit 9 90 1 10 10 100
C. Merusak barang yang ada 10
di sekitarnya
Melempar mainan/alat 6 60 4 40 10 100
tulis/benda lain
Menghamburkan barang- 10 100 - - 10 100
barang di sekitarnya
D. Melukai orang lain
Menendang 5 50 5 50 10 100
Memukul 5 50 5 50 10 100
Melempar benda 10 100 - - 10 100
Mencakar 8 80 2 20 10 100
Mendorong 6 60 4 40 10 100
Mencubit 10 100 - - 10 100

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 29


Efektifitas Terapi Musik Klasik...Zidni Nuris Yuhbaba, Hal. 24 - 33

Tabel 7

Diskripsi hasil perilaku agresif yang masih terjadi setelah terapi musik di SLB-B
dan Autis TPA Bintoro Patrang bulan Juli 2011

No. Perilaku agresif Jumlah


Sebelum Sesudah
terapi terapi
1. Bereriak 10 9
2. Meracau 10 10
3. Memukul mukul 9 10
benda
disekitarnya
4. menendang 3 5

PEMBAHASAN efektif dalam perubahan perilaku agresif


Berdasarkan tabel 5.7 pada anak autisme. Untuk membuktikan
menunjukkan bahwa terjadi perubahan adanya efektifitas tersebut dilakukan
perilaku agresif yang muncul pada anak melalui observasi pada subyek yang akan
autisme setelah dilakukan terapi musik diteliti, sebelumnya dilakukan pretest
klasik Mozart dimana terdapat perbedaan untuk mengetahui perilaku agresifnya,
perilaku pada pretest dan posttest. setelah itu subyek diintervensi dengan
Dengan perbedaan perilaku yang terjadi diperdengarkan musik klasik Mozart
akan menimbulkan dampak yang positif selama 10-30 menit pada waktu ia belajar
bagi anak autisme dalam kehidupannya di ruang kelas, dan dilakukan posttest
sehari-hari, dan dengan adanya kemajuan untuk melihat perubahan perilaku agresif
tersebut selain merupakan prestasi dari subyek. Hal tersebut dilakukan selama 5
anak autisme juga merupakan prestasi hari untuk kemudian hasilnya
bagi terapis yang telah berusaha diakumulasi dan di ambil rata-rata. Data
meningkatkan kemajuan anak didiknya. yang telah terkumpul kemudian di olah
Tidak dapat dipungkiri bahwa terapi kemudian dilakukan pengujian dengan uji
musik klasik ini bukan satu-satunya statistik wilcoxon, untuk mengetahui
terapi yang digunakan terapis dalam hal signifikansi hipotesis komparatif antara
perkembangan kemajuan perilaku anak variabel independent dan dependen.
autisme kearah adaptif, tentunya banyak Setelah dilakukan perhitungan
faktor yang mendukung seperti terapi dengan menggunakan wilcoxon, dengan
medikamentosa, nutrisi, terapi bermain, menggunakan tingkat signifikan 95% (
dan lain-lain. Tingkat agresifitas anak = 0,05) didapatkan p-value = 0,005, maka
sebelum diberikan terapi musik Mozart nilai p-value < = 0,05, dengan
berkisar antara 4-9, sehingga 8 anak demikian H1 diterima yang berarti terapi
(80%) diantaranya tergolong memiliki musik klasik efektif terhadap perubahan
agresifitas sedang dan 2 anak lainnya perilaku agresif pada anak penderita
(20%) termasuk dalam klasifikasi autisme di SLB-B dan Autis TPA Bintoro
agresifitas ringan. Sedangkan setelah Patrang Jember
terapi musik Mozart diberikan terjadi Efektifitas terapi musik klasik
perubahan tingkat agresifitas pada sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor
seluruh anak. yaitu berat ringannya gangguan, waktu
Pada uraian sebelumnya telah dan lamanya terapi, kompleksitas gejala,
dijelaskan bahwa terapi musik cukup penyebab, kondisi perkembangan anak
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 30
Efektifitas Terapi Musik Klasik...Zidni Nuris Yuhbaba, Hal. 24 - 33

(kesehatan fisik dan psikologis), kondisi Kondisi psikologis khususnya


keluarga (kepribadian orang tua, keadaan emosional anak yang stabil akan
ekonomi, pengetahuan), kemampuan membantu dalam pelaksanaan terapi
terapis (kemampuan, keterampilan, musik klasik semakin efektif bagi
pengalaman), fasilitas yang memadai anak penderita autisme. Anak autisme
(alat permainan), system rujukan (terapi menunjukan perilaku tempetantrum
penunjang lainnya seperti terapi sehingga terapis harus sabar dalam
medikamentosa, terapi nutrisi). melaksanakan terapi musik klasik
a. Berat ringannya gangguan pada setiap sampai anak menunjukan emosional
sampel yang dapat dikendalikan. Kondisi
Semakin berat derajat gangguan belajar yang membosankan akan
perilaku agresif semakin sulit untuk dapat menyebabkan anak untuk
kembali ke normal, sehingga terapi menimbulkan perilaku yang
musik klasik ini bukannya satu- maladaptif.
satunya terapi yang efektif akan tetapi f. Kondisi lingkungan keluarga
membutuhkan terapi penunjang (keadaan sosial ekonomi keluarga,
lainnya untuk memperbaiki kondisi kepribadian orang tua, pendidikan
anak. Namun, walaupun derajat orang tua)
gangguan yang terjadi sangat ringan Menurut Faris (2008), bahwa kasih
tetap harus memperoleh terapi. sayang dan kesabaran dari keluarga
b. Waktu dan lamanya terapi musik merupakan hal penting bagi
klasik penanganan anak autisme.
Terapi musik akan lebih efektif Kepribadian orang tua yang keras dan
apabila diperdengarkan dalam waktu kasar akan memperburuk keadaan
30 menit sehari dalam waktu 40 anak karena anak akan trauma dan
hari berturut-turut, sehingga selain di merasa disakiti. Pengetahuan orang
sekolah/pusat terapi juga bisa tua tentang terapi musik akan
diperdengarkan di rumah. membantu terapis dalam pelaksanaan
c. Penyebab autisme yang belum dapat di rumah. Sosial ekonomi orang tua
diketahui secara tepat yang mendukung akan mempercepat
Penyebab terjadinya autisme yang proses perbaikan pada anak karena
belum diketahui akan mempersulit terapi membutuhkan biaya yang
terapis dalam melakukan terapi, mahal.
sehingga pemeriksaan dan pengkajian g. Kemampuan terapis (pengalaman,
yang detail menjadi perhatian yang kemampuan dan ketrampilan)
penting. Dengan demikian penyebab Menurut Djohan (2009) bahwa
autisme yang diketahui akan terapis dapat mempercepat proses
mempermudah terapi dalam terapi khususnya terapi musik apabila
menangani hendaya yang muncul terapis mampu mengembangkan
pada anak autisme. hubungan yang hangat, erat dengan
e. Kondisi anak autisme (status anak, terapis mampu menerima anak
kesehatan fisik maupun psikologi) tepat seperti apa adanya, terapis bisa
Kondisi fisik anak autisme dalam menunjukan penghargaan yang tinggi
rentang sehat akan membantu dalam terhadap kemampuan anak pada
proses terapi musik klasik, sehingga waktu ia berhasil, terapis bisa
semakin optimal kondisi fisik anak memberikan batasan-batasan dari
akan semakin membantu efektifitas tujuan program terapinya.
terapi musik klasik.

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 31


Efektifitas Terapi Musik Klasik...Zidni Nuris Yuhbaba, Hal. 24 - 33

h. Fasilitas yang memadai klasik termasuk kategori agresif ringan,


Fasilitas yang lengkap akan yaitu sebanyak 100%.
menunjang keberhasilan pelaksanaan Terdapat pengaruh yang signifikan
terapi musik. Semakin banyak jenis antara tingkat agresifitas anak dengan
atau variasi musik yang autisme sebelum dan sesudah diberikan
diperdengarkan maka akan semakin terapi musk klasik. Hal ini ditunjukkan
membantu proses terapi. dengan nilai p=0,005 (p<0,05). Dengan
Sistem rujukan (terapi penunjang demikian terapi musik klasik efektif
seperti terapi medikamentosa, terapi terhadap perubahan perilaku agresif pada
nutrisi). anak dengan autisme.
Sistem rujukan yang semakin lengkap
baik sistem rujukan dalam DAFTAR PUSTAKA
pemeriksaan anak maupun sistem Arikunto, Suharsini. (2006). Prosedur
rujukan dalam memberikan terapi penelitian. Jakarta : Rineka
akan membantu dalam perkembangan Cipta
anak penderita autisme. Christie, et al. (2010). Langkah Awal
Disamping itu efektifitas terapi, Berinterksi dengan Anak Autis.
khususnya terapi musik klasik juga Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
dipengaruhi oleh usia anak. Utama
Penatalaksanaan terapi akan berjalan Dhani, Musik Klasik,
baik apabila dilakukan sebelum usia 5 http://www.dhani.org/2003/09/
tahun, karena perkembangan otak musik-klasik, diperoleh tanggal
manusia paling pesat terjadi pada usia 20 April 2011).
kurang dari 5 tahun dan puncaknya Djohan (2009). Psikologi Musik.
pada usia 2 3 tahun. Di samping itu Yogyakarta : Penerbit Best
anak semakin dini dibawa ke pusat Publisher
terapi akan lebih mudah mengatasi Faris (2008) Terapi Autisme,
gejala atau hendaya yang muncul. http://www.autis.info/index.php
Penatalaksanaan terapi pada usia /terapi-autisme, diperoleh
lebih dari 5 tahun akan berjalan tanggal 02 April 2011
lambat. Dengan demikian dapat Handojo, Y (2003). .Autisme : Petunjuk
diketahui bahwa efektifitas terapi Praktis dan Pedoman Materi
musik klasik pada anak penderita Untuk Mengajar Anak Normal,
autisme tidak sama untuk setiap Autisme dan Perilaku Lain.
individu karena dipengaruhi oleh Jakarta : PT Bhuana Ilmu
banyak hal untuk keberhasilan terapi Populer
tersebut. Handojo, Y (2009). Autisme Pada Anak.
Jakarta : PT. Bhuana Ilmu
SIMPULAN Populer
Berasarkan hasil dan pembahasan Haryoga, (2008). Musik Klasik,
dari penelitian yang telah dilkukan, maka http://imadeharyoga.com/2008/1
dapat disimpulkan sebagai berikut : 1/penelitian-musik-klasik/,
Tingkat agresifitas pada anak dengan diperoleh tanggal 13 April 2011)
autisme sebelum dilakukan terapi musik Hurlock, Elizabeth B (2004). Psikologi
sebagian besar termasuk dalam kategori Perkembangan Suatu
agresif sedang, yaitu sebanyak 80%. Pendekatan Sepanjang Rentang
Tingkat agresifitas pada anak dengan Kehidupan , Edisi Kelima.
autisme setelah dilakukan terapi musik Jakarta : Erlangga

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 32


Efektifitas Terapi Musik Klasik...Zidni Nuris Yuhbaba, Hal. 24 - 33

Kessick Rosemary (2009). Autisme Dan Smeltzer and Bare, 2002. Buku Ajar
Pola Makan yang Penting Keperawatan Medikal Bedah
Untuk Anda Ketahui. Jakarta : Edisi 8. Jakarta: EGC.
PT. Gramedia Pustaka Utama Snyder and Lindquist, 2002.
Monks, et al (2006). Psikologi Complementary/Alternative
Perkembangan. Yogyakarta : Therapies in Nursing 4th Edition.
Gadjah Mada University Press New York: Springer Publishing
Notoatmodjo, S (2010). Metode Company.
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Stevens, J. 1999. Ilmu Keperawatan.
Rineka Cipta Jakarta: EGC.
Nursalam, (2008). Konsep dan Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Penerapan Metodologi Kuantitatif, Kualitatif. Bandung:
Penelitian Ilmu Keperawatan. Alfabeta.
Jakarta : Salemba Medika Takeda et al. 2010. BMC
Peeters, T (2009). Panduan Autisme Complementaray and Alternative
Terlengkap. Jakarta : PT. Dian Medicine. http://www.
Rakyat Biomedcentral.com. Tanggal 05
Priyatna, A. (2010). Amazing Autism! Oktober 2010.
(Memahami, Mengasuh, dan Yayasan Gerontologi Abiyoso Provinsi
Mendidik Anak Autis). Jakarta : Jawa Timur. 2009. Dwi Windu
PT Elex Media Komputindo Yayasan Gerontologi Abiyoso
Pusat Riset Terapi Musik & Gelombang Provinsi Jawa Timur. Surabaya:
Otak, Yayasan Gerontologi Abiyoso
http://www.terapimusik.com/ Provinsi Jawa Timur.
diperoleh tanggal 20 April 2011
Rasyid, F (2010). Cerdaskan Anakmu
Dengan Musik!. Jogjakarta :
Diva Press (IKAPI)
Saefi, (2010) Perilaku Agresif,
http://belajarpsikologi.com,
diperoleh tanggal 02 April 2011
Santoso,S (2010). Statistik
Nonparametrik.Jakarta : PT
Media Elex Komputindo
Sugiyono, (2010). Statistik
Nonparametrik Untuk
Penelitian. Bandung : Alfabeta
Tjin Wiguna, (2002). Terapi Bermain
Pada Anak Bermasalah. Dalam
Astuti, (2007). Penatalaksanaan
Holistik Autisme. Jakarta :
Bagaian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Wijayakusuma, H. (2008). Psikoterapi
Anak Autisma. Jakarta : Pustaka
Populer Obor

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 33


Hubungan Pelayanan Posyandu Lansia......................Dony Setiawan HP, Hal. 34 - 40

HUBUNGAN PELAYANAN POSYANDU LANSIA DENGAN TINGKAT


KEPUASAN LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKORAMBI
KABUPATEN JEMBER

Dony Setiawan Hendyca Putra*, Hairrudin**, Supriyadi***

*STIKES Bhakti Negara Jember, **, *** Mahasiswa Program S1 Keperawatan


STIKES Bhakti Negara Jember

ABSTRACT

Elderly posyandu is an integrated service post for the community elderly in a certain areas that
have been agreed, which is driven by the community where they can get health care. The design of
this study using a descriptive cross-sectional correlative approach, with variable levels of service
satisfaction posyandu elderly and elderly. The population in this study is the elderly who live in the
Village I Village Sukorambi Krajan RW Sukorambi Jember District. Lansianya amount is 127
people. The sampling technique used was simple random sampling techniques (simple random
sampling). The samples used were as many as 96 elderly people by using simple random sampling
technique sampling. Retrieval of data using a questionnaire enclosed with the form of answers to a
graduated scale, which is measured at the time of completion of the activity in the elderly posyandu
elderly. Based on the analysis of the data processed using spearman rho showed a direct
relationship between service satisfaction levels posyandu elderly by the elderly in Hamlet Krajan
Work Area Health Center Sukorambi Jember with p-value 0.000. The conclusion of this study is
that there is a relationship posyandu elderly with satisfaction levels in elderly Hamlet Village
Krajan RW I Sukorambi Work Area Health Center Sukorambi Sukorambi Jember District.
Recommendations of this study is posyandu seniors who routinely carried out 1 time a month, can
be applied in elderly health care in posyandu elderly.

