Anda di halaman 1dari 17

Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau
penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan
kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol
HDL (Sunita, 2004). Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL
kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar
HDL kolesterol (Andry Hartono, 2000). Dislipidemia dalam proses terjadinya
aterosklerosis semuanya memiliki peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan
yang lain, sehingga tidak mungkin dibahas sendiri-sendiri.
Ketiganya dikenal sebagai trias lipid, yaitu:
a.

Kolesterol total

Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol total darah
dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat kuat, konsisten, dan tidak
bergantung pada faktor resiko lain. Penelitian genetik, eksperimental, epidemiologis, dan
klinis menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan kadar kolesterol total mempunyai
peran penting pada patogenesis penyakit jantung koroner (PJK).
b.

Kolesterol HDL dan kolesterol LDL

Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara kadar kolesterol
HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau diet dapat menaikan kadar
kolesterol HDL dan dapat mengurangi penyakit jantung koroner
c.

Trigliserida

Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan dengan penyakit


jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kadar kolesterol HDL.

Kadar

lemak

dalam tubuh
Kolesterol Total

darah

Kisaran Ideal
(mg/dl)
120-200

LDL

60-160

HDL

35-65

Perbandingan

<3,5

LDL/HDL
Trigliserida

<200

Sumber: Bahri anwar, 2004


Untuk mengetahui kadar kolesterol dalam darah beserta komponennya harus melalui
suatu pemeriksaan pada kadar lemak dalam darah. Dari hasil kadar pemeriksaan dalam
darah sangat penting untuk mengetahui seseorang menderita dislipidemia atau tidak.
Pemeriksaan dilakukan setelah puasa 12-16 jam (selama puasa hingga pengambilan darah
tidak boleh makan dan minum, kecuali air putih tanpa gula). Parameter yang diperiksa
paling sedikit meliputi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan
trigliserida.berikut ini pedoman profil lemak darah menurut US Nation Cholesterol
Education Program (NCEP) hasil revisi tahun 2001.
1.
Kolesterol
- sehat/normal : kadar kolesterol < 200mg/dL
- mengkhawatirkan/batas tinggi : kadar kolesterol 200-239 mg/dL
- buruk/tinggi : kadar kolesterol 240 mg/dL
2.
Kolesterol LDL
- optimal : < 100mg/dL
- kurang dari optimal : 100-129 mg/dL
- mengkhawatirkan : 130-159 mg/dL
- buruk/tinggi : 160-189 mg/dL
- sangat buruk/sangat tinggi : 190 mg/dL
3.
Kolesterol HDL
- buruk/rendah : < 40 mg/dL
-mengkhawatirkan : 41-59 mg/dL
- diharapkan/tinggi : 60 mg/dL
4.

Kadar Trigliserida

- sehat/normal : < 150 mg/dL


-ambang tinggi : 150-199 mg/dL
- buruk/tinggi : 200-499 mg/dL
- sangat buruk/sangat tinggi : 500 mg/dL
A.2 Klasifikasi Dislipidemia
Klasifikasi dislipidemia berdasarkan patogenesis penyakit adalah sebagai berikut:
a)

Dislipidemia Primer Yaitu kelainan penyakit genetik dan bawaan yang dapat

menyebabkan kelainan kadar lipid dalam darah. Kriteria hiperkolesterolemia primer dapat
ditegakkan apabila semua faktor penyebab dari hiperkolesterolemia sekunder dapat
disingkirkan. Kelainan ini umumnya bersifat familiar dan karena itu skrining terhadap

anggota keluarga perlu dilakukan. Berdasarkan gambaran klinik dan penyebab kelainan
ini, Fredrickson dan Lees membagi jenis kelainan ini atas type I, IIa, IIb, III, IV dan V.
Type IIa, yakni terdapatnya peningkatan kadar LDL dan kolesterol, merupakan type yang
paling sering didapatkan pada anak. Type ini dapat dibedakan lagi menjadi:
a.

Hiperkolesterolemia familial. Kelainan yang disebabkan oleh kekurangan

LDL reseptor ini dapat bersifat heterozigot dan homozigot. Pada jenis heterozigot, kadar
total kolesterol dan LDL biasanya mencapai 2-3 kali nilai normal dengan rata-rata 300
mg/100ml; sedangkan kadar LDL-nya lebih 160 mg/100 ml dengan rata-rata 240
mg/100ml. Pada jenis homozigot, kadar rata-rata kolesterol total dapat mencapai 7001000 mg/100 ml. Hal ini disebabkan oleh terdapatnya mutasi gen hiperkolesterolemia
familial.
b.

