Anda di halaman 1dari 4

TEKNIK PENGOLAHAN BAHAN PENYEGAR

Teknologi Industri Pertanian


Artikel
Afif Nabhan Putradiwan Akilie
180331100078

PENGARUH FERMENTASI, PENGERINGAN, DAN PEMANGGANGAN


TERHADAP MUTU COKLAT

 Pengaruh Fermentasi & Pengeringan


Produksi biji kakao Indonesia terus meningkat, namun mutu yang
dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain tidak terfermentasi, tidak cukup
kering, ukuran biji tidak seragam, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten.
Persyaratan mutu yang diatur pemerintah meliputi karakteristik biji kakao, kadar
air, bobot biji, kadar kulit dan kadar lemak. Persyaratan yang diinginkan ini dapat
diperoleh dengan penerapan teknologi fermentasi dan pengeringan yang tepat.
Fermentasi kakao akan menghasilkan cita rasa yang lebih baik Bagi industri
makanan dan minuman coklat, mutu biji kakao merupakan persyaratan mutlak.
Dengan demikian bagi produsen atau eksportir sebaiknya mutu biji kakao menjadi
perhatian agar posisi bersaing (bargaining position) menjadi lebih baik dan
keuntungan dari harga jual menjadi optimal. Bagi pengusaha, mutu berarti dapat
memberikan kepuasan kepada pelanggan tanpa banyak memerlukan biaya yang
tinggi.
Salah satu tahapan penting dalam penanganan pasca panen kakao adalah
proses fermentasi. Penanganan pasca panen kakao dimulai sejak pemetikan buah,
fermentasi sampai pengeringan dan pengemasan. Proses fermentasi berlangsung
secara alamiah selama beberapa hari. Tahapan ini sangat penting dilalui untuk
mempersiapkan biji kakao basah menjadi biji kakao kering bermutu tinggi dan
layak dikonsumsi. Fermentasi biji kakao akan menumbuhkan cita rasa, aroma dan
warna, karena selama fermentasi terjadi perubahan fisik, kimiawi, dan biologi di
dalam biji kakao.
Proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama pengeringan.
Akan tetapi pengeringan dengan menggunakan suhu yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan pengeringan yang tidak merata yaitu bagian luar kering, sedangkan
bagian dalam masih banyak mengandung air, pada suhu 40OC dan 50OC pada
semua perlakuan masih mengandung air yang lebih tinggi dibandingkan dengan
suhu 60OC. Kadar air terendah didapati pada suhu 60OC untuk semua perlakuan.
Hal ini disebabkan kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaan bahan
akan semakin besar dengan meningkatnya suhu pengeringan yang digunakan,
Waktu fermentasi adalah salah satu faktor penting penyebab meningkatnya kadar
air sehingga dengan meningkatnya waktu fermentasi maka kadar air dalam biji
kakao akan meningkat pula. Pada proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh suhu
dan lama pengeringan. Akan tetapi pengeringan dengan menggunakan suhu yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan pengeringan yang tidak merata yaitu bagian luar
kering, sedangkan bagian dalam masih banyak mengandung air.
Kadar lemak yang dihasilkan berbanding terbalik dengan kadar air, semakin
tinggi kadar air menunjukkan kadar lemak yang semakin rendah, begitupun
sebaliknya jika kadar air yang dihasilkan rendah maka kandungan lemak akan
semakin tinggi. Hal ini diduga karena semakin lama pengeringan yang dilakukan
akan menyebabkan kadar air semakin menurun, jika kadar air menurun maka berat
bahan akhir akan semakin berkurang. Proses pengeringan hanya menguapkan air
dan sejumlah senyawa volatil namun tidak menguapkan lemak, sehingga dengan
keadaan ini semakin lama pengeringan akan menyebabkan nilai kadar lemak
semakin meningkat. Pernyataan yang sama menurut Buckle dkk., (1987) yang
mengatakan bahwa selama proses pengeringan, air menguap dari permukaan
dengan kecepatan tergantung pada suhu pengeringan, tetapi kemudian setelah kadar
air titik kritis tercapai, air yang akan menguap harus berdifusi dari dalam bahan
pangan. Inilah yang menyebabkan kadar lemak meningkat. Maka dapat diketahui
semakin lama suhu pengeringan yang dilakukan yakni dengan perbedaan
masingmasing lama pengeringan 2 jam pada setiap perlakuan akan menghasilkan
jumlah nilai. Kadar Lemak (%) Lama Pengeringan (jam) 6 kadar lemak yang
semakin meningkat dari pengeringan lama pengeringan 4 jam sampai 14 jam.
Bahwa nilai kadar lemak yang baik pada umumnya berkisar antara 55-58%,
sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini sudah termasuk dalam kisaran yang
menghasilkan nilai kadar lemak tinggi sesuai standar.
Total Asam Asam diartikan sebagai senyawa kimia yang bila dilarutkan
dalam air menghasilkan larutan dengan pH di bawah 7 atau senyawa yang
menyebabkan rasa masam pada bahan. Beberapa contoh asam yang banyak
ditemukan pada bahan pangan seperti asam tartarat, asam sitrat, asam setat, asam
laktat dan lain sebagainya. Pengujian total asam pada bahan biasanya menggunakan
Total Asam Tertitrasi (TAT), TAT merupakan penduga pengaruh keasaman yang
lebih baik dibandingkan dengan pH. Nilai total asam berbanding terbalik dengan
nilai pH. Hal ini disebabkan karena kandungan kadar air pada bahan selama proses
fermentasi dan pengeringan menurun sehingga menyebabkan komponen-
komponen lain seperti komponen asam pada bahan menjadi meningkat. Hal yang
menyatakan bahwa selama proses pengeringan terjadi penguraian komponen ikatan
molekul air (H2O) dan meningkatkan kandungan gula, protein, mineral dan
komponen lain. Pernyataan lain didukung oleh Jinap dan Zeslinda (1995) yang
menyatakan bahwa, citarasa asam yang timbul pada produk cokelat disebabkan
karena adanya asam yang tidak seluruhnya menguap pada saat proses pengolahan
cokelat. Senyawa asam dalam biji kakao adalah asam-asam organik yang terbagi
dalam kelompok asam organik yang mudah menguap seperti asam asetat dan asam
yang tidak mudah menguap seperti asam laktat, suksinik, malik /malat, oksalat dan
tartarat (Jinap dan Dimick, 1991).

