Anda di halaman 1dari 19

EFEKTIVITAS TERAPI MUSIK TERHADAP

PENURUNAN KECEMASAN PADA PASIEN KRITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Oleh: Kelompok 1

1. Carmelita Gusmao Da Silva (17C10074)


2. Kadek Yuni Kartika (17C10077)
3. Luh Ade Alit Juwita Anjani (17C10079)
4. Ida Ayu Putu Aniaka Dewi (17C10082)
5. Ni Made Rai Sri Widari (17C10083)
6. Ni Luh Ariska Dewi (17C10089)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

DENPASAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan kerja keras penulis makalah yang berjudul “Efektivitas Terapi Musik
Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Kritis” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini merupakan tugas untuk menempuh mata kuliah
Keperawatan Kritis. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak dapat
terselesaikan jika tidak ada bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini izinkan penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini diantaranya:

1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp.,M.Ng.,Ph.D selaku rektor


Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan kesempatan
penulis untuk menempuh pendidikan di Institut Teknologi dan Kesehatan
Bali.

2. Ns. Ni Made Dewi Wahyunadi, S.Kep.,M.Kep selaku koordinator mata


ajar Keperawatan Gawat Darurat serta dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan makalah ini.

3. Teman-teman kelompok 1 atas ide dan kerjasamanya dalam penyelesaian


makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna atau masih perlu
perbaikan. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan
kritik serta saran yang sifatnya membangun untuk memperbaiki penyusunan
makalah selanjutnya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Denpasar, 29 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 4

2.1 Rumusan Masalah .................................................................................. 5

3.1 Tujuan ..................................................................................................... 5

BAB II .................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN .................................................................................................... 6

2.1 Konsep Teori ........................................................................................... 6

2.2 Hasil Temuan .......................................................................................... 7

2.3 Pembahasan Hasil Temuan ................................................................... 8

BAB III ................................................................................................................. 18

PENUTUP ............................................................................................................ 18

3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 18

3.2 Saran ...................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasien kritis adalah pasien yang secara fisiologis tidak stabil, sehingga
mengalami respon hipermetabolik komplek terhadap trauma, sakit yang
dialami yang dapat mengubah metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan
homeostatis nutrisi (Menerez, 2012). Pasien dengan sakit kritis yang dirawat
di ruang ICU sebagian besar mengalami kegagalan multi organ dan
memerlukan support teknologi dalam pengelolaan pasien (Schulman, 2012).

Kecemasan merupakan hal yang sering dirasakan pasien menjalani


pengobatan atau prosedur di rumah sakit. Sumber kecemasan pada pasien
yang dirawat di ruang intensif dapat berupa penyakit yang diderita, perasaan
kesepian, rasa takut mengenai ajal, lingkungan seperti pencahayaan yang
terus menerus, suara alat yang terdengar sepanjang waktu, serta kesiagaan
dari petugas medis. Diperkirakan sekitar 70% sampai 87% pasien kritis
mengalami kecemasan. Kecemasan dapat mengakibatkan adanya perubahan
fisiologis meliputi tekanan darah, heart rate, pernafasan, peningkatan aktifitas
otot/pergerakan, ketakutan ancaman terhadap lingkungan yang asing dengan
kebisingan yang terus menerus, teknologi yang canggih, kehilangan privasi,
ketidakmampuan untuk berkomunikasi efektif, mobilitas terbatas, gangguan
tidur, dan takut mati atau cacat yang umum untuk pengalaman perawatan
kritis (Chlan & Savik, 2011).

Badan penelitian kesehatan dan kualitas perawatan kesehatan di


Ronchester, Minnesota merekomendasikan bahwa manajemen kecemasan
bisa dilakukan dengan terapi relaksasi seperti musik dan suara alam (nature
sound) (Cutshall et al., 2011). Nature sounds music merupakan jenis musik
temuan baru akibat modernisasi tehnologi rekaman suara, bentuk integrative
musik klasik dengan suara-suara alam. Musik suara alam merupakan bentuk
integrative antara musik klasik dengan suara-suara alam. Pengunaan musik
suara alam seperti suara burung, ombak, angin, air mengalir dan lainnya
sebagai terapi kesehatan telah mencapai hasil yang memuaskan yaitu
meningkatkan relaksasi, memperbaiki kondisi fisik, psikis bagi individu
dengan berbagai usia. Pemberian terapi musik ini merupakan salah satu
landasan untuk mewujudkan evidence based practice dalam penanganan
pasien kritis. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
menyusun makalah mengenai “Efektivitas Terapi Musik Terhadap Penurunan
Kecemasan Pada Pasien Kritis”.