Familial combined hyperlipidemia. Pada kelainan ini terjadi produksi

berlebihan dari apo B-100 oleh hepar dan karenanya terdapat peningkatan kadar
trigliserida pada anak (120-130 mg/dl) disertai kadar kolesterol total dan LDL yang lebih
rendah dari jenis hiperkolesterolemia familial atau bahkan normal. Kadar LDL dapat
bervariasi dari waktu ke waktu; demikian pula dengan kadar trigliserida yang berfluktuasi
berlawanan.
b)

Dislipidemia

Sekunder Yaitu

disebabkan

oleh

suatu

keadaan

seperti

hiperkolesterolemia yang diakibatkan oleh hipotiroidisme, nefrotik syndroma, kehamilan,


anoreksia nervosa, dan penyakit hati obstruktif. Hipertrigliserida disebabkan oleh DM,
konsumsi alkohol, gagal ginjal kronik, miokard infark, dan kehamilan. Dan dislipidemia
dapat disebabkan oleh gagal ginjal akut, penyakit hati, dan akromegali.
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia atau hiperlipoproteinemia adalah gangguan

metabolisme yang

melibatkan peningkatan konsentrasi lipoprotein pada plasma. Hiperlipidemia merupakan


suatu keadaan tingginya konsentrasi lipid yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi
trigliserida, LDL, dan kolesterol darah melebihi batas normal (pada manusia > 200 mg/dL)
(Ganong 2001). Faktor yang mempengaruhi hiperlipidemia adalah obesitas, usia, kurang
olahraga, stres, gangguan metabolisme, gangguan genetik, dan pola konsumsi makanan
sehari-hari yang dapat meningkatkan konsentrasi lipid atau kolesterol. Makanan yang
kaya akan kolesterol dan asam lemak jenuh dapat menekan pembentukan reseptor LDL,
sehingga meningkatkan kolesterol di dalam darah (Grundy 1991). Hiperlipidemia dapat

meningkatkan resiko aterosklerosis, yaitu penyumbatan pembuluh darah arteri akibat


penumpukan lipid pada dinding aorta. Jika aterosklerosis terjadi pada pembuluh darah
aorta yang mensuplai O2 ke jantung, maka dapat menyebabkan penyakit jantung koroner
(PJK). Faktor yang mempengaruhi patogenesis aterosklerosis adalah hiperkolesterolemia
yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi lipoprotein densitas rendah (LDL) (Schwart
et al. 1993 dalam Taher 2003). Lemak yang berupa trigliserida atau kolesterol berasal dari
bahan makanan masuk ke dalam tubuh dan dicerna dalam usus halus. Selanjutnya
diangkut oleh kilomikron dan dihidrolisis oleh lipoprotein lipase menghasilkan asam
lemak bebas. Hasil tersebut disimpan di jaringan adiposa dan otot. Akibat dari reaksi
tersebut kilomikron akan mengecil dan disebut kilomikron sisa. Kilomikron sisa akan
bersirkulasi membawa kolesterol ke hati, kemudian diserap oleh reseptor khusus melalui
mekanisme spesific receptor-mediated endocytosis. Kilomikron dan kilomikron sisa
merupakan lipoprotein yang mengangkut lemak dan kolesterol yang berasal dari makanan
(eksogen). Selain berasal dari makanan, lemak, dan kolesterol juga dapat di sintesis oleh
hati. Kolesterol dan trigliserida diangkut dari hati ke
jaringan tubuh lainnya dengan cara hati memproduksi VLDL (very low density
lipoprotein). Awalnya partikel VLDL mengangkut trigliserida dari hati ke jaringan
adiposa. Seperti halnya kilomikron, selanjutnya VLDL mengalami hidrolisis oleh
lipoprotein lipase dalam pembuluh darah dan menghasilkan IDL (Intermediate density
lipoprotein), hidrolisis lebih lanjut menghasilkan LDL (low density lipoprotein). Lalu
partikel LDL akan diendositosis oleh hepatosit setelah terlebih dahulu diikat oleh reseptor
LDL (Voet dan Voet 1995). Reseptor LDL merupakan glikoprotein yang merentangkan
membran sel dan daerah pengikatan B-100 terletak pada ujung terminal yang tersusun.
LDL akan berikatan dengan reseptor dalam keadaan utuh melalui endositosis. Kemudian
LDL dipecah di dalam lisosom yang melibatkan hidrolisis apoprotein dan ester kolesteril
yang diikuti oleh translokasi kolesterol ke dalam sel. Reseptor tersebut tidak dihancurkan
tetapi kembali ke permukaan sel. Aliran masuk kolesterol ini menghambat kerja HMGKoA sintase serta HMG-KoA reduktase dengan carayang terkoordinasi, dan dengan
menghambat sintesis kolesterol serta menstimulasi aktivitas ACAT dan mengurangi
sintesis reseptor LDL. Peningkatan konsentrasi lipid peroksida dalam tubuh dapat
disebabkan oleh kondisi hiperkolesterolemia. Saat kondisi tersebut jumlah LDL meningkat
sehingga dapat memperbesar kemungkinan terjadinya oksidasi, sebab ketersediaan
substrat yang dapat dioksidasi lebih banyak. Fungsi kolesterol salah satunya sebagai
prekursor pembentukan asam empedu yang disintesis di dalam hati. Tahap pertama dari

