Anda di halaman 1dari 18

TOPIK

: Pergolakan Batin Perempuan Papua : Kajian StrukturalFeminisme Novel Etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku
Dani karya Dewi Linggasari

A. Latar Belakang
Harapan manusia hidup di dunia antara lain adalah untuk mendapatkan keadilan
dan kedamaian. Namun, kenyataan yang ada hingga saat ini adalah peperangan,
penindasan, dan

ketidakadilan

semakin

merajalela.

Bentuk

peperangan,

penindasan, dan ketidakadilan pun semakin terlihat sangat rapi dan diperhalus.
Rapi dan diperhalus maksudnya yaitu pelaku semakin lebih berkuasa, lebih kuat,
lebih sewenang-wenang terhadap korban, dan korban menganggap bentuk-bentuk
penyiksaan dan penindasaan tersebut merupakan hal yang biasa, harus diterima
sewajarnya, bahkan dianggap sebagai takdir atau kodrat. Bentuk perang pun
sekarang bukan lagi sekadar perang antara penjajah dengan yang dijajah karena
kebutuhan rempah-rempah atau hasil kekayaan bumi, atau perang antarsuku.
Bahkan, perang dalam konteks kekinian lebih kritis, yaitu perang antara pemikiran
(ideologi), moral, tradisi, budaya, dan modernitas.
Di dalam kehidupan bermasyarakat, dikenal adanya pembedaan laki-laki
dan perempuan menurut biologis maupun sosial. Pembedaan secara biologis
disebut seks, dibedakan secara jenis kelamin dan kegunaan alat reproduksi.
Namun, ternyata manusia membedakan antara laki-laki dan perempuan bukan dari
segi biologis saja, tetapi juga dari perilaku, jenis pekerjaan, sifat-sifat yang
umumnya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, serta dari selera model dan
berbagai kebiasaan, adat atau kebudayaan suatu masyarakat. Jadi, ada pembagian

dan pembedaan laki-laki dan perempuan secara sosial yang dikonstruksi oleh
masyarakat. Konstruksi pembedaan sosial inilah yang disebut gender.
Gender adalah pembagian peran dan tanggung jawab laki-laki dan
perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya. Misalnya, keyakinan
bahwa laki-laki kuat, kasar dan rasional, sedangkan perempuan lemah, lembut,
dan emosional, bukanlah kodrat Tuhan, melainkan hasil sosialisasi melalui sejarah
panjang. Karena dalam kenyataannya ada perempuan yang kasar, kuat fisiknya,
dan rasional, sementara banyak sekali laki-laki yang lembut, emosional, dan
lemah. Pembagian peran, sifat, maupun watak perempuan dan laki-laki tersebut
dapat dipertukarkan, berubah dari masa ke masa, dari satu tempat ketempat dan
adat satu ke yang lain, dari satu kasta (kelas) ke kasta lain (Sitomurang, 2004: 2).
Pembedaan gender ini bersifat opresif ketika seseorang lahir pilihan
hidupnya telah ditentukan terlebih dahulu. Seorang bayi perempuan seolah-olah
ditakdirkan untuk menjadi penanggung jawab wilayah domestik, bersifat lemah
lembut, patuh, menarik, indah dan sebagainya. Tanpa disadari keluarga telah
menjadi tempat sosialisasi pembedaan gender untuk kali pertamanya. Melalui
keluarga, anak menyerap pemahaman secara berangsur-angsur terhadap rasa takut
dan prasangka. Benih-benih diskriminasi, dan seksisme ditanam lewat sikap orang
tua terhadap orang lain, melalui larangan-larangan atau teguran-teguran. Dari
sikap orang tua inilah secara tidak sadar telah menjadikan perempuan menjadi
suatu objek yang terlihat sangat wajar.
Objektivasi terhadap perempuan tidak hanya dalam keluarga, ketika
menjadi anak-anak saja, tetapi akan berlanjut ketika perempuan tersebut telah
menikah. Laki-laki sebagai suami telah menjadikan perempuan yang notabene
adalah istrinya sendiri menjadi objek yang selalu dia tindas. Para perempuan

