Pentingkah IPK Yang Tinggi
Pentingkah IPK Yang Tinggi
IPK atau indeks prestasi kumulatif (GPA or grade point average) merupakan
nilai akhir evaluasi seorang mahasiswa selama jenjang perguruan tinggi baik tahap
sarjana maupun tahap doktoral. IPK menjadi tolak ukur kecerdasan akademik
seseorang dalam bidang tertentu di kampus. IPK yang tinggi pun menjadi sasaran
utama mahasiswa-mahasiswa agar memiliki akses yang lebih mudah dalam berbagai
hal, dari perihal melamar beasiswa, program pertukaran pelajar, lamaran kerja di
perusahaan bagus, melanjutkan jenjang lanjut hingga untuk “memuaskan” diri sendiri,
orang tua ataupun sang pacar.
Namun kita harus mengakui bahwa kita cenderung (bahkan) hidup dalam
dunia “dualisme”, selalu menemui hitam disamping putih, ada partikel ada
gelombang, ada cinta dibalik benci, ada baik diantara buruk, dan begitu juga nilai
IPK, ada tinggi ada rendah. Sehingga ketika seseorang memiliki IPK yang tinggi,
maka pasti ada orang lain yang ber-IPK rendah. Hal ini semakin jelas tatkala sebagian
dosen masih menggunakan sistem distribusi normal ataupun Gaussian dalam
memberikan nilai-nilai mata kuliah kepada mahasiswanya (hmm, masih untung kalo
menggunakan distribusi median di B).
Sehingga dalam hal ini, jika Anda memiliki nilai yang rendah pada mata
kuliah khususnya dan Indeks prestasi (IP) secara umumnya, maka Anda tidak perlu
berkecil hati. Karena IP bukanlah segala-segalanya untuk hidup. Begitu juga hidup
bukan segala-segalanya untuk IP. IP memang penting dalam berbagai aspek, namun
IP akan menjadi jauh berarti jika dipadukan dengan nilai-nilai kepribadian super. IP
lebih menunjukan kecerdasan inteligensia yang belum cukup berarti dalam kehidupan
sosial tanpa disertai kecerdasan kepribadian (emosional + spiritual).
Karena paradigma sebagian besar mahasiswa adalah lulus untuk bekerja, maka
timbul pertanyaan, “seberapa pentingkah IP agar saya mendapatkan pekerjaan“? Atau
lebih detil lagi, “seberapa penting IP bagi karir pekerjaan saya“?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita akan berbicara tentang realita
mencari pekerjaan. Sempitnya lapangan pekerjaan dan luasnya job seeker membuat
perusahaan-perusahaan semakin selektif dalam menyaring calon karyawannya.
Seratusan ribu lebih lulusan sarjana dan diploma tiap tahunnya akan diseleksi dalam
beberapa tahap. Dan tahap pertama adalah seleksi administrasi yakni IPK. Hampir
semua lowongan kerja saat ini mensyaratkan pelamar kerja harus memiliki IPK
minimal 3.00 (adakalanya 2.75). Jika Anda memiliki nalar dan kecerdasan yang
www.kotepoke.blogspot.com
bagus, namun IPK anda dibawah 2.75, maka lamaran Anda langsung dibuang jauh-
jauh.
Jika Anda telah lulus seleksi administrasi (IPK), maka seleski tahap lanjut
adalah psikotes, wawancara, dan adakalanya team building-problem and solving. Dua
aspek akhir, wawancara dan problem solving yang komprehensif merupakan ajang
menilai kepribadian ++ kita, dari nalar, logika, sikap, skill dan berbagai aspek
problem solving. Aspek inilah yang sangat penting kedepannya ketika kita telah
berada di perusahaan.
www.kotepoke.blogspot.com
Perpaduan Inteligensia (IQ) dan Kepribadian (EQ)
Dari 20 karateristik unggul yang dirilis oleh NACE, saya membaginya dalam
dua bagian yakni bagian hijau dan bagian merah. Karateristik warna hijau merupakan
karateristik yang lebih mengandalkan kekuatan kepribadian mental atau emotional
quotient (EQ), sedangkan warna merah lebih mengandalkan kecerdasan nalar dan
logika (IQ). Dari 20 karateristik tersebut, ternyata warna hijau alias EQ lebih dominan
menentukan kesuksesan seseorang dibanding kekuatan IQ-nya dalam hal ini IP. Jadi,
EQ kelihatannya memang jauh lebih penting dibanding IQ. Namun, ini bukan berarti
IQ tidak penting. IQ dan EQ merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Jika kita membaca hasil penelitan NACE tersebut dan disertai dengan
sejumlah ceritera keberhasilan orang-orang super, maka selalu ada kata kunci yang
selalu mereka sampaikan yakni kerja keras, dorongan (motivasi), do’a, integritas dan
disiplin yang semuanya merupakan kecerdasan mental. Sedangkan kecerdasan IQ atau
bakat bukanlah senjata utama mereka yang telah sukses. Banyak entrepreneur yang
sukses tanpa menyelesiakan pendidikan formal seperti Bill Gates, Matthew
Mullenweg, Eka Cipta, Sudono Salim, Tukul dan masih banyak lagi.
Mereka berhasil, karena mereka berusaha dan bekerja keras dengan pekerjaan
mereka, terutama pekerjaan yang disukainya. Mereka bekerja tanpa ada desakan atau
ancaman, namun mereka bekerja dengan semangat dan sukarela. Hal-hal ini
menimbulkan emosi-emosi positif yang akan mentriger kecerdasan emosional kita.
Nilai-nilai positif ini akan muncul dan dapat mempengaruhi kecerdasan inteligensia
kita. Jika batin dan emosi kita lagi ceria dan bahagia, maka sangat mungkin sekali
timbul ide, nalar ataupun kreasi yang unik dan dashyat.
Akhir kata, pergunakan waktu untuk membentuk mental atau emosi positif,
baik Anda sebagai mahasiswa ataupun telah bekerja. Karena emosi positif (integritas,
communication skill, etika, sopan) merupakan kunci-kunci yang membawa sukses dan
mentriger kecerdasan nalar dan logika dapat berkembang lebih baik. Dan meskipun
Anda bukan lulusan sarjan ataupun diploma, Anda pun dapat menjadi pribadi sukses.
Karena sukses bukan semata dari sertifikat IP yang tinggi dari kampus.
Salam Perubahan,
By: http://nusantaranews.wordpress.com/
www.kotepoke.blogspot.com