Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS PARALITIK

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Program Profesi


Ners Stase Gawat Darurat

Oleh :
IRA FINARTI, S.Tr.Kep
NIM :

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ILEUS PARALITIK

Oleh :
IRA FINARTI, S.Tr.Kep
NIM :

Palangka Raya, Maret 2023


Mengetahui,

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(Ria Anggara Hamba, S.Kep., Ners., M.MKes) (Katharina, S.Kep., Ns)


LAPORAN PENDAHULUAN
ILEUS PARALITIK

A. DEFINISI
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding
usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen
usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut. Ileus obstruktif adalah blok
saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus, dan makanan, dapat secara
mekanis atau fungsional (Inayah, 2004).
Ileus obstruktif adalah hambatan pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam
lumen usus.(Sjamsuhidayat, 2005). Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara,
2007).
Berdasarkan bebera pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Ileus obstruktif
adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan
mekanik yang menghambat pasase cairan, flatus, dan makanan.
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknyanormal
(Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran ususyang
menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanisatau
fungsional. (Tucker, 1998)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan
total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan.

B. ETIOLOGI

Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis
obstruksi usus, yaitu:
1. Mekanis
Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus,
contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur,
perlekatan (adhesi), hernia dan abses.
2. Fungsional
muskulator usus tidak mampu mendorong isisepanjang usus. (Brunner and
Suddarth, 2002)

C. PATOFISIOLOGI
Ileus non mekanis dapat disebabkan oleh manipulasi organ abdomen,
peritonitis, sepsis dll, sedang ileus mekanis disebabkan oleh perlengketan
neoplasma, benda asing, striktur dll.Adanya penyebab tersebut dapat
mengakibatkan passage usus terganggu sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan
dlm lumen usus. Adanya akumulasi isi usus dapat menyebabkan gangguan absorbsi
H20 dan elektrolit pada lumen usus yang mengakibatkan kehilangan H20 dan
natrium, selanjutnya akan terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler sehingga
terjadi syok hipovolemik, penurunan curah jantung, penurunan perfusi jaringan,
hipotensi dan asidosis metabolik. Akumulasi cairan juga mengakibatkan distensi
dinding usus sehingga timbul nyeri, kram dan kolik.Distensi dinding usus juga
dapat menekan kandung kemih sehingga terjadi retensi urine.Distensi juga dapat
menekan diafragma sehingga ventilasi paru terganggu dan menyebabkan sulit
bernafas.Selain itu juga distensi dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen.Selanjutnya terjadi iskemik dinding usus, kemudian terjadi nekrosis,
ruptur dan perforasi sehingga terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang
nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi sistem. Pelepasan bakteri dan toksin ke
peritoneum akan menyebabkan peritonitis septikemia.
Akumulasi gas dan cairan dalam lumen usus juga dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi komplet sehingga gelombang peristaltik dapat berbalik arah
dan menyebabkan isi usus terdorong ke mulut,keadaan ini akan menimbulkan
muntah-muntah yang akan mengakibatkan dehidrasi. Muntah-muntah yang
berlebihan dapat menyebabkan kehilangan ion hidrogen & kalium dari lambung
serta penurunan klorida dan kalium dalam darah, hal ini merupakan tanda dan
gejala alkalosis metabolik.
Dari penjelasan diatas masalah yang muncul yaitu :
1. PK : asidosis metabolik, nyeri akut, retensi urinarius, pola nafas tak efektif,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko kekurangan volume
cairan.
2. PK : alkalosis metabolic
D. PATHWAY

E. TANDA DAN GEJALA

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :


1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

Menurut Winslet,(2002),gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada:


1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
hypovolemik, pireksia,septikemia, penurunan respirasi dan
peritonitis.Terhadapsetiappenyakit yang dicurigai ileusobstruktif, semua
kemungkinan hernia harus diperiksa. (Winslet, 2002)Nyeri abdomen biasanya
agak tetap pada mulanya dan kemudianmenjadi bersifat kolik.Ia sekunder
terhadap kontraksi peristaltik kuat padadinding usus melawan obstruksi.
Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4
sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit
pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dariileus obstruktif usus halus demikian
biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang dari
ileus obstruktif usus besar biasanyatampil dengan nyeri intaumbilikus.Dengan
berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang
peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti.Pada saat ini nyeri mereda
dan diganti olehpegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen.Jika nyeri
abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka
ileusobstruksi strangulata harus dicurigai.(Sabiston, 1995).
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi
yangmemuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga
diikutioleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s,
2001).Muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif.Jika ileus obstruktif
usushalus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan
jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak
terlihat distensi.Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi
absolut(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas
yangbisa keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses
perrektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif.Pireksia di dalam ileus
obstruktif dapat digunakan sebagai petanda (Winslet, 2002) :
1) Mulainya terjadi iskemia
2) Perforasi usus
3) Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia.Nyeri tekanabdomen
yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau
sudahterjadi.Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi.
(Winslet,2002),