biosintesis asam empedu adalah reaksi 7- hidroksilasi terhadap kolesterol yang dikatalisis
oleh enzim mikrosomal, yaitu 7-hidroksilase. Reaksi ini memerlukan oksigen, NADPH,
dan sitokrom P-450 oksidase. Semakin besar konsentrasi kolestrol plasma dalam tubuh
hiperkolesterolemia, maka semakin banyak asam empedu yang disintesis, sehingga
semakin meningkat pula oksigen dan NADPH yang dibutuhkan serta peningkatan aktivitas
sitokrom P-450 oksidase (Murray et al. 2001).
Sitokrom P-450 oksidase merupakan enzim yang berperan dalam memperantarai
metabolisme retikulum endoplasmik yang menghasilkan radikal superoksida (O2 -)
(Dhaunsi et al.1992 dalam Wresdiyati 2005). Oleh sebab itu, semakin meningkatnya
sitokrom P-450 oksidase, maka radikal bebas yang dihasilkan semakin meningkat pula.
Jika produksi radikal bebas terjadi secara berlebihan maka enzim antioksidan dalam tubuh
khususnya di organ hati seperti superoksida dismutase (SOD) tidak mampu mengatasinya.
Hal ini akan menimbulkan kondisi stres oksidatif, yaitu suatu keadaan yang dapat
menyebabkan terjadinya beberapa kerusakan atau kelainan baik proses biokimia maupun
fisiologi di dalam sel akibat dari proses peroksidasi lipid.
Metabolisme Kolesterol
Kolesterol merupakan komponen terpenting membran sel pada hewan. Umumnya
kebutuhan kolesterol sehari-hari dapat terpenuhi secara sempurna oleh tubuh melalui
sintesis di dalam tubuh (endogen). Pada konsumsi makanan yang beraneka ragam, kurang
lebih setengah dari kolesterol berasal dari biosintesis tubuh sendiri yang berlangsung di
dalam usus, kulit, dan terutama dalam hati (kira-kira 50%), selebihnya kolesterol diambil
dari bahan makanan (eksogen) 4 (Koolman 2000). Pada manusia, secara keseluruhan
kolesterol yang digunakan setiap harinya kurang lebih 1gram (Koolman 2000).
Kolesterol memiliki sifat tidak larut dalam air. Oleh sebab itu, zat ini akan diangkut
dalam darah sebagai komponen lipoprotein darah. Kolesterol dalam makanan diserap dari
garam empedu ke dalam sel epitel usus. Kolesterol terkemas dalam kilomikron di usus dan
dalam VLDL di hati (Mark et al. 2000). Kilomikron di usus akan dibawa ke darah melalui
limfe. Selanjutnya kilomikron akan berubah menjadi asam lemak dan gliserol dengan
bantuan enzim lipoprotein lipase serta menghasilkan sisa kilomikron. Kilomikron sisa
akan berikatan dengan reseptor di sel hati dan mengalami internalisasi melalui endositosis.
Setelah dibentuk di hati akan berubah menjadi VLDL yang akan disekresikan ke dalam
darah selanjutnya akan berubah menjadi IDL dan hidrolisis lebih lanjut dari IDL akan
menghasilkan LDL. LDL yang terbentuk akan menyediakan kolesterol bagi jaringan

(Koolman 2000). Jika terjadi kelebihan kolesterol di jaringan maka HDL akan membawa
kembali ke hati.
1.1 Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyumbatan
sebagian atau total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya, sehingga
aliran darah pada arteri koroner menjadi tidak adekuat, akibatnya dinding otot jantung
mengalami iskemia dan dapat sampai infark, karena oksigenasi otot jantung sangat tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel otot jantung. PJK bermakna
didefinisikan sebagai adanya stenosis 50 % pada arteri koroner utama yang dibuktikan
dari pemeriksaan angiografi.
1.2 Aterosklerosis dan Inflamasi
Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya akumulasi lipid
ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa dan deposit matrik
ekstraseluler, akibat pemicuan multifaktor berbagai patogenesis yang bersifat kronik
progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta menimbulkan
penebalan dan kekakuan arteri. Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan yang
kompleks sebagai reaksi terhadap masuknya agen yang merugikan ke dalam sel ataupun
organ dalam rangka melenyapkan atau setidaknya melemahkan agen tersebut,
memperbaiki kerusakan sel atau jaringan dan memulihkan homeostasis. Aterosklerosis
dapat menyebabkan iskemia dan infark jantung, stroke, hipertensi renovaskular dan
penyakit oklusi tungkai bawah tergantung pembuluh darah yang terkena. Aterosklerosis
merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK. Merupakan proses multifaktorial
dengan mekanisme yang saling terkait. Proses aterosklerosis awalnya ditandai dengan
adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan foam cell (sel busa) dan fatty
streaks (kerak lemak), pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak
aterosklerotik yang tidak stabil. Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronis.
Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari
perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis.
Akhir-akhir ini telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memainkan
peranan penting di dalam setiap tahapan proses aterosklerosis. Mulai dari fase inisiasi
sampai proses lanjut hingga terjadinya rupture plak yang menimbulkan komplikasi