Key words: Elderly Posyandu Services, Elderly, Elderly Satisfaction Levels

LATAR BELAKANG Secara demografis, berdasarkan


Menua atau menjadi tua adalah sensus penduduk tahun 1990, jumlah
suatu keadaan yang terjadi di dalam penduduk berusia 60 tahun ke atas
kehidupan manusia. Proses menua sebesar 11,3 juta (6,4%) dari jumlah
merupakan proses sepanjang hidup, tidak penduduk. Pada tahun 2000, diperkirakan
hanya dimuali dari suatu waktu tertentu, meningkat sekitar 15,3 juta (7,4%) dari
tetapi dimulai sejak permulaan jumlah penduduk, dan pada tahun 2005,
kehidupan. Menjadi tua merupakan jumlah ini diperkirakan meningkat
proses alamiah, yang berarti seseorang menjadi 18,3 juta (8,5%) (Nugroho,
telah melalui tiga tahap kehidupannya, 2008). Sering kali keberadaan lanjut usia
yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap dipersepsikan secara negatif, dianggap
ini berbeda, baik secara biologis maupun sebagai beban kaluarga dan masyarakat
psikologis. Memasuki usia tua berarti sekitarnya. Kenyataan ini mendorong
mengalami kemunduran, misalnya semakin berkembangnya anggapan
kemunduran fisik yang ditandai dengan bahwa menjadi tua itu identik dengan
kulit yang mengendut, rambut memutih, semakin banyaknya masalah kesehatan
gigi mulai ompong, pendengaran kurang yang dialami oleh lanjut usia. Lanjut usia
jelas, pengelihatan semakin memburuk, cenderung dipandang masyarakat tidak
gerakan lambat, dan figur tubuh tidak lebih dari sekelompok orang yang sakit
proporsional (Nugroho, 2008). sakitan. Kesehatan merupakan aspek
sangat penting yang perlu diperhatikan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 34
Hubungan Pelayanan Posyandu Lansia......................Dony Setiawan HP, Hal. 34 - 40

pada kehidupan lanjut usia. Semakin tua dan terpantau secara optimal. Sebaliknya,
seseorang, cenderung semakin berkurang lansia yang tidak aktif dalam
daya tahan fisik mereka. Dalam kaitan ini memanfaatkan posyandu lansia, maka
kajian terhadap keperawatan lanjut usia kondisi kesehatannya tidak dapat
perlu ditingkatkan (Nugroho, 2008). terpantau dengan baik, sehingga apabila
Berdasarkan paparan diatas peneliti dapat mengalami suatu resiko penyakit akibat
menyimpulkan bahwa ada beberapa penurunan kondisi tubuh dan proses
masalah yang dihadapi oleh beberapa penuaan dikhawatirkan dapat berakibat
lansia tentang posyandu lansia, fatal dan mengancam jiwa mereka.
diantaranya adalah pengetahuan lansia Berdasarkan penelitian terkait,
yang rendah tentang manfaat posyandu, dari penelitian sebelumnya yang telah
jarak rumah dengan lokasi posyandu dilakukan oleh mahasiswa Program S1
yang jauh atau sulit dijangkau, kurangnya Keperawatan PSIK FK Universitas
dukungan keluarga untuk mengantar Sumatra Utara, disitu menunjukkan
maupun mengingatkan lansia untuk bahwa terdapat hubungan yang erat
datang ke posyandu, sikap yang kurang antara pelayanan posyandu lansia dengan
baik terhadap petugas posyandu, sarana tingkat kepuasan lansia. Pelayananan
dan psarana penunjang pelaksanaan yang diberikan petugas posyandu kepada
posyandu lansia. Maka untuk menangani lansia akan memberikan gambaran
masalah kesehatan lansia, pemerintah tentang kepuasan. Kepuasan baik apabila
mengeluarkan beberapa kebijakan/ pelayanan yang diterima lebih besar dari
program yang diterapkan oleh harapan. Kepuasan cukup apabila
puskesmas. Program pelayanan lansia pelayanan yang diterima sama dengan
disebut juga posyandu lansia (Depkes RI, harapan. Kepuasan kurang apabila
2005). pelayanan yang diterima lebih kecil/ jauh
Posyandu lansia adalah pos dari harapan.
pelayanan terpadu untuk masyarakat usia Berdasarkan studi pendahuluan di
lanjut di suatu wilayah tertentu yang Dusun Krajan Desa Sukorambi bahwa,
sudah disepakati, yang digerakkan oleh 26 lansia mengatakan bahwa sangat
masyarakat dimana mereka bisa membutuhkan sekali adanya pelayanan
mendapatkan pelayanan kesehatan yang kesehatan bagi para lansia di posyandu
meliputi pemeriksaan fisik, mental lansia. Ada 26 lansia juga mengatakan
emosional yang dicatat dan dipantau bahwa banyak diantara mereka yang
dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) kesehatan fisiknya terganggu.
sehingga dapat mengetahui lebih awal Berdasarkan paparan di atas maka
penyakit yang di derita (deteksi dini) atau peneliti mengambil Dusun Krajan RW I
ancaman masalah yang dihadapi. Kecamatan Sukorambi sebagai lokasi
Kegiatan posyandu lansia yang berjalan penelitian, karena Desa Sukorambi
dengan baik akan memberikan lansia adalah desa pengembangan FIKES
kemudahan pelayanan kesehatan dasar, UNMUH Jember.
sehingga kualitas hidup masyarakat di Jumlah lansia yang tercatat dalam
usia lanjut tetap terjaga dengan baik dan daftar anggota posyandu lansia di RW I
optimal. Berbagai kegiatan dan program dengan jumlah lansia 127 orang. Dalam
posyandu lansia tersebut sangat baik dan pelaksanaan posyandu bulan Maret, yang
banyak memberikan manfaat bagi para datang ke posyandu sejumlah 82 orang.
orang tua di wilayahnya. Seharusnya para Dari kehadiran lansia yang datang ke
lansia berupaya memanfaatkan adanya posyandu lansia hanya 82 orang.
posyandu tersebut sebaik mungkin, agar Berdasarkan paparan diatas peneliti
kesehatan para lansia dapat terpelihara menggambarkan bahwa ada

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 35


Hubungan Pelayanan Posyandu Lansia......................Dony Setiawan HP, Hal. 34 - 40

permasalahan terkait dengan perhatian Penelitian dilakukan di Dusun


pada lansia. Bahwa terdapat 82 lansia Krajan Desa Sukorambi Wilayah Kerja
yang datang dari 127 jumlah lansia yang Puskesmas Sukorambi Kabupaten Jember
tercatat di Dusun Krajan tersebut. dengan jumlah sampel 96 responden.
Posyandu lansia ini diaktifkan kembali Tehnik pemilihan responden pada
dan telah berjalan mulai bulan Maret penelitian ini menggunakan tehnik
2011 sampai sekarang. Oleh karena itu Random Sampling dimana sampling ini
peneliti ingin mengetahui seberapa menggunakan Simple Random Sampling.
tingkat kepuasan lansia tentang Etika penelitian dengan memberikan
pelayanan kesehatan yang diberikan si informed concent pada partisipan dengan
posyandu lansia. menerapkan prinsip confidentially,
anonymity serta informen consent.
METODE PENELITIAN Data dikumpulkan menggunakan
kuesioner untuk pelayanan posyandu
Tujuan penelitian ini untuk
lansia dan kuesioner untuk kepuasan
Mengidentifikasi hubungan pelayanan
lansia. Analisis data yang digunakan
posyandu lansia dengan tingkat kepuasan
dalam penelitian ini adalah uji spearman
lansia di Dusun Krajan Wilayah Kerja
rho dengan = 0,05.
Puskesmas Sukorambi Kabupaten
Jembar. Desain yang digunakan adalah
HASIL
deskriptif korelasional dengan
Hasil pengumpulan data pada 96
pendekatan cross sectional.
responden didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 1
Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Usia
No Usia (tahun) Jumlah Persentase (%)
1. 60-64,5 66 68,75
2. 64,6-69 30 31,25
Total 96 100
Hasil wawancara responden dapat dilihat %), dan responden yang berusia 64,6 - 69
bahwa jumlah responden yang berusia 60 tahun sebanyak 30 orang (31,25%).
- 64,5 tahun sebanyak 66 orang (68,75
Tabel 2
Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Kriteria Pendidikan Jumlah Persen (%)


SD 55 57,29
SMP 25 26,04
SMA 16 16,67
Perguruan Tinggi 0 0
Jumlah 96 100
Hasil wawancara responden didapatkan sebanyak 25 (26,04%), pendidikan
bahwa pendidikan dasar sebanyak 55 menengah atas sebanyak 16 (16,67%)
(57,29%), pendidikan menengah pertama dan yang perguruan tinggi 0 responden.

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 36


Hubungan Pelayanan Posyandu Lansia......................Dony Setiawan HP, Hal. 34 - 40

Tabel 3
Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Bekerja/ Tidak

Kriteria Pekerjaan Jumlah Persen (%)


Tidak Bekerja 26 27,08
Bekerja 70 72,92
Jumlah 96 100
Hasil wawancara responden didapatkan responden (27,08%), yang bekerja
bahwa yang tidak bekerja sebanyak 26 sebanyak 70 responden (72,91%).

Tabel 4
Pelayanan Posyandu Lansia

No. Jumlah Persentase (%)


Baik 63 65,62
Cukup 33 34,38
Kurang 0 0
Total 96 100

Deskripsi hasil pelayanan posyandu dalam kategori baik yaitu sebanyak 63


lansia menurut responden di dusun responden (65,62%), kategori cukup
Krajan wilayah kerja Puskesmas sebanyak 33 responden (34,38%), dalam
Sukorambi kabupaten Jember adalah kategori kurang 0 responden.

