Anda di halaman 1dari 17

Pelita Perkebunan 28(3) 2012, 184-200

Widyotomo

Optimasi suhu dan konsentrasi pelarut dalam dekafeinasi


biji kopi menggunakan Response Surface Methodology
Optimizing of temperature and concentration of solvent
for coffee decaffeination using Response Surface Methodology
Sukrisno Widyotomo1*)
1)

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia.
*)
Alamat penulis (Corresponding Author): swidyotomo@yahoo.com
Naskah diterima (received) 10 Juli 2012, disetujui (accepted) 28 Agustus 2012.

Abstrak
Dekafeinasi merupakan proses pengurangan kandungan kafein di dalam
bahan pertanian. Laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi ditentukan oleh suhu
dan konsentrasi pelarut. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kondisi optimum suhu dan konsentrasi pelarut pada proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor
kolom tunggal menggunakan metode permukaan respons (Response Surface
Methodology). Bahan penelitian adalah biji kopi robusta mutu IV hasil pengolahan
kering dengan kadar air 13-14%, asam asetat, dan biji kakao basah. Biji kakao
basah digunakan sebagai sumber bahan baku limbah cair fermentasi dan larutan
tersier yang akan digunakan sebagai pelarut kafein. Proses dekafeinasi dihentikan
setelah diperoleh kadar kafein akhir sebesar 0,3%. Paramater suhu pelarut yang
digunakan adalah 50oC, 60oC, 70oC, 80oC, 90oC dan 100o C, dengan konsentrasi
pelarut masing-masing 10%, 30%, 50%, 80% dan 100%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses dekafeinasi dengan pelarut asam asetat pada suhu
100oC dan konsentrasi pelarut 69% selama 5,0 jam menghasilkan laju pelarutan
kafein maksimum 0,497% per jam. Jika proses dekafeinasi dilakukan dengan pelarut
limbah cair fermentasi, maka diperoleh laju pelarutan kafein maksimum 0,343%
per jam dan lama proses tujuh jam pada suhu 100oC dan konsentrasi pelarut 55%.
Laju pelarutan maksimum 0,30% per jam diperoleh pada proses dekafeinasi selama
6,57 jam dengan menggunakan pelarut tersier pada suhu 100oC dan konsentrasi
pelarut 70%. Pada kondisi operasional tersebut diperoleh citarasa seduhan kopi
rendah kafein berupa nilai aroma, flavor, body dan bitterness masing-masing
sebesar 3; 2,4; 2,5; dan 1,8; sedangkan nilai final appreciation sebesar 2,7.
Kata kunci: Coffea canephora, dekafeinasi, suhu, konsentrasi pelarut.

Abstract
Decaffeination is a process for reducing caffeine content in agricultural
products. The objective of this research was to obtain optimum condition of
temperature and concentration of solvent in coffee decaffeination using single
column reactor by Response Surface Methodology. Materials in this research
were robusta coffee beans grade IV from dry process method with 13-14% wet
basis moisture content, acetic acid and wet cocoa beans. Wet cocoa beans were
used as material to produce liquid waste of cocoa beans fermentation and tertiary solvent. Decaffeination was stopped if caffeine content in coffee beans
reached 0.3% dry basis Solvent temperature of decaffeination were 50oC, 60oC,
70o C, 80o C, 90oC and 100o C with solvent concentration of 10%, 30%, 50%,

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

184

Optimasi suhu dan konsentrasi pelarut dalam dekafeinasi biji kopi menggunakan Response Surface Methodology

80% and 100%. The result showed that decaffeination process of coffee using
acetic acid as solvent was optimum at 100o C and concentration of 69% for
5.0 hours process with 0.497% per hours maximum decaffeination rate. If
coffee decaffeination process used liquid waste of cocoa beans fermentation,
the optimum condition was at 100oC and concentration of 55% for 5.68 hours
with 0.343% per hours maximum decaffeination rate. Coffee decaffeination
process using tertiary liquid as solvent was optimum condition at 100 oC and
concentration of 70% for 6.57 hours process with 0.302% per hours maximum
decaffeination rate. Using this process condition, decaffeinated coffee beans
had organoleptic test score of aroma 3, flavor 2.4, body 2.5, bitterness 1.8 and
final appreciation 2.7.
Key words: Coffea canephora, decaffeination, solvent concentration.

PENDAHULUAN
Kopi rendah kafein merupakan salah
satu produk diversifikasi yang dapat
meningkatkan nilai tambah dan konsumsi
domestik kopi Indonesia. Nilai tambah
diperoleh dari harga jual kopi rendah kafein
yang relatif tinggi di pasaran, dan pemanfaatan
senyawa kafein alami untuk industri makanan
dan minuman maupun industri farmasi.
Peningkatan konsumsi kopi domestik
diperoleh dari pemanfaatan potensi serapan
produk oleh penikmat kopi yang rentan
terhadap kafein. Selama ini proses
dekafeinasi menggunakan teknologi impor,
baik dari aspek perangkat keras maupun
perangkat lunaknya. Aturan paten menyebabkan rancangan, metode dan karakteristik
proses, serta mutu produk akhir yang
dihasilkan dari dekafeinasi skala industri tidak
dapat dipublikasikan. Hal tersebut berakibat
pada tingginya harga kopi rendah kafein.
Penelitian yang berkaitan dengan
dekafeinasi biji kopi telah banyak dilakukan
(Katz, 1997). Dekafeinasi dapat dilakukan
dengan menggunakan air (water decaffeination), pelarut (solvent decaffeination)
dan super kritikal CO 2 (carbon dioxide
decaffeination). Dekafeinasi yang dilakukan
di Swiss dikenal dengan The Swiss Water
Process karena menggunakan pelarut air dan
keuntungannya antara lain mudah diperoleh,

relatif murah dan aman bagi kesehatan.


Penggunaan pelarut anorganik pertama kali
dilakukan di Jerman pada tahun 1990 dengan
menggunakan pelarut kloroform, benzene,
dan metil klorida (Katz, 1997), dan karena
alasan munculnya dampak negatif terhadap
kesehatan maka penggunaan pelarut tersebut
mulai ditinggalkan. Di Indonesia, penelitian
yang berkaitan dengan pengembangan proses
dekafeinasi biji kopi telah banyak dilakukan
dengan sistem perebusan menggunakan
pelarut alkali (Rusmantri, 2002).
Pengembangan proses dekafeinasi biji
kopi robusta dalam reaktor kolom tunggal
secara intensif telah dilakukan oleh Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dengan
menggunakan pelarut air (Sri-Mulato et al.,
2004; Lestari, 2004), pelarut etil asetat teknis
konsentrasi 10% (Widyotomo et al., 2009;
Purwadaria et al., 2007; 2008), serta
pengembangan model matematik proses
pelarutan senyawa kafein dengan metode
pengurasan (Widyotomo et al., 2011b).
Keuntungan dari penggunaan reaktor kolom
tunggal antara lain memiliki rancangan yang
sangat sederhana sehingga mudah dan
murah dalam hal manufakturing, pengoperasian, dan perawatannya (Sri-Mulato
et al., 2004). Pengembangan proses
dekafeinasi terus dilakukan salah satunya
dengan menggunakan pompa sirkulasi pelarut
agar proses pelarutan dapat dilakukan pada