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi
1. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus)memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antaraair dan udara atau gas
(air-fluid level) yang membentuk pola bagaikantangga.
2. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
Pada anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enemabarium tidak
hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
3. CT – Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT– Scan akan mempertunjukkan secara
lebihteliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus,
danperitoneum. CT– Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras ke
dalam pembuluh darah.Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi
dari obstruksi.
4. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebabdari
obstruksi.
5. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa
mungkin menunjukkan dehidrasi.Analisa gas darah dapat
mengindikasikanasidosis atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth,
2002 )

G. DATA FOKUS

a. Primary survey
1. Airway
Masalah airway dapat dilihat dengan memeriksa suara napas dengan metode
look, listen, and feel. Masalah yang mungkin timbul pada airway adalah: –
Obstruksi jalan napas karena benda asing, cairan.
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas,ataukah
ada secret yang menghalangi jalan nafas. Jika ada obstruksi, lakukan :
1) Chin lift/ Jaw thrust
2) Suction
3) Guedel Airway
4) Instubasi Trakea
2. Breathing
Hal–hal yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi masalah breathing
adalah:
- menghitung frekuensi napas/Respiratory rate (RR)
- melihat gerakan dada simetris atau tidak
- perkusi: redup, hipersonor
- suara napas: vesikuler, meningkat atau menurun
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
1) Beri oksigen
2) Posisikan semi Flower
3. Circulation
Hal–hal yang dapat dilihat untuk mengidentifikasi masalah circulation
secara cepat adalah:
- warna kulit yang menandakan perfusi jaringan
- nadi
Hati–hati pada orang tua, anak kecil, atlet, dan riwayat pemakaian obat–
obatan karena pasien tidak bereaksi secara normal
Menilai sirkulasi / peredaran darah
1) Cek capillary refill
2) Pemberian infus
3) Auskultasi adanya suara nafas tambahan
4) Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
5) Cek Frekuensi Pernafasan
6) Cek adanya tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
7) Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil.
4. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien.
Posisikan pasien posisi semi fowler, esktensikan kepala, untuk memaksimalkan
ventilasi. Segera berikan Oksigen sesuai dengan kebutuhan, atau instruksi
dokter.
Memeriksa skala kesadaran antara lain dengan metode AVPU (Alert,
Verbal, Pain, Unresponsive) atau GCS (Glasgow Coma Scale).
5. Exposure atau kontrol lingkungan. Pakaian pasien harus dibuka semua agar
dapat dilakukan pemeriksaan dan evaluasi secara menyeluruh namun harus
tetap dijaga agar tidak terjadi hipotermi.
Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada bagian tubuh yang
paling berkonstribusi pada status penyakit pasien. Menurut Musliha (2010),
pengkajian yang dilakukan setelah masalah airway, breathing, circulaton, dan
disability yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian
sekunder meliputi pengkajian subjektif dan objektif dari riwayat keperawatan
(Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan,
riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki. Pengkajian sebagai
berikut:

(a)Faranheit (Suhu tubuh): kaji suhu tubuh, dan suhu lingkungan

(b)Exposure : kaji tekanan darah, irama dan kekuatan nadi, saturasi oksigen

(c)Head to toe assement (pengkajian dari kepala hingga kaki) meliputi

pengkajian riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat

pengobatan, riwayat penyakit keluarga (Krisanty, 2016)