Tabel 5
Tingkat Kepuasan Lansia

No. Jumlah Persentase (%)


Sangat Puas 87 90,62
Puas 9 9,38
Kurang Puas 0 0
Total 96 100
Deskripsi hasil tingkat kepuasan lansia sangat puas yaitu sebanyak 87 responden
menurut responden di dusun Krajan (90,62%) dan kategori puas sebanyak 9
wilayah kerja Puskesmas Sukorambi responden (9,37%).
kabupaten Jember adalah dalam kategori

Tabel 6
Hubungan Pelayanan Posyandu Lansia Dengan Tingkat Kepuasan Lansia

Tingkat Pelayanan Posyandu Lansia Jumlah


Kepuasan (%)
Cukup (%) Baik
Lansia
Puas 2 2,08% 6 6,25% 8
Sangat Puas 30 31,25% 58 60,41% 88
Total 32 64 96

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 37


Hubungan Pelayanan Posyandu Lansia......................Dony Setiawan HP, Hal. 34 - 40

Pelayanan Posyandu Lansia yang Dari analisis data teknik Spearman


cukup dengan Tingkat Kepuasan Lansia Rho pada tabel 5.7 didapatkan nilai p ini
yang puas sebanyak 2 responden 0,000 < (0,05), sehingga dapat
(2,08%), Pelayanan Posyandu Lansia disimpulkan bahwa ada hubungan yang
yang baik dengan Tingkat Kepuasan signifikan antara Pelayanan Posyandu
Lansia yang puas sebanyak 6 responden Lansia Dengan Tingkat Kepuasan Lansia
(6,25%), Pelayanan Posyandu Lansia Di Dusun Krajan Wilayah Kerja
yang cukup dengan Tingkat Kepuasan Puskesmas Sukorambi Kabupaten
Lansia yang sangat puas sebanyak 30 Jember, sedangkan untuk hasil
responden (31,25%), Pelayanan perhitungan nilai Rho didapatkan hasil
Posyandu Lansia yang baik dengan 0,602. Maka jika dihubungkan dengan
Tingkat Kepuasan Lansia yang sangat nilai korelasi dapat diartikan bahwa
puas sebanyak 58 responden (60,41%). antara Pelayanan Posyandu Lansia
Berdasarkan uji statistik Dengan Tingkat Kepuasan Lansia di
menggunakan metode spearman rho ( = Dusun Krajan Wilayah Kerja Puskesmas
0,05) diperoleh hasil = 0,000 lebih kecil Sukorambi Kabupaten Jember
dari = 0,05 yang berarti ada hubungan mempunyai hubungan yang kuat atau
antara pelayanan posyandu lansia dengan hubungan tidak dapat diabaikan
kepuasan lansia. (Nursalam, 2009). Dari penelitian yang
telah dilakukan terbukti bahwa pelayanan
PEMBAHASAN posyandu lansia yang dilaksanakan
Setelah melakukan penelitian dengan baik maka berdampak pada
terhadap Hubungan Pelayanan Posyandu tingkat kepuasan lansia yang sangat puas
Lansia Dengan Tingkat Kepuasan Lansia terhadap pelayanan kesehatan yang
Di Dusun Krajan Wilayah Kerja diberikan di posyandu lansia.
Puskesmas Sukorambi Kabupaten Jember Dari analisis data teknik Spearman
bulan Mei - Juli 2011 terlihat pada tabel Rho pada tabel 5.7 didapatkan nilai p ini
kontingensi (tabel 5.6) yang 0,000 < (0,05), sehingga dapat
menunjukkan bahwa dari Pelayanan disimpulkan bahwa ada hubungan yang
Posyandu Lansia yang cukup dengan signifikan antara Pelayanan Posyandu
Tingkat Kepuasan Lansia yang puas Lansia Dengan Tingkat Kepuasan Lansia
sebanyak 2 responden (2,08%), Di Dusun Krajan Wilayah Kerja
Pelayanan Posyandu Lansia yang baik Puskesmas Sukorambi Kabupaten
dengan Tingkat Kepuasan Lansia yang Jember, hal ini disebabkan karena hasil
puas sebanyak 6 responden (6,25%), daripada pelayanan posyandu lansia
Pelayanan Posyandu Lansia yang cukup dengan tingkat kepuasan lansia itu adalah
dengan Tingkat Kepuasan Lansia yang sama. Artinya Pelayanan posyandu lansia
sangat puas sebanyak 30 responden yang baik akan memberikan kepuasan
(31,25%), Pelayanan Posyandu Lansia yang sangat puas pada pelanggannya dan
yang baik dengan Tingkat Kepuasan itu terbukti di dusun Krajan wilayah kerja
Lansia yang sangat puas sebanyak 58 Puskesmas Sukorambi Kabupaten
responden (60,41%). Jember. Adapun beberapa variabel yang
Sebagaimana telah diuraikan di atas mempengaruhi tingkat kepuasan lansia di
bahwa kepuasan merupakan fungsi dari dusun Krajan wilayah kerja Puskesmas
kesan harapan dan kinerja (Tjiptono, Sukorambi, diantaranya adalah umur,
2001). Diketahui bahwa ada dua variabel pendidikan, bekerja atau tidak, jarak
yang menentukan kepuasan pelanggan posyandu ke rumah. Variabel inilah yang
yaitu expectation dan performance. menyebabkan adanya Hubungan
Pelayanan Posyandu Lansia Dengan

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 38


Hubungan Pelayanan Posyandu Lansia......................Dony Setiawan HP, Hal. 34 - 40

Tingkat Kepuasan Lansia Di Dusun Anindya. 2007. Perkembangan Dewasa


Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Lansia (Teori Tentang Proses
Sukorambi Kabupaten Jember. Menjadi Tua). 1.
Umur sangat berpengaruh terhadap http://ilmupsikologi.wordpress.com
kriteria untuk dijadikan responden dalam /2010/02/18/perkembangan-
penelitian ini, sehingga sampel yang dewasa-lansia-teori-tentang-proses-
diambil tepat sasaran untuk dijadikan menjadi-tua/, (di akses
responden. Pendidikan sangat 2011/03/06).
berpengaruh terhadap apa yang ditangkap Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian
saat mendapatkan pelayanan di posyandu Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta,
lansia, serta kecakapan dalam PT Rineka Cipta.
berkomunikasi dengan petugas posyandu Asriwuria. (2009). Lansia Dalam
lansia. Bekerja atau tidak responden ini Kependudukan, Malang: 4,
juga berpengaruh terhadap adanya http://stikeskabmalang.wordpress.c
hubungan kedua variabel karena jika om/2009/10/03/lansia-dalam-
lansia di bekerja maka jelas bahwa lansia kependudukan-2/, (di akses
tersebut memiliki hubungan sosial yang 2011/03/06).
lebih erat dengan orang lain daripada Departemen Kesehatan RI. (2003).
lansia yang tidak bekerja yang hanya Pedoman Umum Pengelolaan
dirumah. Jarak antara posyandu lansia Posyandu. Jakarta: Departemen
dengan rumah lansia sangat penting Kesehatan RI.
sekali karena sangat berpengaruh Departemen Kesehatan RI. (2005).
terhadap kedua variabel penelitian ini. Pedoman Umum Pengelolaan
Jarak itu menentukan banyak tidaknya Posyandu. Jakarta: Departemen
lansia yang datang ke posyandu lansia. Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2006). Saya
KESIMPULAN Bangga Menjadi Kader Posyandu.
Pelayanan posyandu lansia di Jakarta: Bina Kesehatan
Dusun Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Masyarakat Departemen
Sukorambi Kabupaten Jember yang Kesehatan.
terbanyak adalah dalam kategori baik, Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan.
yaitu 63 responden (65,62%). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tingkat kepuasan lansia di Dusun Fitradjaja. (2010). Posyandu Lansia Perlu
Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Dapat Perhatian..
Sukorambi Kabupaten Jember yang http://politik.suarasurabaya.net/,
terbanyak adalah dalam kategori sangat (diakses 27 April 2010).
puas, yaitu 87 responden (90,62%). Hastono. (2007). Basic Data Analysis for
Ada Hubungan Pelayanan Health Research Training. Analisis
Posyandu Lansia Dengan Tingkat Data Kesehatan. Depok: Tidak
Kepuasan Lansia di Dusun Krajan RW I dipublikasikan.
Desa Sukorambi Wilayah Kerja Hidayat. (2007). Metode Penelitian dan
Puskesmas Sukorambi Kecamatan Teknik Analisis. Jakarta. Salemba
Sukorambi Kabupaten Jember. Medika.
Ismawati. (2010). Posyandu (Pos
DAFTAR PUSTAKA Pelayanan Terpadu) dan Desa
Akira. (2010). Manusia Lanjut, Makasar: Siaga, Yogyakarta: Nuha Medika.
2, http://akiralawlet.blogspot.com/, Kottler, P. (1997) Manajemen Pemasaran
(di akses 2011/03/06). : Analisis, Perencanaan,
Implementasi Dan Kontrol, Jilid 2,

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 39


Hubungan Pelayanan Posyandu Lansia......................Dony Setiawan HP, Hal. 34 - 40

Alih Bahasa Hendar Teguh Dkk, Implikasi Kliniknya, dalam


Prenhallindo, Jakarta. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B.,
Kushariyadi. (2010). Asuhan Atwi, I., Simadibrata, M., & Setiati,
Keperawatan pada Klien Lanjut S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Usia, Jakarta: Salemba Medika. Jil. III Ed. IV (hlm. 1335-1340).
Mustikasari. (2006). Komunikasi Dalam Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.
Pelayanan Keperawatan. 4, Sulizwanto. 2010. Perkembangan Fisik
http://mustikanurse blogspot com. dan Psikis pada Usia Lanjut Kajian
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Teoritis dan Apilkatif. 2-3.
Penelitian Kesehatan. Jakarta: http://shulizwanto08.wordpress.co
Rineka Cipta. m/2010/01/12/ psikologi-
Notoatmodjo. (2005). Metodologi perkembangan-lansia/, (di akses
Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi), 2011/03/09).
Jakarta: Rineka Cipta. Suparyanto. (2011). Konsep Lanjut Usia,
Notoatmodjo. (2010). Metodologi 2, http://dr suparyanto. blogspot.
Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi), Com/2011/ 02/ konsep-lanjut-
Jakarta: Rineka Cipta. usia.html, (di akses 2011/03/09).
Nugroho, H. W. (2008). Keperawatan Tjiptono. (2001). Kepuasan Layanan
Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Kesehatan, 4, http://Tjiptono.
Jakarta: EGC. blogspot. Com/2001/ 02/12
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan kepuasan layanan kesehatan. html,
Metodologi Penelitian. Jakarta: (di akses 2011/01/17)
Salendra Medika.
Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Pohan. (2007). Jaminan Mutu Layanan
Kesehatan. Jakarta EGC.
Pro-Health. (2009). Aktivitas Pada
Lansia,3,
http://stikeskabmalang.wordpress.c
om/2009/10/03/aktivitas-pada-
lansia/ (diakses 2011/03/09).
Sabarguna. 2004). Quality Assurance
pelayanan Rumah Sakit,
Konsorsium Rumah Sakit Islam
Jateng DIY, Yogyakarta.
Santoso, S. (2010). Statistik
Nonparametrik. Jakarta: Elexmedia
Komputindo.
Sarwono, S. (2004). Sosiologi Kesehatan.
Yogyakarta: Gajah Mada
University Pers.
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan
Riset Keperawata / Setiadi. Edisi
Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setiati, S., Harimurti, K., & Roosheroe,
A. G. (2006). Proses Menua dan

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 40


Pengaruh Senam Tera Terhadap Kadar Gula Lansia.............................Firdha Novitasari, Hal. 41 - 49

PENGARUH SENAM TERA TERHADAP KADAR GULA DARAH LANSIA


DENGAN DIABETES MELITUS DI KECAMATAN SUMBERSARI KABUPATEN
JEMBER

Firdha Novitasari*, Baskoro Setioputro**, Roymond***


*STIKES Bhakti Negara Jember, **, *** Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember

ABSTRACT

Diabetes mellitus is kind of diseases often suffered by elderly people and it marked by
increase of glucose rate in blood. Many kind of therapy have been done to cure their
hiperglikemia both farmacology and non farmacology. One of non farmacology therapy
that can be their alternative is tera exercise. Tera exercise can decrease hiperglikemia by
increasing glucose uptake in skeletal muscle and repairing of insulin sensitivity. This
research aimed to find out the influence of tera exercise to blood glucose level. This
research used Pra experiment desigh by one group pre-test and post-test design. The
number of sample was 35 elderly people whom suffering diabetes mellitus. The blood
glucose level of each sample is measured before and after tera exercise, then the different
of them is analized to identify the influence of tera exercise. By using sample paired t-test,
the result of this research is t count value 14,082, t table value 2,032. Regarding that t
count > t-table so Ho is rejected. It can be conclude that tera exercise have influence to
blood glukose level in elderly people with diabetes mellitus in Sumbersari Disctric Jember
Recidance.

Key words: Blood Glukose Level, Diabetes Mellitus, Tera Exercise.

LATAR BELAKANG insulin. Normalnya insulin akan terikat


Lanjut usia merupakan bagian dengan reseptor khusus pada permukaan
dari tahap perjalanan hidup manusia yang sel. Akibat dari terikatnya insulin dengan
tidak bisa dihindari oleh setiap manusia. reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
Masa dewasa tua (lansia) ini dimulai reaksi dalam metabolisme glukosa
setelah pensiun, biasanya antara usia 65 didalam sel. Resistensi insulin diabetes
dan 75 tahun (Potter dan Perry, 2005). melitus tipe 2 disertai dengan penurunan
Penyakit degeneratif yang sering muncul reaksi intrasel ini. Dengan demikian
yang berkaitan dengan proses menua insulin menjadi tidak efektif untuk
adalah penyakit akibat gangguan menstimulasi pengambilan glukosa pada
metabolisme hormonal seperti diabetes jaringan. Untuk mengatasi resistensi
melitus (Stieglitz, 1954 dalam Nugroho, insulin dan terbentuknya glukosa dalam
2008). darah, harus terdapat peningkatan jumlah
Diabetes tipe 2 paling sering insulin yang disekresikan oleh pankreas.
terjadi pada penderita diabetes yang Pada penderita dengan gangguan sekresi
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. insulin sel beta pankreas tidak mampu
Pada usia di atas 65 tahun resistensi mengimbangi peningktan kebutuhan akan
insulin cenderung meningkat (Smeltzer insulin sehingga terjadi peningkatan
dan Bare, 2002). Pada diabetes melitus kadar glukosa (Smeltzer dan Bare, 2002).
tipe 2 terdapat dua masalah utama yang Kadar glukosa yang tinggi dapat
berhubungan dengan insulin yaitu meracuni dan menyebabkan rasa lemah
resistensi insulin dan gangguan sekresi serta tidak sehat serta dapat menyebabkan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 41
Pengaruh Senam Tera Terhadap Kadar Gula Lansia.............................Firdha Novitasari, Hal. 41 - 49

komplikasi dan gangguan metabolisme selanjutnya menuju otot untuk aktivitas.