 Penyangraian
Parameter kualitas bubuk coklat yang terpenting berdasarkan SNI 3747 :
2009 adalah bau, rasa, dan warna. Aroma khas coklat merupakan hasil dari reaksi
kompleks yang berkesinambungan selama proses pengolahan biji kakao. Proses
fermentasi biji kakao menghasilkan prekursor-prekursor aroma. Senyawa prekursor
ini bereaksi melalui reaksi pencoklatan non-enzimatis Maillard menghasilkan
aroma coklat ketika disangrai (Puziah et al., 1998). Proses penyangraian sangat
krusial dalam pengolahan kakao karena memiliki fungsi yang kompleks. Selain
untuk mengembangkan aroma, penyangraian juga menentukan rasa, warna, dan
kadar air biji kakao. Parameter yang berpengaruh dalam penyangraian adalah waktu
dan suhu sangrai. Kakao mengandung berbagai nutrisi seperti lemak, karbohidrat,
serat, asam organic, serta senyawa aktif yang merupakan hasil metabolism
sekunder. Senyawa aktif yang dominan dan telah banyak dilaporkan adalah
senyawa polifenol yang memiliki aktivitas antioksidan. Selama penyangraian, biji
kakao mengalami pemanasan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan
fisikokimia dari komponen-komponen di dalamnya. Biji kakao mengandung
senyawa polifenol yang memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa tersebut sebagian
besar berawal dari golongan senyawa flavonoid dan alkaloid (alkali). Senyawa-
senyawa ini memberikan rasa sedikit sepat dan pahit pada biji kakao mentah.
Flavonoid yang paling dominan pada biji kakao adalah jenis epikatekin
(C15H14O6) yang termasuk dalam senyawa polifenol dan bersifat antioksidan,
sedangkan dari golongan alkaloid berupa senyawa theobromin (C7H8O2N4). Gula
pereduksi yang pada akhirnya disintesis menjadi flavonoid dan alkaloid merupakan
jenis gula dengan gugus aldehid (-OH) seperti yang terdapat pada glukosa atau
galaktosa, pada biji kakao senyawa tersebut tersimpan di dalam komponen
karbohidrat. Semakin lama penyangraian menyebabkan warna semakin coklat dan
meningkatkan kesukaan panelis. Warna coklat disebabkan adanya reaksi Maillard
pada saat penyangraian. Reaksi Maillard adalah reaksi antara asam amino dengan
gula pereduksi yang terjadi pada suhu tinggi, di mana gugus karbonil dari glukosa
(gula pereduksi) berinteraksi dengan gugus nukleofilik grup amino dari protein
dalam suasanan basa sehingga terbentuk kompleks pigmen (melanoidin) yang
berwarna cokelat dan senyawa 5-hidroksimetil-2-furfuraldehid (HMF) dengan
tahapan reaksi sebagai berikut:
1. Reaksi antara gugus karboksil (gula pereduksi) dengan nitrogen dari asam
amino (nucleophilic attack) sehingga membentuk glikosamin dengan reaksi bolak
balik pada pH rendah.
2. Glikosamin akan menghasilkan produk amadori menurut reaksi Amadori
berupa gula yang terdiri dari 1 amino dan 2 ketosa (amino ketosa).
3. Dehidrasi dari hasil reaksi Amadori membenruk turunan-turunan
furfuraldehida, misalnya dari heksosa diperoleh hidroksi metil furfural.

REFERENSI
Hayati, Rita, Yuzmaniar, dkk. 2012. Kajian Fermentasi dan Suhu Pengeringan pada
Mutu Kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal Keteknian Pertanian. Vol(26)2:
129-133
Indrayati,Sri. 2015.
https://www.kompasiana.com/sriindrayati/552a9b876ea8341f62552d3a/ferme
ntasi-biji-kakao-untuk-menghasilkan-cokelat-berkualitas. Dikutip dan Diakses
pada Jum’at, 8 November 2019 Pukul 02:09 WIB
Jinap, S. dan P.S. Dimick. 1991. Effect of roasting on acidic characteristics of coco
beans. Journal of the Science of Food Agriculture, 54.
Jinap, S. dan A. Zeslinda (1995). Influence of organic acids on flavor perception of
Malaysian dan Ghanian cocoa beans. Journal of Food Science dan Teknology.
Vol (32) : 153-155.
Tresia, Nesya, dkk. 2017. Pengaruh Suhu Oven Dalam Pemanggangan Terhadap
Kualitas Kue Sus. Jurnal Pendidikan Padang. Vol(1)2: 9-11
Wijanarti, S., Annie M., Ratih H., 2018. Pengaruh Lama Penyangraian Manual
Terhadap Karakteristik Kakao Bubuk. JNTT. Vol(2)2: 212-222

Anda mungkin juga menyukai