B. Secondary survey
1. Biodata/ identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,no medrek,diagnose,
tanggal masuk, dan alamat
2. Riwayat penyakit
a) Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya
rasa sakit sering kali membosankan dan kurang terlokalisasi
(peritoneum viseral). Kemudian berkembang menjadi mantap, berat,
dan nyeri lebih terlokalisasi (peritoneum parietal). Jika tidak terdapat
proses infeksi, rasa sakit menjadi berkurang. Pada beberapa penyakit
tertentu (misalnya: perforasi lambung, pankreatitis akut berat, iskemia
usus) nyeri abdomen dapat digeneralisasi dari awal
b) Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti
peningkatan suhu tubuh, mual, dan muntah. Pada kondisi lebih berat
akan didapatkan penurunan kesadaran akibat syok sirkulasi dari
septikemia
c) Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang
menyebabkan kondisi peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis,
perawat dapat melihat pada tabel. Penyebab dari peritonitis sebagai
bahan untuk mengembangkan pernyataan. Anamnesis penyakit
sistemik, seperti DM, hipertensi dan tuberkulosis dipertimbangkan
sebagai sarana pengkajian preoperatif.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang
meliputi pola makan, gaya hidup atau pun penyakit yang sering
diderita keluarga sehingga dapat menyebabkan peritonitis seperti
penyakit apendititis, ulkul peptikum, gastritis, divertikulosis dan lain-
lain
3. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan
rencana pembedahan, serta perlunya pemenuhan informasi prabedah
4. Pemeriksaan fisik
Didapatkan sesuai dengan manisfestasi klinis yang muncul.
a) Keadaan umum : pasien terlihat lemah dan kesakitan
b) TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan
hemodinamik.
c) Suhu badan meningkat ≥38,5oC dan terjadi takikardia, hipotensi,
pasien tampak legarti serta syok hipovolemia
d) Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
1) Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen
didapatkan pada hampir semuja pasien dengan peritonitis dengan
menunjukkan peningkatan kekakuan dinding perut. Pasien dengan
peritonitis berat sering menghindari semua gerakan dan menjaga
pinggul tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut.
Perut sering mengembung disertai tidak adanya bising usus.
Temuan ini mencerminkan ileus umum. Terkadang, pemeriksaan
perut juga mengungkapkan peradangan massa

1
11

2) Auskultasi : penurunan atau hilangnya bising usus merupakan


salah satu tanda ileus obstruktif
3) Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), peningkatan suhu
tubuh, adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan
memberikan tanda-tanda rangsangan peritoneum. Rangsangan
peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular. Pekak
hati dapat menghilang akibat udara bebas dibawah diafragma.
Pemeriksaan rektal dapat memunculkan nyeri abdomen, colok
dubur ke arah kanan mungkin mengindikasikan apendisitis dan
apabila bagian anterior penuh dapat mengindikasikan sebuah
abses.
Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual vagina dilakukan
untuk mendeteksi penyakit radang panggul (misalnya endometritis,
salpingo-ooforitis, abses tuba-ovarium), tetapi temuan sering sulit
diinterprestasikan dalam peritonitis berat
4) Perkusi : nyeri tekuk dan bunyi timpani terjadi adanya flatulen
5. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium, meliputi (Laroche, 1998) hal-hal berikut :
1) Sebaian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukkan
leukositosis (>11.000 sel/µL)
2) Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis
3) Pemeriksaan waktu pembekuan dan pendarahan untuk mendeteksi
disfungsi pembengkuan
4) Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis
5) Urinalisis penting untuk menyingkirkan penyakit saluran kemih,
namun pasien dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul
sering menunjukkan sel darah putih dalam air seni dan
mikrohematuria
6) Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia
7) Cairan peritoneal (yaitu paracentesis, aspirasi cairan perut dan
kultur cairan peritoneal). Pada peritonitis tuberkulosa, cairan
peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml)
dan banyak limfosit; basil tuberkel diindikasi dengan kultur
b) Pemeriksaan radiografik
1) Foto polos abdomen
Walaupun identifikasi sangat terbatas, kondisi ileus mungkin
didapatkan usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas
hadir dalam kebanyakan kasus anterior perforasi lambung dan
duodenum, tetapi jauh lebih jarang dengan perforasi dari usus kecil
dan usus besar, serta tidak biasa dengan appendiks perforasi.
Tegak film berguna untuk mengidentifikasi udara bebas di bawah
diafragma (paling sering disebalah kanan) sebagai indikasi adanya
viskus berlubang
2) Computed tomography scan (CT scan)
CT scan abdomen dan panggul tetap menjadi studi diagnostik
pilihan untuk abses peritoneal. CT scan ditunjukkan dalam semua
kasus dimana diagnosis tidak dapat dibangun atas dasar klinis dan
temuan foto polos abdomen. Abses peritoneal dan cairan lain dapat
diambil untuk diagnostik atau terapi dibawah bimbingan CT scan
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu modalitas pencitraan muncul untuk
diagnostis dicurigai abses intra-abdomen. Abses abdomen
menunjukkan penurunan itensitas sinyal pada gambar T1-weighted
12

dan homogen atau peningkatan intensitas sinyal heterogen pada


gambar T2-weighted. Terbatasnya 
c) USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi kuadran kanan
atas (misalnya perihepatic abses, kolesistitis, biloma, pankreatitis,
pankreas pseudocyst), kuadran kanan bawah, dan patologi pelvis
(misalnya appendisitis, abses tuba-ovarium, abses Douglas), tetapi
terkadang pemeriksaan menjadi terbatas karena adanya nyeri, distensi
abdomen dan gangguan gas usus. USG dapat mendeteksi peningkatan
jumlah cairan peritoneal (asites), tetapi kemampuannya untuk
mendeteksi jumlah kurang dari 100 ml sangat terbatas