2.1 Rumusan Masalah


2.1.1. Apakah terapi musik efektif untuk menurunkan kecemasan pada
pasien kritis?

3.1 Tujuan
3.1.1 Untuk mengetahui keefektifan terapi musik dalam menurunkan
kecemasan pasien kritis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori


Musik adalah paduan rangsang suara yang membentuk getaran yang dapat
memberikan rangsang pada pengindraan, organ tubuh dan emosi. Ini berarti,
individu yang mendengarkan musik akan memberi respon, baik secara fisik
maupun psikis, yang akan menggugah sistem tubuh, termasuk aktivitas
kelenjar-kelenjar di dalamnya (Nilsson, 2009: 8-10). Musik memiliki tiga
komponen penting yaitu beat, ritme, dan harmoni. Beat atau ketukan
mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni
mempengaruhi roh. Ferawati (2015: 3) mengungkapkan bahwa musik
berfungsi untuk meningkatkan vitalitas fisik, menghilangkan kelelahan,
meredakan kecemasan dan ketegangan, meningkatkan konsentrasi,
memperdalam hubungan, memperkaya persahabatan, merangsang kreativitas,
kepekaan, dan memperkuat karakter serta perilaku positif. Menurut Dayat
Suryana (2012: 7) terapi musik adalah proses yang menggunakan musik
untuk terapi aspek-fisik, emosional, mental, sosial, estetika dan spiritual
untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan mereka.
Terapi musik digunakan untuk berbagai kondisi termasuk gangguan
kejiwaan, masalah medis, cacat fisik, gangguan sensorik, cacat
perkembangan, masalah penuaan, meningkatkan konsentrasi belajar,
mendukung latihan fisik, serta mengurangi stres dan kecemasan (Dayat
Suryana, 2012: 7). Banyak jenis musik yang dapat digunakan untuk terapi,
diantaranya musik klasik, instrumental, jazz, dangdut, pop rock, dan
keroncong. Musik instrumental akan menjadikan badan, pikiran, dan mental
menjadi lebih sehat (Aditia, 2012: 4).
Musik sebagai terapi untuk menurunkan kecemasan sudah dipelajari dan
dilakukan sejak lama karena manfaatnya yang besar dalam pengobatan.
Musik dapat menstimulasi sistem saraf pusat untuk memproduksi endorfin,
dimana endorfin ini dapat menurunkan tekanan darah, heart rate dan
respiratory rate dan menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga dapat
meminimalkan rasa takut dan cemas. Review sistematis tentang efek musik
untuk mengetahui penurunan kecemasan dan nyeri pada 42 randomized
control trial (RCT) dengan 3.936 pasien preoperasi, intraoperasi, dan post
operasi menunjukkan hasil yang positif.
Iriarte Roteta A. (2003) telah mendomenstrasikan bahwa penggunaan
musik dapat menjadi teknik yang efektif di area klinis karena dapat
mengalihkan perhatian pasien dan meredam suara dari alat rumah sakit
seperti bunyi monitor dan alarm yang ada di ruang ICU. Para penelitian sudah
memastikan bahwa musik yang mendorong relaksasi dapat memberikan
metode non-invasif untuk mengurangi kecemasan pasien dan dapat
meningkatkan keadaan emosional mereka, dengan demikian peneliti dapat
mendefinisikan bahwa terapi musik sebagai intervensi yang tidak berbahaya
dan murah. (Khorshid dan Akin, 2007).

