Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan pada praktik sehari-hari
dengan berbagai penyebab. Data dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr
Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta, dari 60 pasien yang menjalani
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) atas
indikasi ikterus obstruktif dari bulan Oktober 2006 sampai dengan bulan Mei
2007, sebagian besar disebabkan batu duktus koledokus, sisanya disebabkan
tumor papilla Vateri, tumor kaput pankreas, striktur duktus koledokus,
kolangiokarsinoma, tumor Klatskin, serta penyebab yang tidak diketahui (Gambar
1). Dari seluruh penderita tersebut 61,8% laki-laki dan 38,2% perempuan dengan
umur berkisar dari 20-80 tahun (Pangestu et al. 2007).
2%

2% 7%

5%
13%
17%

54%

Batu duktus koledokus


Tumor papilla Vateri
Tumor kaput pankreas
Striktur duktus koledokus
Kolangiokarsinoma
Tumor Klatskin
Lainnya

Gambar 1. Berbagai penyebab ikterus obstruktif di RSUPNCM


(dikutip dari Pangestu et al. 2007)
Hal senada dilaporkan oleh Siddique et al. (2008) di Pakistan yang melaporkan
hasil penelitiannya mengenai spektrum penyebab ikterus obstruktif yaitu batu
duktus

koledokus,

tumor

kaput

pankreas,

kolangiokarsinoma, striktur duktus koledokus,

tumor

kandung

pankreatitis akut

papilla Vateri (Gambar 2).


5%

3%

2%

12%
35%
13%
30%

Batu duktus koledokus


Tumor kaput pankreas
Tumor kandung empedu
Kolangiokarsinoma
Striktur duktus koledokus
Pankreatitis akut
Tumor papilla Vateri

Gambar 2. Berbagai penyebab ikterus obstruktif di Pakistan


(dikutip dari Siddique et al. 2008)

empedu,
dan tumor

2
Pada gambar-gambar berikut di bawah ini diperlihatkan gambaran ERCP
pada keadaan normal (Gambar 3), serta gambaran ERCP pada pasien-pasien
dengan ikterus obstruktif yang disebabkan batu duktus koledokus (Gambar 4) dan
tumor kaput pankreas (Gambar 5). Pada Gambar 4 tampak pelebaran duktus
biliaris intra dan ekstrahepatik (duktus koledokus, duktus hepatikus komunis,
serta duktus hepatikus kiri dan kanan) akibat sumbatan total oleh batu yang
terletak di duktus koledokus bagian distal. Pada Gambar 5 tampak pelebaran
duktus biliaris intra dan ekstrahepatik, kandung empedu, serta duktus
pankreatikus akibat sumbatan total oleh tumor kaput pankreas.

Duktus hepatikus
kanan

Duktus hepatikus
kiri

Duktus sistikus

Duktus hepatikus
komunis

Kandung empedu

Duktus koledokus
Duktus pankreatikus

Gambar.3. Gambaran ERCP saluran empedu normal


(dikutip dari Pott dan Schrameyer 1995)

Tumor Kaput
Pankreas
Batu Duktus
Koledokus

Gambar 4. Gambaran ERCP pada


ikterus obstruktif karena batu CBD
(dikutip dari Pott dan Schrameyer
1995)

Gambar 5. Gambaran ERCP pada


ikterus obstruktif karena tumor kaput
pankreas (dikutip dari Pott dan
Schrameyer 1995)

Pada keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan kerusakan mukosa


lambung dalam bentuk erosi atau ulkus yang keduanya seringkali diikuti dengan
perdarahan bahkan perforasi (Kameyama et al. 1984). Kerusakan mukosa
lambung terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif,
karena faktor agresif lebih kuat daripada faktor defensif (Makmun 2005). Faktor
agresif dapat berasal dari luar (misalnya obat-obatan golongan anti inflamasi non
steroid/OAINS, alkohol dan Helicobacter pylori) atau dari dalam tubuh (cairan
lambung serta cairan empedu dan komponen-komponennya), sedangkan faktor
defensif berupa lapisan mukus, bikarbonat, prostaglandin, fosfolipid serta aliran
darah mukosa lambung. Faktor defensif berperan untuk mempertahankan