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

185

Widyotomo

suhu yang relatif rendah (Widyotomo et al.,


2009; Purwadaria et al., 2007, 2008;
Widyotomo et al., 2011a).
Proses perpindahan senyawa kafein dari
dalam biji kopi ke pelarut terjadi karena
adanya driving force berupa perbedaan
konsentrasi dan kelarutan senyawa kafein
yang terdapat di dalam biji kopi dengan pelarut
(Early,1983). Semakin tinggi suhu dan
konsentrasi pelarut, maka proses perpindahan
senyawa kafein akan semakin cepat. Namun
demikian, semakin tinggi suhu pelarut akan
berdampak pada penurunan citarasa biji kopi
rendah kafein (Sri-Mulato et al., 2004;
Lestari, 2004; Widyotomo et al., 2009) dan
setiap konsentrasi pelarut memiliki
karakter tertentu dalam melarutkan senyawa
kafein yang tergantung pada suhu proses
(Perva et al., 2006).
Limbah cair fermentasi biji kakao
merupakan salah satu alternatif sumber
pelarut organik yang dapat digunakan dalam
proses dekafeinasi biji kopi. Hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa
limbah cair yang dihasilkan selama proses
fermentasi biji kakao mencapai 20% (b/b)
(Sri-Mulato, 2001). Ketebalan lapisan pulpa
sangat berperan pada pembentukan senyawa
asam selama proses fermentasi berlangsung
(Lopez & Passos, 1984). Penelitian teknik
prapengolahan biji kakao dengan metode
pengurangan pulpa secara mekanis untuk
mempersingkat waktu fermentasi dan
menurunkan tingkat kemasaman biji telah
dilakukan oleh Atmawinata et al. (1998). Pada
tahap awal telah dilakukan karakterisasi
proses fermentasi pulpa kakao dan senyawa
kimia yang terdapat di dalam pelarut tersier
tersebut diprediksi didominasi oleh senyawa
etanol dan asam asetat (Purwadaria et al.,
2007; 2008). Limbah cair fermentasi biji
kakao dan larutan tersier pulpa kakao diduga
dapat digunakan sebagai pelarut senyawa
kafein yang terdapat di dalam biji kopi.
Dampak positif yang diperoleh antara lain

meningkatkan nilai ekonomi pulpa kakao,


meningkatkan pendapatan petani kopi dan
kakao, produk yang dihasilkan tidak
memberikan dampak negatif bagi kesehatan
manusia, dan menekan serendah mungkin
dampak negatif limbah pengolahan kakao ke
lingkungan.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan
kondisi optimum suhu dan konsentrasi pelarut
dalam proses dekafeinasi menggunakan
reaktor kolom tunggal dengan metode
Response Surface Methodology (RSM).
Pelarut yang digunakan adalah asam asetat,
limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut
tersier yang diperoleh dari proses fermentasi
pulpa kakao. Kondisi optimum suhu dan
konsentrasi masing-masing pelarut tersebut
perlu ditentukan agar proses dekafeinasi
dapat berlangsung pada laju pelarutan yang
maksimum dengan mutu produk akhir yang
optimal.
Aplikasi RSM untuk optimasi proses
telah banyak dilakukan di antaranya proses
penyangraian biji kakao (Misnawi et al.,
2005), proses coating cokelat (Ghosh et al.,
2004), sifat aerodinamik buah dan biji kopi
(Afonso-Junior et al., 2007), dan optimasi
proses penyangraian biji kopi robusta
(Mendes et al., 2001). Hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
operator untuk melakukan proses produksi
kopi rendah kafein dalam reaktor kolom
tunggal dengan menggunakan pelarut asam
asetat, limbah cair fermentasi biji kakao dan
pelarut tersier dengan mutu akhir yang baik.

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Pascapanen, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia dan Laboratorium Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

186

Optimasi suhu dan konsentrasi pelarut dalam dekafeinasi biji kopi menggunakan Response Surface Methodology

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah biji kopi robusta mutu IV, asam
asetat teknis (glacial), dan biji kakao basah
yang diperoleh dari pemecahan buah kakao
matang dan sehat. Biji kopi diperoleh dari
proses pengolahan dengan metode kering
(dry process), kadar air 13-14% basis basah.
Biji kakao basah yang digunakan berasal dari
jenis lindak (bulk cocoa). Biji kopi dan buah
kakao diperoleh dari kebun percobaan
Kaliwining, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia.
Alat yang digunakan dalam kegiatan
penelitian ini adalah reaktor kolom tunggal,
dan beberapa alat pendukung. Reaktor kolom
tunggal yang digunakan adalah hasil
pengembangan kegiatan penelitian sebelumnya (Widyotomo et al., 2009; Widyotomo
et al., 2010a, 2010b).

Pelaksanaan Penelitian
Penelitian diawali dengan produksi
limbah cair fermentasi biji kakao, dan larutan
tersier pulpa kakao dengan tahapan proses
ditampilkan pada Gambar 1. Limbah cair
fermentasi biji kakao diperoleh dari
fermentasi biji kakao lindak. Satu siklus
fermentasi biji kakao lindak dilakukan selama
lima hari dalam peti dangkal dengan proses
pembalikan dilakukan satu kali setelah 48 jam
proses fermentasi berlangsung (Sri-Mulato,
2001; Sri-Mulato et al., 2005). Limbah cair
diambil setelah proses fermentasi selesai.
Larutan tersier pulpa kakao diperoleh dari
fermentasi pulpa kakao segar selama
144 jam. Pengadukan dilakukan satu kali
setelah 48 jam proses fermentasi berlangsung,
penambahan H2SO 4 pekat 0,05% sebagai
katalis pada jam ke 72, dan fermentasi
dilanjutkan selama 24 jam. Produk cair
dipisahkan dari bagian serat dengan proses
filtrasi (Widyotomo et al., 2011a).

Tahapan proses dekafeinasi dalam


reaktor kolom tunggal untuk mengetahui
pengaruh suhu dan konsentrasi pelarut
ditampilkan pada Gambar 2. Sebelum
dimasukkan ke dalam reaktor dekafeinasi
(Widyotomo et al., 2009) biji kopi disortasi
agar terpisah dari kotoran dan benda asing
lainnya (Widyotomo & Mulato, 2005). Biji
kopi, air dan pelarut yang digunakan untuk
setiap perlakuan masing-masing sebanyak
6 kg, 6 L dan 30 L. Proses dekafeinasi terdiri
dari tahapan proses pengukusan, dan
pelarutan. Proses pengukusan biji kopi
dilakukan dengan menggunakan uap air panas
sampai diperoleh pengembangan kadar air
yang maksimum (Widyotomo et al., 2010a).
Setelah proses pengukusan selesai, maka air
dikeluarkan dari dalam reaktor dan diganti
dengan pelarut. Pelarut dipanaskan sampai
diperoleh suhu perlakuan yang telah
ditetapkan. Pelarut disirkulasikan di dalam
reaktor kolom tunggal dan menembus
tumpukan biji di dalam reaktor dengan debit
1,5 m3/jam. Proses pelarutan dihentikan
setelah diperoleh kadar kafein di dalam biji
kopi mencapai 0,3% b.k. (berat kering), dan
ditentukan lama proses pelarutan.