2.2 Hasil Temuan


Pada artikel pertama yang berjudul “Musik Suara Alam Terhadap
Penurunan Kecemasan Pada Pasien Kritis” didapatkan hasil yang
menunjukkan penurunan kecemasan pada kelompok intervensi dengan nilai
pre-test 62,25±7,304, posttest 41,65±5,976, sedangkan pada kelompok
kontrol pretest 46,55±12,76, posttest 43,00±12,35. Hasil uji perbandingan
nilai kecemasan sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada kelompok
intervensi nilai p = 0,000 (p < 0,05) dan kelompok kontrol nilai p = 0,007 (p
< 0,05), serta hasil uji beda kecemasan antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol adalah p= 0,000 (p<0,05).
Pada artikel kedua yang berjudul “Efectiveness of Music Therapy
Toward Reducing Patient’s Anxiety in Intencive Care Unit” didapatkan hasil
90% responden mengalami perubahan penurunan tekanan darah sistol, 95%
responden mengalami perubahan penurunan tekanan darah diastole, 60%
responden mengalami perubahan penurunan respirasi, 100 % responden
mengalami perubahan penurunan nadi. Dari nilai signifikansi hasil uji Paired
Sample t-Test yaitu 0,000 – 0,002 yang nilainya lebih kecil dari taraf
kesalahan () 0,05 atau dengan signifikansi 95 %.
Pada artikel ketiga yang berjudul “The Effect of Music on Comfort,
Anxiety and Pain in the Intensive Care Unit: A Case in Turkey” didapatkan
hasil bahwa pada penilaian Face Anxiety Scale skor pasien ditemukan 3,9
pada penilaian pertama 3,0 selama periode relaksasi setengah jam, dan
menurun menjadi 1,2 setelah mendengarkan musik. Skor rata-rata untuk
tingkat kecemasan adalah 41,5 ± 10,4 pada penilaian pertama dan 43,6 ± 10,2
selama setengah jam relaksasi serta tingkat kecemasan ditemukan turun
menjadi 34,7 ± 8,6 setelah mendengarkan musik. hubungan secara signifikan
skor rata-rata dari tingkat kecemasan yang diperoleh dipenilaian pertama dan
setelah mendengarkan music (p <0,05).

2.3 Pembahasan Hasil Temuan


a. Pembahasan artikel pertama yang berjudul “Musik Suara Alam Terhadap
Penurunan Kecemasan Pada Pasien Kritis
Hasil data demografi responden usia responden pada kelompok
intervensi 49,25(29-65), sedangkan pada kelompok kontrol 49,61(34-70),
jenis kelamin didominasi perempuan 13 orang (65%), laki-laki 7 orang
(35%) pada kelompok intervensi. Dalam penelitian sebelumnya bahwa
faktor jenis kelamin, usia, etnik, dan pengalaman pribadi pada musik
tertentu akan mempengaruhi penerimaan individu itu sendiri terhadap
musik yang didengarnya. Individu itu sendiri yang memberikan pengaruh
seberapa efektifnya terapi musik untuk dirinya (Heiderscheit,
Breckenridge, Chlan, & Savik, 2014). Pada penelitian area non kritis yaitu
pada pasien post operasi jamtung bahwa didapatkan tidak ada perbedaan
yang signifikan pada data demograni, meliputi usia, jenis kelamin, status
pernikahan (Forooghy, Tabrizi, & Hajizadeh, 2015).
Hasil uji perbandingan nilai kecemasan sebelum dan sesudah
diberikan intervensi pada kelompok intervensi nilai p = 0,000 (p < 0,05)
dan kelompok kontrol nilai p = 0,007 (p < 0,05) yang berarti bahwa
terdapat perbedaan bermakna kecemasan sebelum dan sesudah pemberian
intervensi musik suara alam (p value <0,05). Penelitian lain yang
