Anda di halaman 1dari 19

01: Permulaan bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan dan terakhirnya

adalah pembebasan dari (siksa) naraka (Hadits Munkar)


(Lihat, Kitab adhDhu`afa, oleh alUqailiy, 2/162; al-Kamil Fi Dhuafa ar-Rijal, oleh Ibnu `Adiy, 1/165;
Ilal alHadits, oleh Ibnu Abi Hatim, 1/246; Silsilah alAhadits adhDhaifah wa alMaudhu`ah, oleh
alAlbaniy, 2/262; 4/70)
02: Berpuasalah kalian semua niscaya kalian semua akan sehat (Hadits Dhaif)
(Lihat, Kitab Tahrij alIhya`, oleh alIraqiy, 3/75; alKamil Fi Dhu`afa arRijal, oleh Ibnu Adiy, 2/357;
asySyidzrah Fi alAhaadits alMusytahirah, oleh Ibnu Thulun, 1/479, alFawaid alMajmuah Fi alAhaadits
alMaudhuah, oleh asySyaukaniy, 1/259; al-Maqashid alHasanah, oleh asSakhawiy, 1/549; Kasyf
alKhafa, oleh alAjluniy, 2/539 dan Silsilah alAhadits adhDhaifah wa alMaudhuah, 1/420
03: Barangsiapa berbuka satu hari pada (puasa) Ramadhan tanpa ada udzur (sebab) dan (karena)
sakit, maka dia tidak dapat menggantinya meskipun puasa satu tahun (penuh) (Hadits Dhaif)
(Lihat, Fath alBariy, oleh alHafidz Ibnu Hajar, 4/161; Misykaah alMashabih, tahqiq alAlbaniy, 1/626;
Dhaif Sunan athThirmidziy, oleh alAlbaniy, hadits no. 115; alIlal alWaridah Fi alAhaadits, oleh
adDaruquthniy, 8/270)
04: Sesungguhnya bagi Allah Ta`ala pembebasan dari(siksa)neraka pada setiap kali berbuka(Hadits
Dhaif)
(Lihat, Tanjiih asy-Syariah, oleh alKananiy, 2/155; alFawaid alMajmuah Fi alAhaadits alMaudhuah,
oleh asySyaukaniy, 1/257; alKasyf alIlaahiy An Syadiid adhDhaif wa alMaudhu wa alWahiy, oleh
alThuraabilisiy, 12/230; Dzakhirah alHuffaazh, oleh alQaisiraniy, 2/956; Syuabul Iman, oleh
alBaihaqiy, 3/304; dan alKaamil Fi Dhuafaa arRizal, oleh Ibnu Adiy, 2/455)
05: Sekiranya semua hamba mengetahui apa yang terkandung dalam (bulan) Ramadhan sungguh
ummat-ku akan berharap (bulan) Ramadhan menjadi setahun penuh (Hadits Dhaif)
(Lihat, alMaudhuat, oleh Ibnu alJauziy, 2/188; Tanjiih asySyariah, oleh alKanaaniy, 2/153; alFawaaid
alMajmuah, oleh asySyaukaniy, 1/254)
06: Ya Allah anugerahkan kepada kami keberkahan di (bulan) Rajab dan Sya`ban serta pertemukan
kami (dengan) Ramadhan (Hadits Dhaif)
(Lihat, alAdzkaar, oleh anNawawiy; Mizaan alItidal, oleh adzDzahabiy; Majmau azZawaaid, oleh
alHaitsamiy, 2/165 dan Dhaif alJami`, oleh alAlbaniy, hadits no. 4395)
07: Doa Berbuka: Allahumma laka shumtu wabika Aamantu ; Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa,
dan atas rizeki-Mu aku berbuka (Hadits Dhaif)
(Lihat, Talkhiish alKhabir, oleh alHafizh Ibnu Hajar, 2/202, hadits no. 911; alAdzkaar, oleh an-Nawawiy,
hal. 172; Majmau azZawaid, oleh alHaitsamiy, 3/156; dan Dhaif alJami, oleh alAlbaniy, hadits no.
4349)
08: Setiap sesuatu (memiliki) pintu, dan pintu ibadah adalah puasa
Hadist ini dinukil oleh Abi Syuja di dalam alFirdaus, no. 4992 dari hadits Abu Darda dan menurut
Syaikh alAlbaniy hadits ini lemah di dalam kitabnya adhDhaif, no. 4720)
09: Tidurnya seorang yang berpuasa adalah ibadah
Hadits ini dilemahkan oleh alIraaqiy di dalam alMughniy, no. 727; dan asSuyuthiy di dalam alJami
ashShaghir, hal. 188; dan telah membenarkan alMunawiy di dalam alFaidh, no. 9293 dan Syaikh
alAlbaniy sepakat dengan keduanya di dalam adhDha`if, no. 5972)
10: Bertawassullah kalian dengan kedudukanku, sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat
besar. Atau: Apabila kalian meminta kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya dengan
kedudukanku, sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat besarSyaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata, Hadits ini dusta dan tidak terdapat dalam kitab-kitab kaum muslimin yang dijadikan
pegangan oleh ahlul hadits, dan tidak satu pun ulama menyebutkan hadits tersebut, padahal
kedudukan beliau di sisi Allah taala lebih besar dari kemuliaan seluruh nabi dan rasul. (Qoidah Jalilah
fit Tawassul wal Wasilah hal 168. Dan lihat Iqtidlo Shiratil Mustaqim (2/783)).

11:Apabila kamu terbelit suatu urusan, maka hendaknya (engkau meminta bantuan dengan berdoa)
kepada ahli kubur Atau Minta tolonglah dengan (perantaraan) ahli kuburSyaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata, Hadits ini adalah dusta dan diada-adakan atas Nabi shallallahu alaihi wa sallam
berdasar kesepakatan ahli hadits. Hadits ini tidak diriwayatkan oleh seorang pun dari para ulama dan
tidak ditemukan sama sekali dalam kitab-kitab hadits yang terpercaya. (Majmu Fatawaa (11/293)).
12: Kalaulah seandainya kaum muslimin tahu apa yang ada di dalam Ramadhan, niscaya umatku
akan berangan-angan agar satu tahun Ramadhan seluruhnya. Sesungguhnya surga dihiasi untuk
Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya . Hingga akhir hadits ini.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no.886) dan Ibnul Jauzi di dalam Kitabul Maudhuat
(2/188-189) dan Abu Yala di dalam Musnad-nya sebagaimana pada Al-Muthalibul Aaliyah (Bab/AB/tulisan tangan) dari jalan Jabir bin Burdah dari Abu Masud al-Ghifari.
Hadits ini maudhu (palsu), penyakitnya pada Jabir bin Ayyub, biografinya ada pada Ibnu Hajar di
dalam Lisanul Mizan (2/101) dan beliau berkata : Mashur dengan kelemahannya. Juga dinukilkan
perkataan Abu Nuaim, Dia suka memalsukan hadits, dan dari Bukhari, berkata, Mungkarul hadits
dan dari An-Nasai, Matruk (ditinggalkan) haditsnya.
Ibnul Jauzi menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, dan Ibnu Khuzaimah berkata serta
meriwayatkannya, Jika haditsnya shahih, karena dalam hatiku ada keraguan pada Jarir bin Ayyub AlBajali..
13: Wahai manusia, sungguh bulan yang agung telah datang (menaungi) kalian, bulan yang di
dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada
bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah.
Barangsiapa yang mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan,
maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara yang wajib pada bulan yang lain . Inilah bulan
yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan pembebasan
dari api neraka . sampai selesai.
Hadits ini juga panjang, kami cukupkan dengan membawakan perkataan ulama yang paling masyhur.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887) dan Al-Muhamili di dalam Amalinya (293) dan AlAsbahani dalam At-Targhib (q/178, b/tulisan tangan) dari jalan Ali bin Zaid Jadan dari Said bin AlMusayyib dari Salman.
Hadits ini sanadnya Dhaif, karena lemahnya Ali bin Zaid, berkata Ibnu Saad, Di dalamnya ada
kelemahan dan jangang berhujjah dengannya, berkata Imam Ahmad bin Hanbal, Tidak kuat, berkata
Ibnu Main. Dhaif berkata Ibnu Abi Khaitsamah, Lemah di segala penjuru, dan berkata Ibnu
Khuzaimah, Jangan berhujjah dengan hadits ini, karena jelek hafalannya. Demikian di dalam Tahdzibut
Tahdzib [7/322-323].
Dan Ibnu Khuzaimah berkata setelah meriwayatkan hadits ini, Jika benar kabarnya. berkata Ibnu
Hajar di dalam Al-Athraf, Sumbernya pada Ali bin Zaid bin Jadan, dan dia lemah, sebagaimana hal ini
dinukilkan oleh Imam As-Suyuthi di dalam Jamiul Jawami (no. 23714 -tertib urutannya).
Dan Ibnu Abi Hatim menukilkan dari bapaknya di dalam Illalul Hadits (I/249), hadits yang Mungkar
14: Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri Cina
Hadits dhoif (lemah), apalagi palsu, tidak boleh dijadikan dalil dan hujjah dalam menetapkan suatu
aqidah dan hukum syari di dalam Islam. Demikian pula, tidak boleh diyakini hadits tersebut sebagai
sabda Nabi SAW. Di antara hadits-hadits dhoif (lemah) yang masyhur digunakan oleh para khatib dan
dai dalam mendorong manusia untuk menuntut ilmu di mana pun tempatnya sekalipun jauhnya
sampai ke Negeri Tirai Bambu, Cina, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra. dari Nabi
SAW, beliau bersabda
Tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina.[HR. Ibnu Addi dalam Al-Kamil (207/2), Abu Nuaim dalam
Akhbar Ashbihan (2/106), Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad (9/364), Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhol
(241/324), Ibnu Abdil Barr dalam Al-Jami (1/7-8), dan lainnya, semuanya dari jalur Al-Hasan bin
Athiyah, ia berkata, Abu Atikah Thorif bin Sulaiman telah menceritakan kami dari Anas secara marfu]