Perlakuan
Pelarut yang digunakan adalah asam
asetat, limbah cair fermentasi biji kakao, dan
pelarut tersier pulpa kakao. Suhu pelarut
asam asetat yang digunakan adalah 50 oC,
60oC, 70oC, 80oC, 90oC dan 100oC, sedangkan
konsentrasi pelarut asam asetat yang digunakan adalah 10%, 30%, 50%, 80% dan
100%. Nilai parameter suhu dan konsentrasi
pelarut limbah cair fermentasi biji kakao, dan
pelarut tersier pulpa kakao ditentukan
berdasarkan kombinasi perlakuan yang
dihasilkan dari Response Surface Methodology (RSM). Kondisi optimum suhu dan
konsentrasi pelarut untuk menghasilkan laju
pelarutan kafein (%/jam) dengan lama proses

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

187

Widyotomo

Buahkakao
kakao matang
matang
Buah
Cocoa pods
pods
Cocoa

Limbah
Limbahcair
cair
Liquid waste
waste

Limbah
Limbahcair
cair

Liquid waste
Liquid
waste
Limbah
Limbahcair
cair
Liquid
waste
Liquid waste

Fermentasi, 48
Fermentasi,
48jam
jam
Fermentation, 48
Fermentation,
48 hours
hours

Pemecahan
Pemecahan
Breaking
Breaking

Kulitbuah,
buah, plasenta
plasenta
Kulit
Cocoahusk,
husk, placenta
Cocoa
placenta

Bijikakao
kakaobasah
basah
Biji
Wet
Wet cocoa
cocoa beans
beans

Pemerasan
pulpa
Pemerasan pulpa
Depulping
Depulpingprocess
process

Bijipasca
pascapemerasan
Biji
pemerasan
Depulped
Depulped beans
beans

Pengadukan
Pengadukan
Stirring
Agitation

Lendir
Lendir
Pulp
Pulp

Fermentasi, 72
Fermentasi,
72jam
jam
Fermentation,
72 hours
hours
Fermentation, 72

Fermentasi, 48
Fermentasi,
48 jam
jam
Fermentation, 48
48 hours
Fermentation,

Pengeringan
Pengeringan
Drying
Drying

Pengadukan
Pengadukan
Stirring
Agitation

Fermentasi, 72
Fermentasi,
72 jam
jam
Fermentation, 72
72 hours
Fermentation,

SO44,, 0.05%
0.05% (v/v)
(v/v)
HH2SO
2

Fermentasi, 24
24 jam
jam
Fermentasi,
Fermentation, 24
24 hours
hours
Fermentation,

Serat
(fiber)
Serat (fiber)

Pemisahan
Pemisahan
Filtering
Filtering

Pelaruttersier
tersier
Pelarut
Tertiary liquids
solvent
Tertiary

Gambar 1. Diagram alir proses produksi limbah cair fermentasi dan pelarut tersier pulpa kakao
Figure 1. Flowchart of liquid waste and tertiary liquid based of cocoa pulp fermentation

pelarutan (jam) ditentukan berdasarkan hasil


analisis RSM.

Tolok Ukur
Parameter yang diukur dalam kegiatan
penelitian ini meliputi perubahan kadar kafein,
lama proses dekafeinasi dan citarasa akhir
biji kopi dari setiap perlakuan.

Kadar kafein
Pengukuran kadar kafein dilakukan
dengan menggunakan HPLC, dan GC MS.
Pompa HPLC Shimadzu model Lc-9A
dengan detektor Shimadzu model spd-GA
(UV spectrophotometric detector). Sistem
injeksi menggunakan Loop (water 717 plus
autosampler). Contoh 20 ml diset pada

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

188

Optimasi suhu dan konsentrasi pelarut dalam dekafeinasi biji kopi menggunakan Response Surface Methodology

Biji
kopi
Biji kopi
Dried coffee beans)
beans
(dried

Sortasi

Sortasi (sortation)
Sortation

Kotoran
Kotoran(Waste)
(waste)

Pengukuran
kadar
reratadiameter
diameter biji
biji
Ukur kadar
air air
dandan
rerata
Measuring
content
(to
measure ofmoisture
moisture
contentand
andaverage
mean ofbeans
beansdiameter
diameter )

Pemasukanair
airdan
dan biji
biji kopi
kopi ke
ke dalam
dalam reaktor
Masukan
reaktor
(waterand
andcoffee
coffe beans loading
Water
loading into
intoreactor
reactor)

Pengukusan dengan
dengan uap
Pengukusan
uapairair
Steaming process
(steaming
process)
Belum
Belum(No)
(no)
Kadarair
air maksimum
maksimum? ?
Kadar
Maximum
content ? ?)
(Is it
moisturemoisture
content maximum
Sudah
Sudah(Yes)
(yes)
Penghitungan
waktu
proses
pengukusan
Hitung waktu
proses
pengukusan

(toCalculating
calculate ofsteaming
steaming time
time )
Penentuankonsentrasi
konsentrasi pelarut
pelarut dan
proses
Tentukan
dansuhu
suhu
proses
Determining
and solvent
solvent concentration
concentration )
(to
determinetemperature
temperature process and

Penggantianair
air dengan
dengan pelarut
kafein
Penggantian
pelarut
kafein
Changing water
solvent )
(substitution
waterwith
by solvent

Pelarutan kafein

Pelarutan kafein (leaching process)


Leaching process

Belum
Belum (No)
(no)
Kadar kafein
Kadar
kafein(Caffeine
(caffeinecontent)
content )0.3%?
0,3% ?

Sudah(Yes)
Sudah
(yes)
Penghitungan
waktu
proses
pelarutan
Hitung waktu
proses
pelarutan

(toCalculating
calculate of leaching
leaching time
time)?

Biji
kafein
Bijikopi
kopirendah
rendah kafein
(decaffeinated
Decaffeinated coffee
coffeebean)
bean

Gambar 2. Diagram alir proses dekafeinasi biji kopi


Figure 2. Flowchart of coffee decaffeination process

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

189

Widyotomo

tingkat sensitivitas 0,01 AUFS menggunakan


panjang gelombang serapan maksimum.
Serapan maksimum untuk senyawa kafein
adalah 272,8 nm (Ky et al., 2001).

bebas yang menyebabkan nilai variabel


respons menjadi optimal.

Lama proses

Laju Pelarutan Kafein dengan Pelarut


Asam Asetat

Lama proses pelarutan kafein diukur


mulai dari tahapan pengukusan biji kopi
dengan media uap air, dan dilanjutkan dengan
tahapan pelarutan sampai diperoleh kadar
kafein dalam biji kopi maksimum 0,3% b.k.
(Sri-Mulato et al., 2004).
Uji citarasa
Uji citarasa kopi terdekafeinasi dilakukan
dengan cara menyeduh 100 g contoh bubuk
kopi dengan air mendidih (100C). Setelah
lima menit ketika bagian-bagian kopi
mengambang sudah terbasahi semuanya
dan tenggelam, maka seduhan kopi mulai
diaduk perlahan. Tingkatan penilaian uji
citarasa kopi untuk sensori aroma, flavor,
body dan bitterness adalah 0 (tanpa),
1 (rendah), 2 (rendah-sedang), 3 (sedang),
4 (sedang-tinggi) dan 5 (tinggi), sedangkan
untuk final appreciation (FA) adalah 0 (tidak
dapat diminum), 1 (sangat jelek), 2 (jelek),
3 (dapat diterima), 4 (bagus) dan 5 (sangat
bagus) (Atmawinata, 2001).