yang lain. Lansia kadang kala tidak Jenis olahraga aerobik yaitu jalan kaki,
menyadari kadar gula darahnya tinggi. berenang, bersepeda, jogging atau senam
Akibat dari tingginya kadar gula darah (Tandra, 2009).
yang lama tidak terdeteksi ini timbul Senam tera merupakan salah satu
berbagai komplikasi jangka panjang olahraga aerobik (menggunakan oksigen)
seperti kelainan mata, neuropati perifer, karena senam ini memiliki unsur olah
dan kelainan vaskuler perifer yang sulit nafas (melatih nafas). Senam tera terdiri
untuk ditangani. dari 17 gerakan peregangan, 25 gerakan
Penatalaksanaan diabetes melitus persendian, 20 gerakan pernafasan pokok
yang cukup menguntungkan bagi lansia (Muzakir, 2006). Senam ini berdurasi 35
adalah latihan fisik atau olahraga. Latihan menit dengan intensitas rendah hingga
fisik atau olahraga dapat membantu sedang (60-70 % nadi maksimum).
mengontol kadar gula darah, menurunkan Berdasarkan studi pendahuluan yang
berat badan, memperkuat jantung, dan dilakukan oleh peneliti pada lansia
mengurangi stres (Vitahealth, 2006). dengan usia 60-73 tahun di sanggar
Stein (2001) menyatakan, pada pasien senam tera PTD di Kecamtan Patrang, 10
NIDDM (non insulin dependent diabetes dari 11 lansia memiliki nadi antara 63-70
melitus) berusia lanjut, yang kelebihan % dari nadi maksimumnya setelah
berat badan, dan yang terlalu banyak melakukan senam tera.
duduk, olahraga memainkan peran yang Berdasarkan survey WHO,
lebih lansung dan lebih penting dalam jumlah penderita diabetes melitusdi
regiman terapi dengan meningkatkan Indonesia sekitar 17 juta orang (8,6
pengeluaran kalori. persen dari jumlah penduduk) atau
Latihan fisik atau olahraga yang menduduki urutan terbesar keempat
direkomendasikan untuk penderita setelah India, Cina, dan Amerika Serikat.
diabetes melitus yaitu olahraga yang Berdasarkan Survei WHO pada 2001
bersifat ringan hingga sedang. Intensitas menyebutkan terjadi peningkatan jumlah
olahraga yang direkomendasikan adalah diabetes melitus di Jakarta dari 1,7 persen
60-70 % denyut nadi maksimal pada tahun 1981 menjadi 5,7 persen pada
(Vitahealth, 2006). Olahraga dengan tahun 1993. International Diabetic
intensitas ringan hingga sedang yang Federation (IDF) mengestimasikan
cocok untuk penderita diabetes adalah bahwa jumlah penduduk Indonesia usia
olahraga aerobik. Berdasarkan penelitian 20 tahun keatas menderita diabetes
yang dilakukan olah Shivananda Nayak melitus sebanyak 5,6 juta orang pada
pada tahun 2005 yang berjudul Pengaruh tahun 2001 dan akan meningkat menjadi
Olahraga Aerobik dengan Metode 8,2 juta pada 2020, sedang Survei Depkes
Treadmeal terhadap Homeostasis Gula 2001 terdapat 7,5 persen penduduk Jawa
Darah Pasien NIDDM setelah dilakukan dan Bali menderita diabetes melitus
olahraga treadmill selama 6 minggu pada (Ottopharm, 2005). Pada tahun 2009 di
pasien pendarita NIDDM mengalami Kabupaten Jember jumlah penderita
penurunan kadar gula darah sebesar 44,4 diabetes melitus mencapai 3467 orang
Mg % (Nayak, 2005). Olahraga aerobik dan 46 % (1595 orang) nya di derita oleh
merupakan aktifitas fisik yang kelompok usia lanjut. Kecamatan
menggunakan oksigen secara teratur Sumbersari merupakan salah satu daerah
sehingga tidak membebani jantung dan dengan jumlah penderita diabetes
paru bahkan melatih nafas paru dan detak terbanyak di Kabupaten Jember. Jumlah
jantung, mengangkut oksigen dari paru penderita diabetes melitus di Kecamatan
ke jantung, lalu ke pembuluh darah dan Sumbersari mencapai 279 orang dengan

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 42


Pengaruh Senam Tera Terhadap Kadar Gula Lansia.............................Firdha Novitasari, Hal. 41 - 49

jumlah penderita lansia (>60 tahun) dilakukan sebelum senam tera (pretest)
sebesar 98 orang (Dinas Kesehatan kemudian peneliti pelakukan
Kabupaten Jember, 2009). pemeriksaan kembali setelah senam tera
Kecamatan Sumbersari sendiri dilaksanakan (posttes).
memiliki proporsi penderita diabetes Populasi penelitian ini adalah
lansia terbanyak di Kabupaten Jember. semua penderita diabetes melitus di
Sasana senam tera yang terdapat di Kecamatan Sumbersari yang berusia
Kecamatan Sumbersari berjumlah 6 lanjut sebesar 98 penderita dengan
sasana yaitu sasana Kebonsari, sasana populasi target sebanyak 43 orang yang
Sumbersari, sasana Puspitasari, sasana tersebar di 6 sasana di Kecamtan
Bunga Teratai, sasana Bunga Melati dan Sumbersari.
sasana Nias. Bedasarkan hasil studi Sampel pada penelitian ini adalah
pendahuluan jumlah penderita diabetes lansia dengan penyakit diabetes di
melitus di 6 sasana tersebut mencapai 43 Kecamatan Sumbersari Kabupaten
orang. Oleh sebab itu peneliti tertarik Jember yang terdaftar sebagai anggota
untuk meneliti pengaruh senam tera sanggar senam tera di sasana Kebonsari,
terhadap kadar gula darah lansia dengan sasana Sumbersari, sasana Puspitasari,
penyakit diabetes melitus di Kecamatan sasana Bunga Teratai, sasana Bunga
Sumbersari Kabupaten Jember. Melati dan sasana Nias yang memenuhi
kriteria penelitian. Lokasi penelitian
METODE DAN BAHAN adalah sanggar senam tera cabang Jember
Penelitian ini menggunakan yang terletak di Kecamatan Kaliwates
desain penelitian pra eksperimental Kabupaten Jember. Penelitian ini
dengan pendekatan yang digunakan dilakukan mulai bulan Maret 2010
adalah One Group Pre test-Post test. sampai bulan Juni 2011. Waktu
Rancangan One Group Pre test-Post test penelitian ini di hitung mulai dari
yaitu suatu metode dimana suatu pembuatan proposal sampai pembuatan
kelompok diberikan perlakuan, tetapi laporan dan publikasi.
sebelumnya diberikan pretest setelah itu HASIL
diberikan posttest (Wasis, 2008). Pada Hasil pengumpulan data pada
penelitian ini peneliti melakukan sampel penelitian, adalah sebagai berikut:
pemeriksaan kadar gula darah yang

Tabel 1
Distribusi Kadar Gula Sebelum Diberikan Senam Tera Pada Penderita Diabetes Melitus di
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Tahun 2011
Variabel Rata-rata Std. Deviasi Min-Maks 95% CI
Pengukuran kadar gula 167,51 37,139 100-228 167,51
darah sebelum mg/dL
diberikan perlakuan
senam tera
Sumber : data primer, (2011)
Tabel 2
Distribusi Kadar Gula Darah Setelah Diberikan Senam Tera Pada Penderita Diabetes
Melitus di Kecamatan Sumbersari kabupaten Jember Tahun 2011
Variabel Rata-rata Std. Deviasi Min-Maks 95% CI
Pengukuran kadar gula 163,03 35.650 98-221 163,03
darah setelah senam tera mg/dL
Sumber : data primer, (2011)

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 43


Pengaruh Senam Tera Terhadap Kadar Gula Lansia.............................Firdha Novitasari, Hal. 41 - 49

Tabel 3

Distribusi Perubahan Kadar Gula Darah Setelah Diberikan Senam Tera Pada Penderita
Diabetes Melitus di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Tahun 2011
Perubahan KGD naik KGD tetap KGD turun Total
KGD setelah Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%)
senam tera 0 (0) 0(0) 35(100) 35(100)
Sumber : data primer, (2011)

Tabel 4

Distribusi Kadar Gula Darah Sebelum dan Setelah Diberikan senam tera pada penderita Diabetes
Melitus di Keacamatan Sumbersari Kabupaten Jember Tahun 2011
Variabel Rata-rata Std deviasi Std eror P value 95% Cl N
Kadar gula 4.486 1.884 0,319 0.000 3,838- 35
darah 5,133
Sebelum
dan
Sesudah
senam tera
Sumber : data primer, (2011)

PEMBAHASAN meningkat setidaknya 40 %. Selama


Pengaruh pemberian senam Tera pelaksanaan senam tera kebutuhan akan
terhadap kadar gula darah dilakukan energi jauh lebih besar dibandingkan saat
dengan menggunakan uji paired-sample kondisi istirahat sehingga pemakaian
t-test. Dari uji tersebut diketahui p value glukosa darah juga meningkat. Menurut
dalam penelitian ini adalah 0,0005. Youngren (2001) otot rangka merupakan
Pengambilan keputusan uji t-dependen jaringan yang unik dimana selama proses
adalah jika p value< maka H0 ditolak kontraksi metabolismenya dapat
artinya terdapat perbedaan kadar gula meningkat sampai 200 kali lipat. Sumber
darah antara sebelum dan sesudah utama energi untuk melakukan kontraksi
dilakukan senam tera. Hasil tersebut otot adalah ATP (Guyton dan Hall, 1997).
dibuktikan dengan kadar gula darah rata- Jumlah ATP yang terdapat dalam
rata responden sebelum diberikan senam otot bahkan dalam otot seorang atlet
tera sebesar 167,51 mg/dL. Sedangkan hanya cukup untuk mempertahankan
sesudah diberikan senam tera rata-rata daya otot yang maksimal selama 3 detik
kadar gula darah menjadi 163,03. (Guyton dan Hall, 1997). Oleh sebab itu,
Berdasarkan tabel 5.5 rata-rata perbedaan ATP baru harus dibentuk kembali dalam
kadar gula darah sebelum dan setelah jika olahraga yang dilakukan lebih dari 3
senam tera sebesar 4,486 mg/dL detik. ATP yang dibutuhkan untuk proses
(perubahan kadar gula darah terendah kontraksi dan relaksasi dapat dihasilkan
sebesar 1 mg/dL dan yang tertinggi melalui glikolisis, dengan menggunakan
sebesar 8 mg/dL. Penurunan kadar gula glukosa darah, glikogen otot, kreatinin
darah setelah dilakukan senam tera terjadi fosfat (Murray et al, 2009). Sewaktu otot
karena latihan fisik dapat meningkatkan berkontraksi, ATP mengalami hidrolisis.
pemakaian glukosa oleh otot. Pada awalnya, sel otot menghindari
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penurunan kadar ATP yang bermakna
oleh Devlin et al dalam Ross (2011) di dengan membentuk kembali ATP dari
dapatkan bahwa setelah pelaksanaan kreatin fosfat. Namun pada saat
olahraga moderat uptake glukosa melakukan senam tera jumlah kreatin
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 44
Pengaruh Senam Tera Terhadap Kadar Gula Lansia.............................Firdha Novitasari, Hal. 41 - 49

fosfat dalam otot hanya dapat bertahan tipe 2 berhubungan dengan


dalam beberapa milidetik. Oleh karena ketidakmampuan insulin untuk
itu, simpanan glikogen otot juga terus menstimulasi GLUT-4 di sitoplasma
mulai terurai, untuk memasok glukosa berpindah ke membran sel untuk
yang kemudian dioksidasi di dalam otot membantu transportasi glukosa.
untuk menghasilkan ATP. Penguraian Normalnya bila transporter GLUT-4
glikogen otot pada metabolisme aerobik terpapar oleh insulin maka transporter
(senam tera) jauh lebih lambat dari pada tersebut bergerak dengan cepat menuju
kondisi metabolisme anaerob sehingga ke membran sel melelui proses
konsentrasinya tidak cepat habis. Seiring endositosis. Bila stimulus dari insulin
dengan peningkatan aliran darah ke otot terhenti, transporter tersebut kembali ke
yang bekerja, suatu proses yang sitoplasma melalui endositosis (Ganong,
memerlukan waktu sekitar 5-10 menit, 1999).
bahan bakar bergerak ke otot melalui Individu yang paling banyak
darah. Pada pengukuran glukosa darah menderita resistensi insulin adalah lansia.
segera setelah latihan menunjukkan Pendapat ini diperkuat oleh teori yang
penurunan bermakna disebabkan karena menyatakan pada usia di atas 65 tahun
glukosa masuk dalam otot dibakar resistensi insulin cenderung meningkat
dengan aktivitas fisik untuk energi (Smeltzer dan Bare, 2002). Resistensi
sehingga glukosa dalam darah menurun insulin pada lansia umumnya terjadi pada
(Marks et al, 2000; Murray et al, 2009). otot rangka namun pengaturan glukosa
Glukosa dalam darah dapat masuk ke dalam hati tidak terpengaruh olah
dalam sel otot melalui perantara zat penuaan. Meskipun jumlah insulin dan
pembawa (transporter). Menurut Guyton afinitas reseptor normal namun, beberapa
(1996) monosakarida tidak dapat bukti menunjukkan bahwa afinitas tirosin
berdifusi secara langsung melalui pori- kinase mungkin rusak pada pasien lansia,
pori membran sel, karena berat yang dapat berkontribusi pada resistensi
maksimum molekul yang dapat berdifusi insulin (Scheen, 2010). Disfungsi
ke dalam membran sel sekaitar 100 mitokondria secara progresif sering
sedangakan berat molekul glukosa sekitar terjadi pada proses penuaan yang
180. Glukosa dan beberapa fisiologis (Meneilly, 2010). Menurut
monosakarida lain dengan berat molekul Petersen, Kitt Falk et al (2003)
yang besar dapat masuk ke membran sel penurunan fungsi mitokondria dapat
dengan perantara zat pembawa menyebabkan resistensi insulin pada
(transporter) yang membuat lansia. Senam tera dapat meningkatkan
monosakarida tersebut larut dalam jumlah dan fungsi transporter GLUT-4 di
membran, sehingga dapat berdifusi membaran plasma. Menurut Wright et al
dengan mudah ke dalam membran sel. (2001) olahraga dapat meningkatkan
Transporter glukosa di membaran sel otot jumlah transporter GLUT-4 di membaran
adalah GLUT-4 (Murray et al, 2009). plasma dan meningkatkan aktivitasnya di
GLUT-4 adalah protein intraseluler yang membran sel. Berdasarkan penelitian
berpindah ke membran sel karena yang dilakukan oleh Cox et all pada
stimulus dari insulin atau noninsulin tahun 1999 olahraga dapat meningkatkan
(kontraksi dan hipoksia). Pada penderita konsentrasi GLUT-4 rata-rata sebesar 3,1
diabetes melitus stimulasi insulin kali lipat baik pada lansia atau pada usia
terhadap GLUT-4 mengalami gangguan. dewasa muda (Cox, 1999). Translokasi
Menurut Ryder JW et al, 2001; Zierath yang disebabkan oleh olahraga sampai
JR et al, 2000 dalam Henriksen (2002) saat ini belum jelas, tetapi dapat
resistensi insulin pada penderita diabetes diterangkan melalui pelepasan ion