Ini adalah hadits dhaif jiddan (lemah sekali), bahkan sebagian ahli hadits menghukuminya sebagai
hadits batil, tidak ada asalnya. Ibnul Jauziy rahimahullah- berkata dalam Al-Maudhuat (1/215)
berkata, Ibnu Hibban berkata, hadits ini batil, tidak ada asalnya. Oleh karena ini, Syaikh Al-Albaniy
rahimahullah- menilai hadits ini sebagai hadits batil dan lemah dalam Adh-Dhaifah (416).
As-Suyuthiy dalam Al-Laali Al-Mashnuah (1/193) menyebutkan dua jalur lain bagi hadits ini,
barangkali bisa menguatkan hadits di atas. Ternyata, kedua jalur tersebut sama nasibnya dengan
hadits di atas, bahkan lebih parah. Jalur yang pertama, terdapat seorang rawi pendusta, yaitu Yaqub
bin Ishaq Al-Asqalaniy. Jalur yang kedua, terdapat rawi yang suka memalsukan hadits, yaitu AlJuwaibariy. Ringkasnya, hadits ini batil, tidak boleh diamalkan, dijadikan hujjah, dan diyakini sebagai
sabda Nabi SAW .
15: Beramallah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup akan selamanya dan beramallah untuk
akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok
Ini bukanlah sabda Nabi SAW, walaupun masyhur di lisan kebanyakan mubaligh di zaman ini. Mereka
menyangka bahwa ini adalah sabda beliau. Sangkaan seperti ini tidaklah muncul dari mereka, kecuali
karena kebodohan mereka tentang hadits. Di samping itu, mereka hanya mencuri dengar dari
kebanyakan manusia, tanpa melihat sisi keabsahannya.
Hadits ini diriwayatkan dua sahabat. Namun, kedua hadits tersebut lemah karena di dalamnya
terdapat inqitho (keterputusan) antara rawi dari sahabat dengan sahabat Abdullah bin Amer. Satunya
lagi, cuma disebutkan oleh Al-Qurthubiy, tanpa sanad. Oleh karena itu, Syaikh Al-Albaniy men-dhoifkan (melemahkan) hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhoifah (No. 8).
16: Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, sedang hatinya Al-Quran adalah Surat Yasin.
Barang siapa yang membacanya, maka seakan-akan ia telah membaca Al-Quaan sebanyak 10 kali.
[HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (4/46), dan Ad-Darimiy dalam Sunan-nya (2/456)]
Hadits ini adalah hadits maudhu (palsu), karena dalam sanadnya terdapat dua rawi hadits yang
tertuduh dusta, yaitu: Harun Abu Muhammad dan Muqotil bin Sulaiman. Karenanya, Ahli hadits zaman
ini, yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- menggolongkannya sebagai hadits
palsu dalam kitabnya As-Silsilah Adh-Dhoifah (No.169).
17: Perselisihan Umatku adalah Rahmat
Sudah menjadi takdir Allah -Azza wa Jalla-, adanya perpecahan di dalam Islam dan memang hal
tersebut telah disampaikan oleh Rasulullah SAW. Di negara kita sendiri, sekte-sekte dan aliran sesat
yang menyandarkan diri kepada Islam sudah terlalu banyak. Apabila kita memperingatkan dan
membantah kesesatan aliran-aliran tersebut, maka sebagian kaum muslimin membela aliran-aliran
tersebut. Mereka berdalil dengan hadits berikut.
Padahal hadits ini dhoif (lemah), bahkan tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits. Syaikh Al-Albaniy
-rahimahullah- berkata, Hadits ini tak ada asalnya. Para ahli hadits telah mengerahkan tenaga untuk
mendapatkan sanadnya, namun tak mampu.
Dari segi makna, hadits ini juga batil. Ibnu Hazm -rahimahullah- dalam Al-Ihkam (5/64) berkata, Ini
merupakan ucapan yang paling batil, karena andaikan ikhtilaf (perselisihan) itu rahmat, maka
kesepakatan adalah kemurkaan. Karena di sana tak ada sesuatu kecuali kesepakatan dan
perselisihan; tak ada sesuatu kecuali rahmat atau kemurkaan.
18: Barang Siapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia akan mengenal Rabb (Tuhan)-nya
Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- dalam Adh-Dhaifah (1/165) berkata, Hadits ini tidak ada asalnya
[Adh-Dhaifah (1/165)]. An-Nawawiy berkata, Hadits ini tidak tsabit (tidak shahih) [Al-Maqashid
(198) oleh As-Sakhowiy].
As-Suyuthiy berkata, Hadits ini tidak shahih [Lihat Al-Qoul Asybah (2/351 Al-Hawi)].
Ringkasnya, hadits ini merupakan hadits palsu yang tidak ada asalnya. Oleh karena itu, seorang
muslim tidak boleh mengamalkannya, dan meyakininya sebagai sabda Nabi SAW.
19: Jika seorang hamba telah menamatkan Al Quran, maka akan bershalawat kepadanya 60.000
malaikat ketika ia menamatkannya.[HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/112)].
Hadits ini palsu disebabkan oleh rawi yang bernama Al-Hasan bin Ali bin Zakariyya, dan Abdullah bin
Saman, kedua orang ini, adalah pendusta, biasa memalsukan hadits. Syaikh Al-Albaniy menyatakan
kepalsuan hadits ini dalam Adh-Dhoifah (2550).
Membaca Al-Quran apalagi menamatkannya merupakan keutamaan besar bagi seorang hamba,
karena setiap hurufnya diberi pahala oleh Allah -Taala-. Keutamaan tersebut telah dijelaskan dalam
beberapa hadits, tetapi bukan hadits berikut karena haditsnya palsu.

20: Wanita-wanita itu ada tiga macam: kelompok wanita seperti bejana, ia hamil dan melahirkan;
kelompok wanita seperti koreng yaitu kudis-; kelompok wanita yang amat penyayang dan banyak
melahirkan, serta membantu suaminya di atas keimanannya. Wanita ini lebih baik bagi suaminya
dibandingkan harta simpanan.[HR.Tamam Ar-Raziy dalam Al-Fawaid (206/2)].
Namun sayangnya, hadits ini adalah hadits dhoif munkar, karena ada seorang rawi yang bernama
Abdullah bin Dinar. Dia adalah seorang rawi yang munkar haditsnya sebagaimana yang dikatakan oleh
Ibnu Abi Hatim dalam Al-Ilal (2/310). Jadi, hadits ini tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi SAW.
Karenanya, Syaikh Al-Albani memasukkan hadits ini di dalam silsilah hadits dhoif dalam Adh-Dhoifah
(714).
21: Memandang wajah wanita cantik dan yang hijau-hijau menambah ketajaman penglihatan.[HR.
Abu Nuaim dalam Hilyah Al-Auliya (3/201-202), dan Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (4/106)].
Hadits ini maudhu (palsu), karena dalamnya ada rawi yang dhoif dan tidak ditemukan ada seorang
ahli hadits yang menyebutkan biografinya. Rawi itu ialah Ibrahim bin Habib bin Sallam Al-Makkiy.
Karenanya, Adz-Dzahabiy berkata, Hadits ini bathil. Ibnul Qoyyim dalam Al-Manar Al-Munif berkata,
Hadits ini dan semisalnya adalah buatan orang-orang zindiq (munafik) [Lihat Adh-Dhoifah (133)]
22: Apabila seorang di antara kalian berhubungan dengan istrinya atau budaknya, maka janganlah
ia melihat kepada kemaluannya, karena hal itu akan mewariskan kebutaan.[HR. Ibnu Adi dalam AlKamil (2/75)].
Maka hadits ini adalah palsu karena dalam sanadnya terdapat Baqiyah ibnul Walid. Dia adalah seorang
mudallis yang biasa meriwayatkan dari orang-orang pendusta sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu
Hibban. Lihat Adh-Dhoifah (195)
23: Hiasilah majelis istri-istri kalian dengan rayuan.[HR. Ibnu Adi dalam Al-Kamil fi Adh-Dhuafaa
(6/130), dan Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (5/280)]
Hadits ini palsu karena dalam rawi hadits ini terdapat Muhammad bin Ziyad Al-Yasykuriy. Dia seorang
pendusta lagi suka memalsukan hadits. Lihat Adh-Dhoifah (1/72/no.19) karya Al-Albaniy
-rahimahullah-.
24: Perbanyaklah dzikir, sehingga orang-orang berkata, engkau gila.[HR. Ahmad (3/68), Al-Hakim
(1/499), dan Ibnu Asakir (6/29/2)]
Hadits ini lemah karena diriwayatkan oleh Darraj Abu Samhi. Dia lemah riwayatnya yang berasal dari
Abul Haitsam. Didhoifkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dhoifah (no. 517) (2/9).
25: Barang siapa yang berada di waktu pagi, sedang dunia adalah cita-citanya yang terbesar, maka
ia tidak akan berada dalam suatu (jaminan) dari Allah sedikit pun. Barang siapa yang tidak bertakwa
kepada Allah, maka ia tidak akan berada dalam suatu (jaminan) dari Allah sedikit pun. Barang siapa
yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin seluruhnya, maka ia bukan termasuk di antara
mereka.[HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4/317) Al-Khatib dengan penggalan pertama dari hadits
ini dalam Tarikh Bagdad (9/373)].
Hadits ini palsu karena di dalam sanad-nya terdapat rawi yang tertuduh dusta, yaitu Ishaq bin Bisya.
Hadits ini memiliki jalur periwayatan lain, namun ia tidak bisa menguatkan hadits di atas, karena
kelemahannya tidak jauh beda dengannya. Oleh karenanya, Al-Albany menyatakan hadits ini palsu
dalam Adh-Dhaifah (309)
26: Jika kalian sholat di belakang imam kalian, perbaikilah wudhu kalian, karena kacaunya bacaan
imam bagi imam disebabkan oleh jeleknya wudhu orang yang ada di belakang imam.[HR. AdDailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/63)]
Hadits ini palsu sebab di dalamnya terdapat rawi yang majhul, seperti Abdullah bin Aun bin Mihroz,
Abdullah bin Maimun. Rawi lain, Muhammad bin Al-Furrukhon, ia seorang yang tak tsiqah. Dari sisi
lain, sudah dimaklumi bahwa jika Ad-Dailamiy bersendirian dalam meriwayatkan hadits dalam
kitabnya Musnad Al-Firdaus, maka hadits itu palsu. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy menyatakan
palsunya hadits ini dalam Adh-Dhoifah (2629).
27: Barang siapa yang mengucapkan selamat datang kekasihku dan penyejuk mataku, Muhammad
bin Abdullah SAW, kemudian ia mencium kedua ibu jarinya dan meletakkannya pada kedua matanya,
ketika ia mendengar muadzdzin berkata, Maka ia tidak sakit mata selamanya[HR. Abul Abbas Ahmad
bin Abu Bakr Ar-Raddad Al-Yamaniy dalam Mujibat Ar-Rahmah wa Azaim Al-Maghfirah dengan sanad

yang terdapat di dalamnya beberapa orang majhul (tidak dikenal), di samping terputus sanad-nya.
Karenanya Syaikh Al-Albaniy melemahkan hadits ini dalam Adh-Dhaifah (1/173) dari riwayat AdDailamy dan Syaikh Masyhur Alu Salman dalam Al-Qoul Al-Mubin (hal.182)]
28: Sholat dua rakaat dengan memakai sorban lebih baik dibandingkan sholat 70 rakaat tanpa
sorban. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus sebagaimana yang disebutkan oleh As-Suyuthiy
dalam Al-Jami Ash-Shoghir]
Hadits ini maudhu (palsu) sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dhoifah
(128), Hadits ini palsu. Selanjutnya beliau juga mengomentari ulang hadits ini dalam Adh-Dhoifah
(5699).
29: Jika seorang di antara kalian bersujud, maka hendaknya ia menyentuhkan kedua telapak
tangannya ke tanah, semoga Allah melepaskan belenggu darinya pada hari kiamat.[HR. AthThobroniy dalam Al-Ausath (6/58), cet. Dar Al-Haromain]
Hadits ini adalah dhoif (lemah), tak bisa dijadikan hujjah karena di dalamnya ada rawi bermasalah:
Ubaid bin Muhammad, seorang rawi yang memiliki hadits-hadits mungkar [Lihat Al-Majma
(2/311/no.2764)]. Sebab inilah, Syaikh Al-Albaniy menggolongkan hadits ini lemah dalam AdhDhoifah (2624)
Seorang ketika sujud dalam sholat boleh ia memakai alas. Menyentuhkan telapak tangan, dahi, dan
anggota sujud lainnya ke tanah, ini tak ada keutamaan tertentu baginya.
30: Apabila khatib sudah naik mimbar, maka tidak ada lagi sholat dan tidak ada lagi ucapan.
Hadits ini batil karena tidak ada asalnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam
Adh-Dhoifah (87). Namun, perlu diketahui bahwa jika adzan sudah selesai ketika khatib berada di
atas mimbar siap untuk berkhutbah, maka seorang tidak boleh lagi berbicara dan melakukan aktivitas
apapun selain shalat tahiyatul masjid agar seluruh jamaah memfokuskan diri untuk mendengarkan
khutbah.
31: Sebaik-baik pengingat adalah alat tasbih. Sesungguhnya sesuatu yang paling afdhol untuk
ditempati bersujud adalah tanah dan sesuatu yang ditumbuhkan oleh tanah.[HR.Ad-Dailamiy (4/98sebagaimana dalam Mukhtashar-nya)]
Hadits ini adalah hadits yang palsu sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam AdhDhoifah (83), karena adanya rawi-rawi yang majhul. Selain itu hadits ini secara makna adalah batil,
sebab tasbih tidak ada di zaman Nabi SAW.
Berzikir adalah ibadah yang harus didasari dengan keikhlasan dan mutabaah (keteladanan) kepada
Nabi SAW. Karenanya seorang tidak dianjurkan menggunakan alat tasbih ketika ia berzikir sebab tidak
ada contohnya dari Nabi SAW berdzikir dengannya, tetapi beliau hanya berzikir dengan jari-jemarinya.
32: Anak muda mana pun yang tumbuh dalam menuntut ilmu dan ibadah sampai ia menjadi tua,
sedangkan dia masih tetap di atas hal itu, maka Allah akan memberikannya pada hari kiamat pahala
72 orang shiddiqin.[HR.Tamam Ar-Raziy dalam Al-Fawaid (2428), Ibnu Abdil Barr dalam Jami Al-Ilm
(1/82)].
Namun, hadits ini derajatnya adalah dhoif jiddan (lemah sekali), bahkan boleh jadi hadits ini palsu,
karena di dalamnya ada rawi yang bernama Yusuf bin Athiyyah. Dia adalah seorang yang mungkarul
hadits. Bahkan An-Nasaiy menilainya matruk (ditinggalkan karena biasa berdusta atas nama
manusia). Karenanya Syaikh Al-Albaniy menghukumi hadits ini dhoif jiddan dalam Adh-Dhoifah (700).
33: Bacalah Al-Quran dengan perasaan sedih, karena dia turun dengan kesedihan.[HR. Al-Khollal
dalam Al-Amr Bil Maruf (20/2) dan Abu Said Al-Arobiy dalam Mujam-nya (124/1)].
Dalam sanad-nya terdapat rawi yang bernama Uwain bin Amr Al-Qoisiy, dia adalah seorang yang
mungkarul hadits lagi majhul menurut Al-Bukhariy. Selain itu juga ada rawi yang bernama Ismail bin
Saif. Dia adalah seorang yang biasa mencuri hadits dan meriwatkan hadits yang lemah dari orangorang yang tsiqah. Tak heran jika Al-Albaniy menyatakan hadits ini dhoif jiddan (lemah sekali) dalam
kitabnya Adh-Dhoifah (2523).
34: Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah
Hadits ini adalah hadits yang bukan berasal dari Nabi SAW. Tidak ada seorang imam ahlul hadits yang
meriwayatkan hadits ini dalam kitab-kitab mereka. Hadits ini hanyalah disebutkan oleh Al-Ghazaliy
dalam kitabnya Ihya Ulumuddin (4/434) dengan menyandarkannya kepada Nabi SAW, padahal hadits