Response Surface Methodology (RSM)


Metode permukaan respons merupakan
sekumpulan teknik matematika dan statistika
yang digunakan untuk mengoptimalkan
respon dengan cara menganalisis permasalahan beberapa variabel bebas yang
mempengaruhi variabel respons (Nuryanti
& Salimy, 2008). Dengan metode ini dapat
diketahui model empirik yang menyatakan
hubungan antara variabel-variabel bebas
(suhu dan konsentrasi pelarut) dengan
variabel respons (laju pelarutan dan lama
proses), dan mengetahui nilai variabel-variabel

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju pelarutan senyawa kafein dari dalam


biji kopi robusta dari beberapa perlakuan suhu
dan konsentrasi pelarut ditampilkan pada
Gambar 3. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa laju dan waktu pelarutan kafein untuk
mencapai kadar kafein 0,3% ditentukan oleh
suhu dan konsentrasi pelarut. Semakin tinggi
suhu dan konsentrasi pelarut maka laju
pelarutan semakin cepat. Laju pelarutan kafein
tertinggi yaitu 0,66% per jam diperoleh pada
suhu 90oC dan 100oC dengan konsentrasi
pelarut 100%. Laju pelarutan terendah yaitu
0,198% per jam diperoleh pada suhu 50 oC
dan konsentrasi pelarut 0-30%. Pada suhu
100oC, kadar kafein 0,3% dicapai setelah
proses berlangsung selama 4-8 jam tergantung konsentrasi pelarut, sedangkan pada
suhu proses 50 oC diperlukan waktu 8-11
jam.
Proses pelarutan senyawa kafein dari
biji kopi diawali oleh pemecahan ikatan
senyawa kompleks kafein akibat perlakuan
panas, dengan semakin tinggi suhu pelarut
maka proses pemecahan akan berlangsung
lebih cepat. Senyawa kafein menjadi bebas
dengan ukuran yang lebih kecil, mudah
bergerak, mudah berdifusi melalui dinding
sel, dan ikut terlarut dalam pelarut. Kafein
yang terdapat di dalam sitoplasma dalam
keadaan bebas (Sivetz & Desroiser, 1979),
sedang selebihnya terdapat dalam kondisi
terikat sebagai senyawa alkaloid dalam bentuk
senyawa garam kompleks kalium klorogenat
dengan ikatan ionik (Clifford, 1985).
Proses pelarutan kafein keluar dari
dalam biji kopi dan ikut terlarut dalam pelarut
berlangsung cepat pada dua jam pertama

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

190

pelarutan,
of decaf,
%/h)%
.................
LajuLaju
pelarutan,
% %/jam
per jam(rate
(rate
of decaf,
per hour)

Laju pelarutan, %/jam (rate of decaf, %/h) ....,,,,,,,,,,,,

Laju pelarutan, % per jam (rate of decaf, % per hour)

Optimasi suhu dan konsentrasi pelarut dalam dekafeinasi biji kopi menggunakan Response Surface Methodology

50 C

1,6
10%

1,4

30%

50%

80%

100%

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0

10

60 C
1,6
10%

1,4

0,8
0,6
0,4
0,2
0
0

Laju pelarutan,
% per
jam (rate
ofdecaf,
decaf,
% per
hour)
Laju pelarutan,
%/jam
(rate of
%/h)
................

Laju pelarutan,
% per
jam (rate
decaf,
% ................
per hour)
Laju pelarutan,
%/jam
(rate ofof
decaf,
%/h)

80%

100%

1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0

10%

1,6
10%

30%

1,4
50%

80%

1
100%
0,8
0,6
0,4
0,2
0
3

12

30%

50%

80%

100%

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0

Laju pelarutan,
(rateofofdecaf,
decaf, %
%/h)
Laju pelarutan,
% per%/jam
jam (rate
per................
hour)

Laju pelarutan,
% per%/jam
jam (rate
per.................
hour)
Laju pelarutan,
(rateofofdecaf,
decaf, %
%/h)

10

10

Waktu,
jamjam
(Time,
Waktu,
(time, hhour)
)

90 C

80oC

1,4

10

1,8

1,6

Waktu,
jamjam
(Time,
hour)
Waktu,
(time, h)

1,2

100%

Waktu,Wjam
hour)
h)
aktu,(Time,
jam(time,

70oC
50%

80%

12

1,6
30%

50%

1,2

Waktu,jam
jam(Time,
(time, h ) hour)
Waktu,

10%

30%

100oC
1,8
1,6

10%

1,4

30%

1,2

50%

80%
100%

0,8
0,6
0,4
0,2
0
0

Waktu,Waktu,
jam (Time,
hour)
h)
jam(time,

Waktu,
jam
(Time,
Waktu,
jam
(time, h)hour)

Gambar 3. Laju pelarutan kafein akibat perlakuan suhu dan konsentrasi pelarut asam asetat
Figure 3. Decaffeination rate as affected by temperature and concentation of acetic acid treatments

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

191

Widyotomo

proses, setelah itu melambat sampai diperoleh


kadar kafein akhir 0,3%. Fenomena tersebut
berkaitan dengan kecepatan rambat kafein
di dalam jaringan sel biji. Makin rendah
kandungan kafein dalam biji kopi, maka
kecepatan pelarutan kafein akan menurun
karena posisi molekul kafein terletak makin
jauh dari permukaan biji kopi. Hal yang sama
juga dilaporkan dari hasil penelitian PervaUzunaliae et al. (2006) bahwa semakin tinggi
suhu dan konsentrasi pelarut maka proses
ekstraksi akan semakin cepat.
Ikatan kompleks ini menyebabkan kafein
tidak dapat bergerak bebas di dalam jaringan
biji kopi (Baumann et al., 1993). Pengaruh
energi panas dapat menyebabkan ikatan
tersebut terputus dan semakin lama akan

semakin banyak terbentuk kafein bebas


sehingga mudah terlarut. Jumlah senyawa
kafein yang dapat diekstrak dari biji kopi
tergantung pada lama proses, suhu dan
konsentrasi pelarut (Sri-Mulato et al., 2004;
Widyotomo et al., 2009).

Optimasi dalam Pelarutan Kafein


dengan Parameter Suhu dan
Konsentrasi Pelarut
Optimasi proses dekafeinasi dilakukan
terhadap respons laju pelarutan kafein
(%/jam), dan lama proses (jam) dari beberapa
perlakuan suhu dan konsentrasi pelarut
dengan menggunakan RSM. Tabel 1 dan 2
masing-masing menunjukkan kombinasi
perlakuan proses dekafeinasi dengan

Tabel 1. Proses dekafeinasi dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao
Table 1. Decaffeination process using liquid waste of cocoa fermentation as solvent
Suhu, o C

Konsentrasi, %

Temperature, oC

Concentration, %

50
100
67
100
100
67
50
83
100

100
100
70
40
70
10
10
10
10

t-prediksi, jam
t-predicted, hours

t-observasi, jam

Laju pelarutan, % per jam

t-observ, hours

Decaffeination rate, % per hour

6.40
4.16
5.48
4.21
4.17
5.61
6.60
4.89
4.28

8
6
7
6
6
7
8
7
6

0.25
0.33
0.28
0.33
0.33
0.28
0.25
0.28
0.33

Tabel 2. Proses dekafeinasi dengan pelarut tersier pulpa kakao


Table 2. Decaffeination process using tertiary liquid of cocoa pulp as solvent
Suhu, o C