tersebut tidak mendapatkan hak-haknya dalam bidang hukum, pemerintahan,


pendidikan, pekerjaan, maupun kesejahteraan hidupnya sendiri.
Sampai saat ini penindasan hadir dalam bentuk yang lebih elastis, tidak
semua kaum perempuan memahami dan menyadari penindasan tersebut.
Penindasan ini diciptakan secara struktural dan penguatan mitos-mitos kultural
perempuan. Perempuan seolah-olah disediakan untuk melayani keluarga
sepanjang hidupnya. Sebenarnya peran domestik perempuan berada di belakang
layar kebesaran kaum lelaki (Anshori, 1997: 5)
Isu kesetaraan perempuan dan laki-laki telah merebak dan menjadi
fenomena global. Yang melanggengkan hal ini adalah keduanya; perempuan dan
laki-laki, pihak perempuan menerima dan pihak laki-laki yang menghendakinya.
Semuanya bermula dari rumah/keluarga, sehingga menjadi fenomena global.
Berarti juga memberikan hambatan dalam kehidupan beragama, berkeluarga,
bermasyarakat, dan bernegara. Akibatnya, berbagai macam tindak kekerasan dan
berkuasanya ideologi patriarki mengungkung perempuan berabad-abad mulai
dipertanyakan dan dilawan.
Tindak kekerasan terhadap perempuan bukan hanya cerita, tetapi fakta.
Sampai sekarang masih terus berlangsung, terutama dalam lingkungan keluarga.
Dari bentuk-bentuk ketidakadilan hak dan kewajiban antara laki-laki dan
perempuan tersebut yang semakin membuat geram aktivis sosial di Eropa untuk
mempelopori gerakan pemberontakan. Gerakan yang sampai sekarang masih
diperjuangkan oleh kaum perempuan di dunia, dikenal dengan gerakan feminisme.
Dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi
Linggasari terdapat beberapa persoalan gender yang dihadapi para tokoh
perempuan terkait dengan adat yang membelenggu akibat budaya patriarki yang

masih mendominasi. Salah satu persoalan gender akibat belenggu budaya


patriarki tersebut adalah ketidakadilan. Ketidakadilan tersebut tidak saja dialami
tokoh utama perempuan, Liwa, tetapi juga dialami tokoh-tokoh perempuan
lainnya, antara lain: ibu kandung Liwa, ibu tiri yang mengasuhnya, dan
perempuan suku Dani lainnya.
Penyerahan Papua oleh Pemerintahan Belanda kepada pemerintahan
Indonesia dan Kristenisasi memasuki bumi Wamena, tidak menjamin perempuan
Suku Dani mendapatkan kesejahteraan. Tentara Nasional Indonesia (TNI)
memasuki tanah Wamena, Jayapura, untuk melindungi serangan musuh dari luar
juga untuk menjaga keamanan dari perang antarsuku. Peran laki-laki yang
sebelumnya adalah berperang, kemudian bergeser. Sebagian berkehendak
beradaptasi dengan modernisasi, menjadi subjek, sedangkan sebagian tetap
berpegang teguh pada adat setempat, menjadi objek. Adat yang tentunya sarat
dengan ketidakadilan kepada perempuan Suku Dani.
Ketimpangan tersebut merupakan persoalan besar bagi para perempuan
Suku Dani, ibu tiri Liwa lebih memilih tidak menikah lagi ketika suaminya
meninggal. Baginya kesendirian adalah bentuk perjuangan untuk mendapatkan
kemerdekaan atau kebebasan yang diimpikan sebelumnya. Begitu halnya dengan
Liwa yang melakukan perjuangannya dengan meninggalkan Sali (penutup
kemaluan perempuan) pada bebatuan, memberati tubuh dengan batu kemudian
menerjunkan diri ke dalam sungai Fugima untuk menjemput kebebasan yang
sesungguhnya (kebebasan abadi).
Peristiwa tersebut juga menyebabkan timbulnya pergolakan batin pada
tokoh Gayatri, seorang dokter muda dan modern yang bekerja di perkampungan
Suku Dani. Gayatri merasa bahwa apa yang selama ini dialami oleh perempuan