ini adalah hadits palsu, tidak ada asalnya. Lihat penjelasan palsunya hadits ini dalam Adh-Dhoifah
(95) karya Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy
Orang yang bertaubat dari dosa-dosanya adalah orang yang terpuji di sisi Allah berdasarkan dalil-dalil
dalam Al-Quran dan Sunnah
35: Barang siapa yang ikhlas karena Allah selama 40 hari, niscaya akan muncul mata air hikmah
pada lisannya.[HR. Abu Nuaim dalam Al-Hilyah (5/189)]
Hadits ini dhoif (lemah) karena terdapat inqitho (keterputusan) antara Makhul dengan Abu Ayyub AlAnshoriy. Selain itu, Hajjaj bin Arthoh, rawi dari Makhul adalah seorang mudallis, dan ia
meriwayatkannya secara muananah. Sedang seorang mudallis jika meriwayatkan hadits secara
muananah (dengan memakai kata dari), maka haditsnya dhoif (lemah). Tak heran jika Syaikh AlAlbaniy melemahkannya dalam Adh-Dhoifah (38)
36: Allah wahyukan kepada dunia, Layanilah orang yang melayani-Ku, dan capaikanlah orang yang
melayanimu .[HR. Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (8/44), dan Al-Hakim dalam Marifah Ulum AlHadits (hal.101)]
Hadits ini palsu, karena Al-Husain bin Dawud Al-Balkhiy yang banyak meriwayatkan naskah hadits
palsu dari Yazid bin Harun. Karena itu, Al-Albaniy menyebutkan hadits ini dalam deretan hadits-hadits
palsu dalam Adh-Dhoifah.
37: Hak seorang anak atas orang tuanya, orang tua memperbaiki nama anaknya, dan akhlaknya.
[HR. Abu Muhammad As-Siroj Al-Qoriy dalam Al-Fawaid (5/32/1-kumpulan 98), dan lainnya].
Maka hadits ini palsu karena ada dua orang rawi: Muhammad Al-Fadhl, adalah seorang pendusta, dan
Muhammad bin Isa adalah orangnya matruk (ditinggalkan). Karenanya Al-Albaniy mencantumkan
hadits ini dalam Adh-Dhoifah (199)
38: Ayam adalah kambingnya orang fakir dari kalangan umatku, dan shalat jumat hajinya orang
fakir mereka.[HR. Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin (3/90)]
Namun ternyata sayangnya, hadits ini palsu, sehingga seorang muslim tidak boleh meyakini dan
mengamalkannya. Dia palsu karena ada seorang rawi yang bernama Abdullah bin Zaid An-Naisaburiy.
Dia adalah seorang pendusta yang suka memalsukan hadits. Lihat Adh-Dhoifah (192)
39: Nabi Ilyas dan Khidir adalah dua orang bersaudara. Bapak mereka dari Persia, dan ibunya dari
Romawi.[HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/2/124)]
Hadits ini palsu karena ada dua orang rawi bermasalah dalam memalsukan hadits, yaitu Ahmad bin
Ghalib dan Abdur Rahman bin Muhammad Al-Yahmadiy. Oleh karena itu, Syaikh Al-Albaniy
menyatakan hadits ini palsu dalam Adh-Dhoifah (2257).
40: Penduduk surga adalah belalang, kecuali Musa bin Imran, karena dia memiliki jenggot sampai ke
pusarnya.[HR.Al-Uqoiliy dalam Adh-Dhuafaa (185), Ibnu Adi dalam Al-Kamil (4/48), dan Ar-Raziy
dalam Al-Fawaid (6/111/1)].
Hadits ini adalah hadits batil yang palsu. Dalam sanad-nya terdapat seorang rawi yang suka
memalsukan hadits, yaitu Syaikh-nya Ibnu Abi Kholid Al-Bashriy. Maka tak heran apabila Syaikh AlAlbaniy mencantumkan hadits ini dalam kitabnya Adh-Dhoifah (704).
41: Amalan yang sedikit akan bermanfaat, jika disertai oleh ilmu; dan amalan yang banyak tidak
akan bermanfaat, jika disertai kejahilan.[HR. Ibnu Abdil Barr dalam Jami Bayan Al-Ilm wa Fadhlih
(1/145)]
Hadits ini dhoif, bahkan palsu, disebabkan adanya tiga rawi: [1] Muhammad bin Rauh bin Imran AlQutairiy (orangnya lemah), [2] Muammal bin Abdur Rahman Ats-Tsaqofiy (orang dhoif). Ibnu Adi
berkata,Dominan haditsnya tidak terpelihara; [3] Abbad bin Abdush Shomad. Ibnu Hibban berkata,
Abbad bin Abdush Shomad menceritakan kami dari Anas tentang suatu naskah hadits, seluruhnya
maudhu (palsu). Al-Albaniy berkata, Hadits ini Palsu [lihat Adh-Dhoifah (369)].
42: Nabi SAW melarang kencing di lubang[HR. Abu Dawud (29), dan An-Nasaiy (34)].
Hadits ini adalah hadits yang lemah karena adanya keterputusan antara Qotadah dan Abdullah bin
Sarjis ra.. Selain itu, Qotadah juga adalah seorang yang mudallis. Tak heran jika Syaikh Al-Albaniy
men-dhoifkan hadits ini dalam Al-Irwa (55).
43: Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah -Azza wa Jalla- adalah talak.[HR. Abu Dawud (2178)
dan Ibnu Majah (2018)]
Hadits ini adalah hadits yang mudhtharib (goncang) sanad-nya sebagaimana yang kita bisa lihat
penjelasannya dalam Al-Irwa (2040) karya Syaikh Al-Albaniy.

44: doa keluar dari wc Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku gangguan (kotoran)
ini dan telah menyehatkan aku.[HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (301)]
Hadits ini adalah hadits yang dhoif karena dalam sanad-nya terdapat rawi yang bernama Ismail bin
Muslim Al-Makkiy. Dia adalah seorang yang lemah haditsnya sebagaimana yang dinyatakan oleh AlHafizh dalam At-Taqrib. Hadits ini memiliki syahid dari riwayat Ibnu Sunniy dalam Amal Al-Yaum wal
Lailah (29). Namun hadits ini juga lemah, karena ada seorang yang majhul dalam sanadnya, yaitu AlFaidh. Hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa (53).
45: Apabila Allah ingin melaksanakan ketentuan dan takdir-Nya, maka Allah akan menarik
(menghilangkan) akalnya orang-orang yang memiliki pikiran, sehingga Allah melaksanakan ketentuan
dan takdir-Nya pada mereka.[HR. Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (14/99), Ad-Dailamiy dalam
Musnad Al-Firdaus (1/1/100), dari jalur Abu Nuaim dalam Tarikh Ashbihan (2/332)]
Hadits ini lemah bahkan boleh jadi palsu karena rawi yang bernama Lahiq bin Al-Husain. Sebagian
ahlul hadits menuduhnya pendusta dan suka memalsukan hadits. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy
memasukkannya dalam kitabnya, Adh-Dhoifah (2215).
46: Taubat dari dosa, engkau tidak kembali kepadanya selama-lamanya.[HR. Abul Qosim Al-Hurfiy
dalam Asyr Majalis min Al-Amali (230), dan Al-Baihaqiy dalam Syuabul Iman (7036)]
Hadits ini lemah karena dalam sanad-nya terdapat rawi yang bernama Ibrahim bin Muslim Al-Hijriy;
dia adalah seorang yang layyinul hadits (lembek haditsnya). Selain itu, juga ada Bakr bin Khunais,
seorang yang shoduq (jujur), tetapi memiliki beberapa kesalahan. Karenanya Syaikh Al-Albaniy
melemahkannya dalam Adh-Dhoifah (2233).
47: Nabi Adam turun di India dan beliau merasa asing. Maka turunlah Jibril seraya
mengumandangkan adzan, Allahu Akbar, Asyhadu Ala Ilaha illallah (dua kali), Asyhadu Anna
Muhammadan Rasulullah (dua kali) . Adam bertanya, Siapakah Muhammad itu? Jibril menjawab,
Cucumu yang paling terakhir dari kalangan terakhir.[HR.Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo
(2/323/2)]
Hadits ini dhoif (lemah) atau palsu karena ada seorang rawi dalam sanad-nya yang bernama
Muhammad bin Abdillah bin Sulaiman. Orang yang bernama seperti ini ada dua; yang pertama
dipanggil Al-Kufiy, orangnya majhul (tidak dikenal), sedang orang yang seperti ini haditsnya lemah.
Yang satunya lagi, dikenal dengan Al-Khurasaniy. Orang ini tertuduh dusta. Jika dia yang terdapat
dalam sanad ini, maka hadits ini palsu. Hadits ini di-dhoif-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam AdhDhoifah (403).
48: Keburukan ada 70 bagian; satu bagian pada jin dan manusia, dan 69 bagian pada orang-orang
Barbar.[HR. Yaqub bin Sufyan Al-Fasawiy dalam Al-Marifah wa At-Tarikh (2/489), Ath-Thobraniy
dalam Al-Ausath (8672), dan Ibnu Qoni dalam Mujam Ash-Shahabah].
Mengangkat dan merendahkan derajat suatu bangsa harus didasari oleh dalil dari Al-Quran dan
hadits. Hadits ini adalah hadits yang lemah menurut penilaian Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy dalam AsSilsilah Adh-Dhoifah (2535), karena dalam hadits ini terdapat dua penyakit: Inqitho (keterputusan)
antara Yazid bin Abi Habib dengan Abu Qois, dan terjadinya idhthirob (kesimpangsiuran) dari sisi
sanad akibat kelemahan seorang rawi yang bernama Abu Sholih (dikenal dengan Katib Al-Laits).
49: Sesungguhnya Nabi Idris dulu berteman dengan Malaikat Maut. Lalu ia pun meminta kepadanya
agar diperlihatkan surga dan neraka. Maka idris pun naik (ke langit), lalu Malaikat Maut
memperlihatkan neraka kepadanya. Lalu Idris kaget sehingga hampir pinsang. Maka Malaikat Maut
mengelilingkan sayapnya pada Idris seraya berkata, Bukankah engkau telah melihatnya? Idris
berkata, Ya, sama sekali aku belum pernah melihatnya seperti hari ini. Kemudian, Malaikat Maut
membawanya sampai ia memperlihatkan surga kepada Nabi Idris seraya masuk ke dalamnya.
Malaikat Maut berkata, Pergilah, sesungguhnya engkau telah melihatnya. Kemana?, tanya Idris.
Ke tempatmu semula, jawab Malaikat Maut. Tidak ! Demi Allah, aku tak akan keluar setelah aku
memasukinya, tukas Idris. Lalu dikatakanlah kepada Malaikat Maut, Bukankah engkau yang telah
memasukkannya? Sesungguhnya seorang yang telah memasukinya tidak boleh keluar darinya. [HR.
Ath-Thobroniy dalam Al-Mujam Al-Ausath (2/177/1/7406)]
Hadits ini adalah hadits maudhu (palsu), karena dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh dusta,
yaitu Ibrahim bin Abdullah bin Khalid Al-Mishshishiy. Sebab itu, hadits ini dicantumkan oleh Syaikh AlAlbaniy dalam kumpulan hadits-hadits palsu di dalam kitabnyaAdh-Dhoifah (339).
50: Sesungguhnya Allah telah menurunkan empat berkah dari langit ke bumi; maka Allah
menurunkan besi, api, air, dan garam.[HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/2/221)]
Hadits ini palsu , tak benar datangnya dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Dalam sanadnya
terdapat Saif bin Muhammad, seorang pendusta !! Karenanya, Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy
-rahimahullah- menyatakan hadits ini palsu dalam Adh-Dhoifah (3053).