Konsentrasi, %

t-prediksi, jam

t-observasi, jam

Laju pelarutan, % per jam

Temperature, C

Concentration, %

t-predicted, hours

t-observ, hours

Decaffeination rate, % per hour

50
50
100
67
75
100
50
67
50

55
100
100
70
100
70
55
10
10

6.45
6.40
4.16
5.48
5.08
4.17
6.45
5.61
6.60

8
9
7
8
8
6
8
8
9

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

192

0.25
0.22
0.28
0.25
0.25
0.33
0.25
0.25
0.22

Optimasi suhu dan konsentrasi pelarut dalam dekafeinasi biji kopi menggunakan Response Surface Methodology

menggunakan pelarut limbah cair fermentasi


biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao.
Kombinasi perlakuan tersebut diperoleh dari
hasil running test perlakuan suhu dan
konsentrasi pelarut oleh RSM. t-prediksi (jam)
adalah waktu proses dekafeinasi untuk
mencapai kadar kafein 0,3% b.k. dengan
perhitungan model matematik, dan t -observasi
(jam) adalah waktu proses pengujian
langsung yang diperlukan untuk mencapai
kadar kafein 0,3% b.k. (Widyotomo et al.,
2011b).
Pelarut asam asetat
Hasil analisis RSM menunjukkan bahwa
laju pelarutan kafein maksimum sebesar
0,50%/jam akan diperoleh jika proses
pelarutan kafein dilakukan selama 5,0 jam
dengan menggunakan pelarut asam asetat
pada konsentrasi 69% dan suhu 100 o C
(Gambar 4). Pada kondisi proses tersebut
diperoleh hasil uji citarasa dengan nilai aroma,
flavor, body dan bitterness masing-masing
sebesar 3,2; 2,7; 2,8; dan 1,6; sedangkan
nilai final appreciation (FA) sebesar 2,8.
Hasil analisis ragam antara parameter
suhu dan konsentrasi pelarut terhadap laju

pelarutan dan lama proses diketahui bahwa


hanya suhu pelarut yang memberikan
pengaruh nyata terhadap proses yang
diperlukan untuk mencapai kadar kafein
akhir 0,3% b.k. Variabel linear konsentrasi
dan interaksi antara suhu dan konsentrasi
memberikan efek negatif terhadap laju
penurunan kadar kafein. Variabel suhu,
kuadrat suhu, dan linear konsentrasi
memberikan efek positif terhadap laju
penurunan kadar kafein. Dengan demikian,
variabel linear suhu, kuadrat suhu, dan
linear konsentrasi akan memberikan
pengaruh terhadap bertambahnya laju
penurunan kadar kafein, dan variabel kuadrat
konsentrasi dan interaksi antara suhu dan
konsentrasi akan memberikan pengaruh
terhadap berkurangnya laju penurunan kadar
kafein.
Asam asetat merupakan salah satu asam
karboksilat paling sederhana dan jika tercampur air akan menjadi asam lemah. Asam
asetat merupakan senyawa polar yang mudah
terlarut dalam senyawa polar maupun non
polar. Sifat kelarutan dan kemudahan asam
asetat bercampur dengan senyawa lain
menyebabkan banyak digunakan secara luas
dalam industri kimia.

Tabel 3.

Nilai efek estimasi dan koefisien regresi terhadap laju pelarutan kafein

Table 3.

Value of estimated effect and regression coefficient of decaffeination rate

Faktor (factors)

Efek estimasi (estimated effect)

Koefisien regresi (regression coef)

Konstanta (Constant)

0.3905

0.3905

Suhu (Temperature) (L)

0.1604

0.00321

Suhu (Temperature) (Q)

0.0250

4.007x10-5

Konsentrasi (Concentration) (L)

0.0168

1.868x10-4

Konsentrasi (Concentration) (Q)

-0.0114

-5.6262x10-6

Suhu (Temperature) (L) Konsentrasi (Concentration) (L)

-0.0017

-7.4119x10-7

Keterangan (Note): Pelarut asam asetat, L adalah linier dan Q adalah kuadrat (Acetat acid as solvent, L is linear and Q is
quadratic)

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

193

Widyotomo
Optimum

0.35
0. 35

H
EC

IP

0.30
0.30

20
10 0

60
80

SSuuh
huu( (
tetemm p) o
per ,a C
tur

80

0
10

60
50

e ),

), %
)n, %
atnio

ttrio
cetrna
ocne n
c
(
asi o n
ntri (c

70

5.55.5

5.0
5.0
4.54.5
HI P
EC

4.0
4.0
10

50

s
nsera
Kosent

n
Ko

80

60

40
90

6.0
6.0

Lama proses, jam (time, hour)

0.40
0.40

.
Lama proses (time), j (h)

0.45
0.45

Laju pelarutan, % per jam

..

Laju
pelarutan (decaf
rate),
%/j (%/h)
Decaffeination
rate,
% per
hour

Optimum

), %
on %
ati n) ,
r
t
n io
n ce tra t
( co en
60

0
SuShu h
80
u u( (t
90
te m
em
p epr) o
a, tuC
r e)
, oC

40
20

100

a si n c
n tr (co
se rasi
n
o
t

n
nse
Ko

Gambar 4. Kurva RSM laju pelarutan kafein dan lama proses dari berbagai konsentrasi dan suhu pelarut
asam asetat
Figure 4.

RSM curve for decaffeination rate and time from several concentration and temperature of
acetic acid

Dengan menggunakan harga koefisien


regresi yang terdapat dalam Tabel 3 dapat
disusun suatu persamaan model matematika
yang menghubungkan antara laju penurunan
kadar kafein dengan variabel suhu dan
variabel konsentrasi pelarut sebagai berikut:

dengan menggunakan pelarut limbah


cair fermentasi biji kakao pada suhu dan
konsentrasi pelarut masing-masing 100 oC
dan 55%. Hasil uji citarasa contoh biji kopi
terdekafeinasi pada suhu proses 100oC dan
konsentrasi pelarut 55% diperoleh nilai
Dalam hal ini x1 adalah variabel tak
aroma, flavor, body dan bitterness masingberdimensi suhu, X1 adalah variabel suhu
masing sebesar 3; 2,4; 2,5; dan 1,8;
sedangkan
nilai
final appreciation (FA)
5 2
6 2
Y 0.3905 0.00321x1 1.868E4x2 7. 4119E7x1.x2 4.007 Esebesar
x1 5.6262
E
x
2
2,7.
2

868E4x2 7. 4119E7x1.x2 4.007 E5 x1 5.6262E 6x2


x1

X 1 75
10

dan

x2

X 2 50
20

(C), x 2 adalah variabel tak berdimensi


konsentrasi, dan X 2 adalah variabel
konsentrasi (%).
Pelarut limbah cair fermentasi biji kakao
Hasil analisis RSM menunjukkan bahwa
laju pelarutan kafein maksimum sebesar
0,34% per jam dan lama proses tujuh jam
(Gambar 5) diperoleh dari proses dekafeinasi