menggunakan musik pada area non kritis bahwa penggunaan musik suara
alam dapat menurunkan kecemasan pada pasein dengan cardiac surgical
dengan nilai kecemasan kelompok intervensi p=0,001 dan kelompok
kontrol p=0,003. Penurunan kecemasan terjadi pada kedua kelompok,
tetapi perbedaan tidak signifikan secara statistik (Cutshall et al., 2011).
Penelitian menyebutkan bahwa musik dapat menurunkan kecemasan pada
pasien gagal nafas yang terpasang ventilator daripada pasien yang hanya
mendapat perawatan standart di ICU. Dan musik merupakan terapi non
farmakologi yang membantu meningkatkan toleransi pasien terhadap
penggunaan ventilator (L. L. Chlan & Weinert, 2013). Penelitian lain
bahwa nilai rata-rata penurunan kecemasan pada kelompok intervensi 4.25
± 2.60, sedangkan pada kelompok kontrol7.12 ± 3.45 (Mahdipour &
Nematollahi, 2012).
Hasil uji beda kecemasan pada penelitian ini antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol adalah p value 0,000 (p <0,005) yang
berarti ada perbedaan yang bermakna pada tingkat kecemasan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada gambar grafik 25
dijelaskan bahwa penurunan kecemasan pada kelompok intervensi paling
tinggi yaitu sebesar 30 sedangkan pada kelompok kontrol paling tinggi
sebesar 15 yang artinya intervensi musik suara alam mempunyai pengaruh
terhadap penurunan kecemasan pada pasien kritis. Hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya dimana musik yang diberikan kepada 373 pasien
(122 kelompok intervensi dan 125 kelompok kontrol ) di 12 ruang ICU
terbukti dapat menurunkan kecemasan pasien yang menggunakan
ventilator p=0,003 dan menurunkan penggunaan sedasi. Pada kelompok
intervensi menggunakan 3 dosis sedasi sedangkan kelompok kontrol 5
dosis sedasi dari 8 dosis yang ditetapkan (Hoffmann, 2013). Penelitian
(Alvarsson, Wiens, & Nilsson, 2010) dimana pasien diberikan musik suara
alam (khususnya suara burung dan suara air mengalir), hasilnya bahwa
musik suara alam menciptakan perasaan senang/bahagia, menstimulasi
saraf simpatis sehingga mempercepat pemulihan pasien dari stres.
Kecemasan yang dirasakan oleh pasien sehingga dapat meningkatkan
stimulasi terhadap sistem saraf simpatis, meningkatkan kerja bernafas,
meningkatkan kebutuhan oksigen dan stimulai miokardial dengan
pemberian musik suara alam dapat memberikan efek sinkronasi yang baik
dengan ventilasi mekanik, meningkatkan kenyamanan (Chlan & Savik,
2011). Dalam database cochrane, menyebutkan bahwa sebanyak 213
pasien dengan ventilasi mekanik yang Penelitian Ismail, (Ismail, 2010)
bahwa musik dapat menurunkan kecemasan pada pasien kritis dengan
ventilator diberikan terapi musik menunjukkan adanya penurunan
kecemasan. (Bradt, Dileo, & Grocke, 2010)
Penelitian (Saadatmand et al., 2012) juga menunjukkan penurunan
yang progresif terhadap tingkat kecemasan pada 60 responden yang
diberikan terapi suara alam. Musik suara alam yang diberikan kepada 120
pasien post coronary artery bypass graft selama penyapihan
ventilatormenunjukkan penurunan kecemasan yang signifikan p=0,002
(Aghaie, Rejeh, Heravikarimooi, & Ebadi, 2013).