penyakit kardiovaskular. Aterosklerosis dianggap sebagai suatu penyakit inflamasi sebab


sel yang berperan berupa makrofag yang berasal dari monosit dan limfosit ini merupakan
hasil proses inflamasi. Patogenesis aterosklerosis (aterogenesis) dimulai ketika terjadi jejas
(akibat berbagai faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang berbeda)
pada endotel arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel. Paparan
jejas pada endotel, memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan mempromosi lesi
aterosklerotik. Disfungsi endotel merupakan awal terjadinya aterosklerosis. Disfungsi
endotel ini disebabkan oleh faktor-faktor risiko tradisional seperti dislipidemia, hipertensi,
DM, obesitas dan merokok dan faktor-faktor risiko lain misalnya homosistein dan kelainan
hemostatik. Pembentukan aterosklerosis terdiri dari beberapa fase yang saling
berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan modifikasi lipid (oksidasi, agregasi dan
proteolisis) dalam dinding arteri yang selanjutnya mengakibatkan aktivasi inflamasi
endotel. Pada fase selanjutnya terjadi rekrutmen elemen - elemen inflamasi seperti
monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit menempel pada endotel, penempelan
endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endotel, yaitu
Inter Cellular Adhesion Molecule -1 (ICAM-1), Vascular Cell Adhesion Molecule -1
(VCAM-1) dan Selectin. Molekul adhesi ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk
bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan sitokin. Setelah berikatan dengan endotel
kemudian monosit berpenetrasi ke lapisan lebih dalam dibawah lapisan intima. Monositmonosit yang telah memasuki dinding arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan
"memakan" LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini
akan membentuk sel busa atau "foam cell" dan selanjutnya akan menjadi fatty streaks.
Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan merangsang
proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke tunika intima dan
penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti elastin dan kolagen, yang
mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini proses
aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak aterosklerotik.
Pembentukan plak aterosklerotik akan menyebabkan penyempitan lumen arteri, akibatnya
terjadi berkurangnya aliran darah. Trombosis sering terjadi setelah rupturnya plak
aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek
atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat
sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner. Pada saat inilah muncul berbagai
presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil,
tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan

kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal
juga dengan sindroma koroner akut.

Sumber: Peter Libby. 2004 (9)


Gambar 1.2.1 Patogenesis inflamasi pada aterosklerosis
1.3 CRP dan hs-CRP
CRP pertama kali didiskripsikan oleh William Tillet dan Thomas Francis di Institut
Rockefeller pada tahun 1930. Mereka mengekstraksi protein dari serum pasien yang
menderita Pneumonia pneumococcus yang akan membentuk presipitasi dengan C
Polisakarida dari dinding sel Pneumococcus. Karena reaksi antara protein dan polisakarida
menyebabkan presipitasi maka protein ini diberi nama C-Reactive Protein.

Sumber: J.P. Casas. 2008


Gambar 1.3.1 Struktur C-Reactive Protein
CRP adalah protein fase akut, merupakan marker inflamasi sistemik non spesifik.
Kadarnya meningkat sebagai respon terhadap infeksi, inflamasi maupun kerusakan
jaringan. CRP secara normal ditemukan dalam serum manusia tetapi dalam jumlah yang
sangat sedikit dan kadarnya berbeda pada setiap individu. Pada individu sehat tanpa
inflamasi, biasanya kadar CRP < 1 mg/L dengan median 0.8 mg/L. Ketika terjadi reaksi
inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, CRP disintesis dan disekresi oleh hati
sebagai respons terhadap sitokin terutama interleukin-6 (IL-6), interleukin-1 (IL-1), dan
Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dihasilkan oleh makrofag. Nilai CRP stabil untuk
jangka waktu yang lama, tidak dipengaruhi oleh intake makanan, usia, jenis kelamin dan
tidak ada variasi sirkadian. Bilamana terdapat stimulus yang bersifat akut, dapat terjadi
peningkatan hingga 10.000 kali dari nilai normalnya. Untuk penyebab infeksi
bakteri/virus, trauma, pembedahan, luka bakar, penyakit keganasan, kerusakan jaringan
maupun penyakit auto immun, kadar CRP biasanya mencapai > 10 mg/L. Kadar CRP juga
meningkat pada penyakit hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok maupun adanya
riwayat penyakit jantung. Dalam kurun waktu yang relatif singkat (6-8 jam) setelah
terjadinya reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, kadar CRP meningkat
dengan tajam, mempunyai waktu paruh 19 jam dan hanya dalam waktu 24- 48 jam telah
mencapai nilai puncaknya. Kadar CRP akan kembali ke kadar asalnya dalam waktu 2
minggu setelah proses inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan tersebut hilang. Oleh
karena keuntungan itu, CRP sangat berguna untuk menegakkan diagnostik inflamasi
maupun penyakit infeksi. Sedangkan hs-CRP merupakan pemeriksaan yang dapat

mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan
range pengukuran antara 0,1 20 mg/L. Baik untuk memeriksa adanya suatu inflamasi
derajat rendah (low level inflammation). Pemeriksaan hs-CRP yang sangat sensitif ini
dapat digunakan untuk memperkirakan risiko PJK dimana proses aterosklerosis sebagai
penyebab utama PJK terjadi proses inflamasi derajat rendah dan tidak menyebabkan kadar
CRP yang tinggi. Pada dasarnya, tes ini dianjurkan pada orang-orang yang memiliki
tingkat resiko tinggi terhadap penyakit jantung, yakni pernah mengalami serangan jantung,
memiliki keluarga dengan riwayat penyakit jantung, dislipidemia, diabetes, hipertensi,
wanita menopause, perokok dan obesitas serta kurang melakukan aktivitas fisik.

Sumber: Goran K Hansson. 2005 (6)


Gambar 2.3.2 Mekanisme CRP sebagai marker inflamasi pada aterosklerosis
AHA / CDC 11 merekomendasikan hs-CRP dengan alasan:
hs-CRP adalah indikator global kejadian kardiovaskular di masa depan pada orang
dewasa tanpa riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya
hs-CRP meningkatkan penilaian risiko dan hasil terapi dalam pencegahan penyakit
kardiovaskular
hs-CRP bermanfaat sebagai marker independen untuk mengevaluasi kemungkinan
kejadian kardiovaskular berulang, seperti infark miokard atau restenosis, setelah intervensi
koroner perkutan

AHA/CDC membagi nilai cut off kadar hs-CRP berdasarkan resiko kejadian
kardiovaskular seperti pada tabel 2.3.1 yaitu :
hs-CRP < 1,0 mg/L risiko terkena PJK rendah (low risk)
hs-CRP 1,0 - 3,0 mg/L risiko terkena PJK sedang (intermediate risk)
hs-CRP > 3,0 mg/L (< 10 mg/L) risiko terkena PJK tinggi (high risk)
Tabel 2.3.1 Nilai cut off hs-CRP berdasarkan resiko kejadian kardiovaskular

Sumber: Thomas A. Pearson


1.4 Angiografi Koroner
Angiografi merupakan suatu prosedur invasif yang paling sering dilakukan untuk
melihat gambaran anatomi arteri koroner serta penyempitan lumen yang telah terjadi pada
penderita

PJK.

Sering

dilakukan

untuk

menilai

luasnya

stenosis

dan

dapat

menggambarkan tingkat keparahan arteri koroner. Walaupun merupakan pemeriksaan gold


standar, angiografi hanya memberikan informasi tentang keadaan lumen arteri dan tidak
dapat memberikan secara langsung komposisi plak serta perobahan plak dalam dinding
arteri. Inflamasi erat hubungannya dengan kejadian ruptur plak dan trombosis
dibandingkan dengan adanya atau beratnya aterosklerosis dari hasil angiografi, sehingga
derajat stenosis arteri koroner tidak berkaitan dengan resiko ruptur. Derajat stenosis pada
arteri koroner biasanya diukur dengan evaluasi visual dari persentasi pengurangan
diameter relatif terhadap segmen normal yang berdekatan.