Suku Dani, yakni ketidakadilan dan ketertindasan yang telah membelenggu hidup
mereka, sebagai akibat konstruksi sosial masyarakat lingkungan, harus segera
dihentikan. Hal ini yang melatarbelakangi penulis mengambil judul Pergolakan
Batin Perempuan Papua : Kajian Struktural-Feminisme Novel Etnografi Sali :
Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah sangat diperlukan dalam suatu penelitian, agar penelitian
tersebut tidak melenceng dari tujuan penelitian. Novel etnografi Sali: Kisah
Seorang Wanita Suku Dani (selanjutnya disebut SKSWSD) karya Dewi
Linggasari, sebagaimana telah penulis sebutkan sebelumnya adalah novel yang
menceritakan kisah perempuan Suku Dani dengan segala keterpurukannya dalam
kehidupan. Unsur patriarki yang masih mendominasi dan adat setempat yang
semakin membelenggu, meskipun sudah terjadi perubahan zaman di dalamnya.
Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis struktur cerita agar
menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya hasil analisis
struktur tersebut penulis manfaatkan untuk mendukung analisis feminisme dan
gender. Berdasarkan latar belakang dan uraian persoalan di atas, dapat penulis
rumuskan tiga permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana kaitan antarunsur struktur dalam novel etnografi Sali: Kisah
Seorang Wanita Suku Dani?
2. Bagaimana isu gender diungkapkan dalam novel etnografi Sali: Kisah
Seorang Wanita Suku Dani?
3. Bagaimana bentuk-bentuk stereotip dan isu kekerasan terhadap perempuan
diungkap dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani?
C. Tujuan Penelitian

Bertolak dari rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai penelitian ini
adalah:
1. Mengungkapkan kaitan antarunsur struktur dalam novel etnografi Sali:
Kisah Seorang Wanita Suku Dani.
2. Mengungkapkan isu gender dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang
Wanita Suku Dani.
3. Mengungkapkan bentuk-bentuk stereotip dan isu kekerasan terhadap
perempuan yang terungkap dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang
Wanita Suku Dani.

D. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian Sebelumnya
Novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari
bercerita tentang kehidupan perempuan suku Dani di Papua. Garis hidup yang
bernama adat telah meminggirkan segala hak akan kenyamanan hidup dan
menjalani segala pilihan dengan bebas. Setting waktu dalam novel ini adalah pada
masa orde baru, sampai dengan tumbangnya rezim, dan peradaban dimulai.
Perubahan zaman ternyata tidak berpengaruh pada kehidupan perempuan suku
Dani, penderitaan tetap mereka rasakan sepanjang hari. Selain adat yang
membelenggu, budaya patriarki pun masih sangat mendominasi suku Dani.
Berdasarkan Katalog Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro diketahui bahwa novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku
Dani belum pernah ada yang meneliti, tetapi pernah ditulis di sebuah blog di
internet (A Lil Me blog). Artikel A LiL Me blog belum dikatakan sebagai
penelitian, karena hanya menuliskan tentang resensi cerita saja, namun bisa