51: Orang yang sering berjalan menuju masjid dalam kondisi gelap, mereka itu adalah orang yang
berada dalam rahmat Allah Azza wa Jalla-.[HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (779), Ibnu Adi dalam
Al-Kamil (1/281), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (17/456) & (52/18)]
Hadits ini adalah dhoif (lemah), karena ada dua rawi yang bermasalah dalam sanad-nya: Muhammad
bin Rofi, dan Ismail bin Iyasy. Walau Ismail tsiqah, namun jika ia meriwayatkan hadits dari selain
orang-orang Syam, maka haditsnya lemah!! Hadits ini ia riwayatkan dari Muhammad bin Rofi, seorang
penduduk Madinah. Ke-dhoif-an hadits ini telah ditegaskan oleh Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy dalam
Adh-Dhoifah (3059)
52: Sesungguhnya Allah -Taala- memiliki seorang malaikat yang memanggil setiap kali sholat,
Wahai anak Adam, bangkitlah menuju api (neraka) kalian yang telah kalian nyalakan bagi diri kalian,
maka padamkanlah api itu dengan sholat.[HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (9452) dan AshShoghir (1135), Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (3/42-43), dan lainnya]
Hadits ini lemah karena ada seorang rawi bernama Yahya bin Zuhair Al-Qurosyiy. Dia adalah seorang
majhul (tak dikenal). Olehnya, Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- melemahkan hadits ini dalam AdhDhoifah (3057)
53: Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Allah akan menjadikan kebutuhankebutuhan manusia kepadanya.[HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/95)]
Hadits ini palsu disebabkan oleh adanya rawi dalam sanad-nya yang bernama Yahya bin Syabib; dia
seorang pemalsu hadits. Karenanya Syaikh Al-Albaniy meletakkan hadits ini dalam Adh-Dhoifah
(2224)
54: Sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya, orang yang menghilangkan
(menghancurkan) akhiratnya dengan dunia orang lain.[HR. Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (2398),
dan Al-Baihaqiy dalam Syu'abul Iman (6938)]
Hadits ini adalah hadits dhoif (lemah), karena rawi yang bernama Syahr bin Hausyab, seorang jelek
hapalannya dan banyak me-mursal-kan hadits, dan Al-Hakam bin Dzakwan, seorang yang maqbul.
Intinya, hadits ini lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dhoifah
(2229)
55: Jika telah datang (lewat) 40 tahun pada diri seorang hamba, maka wajib baginya untuk takut
dan khawatir kepada Allah -Taala- .[HR. Ad-Dailamiy dalam Al-Firdaus (1/89)]
Hadits ini palsu karena ada rawi dalam sanad-nya yang bernama Ahmad bin Nashr bin Abdillah yang
dikenal dengan Adz-Dari. Dia adalah seorang pemalsu hadits, pendusta, dan dajjal. Karenanya, AlAlbaniy Al-Atsariy menyatakannya palsu dalam Adh-Dhoifah (2200)
56: Segala urusan penting yang tidak dimulai di dalamnya dengan alhamdulillah, maka urusan itu
akan terputus.[HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (1894)]
Hadits ini lemah karena ke-mursal-an yang terjadi pada sanad-nya sebagaimana yang dijelaskan oleh
Abu Dawud dalam Sunan-nya (2/677), dan Syaikh Al-Albaniy. Karenanya, Al-Albaniy melemahkan
hadits ini dalam Al-Irwa (2).
57: Di antara bentuk ketawadhuan, seorang mau meminum sisa minuman saudaranya. Barang siapa
yang meminum sisa minum saudaranya, karena mencari wajah Allah -Taala-, maka akan diangkat
derajatnya sebanyak 70 derajat, dan akan dihapuskan 70 kesalahan darinya, serta dituliskan baginya
70 derajat[HR.Ad-Dauqutniy sebagaimana dalam Al-Maudhu'at (3/40) karya Ibnul Juaziy].
Hadits ini adalah hadits yang palsu karena ada seorang rawi yang bernama Nuh bin Abi Maryam, dia
adalah seorang yang tertuduh dusta. Selain itu hadits ini semakin lemah karena Ibnu Juraij (seorang
rawi dalam hadits ini) adalah seorang yang mudallis, sedangkan ia meriwayatkannya secara
muananah (menggunakan lafadz dari). Demikian penjelasan Syaikh Al-Albaniy secara ringkas dalam
kitabnya Adh-Dhoifah (79).
58: Beruntunglah orang yang diamnya adalah tafakkur, pandangannya adalah ibroh, beruntunglah
orang yang mendapatkan istighfar yang banyak dalam catatan amalannya.[HR. Ad-Dailamiy dalam
Musnad Al-Firdaus (1/1/123)].
Hadits ini adalah dhoif karena dalam sanad-nya terdapat dua orang yang majhul (tidak dikenal), yaitu
Abul Khushaib Ziyad bin Abdurrahman, dan Husain bin Mansur Al-Asadiy Al-Kufiy dan juga seorang
yang lemah (Hibban ibnu Ali Al-Anaziy). Syaikh Al-Albaniy menghukumi hadits ini dhoif (lemah) dalam
Adh-Dhoifah (2519).
59: Seutama-utamanya makanan dunia dan akhirat adalah daging.[HR. Al-Uqoiliy dalam AdhDhu'afa' (1264)].

Hadits ini dihukumi dhoif jiddan oleh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy Al-Atsariy dalam
Adh-Dhoifah (2518), karena ada seorang rawi yang bernama Amr bin Bakr As-Saksakiy. Haditshaditsnya menyerupai hadits palsu. Sebab itu Al-Hafizh menggelarinya dengan matruk (ditinggalkan
karena biasa berdusta atas nama manusia). Selain itu, anaknya (Ibrahim bin Amr As-Saksakiy) yang
meriwayatkan darinya senasib dengan ayahnya.
60: Perbanyaklah dzikir kepada Allah dalam segala kondisi, karena tak ada suatu amalan yang lebih
dicintai oleh Allah -Taala- , dan lebih menyelamatkan seorang hamba dari segala kejelekan di dunia,
dan akhirat dibandingkan dzikir kepada Allah.[HR. Adh-Dhiya' Al-Maqdisiy dalam Al-Mukhtaroh
(7/112/1)]
Hadits ini palsu, karena Abu Abdir Rahman Asy-Syamiy. Dia adalah seorang pendusta seperti yang
dinyatakan oleh Al-Azdiy -rahimahullah-. Ada penguat bagi hadits ini dari riwayat Al-Baihaqiy,
sayangnya hadits ini juga palsu, karena ada rawi-nya bernama Marwan bin Salim Al-Ghifariy AlJazariy; dia adalah pendusta. Lihat rincian palsunya hadits ini dalam Adh-Dhoifah (2617).
61: Waspadalah terhadap dunia, karena ia lebih memperdaya dibandingkan Harut dan Marut.
Namun sayang, hadits ini adalah palsu, tak ada asalnya. Hadits ini disebutkan oleh Al-Ghozaliy dalam
Ihya Ulumuddin, padahal ia palsu. Al-Iroqiy dalam Takhrij Al-Ihya (3/177) menukil dari Adz-Dzahabiy
bahwa hadits ini mungkar, tak ada asalnya. Sebab itu, Al-Albaniy menempatkannya dalam AdhDhoifah (34) sebagai tempat bagi hadits palsu dan dhoif.
62: Barangsiapa yang adzan, maka dialah yang iqamat.[HR. Abud Dawud (514), At-Tirmidziy (199),
dan lainnya]
Hadits ini lemah karena berasal dari Abdurrahman bin Ziyad Al-Afriqiy. Dia lemah hapalannya. Sebab
itu, Al-Albaniy melemahkannya dalam Adh-Dhaifah (no. 35) dan Al-Irwa (237).
Syaikh Al-Albaniy berkata dalam Adh-Dhaifah (1/110), Di antara dampak negatif hadits ini, dia
merupakan sebab timbul perselisihan di antara orang-orang yang mau shalat, sebagaimana hal itu
sering terjadi. Yaitu ketika tukang adzan terlambat masuk mesjid karena ada udzur, sebagian orang
yang hadir ingin meng-iqamati shalat, maka tak ada seorang pun di antara mereka kecuali ia
menghalanginya seraya berhujjah dengan hadits ini. Orang miskin ini tidaklah tahu kalau haditsnya
lemah, tidak boleh mengasalkannya kepada Nabi SAW , terlebih lagi melarang orang bersegera
menuju ketaatan kepada Allah, yaitu meng-iqamati shalat.
63: Barangsiapa yang tidak mengenal imam (penguasa) di zamannya, maka ia mati seperti matinya
orang-orang jahiliyah.
Ahmad bin Abdul Halim Al-Harraniy berkata, Demi Allah, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallamtidaklah pernah mengatakan demikian . . .. [Lihat Adh-Dhoifah (1/525)]
Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata setelah menyatakan bahwa hadits ini tidak ada asalmuasalnya, Hadits ini pernah aku lihat dalam sebagian kitab-kitab orang-orang Syiah dan sebagian
kitab orang-orang Qodiyaniyyah (Ahmadiyyah). Mereka menjadikannya sebagai dalil tentang wajibnya
beriman kepada Nabi Palsu, Mirza Ghulam Ahmad. Andaikan hadits ini shahih, niscaya tidak ada
isyarat sedikit pun tentang sesuatu yang mereka sangka, paling tidak intinya kaum muslimin wajib
mengangkat seorang pemerintah yang akan dibaiat. [Lihat As-Silsilah Adh-Dhoifah (no. 350).
64: Agama adalah akal pikiran, Barangsiapa yang tidak ada agamanya, maka tidak ada akal
pikirannya.[HR. An-Nasa`iy dalam Al-Kuna dari jalurnya Ad-Daulabiy dalam Al-Kuna wa Al-Asma
(2/104) dari Abu Malik Bisyr bin Ghalib dan Az-Zuhri dari Majma bin Jariyah dari pamannya]
Hadits ini adalah hadits lemah yang batil karena ada rawinya yang majhul, yaitu Bisyr bin Gholib.
Bahkan Ibnu Qayyim -rahimahullah- berkata dalam Al-Manar Al-Munif (hal. 25), Hadits yang
berbicara tentang akal seluruhnya palsu.
Oleh karena itu, Syaikh Al-Albaniy berkata, Di antara hal yang perlu diingatkan bahwa semua hadits
yang datang menyebutkan keutamaan akal adalah tidak shahih sedikit pun. Hadits-hadits tersebut
berkisar antara lemah dan palsu. Sungguh aku telah memeriksa, diantaranya hadits yang dibawakan
oleh Abu Bakr Ibnu Abid Dunya dalam kitabnya Al-Aql wa Fadhluh, maka aku menemukannya
sebagaimana yang telah aku utarakan, tidak ada yang shahih sama sekali. [Lihat Adh-Dhiifah (1/54)]
65: Mengusap tengkuk merupakan pelindung dari penyakit dengki.
An-Nawawiy berkata dalam Al-Majmu (1/45), Ini adalah hadits palsu, bukan sabda Nabi -Shallallahu
alaihi wa sallam-.
Syaikh Al-Albaniy berkata, Hadits ini palsu. [Lihat Adh-Dhoifah (1/167)]