Penelitian lain tentang pemberian musik suara alam pada area non
kritis adalah dimana penggunaan terapi musik pada pasien operasi
coronary angioplasty kepada 64 responden, 20-40 menit musik klasik
secara signifikan menurunkan kecemsan pada kelompok intervensi
dengan nilai p=0,014 sedangkan pada kelompok kontrol p=0,101
(Forooghy et al., 2015). Jenis musik lain yang digunakan adalah musik
harpa yang diberikan selama 20 menit untuk menurunkan kecemasan pada
pasien postoperatif vascular thoracic surgical menunjukkan hasil yang
signifikan menurunkan kecemasan dengan nilai p=0,000 yang diukur 10
menit setelah pemberian musik (Aragon, Farris, & Byers, 2002).
Penggunaan musik untuk menurunkan kecemasan pada pasien yang akan
menjalani tindakan coronary angiplasty menunjukkan hasil penurunan
kecemasan yang signifikan pada kelompok intervensi (32.06 ± 8.57 vs
41.16 ± 10.6, p=0,001), dan pada kelompok kontrol hasilnya
menunjukkan penurunan yang tidak signifikan (41.91 ± 9.88 vs. 38.97 ±
12.77; P = 0.101) (Forooghy et al., 2015).
Penggunaan musik klasik, musik pop kontemporer dan musik pop
Indonesia dalam menurunkan kecemasan pada pasien dalam kondisi kritis
(Ismail, 2010). Review sistematis tentang efek musik untuk mengetahui
penurunan kecemasan dan nyeri pada 42 randomized control trial (RCT)
dengan 3.936 pasien preoperasi, intraoperasi, dan post operasi
menunjukkan hasil yang positif. Evaluasi kecemasan dengan
menggunakan state trait anxiety inventory, visual analog scale, numeric
rating scale pada 24 studi menunjukkan 12 studi/50% secara signifikan
musik dapat menurunkan skor kecemasan (Nilsson, 2008).
Musik sebagai terapi untuk menurunkan kecemasan sudah dipelajari
dan dilakukan sejak lama karena manfaatnya yang besar dalam
pengobatan. Musik dapat menstimulasi sistem saraf pusat untuk
memproduksi endorfin, dimana endorfin ini dapat menurunkan tekanan
darah, heart rate dan respiratory rate dan menciptakan suasana yang
menyenangkan sehingga dapat meminimalkan rasa takut dan cemas.
Selain itu musik dapat memberikan perasaan yang positif dan
meningkatkan mood sehingga secara otomatis dapat meningkatkan
kemampuan memperbaiki diri secara klinis seperti nyeri dan kecemasan
(Forooghy et al., 2015). Sumber kecemasan yang dirasakan oleh
responden adalah rasa nyeri, kematian, tidak mengetahui tentang prosedur
yang dilaksanakan, ancaman tentang kondisi tubuh, cemas terhadap hasil
akhir dari prosedur tertentu, perubahan dalam lingkungan rumah sakit,
hilangnya kontrol diri, perubahan konsep diri, hilangnya kemampuan
bekerja, hilangnya fungsi peran, kehawatiran akan masa depan, dan
pengalaman pertama dirawat di ICU (McKinley S, 2008). Lingkungan
ICU yang menakutkan, peralatan ventilator yang menjadi penghambat
dalam berkomunikasi, prosedur invasif, suara mesin yang bising dan
terus-menerus, kehilangan privasi, gangguan tidur, nyeri, obat-obatan,
isolasi dan kontak minimal dengan orang-orang terdekat merupakan hal
yang membuat perasaan tidak berdaya memicu terjadinya perasaan cemas
pada pasien yang sedang dirawat diruang perawatan kritis (Urden LD,
Stacy KM, 2010).
Penelitian ini memiliki heterogenitas responden yang bervariasi,
dari tingkat usia, diagnosa medis/jenis penyakitnya, musik yang baru
pertama didengar, sehingga menimbulkan efek kecemasan yang berbeda-
beda. Pada dasarnya musik suara alam sudah sering didengar dalam
kehidupan sehari-hari tetapi tidak dijadikan sebagai terapi sehingga
beberapa responden merasa kurang akrab. Dalam pemberian asuhan
keperawatan khususnya kecemasan faktor kenyamanan merupakan faktor
yang penting untuk dikuasai oleh perawat. Sepanjang abad 19 sampai 20,
kenyamanan merupakan dasar pemahaman untuk menjadi perawat yang
berkemampuan dan berkarakter dalam memenuhi kebutuhan kenyamanan
baik secara fisik maupun mental (Besel, 2006).
Terdapat tiga tipe comfort, yaitu relief, ease dan renewal. Relief
didefinisikan sebagai keadaan dimana rasa tidak nyaman berkurang. Ease
didefinisikan sebagai hilangnya rasa tidak nyaman yang spesifik; latar
belakang teoritikal diperkaya oleh tulisan Henderson tentang kebutuhan
dasar manusia. Renewal didefinisikan sebagai keadaan dimana seseorang