1.5 Efek statin pada kadar hs-CRP sebagai marker inflamasi aterosklerosis

Statin merupakan agen penurun kolesterol plasma, yang diketahui memiliki efek
pleiotropik (cholesterol-independent effects) yang menguntungkan dalam menurunkan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular baik pada preventif primer maupun sekunder.
Selama dekade terakhir banyak studi in vitro dan in vivo yang menunjukkan efek
pleiotropik statin berperan dalam menurunkan inflamasi (immunomodulator), menurunkan
kadar hs-CRP dan selanjutnya menurunkan kejadian kardiovaskular. Terdapat bukti yang
mendukung statin dapat memodulasi respon imun. Mencakup efek recruitment,
diferensiasi, proliferasi dan aktivitas sekresi sejumlah sel-sel imun pada intima, terutama
monosit /makrofag dan sel T. The FDA's Endocrinologic and Metabolic Drugs Advisory
Committee Amerika pada Desember 2009 telah menyetujui pemberian rosuvastatin untuk
mengurangi risiko stroke, infark miokard dan prosedur revaskularisasi, pada pasien yang
memiliki kadar kolesterol LDL normal dan tidak memiliki PJK, namun memiliki
peningkatan risiko berdasarkan usia, kadar hs-CRP dan sekurang-kurangnya memiliki satu
faktor risiko penyakit jantung. Keputusan FDA ini didasarkan pada hasil penelitian
Justification for the Use of Statins in Primary Prevention: an Intervention Trial Evaluating
Rosuvastatin

(JUPITER).

Guideline

terbaru

yang

diterbitkan

oleh

Canadian

Cardiovascular Society (CCS) pada tahun 2009 di Kanada, kadar hs-CRP < 2 mg/L
merupakan target sekunder untuk pemberian terapi statin.
1.6 Troponin
Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan otot rangka.
Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi
karena pergerakan molekul myosin di sepanjang filament aktin intrasel. Troponin terdiri
dari tiga polipeptida :
1.

Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat

dan mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.


2.
Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000, suatu komponen inhibitorik
yang berfungsi mengikat aktin.
3.
Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang befungsi mengikat
tropomiosin.
Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT)
yang ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot lain. cTnI dan cTnT

dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera miokardium. Sel-sel otot rangka mensintesis
molekul troponin yang secara antigenis berbeda dengan troponin jantung.
Pembebasan troponin jantung dari miokardium yang cedera terjadi dalam dua fase.
Pertama, pada kerusakan awal beberapa troponin jantung dengan cepat keluar dari sel-sel
miokardium dan masuk ke dalam sirkulasi bersama dengan CK-MB dan memuncak pada
4-8 jam. Dengan demikian, kemunculan akut troponin jantung mengisyaratkan acute
myocardial infark (AMI). Kedua, troponin jantung juga dibebaskan dari apparatus
kontraktil intrasel. Pelepasan troponin yang berkelanjutan ini memberikan informasi yang
setara dengan yang diberikan oleh isoenzim laktat dehidrogenase (LDH) untuk diagnosis
konfirmatorik infark miokardium sampai beberapa hari setelah kejadian akutnya.
Keluarnya troponin jantung ke sirkulasi sedikit lebih tertinggal dari mioglobin. Karena
itu penggabungan pengukuran mioglobn ( sangat sensitive untuk cedera miokardium)
sangat bermanfaat. Troponin adalah tes yang lebih spesifik untuk serangan jantung
daripada tes lainnya (yang mungkin menjadi positif pada cedera otot rangka) dan tetap
tinggi untuk jangka waktu beberapa hari setelah serangan jantung. Troponin kadangkadang meningkat secara menetap pada pasien dengan penyakit miokardium yang tidak
memperlihatkan penigkatan mioglobin, CK-MB, atau LDH. Pasien-pasien ini biasanya
mengidap angina yang tidak stabil; troponin bisa untuk memantau perkembangan klinis
pada penyakit ini secara kuantitatif.
Ketika seorang pasien mengalami serangan jantung, kadar troponin bisa menjadi
meningkat dalam darah dalam waktu 3 atau 4 jam setelah cedera dan dapat tetap tinggi
selama 1-2 minggu setelah serangan jantung. Pengujian ini tidak terperangaruh oleh
kerusakan otot lain, sehingga suntikan, kecelakaan, dan obat-obatan yang dapat merusak
otot tidak mempengaruhi kadar troponin. Peningkatan konsentrasi troponin tidak boleh
digunakan sendiri untuk mendiagnosa atau menyingkirkan serangan jantung, sebaiknya
disertai pemeriksaan laboratorium lainnya, seperti CK-MB, LDH, hsCRP, dan AST. Di
samping itu,pemeriksaan fisik, riwayat klinis, dan EKG juga penting. Beberapa orang
yang memiliki serangan jantung bisa saja memiliki kadar troponin normal, dan beberapa
orang dengan konsentrasi troponin meningkat tidak memiliki cedera jantung yang jelas.
Penanda dari semua kerusakan otot jantung, bukan hanya infark miokard. Kondisi lain
yang langsung atau tidak langsung mengakibatkan kerusakan otot jantung juga bisa
meningkatkan

kadar

troponin.