Dari sini, kita mengetahui tentang tidak disyariatkannya mengusap tengkuk ketika berwudhu, karena
tidak ada hadits yang shahih menetapkannya. Adapun hadits ini sebagaimana yang anda lihatmerupakan hadits palsu. Jadi, tidak boleh diamalkan dan dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu
hukum.
66: dari Anas bin Malik, Ketika Fatimah bintu Asad bin Hasyim ibunda Ali radhiallahu anhu wafat,
maka dia mengajak Usamah bin Zaid, Abu Musa Al Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak
hitam untuk menggali liang kubur. Setelah selesai, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam masuk dan
berbaring di dalamnya, kemudian beliau berkata:
Allah adalah Zat yang menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Hidup dan tidak mati, ampunilah
bibiku Fatimah binti Asad. Ajarkanlah padanya hujjahnya dan luaskanlah tempat tinggalnya yang baru
dengan hak nabi-Mu dan hak para nabi sebelumku, karena sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang
Maha Penyayang
Al Allamah Al Muhaddits Al Albani berkata, Hadits ini tidak mengandung targhib (anjuran untuk
melakukan suatu amalan yang ditetapkan syariat) dan tidak pula menjelaskan keutamaan amalan
yang telah ditetapkan dalam syariat. Sesungguhnya hadits ini hanya memberitahukan permasalahan
seputar boleh atau tidak boleh, dan seandainya hadits ini shahih, maka isinya menetapkan suatu
hukum syari. Sedangkan kalian (para penyanggah -pent) menjadikannya sebagai salah satu dalil
bolehnya tawassul yang diperselisihkan ini. Maka apabila kalian telah menerima kedhaifan hadits ini,
maka kalian tidak boleh berdalil dengannya. Aku tidak bisa membayangkan ada seorang berakal yang
akan mendukung kalian untuk memasukkan hadits ini ke dalam bab targhib dan tarhib, karena hal ini
adalah sikap tidak mau tunduk kepada kebenaran, mengatakan sesuatu yang tidak pernah
dikemukakan oleh seluruh orang yang berakal sehat. (Lihat At Tawassul Anwauhu wa Ahkamuhu hal.
110 dan Silsilah Ahadits Addhaifah wal Maudluat (1/32) hadits nomor 23. Beliau telah menjelaskan
kelemahan hadits ini dan menjelaskan alasannya dengan rici, maka merujuklah ke buku tersebut).
67: Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dengan hak orang-orang yang berdoa kepadaMu, dan aku meminta kepada-Mu dengan hak perjalananku ini. Sesungguhnya aku tidaklah keluar
dengan sombong dan angkuh, tidak pula dengan riya dan sumah. Aku keluar agar terbebas dari
murka-Mu dan untuk mencari ridlo-Mu, maka aku meminta kepada-Mu untuk membebaskanku dari
api neraka dan mengampuni dosa-dosaku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni
dosa kecuali Engkau. Maka Allah akan menyambutnya dengan wajah-Nya dan 70000 malaikat akan
memohonkan ampun baginya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (778), Ahmad (3/21) dan hadits ini
telah didhaifkan Al Allamah Al Albani dalam Silsilah Ahadits Adhdhoifah (1/34) dan dalam At
Tawassul hal. 99).
Syaikh Fuad Abdul Baqi berkata dalam Az Zawaaid, Sanad hadits ini berisi rentetan para perawi yang
lemah, yaitu Athiyyah adalah Al Aufi, Fadlil ibn Mirzaq dan Al Fadl ibnul Muwaffiq. Mereka semua
adalah rawi yang dhaif.
68: ketika Adam melakukan kesalahan, dia berkata: Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu
dengan hak Muhammad agar Engkau mengampuniku. Maka Allah berfirman, Wahai Adam,
bagaimana engkau mengenal Muhammad, padahal Aku belum menciptakannya? Adam berkata,
Wahai Tuhanku, ketika Engkau menciptakanku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ruh ke dalam
diriku, aku mengangkat kepalaku, maka aku melihat tiang-tiang arsy tertuliskan Laa ilaaha illallah
Muhammadun rasulullah, maka aku tahu bahwa Engkau tidak menghubungkan sesuatu kepada
nama-Mu, kecuali makhluk yang paling Engkau cintai, kemudian Allah berfirman, Aku telah
mengampunimu, dan sekiranya bukan karena Muhammad tidaklah aku
menciptakanmu (Diriwayatkan oleh Al Hakim (2/615) (2/3, 32/2) dan Al Hakim berkata: Shahihul
Isnad akan tetapi Adz Dzahabi menyalahkan beliau dengan perkataannya: Aku berkata, bahkan hadits
ini maudhu, Abdurrahman sangat lemah, dan Abdullah ibn Muslim Al Fahri tidak diketahui jati

dirinya.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, Periwayatan Al Hakim terhadap hadits ini termasuk yang
diingkari oleh para ulama, karena sesungguhnya diri beliau sendiri telah berkata dalam kitab Al
Madkhal ilaa Marifatish Shahih Minas Saqim, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkan dari
ayahnya beberapa hadits palsu yang dapat diketahui secara jelas oleh pakar hadits yang menelitinya
bahwa dialah yang membuat hadits-hadits tersebut. Aku (Ibnu Taimiyah) katakan, Dan
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam adalah perawi dhaif (lemah) dan banyak melakukan kesalahan
sebagaimana kesepakatan mereka (ahli hadits). (Qoidah Jalilah fit Tawassul hal 69).
Al Allamah Al Albani berkata, Kesimpulannya sesungguhnya hadits ini Laa Ashla Lahu (tidak berasal)
dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan tidak salah menghukuminya dengan batil sebagaimana
penilaian dua orang Al Hafizh, Adz Dzahabi dan Al Asqalani sebagaimana telah dinukil dari keduanya.
(Silsilah Ahadits Addhaifah 1/40).
69: Tidak ada hari yang paling dicintai Allah untuk diibadahi pada hari itu selain 10 hari di (awal)
bulan Dzulhijjah, pahala puasa pada setiap harinya senilai dengan pahala puasa sepanjang tahun, dan
sholat pada setiap malamnya senilai dengan sholat pada malam Lailatul Qadar ( hadits dhoif ) Abu
Isa (At Tirmidzi) berkata, Hadits ini gharib tidak diketahui selain dari hadits Masud bin Washil, dari
An Nahas, (dst), dan didhaifkan Syaikh Al Albani dalam Dhaif Sunan Ibnu Majah(1728) no. 377
akan tetapi terdapat perbedaan lafazh dalam hadits ini, lihat Al Misykat (1471), Dhaif Jamiush
Shaghir (5161), dan Dhaif At Targhib no. 123,Silsilah Adh Dhaifah 5142
70: Barangsiapa yang berpuasa di 10 (hari awal Dzulhijjah) baginya tiap hari seperti pahala puasa
sebulan penuh, pahala puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah) senilai dengan puasa setahun penuh, dan
pahala puasa Arafah (9 Dzulhijjah) senilai pahala puasa selama dua tahun ( hadits palsu ),
Ibnu Hibban berkata, Jelas sekali nampak kedustaan di dalamnya hingga tidak perlu lagi dijelaskan
derajat haditsnya lihat Al Maudhuat karya Ibnul Jauzi (2/112), dan Al Fawaid Al Majmuat Kitab Ash
Shiyam hadits no. 30, At Tanzih Asy Syariah Al Marfuat (2/187)
71: Puasa di 10 hari awal Dzulhijjah pahalanya senilai dengan puasa 100 tahun, hari kedua
(Dzulhijjah) senilai puasa 200 tahun, puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah) pahalanya senilai 1000 tahun,
dan puasa Arafah (9 Dzulhijjah) senilai 2000 tahun.
Tidak shahih, lihat Tadzkiratul Maudhuat (119), Mausuah Al Ahadits wa Al Atsar Ad Dhaifah wa Al
Maudhuat 13434
72: Puasa hari Tarwiyah menjadi kafarah (penghapus dosa pent) satu tahun, dan puasa hari
Arafah menjadi kafarah dua tahun ( hadits Maudhu ), lihat Dhaif Al Jami no. 3501, Irwaul
Ghalil 4/121
73: Adalah (Nabi shallallaahu alahi wa sallam) biasa berpuasa pada kesembilan hari di bulan
Dzulhijjah, hari Asyura, tiga hari setiap bulannya, hari Senin pada setiap awal bulan, dan hari Kamis
dan Senin setelah Jumat kedua ( hadits dhaif ), Az Zailai berkata hadist ini dhaif. Lihat Dhaif Al
Jami no. 4570
74: Tidak ada hari yang lebih utama di sisi Allah dan tidak ada amal yang dikerjakan di waktu
tersebut yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla daripada hari ini yaitu 10 hari di awal bulan
Dzulhijjah- maka perbanyaklah kalian bertahlil dan bertakbir mengingat Allah di dalamnya. Amal di
bulan ini dilipatgandakan 700 kali ( hadits dhaif ), didhaifkan oleh Al Albani dalam Dhaif At Targhib
wa At Tarhib 1/364
75: Allah Azza wa Jalla telah memilih satu waktu, dan waktu yang paling Allah Azza wa Jalla cintai
ialah Dzulhijjah, dan waktu yang paling Allah Azza wa Jalla cintai di bulan Dzulhijjah ialah sepuluh
hari awal ( hadits dhaif ) di dhoifkan oleh Ibnu Adi, dan Ibnu Rajab di Lathaiful Maarif 467
76: Dari Al AuzaI rahimahullah beliau berkata, Telah sampai kepadaku bahwasanya amal di
sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah pahalanya seperti berperang di jalan Allah, siang harinya diisi
dengan puasa dan malam harinya dengan giat (beribadah), kecuali seseorang yang telah dikhususkan

