Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

KEGAWATAN SIROSIS HEPATIS

Oleh :
ARDILES

BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
KEGAWATAN SIROSIS HEPATIS

I.

DEFINISI

1,3

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirrosyang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan
warna pada nodul-6 nodulyang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat
dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse
dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi
jaringan mengalami fibrosis.
Secara lengkap Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang
permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan
pada sel-sel hati yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel
hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel
hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah
mati.

Akibatnya,

terbentuk

sekelompok-sekelompok

selsel

hati

baru

(regenerative nodules) dalam jaringan parut.


Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi

dari

arsitektur

hepardan

pembentukan

nodulus

regeneratif.

Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang


retikulin kolaps disertai dengan deposit jaringan ikat. Distorsi jaringan
vaskular, dan regenerasi jaringan parenkim hati.
Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata dan
sirosis hati dekompensata. Sirosi hati kompensata berarti sirosis hati yang
belum terdapat gejala klinis yang nyata dan berarti, sedang sirosis hati
dekompensata ialah sirosis hati disertai dengan gejala-gejala klinis yang
nyata.
II. KLASIFIKASI
A. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar
nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah
menjadi
makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2

2. Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
3.

Campuran

(yang

memperlihatkan

gambaran

mikro-dan

makronodular)
B. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum
terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini. Biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.
C. Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh :
Skor/parameter
Bilirubin(mg %)
Albumin(mg %)
Protrombin time
(Quick %)

1
< 2,0
> 3,5

2
2-<3
2,8 - < 3,5

3
> 3,0
< 2,8

> 70

40 - < 70

< 40

Asites

Min. sedang
(+) (++)

Banyak (+++)

Tidak

1,0-2,0

3,0-4,0

Tidak ada

Stadium 1 & 2

Stadium 3 & 4

Ensefalopaty
hepatikum
Hepatic
Encephalopathy

Class A, 5-6 point; Class B, 7-9 point; Class C, 10-15 point


III. KEGAWATAN SIROSIS HEPATIS

1. Edema dan ascites permagna

1,3,4

Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal


untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air
3

pertama-tama

berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit

pergelangan-

pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau
duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. Pitting edema
merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu
pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit
yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan.
Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan
pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites:
1. Tekanan koloid osmotik plasma
Biasanya tergantung pada kadar albumin plasma. Pada keadaan normal
albumin dibentuk di hati, bila fungsi hati terganggu maka pembentukan
albumin juga terganggu sehingga tekanan koloid osmotik plasma ikut
menurun.
2. Tekanan vena porta
Lebih banyak cairan yang masuk ke dalam kavum peritoneal daripada yang
meninggalkan kavum peritoneal menyebabkan terjadinya asites
3. Perubahan elektrolit
Penumpukan cairan di kavum peritoneal akan mengakibatkan pengurangan
cairan dalam badan, yang akan menyebabkan terjadinya retensi natrium
dan air pada ginjal

Gambar nilai SAAG


Gradien albumin serum-ascites (SAAG) dihitung dengan pengurangan albumin
konsentrasi cairan asites dari konsentrasi albumin dari suatu spesimen serum
yang diperoleh pada hari yang sama.

2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)


Spontaneous bacterial peritonitis (SBP), ialah infeksi cairan asites tanpa
sumber intra-abdominal yang definitif dan dapat si tatalaksana dengan
pembedahan. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) adalah komplikasi umum
pada

pasien

dengan

sirosis

dan

ascites,

dan

merupakan

suatu

kegawatdaruratan.
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteribakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu
jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik,
dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau
menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka
dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteribakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya,
infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial
peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang
mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai
gejalagejala,
dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan
kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.
Organism
No. of Isolates (%) (N = 263)
Escherichia coli
121 (46)
Streptococcus and group D streptococci
80 (30)
Klebsiella pneumoniae
24 (9)
Other aerobic gram-negative bacilli
22 (8)
Anaerobes
2 (<1)
Other Staphylococus spp., diphtheroids
15 (6)
Tabel bakteri penyebab Peritonitis bakterial spontan
3.

Perdarahan

dari

Varises-Varises

Varices)
5

Kerongkongan

(Oesophageal

Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali
ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal
(hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia
menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan
tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling
umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang
melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari
lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah
dan

lambung

bagian

atas

mengembang

dan

mereka

dirujuk

sebagai

esophageal dan gastric varices lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varicesvarices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varicesvarices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk
dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang
diopname

karena

kerongkongan

perdarahan

mempunyai

yang

suatu

secara

risiko

yang

aktif

dari

tinggi

varices-varices

mengembangkan

spontaneous bacterial peritonitis.