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 45


Pengaruh Senam Tera Terhadap Kadar Gula Lansia.............................Firdha Novitasari, Hal. 41 - 49

kalsium dari retikulum sarkoplasma yang memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan


menyebabkan proses kontraksi. Ion fisik jangka pendek dapat meningkatkan
kalsium ini akan mengaktifkan PI3-K dan jumlah dan fungsi dari transporter GLUT-
Protein Kinase C yang dalam hipotesis 4. Peningktan jumlah transporter GLUT-4
mengakibatkan translokasi GLUT-4 yang ini dapat menyebabkan peningkatan
akan meningkatkan uptake glukosa uptake gluosa otot dan meningkatkan
(Youngren, 2003). sensitivitas dari kerja otot dalam
Selain oleh kerja Ca2+ translokasi merespon insulin selama senam tera.
GLUT-4 di membran sel juga dapat
distimulasi oleh AMP kinase yang KESIMPULAN
diaktifkan saat ada penurunan suplai Kadar gula darah lansia penderita
energi seluler seperti saat olahraga diabetes melitus sebelum senam tera
(Henriksen, 2002). Pada saat olahraga berkisar antara 100 mg/dL sampai 228
proses perubahan ATP menjadi ADP
mg/dL dengan rata-rata kadar gula darah
meningkat, jumlah kreatinin fosfat
menurun dan kandungan glikogen sebesar 167,51 mg/dL. Kadar gula darah
menurun yang dapat menyebabkan lansia penderita diabetes melitus setelah
aktivasi 5 AMP-activated protein kinase senam berkisar antara 98 mg/dL sampai
(AMP kinase) yang dapat meningkatkan 221 mg/dL dengan rata-rata kadar gula
translokasi GLUT-4 (Musi, 2001; sebesar 163,03.
Richter, 2001 dalam Fathoni et al, 2007). Senam tera dapat menurunkan
Peningkatan jumlah GLUT-4 di membran
kadar gula darah sebesar 4,486 mg/dL.
sel ini dapat membantu meningkatan
kepekaan otot terhadap glukosa sehingga Berdasarkan uji statistik paired-sample t-
uptake glukosa dalam sel juga meningkat test diperoleh hasil t hitung > t tabel yaitu
(Sakamoto 2002 dalam Fathoni et al, 14,082 > 2,032, dan didapatkan nilai p
2007). Selain itu menurut Ganong (1999) sebesar 0,0005 (p<0,05) maka, dapat
peningkatan kepekaan otot terhadap dapat disimpulkan bahwa senam tera
insulin disebabkan oleh peningkatan memiliki pengaruh terhadap kadar gula
jumlah transporter GLUT-4 independen
darah lansia dengan diabetes melitus di
di membran sel otot. Berdasarkan
penjelasan sebelumnya jumlah Kecamatan Sumbersari Kabupaten
transporter GLUT-4 independen di Jember.
membran sel otot meningkat sebesar 3
kali lipat selama olahraga. Peningkatan DAFTAR PUSTAKA
kepekaan ini menetap selama beberapa Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
jam setelah senam tera, dan olahraga Penelitian Suatu Pendekatan
teratur dapat meningkatkan kepekaan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
insulin yang berkepenjangan. Menurut Baron. 2000. Kapita Selekta
Masharani, (2007) peningkatan Patologi Klinik. Jakarta: EGC.
sensitivitas insulin pada olahraga jangka Canadian Society for Exercise
pendek dapat bertahan selama 24 jam Physiology. 2002. Physical
setelah olahraga. Readiness Questionare PAR-Q.
Berdasarkan uraian di atas dapat (serial online). http://www.csep.ca
diketahui bahwa penurunan kadar gula [7 desember 2010]
darah setelah senam tera dapat di jelaskan Clinical Research Facility Sheffield.
melalui dua mekanisme utama, yaitu 2010. Standard Operating
latihan fisik dapat meningkatkan Procedure Sheffield Clinical
penggunaan glukosa oleh otot dan Research Facility Blood Glucose

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 46


Pengaruh Senam Tera Terhadap Kadar Gula Lansia.............................Firdha Novitasari, Hal. 41 - 49

Monitoring. (serial online). Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan


http://www.crf.dept.shef.ac.uk [15 Riset Keperawata / Setiadi. Edisi
Desember 2010]. Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Chau, Diane dan Steven V. Edelman. Setiati, S., Harimurti, K., & Roosheroe,
2001. Clinical Managemen Of A. G. (2006). Proses Menua dan
Dibetes Melitus In Ederly. (jurnal Implikasi Kliniknya, dalam
online). Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B.,
http://clinical.diabetesjournals.org Atwi, I., Simadibrata, M., & Setiati,
[25 oktober 2010]. Dahlan, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Sopiyudin. 2006. Statistika Untuk Jil. III Ed. IV (hlm. 1335-1340).
Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.
Jakarta: PT Arkans. Darmono, Irawan, M Anwari. 2007. Nutrisi dan
Suhartono T, et al. 2007. Naskah Olahraga. (jurnal online).
Lengkap Diabetes Melitus. http://www.pssplab.com/journal/0
Semarang: Badan Penerbit 6.pdf [3 Juni 2010]. Kariadi, Sri
Universitas Diponegoro. Ganong Hartini. 2009. diabetes? siapa
William. F. 1999. Buku Ajar takut!!! : Panduan Lengkap
Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Untuk Diabetisi, Keluarga dan
EGC. Greenspans & Baxter. 2000. Profesional Medis. Bandung:
Endokrinologi Dasar dan Klinik. Qanita. Masharani, Umesh. 2008.
Jakarta: EGC. Guyton, Arthur C. Diabetes Demystified. Mc Graw
dan John E. Hall. 1997. Buku Ajar Hill: United States of America.
Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Marks, Dawn. B et al. 2000.
EGC. Guyton, Arthur C. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar:
Fisiologi Manusia dan Mekanisme Sebuah Pendekatan Klinis.
Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Jakarta: EGC.
Cox, Julie. H et al. 1999. The Effect of Mayo Clinic. 2010. Diabetes
Exercise to GLUT-4 and Insulin Management: How Life Style,
Sensitivity in Aging People. (jurnal Daily Routine Affect Blood Sugar.
online). http://jap.physiology.org (serial online).
[19 Oktober 2010] http://www.mayoclinic.com [3
Henriksen EJ, 2002. Exercise of Muscle Juli 2010].
Insulin Signalingand Action Menellly, Graydon. 2010.
InvitedReview: Effects of acute Pathophysiology of Diabetes in
exercise and exercise training on the Elderly. (serial online).
insulin resistance.(jurnal online). http://www.clinicalgeriatrics.com
http://www.jap.org. [31 Oktober [25 Oktober 2010]. Menjaya,
2010]. 2011/03/09). David. 1991. Buku Materi Pokok:
Sabarguna. 2004). Quality Assurance Daya Penyembuh 82 Gerakan
pelayanan Rumah Sakit, Senam Tera Indonesia. Jakarta:
Konsorsium Rumah Sakit Islam Yayasan Tera Inti. Mubarak,
Jateng DIY, Yogyakarta. Wahid Iqbal dkk. 2006.
Santoso, S. (2010). Statistik Keperawatan Komunitas 2: Teori
Nonparametrik. Jakarta: Elexmedia dan Aplikasi Dalam Praktik.
Komputindo. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Sarwono, S. (2004). Sosiologi Kesehatan. Murray, Robert. K et al. 2009.
Yogyakarta: Gajah Mada Biokimia Harper. Jakarta: EGC.
University Pers. Muzakir, Abd. Kahar. 2006.

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 47


Pengaruh Senam Tera Terhadap Kadar Gula Lansia.............................Firdha Novitasari, Hal. 41 - 49

Senam Tera Indonesia Cabang Threshold, Jurnal Applied.


Jember Jatim. Jember. Physiology. (jurnal online).
Nahdi, Sahqib. 2009. Pengaruh Aktivitas http://jap.physiology.org [5 April
Fisik Submaksimal Selama 30 2011].
Menit terhadap Kadar Gula Scheen, AJ. 2010. Diabetes Melitus In
Sewaktu. (jurnal online). The Elderly: Insulin Resisten And
http://www.journal. unair.ac.id [3 Impaired Insulin Secretion. (serial
Juni 2010]. Nathan, David M dan online).
Linda M. Delahanty. 2009. http://www.sciencedirect.com [25
Menaklukkan Diabetes. Jakarta: Oktober 2010].
PT Bhuana Ilmu Populer. Slater, Anne. 2001. Dibetes In The
Nayak, et al. 2005. Influence of Aerobic Elderly: The Geriatrician`s
Treadmil Exercise on Blood Perspective. (serial online).
Glukose Homeostasis In NIDDM http://www.diabetes.ca [30
Patien. (seial online). Oktober 2010]. Setiadi. 2007.
http://medmind.nic.in [3 juli Konsep dan Penulisan Riset
2010]. Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan. Yogyakarata:
Keperawatan Gerontik dan Graha Ilmu. Smeltzer, Suzane C
Geriatrik. Jakarta: EGC. dan Bare Brenda G. 2002. Buku
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Ajar Keperawatan Medikal
Indonesia (PERSI). 2008. Faktor Bedah: Brunner & Suddarth.
Lingkungan Dan Gaya Hidup Jakarta: EGC. Submariam, I dan
Berperan Besar Memicu J. Levine Danny Gold. 2005.
Diabetes. (serial online) Diabetes Melitus In Elderly An
http://www.pdpersi.co.id [3 Juni Overview. (jurnal online).
2010]. http://spectrum.diabetesjournals.o
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia rg [30 Oktober 2010]. Sudoyo
(PERKENI). 2006. Konsensus AW, Setiyohadi B, dkk. 2006.
Pengelolaan dan Pencegahan Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Diabetes Melitus Tipe 2. (serial Edisi IV. Jilid III. Jakarta: Balai
online). Penerbit FKUI. Sugiyono. 2008.
(http://penyakitdalam.files.wordpr Statisti Nonparametrik untuk
ess.com [27 Mei 2010]. Price, A Penelitian. Bandung: CV
Sylvia dan Wilson Lorraine. Alfabeta.
2006. Patofisiologi : Konsep Sukartini, Titin. 2006. Pengaruh Senam
Klinis Proses-Proses Penyakit. Tera terhadap Kebugaran Lansia.
Jakarta: EGC. Rasni, Hanny dan (serial online).
Erti Iktiarini Dewi. 2009. Modul http://www.adln.lib.unair.ac.id
Praktikum Biostatistika. Jember: [14 Juni 2010].
Universitas Jember. Sumintarsih. 2006. Kebugaran Jasmani
Ross, Robert. 2011. Does Exercise Untuk Lanjut Usia. (serial online).
Without Loss Improve Insulin http://eprints.uny.ac.id [8 juli
Sensititivity. (jurnal online). 2010].
http://care.diabetesjournals.org/ [1 Stein, Jay. H. 2001. Panduan Klinik Ilmu
Maret 201]. Penyakit Dalam edisi 3. Jakarta:
Ruby, Brent C et al. 2001. Gender EGC. Syrarifudin, B. 2010.
Differences in Glucose Kinetics Panduan TA Keperawatan dan
and Substrate Oxidation During Kebidanan dengan SPSS.
Exercise Near The Lactate Yogyakarta: Grafindo Litera

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 48


Pengaruh Senam Tera Terhadap Kadar Gula Lansia.............................Firdha Novitasari, Hal. 41 - 49

Media. Tandra, Hans. 2009.


