: Pergolakan Batin Perempuan Papua : Kajian StrukturalFeminisme Novel Etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku
Dani karya Dewi Linggasari
A. Latar Belakang
Harapan manusia hidup di dunia antara lain adalah untuk mendapatkan keadilan
dan kedamaian. Namun, kenyataan yang ada hingga saat ini adalah peperangan,
penindasan, dan
ketidakadilan
semakin
merajalela.
Bentuk
peperangan,
penindasan, dan ketidakadilan pun semakin terlihat sangat rapi dan diperhalus.
Rapi dan diperhalus maksudnya yaitu pelaku semakin lebih berkuasa, lebih kuat,
lebih sewenang-wenang terhadap korban, dan korban menganggap bentuk-bentuk
penyiksaan dan penindasaan tersebut merupakan hal yang biasa, harus diterima
sewajarnya, bahkan dianggap sebagai takdir atau kodrat. Bentuk perang pun
sekarang bukan lagi sekadar perang antara penjajah dengan yang dijajah karena
kebutuhan rempah-rempah atau hasil kekayaan bumi, atau perang antarsuku.
Bahkan, perang dalam konteks kekinian lebih kritis, yaitu perang antara pemikiran
(ideologi), moral, tradisi, budaya, dan modernitas.
Di dalam kehidupan bermasyarakat, dikenal adanya pembedaan laki-laki
dan perempuan menurut biologis maupun sosial. Pembedaan secara biologis
disebut seks, dibedakan secara jenis kelamin dan kegunaan alat reproduksi.
Namun, ternyata manusia membedakan antara laki-laki dan perempuan bukan dari
segi biologis saja, tetapi juga dari perilaku, jenis pekerjaan, sifat-sifat yang
umumnya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, serta dari selera model dan
berbagai kebiasaan, adat atau kebudayaan suatu masyarakat. Jadi, ada pembagian
dan pembedaan laki-laki dan perempuan secara sosial yang dikonstruksi oleh
masyarakat. Konstruksi pembedaan sosial inilah yang disebut gender.
Gender adalah pembagian peran dan tanggung jawab laki-laki dan
perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya. Misalnya, keyakinan
bahwa laki-laki kuat, kasar dan rasional, sedangkan perempuan lemah, lembut,
dan emosional, bukanlah kodrat Tuhan, melainkan hasil sosialisasi melalui sejarah
panjang. Karena dalam kenyataannya ada perempuan yang kasar, kuat fisiknya,
dan rasional, sementara banyak sekali laki-laki yang lembut, emosional, dan
lemah. Pembagian peran, sifat, maupun watak perempuan dan laki-laki tersebut
dapat dipertukarkan, berubah dari masa ke masa, dari satu tempat ketempat dan
adat satu ke yang lain, dari satu kasta (kelas) ke kasta lain (Sitomurang, 2004: 2).
Pembedaan gender ini bersifat opresif ketika seseorang lahir pilihan
hidupnya telah ditentukan terlebih dahulu. Seorang bayi perempuan seolah-olah
ditakdirkan untuk menjadi penanggung jawab wilayah domestik, bersifat lemah
lembut, patuh, menarik, indah dan sebagainya. Tanpa disadari keluarga telah
menjadi tempat sosialisasi pembedaan gender untuk kali pertamanya. Melalui
keluarga, anak menyerap pemahaman secara berangsur-angsur terhadap rasa takut
dan prasangka. Benih-benih diskriminasi, dan seksisme ditanam lewat sikap orang
tua terhadap orang lain, melalui larangan-larangan atau teguran-teguran. Dari
sikap orang tua inilah secara tidak sadar telah menjadikan perempuan menjadi
suatu objek yang terlihat sangat wajar.