Takikardia

berat

(misalnya

karena

takikardia

supraventricular) pada seorang individu dengan arteri koroner normal juga dapat
menyebabkan peningkatan troponin, misalnya, mungkin karena permintaan oksigen
meningkat dan pasokan oksigen yang tidak memadai ke otot jantung. Troponin juga
meningkat pada psien dengan gagal jantung, kondisi inflamasi (miokarditis dan
perikarditis dengan keterlibatan otot jantung yang kemudian disebut myopericarditis),
kardiomiopati (kardiomiopati membesar, kardiomiopati hipertrofik atau hipertrofi
ventrikel (kiri), kardiomiopati peripartum, kardiomiopati takotsubo), gangguan infiltrasi
(amiloidosis jantung).
Cedera jantung dengan peningkatan troponin juga terjadi pada keadaan jantung memar,
defibrilasi dan kardioversi internal atau eksternal. Peningkatan troponin juga meningkat
pada beberapa prosedur seperti operasi jantung dan transplantasi jantung, penutupan cacat
septum atrium, intervensi koroner perkutan atau ablasi frekuensi radio.

ABSTRAK
Otak merupakan jaringan yang mempuyai tingkat metabolisme paling tinggi. Meskipun massa
yang dimiliki hanya sekitar 2 % dari masa keseluruhan tubuh, jaringan otak menggunakan hingga
20 % dari total curah jantung. Aliran darah yang membawa glukosa dan oksigen ke otak sangat
penting bagi kehidupan dan metabolisme sel-sel otak. Sel otak yang tidak dialiri aliran darah yang
membawa glukosa dan oksigen dapat rusak, bahkan menjadi mati.
Stroke adalah suatu serangan mendadak yang terjadi di otak dan bisa disebabkan oleh gangguan
peredaran darah pada pembuluh darh yang mensuplai darah ke otak, biasanya berlangsung lebih
dari 24 jam. Secara garis besar stroke dibagi menjadi 2 jenis yaitu : stroke iskemik dan hemorogik.
ISCHEMIC STROKE

Stroke ini disebabkan karena gangguan

aliran darah yang menuju otak. Penurunan atau

terhentinya aliran darah ini dapat menyebabkam neuron berhenti berfungsi. Bila gangguan tersebut
melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.
Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi 3 yaitu :
- Thrombosis (obstruksi pembuluh darah oleh bekuan darah yang terbentuk lokal )
- Embolik (obstruksi akibat bekuan darah dari tempat lain di tubuh )
- Hypoperfusi Sistemik (penurunan umum dalam suplai darah ke otak )
1.)
Thrombosis
Aterosklerosis diduga sebagai penyebab primer dari penyakit stroke. Aterosklerosis adalah
hilangnya elastisitas dan menyempitnya lumen pembuluh darah. Aterosklerosis ini merupakan
respon normal terhadap ijury yang terjadi pada lapisan endotel pembuluh darah arteri. Penimbunan
lipid (plak) yang terjadi secara lambat pada dinding arteri dapat memblokir atau menghalangi
aliran darah ke jaringan dan otak. Bila pembuluh arteri tersebut tertimbun oleh lipid maka
elastisitasnya akan menghilang dan tidak dapat mengatur tekanan darah. Akibat lain dari
aterosklerosis ini adalah terbentuknya bekuan darah (thrombus) yang melekat pada dinding
pembuluh arteri dapat menyebabkan sumbatan yang lebih berat. Proses aterosklerosis ini dapat
terjadi di semua pembuluh darah organ tubuh, oleh karena itu aterosklerosis dapat menyebabkan
serangan jantug,hipertensi, dan stroke. Seranga stroke ini dapat terjadi jika proses penyempitan
atau aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah yang menuju ke otak. Jika thrombosis ini
terjadi di dalam pembuluh darah menuju otak, maka bekuan darah inilah yang dapat menyumbat
aliran darah yang akan mensuplai glukosa dan oksigen ke otak.
2.)
Embolik
Embolisme adalah penyumbatan pembuluh darah yang terjadi di berbagai bagian tubuh oleh
embolus (zat asing) yang di bawa ke tempat tersebut oleh aliran darah. Salah satu embolus adalah
trombus, yaitu gumpalan darah yang mudah terbentuk di dalam rongga aneurisma. Trombus yang
rapuh ini dapat membentuk serpihan dan menimbulkan sumbatan di berbagai tempat, misalnya di
jantung.apabila serangan ini terjadi penderita mendapat mengalami serangan jantung. Ada 3
macam jenis embolus :
-) Fat Embolism : biasanya terjadi ketika partikel endogenous (dari sumber di dalam
organisme) jaringan lemak lolos ke dalam sirkulasi darah. Oleh karena itu Penyebab biasa emboli
lemak adalah fraktur pada