Segala Sesuatu Yang Harus Anda
Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. Universitas Jember. 2010.
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
Universitas Jember. Jember:
Jember University Press.
Vitahelath. 2006. Diabetes.
Jakarta: PT Garamedia Pustaka
Utama. Wasis. 2008. Pedoman
Riset Praktis untuk Profesi
Perawat. Jakarta: EGC.
Wright, David. C dan Swan Pamela. D.
2001. Optimal Exercise Intensity
for Indivisual with Impaired
Glukose Tolerance. (serial
online).
http://spectrum.diabetesjournals.o
rg [31 Oktober 2010].
Youngren, J F.2003. Effects of Acute And
Chronic Exercise on Skeletal
Muscle Glucose Transport in
Aged Rats. (serial online)
http://jap.physiology.org [1 Maret
2011]

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 49


Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI...............................................................Kustin, Hal. 50 - 59

HUBUNGAN KETEPATAN PEMBERIAN MP-ASI TERHADAP STATUS GIZI


BAYI USIA 0-12 BULAN DI DESA KALIWINING KECAMATAN RAMBIPUJI
KABUPATEN JEMBER

Kustin*
*Dosen STIKES Bhakti Negara Jember

ABSTRACT

Breast milk supplement is food besides breast feeding for babies at 6 months years
old or more (Sunaryo, 2008). When the age of the babies increase, the babys need for
nutritions food also increases. The introduction and giving of the supplement should be
suited with the age, ability to digest and to receive food and be also given gradually in
term of texture, consistency, portion and frequency.
According to data taken from monthly nutrition report at Pustu Kaliwining and
Puskesmas Rambipuji, we know that 80 % babies get breast feeding supplement early and
6,4 % experiencing bad nutrition. This research was made in order to analysis the
accuracy relation about giving food besides breast feeding and the nutrition status of the
babies. This study was an analytic where the data were obtained through a cross sectional
design and the population was 186 persons. The sample was 127 babies
and their mothers. It was taken using a proporsional stratified random sampling
and with Chi Square analysis.
The results showed that the breast feeding supplement was given correctly (36 %)
and incorrectly (64 %). And from the criteria of the nutrition status on the bais of bodys
weight (Health Care Record), it was shown that there were 68 % babies with good
nutrition status, 9 % with bad nutrition status and 23 % inadequate nutrition status.
Based on the statistical test of Chi Square using SPSS For Windows, it is known
that there is a conclusion between the accuracy in giving breast feeding supplement and
the nutrition status of the babies in 0-12 months years old as shown by p cost is lower than
cost 0,05. It is suggested that midwives have to more active in order to give information
about the importance giving breast feeding supplement exactly to mothers in the various
meeting.

Key word : MP-ASI, Nutrition Status

PENDAHULUAN Namun, pemberian ASI Eksklusif


Pemberian makanan terbaik bagi hingga saat ini masih banyak menemui
bayi yang diberikan tanpa jadwal dan kendala. Upaya peningkatan perilaku
tidak diberi makanan lain walaupun menyusui pada ibu yang mempunyai bayi
hanya air putih sampai bayi berumur 4-6 khususnya dalam pemberian ASI
bulan merupakan pengertian dari ASI Eksklusif masih dirasa sangat kurang.
(Air Susu Ibu) Eksklusif (WHO, 2001). Permasalahan yang utama adalah faktor
Tidak ada satupun makanan yang dapat sosial budaya, kesadaran akan pentingnya
menyamai ASI, baik dalam kandungan ASI, pelayanan kesehatan dan petugas
gizi, enzim, hormon maupun zat kesehatan yang belum sepenuhnya
imunologik dan anti infeksi. Pemberian mendukung PP-ASI, gencarnya promosi
ASI Eksklusif sangat menguntungkan susu formula dan ibu yang bekerja
ditinjau dari berbagai segi, baik segi gizi, (Judarwanto, 2006).
kesehatan, ekonomi maupun sosial- Berdasarkan survey Profil
psikologis (Suhardjo, 2007). Kesehatan Kab/Kota dari Depkes RI
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 50
Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI...............................................................Kustin, Hal. 50 - 59

tahun 2007, dinyatakan bahwa pemberian terwakili. Kriteria Kriteria inklusi dalam
ASI Eksklusif di provinsi Jawa Timur penelitian ini adalah: Ibu yang
mencapai 40,77 %. Hal ini mengalami mempunyai bayi usia 0-12 bulan, Ibu
peningkatan daripada pada tahun 2006 yang bersedia menjadi responden dan Ibu
yang hanya mencapai 38,73 %. Namun, yang memberikan MP-ASI pada bayi usia
angka tersebut masih jauh dari apa yang 0-12 bulan. Sebelum penelitian
diharapkan oleh pemerintah dimana dilaksanakan, dilakukan studi
pemerintah mengharapkan untuk cakupan pendahuluan dan uji validitas serta
ASI Eksklusif adalah sebesar 80%. reabilitas oleh peneliti. Data primer
Dari studi pendahuluan yang dilakukan diperoleh langsung dari responden
peneliti, dengan mengambil data dari dengan cara membagikan angket berupa
Puskesmas Pembantu Desa Kaliwining checklist, wawancara serta penimbangan
dan laporan bulanan pelayanan gizi Desa BB bayi. Sedangkan data sekunder
Kaliwining di Puskesmas Rambipuji diperoleh dari pustu Kaliwining Wilayah
Kabupaten Jember, didapatkan hasil Rambipuji. Lokasi penelitian Desa
bahwa pada bayi usia 0-12 bulan yang Kaliwining Kecamatan Rambipuji
telah mendapatkan MP-ASI dini (pisang Kabupaten Jember. Pengolahan data
lumat/loteks) sebanyak 80% dan yang dilakukan dengan menggunakan 2 teknik.
mendapat ASI Eksklusif sebanyak 20%. Teknik pengolahan data dilakukan
Sedangkan bayi yang cenderung BGM dengan teknik pengolahan data secara
sebesar 6,4%. Berdasarkan data dan manual dan dengan program SPSS.
keterangan diatas, maka peneliti ingin Setelah itu, analisis dilakukan dengan uji
mengetahui lebih jauh tentang hubungan Chi Square.
ketepatan pemberian MP-ASI terhadap
status gizi. Dengan harapan hasil HASIL
penelitian ini dapat digunakan sebagai Dari hasil penelitian diperoleh
bahan pertimbangan untuk menambah data umum yang disajikan dalam
pengetahuan ibu, sehingga nantinya dapat penelitian ini, berupa data tentang
melahirkan kepedulian ibu akan gambaran umum dari tempat penelitian,
pentingya pemberian ASI Eksklusif dan karakteristik ibu responden berdasarkan
MP-ASI secara tepat. pekerjaan terhadap status gizi dan umur
bayi. Sedangkan data khusus yang
BAHAN DAN METODE disajikan antara lain data tentang
Desain penelitian ini ketepatan pemberian MP-ASI
menggunakan desain study analitik yang berdasarkan umur dan jenis makanan
akan menghubungkan pengaruh yang diberikan serta data yang diikuti
ketepatan ibu dalam memberikan MP- dengan status gizi bayi\ berdasarkan berat
ASI terhadap status gizi bayi. Metode ini badan (dengan indikator KMS).
menggunakan rancangan penelitian cross
sectional dimana pengumpulan data atau
penelitiannya dilakukan dalam waktu
yang bersamaan.
Jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian adalah sebanyak 127 bayi dari
12 posyandu yang ada. Sedangkan teknik
pengambilan sampel menggunakan
teknik proporsional stratified random
sampling pada subpopulasi sehingga
mengakibatkan setiap subpopulasi dapat

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 51


Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI...............................................................Kustin, Hal. 50 - 59

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pekerjaan ibu responden di Desa Kaliwining


Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember bulan Mei 2011
Status Gizi
Karakter Kurang gizi Kurang gizi
Baik
Pekerjaan berat/sedang ringan Jumlah %
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Bekerja 15 41 2 15 20 54 37 100
Tidak
71 79 10 11 9 10 90 100
bekerja

Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu responden tidak bekerja
yaitu sebanyak 90 responden dan cenderung memiliki status gizi baik yaitu sebesar 79%,
sedangkan sebanyak 37 bekerja dan cenderung memiliki status kurang gizi ringan yaitu
sebesar 54%.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi umur bayi di Desa Kaliwining Kecamatan Rambipuji
Kabupaten Jember bulan Mei 2011
Jumlah
Kriteria Umur
Frekuensi Prosentase (%)
0-3 8 6
4-6 28 22
7-9 54 43
10-12 37 29
Jumlah 127 100

Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar bayi berumur 7 9 bulan sebanyak 54
bayi (43%) dan sebagian kecil berumur 0 3 bulan sebanyak 8 bayi (6%).

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi ketepatan pemberian MP-ASI di Desa Kaliwining


Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember bulan Mei 2011
Pemberian MP-ASI Jumlah
Frekuensi Frekuensi (%)
Tepat 46 36,2
Tidak tepat 81 63,8
Jumlah 127 100

Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendapat MPASI
tidak tepat yaitu sebanyak 81 bayi (63,8%), sedangkan yang mendapat MPASI tepat yaitu
sebanyak 46 bayi (36,2%).

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 52


Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI...............................................................Kustin, Hal. 50 - 59

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi status gizi bayi di Desa Kaliwining Kecamatan
Rambipuji Kabupaten Jember bulan Mei 2011
Jumlah
Kriteria Status Gizi
Frekuensi Prosentase (%)
Baik 86 67,6
Kurang gizi 12 9,4
berat/sedang
Kurang gizi ringan 29 23
Jumlah 127 100
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar bayi mempunyai status gizi baik
yaitu sebanyak 86 bayi (67,6%) dan sebagian kecil yaitu 12 bayi mempunyai status kurang
gizi berat/sedang (9,4%).

Tabel 4.5 Hubungan ketepatan pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi di Desa
Kaliwining Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember bulan Mei 2011.
Pemberian Status Gizi
MP-ASI Baik Kurang gizi Kurang gizi ringan Jumlah %
sedang/berat
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Tepat 46 100 - - - - 46 100
Tidak tepat 40 49 12 15 29 36 81 100
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mendapat MP-
ASI tepat mempunyai status gizi baik sebanyak 46 bayi (100%), sedangkan yang mendapat
MP-ASI tidak tepat mempunyai status gizi yang beragam diantaranya status gizi baik 40
bayi (49%), kurang gizi ringan 29 bayi (36%) dan status kurang gizi berat/sedang 12 bayi
(15%).

Tabel 4.6 Hasil analisa perhitungan Chi Square dengan menggunakan SPSS
tentang ketepatan pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi Bayi
Chi Square Tests
Asymp. Sig.
Value df
(2-sided)
Pearson Chi-Square 34.384a 2 .000
Likelihood Ratio 47.485 2 .000
Linear-by-Linear
30.876 1 .000
Association
N of Valid Cases 127
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.35.
Dari tabel 4.6 didapatkan hasil uji dengan Chi Square dengan harga X2 = 34,384
(lebih besar dari harga X2 tabel = 5,99) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara ketepatan pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi usia 0-12 bulan.

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 53


Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI...............................................................Kustin, Hal. 50 - 59

PEMBAHASAN kebutuhan awal pemberian MP-ASI


Ketepatan pemberian MP-ASI kurang begitu diperhatikan. Ini dapat
berdasarkan umur dan jenis makanan dibuktikan pada ibu yang bekerja,
Berdasarkan hasil penelitian, bayinya cenderung mempunyai status
didapatkan bahwa mayoritas responden kurang gizi ringan yaitu sebesar 20%. Hal
mendapat MP ASI secara tidak tepat ini sesuai dengan yang diungkapkan
yaitu sebanyak 63,8%. Ketidaktepatan ini Depkes RI (2000) bahwa pada ibu yang
sebagian besar disebabkan karena bekerja, frekuensi menyusui cenderung
pemberian makanan selain ASI pada usia akan menurun dan terkadang ibu akan
kurang dari 6 bulan. Hal ini terjadi karena melakukan penyapihan dini sehingga
masih ada suatu kebiasaan dalam menyebabkan konsumsi bayi terhadap
memberikan pisang lumat (loteks) pada ASI menurun. Akibatnya bayi tidak dapat
bayi yang masih berumur 1 2 bulan. memperoleh asupan zat gizi sebagaimana
Dan adanya anggapan bahwa jika bayi mestinya. Walaupun diberikan makanan
hanya diberi ASI saja, maka bayi tidak lain selain ASI, tapi bila pemberiannya
akan cukup kenyang (selalu merasa lapar) tidak sesuai maka juga bisa berpengaruh
dan sering rewel sehingga menyebabkan terhadap status gizi bayi.
tidak akan tidur dengan nyenyak. Ada juga yang sebagian kecil
Hal ini sesuai dengan apa yang memberian MP-ASI secara tepat sesuai
telah diungkapkan oleh Anies Irawati umur, tapi jenis makanannya tidak tepat.
(2004), bahwa tradisi turun-temurun akan Berdasarkan data subyektif yang
menjadi salah satu faktor pendukung diperoleh peneliti, hal ini kemungkinan
timbulnya anggapan bahwa ASI saja dapat disebabkan karena pengaruh dari
tidak cukup diberikan sebagai bahan faktor ekonomi. Sehingga orang tua tidak
makanan bagi bayi, sehingga akan dapat memberikan makanan yang
mendorong ibu untuk memberikan seharusnya bisa didapatkan oleh bayi.
makanan selain ASI saat bayinya masih Selain itu, kemungkinan juga karena
berumur dibawah 6 bulan. Padahal ketidakpahaman ibu tentang pentingnya
pemberian ASI dalam jumlah yang cukup memberikan MP-ASI secara tepat dan
akan menjadi makanan yang terbaik bagaimana cara pengolahan makanan itu
untuk bayi dan dapat memenuhi sendiri.
kebutuhan gizinya sampai usia 6 bulan. Sunaryo (2004) menyatakan
Hal ini sesuai dengan apa yang bahwa dalam memberikan MP-ASI harus
telah diungkapkan oleh Anies Irawati disesuaikan dengan umur. Selain itu
(2004), bahwa tradisi turun-temurun akan menurut Nestle Nutrition (2008) bahwa
menjadi salah satu faktor pendukung pemberian MP-ASI harus dilakukan
timbulnya anggapan bahwa ASI saja secara bertahap baik dalam bentuk tekstur
tidak cukup diberikan sebagai bahan (halus hingga kasar), konsistensi (lunak
makanan bagi bayi, sehingga akan hingga padat), porsi dan frekuensinya
mendorong ibu untuk memberikan juga harus disesuaikan berdasarkan
makanan selain ASI saat bayinya masih kemampuan dan perkembangan bayi.
berumur dibawah 6 bulan. Padahal Serta juga perlu diperhatikan
pemberian ASI dalam jumlah yang cukup tentang cara pemilihan jenis bahan
akan menjadi makanan yang terbaik pangan yang akan digunakan, cara
untuk bayi dan dapat memenuhi pembuatan dan cara pemberiannya. Dan
kebutuhan gizinya sampai usia 6 bulan. juga memperhatikan bagaimana
Di daerah ini juga ada sebagian pemberian makanan tambahan saat bayi
ibu-ibu yang bekerja yaitu sebanyak sedang sakit ataupun bila ibu bekerja di
30%. Akibatnya terkadang untuk luar rumah. Selain itu, pemberian MP-