4
integritas mukosa lambung terhadap berbagai faktor agresif (Slomiany dan
Slomiany 1991). Prostaglandin dibentuk dari asam arakhidonat, terdapat hampir
di seluruh bagian saluran cerna, diketahui berperan dalam mengontrol sekresi
asam, sekresi bikarbonat, produksi mukus serta aliran darah mukosa (Takeuchi et
al. 2010). Lapisan mukus merupakan pertahanan pertama dari mukosa saluran
cerna bagian atas terhadap berbagai faktor agresif. Lapisan mukus terbentuk dari
berbagai unsur yaitu air, glikoprotein dan fosfolipid (Slomiany dan Slomiany
1991).
Berbagai mekanisme patogenesis terjadinya kerusakan mukosa lambung
akut pada keadaan ikterus obstruktif antara lain peranan oxidative stress termasuk
peroksida lipid, peranan asam empedu dalam sirkulasi darah, peranan
prostaglandin, serta aliran darah mukosa lambung. Pada keadaan ikterus obstruktif
terjadi penurunan kadar glutation dan peningkatan kadar peroksida lipid jaringan
mukosa lambung. Hal ini menyebabkan integritas mukosa lambung menurun,
sehingga memudahkan terjadinya ulserasi (Ito et al. 1993; Sasaki et al. 1997;
Terano 1998).
Peningkatan kadar asam empedu pada sirkulasi darah pada keadaan ikterus
obstruktif diduga menurunkan mekanisme defensif dari mukosa lambung. Hal ini
diduga disebabkan efek toksik langsung dari asam empedu terhadap mukosa
lambung (Mizumoto et al. 1986). Penelitian lain melaporkan bahwa asam empedu
berpengaruh langsung terhadap fosfolipid yang ada di dalam lapisan mukus
mukosa lambung (Hosokawa 1991). Sasaki et al. pada tahun 1987 melaporkan
hasil penelitiannya tentang terjadinya penurunan aliran darah mukosa lambung
yang menyebabkan kerusakan mukosa lambung akut pada tikus percobaan dengan
ikterus obstruktif. Hal yang senada dilaporkan oleh hasil penelitian Nagahata et al.
(1997) dan Aslan et al. (2007) tentang terjadinya penurunan kadar prostaglandin
dalam sirkulasi darah dan jaringan mukosa lambung yang disertai menurunnya
aliran darah mukosa lambung pada tikus percobaan dengan ikterus obstruktif.
Fosfolipid berperan penting dalam mempertahankan integritas mukosa
lambung sebagai bagian dari membran sel, sebagai salah satu faktor pembentuk
lapisan mukus (Slomiany dan Slomiany 1991), serta merupakan sumber
pembentukan prostaglandin melalui jalur asam arakhidonat, baik dalam sirkulasi

5
darah maupun jaringan tubuh, termasuk mukosa lambung. Prostaglandin sangat
berperan