tulang tubular (seperti tulang paha), yang akan mengakibatkan

kebocoran jaringan lemak dalam sumsum tulang ke dalam pembuluh pecah. Ada juga eksogen
(dari sumber yang berasal dari luar) menyebabkan seperti suntikan intravena emulsi.
-) Air Embolism : Sebuah emboli udara disebabkan oleh faktor eksogen, yaitu karena
pecahnya alveoli, dan udara yang dihirup oleh hidung dapat bocor ke dalam pembuluh darah.
Penyebab umum lainya termasuk injeksi vena subklavia akibat kecelakaan atau selama operasi di
mana ada tekanan negatif. Air ini kemudian tersedot ke dalam pembuluh darah oleh tekanan

negatif yang disebabkan oleh ekspansi dada selama fase inhalasi respirasi. Emboli udara juga bisa
terjadi selama terapi intravena, bila udara bocor ke dalam sistem (namun kesalahan ini iatrogenik
dalam kedokteran modern sangat langka).
-) Gas Embolism : Emboli Gas merupakan keprihatinan umum untuk penyelam laut karena gas
dalam darah kita (biasanya nitrogen dan helium) dapat dengan mudah disekresi dalam jumlah
yang lebih tinggi selama turun ke laut dalam. Namun, ketika penyelam naik ke tekanan atmosfer
normal, gas menjadi tidak larut, menyebabkan pembentukan gelembung kecil dalam darah. Hal ini
juga dikenal sebagai penyakit dekompresi atau Bends. Fenomena ini dijelaskan oleh Hukum Henry
dalam kimia fisik.
3.)
Hypoperfusi Sistemik
Terjadi karena kegagalan sirkulasi darah menuju otak disebabkan oleh jantung yang gagal
memompa darah menuju otak, sehingga terlalu sedikit darah yang mencapai otak. Penyebabnya
bisa karena infark miokard atau aritmia.

HEMORRHAGIC STROKE
Stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga terjadi perdarahan di
otak. Haemorrhagic stroke umumnya terjadi karena tekanan darah yang terlalu tinggi. Hampir 70
persen kasus haemorrhagic stroke terjadi pada penderita hipertensi (tekanan darah tinggi).
Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah, sehingga dinding
pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic
stroke juga dapat terjadi pada bukan penderita hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya
pembuluh darah pecah karena lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba karena suatu
sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor emosional. Stroke Hemorrhagic meliputi :
pendarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan pendarahan di antara bagian dalam dan
luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage).
1.)
PENDARAHAN DI DALAM OTAK ( INTRACEREBRAL HEMORRHAGE )
Pecahnya pembuluh darah intracerebral menjadi penyebabnya, sehingga darah keluar dari
pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak. Pada kondisi ini akan terjadi
peningkatan tekanan intrakranial/intracerebral da akibatnya adalah terjadinya penekanan pada
struktur otak atau pembuluh darah otak secara menyeluruh sehingga aliran darah otak menurun
dan berujung pada kematian sel syaraf dan terjadilah stroke. Pendarahan Intraserebral ini terjadi
akibat hipertensi yang berlangsung lama, sehingga terjadi kerusakan dinding pembuluh darah.
Faktor pemicu lainnya adalah stress fisik,emosi. 70 % kasus pendarahan ini disebabkan oleh
hipertensi.
2.)

PENDARAHAN DI ANTARA BAGIAN DALAM DAN LUAR LAPISAN PADA

JARINGAN YANG MELINDUNGI OTAK ( SUBARACHNOID HEMORRHAGE )

Masuknya darah ke dalam ruang subarakhnoid baik dari tempat lain (subarakhnoid sekunder)
maupun dari ruang subarakhnoid sendiri (subarakhnoid primer). Ketika darah masuk ke dalam
ruang subarakhnoid, maka akan menyebabkan iritasi yang sangat menyakitkan.

Ruang

subarachnoid adalah daerah antara otak dan tengkorak. Hal ini biasanya diisi dengan cairan
cerebrospinal (CSF), yang bertindak sebagai bantalan mengambang untuk melindungi otak (lihat
Anatomi

Otak).

Ketika darah masuk ke dalam ruang subarachnoid, itu mengiritasi selaput otak, meningkatkan
tekanan pada otak, dan sel-sel otak kerusakan. Pada saat yang sama, daerah otak yang sebelumnya
menerima darah yang kaya oksigen dari arteri yang terkena sekarang kekurangan darah,
mengakibatkan stroke. SAH sering merupakan tanda aneurys pecah. Vasospasme adalah
komplikasi umum yang mungkin terjadi. Vasospasme mempersempit diameter dalam (lumen) dari
arteri dan dengan demikian mengurangi aliran darah ke wilayah itu dari otak, menyebabkan stroke
sekunder. Umumnya timbul spontan dan disebabkan karena tekanan darah yang naik dan biasanya
terjadi saaat sedang melakukan aktivitas.
Average blood flow in the brain is 58ml/100g brain weight per minute. At 30
ml/100 g, neuronal dysfunction begins to occur and at 12 ml/100 mg cell
death begins to occur

Anda mungkin juga menyukai