dengan syahadah (mati syahid). Telah menceritakan kepadaku dengan hadits ini seorang dari Bani
Makhzum, dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam.
Didhaifkan Al Albani dalam Dhaif At Targhib dan At Tarhib 1/365 dan makna hadits ini shahih dengan
lafadz selain ini (yaitu berpuasa di siang harinya dan giat beribadah di malam harinya) lihat Shahih
Ibnu Hibban 3853
77: Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi shallallaahu alaihi wa sallam : Puasa hari
Asyura (10 Muharram pent), 10 hari di awal Dzulhijjah, tiga hari di setiap bulan, dan dua rakaat
sebelum matahari terbit hadits didhaifkan oleh Al Albani dalam Al Irwa (4/111), Shahih wa Dhaif
Sunan An NasaI 2416
78: Adalah Nabi shallallaahu alaihi wa sallam biasa mengatakan pada hari-hari di sepuluh awal
Dzulhijjah, Setiap hari pahalanya seperti 1000 hari dan pada hari Arafah, Pahalanya 10 kali lipat dari
hari seperti ini didhaifkan oleh Al Albani dalam Dhaif At Targhib wa At Tarhib 1/365
79: Ada seorang pemuda yang biasa memperdengarkan (nyanyian) dan setiap nampak hilal bulan
Dzulhijjah ia berpuasa, maka Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam diutus kepadanya dan berkata,
Apa yang membuatmu berpuasa pada hari-hari ini?. Ia menjawab, Demi ayah dan ibuku wahai
Rasulullah, sesungguhnya inilah hari-hari Masyair dan Haji, aku berharap Allah Azza wa Jalla
menyertakanku dalam doa mereka. Kemudian Nabi berkata kepadanya, Setiap harinya (engkau
berpuasa pent) senilai dengan pahala membebaskan 100 budak, kemudian 100 budak tersebut
menjadi penunjuk jalan ke Baitullah, dan 100 kuda betina yang mereka kendarai di jalan Allah jika itu
hari Tarwiyah, senilai dengan 1000 budak, dan 1000 unta, dan 1000 kuda yang mereka kendarai di
jalan Allah jika itu hari Arafah, senilai dengan 2000 budak dan 2000 unta, dan 2000 yang mereka
kendarai di jalan Allah, dan puasa dua tahun sebelumnya, dan puasa dua tahun setelahnya.
hadits palsu, sebagaimana dalam Al Maudhuat (2/111), Laali (2/107), At Tanzih Asy
Syariah 2/148, dan Al Fawaid Al Majmuah (95)
80: Di hari pertama bulan Dzulhijjah Allah mengampuni Adam dan barangsiapa yang berpuasa pada
hari tersebut Allah akan mengampuni seluruh dosanya Di hari kedua Allah mengabulkan doa
sayyidina Yusuf, dan barangsiapa yang berpuasa di hari itu pahalanya seperti beribadah kepada Allah
setahun penuh dan tidak bermaksiat walau sekejap mata Di hari ketiga Allah mengabulkan doa
Zakaria, dan barangsiapa yang berpuasa pada hari itu Allah akan mengabulkan doanya Di hari
keempat lahir sayyidina Isa alaihissalam, dan barangsiapa berpuasa pada hari itu Allah akan
menghilangkan kefakiran darinya dan pada hari kiamat ia akan dikumpulkan bersama As Safarat Al
Kiram (malaikat yang mulia pent)Di hari kelima lahirlah Musa alaihissalam, dan barangsiapa
berpuasa pada hari itu ia akan dibebaskan dari sifat munafik dan adzab kubur Di hari keenam Allah
membukakan sayyidina Muhammad alaihis sholatu wassalam kebaikan, dan barangsiapa berpuasa
pada hari itu Allah akan melihatnya dengan rahmat-Nya dan ia tidak akan diadzab Di hari ketujuh
ditutup pintu-pintu jahannam, dan barangsiapa berpuasa pada hari itu Allah akan tutup baginya 30
pintu kesulitan dan Allah bukakan baginya 30 pintu kebaikan Di hari kedelapan yang disebut juga
dengan hari Tarwiyah, barangsiapa berpuasa pada hari itu akan diberi balasan yang tidak diketahui
oleh siapapun kecuali Allah Di hari kesembilan yaitu hari Arafah barangsiapa berpuasa pada hari itu
Allah akan mengampuni dosanya selama setahun sebelumnya, dan setahun sesudahnya Di hari
kesepuluh yaitu Idul Adha, di dalamnya terdapat qurban, penyembelihan, dan pengaliran darah
(hewan qurban), Allah akan mengampuni dosa anak-anaknya (yaitu orang yang berpuasa tadi pent).
Barangsiapa yang member makan orang mukmin dan bershadaqah Allah akan mengutus baginya
pada hari kiamat, keamanan dan timbangannya lebih berat dari Gunung Uhud
Hadits ini tidak ada asalnya, namun banyak tersebar di forum-forum internet
81: Barangsiapa berpuasa pada hari ke-28 Dzulhijjah, akan dituliskan baginya pahala puasa 60
bulan hadits dhaif, lihat Silsilah Al Ahadits Adh Dhaifah 10/594

82: Adalah Nabi shallallaahu alaihi wa sallam jika beliau terlewat beberapa hari di bulan Ramadhan,
beliau mengqadhanya di sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah hadits dhaif. Silsilah Al Ahadits Adh
Dhaifah 12/989
83: Abdurrazzaq meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada shahabat Jabir bin `Abdilla alAnshariy radhiyallahu `anhu, dia mengatakan: Saya bertanya: Wahai Rasulullah, Demi bapak dan
ibu saya sebagai tebusan bagimu, kabarkan kepada saya tentang makhluk yang pertama Allah
ciptakan sebelum Dia menciptakan selainnya. Beliau menjawab: Wahai Jabir, makhluk yang pertama
Allah ciptakan adalah cahaya Nabimu yang Dia ciptakan dari cahaya-Nya. Kemudian Dia menjadikan
cahaya tersebut berputar dengan kuat sesuai dengan kehendak-Nya. Belum ada saat itu lembaran,
pena, surga, neraka, malaikat, nabi, langit, bumi, matahari, bulan, jin, dan juga manusia. Ketika Allah
hendak menciptakan, Dia membagi cahaya tersebut menjadi 4 bagian. Kemudian, Allah menciptakan
pena dari bagian cahaya yang pertama; lembaran dari bagian cahaya yang kedua; dan `Arsy dari
bagian cahaya yang ketiga. Selanjutnya, Allah membagi bagian cahaya yang keempat menjadi 4
bagian lagi. Lalu, Allah menciptakan (malaikat) penopang `Arsy dari bagian cahaya yang pertama;
Kursi dari bagian cahaya yang kedua; dan malaikat yang lainnya dari bagian cahaya yang ketiga. [di
akhir hadits beliau mengatakan] Beginilah permulaan penciptaan Nabimu, ya Jabir
Syaikh Dr. Shadiq Muhammad Ibrahim (salah seorang yang telah melakukan penelitian
terhadap hadits ini) mengatakan: Semua kitab-kitab sufi yang terdapat di dalamnya hadits ini, tidak
ada yang menyebutkan sanad dari hadits tersebut. Mereka hanya menyebutkan bahwa hadits ini
diriwayatkan oleh `Aburrazzaq. Saya telah mencarihadits tersebut dalam kitab-kitab yang ditulis oleh
`Abdurrazzaq dan saya tidak menemukan hadits tersebut.
`Abdullah al-Ghamariy (seorang pakar hadits) mengatakan: Hadits tersebut merupakan
hadits maudhu` (palsu). Bersamaan dengan itu, hadits tersebut juga tidak terdapat dalam
kitab Mushannaf `Abdurrazzaq, Tafsir-nya, dan tidak juga dalam Jami`-nya. Maka shahabat Jabir
bin `Abdullah radhiyallahu `anhu (perawi hadits menurut mereka) berlepas diri dari
menyampaikan hadits tersebut. Demikian juga `Abdurrazzaq, dia tidak pernah menulis hadits tersebut
(dalam kitabnya). Orang yang pertama menyampaikan hadits ini adalah Ibnu Arabi. Saya tidak tahu
dari mana dia mendapatkannya.
84: Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar. Para sahabat bertanya:
Apakah jihad yang besar itu? Beliau bersabda: Jihadnya hati melawan hawa nafsu
Menurut Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (2/6) hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Az
Zuhd. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Takhrijul Kasyaf (4/114) juga mengatakan hadits ini diriwayatkan
oleh An Nasai dalam Al Kuna.
Hadits ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam di Majmu Fatawa (11/197),
juga oleh Al Mulla Ali Al Qari dalam Al Asrar Al Marfuah(211). Al Albani dalam Silsilah Adh
Dhaifah (2460) mengatakan hadits ini Munkar.
85: Dari Malik Ad Dar -beliau adalah bendahara Umar- dia berkata, Pada zaman pemerintahan Umar
manusia ditimpa kemarau, maka seorang lelaki mendatangi kuburan Nabi shallallahu alaihi wa
sallam, dan berkata, Wahai Rasulullah, mohonlah kepada Allah untuk menurunkan hujan pada
umatmu, karena sesungguhnya mereka telah binasa, kemudian orang tersebut bermimpi dan
dikatakan kepadanya: Pergilah ke Umar (Disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul
Baari 2/397. Al Allamah Al Albani berkata dalam At Tawassul hal. 131, Atsar ini dhaif dikarenakan
Malik Ad Daar itu majhul).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata (Qoidah Jalilah fit Tawassul wal Wasilah hal. 19-20), Nabi
shallallahu alaihi wa sallam dan para nabi sebelum beliau tidak pernah mensyariatkan untuk berdoa
kepada malaikat, para nabi, dan orang shalih serta meminta syafaat dengan perantaraan mereka,
baik setelah kematian mereka dan juga tatkala mereka gaib (yakni mereka tidak berada di hadapan
kita walaupun masih hidup -pent). Maka seseorang tidak boleh mengatakan, Wahai malaikat Allah

syafaatilah aku di sisi Allah, mintalah kepada Allah agar menolong kami dan memberi rezeki kepada
kami atau menunjuki kami. Dan demikian pula tidak boleh dia mengatakan kepada para nabi dan
orang shalih yang telah mati, Wahai nabi Allah, wahai wali Allah, berdoalah kepada Allah untukku,
mintalah kepada Allah agar memaafkanku. Juga seseorang tidak boleh mengucapkan, Aku adukan
kepadamu dosa-dosaku atau kekurangan rezekiku atau penguasaan musuh atasku atau aku adukan
kepadamu si Fulan yang telah menzhalimiku. Tidak boleh pula dia mengatakan, Aku adalah
tamumu, aku adalah tetanggamu, atau engkau melindungi setiap orang yang meminta perlindungan
padamu.
86: Dari Abul Jauza Aus bin Abdillah, dia berkata, Penduduk Madinah pernah mengalami kemarau
yang sangat dahsyat, kemudian mereka mengadu kepada Aisyah, maka dia berkata: Pergilah ke
kubur nabi shallallahu alaihi wa sallam kemudian buatlah lubang yang menghadap ke langit sehingga
antara kubur dan langit tidak terhalang oleh atap. Mereka berkata, Mari kita melakukannya. Maka
hujan lebat mengguyur kami, sehingga rumput tumbuh lebat dan unta-unta menjadi gemuk dan
menghasilkan lemak. Maka saat itu disebut Tahun Limpahan (Dikeluarkan oleh Ad Darimi (1/56)
nomor 92. Al Allamah Al Albani berkata dalam At Tawassulhal 139: Dan (atsar) ini sanad(nya) dhaif
tidak dapat digunakan sebagai hujjah.
87: Dari Ali bin Maimun, dia berkata, Aku mendengar Asy Syafii (Imam Syafii -pent)
berkata, Sungguh aku akan bertabarruk dengan Abu Hanifah, dan aku mendatangi kuburnya di
setiap hari -yakni beliau berziarah ke kuburnya-. Maka jika aku memiliki hajat, aku melakukan shalat
dua rakaat dan aku mendatangi kuburannya kemudian aku memohon kepada Allah taala agar
mengabulkan hajatku di samping kuburannya, dan tak lama berselang hajatku pun terkabul Hikayat
ini diriwayatkan oleh Al Khatib Al Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (1/123) dari jalur Umar bin Ishaq
bin Ibrahim, dia berkata: Ali bin Maimun memberitakan kepada kami, dia berkata, Aku mendengar
Asy Syafii mengatakan hal itu. (yakni riwayat di atas -pent).
Al Allamah Al Albani berkata dalam Silsilah Ahadits Adhdhaifah wa Al Maudhuat 1/31: Riwayat ini
dhaif bahkan (riwayat yang) bathil.
Ibnul Qoyyim berkata dalam Ighatsatul Lahfan 1/246, Hikayat yang dinukil dari Imam Syafii -bahwa
beliau berdoa di samping kuburan Abu Hanifah- merupakan suatu kedustaan yang nyata.
Al Allamah Al Muhaddits Al Albani berkata dalam Silsilah Ahadits Adhdhaifah wa Al Maudhuat (1/31)
hadits nomor 22, Riwayat ini dhaif (lemah), bahkan bathil. Karena sesungguhnya Umar bin Ishaq bin
Ibrahim tidak dikenal, dan tidak pernah disebut dalam kitab-kitab yang membahas tentang perawi
hadits sedikit pun. Jika yang dimaksud Umar bin Ishaq adalah Amru bin Ishaq bin Ibrahim bin Hamid
As Sakan Abu Muhammad At Tunisi, maka Al Khatib telah menyebutkan biografinya dan menyebutkan
bahwasanya dia adalah penduduk Bukhara yang mendatangi Baghdad tahun 341 Hijriah dalam rangka
hendak berhaji, dan beliau (Al Khatib) tidak menyebutkan jarh (celaan) dan tadil (rekomendasi) atas
orang ini dalam kitabnya, maka orang ini statusnya majhul hal. Mustahil jika yang dimaksudkan
adalah orang ini, karena Syaikhnya yakni Ali bin Maimun wafat pada tahun 247 Hijriah -berdasarkan
pendapat yang paling jauh-, sehingga kematian keduanya berjarak sekitar 100 tahun, maka mustahil
dia menjumpai Syaikhnya tersebut. Kesimpulannya, riwayat ini dhaif dan tidak ada bukti yang
menunjukkan keshahihannya.
88: Dari Anas bin Malik, Ketika Fatimah bintu Asad bin Hasyim ibunda Ali radhiallahu anhu wafat,
maka dia mengajak Usamah bin Zaid, Abu Musa Al Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak
hitam untuk menggali liang kubur. Setelah selesai, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam masuk dan
berbaring di dalamnya, kemudian beliau berkata:
Allah adalah Zat yang menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Hidup dan tidak mati, ampunilah
bibiku Fatimah binti Asad. Ajarkanlah padanya hujjahnya dan luaskanlah tempat tinggalnya yang baru
dengan hak nabi-Mu dan hak para nabi sebelumku, karena sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang
Maha Penyayang