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa


hanya suhu pelarut memberikan pengaruh
nyata terhadap laju pelarutan kafein dari dalam
biji kopi dan lama proses yang diperlukan
untuk mencapai kadar kafein akhir 0,3% b.k.
dalam biji kopi. Variabel linear konsentrasi
dan interaksi antara suhu dan konsentrasi
memberikan efek negatif terhadap laju
penurunan kadar kafein.Variabel suhu,
variabel kuadrat suhu, dan variabel linear
konsentrasi memberikan efek positif terhadap laju penurunan kadar kafein. Dengan
demikian variabel linear suhu, kuadrat suhu,
dan variabel linear konsentrasi akan
memberikan pengaruh terhadap bertambah-

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

194

Optimasi suhu dan konsentrasi pelarut dalam dekafeinasi biji kopi menggunakan Response Surface Methodology

Optimum
Optimum

00..228
8
EC

HIP

20

10
0

40

90

Su
hS
u(
utheum

80

60

0 .2 6
0.26

7 .07.0

6 .56.5

6 .06.0
HIP
EC

0
51 .5
50.5

50

%
)),, %
ioonn

Lama proses, jam (time, hour)


Lama proses (time), j (h)

0 .3 0
0.30

Decaffeination rate, % per hour

0 .3 2
0.32

Laju pelarutan,
% per%/j
jam
Laju pelarutan
(decaf rate),
(%/h)

..

80

60

%
,%
nn)),
aratitoio
r
t
t
e nn
oo
50
o n cce
i i(c(c
1 00
i (i c(con
o
rtraass
s
t
a
r
o
n
C
n
nt s
C
nnssee
nse tr a
KKoo
Ko nsen
o
K
Gambar 5. Kurva RSM laju pelarutan kafein dan lama proses pada berbagai konsentrasi dan suhu pelarut limbah cair fermentasi
biji kakao
70

(pte
rmapt
u),reo
C),

80

60

0
10

SS
uhuu
hu(t

aatt i
nntrt r
nnccee

70

60

40

0
e(m
tepm
epra
) ,tuorC
e),

90

20

Figure 5. RSM curve for decaffeination rate (%/h) and time from several concentration and temperature of liquid waste
from cocoa fermentation

Tabel 4. Nilai efek estimasi dan koefisien regresi terhadap laju pelarutan kafein
Table 4. Value of estimated effect and regression coefficient of decaffeination rate
Faktor (factors)

Efek estimasi (estimated effect)

Koefisien regresi (regression coef)

Konstanta (Constant)

0.30519

0.30518

Suhu (Temperature) (L)

0.05131

0.00103

Suhu (Temperature) (Q)

0.01180

1.888x10-5

Konsentrasi (Concentration) (L)

0.00511

5.676x10-7

Konsentrasi (Concentration) (Q)

-0.02322

-1.146x10-5

Suhu (Temperature) (L) Konsentrasi (Concentration) (L)

-0.00220

-9.791x10-7

Keterangan (Note): Pelarut limbah cair fermetasi biji kakao, L adalah linier dan Q adalah kuadrat (liquid waste cocoa fermentation
as solvent, L is linear and Q is quadratic)

kadar kafein dengan variabel suhu dan


nya laju penurunan kadar kafein. Sedangkan
variabel konsentrasi pelarut sebagai berikut:
variabel kuadrat konsentrasi dan interaksi
antara suhu dan konsentrasi akan memY 0.30518 0. 00103 x1 5. 676 E 7 x 2 9.791 E 7 x1 .x 2 1 .888 E 5 x1
berikan pengaruh terhadap berkurangnya laju 7
2
2
Y kafein.
0.30518 0. 00103 x1 5. 676 E x 2 9.791 E 7 x1 .x 2 1 .888 E 5 x1 1.146 E 5 x2
penurunan kadar
Dengan menggunakan harga koefisien
regresi yang terdapat dalam Tabel 4 dapat
disusun suatu persamaan model matematika
yang menghubungkan antara laju penurunan

x1

X 1 75
10

dan

x2

50
20

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

195

Widyotomo

Dalam hal ini x1 adalah variabel tak


berdimensi suhu, X1 adalah variabel suhu
(C), x 2 adalah variabel tak berdimensi
konsentrasi, dan X 2 adalah variabel
konsentrasi (%).
Pelarut tersier pulpa kakao
Hasil analisis RSM menunjukkan
bahwa laju pelarutan kafein maksimum
sebesar 0,302% per jam dan lama proses
6,6 jam (Gambar 6) diperoleh dari proses
dekafeinasi pada suhu dan konsentrasi

pelarut masing-masing 100oC dan 70%. Hasil


uji citarasa contoh biji kopi terdekafeinasi
pada suhu proses
proses 100 oC dan konsentrasi
pada
pel
arut 70%
70% diperol
eh ni
l ai aroma,
pelarut
diperoleh
nilai
aroma,
flavor, body dan bitterness masingmasing sebesar 3,1; 2,5; 2,7; dan 1,5;
sedangkan nilai final appreciation (FA)
sebesar 2,6. Hasil analisis varians
menunjukkan bahwa hanya suhu pelarut
yang memberikan pengaruh nyata terhadap
laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi dan
waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar
kafein akhir 0,3% b.k. dalam biji kopi.

.
8.5 8.5

0.28
0.28

8.0 8.0

0.26
0.26

7.5 7 .5

0.24
0. 24
HIP
EC

0.22
0.22
10
0

20

90

Su
80
Suhu
hu(t
70
e(m
tepm
erpa) o
t,urC
e ),

50

%, %
60
no),n)
traioti
80
t
a
tnr
0
10
necne
50
coonc
(
i
c
as (
ntra si
see ntr
n
s
Koon
K

IP

6.5
0
1 06.5

0
SSuuh
70
huu (
80
t( eem
mppe
)r,a o
tCur
e)

40

60

7.0 7.0
E CH

80

,%
on,) %
atitoi n)
r
t
n
cnetra
nonce
ic(oc
(
s
i
rsa
nntrta
nssee
KKoo n
40

90

60

Lama
proses,
jam
(time,
Lama
proses
(time
), j hour)
(h)

..

Laju pelarutan, % per jam


rate,
% per
LajuDecaffeination
pelarutan (decaf
rate),
%/jhour
(%/h)

Optimum
Optimum

20

10
0
o

Gambar 6. Kurva RSM laju pelarutan kafein pada berbagai konsentrasi dan suhu pelarut tersier pulpa kakao
Figure 6. RSM curve for decaffeination rate and time from several treatments of concentration and temperature oftertiary
liquid

Tabel 5. Nilai efek estimasi dan koefisien regresi terhadap laju pelarutan kafein
Table 5. Value of estimated effect and regression coefficient of decaffeination rate
Faktor (factors)

Efek estimasi (estimated effect)

Koefisien regresi (regression coef)

Konstanta (Constant)

0.2629

0.2629

Suhu (Temperature) (L)

0.0476

9.51x10-4

Suhu (Temperature) (Q)

0.0133

2.13x10-5

Konsentrasi (Concentration) (L)

0.0109

1.21x10-4

Konsentrasi (Concentration) (Q)

-0.0253

-1.25x10-5

0.0149

6.63x10-6

Suhu (Temperature) (L) Konsentrasi (Concentration) (L)

Keterangan (Note): Pelarut tersier pulpa kakao, L adalah linier dan Q adalah kuadrat (tertiary cocoa pulp as solvent, L is
linear and Q is quadratic)

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

196

Optimasi suhu dan konsentrasi pelarut dalam dekafeinasi biji kopi menggunakan Response Surface Methodology

momen dipol lebih dari nol (Sugiarto, 2004).