bangkit dari ketidaknyamanan ketika ketidaknyamanan tersebut tidak
dapat dihindari (misalnya anak merasa percaya diri terhadap ambulasi
walaupun dia tahu hal tersebut akan memperparah nyeri). Pada akhirnya
istilah renewal diubah menjadi transcendence. Transcendence dianggap
sebagai hal yang menguatkan dan mengingatkan perawat untuk tidak
putus asa dalam membantu pasien dan keluarganya merasa nyaman.
Intervensi dalam meningkatan transcendence bertujuan untuk
meningkatkan lingkungan, meningkatkan dukungan sosial atau
menentramkan hati, seperti terapi relaksasi, musik, pijatan, oral hygiene,
pengunjung special, perawatan dengan sentuhan (caring touch), dan
memfasilitasi strategi kenyamanan diri sendiri. (Kolcaba, 2003) Dari tipe
comfort terdapat tiga kategori dalam intervensi comfort, yaitu (a)
intervensi comfort standard untuk mempertahankan homeostasis dan
mengontrol nyeri; (b) coaching, melatih untuk mengurangi cemas,
menentramkan hati, memberikan informasi, membangkitkan harapan,
mendengarkan dan membantu merencanakan penyembuhan; dan (c)
comfort food for the soul, memberikan makanan jiwa yang nyaman,
termasuk ekstra hal-hal yang menyenangkan yang dilakukan oleh perawat
agar pasien dan keluarga merasa dirawat dan dikuatkan seperti imaginasi
terbimbing (Kolcaba, 2003).
b. Pembahasan artikel kedua yang berjudul “Efectiveness of Music Therapy
Toward Reducing Patient’s Anxiety in Intencive Care Unit”
Peneliti berhipotesis bahwa pasien yang mendengarkan musik selama
waktu mereka dalam perawatan kritis akan mengalami tingkat kecemasan,
tekanan darah, dan detak jantung yang lebih rendah secara signifikan.
Hasil mendukung hipotesis dan mengungkapkan bahwa pasien dalam
kelompok eksperimen memiliki nilai yang lebih rendah secara signifikan
dalam tingkat kecemasan, tekanan darah, dan detak jantung. Para pasien
menunjukkan penurunan yang signifikan dari pretest ke posttest dalam
tingkat kecemasan, tekanan darah, dan detak jantung.
Selain itu, temuan dari data deskriptif mendukung kesimpulan bahwa
musik dari sudut pandang pasien dianggap membantu ketika pasien
menjalani perawatan di ICU. Mendengarkan musik dengan headphone
dapat menutupi suara di sekitarnya, dan membantu pasien untuk rileks
serta dapat mengalihkan perhatian mereka dari peristiwa yang
menimbulkan stres. Musik yang mereka pilih juga membantu mereka
mendapatkan tingkat kendali tertentu atas lingkungan yang aneh. Rasa
keakraban mereka berasal dari musik yang mereka cintai, yang selanjutnya
membantu mereka untuk menghibur diri dengan dunia mereka sendiri.
Iriarte Roteta A. (2003) telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan
musik dapat menjadi teknik yang efektif di area klinis karena dapat
mengalihkan perhatian pasien dan meredam banyak suara (misalnya,
monitor, alarm) dari rumah sakit normal yang sibuk. Para peneliti telah
memastikan bahwa musik yang mendorong relaksasi dapat memberikan
metode non-invasif untuk mengurangi kecemasan pasien dan dapat
meningkatkan keadaan emosional mereka. Augustin, P (2000) menyelidiki
mendengarkan musik sebagai metode untuk mengurangi kecemasan pasien
selama operasi kecil dengan anestesi lokal. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pasien yang mendengarkan musik pilihan mereka selama operasi
mengalami tingkat kecemasan, detak jantung, dan tekanan darah yang
lebih rendah secara signifikan daripada pasien yang tidak mendengarkan
musik.
Penelitian ini menunjukkan pentingnya menyediakan musik bagi
pasien kritis yang menginginkannya. Terapi musik memiliki efek positif
pada kelompok ini, dan pasien merasa bahwa mereka telah menerima
perawatan yang lebih berkualitas. Penggunaan musik untuk beberapa
pasien tampaknya merupakan teknik non-invasif yang sangat baik yang
dapat menawarkan kenyamanan tambahan bagi pasien dalam situasi stres.
Terapi musik berkontribusi untuk mengurangi kecemasan, tekanan darah,
dan detak jantung serta mengendurkan ketegangan otot. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa banyak peluang mungkin ada untuk penyelidikan
terkontrol tambahan selama pengalaman kritis untuk meningkatkan hasil
pasien. Sebab, musik itu kompleks dan mempengaruhi aspek fisiologis,