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 54


Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI...............................................................Kustin, Hal. 50 - 59

ASI yang tepat diharapkan tidak hanya beberapa faktor penyebab status kurang
untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi gizi berat/sedang diantaranya yaitu faktor
saja, namun juga dapat merangsang social ekonomi, keadaan kesehatan dan
keterampilan makan bayi (Depkes RI, lingkungan. Dimana rendahnya
2000). Serta juga perlu diperhatikan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
tentang cara pemilihan jenis bahan makanan bergizi bagi tumbuh kembang
pangan yang akan digunakan, cara bayi, menyebabkan bayi hanya diberi
pembuatan dan cara pemberiannya. Dan makanan seadanya saja asal kenyang.
juga memperhatikan bagaimana Begitu pula dengan keadaan kesehatan.
pemberian makanan tambahan saat bayi Sebab penyakit bisa menurunkan nafsu
sedang sakit ataupun bila ibu bekerja di makan dan jumlah makanan yang
luar rumah. Selain itu, pemberian MP- dikonsumsipun juga ikut berkurang.
ASI yang tepat diharapkan tidak hanya Maka dari itu, untuk asupan gizi saat atau
untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi setelah bayi sakit harus benar-benar
saja, namun juga dapat merangsang diperhatikan. Sebab nantinya juga dapat
keterampilan makan bayi (Depkes RI, berpengaruh terhadap status gizi bayi.
2000). Menurut Supariasa (2001) bahwa dalam
keadaan normal dimana keadaan
Status Gizi Berdasarkan BB (Indikator kesehatan baik dan terjadi keseimbangan
KMS) antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi,
Berdasarkan hasil penelitian, serta seiring dengan bertambahnya umur,
didapatkan bahwa mayoritas responden berat badan juga akan berkembang. Berat
memiliki status gizi baik yaitu sebesar badan bayi akan berkurang atau sedikit
67,6%. Walaupun pemberian makanan menurun ketika nafsu makannya sedang
pada bayi ada yang tidak tepat, ternyata turun. Dan bila ketika nafsu makan bayi
kriteria status gizi baik juga dapat baik maka berat badannya akan naik
dicapai. Ini bias terjadi mungkin karena dengan cepat.
pengaruh dari pola pemberian makan
pada bayi baik berupa frekuensi, kualitas Analisa hubungan ketepatan
maupun kuantitasnya. Selain itu, pemberian MP-ASI terhadap status
tambahan berupa susu formula juga dapat gizi bayi.
dikategorikan sebagai salah satu Berdasarkan dari hasil penelitian
pendorong untuk membantu didapatkan bahwa terdapat hubungan
meningkatkan status gizi bayi. antara ketepatan pemberian MP-ASI
Yang mempunyai status kurang terhadap status gizi bayi. Pada tabel 4.5
gizi ringan sebesar 23% dan status menunjukkan bahwa responden yang
kurang gizi berat/sedang sebesar 9,4%. mendapat MP-ASI tepat, 100%
Hal ini terjadi karena masih adanya ibu mempunyai status gizi baik. Pada
yang cenderung memberi makanan hanya pemberian MP-ASI yang tidak tepat
pada waktu tertentu saja atau saat bayi hanya 49% bayi yang mempunyai status
menginginkannya. Dan karena faktor gizi baik dan selebihnya mempunyai
ketidaktelatenan ibu sehingga status kurang gizi berat/sedang dan status
berpengaruh terhadap pemberian kurang gizi ringan Hal ini sesuai dengan
makanan pada bayi. Selain itu, apa yang diungkapkan oleh Depkes RI
kemungkinan juga karena social ekonomi (2000) bahwa pada pemberian MP-ASI
yang juga dapat berpengaruh terhadap yang tidak tepat dapat menyebabkan
jenis makanan yang diberikan. keadaan status gizi kurang pada bayi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Pemberian MPASI yang tepat, dimulai
Budi Purnomo (2006), bahwa terdapat pada usia 6 bulan keatas (Sunaryo, 2008).

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 55


Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI...............................................................Kustin, Hal. 50 - 59

Sehingga pada usia 0-6 bulan, bayi hanya yang ada dalam ASI juga tidak akan bisa
cukup diberikan ASI saja. WHO (2008) selalu mencukupi kebutuhan zat gizi bayi
menyatakan bahwa produksi ASI apalagi usia bayi dari waktu ke waktu
dinyatakan cukup sebagai makanan makin meningkat. Sebab semakin
tunggal untuk pertumbuhan bayi sampai bertambahnya umur maka semakin
usia 6 bulan dan setelah usia 6 bulan, meningkat pula kebutuhan tubuh akan zat
pemberian ASI hanya bisa mencukupi gizi. Dan bila pemberian MP-ASI
sekitar 60 - 70% dari kebutuhan bayi. dilakukan sebelum pemberian ASI maka
Anne Ahira (2008) juga dapat mengakibatkan konsumsi bayi
mengungkapkan bahwa seiring dengan terhadap ASI juga ikut berkurang dan
bertambahnya umur, maka bertambah dapat berpengaruh pada produksi ASI.
pula kebutuhan bayi akan zat gizi. Bayi Sehingga dampaknya zat-zatgizi yang
memerlukan makanan padat untuk seharusnya didapatkan juga akan
memperoleh energi, protein, vitamin A, berkurang. Kawan Pustaka (2007)
vitamin D dan tambahan zat-zat lainnya. menyatakan bahwa apabila pemberian
Disamping itu, pada usia 6 bulan MP-ASI tidak mencukupi takaran kalori
keatas ini, sistem pencernaan bayi sudah dan kandungan gizi di dalamnya juga
matang, sehingga akan lebih siap tidak lengkap, maka secara tidak
menerima makanan yang dikonsumsi. langsung juga dapat mempengaruhi
Dan kemungkinannya sangat kecil untuk tumbuh kembang bayi.
terjadinya alergi ataupun gangguan Hal ini sesuai dengan Nazarina (2008)
pencernaan. Sebab enzim-enzim bahwa sistem pencernaan bayi baru mulai
pencernaan bayi relatif sudah sempurna kuat saat bayi berumur 6 bulan. Bila MP-
sehingga apabila ASI diberikan selama 6 ASI diberikan pada usia kurang dari 6
bulan berturut-turut, ditambah dengan bulan, dapat menurunkan konsumsi bayi
pemberian MP-ASI yang tepat maka terhadap ASI dan juga akan dapat
dapat meningkatkan tumbuh kembang mengalami gangguan sistem pencernaan
bayi (Alifian.2009). seperti diare, sembelit dan lain-lain. Dan
Dan sebaliknya, untuk pemberian sebaliknya bila pada usia diatas 6 bulan,
MP-ASI yang tidak tepat cenderung bayi belum mengenal MP-ASI (diberikan
memiliki status kurang gizi berat/sedang terlambat) maka juga akan
ataupun status kurang gizi ringan. Hal ini mengakibatkan kekurangan gizi pada
terjadi sebab pada usia kurang dari 6 bayi. Sebab ASI hanya akan dapat
bulan, sistem pencernaan bayi masih mencukupi kebutuhan bayi sampai
belum sempurna. Sehingga enzim di berusia 6 bulan saja. Setelah itu produksi
sekitar usus belum siap untuk mengolah ASI akan semakin berkurang, sedangkan
kandungan zat yang ada dalam makanan semakin bertambah umur bayi, akan
tersebut. Selain itu, sistem pencernaan semakin bertambah pula kebutuhan bayi
bayi akan lebih keras untuk mengolah akan nutrisi dalam tubuhnya.
dan mencernanya. Akibatnya dapat Sehingga akan berpengaruh
menimbulkan suatu reaksi imun sehingga terhadap pertumbuhan dan perkembangan
dapat terjadi alergi ataupun gangguan bayi yang dapat diketahui dengan melihat
sistem pencernaan seperti diare, kondisi pertambahan BB tiap bulannya
konstipasi dan lain sebagainya. dengan indicator KMS. Bila BB bayi
Rasamala (2008) menyatakan bertambah maka dapat dikatakan bahwa
bahwa pemberian MP-ASI pada usia kebutuhan bayi akan energi dan nutrisi
kurang dari 6 bulan menyebabkan bayi dapat terpenuhi dengan baik. Begitu pula
merasa kenyang dan terlalu banyak tidur. sebaliknya. Nazarina (2008) bahwa
Begitu pula dengan kandungan zat gizi sistem pencernaan bayi baru mulai kuat

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 56


Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI...............................................................Kustin, Hal. 50 - 59

saat bayi berumur 6 bulan. Bila MP-ASI Dapat disimpulkan bahwa terdapat
diberikan pada usia kurang dari 6 bulan, hubungan antara ketepatan pemberian
dapat menurunkan konsumsi bayi MP-ASI terhadap status gizi bayi.
terhadap ASI dan juga akan dapat
mengalami gangguan sistem pencernaan
seperti diare, sembelit dan lain-lain. Dan DAFTAR PUSTAKA
sebaliknya bila pada usia diatas 6 bulan, Ade. 2006. Prasyarat Pemberian
bayi belum mengenal MP-ASI (diberikan Makanan Pendamping ASI.
terlambat) maka juga akan http://2B
mengakibatkan kekurangan gizi pada betterlife/2006/Prasyarat_Pemberia
bayi. Sebab ASI hanya akan dapat n_Makanan_Pendamping_ASI/html
mencukupi kebutuhan bayi sampai . Diakses tanggal 8 Maret 2009
berusia 6 bulan saja. Setelah itu produksi Alfian. 2009. Kurang Gizi Akibat ASI
ASI akan semakin berkurang, sedangkan Tidak Diberikan dengan Baik.
semakin bertambah umur bayi, akan http://ASI_Junarhet_com_Bengkel
semakin bertambah pula kebutuhan bayi informatif.mht. Diakses tangal 17
akan nutrisi dalam tubuhnya. Juni 2009
Sehingga akan berpengaruh terhadap Almatseir. 2002. Gizi Pertumbuhan dan
pertumbuhan dan perkembangan bayi Perkembangan.
yang dapat diketahui dengan melihat http://www.kidshealth.com.
kondisi pertambahan BB tiap bulannya Diakses tanggal 24 Maret 2009
dengan indikator KMS. Bila BB bayi Anne Ahira. 2008. Bubur Bayi. http://
bertambah maka dapat dikatakan bahwa Bubur_Bayi.Pemberian Kebutuhan
kebutuhan bayi akan energi dan nutrisi Gizi Bayi. mht. Diakses tanggal 17
dapat terpenuhi dengan baik. Begitu pula Juni 2009
sebaliknya. riani. 2008. Makanan Pendamping ASI.
http://parentingislami.wordpress.co
KESIMPULAN m. Diakses tanggal 9 Maret 2009
a. Ketepatan pemberian MP-ASI Aritonang. 1995. Air Susu Ibu (ASI).
Mayoritas responden memberikan http://www.tugas.sekolah.onlineAir
MP-ASI secara tidak tepat yaitu Susu Ibu (ASI) Eksklusif.mht.
sebesar 63,8%. Hal ini dapat terjadi Diakses tanggal 22 Maret 2009
karena masih adanya Asrining. 2003. Merawat Bayi.
kebiasaan/budaya ibu untuk http://wyethnutrition.com. Diakses
memberikan pisang loteks pada bayi tanggal24 Maret 2009
yang masih berumur 1 2 bulan Beck. 2000. Penilaian Status Gizi.
dan masih adanya anggapan bahwa http://andaish.com/link/prgi.html.
bayi tidak akan cukup kenyang dan Diakses tanggal 23 Maret 2009
mudah rewel sehingga tidak akan Departemen Kesehatan RI. 1999. Kartu
nyenyak tidurnya apabila hanya Menuju Sehat (KMS). Jakarta.
mendapat ASI saja. Departemen Kesehatan RI. 2000.
b. Status gizi bayi Pedoman Pemberian Makanan
Status gizi bayi di Desa Kaliwining Pendamping ASI. Jakarta.
Kecamatan Rambipuji Kabupaten Departemen Kesehatan RI. 2007.
Jember, mayoritas memiliki status Pedoman Pemberian Makanan
gizi baik yaitu sebesar 67,6%. Bayi dan Anak dalam Situasi
c. Hubungan ketepatan pemberian MP- Darurat. Jakarta
ASI terhadap Status gizi bayi Dewi, Yuliana. 2006. Kelebihan ASI
Eksklusif 6 bulan.
http://www.mailarchive.com/milis-
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 57
Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI...............................................................Kustin, Hal. 50 - 59