Al Allamah Al Muhaddits Al Albani berkata, Hadits ini tidak mengandung targhib (anjuran untuk
melakukan suatu amalan yang ditetapkan syariat) dan tidak pula menjelaskan keutamaan amalan
yang telah ditetapkan dalam syariat. Sesungguhnya hadits ini hanya memberitahukan permasalahan
seputar boleh atau tidak boleh, dan seandainya hadits ini shahih, maka isinya menetapkan suatu
hukum syari. Sedangkan kalian (para penyanggah -pent) menjadikannya sebagai salah satu dalil
bolehnya tawassul yang diperselisihkan ini. Maka apabila kalian telah menerima kedhaifan hadits ini,
maka kalian tidak boleh berdalil dengannya. Aku tidak bisa membayangkan ada seorang berakal yang
akan mendukung kalian untuk memasukkan hadits ini ke dalam bab targhib dan tarhib, karena hal ini
adalah sikap tidak mau tunduk kepada kebenaran, mengatakan sesuatu yang tidak pernah
dikemukakan oleh seluruh orang yang berakal sehat. (Lihat At Tawassul Anwauhu wa Ahkamuhu hal.
110 dan Silsilah Ahadits Addhaifah wal Maudluat (1/32) hadits nomor 23. Beliau telah menjelaskan
kelemahan hadits ini dan menjelaskan alasannya dengan rinci, maka merujuklah ke buku tersebut).
89:: Dari Umayyah ibn Abdillah ibn Khalid ibn Usaid, ia berkata:Rasulullah pernah meminta
kemenangan dengan (bantuan) orang-orang melarat dari kaum Muhajirin (Diriwayatkan Ath Thabrani
dalam Al Kabir 1/269 dan disebutkan oleh At Tabrizi dalam Misykatul Mashabih 5247 dan Al Qurthubi
dalam Tafsir-nya 2/26; Dalam Al Istiab 1/38, Ibnu Abdil Barr berkata, Menurutku tidaklah benar
kalau Umayyah ibn Abdillah adalah seorang sahabat Nabi, sehingga hadits di atas adalah hadits yang
mursal. Al Hafizh dalam Al Ishobah 1/133 berkata, Umayyah bukanlah sahabat Nabi dan tidak
memiliki riwayat yang kuat. Al Albani dalam At Tawassul hal. 111 mengatakan, Pokok permasalahan
dalam hadits tersebut adalah status Umayyah. Tidak terbukti bahwa beliau adalah salah seorang
sahabat, sehingga status hadits tersebut adalah hadits mursal dhaif.)
Al Allamah Al Albani berkata, Hadits ini dhaif sehingga tidak dapat digunakan sebagai
hujjah. Kemudian beliau berkata, Seandainya hadits ini shahih, maka hadits ini semakna dengan
hadits Umar, yaitu Umar meminta hujan dengan perantaraan doa Al Abbas, paman Nabi shallallahu
alaihi wa sallam dan hadits orang buta (seorang lelaki buta yang meminta kepada Nabi shallallahu
alaihi wa sallam untuk mendoakannya kepada Allah agar penglihatannya dikembalikan), yaitu
bertawassul dengan doa orang shalih (yang masih hidup-pent). (At Tawassul Anwauhu wa
Ahkamuhu hal 112).
Al Munawi berkata dalam Faidlul Qadir (5/219), (Rasulullah) pernah meminta kemenangan
maksudnya meminta kemenangan dalam peperangan sebagaimana firman Allah taala:
Jika kalian (orang-orang musyrikin) meminta kemenangan, maka telah datang kemenangan
kepadamu. (QS. Al Anfaal: 19)
Az Zamakhsyari mengatakan yang dimaksud dengan meminta bantuan, yakni meminta kemenangan
dengan orang-orang melarat dari kaum Muhajirin, yaitu dengan doa kaum fakir yang tidak memiliki
harta dari kalangan Muhajirin.
90: Dari Abdullah ibn Masud dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau berkata,
Hidupku baik bagi kalian, kalian bisa menyampaikan hadits dan akan ada hadits yang disampaikan
dari kalian. Dan kematianku adalah kebaikan bagi kalian, amal-amal kalian akan dihadapkan
kepadaku, jika aku melihat kebaikan aku memuji Allah karenanya dan jika aku melihat keburukan,
aku akan memohon ampun kepada Allah bagi kalian (Diriwayatkan oleh An Nasai 1/189, Ath
Thabrani dalam Mujamul Kabir 3/81/2, Abu Nuaim dalam Akhbaru Ashbahan 2/205 dan Ibnu Asakir
9/189/2 dan Al Albani telah melemahkan hadits ini dalam Silsilah Ahadits Adhdhaifah wal
Maudhuat 2/404).
Al Allamah Al Albani berkata, sesudah menyebutkan beberapa perkataan ulama tentang hadits
ini, Kesimpulannya, bahwa hadits ini dhaif dengan seluruh jalur periwayatannya, dan yang paling
baik dari semua jalur tersebut adalah hadits mursal dari Bakr bin Abdil Muththallib Al Muzani, dan
hadits mursal termasuk kategori hadits dhaif menurut para muhaddits. Adapun hadits dari Ibnu
Masud maka hadits itu khotho (salah), dan yang terburuk dari beberapa jalan jalur periwayatan

hadits ini adalah hadits Anas dengan dua jalur periwatannya. (Silsilah Ahadits Adhdhaifah wal
Maudluat 2/404-406).
91:: Mushab bin Abdillah berkata: Ismail bin Yaqub At Taimi menceritakan kepadaku, ia berkata,
Suatu ketika Ibnul Munkadir sedang duduk-duduk bersama murid-muridnya. Tiba-tiba lidahnya kaku
tak dapat berbicara. Beliau pun berdiri lalu meletakkan dagunya di atas makam Nabi Shallallahualaihi
Wasallam lalu kembali. Murid-muridnya menyalahkan perbuatan beliau tersebut. Beliau pun
berkata,Yang menimpaku tadi adalah suatu bahaya. Ketika aku menemui bahaya aku biasa beristianah (memohon pertolongan) kepada makam Nabi Shallallahualaihi Wasallam
Kisah ini dibawakan oleh:
Pertama: Adz Dzahabi dalam Siyar Alamin Nubala (9/437)
Kedua: Adz Dzahabi dalam Tarikh Al Islami (2/456) terbitan web alwarraq.com, dengan sanad yang
sama, namun terdapat sedikit perbedaan redaksi: Ketika aku menemui bahaya aku biasa beristighatsah kepada makam Nabi Shallallahualaihi Wasallam
Ketiga: As Samhudi, dalam Wafa-u Al Wafa Bi Akhbari Daari Al Musthafa (4/218), dengan sanad yang
sama, namun terdapat sedikit perbedaan redaksi: Ketika aku menemui bahaya yang demikian aku
biasa ber-istisyfa (meminta kesembuhan) kepada makam Nabi Shallallahualaihi Wasallam
Status Perawi
Pertama: Mushab bin Abdillah
Nama lengkapnya Abu Abdillah Mushab bin Abdillah bin Mushab bin Tsabit Al Zubairi Al Madini. Ibnu
Hajar Al Asqalani berkata: Tsiqah (Tahdzib At Tahdzib, 10/147). Adz Dzahabi berkata: Ash
Shaduuq (Siyar Alaamin Nubala, 21/32). Al Baihaqi men-tsiqah-kannya (Siyar Alaamin Nubala,
21/32). Abu Hatim dan Ibnu Main menulis hadits darinya (Al Jarh Wat Tadil, 8/309).
Kedua: Ismail bin Yaqub At Taimi
Abu Hatim Ar Razi berkata: Dhaful Hadits (Al Jarh Wat Tadil, 2/204). Ibnu Hajar berkata: Lahu
hikaayatun munkarah (Lisaanul Mizan, 1/185). Adz Dzahabi berkata: Fiihi Layyin (2/456). Semua
ini adalah lafadz-lafadz pelemahan. Memang Ibnu Hajar berkata: Ibnu Hibban men-tsiqah-kannya
(Lisaanul Mizan, 1/185). Namun Ibnu Hibban di kalangan peneliti hadits telah dikenal akan sikapnya
yang terlalu bermudah-mudah menetapkan status tsiqah(baca:mutasaahil). Para peneliti hadits
seperti Adz Dzahabi, Ibnu Qattan, Abu Hatim dan yang lainnya menerapkan kaidah: Jika hanya Ibnu
Hibban seorang diri yang memberi status tsiqah pada seorang rawi, maka disimpulkan status rawi
tersebut adalah majhul ain. Lihat penjelasan lengkap tentang masalah ini padaBuhuts Fil
Musthalah (1/288) karya Dr. Mahir Yasin Al Fahl.
Kualitas Riwayat
Dari keterangan di atas, maka jelaslah bahwa riwayat tersebut dhaif karena dhaif-nya Ismail bin
Yaqub At Taimi. Hal ini diperkuat dari keterangan dari Adz Dzahabi, karena setelah membawakan
riwayat tersebut dalam Tarikh Al Islami (2/456) beliau berkata, Ismail: fiihi layyin (Ismail bin
Yaqub terdapat kelemahan).
Andaikan kisah ini shahih pun -dan nyatanya tidak- perbuatan Ibnul Munkadir, seorang tabiin,
bukanlah dalil, bukan alasan yang dapat melegalisasikanistianah (meminta pertolongan) kepada
kuburan.
92: Apabila malam nisfu Syaban, maka shalatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang
harinya. Sesungguhnya Allah turun ke langit bumi pada saat itu ketika matahari terbenam, kemudian
Dia berfirman: Adakah orang yang meminta ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya?
Adakah orang yang meminta rizki maka Aku akan memberinya rizki? Adakah orang yang mendapat
cobaan maka Aku akan menyembuhkannya? Adakah yang begini, dan adakah yang begini, hingga
terbit fajar. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan dalam sanadnya terdapat Abu Bakr bin
Abdillah bin Muhammad bin Abi Saburoh Al Qurosyi Al Aamiri Al Madani. Ada yang menyebut
namanya adalah Abdullah, ada yang mengatakan pula Muhammad. Disandarkan pada kakeknya