psikologis, dan spiritual manusia.
Perhatian khusus juga harus diberikan pada pilihan musik. Musik yang
dipilih dan disukai oleh pasien memiliki pengaruh terbesar dalam
membantu pasien untuk rileks. Oleh karena itu, menghormati pilihan dan
selera setiap orang sangat penting untuk mengoptimalkan efeknya. Namun,
perawat kritis harus ingat bahwa tidak setiap pasien menganggap
mendengarkan musik sebagai pengalaman yang menenangkan. Beberapa
pasien tidak suka musik sama sekali. Peningkatan komunikasi dengan
pasien selama waktu perawatan untuk mendapatkan informasi yang akurat
mengenai preferensi mereka adalah yang terpenting jika perawat berusaha
untuk mendapatkan perawatan yang berpusat pada pasien yang berkualitas.
Meskipun penelitian ini telah menunjukkan pengaruh musik dalam
mengurangi kecemasan pasien, pengaruh variabel lain (misalnya obat-
obatan, kepribadian individu) tidak dapat dikesampingkan.
c. Pembahasan artikel ketiga yang berjudul “The Effect of Music on
Comfort, Anxiety and Pain in the Intensive Care Unit: A Case in Turkey”
Penelitian ini telah mengungkapkan efek positif musik pada
ketegangan arteri sistolik dan skor rata-rata oksimeter denyut. Namun,
tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik ditemukan dalam hal
tekanan arteri diastolik, denyut jantung dan skor rata-rata denyut napas.
Almerud dan Peterson (2003) menemukan bahwa terapi musik
menurunkan detak jantung dan pernapasan serta mempertahankan
relaksasi pada pasien dengan ventilasi mekanis di unit perawatan intensif.
Lindgren dan Ames menyelidiki efek terapi musik secara mekanis tingkat
penyembuhan dan kecemasan pasien yang berventilasi dan menemukan
bahwa musik menurunkan tingkat kecemasan pasien; dengan demikian
mereka mendefinisikan terapi musik sebagai intervensi yang tidak
berbahaya dan murah (Khorshid dan Akın, 2007). Lee dkk. (2005)
menemukan bahwa ada penurunan tingkat kecemasan, tekanan darah,
impuls dan frekuensi nafas pasien yang berventilasi mekanis setelah
mereka mendengarkan musik selama 30 menit.
Penelitian ini telah menyelidiki penurunan yang signifikan pada skor
nyeri VAS pasien setelah mendengarkan musik, yang menunjukkan efek
positif musik dalam mengurangi nyeri. Studi yang dilakukan dengan
kelompok pasien yang berbeda sesuai dengan temuan dalam penelitian ini.
Chang dan Chen (2005) menyelidiki pengaruh musik pada tingkat nyeri
dan tanda-tanda vital pada wanita yang menjalani operasi caesar.
Diketahui bahwa, dengan musik yang mereka terima, terjadi penurunan
tekanan darah, impuls, frekuensi napas, dan tingkat nyeri wanita.
Ebneshahidi dan Mohseni (2008) menyelidiki efek musik yang
didengarkan wanita selama 30 menit melalui headphone pada periode
pasca operasi setelah operasi caesar.
Mereka mengevaluasi VAS dan tanda vital wanita dan menemukan
bahwa nyeri wanita berkurang secara statistik dan mereka dapat
berkomunikasi dengan baik dengan bayi mereka di awal periode. Dalam
studi mereka yang mengevaluasi efek musik pada tingkat nyeri pasien
dengan ventilasi mekanis, Chlan et al. (2001) memberikan pasien musik
yang menenangkan dan menemukan bahwa terapi musik mengurangi
temuan fisiologis dan nyeri. Studi lain yang dilakukan oleh Chan et al.
(2006) juga menemukan bahwa musik efektif dalam mengelola nyeri
setelah operasi koroner perkutan.
Penelitian ini menemukan penurunan yang signifikan pada skor rata-
rata kecemasan wajah dan tingkat kecemasan negara bagian. Dalam hal
ini, musik tampaknya meningkatkan relaksasi pasien dengan mengurangi
kecemasan mereka. Uçan dkk. (2007) menemukan bahwa musik
disediakan untuk pasien selama endoskopi meningkatkan tingkat
kegembiraan mereka secara signifikan dan memiliki efek positif pada
keberhasilan operasi. Yung dkk. (2002) mengeksplorasi efek positif dari
musik pada kecemasan pada periode pra operasi pada pria Cina yang
menjalani reseksi prostat transurethral. Dalam penelitian mereka dilakukan
dengan ventilasi mekanis pasien, Wong et al. (2001) mengidentifikasi
terapi musik sebagai non-invasif, mengurangi kecemasan intervensi
keperawatan.
Bradt dan Dileo (2014) menunjukkan hal itu secara sistematis ulasan,
musik mendengarkan di pasien dengan ventilasi mekanis di unit perawatan