dalam

mempertahankan

integritas

mukosa

lambung

dengan

meningkatkan aliran darah mukosa, serta meningkatkan sekresi mukus dan


bikarbonat (Makmun 2005; Takeuchi et al. 2010). Di sisi lain, selain sumber
energi, poly-unsaturated fatty acids (PUFA) merupakan salah satu unsur utama
pembentuk fosfolipid. PUFA tidak dapat disintesis di dalam tubuh, sehingga
sumber kebutuhan PUFA di dalam tubuh hanya berasal dari makanan sehari-hari
(Sessler dan Ntambi 1998; Popovic et al. 2009). Karena sel-sel mukosa saluran
cerna (enterosit) adalah tempat pertemuan antara nutrisi yang berasal dari luar
(oral atau enteral) dengan aliran darah atau aliran limfa, maka dapat dimengerti
bahwa sel-sel enterosit sangat tergantung pada sumber nutrisi melalui jalur oral
atau enteral maupun parenteral (Duggan et al. 2002). Adapun rekomendasi
kebutuhan asupan harian PUFA pada orang sehat dewasa adalah 4,44-6,67 g/hari
(2-3% energi) untuk asam linoleat serta 1,54-2,22 g/hari (0,7-1% energi) untuk
asam linolenat (Simopoulos et al. 1999; Meyer et al. 2003; Cunnane et al. 2004).
Pada keadaan ikterus obstruktif terjadi gangguan absorpsi lipid enteral karena
ketiadaan (berkurangnya) cairan empedu beserta komponen-komponennya yang
sangat berperan dalam metabolisme lipid (Sato et al. 1991; Davidson dan Magun
1995). Oleh karena itu, pemberian PUFA diduga akan berpengaruh terhadap
integritas mukosa lambung (Pagkalos et al. 2009; Popovic et al. 2009).
Perdarahan saluran cerna bagian atas, sebagai kelanjutan dari terbentuknya
erosi dan ulkus di lambung, sering ditemukan dalam keadaan ikterus obstruktif.
Hal ini diduga karena penurunan kadar noradrenalin pada mukosa lambung yang
menyebabkan terjadinya iskemi mukosa lambung (Harada et al. 1983). Keadaan
ini diperberat karena terjadinya gangguan hemostasis yang disebabkan
berkurangnya pembentukan faktor-faktor koagulasi akibat terjadinya penurunan
sintesis protein di hati dalam keadaan ikterus obstruktif berkepanjangan (Giannini
et al. 2005; Papadopoulos et al. 2007).
Oleh sebab itu, melalui penelitian ini, ingin diketahui seberapa jauh efek
pemberian PUFA pada proses terjadinya kerusakan mukosa lambung akut pada
keadaan ikterus obstruktif. Mengingat penelitian tersebut tidak mungkin
dilakukan pada manusia, maka penelitian ini dilakukan pada beruk (Macaca

6
nemestrina) dengan melakukan pengikatan duktus koledokus. Penulis belum
pernah membaca laporan mengenai penelitian ikterus obstruktif dengan
menggunakan hewan model beruk. Dipilihnya beruk sebagai hewan model pada
penelitian ini atas dasar kemiripan sistem saluran cerna beruk dengan manusia.
Begitu pula nutrisi yang dibutuhkan beruk tak jauh berbeda dengan yang
dibutuhkan manusia (Napier dan Napier 1985; Fleagle 1996; Nishizono dan
Fuioka 2005). Sejauh ini, penelitian mengenai ikterus obstruktif baru dilakukan
pada hewan model lain seperti tikus, kelinci dan anjing (Dueland et al. 1991;
Kocher et al. 1997).
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan informasi akibat kerusakan mukosa lambung akut yang
berkaitan dengan morbiditas beruk pada keadaan ikterus obstruktif.
2. Mendapatkan informasi mengenai kerusakan mukosa lambung akut akibat
defisiensi lipid pada beruk dengan ikterus obstruktif.
3. Mendapatkan informasi proses hemostasis akibat gangguan fungsi hati yang
berkaitan dengan perdarahan saluran cerna bagian atas pada beruk dengan
ikterus obstruktif.
4. Mendapatkan informasi efek pemberian PUFA intravena dalam pencegahan
dan pengobatan kerusakan mukosa lambung akut yang terjadi pada beruk
dengan ikterus obstruktif.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi berbagai faktor yang berperan pada proses terjadinya
kerusakan mukosa lambung akut pada keadaan ikterus obstruktif.
2. Memberikan informasi gangguan hemostasis pada keadaan ikterus obstruktif.
3. Memberikan informasi berbagai upaya pencegahan terhadap kerusakan
mukosa lambung akut/perdarahan saluran cerna bagian atas pada keadaan
ikterus obstruktif.
Hipotesis
1. Pengikatan duktus koledokus pada beruk menyebabkan terjadinya gangguan
absorpsi lipid enteral, sehingga terjadi defisiensi lipid (termasuk PUFA) yang
dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung akut.