Pada saat pelarut naik, maka kinetika pelarut
akan meningkat ditandai dengan peningkatan
jumlah molekul yang melepaskan diri dari
fasa cair menuju fasa gas. Selain kelarutan,
pelarut organik harus mempunyai titik didih
jauh lebih rendah dari senyawa terekstraksi
2
2
bersifat
Y 0 . 2629 9 . 51 E 4 x 1 1 . 216 E 4 x 2 6 . 63 E 6dan
x 1 . x 2tidak
2 . 13
E 5 x 1 racun.
1 . 25 E 5 x 2
Dengan menggunakan harga koefisien
regresi yang terdapat dalam Tabel 5 dapat
disusun suatu persamaan model matematika
yang menghubungkan antara laju penurunan
kadar kafein dengan variabel suhu dan
variabel konsentrasi pelarut sebagai berikut:
2

2629 9 . 51 E 4 x 1 1 . 216 E 4 x 2 6 . 63 E 6 x 1 . x 2 2 . 13 E 5 x 1 1 . 25 E 5 x 2

x1

X 1 75
10

dan

x2

X 2 50
20

Dalam hal ini x1 adalah variabel tak


berdimensi suhu, X1 adalah variabel suhu
(C), x 2 adalah variabel tak berdimensi
konsentrasi, dan X 2 adalah variabel
konsentrasi (%).
Variabel linear konsentrasi dan interaksi
antara suhu dan konsentrasi memberikan
efek negatif terhadap laju penurunan kadar
kafein. Variabel suhu, variabel kuadrat suhu,
dan variabel linear konsentrasi memberikan
efek positif terhadap laju penurunan kadar
kafein. Dengan demikian variabel linear suhu,
kuadrat suhu, dan variabel linear konsentrasi
akan memberikan pengaruh terhadap
bertambahnya laju penurunan kadar kafein.
Sedangkan variabel kuadrat konsentrasi dan
interaksi antara suhu dan konsentrasi akan
memberikan pengaruh terhadap berkurangnya laju penurunan kadar kafein.
Selain ditentukan oleh suhu dan
konsentrasi pelarut, daya larut pelarut untuk
melarutkan senyawa kafein yang berada di
dalam matriks padatan biji kopi ditentukan
oleh sifat kepolaran. Senyawa akan larut
dalam suatu pelarut jika terdapat kesesuaian
kekuatan atraktif antara kedua molekul zat
terlarut dan pelarut. Senyawa polar akan larut
dalam pelarut polar, dan sebaliknya. Senyawa
polar merupakan senyawa yang terbentuk
dari atom-atom unsur yang berbeda
keelektronegatifannya, sehingga mempunyai

Citarasa biji kopi


Kopi dikonsumsi oleh konsumen bukan
sebagai sumber nutrisi, tetapi sebagai
penyegar dan kualitas minuman kopi
ditunjukkan dengan kesatuan nilai dari
aroma, flavor, body, dan bitterness. Citarasa
seduhan kopi rendah kafein yang dihasilkan
tidak memberikan perbedaan yang cukup
signifikan dengan aroma 3-3,1, flavor
2,4-2,5, body 2,5-2,7, bitterness 1,5-1,8 dan
FA 2,6-2,7. Citarasa seduhan tersebut lebih
baik jika dibandingkan dengan kopi rendah
kafein yang dihasilkan dari beberapa
kegiatan penelitian sebelumnya (Widyotomo
et al., 2009; Purwadaria et al., 2007; 2008;
Sri-Mulato et al., 2004; Lestari, 2004).
Kondisi optimum proses pelarutan
senyawa kafein dalam reaktor kolom
tunggal diperoleh pada suhu 100 oC. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
pelarut berbasis senyawa asam asetat dengan
konsentrasi 50-70% akan memberikan
pengaruh yang cukup baik terhadap citarasa
seduhan akhir kopi rendah kafein yang
dihasilkan. Asam asetat merupakan salah
satu jenis asam karboksilat yang mudah larut
dalam senyawa polar maupun non polar
sehingga proses pelarutan kafein akan relatif
berlangsung lebih mudah.
Aroma seduhan kopi muncul sebagai
akibat dari menguapnya senyawa volatil yang
tertangkap oleh indra perasa (penciuman)
manusia. Yusianto (1999) melaporkan bahwa
keasaman yang tinggi akan memberikan

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

197

Widyotomo

kualitas aroma yang lebih baik. Macrae


(1985) melaporkan bahwa senyawa volatil
yang berpengaruh pada aroma kopi sangrai
dibentuk dari reaksi Maillard atau reaksi
browning non enzimatik, degradasi asam
amino bebas, degradasi trigonelin, degradasi
gula, dan degradasi asam phenolik. Clarke
& Macrae (1989) melaporkan bahwa kafein
tidak berpengaruh terhadap aroma kopi, tetapi
sedikit memberikan rasa pahit. Senyawa
kafein menyumbang rasa pahit antara
10-30% dari seduhan kopi (Morton, 1984).
Kepahitan (bitterness) dalam seduhan kopi
nampak lebih nyata pada peningkatan
senyawa fenol dengan meningkatnya suhu
(Macrae, 1985). Nilai kepahitan cenderung
menurun dengan semakin lama proses
dekafeinasi dan semakin tinggi suhu pelarut
yang digunakan (Widyotomo et al., 2009).
Flavor merupakan kombinasi antara
aroma yang ditangkap oleh indera penciuman
manusia dan rasa seduhan yang ditangkap
oleh indera perasa. Rasa seduhan berhubungan dengan senyawa non volatil yang
terlarut, sedangkan aroma berhubungan
dengan senyawa volatil. Body merupakan
kekentalan dari seduhan kopi sebagai
karakter internal yang dapat dinilai karena
ada kesan kental di langit-langit mulut. Kafein
memberikan kontribusi pada body seduhan
kopi. Hal ini dapat diselaraskan dengan kadar
kafein kopi bubuk yang semakin turun akan
berpengaruh pada nilai body yang semakin
rendah (Yusianto, 1999).

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju
pelarutan senyawa kafein dari dalam biji kopi
robusta ditentukan oleh suhu pelarut. Laju
pelarutan kafein maksimum sebesar 0,497%
per jam diperoleh dari proses dekafeinasi
dengan pelarut asam asetat pada suhu dan
konsentrasi pelarut masing-masing 100 oC
dan 69% dengan lama proses 4,99 jam.