H. KOMPLIKASI

Menurut Brunner and Suddarth, (2001), komplikasi yang mungkin


terjadi pada ileus obstruksi adalah:
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ
intra abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik
dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

I. PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan
elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi,mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

1. Resusitasi

Dalam resusitasi yang perlu di perhatikan adalah mengawasi tanda


– tanda vital, dehidrasi dan syok.Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu
diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.Respon terhadap terapi
dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang
keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT). NGT di gunakan untuk mengosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.
13

2. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagaiprofilaksis.Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala
mual muntah.
3. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder.Operasi diawali dengan laparotomi
kemudiandisusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selamalaparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukanoperasi: jika obstruksinya berhubungan
dengan suatu simple obstruksi atauadhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasimaka reseksi intestinal sangat
diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macamcara/tindakan bedah yang
dilakukan pada obstruksi ileus :
a. Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada
hernia incarceratanon-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau
pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus
baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada
tumor  intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari
tempatobstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan
sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang
dilakukan tindakanoperatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya
sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian
hari dilakukan reseksi usus dananastomosis. (Sabara, 2007)
14

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan


ileus obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong
1. Nyeri b.d infeksi, inflamasi intestinal, abses abdomen ditandai dengan nyeri
tekan pada abdomen
2. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d keluarnya cairan tubuh
ditandai dengan muntah yang berlebihan

K. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC

Nyeri b.d infeksi, Tujuan: Setelah dilakukan Pain Management


inflamasi tindakan keperawatan selama 1. Kaji secara
intestinal, abses 1x24 jam diharapkan nyeri komprehensif tentang
abdomen
berkurang: nyeri (lokasi karateristik,
NOC durasi, frekuensi,
- Pain level kualitas).
- Pain kontrol 2. Monitor perubahan tanda
- Comfort level vital
Kriteria hasil: 3. Observasi isyarat non
- Mampu mengontrol nyeri verbal dari ketidak
(tahu penyebab nyeri) nyamanan.
- Frekuensi nyeri 4. Kaji pengalaman individu
- Tanda nyeri terhadap nyeri.
- Mengatakan rasa nyaman 5. Ajarkan penggunaan
setelah nyeri berkurang teknik non farmakologi
(ex. Relaksasi, terapi
musik, masase, dan lain-
lain).
6. Berikan analgesik sesuai
anjuran.
7. Anjurkan pasien untuk
berdiskusi tentang
pengalaman nyeri secara
tepat
Risiko Tujuan : setelah 1. Monitoring status cairan
ketidakseimbang dilakukan (turgor kulit, membran
an cairan dan tindakan mukosa, urine output)
elektrolit b.d keperawatan 2. Kaji sumber kehilangan
keluarnya cairan selama 1 x 24 cairan
tubuh jam tidak terjadi 3. Monitor tanda-tanda vital
ketidakseimbang terutama tekanan darah
an cairan dan 4. Kaji warna kulit, suhu,
elektrolit sianosis, nadi perifer, dan
15

Kriteria hasil : diaforesis secara teratur


- Pasien tidak mengeluh 5. Kolaborasi
pusing, membran mukpsa - Pertahankan pemberian
lembap, turgor kulit normal. cairan secara intravena
TTV dalam batas normal, - Evaluasi kadar
CRT >3 detik, urine >600 elektrolit
ml/hari
- Laboratorium : nilai
elektrolit normal, nilai
hematokrit dan protein
serum meningkat,
BUN/Kreatinin menurun

DAFTAR PUSTAKA
16

Brunner and Suddart.2002 . Buku Ajar Keperawatan .Edisi 3. Jakarta: EGC.

Heather, H.T. 2014.Nanda Internasional DIAGNOSA KEPERAWATAN Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Inayah, iin.2004 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. 202. Jakarta: EGC.

Price &Wilson.2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi  6,


Volume1. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Beda. Jakarta: EGC.

www.academia.edu (diakses pada 10 November 2016)

Anda mungkin juga menyukai