menjadi penambahan pengetahuan bagi penulis. Tentang artikel tersebut penulis


akan menguraikannya dalam tinjauan pustaka.
Apabila pada akhirnya penulis berniat mengangkat novel etnografi SKSWSD
dengan penggabungan dua pendekatan/metode, yaitu struktural dan feminisme
untuk karya penulisan skripsi, selain karena berbagai alasan yang telah
dikemukakan, juga karena di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya UNDIP, penulis
belum menjumpai atau pun menemukan penelitian dengan objek dan pendekatan
yang sama. Namun demikian, khusus untuk penelitian tentang gender dan
perempuan, penulis berhasil menginventarisir karya ilmiah penulisan skripsi di
jurusan Sastra Indonesia UNDIP.
Penelitian yang mendapat perhatian penulis adalah skripsi Anies Widiyarti
yang berjudul Bicara Tentang Perempuan: Kebanggaan dan Keterpurukannya
(Analisis Struktural-Feminisme Kumpulan Cerpen Jangan Main-Main (dengan
Kelaminnu) Karya Djenar Maesa Ayu) (2006). Dalam analisisnya, Anies
mengambil keseluruhan cerpen dalam kumpulan cerpen JMMdK yang berjumlah
sebelas (11) cerpen. Menurut Anies kumpulan cerpen JMMdK sangat terbuka
dalam membicarakan dan menggambarkan seks, ditulis oleh seorang perempuan
yang tentunya berbeda apabila itu ditulis oleh seorang laki-laki. Anies
menggunakan pendekatan struktural untuk menghadirkan pencitraan/penafsiran
feminisme dalam kumpulan cerpen JMMdK karya Djenar Maesa Ayu.
Dari kilasan atau intisari penulisan skripsi tersebut, penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa dalam penelitian-penelitian yang membicarakan masalah
perempuan, gender, ataupun seks, bertujuan untuk mengungkap citra perempuan
dan aspirasi feminis dalam konteks atau pun lingkup yang sederhana. Anies
menggunakan unsur-unsur struktur (tema, tokoh/penokohan, alur/pengaluran,

latar/pelataran, sarana cerita (judul, sudut pandang gaya dan nada) ) sebagai unsur
pembangun cerita yang membantu dalam pencitraan/penafsiran.
Penulis hanya menggunakan metode yang sama, yaitu menggunakan
unsur-unsur struktur untuk membantu dalam pencitraan/penafsiran, namun penulis
juga menggunakan teori gender untuk mengetahui ideologi yang terdapat dalam
novel etnografi Sali; Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.
2. Landasan Teori
Untuk menganalisis permasalahan yang telah diuraikan di atas, diperlukan adanya
landasan teori yang tepat. Teori merupakan alat terpenting dari suatu ilmu
pengetahuan, tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja
(Koentjaraningrat, 1977: 19). Penulis menggunakan metode feminisme-gender
untuk meneliti novel etnografi SKSWSD, namun sebelumnya akan menggunakan
pendekatan struktural (mengupas unsur-unsur pembentuk karya sastra). Analisis
struktur dimaksudkan untuk meneliti novel etnografi SKSWSD secara lebih
cermat.
a. Teori Struktural
Menurut Hill yang dikutip oleh Pradopo, karya sastra adalah sebuah struktur yang
kompleks, oleh karena itu untuk dapat memahaminya haruslah karya satra
dianalisis. Dalam analisis itu karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya.
Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. hal ini
mengingat pendapat Hawkes melalui Pradopo bahwa karya sastra itu adalah
sebuah karya sastra yang utuh. Di samping itu, sebuah struktur sebagai kesatuan
yang utuh dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur
pembentuknya dan saling berhubungan di antaranya dengan keseluruhannya.

Unsur-unsur atau bagian-bagian lainnya dengan keseluruhannya (Pradopo, 2005:


108).
Sesuai pendapat Pradopo karya sastra merupakan suatu struktur yang
otonom yang dipahami bersama-sama unsur pembangunnya, maka yang sangat
penting diperhatikan sekarang adalah unsur-unsur pembangunnya. Sayuti
menyebutkan, elemen atau unsur-unsur yang membangun sebuah fiksi atau cerita
rekaan, novel termasuk di dalamnya, terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana
cerita. Fakta cerita terdiri atas tokoh, plot atau alur, dan setting atau latar. Sarana
cerita meliputi hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan
menata detil-detil cerita sehingga tercipta pola yang bermakna, seperti unsur
judul, sudut pandang, gaya dan nada, dan sebagainya (2000: 147).
b. Teori Feminisme
Secara leksikal, feminisme ialah gerakan perempuan yang menuntut persamaan
hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (Moeliono, 1988: 241).
Pengertian yang lain, feminisme ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan
perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial: atau kegiatan terorganisasi
yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan (Goefe, 1986: 837).
Tijsen mengistilahkan gerakan feminisme selalu berkaitan dengan
kewarganegaraan penuh, yaitu kesamaan hak-hak sipil, ekonomi, dan sosial
dengan laki-laki (melalui Turner, 2000: 246). Gerakan feminisme merupakan
perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil
menuju ke sistem yang adil bagi perempuan dan laki-laki (Fakih, 1996: 100).
Terminal perjuangan tidak hanya sampai pada emansipasi yang masih diartikan
sebagai persamaan hak laki-laki dan perempuan, tetapi sampai dengan keadilan
bagi seluruh umat manusia (Murniati, 1999: xii). Inti tujuan feminisme adalah

10

meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan
kedudukan serta derajat laki-laki (Djajanegara, 2000: 4).
Dalam ilmu sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sastra
feminisme, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisis kepada wanita
(Sugihastuti, 2000: 37). Kritik sastra feminisme menunjukkan bahwa pembaca
wanita membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya
(Showalter, 1985: 3). Jika selama ini sastra selalu berpihak kepada laki-laki, maka
melalui kritik sastra feminis setidaknya konsep tersebut dapat sedikit bergeser.
Konsep reading as woman (Culler, 1983: 43-64) kiranya semakin
memperkuat anggapan bahwa kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang
sastra dengan kesadaran khusus: kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak
berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan (Sugihastuti, 2000: 38).
Membaca sebagai wanita akan lebih demokratis dan tak berpihak kepada laki-laki
ataupun perempuan (Endraswawa, 2003: 14). Dalam konkretisasi karya ini, ada
kemungkinan satu karya sastra memperoleh makna yang bermacam-macam dari
berbagai kelompok pembaca wanita berpengaruh besar dalam pemahaman
maupun interprestasi sebuah karya sastra. Ini dapat juga dimengerti, bahwa kritik
sastra feminis berkaitan dengan teori resepsi pembaca, yang mempertimbangan
pembaca dalam proses pembacaan (Sugihastuti; 2000: 38).
c. Teori Gender
Menurut Sitomurang, Gender adalah pembagian peran dan tanggung jawab lakilaki dan perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya. Misalnya,
keyakinan bahwa laki-laki kuat, kasar dan rasional, sedangkan perempuan lemah,
lembut, dan emosional, bukanlah kodrat Tuhan, melainkan hasil sosialisasi
melalui sejarah panjang. Karena dalam kenyataannya ada perempuan yang kasar,

11

kuat fisiknya, dan rasional, sementara banyak sekali laki-laki yang lembut,
emosional, dan lemah. Pembagian peran, sifat, maupun watak perempuan dan
laki-laki tersebut dapat dipertukarkan, berubah dari masa ke masa, dari satu
tempat ketempat dan adat satu ke yang lain, dari satu kasta (kelas) ke kasta lain
(2004: 2).
Ketidakadilan yang ditimbulkan oleh perbedaan gender merupakan salah
satu

masalah

pendorong

lahirnya

feminisme.