kritis mungkin memiliki efek menguntungkan pada kecemasan negara.
Dalam tinjauan sistematis lain Bradt dan Dileo (2013) menunjukkan
bahwa mendengarkan musik pada orang dengan penyakit jantung koroner
mungkin memiliki efek menguntungkan pada kecemasan, terutama mereka
yang mengalami infark miokard.
Penelitian ini menemukan bahwa tingkat kenyamanan umum pasien
meningkat setelah mereka mendengarkan musik. Ada hubungan yang
signifikan secara statistik antara tingkat kenyamanan sebelum
mendengarkan musik dan setelah periode dengan dan tanpa musik. Itu
terkait literatur mencakup sejumlah studi terbatas tentang pengaruh musik
pada kenyamanan umum. Namun, dalam studi yang melibatkan lima
pasien dengan ventilasi mekanis di ICU, Besel (2006) mengidentifikasi
pengaruh musik pada skor nyeri, kecemasan dan kenyamanan dan tidak
menemukan hubungan yang signifikan secara statistik di antara mereka.
Studi tentang terapi musik menunjukkan bahwa musik, dengan
memindahkan pasien dari lingkungan unit perawatan intensif yang
menciptakan ketakutan dan kecemasan ke tempat yang dikenal, memiliki
efek positif dalam mengurangi rasa sakit dan kecemasan serta
meningkatkan kenyamanan (Kemper dan Danhaur, 2005; Briggs, 2001:
Chlan, 2004; Chlan dkk .2007).
Stres, nyeri, kecemasan dan tingkat kenyamanan yang buruk
merupakan area penting untuk intervensi pada pasien sakit kritis. Musik
mungkin merupakan intervensi yang nyaman dan akrab bagi pasien yang
mengalami perawatan ICU yang membuat stres.
Direkomendasikan bahwa menyelenggarakan kursus pelatihan dalam
layanan tentang musik yang merupakan salah satu intervensi keperawatan
independen yang dikenal sebagai pendekatan terapeutik alternatif,
menyelidiki efek musik jangka panjang, melakukan studi mendalam
dengan jenis musik yang dipilih oleh pasien sendiri dan melibatkan lebih
banyak peserta akan menjelaskan lebih lanjut masalah ini.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pasien dengan sakit kritis yang dirawat di ruang ICU sebagian besar
mengalami kegagalan multi organ dan memerlukan support teknologi dalam
pengelolaan pasien (Schulman, 2012). Para penelitian sudah memastikan
bahwa music yang mendorong relaksasi dapat memberikan metode non-
invasif untuk mengurangi kecemasan pasien dan dapat meningkatkan keadaan
emosional mereka. Mendengar musiK merupakan metode untuk mengurangi
kecemasan pasien selama operasi kecil dengan anastesi local. Efek terapi
music dapat menurunkan dan meyembuhkan pasien yang menggunakan
ventilasi mekanik dan pasien yang tingkat kecemasan berlebihan, dengan
demikian peneliti dapat mendefinisikan bahwa terapo music sebagai
intervensi yang tidak berbahaya dan murah. (Khorshid dan Akin, 2007).
Dari beberapa pembahasan hasil temuan didapatkan hasil bahwa tingkat
kenyamanan umum pasien meningkat setelah mereka mendengarkan musik.
Ada hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat kenyamanan
sebelum mendengarkan musik dan setelah periode dengan dan tanpa musik.
Itu terkait literatur mencakup sejumlah studi terbatas tentang pengaruh musik
pada kenyamanan umum.

3.2 Saran
Bagi tenaga kesehatan hendaknya penerapan dan pengembangan intervensi
keperawatan terapi musik sebaiknya dilakukan dan dapat disosialisasikan
secara luas. Selain itu komunikasi terapeutik pada pasien koma dalam setiap
aktivitas perawatan harus diperhatikan juga oleh perawat dan petugas dalam
berinteraksi dengan pasien koma tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Ciftci, Hatice. 2015. The Effect of Music on Comfort, Anxiety and Pain in the
Intensive Care Unit: A Case in Turkey. Dalam
(http://www.internationaljournalofcaringsciences.org/docs/9_Ciftsi_ori
ginal_8_3.pdf ). Diakses tanggal 25 September 2020.

K, Wijayanti. 2016. Musik Suara Alam Terhadap Penurunan Kecemasan Pada


Pasien Kritis. Dalam
(https://pdfs.semanticscholar.org/5c52/5d317d6e7194696c805746d877
7ebdab256f.pdf). Diakses tanggal 25 September 2020.

Suhartini. 2010. Efectiveness of Music Therapy Toward Reducing Patient’s


Anxiety in Intencive Care Unit. Dalam
(https://ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/article/view/737).
Diakses tanggal 25 September 2020.

Anda mungkin juga menyukai