4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan
dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir
dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri,
bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus.
Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsurunsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada
otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal
ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah
dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah,
fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy.
Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur
6

yang

normal)

adalah

encephalopathy.

diantara

Gejala-gejala

gejala-gejala
lain

paling

termasuk

dini

sifat

dari

hepatic

lekas

marah,

ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitunganperhitungan,


kehilangan

memori,

kebingungan,

atau

tingkat-tingkat

kesadaran

yang

tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan


koma dan kematian.
Grade encepalopaty hepaticum
Grade

Gejala
subklinis, status mental normal, tetapi

Grade 0

sedikit

perubahan

dalam

memori,

konsentrasi, fungsi intelektual, koordinasi


kebingungan ringan, euforia atau depresi,
penurunan
Grade 1

kemampuan

perhatian,
untuk

memperlambat

melakukan

tugas-

tugas mental, lekas marah, gangguan


pola tidur (siklus tidur terbalik)
Mengantuk, lesu, defisit kotor

dalam

kemampuan

tugas-

tugas

Grade 2

untuk

mental,

melakukan

perubahan

kepribadian

yang jelas, perilaku yang tidak pantas,


disorientasi

intermiten

(biasanya

berkaitan dengan waktu)


mengantuk,
ketidakmampuan

untuk

melakukan tugas, disorientasi berkaitan

Grade 3

dengan

waktu

dan

kebingungan, amnesia.
Coma, dengan atau

Grade 4

tempat,
tanpa

ditandai
respon

terhadap rangsangan yang sangat nyeri

5. Hepatorenal syndrome
Sindrom hepatorenal (bahasa Inggris: hepatorenal syndrome, HRS)
adalah sebuah sindrom yang dapat mengancam jiwa akibat dari menurunnya
fungsi ginjal yang diinduksi oleh penyakit pada hati. Kematian penderita yang
wafat dengan penyakit hati disebabkan oleh peristiwa medis berupa gagal
ginjal.
Defenisi Sindroma Hepato Renal yang diusulkan oleh International Ascites
Club (1994) adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati
kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh
7

penurunan fungsi ginjaldan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan
aktifitas system vasoactive endogen
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius
dimana fungsi dari ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam
ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya,
fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara
darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan
sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsurunsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai
walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti
penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.

IV. PENATALAKSAN KEGAWATAN SIROSIS HEPATIS

Gambar alur tatalaksana sirosis hepatis


Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan
hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
a) kombinasi IFN dengan ribavirin
9

b) terapi induksi IFN


c) terapi dosis IFN tiap hari

Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu
dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk
berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48
minggu.

Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan
dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa
kombinasiRIB

Terapi dosis interferon setiap hari.


Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai
HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

1. Asites 2,4
Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- istirahat
- diet rendah garam
Untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam
dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus
dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet
rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya
kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat
pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan
encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalahspironolacton, dan
dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4
hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat
kita kombinasikan dengan furosemid.

10

2. Spontaneous bacterial peritonitis


Pengobatan

SBP

dengan

memberikan

Cephalosporins

Generasi

III

(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral.
Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan
Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
3. Hepatorenal Sindrome

2,4

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang


berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan
elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat
dilakukan berupa : Restriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta
menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan
dapat menyebabkan Asidosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi
juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil
jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan
dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti
dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
4. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

2,3,4

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi


sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya
lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai
keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
-

Pemasangan

Naso

Gastric

Tube,

hal

ini

mempunyai

banyak

sekali

kegunaannyayaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan,
evaluasi darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K,
Vasopressin,
Octriotide dan Somatostatin
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan
perdarahan
11

misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi


atau Oesophageal Transection

Gambar ligasi varises oesofagus

Gambar skleroterapi varises oesofagus


5. Ensefalopati Hepatik

3,4

Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :


1. mengenali dan mengobati factor pencetua
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxintoxin yang berasal dari
usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARC)

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Siti Nurdjanah. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam : Sudoyo
AW, Setyo hadi B, Alwi I, Simadibrata, Setiati S, (editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. Pp:
668-673
2. Gines P,Arroyo V,Rodes J. Renal Complications in : Schiff RE,Sorrel MF, Maddrey WC
(Ed).Schiffs Disease of the Liver,Lippicott Williams & Wilkins (8th ed),Vol.1 1999:453-64.

3. Wolf David. Cirrhosis on Emedicine. medscape. Katz Julian, Anand BS, Talavera
Francisco, (editors). http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview
4. Gines P,Esparrach GF, Arroyo V,. Ascites and Renal Funtionabnormalities inCirrhosis.
Pathogenesis and Treatment. Bosch J (ed) Clinical Gastroenterology, Portal
Hypertension,Vol.2, Baillere Tindal London.2009:365-81

13

Anda mungkin juga menyukai