Anda di halaman 1dari 3

Tugas Review Jurnal

Jan Roi Purba


100906058
Imu Politik
CHINA'S 'TWO KOREAS' POLICY: ACHIEVEMENTS AND CONTRADICTIONS
School of History, Philosophy, Political Science and International Relations at the Victoria
University of Wellington
David Hundt

Dalam jurnal ini akan menyoroti prestasi dan juga kontradiksi yang melekat pada dua
korea yaitu kebijakan China terhadap Korea Utara dan Korea Selatan. Dimana kedua negara
Korea didukung oleh negara adikuasa dalam memenuhi kepentingannya, yaitu Korea Utara dekat
dengan China sedangkan Korea Selatan dekat dengan Amerika Serikat. China telah
mempertahankan aliansi selama beberapa dekade dengan Korea Utara, dan juga mencapai
pemulihan hubungan dengan Korea Selatan.
Dalam jurnal yang ditulis oleh David Hundt ini, mencoba menjelaskan persaingan antara
pengaruh China dengan Amerika Serikat dalam memasukkan pengaruhnya terhadap kedua
negara. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Amerika
Serikat dan China terutama dalam bidang ekonomi dan pertahanan. Kedua kekuatan besar ini
berusaha untuk menciptakan hubungan yang saling ketergantungan dalam proses mempercepat
kerjasama. China yang merupakan kekuatan di Asia Timur memiliki kebijakan yang paling
komperhensif terhadap kedua negara khususnya Korea Selatan, dimana pengaruh Amerika
Serikat di negara ini cukup besar. China mengantisipasi pengaruh tersebut dengan memperbesar
peran mereka di organisasi North-East Asia yang mengandung unsur kepentingan politik yang
strategis substansial.
Hegemoni yang dilancarkan kedua negara sangat terlihat jelas, dimana China membatasi
ruang gerak Amerika di Asia Timur, begitu juga dengan Amerika berusaha masuk ke wilayah

Korea Utara (posisi Amerika sebagai anggota tetap dewan keamanan PBB mempermudah
mereka masuk ke Korea Utara dengan kewenangan yang dimiliki) dengan membawa isu senjata
nuklir. Kesamaan dalam ideologi China dengan Korea Utara mendorong semakin eratnya
hubungan kedua negara ini dalam enam dekade terakhir.
Terbukti dari perang antara Korea Utara dengan Korea Selatan, China berusaha
menyelamatkan Korea Utara dengan memperkuat hubungan bilateral. Selain itu, pengorbanan
yang dilakukan China yakni mengirimkan relawan ke Korea Utara. Akan tetapi, bantuan yang
diberikan oleh China tidak sepenuhnya diterima oleh Korea Utara, dikarenakan pada tahun 1990an China membuat keputusan untuk membangun hubungan diplomatik dengan Korea Selatan.
Hubungan diplomatik ini memunculkan kekhawatiran Korea Utara, dimana ada ketakutan DPRK
dikendalikan oleh China. China beranggapan bahwa Korea Utara telah menyinggung inti
kepentingan China. China menentang dan mengutuk setiap tindakan yang akan merusak
stabilitas di regional.
Spekulasi tentang transisi kepemimpinan baru di Korea Utara mempersulit upaya China
untuk menyelesaikan krisis nuklir secara damai, dan ini merupakan ujian berat dalam kecakapan
diplomatik China. Deklarasi yang diadakan di China pada bulan Juni 2008 membahas tentang
nuklir Korea Utara tidak memuaskan Amerika Serikat, yang menuntut verifikasi dari upaya
terakhir Korea Utara memperoleh kapasitas nuklir. Korea Utara menggunakan tuntutan Amerika
sebagai dalih untuk berhenti dalam pembicaraan bilateral di akhir 2008. Korea Utara
menunjukkan kemampuannya dengan meluncurkan rudal antar benua pada maret 2009. Dilain
pihak, pemerintahan Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Obama berupaya menarik
pemerintahan Korea Utara untuk melakukan perundingan. Namun, Korea Utara tampaknya tidak
ingin membuat konsesi terhadap pencegahan nuklirnya, dimana mereka beranggapan senjata
nuklir tersebut hanya untuk kepentingan keamanan nasional.
Upaya bersama China untuk mengatasi krisis nuklir setidaknya merupakan rencana
strategis yang bersumber dari keyakinan China bahwa semenanjung Korea yang damai dan stabil
sangat penting untuk menciptakan stabilitas, dan keamanan dan pembangunan China. Namun
upaya China menimbulkan kekhawatiran bahwa proliferasi nuklir dapat memicu konflik dengan
Amerika Serikat. Akibatnya, perbedaan antara kenijakan Amerika Serikat dan China terhadap

Korea Utara secara bertahap mulai menyempit, dan kini berada di bidang strategi dan bukan
tujuan.
Bukti yang muncul, China sepakat dengan Amerika Serikat bahwa Korea Utara harus
dikenakan sanksi atas industri nuklirnya. Namun, China berupaya untuk merebut inisiatif dalam
menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara. China berusaha meminimalkan kemungkinan
serangan militer Amerika terhadap Korea Utara, dimana China enggan ikut terlibat dalam
kemungkinan tersebut.
Korea Utara cenderung membuat konsesi yang paling menguntungkan selama negosiasi
dengan Amerika Serikat. Misalnya, pemerintahan Bush yang menegosiasikan ketentuan
penghancuran reaktor nuklir Yongbyon pada Juli 2008. Pada saat yang sama Amerika Serikat
meningkatkan mitra diplomatik ke Korea Selatan pada saat hubungan China dengan Korea
Selatan menurun.
Hubungan ekonomi merupakan hal yang rumit antara China dan Dua Korea. Seiring
perkembangan kebangkitan ekonomi China, kedua Korea menyadari pertumbuhan ekonomi
mereka didasari dari ketergantungan ekonomi dari China. China adalah mitra dagang terbesar
Korea Utara, seperti dalam bidang energi dan bahan makanan. China bertujuan untuk menopang
Korea Utara melalui perdagangan dengan mengadopsi sistem ekonomi China. Begitu juga
dengan Korea Selatan, China merupakan mitra perdagangan terbesar melampaui Amerika Serikat
pada tahun 2004. Korea Selatan tampaknya akan menggunakan perjanjian perdagangan bebas
(FTA) sebagai sarana mengurangi efek potensi merugikan integrasi ekonomi dengan China.
Konflik antara Korea Utara dengan Korea Selatan tidak hanya didasari oleh persaingan
industri pertahanan negara, namun juga didasari oleh persaingan hegemoni dua kekuatan besar
antara China dan Amerika Serikat, dimana terdapat beberapa kepentingan politik yang strategis
yang didapat dari kedua negara Korea tersebut. Konflik ini telah terjadi cukup lama, dan upayaupaya untuk mendamaikan telah diambil. Akan tetapi, kondisi objektif yang terjadi perjanjian
maupun deklarasi yang telah dilaksanakan tidak menunjukkan hasil yang positif dalam upaya
perdamaian kedua negara tersebut. Hal ini sangat beralasan dikarenakan kepentingan pihak asing
lebih dominan daripada kepentingan negara yang berkonflik.

Anda mungkin juga menyukai