bahwa ia dituduh memalsukan hadits, sebagaimana disebutkan dalam At Taqrib. Adz Dzahabi
dalam Al Mizan mengatakan, Imam Al Bukhari dan ulama lainnya mendhoifkannya. Anak Imam
Ahmad, Abdullah dan Sholih, mengatakan dari ayahnya, yaitu Imam Ahmad berkata, Dia adalah
orang yang memalsukan hadits. An Nasai mengatakan, Ia adalah perowi yang matruk (dituduh
dusta). [Berarti hadits ini di antara maudhu dan dhoif]
93: Sesungguhnya Allah akan menampakkan (turun) di malam Nishfu Syaban kemudian
mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan
saudaranya (HR. Ibnu Majah no. 1390). Penulis Tuhfatul Ahwadzi berkata, Hadits ini munqothi
(terputus sanadnya). [Berarti hadits tersebut dhoif].
94: Suatu saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan shalat malam, beliau shalat dan
memperlama sujud sampai aku menyangka bahwa beliau telah tiada. Tatkala aku memperhatikan hal
itu, aku bangkit sampai aku pun menggerakkan ibu jarinya. Beliau pun bergerak dan kembali. Ketika
beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan merampungkan shalatnya, beliau mengatakan, Wahai
Aisyah (atau Wahai Humairo), apakah kau sangka bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah
mengkhianatimu? Aku menjawab, Tidak, demi Allah. Wahai Rasulullah, akan tetapi aku sangka
engkau telah tiada karena sujudmu yang begitu lama. Beliau berkata kembali, Apakah engkau tahu
malam apakah ini? Aku menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Beliau berkata, Malam ini
adalah malam Nishfu Syaban. Sesungguhnya Allah azza wa jalla turun pada hamba-Nya pada malam
Nishfu Syaban, lantas Dia akan memberi ampunan ampunan pada orang yang meminta ampunan dan
akan merahmati orang yang memohon rahmat, Dia akan menjauh dari orang yang pendendam
Dikeluarkan oleh Al Baihaqi. Ia katakan bahwa riwayat ini mursal jayyid. Kemungkinan pula bahwa Al
Alaa mengambilnya dari Makhul. [Hadits mursal adalah hadits yang dhoif karena terputus sanadnya]
95: Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nishfu Syaban. Dia pun mengampuni
seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhanAl Mundziri dalam At
Targhib setelah menyebutkan hadits ini, beliau mengatakan, Dikeluarkan oleh At Thobroni dalam Al
Awsath dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga oleh Al Baihaqi. Ibnu Majah pun
mengeluarkan hadits dengan lafazh yang sama dari hadits Abu Musa Al Asyari. Al Bazzar dan Al
Baihaqi mengeluarkan yang semisal dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu anhu dengan sanad yang
tidak mengapa. Demikian perkataan Al Mundziri. Penulis Tuhfatul Ahwadzi lantas mengatakan, Pada
sanad hadits Abu Musa Al Asyari yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah terdapat Lahiah dan dia dinilai
dhoif. [Hadits ini adalah hadits yang dhoif]
96: Bulan Ramadhan bergantung di antara langit dan bumi. Tidak ada yang dapat mengangkatnya
kecuali zakat fithri Hadits ini disebutkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/157). Al Albani
mendhaifkan hadits ini dalam Dhaif At Targhib (664), dan Silsilah Ahadits Dhaifah (43).
Yang benar, jika dari hadits ini terdapat orang yang meyakini bahwa puasa Ramadhan tidak diterima
jika belum membayar zakat fithri, keyakinan ini salah, karena haditsnya dhaif. Zakat fithri bukanlah
syarat sah puasa Ramadhan, namun jika seseorang meninggalkannya ia mendapat dosa tersendiri.
97: Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu: berbohong, ghibah, namimah,
melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsuHadits ini diriwayatkan oleh Al Jauraqani
di Al Abathil (1/351), oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (1131)
Hadits ini adalah hadits palsu, sebagaimana dijelaskan Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (1131), Al Albani
dalam Silsilah Adh Dhaifah (1708).
Yang benar, lima hal tersebut bukanlah pembatal puasa, namun pembatal pahala puasa.
98: Barangsiapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang halal, para
malaikat bershalawat kepadanya selama bulan Ramadhan dan Jibril bershalawat kepadanya di malam
lailatul qadar Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (1/300), Al Baihaqi
di Syuabul Iman (3/1441), Ibnu Adi dalam Al Kamil Adh Dhuafa (3/318), Al Mundziri dalam At
Targhib Wat Tarhib (1/152)

Hadits ini didhaifkan oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (2/555), As Sakhawi dalam Maqasidul
Hasanah (495), Al Albani dalam Dhaif At Targhib (654)
99: Siapa yang membaca surat Yasin dalam suatu malam, maka ketika ia bangun pagi hari diampuni
dosanya dan siapa yang membaca surat Ad-Dukhan pada malam Jumat maka ketika ia bangun pagi
hari diampuni dosanya (Ibnul Jauzi, Al-Maudhuat, 1/247). Hadits ini Palsu. Ibnul Jauzi mengatakan,
hadits ini dari semua jalannya adalah batil, tidak ada asalnya. Imam Daruquthni berkata: Muhammad
bin Zakaria yang ada dalam sanad hadits ini adalah tukang memalsukan hadits. (Periksa: AlMaudhuat, Ibnul Jauzi, I/246-247, Mizanul Itidal III/549, Lisanul Mizan V/168, Al-Fawaidul
Majmuaah hal. 268 No. 944).
100: Tidak seorang pun akan mati, lalu dibacakan Yasin di sisinya (maksudnya sedang naza)
melainkan Allah akan memudahkan (kematian itu) atasnya Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam kitab Akhbaru Ashbahan I :188. Dalam sanad hadits ini
terdapat Marwan bin Salim Al Jazari. Imam Ahmad dan Nasai berkata, ia tidak bisa dipercaya. Imam
Bukhari, Muslim dan Abu Hatim berkata, ia munkarul hadits. Kata Abu Arubah Al Harrani, ia sering
memalsukan hadits. (Periksa: Mizanul Itidal IV : 90-91).
101: Siapa yang membaca surat Yasin pada malam hari karena mencari keridhaan Allah, niscaya
Allah mengampuni dosanya Hadits ini Lemah.Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya Mujamul
Ausath dan As-Shaghir dari Abu Hurairah, tetapi dalam sanadnya ada rawi Aghlab bin Tamim. Kata
Imam Bukhari, ia munkarul hadits. Kata Ibnu Main, ia tidak ada apa-apanya (tidak kuat).
(Periksa: Mizanul Itidal I:273-274 dan Lisanul Mizan I : 464-465).
102: Siapa yang terus menerus membaca surat Yasin pada setiap malam, kemudian ia mati maka ia
mati syahid Hadits ini Palsu. Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mujam Shaghir dari Anas,
tetapi dalam sanadnya ada Said bin Musa Al-Azdy, ia seorang pendusta dan dituduh oleh Ibnu Hibban
sering memalsukan hadits. (Periksa: Tuhfatudz Dzakirin, hal. 340, Mizanul Itidal II : 159-160, Lisanul
Mizan III : 44-45).
103: Siapa yang membaca surat Yasin pada permulaan siang (pagi hari) maka akan diluluskan
semua hajatnya Hadits ini Lemah. Ia diriwayatkan oleh Ad-Darimi dari jalur Al-Walid bin Syuja. Atha
bin Abi Rabah, pembawa hadits ini tidak pernah bertemu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Sebab ia
lahir sekitar tahun 24H dan wafat tahun 114H.
(Periksa: Sunan Ad-Darimi 2:457, Misykatul Mashabih, takhrij No. 2177, Mizanul Itidal III:70
dan Taqribut Tahdzib II:22).
104: Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia membaca Al-Quran dua kali (Hadits
Riwayat Baihaqi dalam Syuabul Iman). Hadits ini Palsu.
(Lihat Dhaif Jamiush Shaghir, No. 5801 oleh Syaikh Al-Albani).
105: Siapa yang membaca surat Yasin di pagi hari maka akan dimudahkan (untuknya) urusan hari
itu sampai sore. Dan siapa yang membacanya di awal malam (sore hari) maka akan dimudahkan
urusannya malam itu sampai pagi Hadits ini Lemah. Hadits ini diriwayatkan Ad-Darimi 2:457 dari
jalur Amr bin Zararah. Dalam sanad hadits ini terdapat Syahr bin Hausyab. Kata Ibnu Hajar: Ia banyak
memursalkan hadits dan banyak keliru. (Periksa: Taqrib I:355, Mizanul ItidalII:283).
106: Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang akan mati di antara kamu Hadits ini
Lemah.Diantara yang meriwayatkan hadits ini adalah Ibnu Abi Syaibah (4:74 cet. India), Abu Daud
No. 3121. Hadits ini lemah karena Abu Utsman, di antara perawi hadits ini adalah seorang yang
majhul (tidak diketahui), demikian pula dengan ayahnya. Hadits ini juga mudtharib (goncang
sanadnya/tidak jelas).
107: Barang siapa yang shalat seratus rakaat pada malam nishfu syaban dari bulan syaban, ia
baca pada setiap rakaat sesudah Al-Fatihah: Qulhu 10X, maka tidak ada seorangpun yang shalat
seperti itu melainkan Allah kabulkan semua hajat yang ia minta pada malam itu .. Hadits ini palsu
(Lihat Al-Maudhuat karya Imam Ibnul Jauzi) dan menjadi sumber dalam peringatan malam nishfu

syaban, memberatkan umat dengan sesuatu yang tidak pernah diajarkan Rasulullah. Dan beliau
sendiri tidak pernah mengucapkan perkataan ini!
108: Nuaim bin Hammad berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Umar, dari Ibnu Lahiah, ia
berkata; Telah menceritakan kepadaku Abdul Wahhab bin Husain, dari Muhammad bin Tsabit AlBunani, dari ayahnya, dari Al-Harits Al-Hamdani, dari Ibnu Masud radhiallahu anhu, dari
Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: Bila telah muncul suara di bulan Ramadhan, maka
akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, kabilah-kabilah saling bermusuhan (perang antar suku, pent)
di bulan Dzul Qadah, dan terjadi pertumpahan darah di bulan Dzul Hijjah dan Muharram. Kami
bertanya: Suara apakah, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Suara keras di pertengahan bulan
Ramadhan, pada malam Jumat, akan muncul suara keras yang membangunkan orang tidur,
menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, para gadis keluar dari pingitannya, pada malam Jumat
di tahun terjadinya banyak gempa. Jika kalian telah melaksanakan shalat Subuh pada hari Jumat,
masuklah kalian ke dalam rumah kalian, tutuplah pintu-pintunya, sumbatlah lubang-lubangnya, dan
selimutilah diri kalian, sumbatlah telinga kalian. Jika kalian merasakan adanya suara menggelegar,
maka bersujudlah kalian kepada Allah dan ucapkanlah: Mahasuci Allah Al-Quddus, Mahasuci Allah AlQuddus, Rabb kami Al-Quddus, kerana barangsiapa melakukan hal itu, niscaya ia akan selamat,
tetapi barangsiapa yang tidak melakukan hal itu, niscaya akan binasa.Hadits ini diriwayatkan oleh
Nuaim bin Hammad di dalam kitab Al-Fitan I/228, No.638, dan Alauddin Al-Muttaqi Al-Hindi di dalam
kitab Kanzul Ummal, No.39627).
Hadits ini derajatnya palsu (maudhu), karena di dalam sanadnya terdapat beberapa perawi hadits
yang pendusta dan bermasalah sebagaimana diperbincangkan oleh para ulama hadits.

Anda mungkin juga menyukai