nakita@news.gramedia-
majalah.com. Diakses tanggal 9 Nazarina. 2008. Menu Sehat dan Aman
Maret 2009 untuk Bayi 6-12 bulan. Jakarta:
Fajar, Ibnu dkk. 2008. Statistika Praktis Hikmah
Gizi, Kebidanan, Keperawatan. Newsroom. 2007. MP-ASI yang Tepat
Malang: Poltekkes. Bagi Anak. http://Kawan
Hartanti, Yekti. 2009. Superfood for Pustaka_Kawan Generasi
Baby. Jakarta: PT. Gramedia Cerdas_MP-ASI yang Tepat Bagi
Pustaka Umum. Anak.mht. Diakses tanggal 17 Juni
Hendrawan, Desy. 2009. Makan dan 2009
Tidur Bayi. Jakarta: Pustaka Nestle Nutrition. 2008. Medutainment.
Phoenix. Jakarta: PT. Nestle Indonesia.
Hidayat, Alimul. 2007. Metode Rasamala. 2008. Mengenal MP-ASI.
Penelitian Kebidanan dan Teknik http://Mengenal MP-ASI_go
Analisis Data. Jakarta: Salemba nursing.mht.
Medika. Diakses tanggal 17 Juni 2009
Indiarti. 2008. ASI, Susu Formula dan Rosita, Syarifah. 2008. ASI untuk
Makanan Bayi. Yogjakarta: Kecerdasan Bayi. Yogjakarta:
Khasanah Ilmu-Ilmu Terapan. Ayyana.
Irawati, Anies. 2004. Parenting. Rozanna. 2001. Pemberian MP-ASI Dini.
http://waktu yang tepat untuk http://all about having family
MPASI_ bayi_forum Resiko
diskusi_parenting.mht. diakses Pemberian MP-ASI Dini.mht. Diakses
tanggal 17 Juni 2009 tanggal 9 Maret 2009
Judarwanto. 2006. Penghambat ASI Soraya, Luluk. 2006. Resiko Pemberian
Eksklusif.http://www.wartamedika. MP-ASI terlalu Dini.
com. Diakses tanggal 22 Maret http://4sehat5sempurna.blogspot.co
2009 m/2006/09/Resiko_Pemberian_MP
Koalisi. 2007. Pemberian Makanan Bayi. _ASI_terlalu_Dini.html. Diakses
http://babiestoday.com. Diakses tanggal 12 Maret 2009
tanggal 23 Maret 2009 Sunaryo. 2004. Persyaratan MP-ASI.
Krisnatuti, Diah Yenrina. 2000. http://mu study_persyaratan MP-
Menyiapkan MP-ASI. Jakarta: ASI>mht. Diakses tanggal 4 April
Puspa Swara. 2009
Lilian. 2003. Kapan Mulai Makan. Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status
http://anakku messages Re kapan Gizi. Jakarta: EGC.
mulai maka.mht. Diakses tanggal 9 Suririnah. 2009. Buku Pintar Merawat
Maret 2009 Bayi 0-12 bulan. Jakarta: PT.
Machfoedz, Ircham. 2007. Metodologi Gramedia Pustaka Utama.
Penelitian. Yogjakarta: Fitramaya. Tuti, Soenadi. 2004. Makanan Padat
Majalah Provisi Probolinggo. 2008. Pertama. Jakarta: Ayah Bunda.
Pemberian Makanan pada Bayi. WHO, UNICEF, IDAI. 2005. Pemberian
http://provisi.awardspace.com. Diakses Makan Bayi pada Situasi Darurat.
tanggal 20 Maret 2009 Jakarta.
Nadzira. 2008. Makanan Pendamping Wiryo, Hananto. 2002. Peningkatan Gizi
ASI (MP-ASI). Bayi, Anak, Ibu hamil dan
http://tips4mom.wordpress.com/2008/07/ Menyusui dengan Makanan Lokal.
26/makanan_pendamping_ASI. Jakarta: Sagung Seto. Notoatmojo.
Diakses tanggal 9 Maret 2009

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 58


Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI...............................................................Kustin, Hal. 50 - 59

1999. Pemberian Makanan pada


Bayi.

http://www.portalmenegpp.go.id. Diakses
tanggal 21 Maret 2009
Rasamala. 2008. Mengenal MP-ASI.
http://Mengenal MP-ASI_go
nursing.mht. Diakses tanggal 17
Juni 2009
Rosita, Syarifah. 2008. ASI untuk
Kecerdasan Bayi. Yogjakarta:
Ayyana.
Rozanna. 2001. Pemberian MP-ASI Dini.
http://all about having family
Resiko Pemberian MP-ASI
Dini.mht. Diakses tanggal 9 Maret
2009
Soeprijoyo. 2007. Mengenal MP-ASI.
http://www.sahabatnestle.co.id.
Diakses tanggal 28 Maret 2009
Suhardjo. 2007. ASI.
Http://www.gizi.net. Diakses
tanggal 22 Maret 2009
Sunaryo. 2004. Persyaratan MP-ASI.
http://mu study_persyaratan MP-
ASI>mht. Diakses tanggal 4 April
2009
Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status
Gizi. Jakarta: EGC.
Suryani. 2001. Perawatan Bayi Sehari-
hari. http://anmumindonesia.com.
Diakses tanggal 24 Maret 2009
Suririnah. 2009. Buku Pintar Merawat
Bayi 0-12 bulan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Tuti, Soenadi. 2004. Makanan Padat
Pertama. Jakarta: Ayah Bunda.
WHO, UNICEF, IDAI. 2005. Pemberian
Makan Bayi pada Situasi Darurat.
Jakarta.
Wiryo, Hananto. 2002. Peningkatan Gizi
Bayi, Anak, Ibu hamil dan
Menyusui dengan Makanan Lokal.
Jakarta: Sagung Seto.

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 59


PANDUAN UNTUK MENULIS NASKAH

Jurnal hanya menerima naskah asli yang belum diterbitkan di dalam maupun di luar
negeri. Naskah dapat berupa hasil penelitian, konsep-konsep pemikiran inovatif hasil
tinjauan pustaka yang bermanfaat untuk menunjang kemajuan ilmu, pendidikan dan
praktik ilmu kesehatran secara profesional. Naskah ditulis dalam bahasa indonesia atau
bahasa inggris dalam bentuk narasi dengan gaya bahasa yang efekfif dan akademis.
Naskah hasil penelitian hendaknya disusun menurut sistematika sebagai berikut :
1. Judul, menggambarkan isi pokok tulisan secara ringkas dan jelas, ditulis dalam bahasa
indonesia dan bahasa inggris. Penulis diharapkan mencantumkan judul ringkas dengan
susunan 40 karakter/ketukan beserta nama penulis utama yang akan dituliskan sebagai
judul pelari (running title).
2. Nama penulis, tanpa gelar disertai catatan kaki tentang instansi tempat penulis bekerja.
Jumlah penulis yang tertera dalam artikel minimal 2 orang, maksimal 4 orang.
3. Alamat, berupa instansi tempat penulis bekerja dilengkapi dengan alamat pos lengkap
dan alamat email (untuk penulis korespondensi)
4. Abstrak, ditulis dalam bahasa inggris, minimal 100 kata dan merupakan intisari seluruh
tulisan, meliputi : masalah, tujuan, metode, hasil dan simpulan (IMRAD: introduction,
mMethod, Result, Analysis, Discussion). An=bstrak ditulis dengankalimat penuh.
Dibawah abstrak disertakan 3-5 kata-kata kunci (key words).
5. Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian
dan harapan untuk waktu yang akan datang. Panjang tidak akan lebih dari 2 halaman
ketik.
6. Bahan dan metode, berisi penjelasan tentang bahan-bahan dan alat yang digunakan,
waktu, tempat, tehnik dan rancangan percobaan. Metode harus dijelaskan selengkap
mungkin agar peneliti lain dapat melakukan uji coba ulang. Acuan (kepustakaan)
diberikan pada metode yang kurang jelas.
7. Hasil, dikemukakan dengan jelas dalam bentuk narasi dan data yang dimasukkan
berkaitan dengan tujuan penelitian, bila perlu disertai dengan ilustrasi (lukisan, gambar,
grafik, diagram), tabel atau foto yang mendukung data, sederhana dan tidak terlalu
besar. Hasil yang telah dijelaskan dengan tabel atau ilustrasi tidak perlu dijelaskan
panjang lebar dalam teks.
8. Pembahasan, minimal 800 kata yang menerangkan arti hasil penelitian yang meliputi :
fakta, teori, dan opini.
9. Simpulan, berupa kesimpulan hasil penelitian dalam bentuk narasi yang mengacu pada
tujuan penelitian.
10. Kepustakaan, referensi yang ditulis dalam teks harus diikuti nama penulis dan tahun
penerbitan. Referensi yang digunakan 80% diantaranya diantaranya adalah artikel-
artikel ilmiah yang berasal dari jurnal. Kepustakaan disusun menurut Harvard System
sebagai berikut :

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 60


a. Jurnal : Nursalam, Haryanto, & I Ketut Dira, 2006, The Effect Of Kegel
Management Of Urine Elimination Problems For Elderly. Folia Medika
Indonesiana, Vol. 42 No. 2 Hal. : 102-106
b. Buku : Smelzer & Suzane C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner And Suddart. Edisi 8. EGC; Jakarta
c. Tesis/desertasi : Yuwanto. Mahmud Ady, 2009. Pengaruh Masasse Plexus Sacralis
Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Posr Partum Normal Di Ruang Nifas
RSD dr. Soebandi Jember. Skripsi tidak diterbitkan. Jember: Universitas Jember
d. Website : snowdon, CT, 1997. Significance Of Animal Behaviour Research,
http://www.csun.edu/~vcpsy00h/valueofa.htm., Diakses tanggal 15 desemder 2009,
Jam 18.30 WIB
11. Persamaan matematis, dikemukakan dengan jelas. Angka desimal ditandai dengan
koma untuk bahasa indonesia dan titik untuk bahasa inggris.
12. Tabel, diberi nomor dan diacu berurutan dalam teks, judul harap dijelaskan pada
catatan kaki. Garis-garis vertikal maupun horisontal dalam tabel dibuat seminimal
mungkin untuk memudahkan penglihatan (tanpa garis bantu).
13. Ilustrasi, dapat berupoa lukisan, gambar, grafik, atau diagram diberi nomor dan diacu
berurutan pada teks. Keterangan diberikan dengan singkat dan jelas dibawah ilustrasi
(tidak didalam ilustrasinya). Pada ilustrasi atau foto dibuat tanpa menggunakan border.
14. Foto hitam putih/berwarna, harus kontras, tajam, jelas dan sebaiknya diambil dalam
format JPEG, atau format digital lain yang bisa diedit.

Naskah yang dikirim ke redaksi hendaknya diketik dalam CD, disertai cetakan
sebanyak 2 eksemplar pada kertas HVS dengan program microsoft office word, ukuran A4
(210x279 mm) dengan jarak 1 spasi, font 12 pts, jenis huruf Times New Roman, panjang
tulisan berkisar antara 15-20 halaman (1 kolom) atau 5-8 halaman (2 kolom), batas kertas 3
cm dari tepi kiri, 2,5 cm dari tepi bawah, kanan dan atas. Pengiriman file juga dapat
dilakukan sebagai attachment e-mail ke alamat : jurnalsoebandi@gmail.com.
Naskah akan diedit oleh dewan redaksi tanpa mengubah isinya unttuk disesuaikan
dengan format penulisan yang telah ditetapkan oleh Jurnal dr. Soebandi. Naskah yang telah
diterima beserta semua ilustrasi yang menyertainya menjadi milik sah penerbit. Semua
data, pendapat atau pertanyaan yang terdapat pada naskah merupakan tanggung jawab dari
penulis. Penerbit, dewan redaksi dan seluruh staf Jurnal dr. Soebandi tidak bertanggung
jawab atau tidak bersedia menerima kesulitan maupun masalah apapun sehubungan dengan
plagiatisme, konsekuensi dari ketidakakuratan, kesalahan data, pendapat maupun
pertanyaan tersebut.

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 61


Contoh outline artikel (2 kolom) sebagai berikut
JUDUL
Nama Pengarang/Peneliti
Alamat Pengarang/Peneliti
ABSTRACT
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
PENDAHULUAN KESIMPULAN DAN SARAN
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxx
BAHAN DAN METODE
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
DAFTAR PUSTAKA
xxxxxxxx
HASIL
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxx (lihat tabel 1.1)
Tabel 1.1 xxxxxxxxxxxxxxxxx
No. Pengetahuan Sikap Tindakan
Resp (%) (%) (%)
1 25 30 45
2 40 25 70
dst
Total
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxx (lihat gambar 1.1)
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Gambar 1.1 xxxxxxx


PEMBAHASAN
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 62


JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 1 No. 2 63

Anda mungkin juga menyukai