7
2. Perdarahan mukosa lambung akut pada beruk akibat pengikatan duktus
koledokus diperberat oleh terjadinya gangguan hemostasis.
3. Pemberian PUFA intravena dapat mencegah atau memperbaiki kerusakan
mukosa lambung akut pada beruk dengan ikterus obstruktif.
Kerangka Pemikiran
Keadaan ikterus obstruktif pada manusia masih merupakan tantangan
dalam praktik sehari-hari. Hal ini sering diikuti dengan komplikasi, diantaranya
terjadinya kerusakan mukosa lambung akut dalam bentuk erosi atau ulkus, bahkan
bisa terjadi perdarahan bahkan perforasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Mekanisme patogenesis terjadinya kerusakan mukosa
lambung akut didasari oleh ketidakseimbangan antara faktor defensif dan faktor
agresif, namun mekanisme patogenesis terjadinya kerusakan mukosa lambung
akut pada keadaan ikterus obstruktif belum diketahui secara jelas. Berbagai
penelitian terdahulu yang dilakukan pada hewan model tikus, kelinci dan anjing
menunjukkan bahwa kerusakan mukosa lambung akut yang terjadi pada keadaan
ikterus obstruktif diduga berhubungan dengan peningkatan oxidative stress
(penurunan glutation dan peningkatan peroksida lipid), peningkatan asam empedu
dalam sirkulasi darah, penurunan kadar prostaglandin serta penurunan sirkulasi
darah mukosa. Sebagai hewan model, beruk banyak dipakai dalam penelitian
biomedis baik sebagai model penyakit maupun dalam rangka pengujian obatobatan sebelum diaplikasikan pada manusia. Namun demikian, penelitian
mengenai mekanisme patogenesis terjadinya kerusakan mukosa lambung akut
pada keadaan ikterus obstruktif pada hewan model beruk belum pernah dilakukan.
Mengingat kemiripan anatomi dan fisiologi saluran cerna beruk dan manusia,
serta pola nutrisi beruk yang hampir sama dengan manusia, maka perlu dilakukan
penelitian mengenai mekanisme patogenesis terjadinya kerusakan mukosa
lambung akut dengan hewan model beruk untuk mendapatkan informasi yang
lebih jelas tentang patogenesis kerusakan mukosa lambung akut pada keadaan
ikterus obstruktif. Penelitian ini membuka peluang untuk mengembangkan upaya
pencegahan terjadinya kerusakan mukosa lambung akut, serta pengobatan
kerusakan mukosa lambung akut yang sudah terjadi pada pasien-pasien dengan
ikterus obstruktif. Skema kerangka penelitian disajikan pada Gambar 6.

8
Kerusakan mukosa lambung akut

Perdarahan saluran cerna


Morbiditas dan mortalitas
Ikterus obstruktif

Mekanisme patogenesis belum sepenuhnya


diketahui

Kendala pada pengobatan dan pencegahan

Penelitian menggunakan hewan model


dengan pengikatan duktus koledokus

Pengobatan (Perlakuan I)
- setelah didapat perubahan yang
nyata dari berbagai parameter yang
diobservasi, diberikan PUFA
intravena, dilanjutkan evaluasi
berkala sampai ada perbaikan dari
semua parameter

Pencegahan (Perlakuan II)


- diberikan PUFA intravena sejak awal
penelitian diikuti dengan evaluasi
berkala dari berbagai parameter yang
diobservasi

Analisis makroskopik kerusakan mukosa lambung yang


terjadi serta nilai laboratorium yang berhubungan dengan
keadaan ikterus obstruktif

Rekomendasi untuk pengobatan dan


pencegahan kerusakan mukosa lambung
akut pada ikterus obstruktif
Gambar 6. Skema kerangka pemikiran

Anda mungkin juga menyukai