Objektivasi terhadap perempuan tidak hanya dalam keluarga, ketika
menjadi anak-anak saja, tetapi akan berlanjut ketika perempuan tersebut telah
menikah. Laki-laki sebagai suami telah menjadikan perempuan yang notabene
adalah istrinya sendiri menjadi objek yang selalu dia tindas. Para perempuan
Suku Dani, yakni ketidakadilan dan ketertindasan yang telah membelenggu hidup
mereka, sebagai akibat konstruksi sosial masyarakat lingkungan, harus segera
dihentikan. Hal ini yang melatarbelakangi penulis mengambil judul Pergolakan
Batin Perempuan Papua : Kajian Struktural-Feminisme Novel Etnografi Sali :
Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah sangat diperlukan dalam suatu penelitian, agar penelitian
tersebut tidak melenceng dari tujuan penelitian. Novel etnografi Sali: Kisah
Seorang Wanita Suku Dani (selanjutnya disebut SKSWSD) karya Dewi
Linggasari, sebagaimana telah penulis sebutkan sebelumnya adalah novel yang
menceritakan kisah perempuan Suku Dani dengan segala keterpurukannya dalam
kehidupan. Unsur patriarki yang masih mendominasi dan adat setempat yang
semakin membelenggu, meskipun sudah terjadi perubahan zaman di dalamnya.
Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis struktur cerita agar
menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya hasil analisis
struktur tersebut penulis manfaatkan untuk mendukung analisis feminisme dan
gender. Berdasarkan latar belakang dan uraian persoalan di atas, dapat penulis
rumuskan tiga permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana kaitan antarunsur struktur dalam novel etnografi Sali: Kisah
Seorang Wanita Suku Dani?
2. Bagaimana isu gender diungkapkan dalam novel etnografi Sali: Kisah
Seorang Wanita Suku Dani?
3. Bagaimana bentuk-bentuk stereotip dan isu kekerasan terhadap perempuan
diungkap dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani?
C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai penelitian ini
adalah:
1. Mengungkapkan kaitan antarunsur struktur dalam novel etnografi Sali:
Kisah Seorang Wanita Suku Dani.
2. Mengungkapkan isu gender dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang
Wanita Suku Dani.
3. Mengungkapkan bentuk-bentuk stereotip dan isu kekerasan terhadap
perempuan yang terungkap dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang
Wanita Suku Dani.
D. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian Sebelumnya
Novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari
bercerita tentang kehidupan perempuan suku Dani di Papua. Garis hidup yang
bernama adat telah meminggirkan segala hak akan kenyamanan hidup dan
menjalani segala pilihan dengan bebas. Setting waktu dalam novel ini adalah pada
masa orde baru, sampai dengan tumbangnya rezim, dan peradaban dimulai.
Perubahan zaman ternyata tidak berpengaruh pada kehidupan perempuan suku
Dani, penderitaan tetap mereka rasakan sepanjang hari. Selain adat yang
membelenggu, budaya patriarki pun masih sangat mendominasi suku Dani.
Berdasarkan Katalog Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro diketahui bahwa novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku
Dani belum pernah ada yang meneliti, tetapi pernah ditulis di sebuah blog di
internet (A Lil Me blog). Artikel A LiL Me blog belum dikatakan sebagai
penelitian, karena hanya menuliskan tentang resensi cerita saja, namun bisa
latar/pelataran, sarana cerita (judul, sudut pandang gaya dan nada) ) sebagai unsur
pembangun cerita yang membantu dalam pencitraan/penafsiran.
Penulis hanya menggunakan metode yang sama, yaitu menggunakan
unsur-unsur struktur untuk membantu dalam pencitraan/penafsiran, namun penulis
juga menggunakan teori gender untuk mengetahui ideologi yang terdapat dalam
novel etnografi Sali; Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
2. Landasan Teori
Untuk menganalisis permasalahan yang telah diuraikan di atas, diperlukan adanya
landasan teori yang tepat. Teori merupakan alat terpenting dari suatu ilmu
pengetahuan, tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja
(Koentjaraningrat, 1977: 19). Penulis menggunakan metode feminisme-gender
untuk meneliti novel etnografi SKSWSD, namun sebelumnya akan menggunakan
pendekatan struktural (mengupas unsur-unsur pembentuk karya sastra). Analisis
struktur dimaksudkan untuk meneliti novel etnografi SKSWSD secara lebih
cermat.
a. Teori Struktural
Menurut Hill yang dikutip oleh Pradopo, karya sastra adalah sebuah struktur yang
kompleks, oleh karena itu untuk dapat memahaminya haruslah karya satra
dianalisis. Dalam analisis itu karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya.
Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. hal ini
mengingat pendapat Hawkes melalui Pradopo bahwa karya sastra itu adalah
sebuah karya sastra yang utuh. Di samping itu, sebuah struktur sebagai kesatuan
yang utuh dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur
pembentuknya dan saling berhubungan di antaranya dengan keseluruhannya.
10
meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan
kedudukan serta derajat laki-laki (Djajanegara, 2000: 4).
Dalam ilmu sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sastra
feminisme, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisis kepada wanita
(Sugihastuti, 2000: 37). Kritik sastra feminisme menunjukkan bahwa pembaca
wanita membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya
(Showalter, 1985: 3). Jika selama ini sastra selalu berpihak kepada laki-laki, maka
melalui kritik sastra feminis setidaknya konsep tersebut dapat sedikit bergeser.
Konsep reading as woman (Culler, 1983: 43-64) kiranya semakin
memperkuat anggapan bahwa kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang
sastra dengan kesadaran khusus: kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak
berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan (Sugihastuti, 2000: 38).
Membaca sebagai wanita akan lebih demokratis dan tak berpihak kepada laki-laki
ataupun perempuan (Endraswawa, 2003: 14). Dalam konkretisasi karya ini, ada
kemungkinan satu karya sastra memperoleh makna yang bermacam-macam dari
berbagai kelompok pembaca wanita berpengaruh besar dalam pemahaman
maupun interprestasi sebuah karya sastra. Ini dapat juga dimengerti, bahwa kritik
sastra feminis berkaitan dengan teori resepsi pembaca, yang mempertimbangan
pembaca dalam proses pembacaan (Sugihastuti; 2000: 38).
c. Teori Gender
Menurut Sitomurang, Gender adalah pembagian peran dan tanggung jawab lakilaki dan perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya. Misalnya,
keyakinan bahwa laki-laki kuat, kasar dan rasional, sedangkan perempuan lemah,
lembut, dan emosional, bukanlah kodrat Tuhan, melainkan hasil sosialisasi
melalui sejarah panjang. Karena dalam kenyataannya ada perempuan yang kasar,
11
kuat fisiknya, dan rasional, sementara banyak sekali laki-laki yang lembut,
emosional, dan lemah. Pembagian peran, sifat, maupun watak perempuan dan
laki-laki tersebut dapat dipertukarkan, berubah dari masa ke masa, dari satu
tempat ketempat dan adat satu ke yang lain, dari satu kasta (kelas) ke kasta lain
(2004: 2).
Ketidakadilan yang ditimbulkan oleh perbedaan gender merupakan salah
satu
masalah
pendorong
lahirnya
feminisme.
Ketidakadilan
gender
12
DAFTAR PUSTAKA
A Lil Me blog. http://astutytuty.multiply.com/reviews/item/8
Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York : Hoit, Rinehart
and Winston.
13
14
15
ANA BUNGA
Terjemahan bebas (Adaptasi) dari puisi Kurt Schwittters, Anne Blumme
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
Oh kau Sayangku duapuluh tujuh indera
Kucinta kau
Aku ke kau ke kau aku
Akulah kauku kaulah ku ke kau
Kita ?
Biarlah antara kita saja
Siapa kau, perempuan tak terbilang
Kau
Kau ? - orang bilang kau - biarkan orang bilang
Orang tak tahu menara gereja menjulang
16
17
Lihat
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia
Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Telah kuhamparkan sajadah
Yang tak hanya nuju Kabah
tapi ikhlas mencapai hati dan darah
Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya
Maka aku girang-girangkan hatiku
Aku bilang:
Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janji-Nya
Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta
Maka walau tak jumpa denganNya
Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa
O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini
ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu
di ujung sisa usia
O usia lalai yang berkepanjangan
Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir
tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia
Maka pagi ini
Kukenakan zirah la ilaha illAllah
aku pakai sepatu sirathal mustaqim
aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat
18