Ketidakadilan

gender

termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yaitu marginalisasi atau


proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam
keputusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif,
kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta
sosialisasi ideologi nilai peran gender (Fakih, melalui Sugihastuti, 2007: 96)
E. Metode Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, serta teori yang
akan penulis gunakan dalam analisis, maka metode/pendekatan yang akan penulis
manfaatkan adalah metode/pendekatan struktural-feminisme dan gender. Yang
dimaksud metode/pendekatan struktural-feminisme adalah pendekatan yang
bersifat objektif, yaitu pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai
makhluk yang berdiri sendiri. Karya sastra bersifat otonom, terlepas dari alam
sekitarnya, pembaca, dan bahkan pengarangnya sendiri. Oleh karena itu, untuk
memahami sebuah karya sastra (novel), karya sastra (novel) itulah yang harus
dianalisis struktur intrinsiknya (Pradopo, 1995: 141). Pendekatan feminisme

12

adalah pendekatan yang digunakan untuk mengupayakan pemahaman kedudukan


dan peran perempuan yang tercermin dalam karya sastra.
Adapun yang dimaksud metode/pendekatan gender adalah pembagian
peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang ditetapkan masyarakat
maupun budaya. Pendekatan ini digunakan untuk mengungkapkan bentuk-bentuk
stereotip dan isu kekerasan terhadap perempuan dalam novel etnografi SKSWSD
karya Dewi Linggasari.
F. Sistematika Peneletian
Bab I merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang penulisan, rumusan
masalah, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematik
penelitian.
Bab II berupa tinjauan pustaka, yang mencakup penelitian sebelumnya dan
landasan teori yaitu teori strukural (tema, tokoh dan penokohan, alur dan
pengaluran, latar dan pelataran, judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada), dan
teori feminisme-gender.
Bab III adalah paparan analisis, yang menjelaskan proses analisis
struktural feminisme terhadap novel etnografi SKSWSD.
Bab IV adalah paparan analisis, yang menjelaskan proses analisis isu
gender dalam novel etnografi SKSWSD.
Bab V merupakan penutup, yang memuat simpulan hasil analisis bab-bab
sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
A Lil Me blog. http://astutytuty.multiply.com/reviews/item/8
Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York : Hoit, Rinehart
and Winston.

13

Anshori, Dadang S. dkk. 1997. Membincangkan Feminisme: Refleksi Muslimah


atas Peran Sosial Kaum Wanita. Bandung: Pustaka Hidayah.A
Anwar, Chairul. 2001. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Asrini, Asih. 2008. Perempuan yang Dipasung Hak-Haknya (Analisis Feminis
Naskah Monolog Mata, Kaki, dan Air Karya Ririrs K.Toha Sarumpet)
Skripsi S-1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Tidak
dipublikasikan.
Bandel, Katrin. 2006. Sastra, Perempuan, Seks. Yogyakarta: Jalasutra.
Brooks, Ann. 1997. Postfeminisme and Cultural Studies. Yogyakarta: Jalasutra.
Darmono. Ani M. Hasan. 2002. Menyelesaikan Skripsi dalam Satu Semester.
Jakarta: Gramedia.
Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Femini: Sebuah Pengantar. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
El Saadawi, Nawal. 2006. Perjalanan Mengelilingi Dunia. (diterjamahkan oleh
Harmoyo). Jakarta : Yayasan Obor.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epitomologi Model
Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:
MedPress.
Fakih, Mansour, 1996. Analisis Gender dan Tranformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Irwan, Zoeaini Djamal. 2009. Besarnya Eksploitasi Perempuan dan Lingkungan
di Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Jackson, Stevi dan Jackie Jones. 2009. Pengantar Teori-teori Feminisme
Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Linggasari, Dewi. 2007. Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani. Yogyakarta:
Kunci Ilmu.
Linggasari, Dewi. 2008. Wanita Asmat (Dimensi Potret Kehidupan). Yogyakarta:
Bigraf Publishing.