Pada proses dekafeinasi dengan pelarut


limbah cair fermentasi, laju pelarutan kafein
maksimum 0,343% per jam dan lama proses
5,68 jam pada suhu 100 oC dan konsentrasi
pelarut 55%. Laju pelarutan maksimum
0,302% per jam diperoleh pada dekafeinasi
selama 6,6 jam dengan menggunakan pelarut
tersier pada suhu 100 oC dan konsentrasi
pelarut 70%.
Citarasa seduhan kopi yang dihasilkan
dengan nilai aroma, flavor, body dan bitterness masing-masing sebesar 3; 2,4; 2,5;
dan 1,8; dengan nilai final appreciation (FA)
sebesar 2,7.
DAFTAR PUSTAKA
Alfonso-Junior, P.C.; P.C. Corre; F.A.C. Pintob
& D.M. Queirozb (2007). Aerodynamic
properties of coffee cherries and beans.
Biosystems Engineering, 98, 39-46.
Atmawinata, O. (2001). Pengolahan dan
Komposisi Kimia Biji Kopi: Peranan
Uji Citarasa Dalam Pengendalian
Mutu Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia, Jember.
Atmawinata, O.; Sri-Mulato; S. Widyotomo &
Yusianto (1998). Teknik prapengolahan
biji kakao segar secara mekanis untuk
mempersingkat waktu fermentasi dan
menurunkan keasaman biji. Pelita
Perkebunan, 14, 48-62.
Baumann, T.; S.S. Mosli; B.H. Schulthess &
R.J. Aetrs (1993). Interpendence of
caffeine and chlorogenic acid methabolism in coffee. Proceeding 15th ASIC
Coll; 134-140.
Clarke, R.J. & R. Macrae (1989). Coffee
Chemistry. Vol. I, II. Elsevier Applied
Science. London and New York.
Clifford, M.N. (1985). Chemical and physical
aspects of green coffee and coffee
products. p. 305-374. In: M.N. Clifford
& K.C.Wilson (Eds.). Botany, Biochemistry, and Production of Beans
& Beverage. Westport Connecticut:
The AVI Published Co. Inc.

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

198

Optimasi suhu dan konsentrasi pelarut dalam dekafeinasi biji kopi menggunakan Response Surface Methodology

Early, R.L. (1983). Unit Operation in Food


Processing. 2nd Eds. Oxford: Pergamon
Press.
Ghosh, V.; J.L. Duda; G.R. Ziegler &
R.C. Anantheswaran (2004). Diffusin
of moisture through chocolate
flavoured confectionery coatings.
Food and Bioproducts Processing, 82,
35-43.
Katz, S.N. (1997). Decaffeinating Coffee.
American: Working Knowledge
Scientific.
Ky, C.L.; J. Louarn; S. Dussert; B. Guyot;
S. Hamon & M. Noirot (2001). Caffeine,
trigonelline, chlorogenic acids
and sucrose diversity in wild Coffea
arabica L. and C. canephora
P. accessions. Food Chemistry, 75,
223-230.
Lestari, H. (2004). Dekafeinasi Biji Kopi
(Coffee canephora) Varietas Robusta
Dengan Sistem Pengukusan Dan
Pelarutan (Tesis). Yogyakarta:
Program Pascasarjana, Universitas
Gadjah Mada.
Lopez, A.S. & F.M.L. Passos (1984). Factors
influencing cocoa beans acidity
fermentation, drying and the microflora.
9th International Cacao Research
Conference. Lome. Togo. 701-704.
Macrae, R. (1985). Nitrogenous Components,
Coffee. Volume I. Elsevier Applied
Science, London and New York.
Mendes, L.C.; H.C. De Mendez; M. Aparecida
& A.P. da Silva (2001). Optimization
of the roasting of robusta coffee
(C. canephora conillon) using acceptability test and RSM. Food Quality
and Preference, 12, 153-162.
Misnawi; Sri-Mulato; S. Widyotomo; A. Sewet
& Sugiyono (2005). Optimasi suhu dan
lama penyangraian biji kakao
menggunakan penyangrai skala kecil
tipe silinder. Pelita Perkebunan, 21,
169-183.
Morton, A. (1984). Flavours, An Introduction.
Food Science, USA.

Nuryanti & D.H. Salimy (2008). Metode


permukaan respon dan aplikasinya
pada optimasi eksperimen kimia.
Risalah Lokakarya Komputasi dalam
Sains dan Teknologi Nuklir, 6-7
Agustus 2008, 373-391
Perva-Uzunali, A.; M. kerget; Z. Knez;
B. Weinreich; F. Otto & S. Grner
(2006). Extraction of active ingredients
from green tea (Camellia sinensis):
Extraction efficiency of major catechins
and caffeine. Food Chemistry, 96,
597-605.
Purwadaria, H.K.; Sri-Mulato & A.M. Syarief
(2007). Dekafeinasi kopi dalam reaktor
kolom tunggal dengan pelarut tersier
dari pulpa kakao. Bogor: Laporan Hasil
Penelitian Tahun I, LPPM, Institut
Pertanian Bogor.
Purwadaria, H.K.; Sri-Mulato & A.M. Syarief
(2008). Dekafeinasi kopi dalam reaktor
kolom tunggal dengan pelarut tersier
dari pulpa kakao. Bogor: Laporan Hasil
Penelitian Tahun II, LPPM, Institut
Pertanian Bogor.
Rusmantri (2002). Dekafeinasi Kopi Robusta
Dengan Pelarut Air Pada Berbagai
Suhu dan pH, (Tesis). Yogyakarta:
Teknologi Hasil Perkebunan, Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.
Sivetz, M. & N.W. Desroiser (1979). Coffee Technology. The AVI Published Co. Inc.,
Westport, Connecticut.
Sri-Mulato (2001). Development and Evaluation of a Solar Cocoa Processing Center for Cooperative Use in Indonesia.
Ph.D Dissertation. Institut fur
Agrartechnik in den Tropen und
Subtropen. The University of
Hohenheim, Germany.
Sri-Mulato; S. Widyotomo & H. Lestari (2004).
Pelarutan kafein biji kopi robusta
dengan kolom tetap menggunakan
pelarut air. Pelita Perkebunan, 20,
97-109.
Sri-Mulato; S. Widyotomo; Misnawi &
E. Suharyanto (2005). Teknologi Proses
Pengolahan Primer dan Sekunder

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

199

Widyotomo

Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao


Indonesia.
Sugiarto, B. (2004). Ikatan Kimia. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Ditjend Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional.
Widyotomo, S.; A.M. Syarief & H.K. Purwadaria (2011a). Karakterisasi fermentasi
pulpa kakao dengan metode batch.
Prosiding Seminar Nasional Perteta
2011, Universitas Jember, 21-22 Juli
2011.
Widyotomo, S.; A.M. Syarief & H.K. Purwadaria (2011b). Pengembangan model
matematik laju penurunan kafein dalam
biji kopi dengan metode pengurasan.
Pelita Perkebunan, 27, 109-129.
Widyotomo, S.; H.K. Purwadaria; A.M. Syarief
& Sri-Mulato (2010a). Karakteristik
suhu dan energi proses pengukusan
biji kopi dalam reaktor kolom tunggal.
Pelita Perkebunan, 26, 177-191.

Widyotomo, S. & Sri-Mulato (2005). Kinerja


mesin sortasi biji kopi tipe meja getar.
Pelita Perkebunan, 21, 55-72.
Widyotomo, S.; Sri-Mulato; H.K. Purwadaria
& A.M. Syarief (2010b). Karakterisasi
fisik kopi pascapengukusan dalam
reaktor kolom tunggal. Pelita
Perkebunan, 26, 25-41.
Widyotomo, S.; Sri-Mulato; H.K. Purwadaria
& A.M. Syarief (2009). Karakteristik
proses dekafeinasi kopi robusta dalam
reaktor kolom tunggal dengan pelarut
etil asetat. Pelita Perkebunan, 25,
101-125.
Yusianto (1999). Komposisi kimia biji kopi dan
pengaruhnya terhadap citarasa
seduhan. Warta Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao, 19, 152-170.

*********.

PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012

200

Anda mungkin juga menyukai