14

Murniati, A. Nunuk P. 2004. Getar Gender; Buku Pertama. Magelang:


Indonesiatera.
Noor, Redyanto. 2005. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo.
Poerwadarminta. W. J. S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2006. Kajian Budaya Feminis : Tubuh, Sastra,
dan Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra.
Prabasmoro, Aquarini Priyatna dan Nori Andriyani. 2000. Merefleksi
Feminisme dalam Perempuan Indonesia dalam Masyrakat yang Tengah
Berubah. (ed. Rahayu S. Hidayat dan Kristi Poerwandari). Program Studi
Kajian Wanita UI.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama
Medis.
Semi, Atar. 1993. Metodologi Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Situmorang, Sinta. dkk. 2004. Budhadarma dan Kesetaraan Gender. Jakarta:
Yasodhara Puteri.
Sugihastutik dan istna Hadi S. 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan: Praktik
Kritik Sastra Feminis. Yogtakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedis.
Tong, Rosemarie Putnam. 1998. Feminist Thought. Yogyakarta: Jalasutra.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. (Diterjamahkan oleh
Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.
Widiyarti, Anies. 2006. Bicara
Keterpurukannya (Analisis
Jangan Main-Main (dengan
Skripsi S-1 Fakultas Ilmu
dipublikasikan.

Tentang Perempuan: Kebanggan dan


Struktural-Feminisme Kumpulan Cerpen
Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu).
Budaya Universitas Diponegoro. Tidak

15

ANA BUNGA
Terjemahan bebas (Adaptasi) dari puisi Kurt Schwittters, Anne Blumme
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
Oh kau Sayangku duapuluh tujuh indera
Kucinta kau
Aku ke kau ke kau aku
Akulah kauku kaulah ku ke kau
Kita ?
Biarlah antara kita saja
Siapa kau, perempuan tak terbilang
Kau
Kau ? - orang bilang kau - biarkan orang bilang
Orang tak tahu menara gereja menjulang

16

Kaki, kau pakaikan topi, engkau jalan


dengan kedua
tanganmu
Amboi! Rok birumu putih gratis melipat-lipat
Ana merah bunga aku cinta kau, dalam merahmu aku
cinta kau
Merahcintaku Ana Bunga, merahcintaku pada kau
Kau yang pada kau yang milikkau aku yang padaku
kau yang padaku
Kita?
Dalam dingin api mari kita bicara
Ana Bunga, Ana Merah Bunga, mereka bilang apa?
Sayembara :
Ana Bunga buahku
Merah Ana Bunga
Warna apa aku?
Biru warna rambut kuningmu
Merah warna dalam buah hijaumu
Engkau gadis sederhana dalam pakaian sehari-hari
Kau hewan hijau manis, aku cinta kau
Kau padakau yang milikau yang kau aku
yang milikkau
kau yang ku
Kita ?
Biarkan antara kita saja
pada api perdiangan
Ana Bunga, Ana, A-n-a, akun teteskan namamu
Namamu menetes bagai lembut lilin
Apa kau tahu Ana Bunga, apa sudah kau tahu?
Orang dapat membaca kau dari belakang
Dan kau yang paling agung dari segala
Kau yang dari belakang, yang dari depan
A-N-A
Tetes lilin mengusapusap punggungku
Ana Bunga
Oh hewan meleleh
Aku cinta yang padakau!
1999
Catatan: Terjemahan Anna Blume dikerjakan untuk panitia peringatan Kurt
Schwitters, Niedersachen, Jerman.
OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri
Republikaedisi : 28 November 1999
IDUL FITRI
oleh: Sutardji calzoum bachri

17

Lihat
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia
Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Telah kuhamparkan sajadah
Yang tak hanya nuju Kabah
tapi ikhlas mencapai hati dan darah
Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya
Maka aku girang-girangkan hatiku
Aku bilang:
Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janji-Nya
Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta
Maka walau tak jumpa denganNya
Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa
O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini
ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu
di ujung sisa usia
O usia lalai yang berkepanjangan
Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir
tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia
Maka pagi ini
Kukenakan zirah la ilaha illAllah
aku pakai sepatu sirathal mustaqim
aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat

18

Dan kurayakan kelahiran kembali


di sana

Anda mungkin juga menyukai