Anda di halaman 1dari 12

Perjuangan Perempuan dalam Novel Perempuan Yang

Menangis Kepada Bulan Hitam Karya Dian Purnomo

Oleh

Amilia Rachmawati

1900025001

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA BUDAYA DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam bahasa Sansekerta kata perempuan diambil dari kata per + empu + an. Per,
memiliki arti mahluk, dan empu, yang berarti mulia, tuan, mahir. Dengan demikian
perempuan bisa dimaknai sebagai mahluk yang memiliki kemuliaan atau
kemampuan. Istilah "perempuan" umumnya digunakan untuk manusia segala umur.
Sebutan umum untuk orang dewasa berjenis kelamin perempuan disebut wanita.Kata
perempuan memiliki makna lebih dibanding dengan istilah wanita, karena kata
perempuan memiliki makna yang bersifat konstruktif. Secara etimologis istilah
perempuan ini ternyata diambil dari bahasa Melayu yang biasa diartikan “Empu”
induk, yang suka diberi makna yang member hidup (Wahid & Irfan, 2001:29).

Kebudayaan Indonesia yang memarginalkan peran perempuan berpengaruh pada


pembentukan karakter bangsa. Sebagai contoh dalam perspektif perempuan,
pelanggaran norma seperti yang diatas perlu disosialisasikan dan dikuatkan saat ini,
yakni fenomena kekerasan berbasis komunitas atas nama adat dan syariat.
pelanggaran hak dan kesenjangan kesempatan yang dialami perempuan atau
merugikan banyak perempuan, seperti kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan
seksual, upah lebih rendah, hingga kurangnya akses ke pendidikan dan layanan
kesehatan memadai. Kaum perempuan memiliki peran yang terbilang penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.Setelah kemerdekaan, pergerakan wanita tidak
lagi berbentuk fisik. Emansipasi perempuan merupakan pembebasan dari perbudakan,
persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat terutama mengenai
persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria.Emansipasi perempuan juga diartikan
sebagai proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah
atau dari pengekarangan hukum yang membatasi kemungkinan individu ini untuk
berkembang dan untuk maju.

Persoalan identitas tidak terlepas dari pembentukannya melalui sistem klasifikasi


sosial. Identitas gender, misalnya, dibentuk melalui interaksi dan faktor-faktor sosial.
Hal ini tidak sesederhana perbedaan biologis. Dengan kata lain, identitas bersifat
relasional dan bukanlah ketentuan yang tetap (Giles dan Middleton, 1999:
39).Identitas adalah jalan untuk meng- gambarkan dan memainkan peranan kita
dalam konteks sosial. Identitas tergambar melalui representasi posisi yang kita ambil.
Pemilihan identitas akan dipengaruhi oleh posisi laki-laki dan perempuan. Perempuan
cenderung dimarginalkan. Perlakuan patriariki itu membawa pengaruh perempuan
dalam memilih identitasnya.

Gender bukanlah sesuatu yang dimiliki sejak lahir, melainkan dibentuk dan
dipengaruhi oleh tempat, waktu, budaya, penafsiran terhadap agama, ideologi negara,
politik, dan juga ekonomi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesenjangan gender
adalah munculnya bermacam-macam tafsiran tentang pengertian gender. Gender
sering disamakan dengan jenis kelamin (laki-laki atau perempuan). Padahal gender
merupakan hasil konstruksi sosial-budaya yang berkaitan dengan pembagian peran
dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat. Gender
berkaitan dengan keyakinan bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berperan
dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur dan ketentuan sosial budaya di
tempat ia berada. Artinya gender dapat berubah-ubah sesuai tuntutan zaman.

Gender mengacu pada perbedaansosialantaraperempuan dan laki- laki sepanjang


siklus hidup yang dipelajari, dan telah berakar dalam pada setiap budaya, dapat
berubah-ubah dari waktu ke waktu dan memiliki banyak perbedaan baik di dalam
budaya itu sendiri maupun antar budaya. “Gender” menentukan peran, kekuasaan dan
sumber daya bagi perempuan dan laki-laki di berbagai budaya. Secara historis,
perhatian terhadap relasi gender telah didorong oleh keinginan untuk memenuhi
kebutuhan dan kondisi serta situasi perempuan karena perempuan biasanya lebih
tidakdiuntungkan daripada laki-laki.Pengertian tentang kehadiran gender dalam
kehidupan pribadi dapat diperoleh melalui konsep identitas gender. Menurut Michele
Barret (dalam Budianta, 1998:7), identitas sosial ini muncul dalam suatu jaringan
interpretasi, suatu kaitan makna dan pemaknaan yang kompleks. Untuk mempunyai
identitas sebagai perempuan dan laki-laki, diperlukan sejumlah deskripsi sebagai
tuntunan berperilaku dalam masyarakat. Berbagai macam penjelasan dan deskripsi
budaya tentang gender yang diproduksi dan beredar dalam masyarakat menjelaskan
tentang apa itu laki-laki dan perempuan sebagai patokan berperilaku.

Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai
digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan
perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini
kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak-hak
perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki- laki.Secara umum
feminisme merupakan gerakan kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan,
baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun dalam kehidupan sosial pada
umumnya. Perempuan dikategorikan memiliki sifat-sifat seperti emosional, pasif,
inferior (bergantung), lembut dengan peran yang terbatas pada bidang keluarga.
Semua sifat tersebut diwariskan karena sifat-sifat feminin berbeda dengan laki-laki
yang memiliki sifat rasional, aktif, superior, berkuasa, keras, serta mendominasi
(menguasai) dalam masyarakat. Sifat-sifat tersebut dinilai sebagai wawasan dan sifat-
sifat maskulin (Ratna, 2004:184).

Menurut Geofe dalam Sugihastuti dan Suharto, (2010:18) feminisme merupakan


teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi,
dan sosial atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta
kepentingan perempuan. Tuntutan kaum feminis mulanya mencangkup bidang
hukum, ekonomi, dan sosial (Djajanegara, 2000:5-6). Tradisi menghendaki kaum
perempuan untuk menjadi pengurus rumah tangga dan keluarganya, perempuan tidak
diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi dan menekuni bakatnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa feminisme adalah paham yang menyerukan
adanya persamaan hak antara kaum perempuan dan laki-laki dari berbagai aspek,
seperti pendidikan, sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa dalam feminisme terdapat ajaran bagaimana cara agar kedudukan
wanita bisa sederajat dengan kedudukan laki-laki.

Feminisme bukanlah upaya pemberontakan terhadap laki-laki, upaya melawan


pranata sosial seperti institusi rumah tanggga dan perkawinan, ataupun upaya
perempuan untuk mengingkari kodratnya, melainkan upaya untuk mengakhiri
penindasan dan eksploitasi perempuan. Sasaran feminisme bukan sekadar masalah
gender, melainkan memperjuangkan hak-hak kemanusiaan. Untuk memperjuangkan
kebebasan dan keadilan bagi perempuan, gerakan feminism muncul. Feminisme
merupakan sebuah pemikiran yang memandang bahwa perempuan dan laki- laki
memiliki hak yang sama dalam politik, sosial, seksual, intelektual, dan ekonomi.
Feminisme yang memiliki artian dari femina, memiliki arti sifat keperempuan,
sehingga feminisme diawali oleh presepsi tentang ketimpangan posisi perempuan
dibanding laki-laki di masyarakat. Feminisme merupakan kegiatan terorganisasi yang
memperjuangkan hak-hak dan kepentingan perempuan. Jika perempuan memiliki hak
yang sederajat dengan laki-laki, berarti perempuan bebas menentukan dirinya sendiri
sebagaimana yang dilakukan oleh laki-laki selama ini. Geofe dalam Sugihastuti dan
Suharto (2005:61). Feminisme adalah gerakan kaum perempuan untuk memperoleh
otonomi atau kebebasan menentukan dirinya sendiri. Irhomi dalam Sugihastuti dan
Suharto (2005:61).

Asal-usul feminisme memang berasal dari dikotomi laki-laki dan perempuan, baik
dari segi pemikiran maupun dari segi praktek yang hampir selamanya diwarnai oleh
permusuhan. Dominasi laki-laki dalam segala aspek kehidupan memang sudah lama
berjalan. Begitu lamanya terkondisi oleh dominasi laki-laki, tidak jarang perempuan
justru berpihak pada laki-laki. Mereka menganggap penjajahan laki-laki terhadap
perempuan memang sudah selayaknya terjadi. Feminisme dapat muncul dalam
berbagai perwujudanFeminisme juga berusaha menggempur adat istiadat dan hukum
yang secara tidak adil membatasi kebebasan dan kemajuan perempuan.Sebagai
sebuah gerakan yang merombak tradisi, feminisme lahir sebagai akibat
pendiskriminasian. Dalam relasi gender seringkali timbul masalah disekitar
pembagian peran. Banyak aspek kehidupan yang seolah hanya menjadi wilayah laki-
laki. Pada dasarnya perempuan ditempatkan pada posisi yang rendah, ditindas oleh
laki-laki yang didukung kebudayaanya.

Contoh kasus dalam kehidupanmulai dari tolak damai hingga ajukan banding.
Atalarik menegaskan akan memperjuangkan hak asuh anaknya. Sebelum resmi
bercerai, dua anak mereka diasuh oleh Atalarik.Sebelumnya, Tsania Marwa telah
berhasil memenangkan hak asuh untuk anak-anaknya.Namun ia sempat menemui
kendala terkait eksekusi penjemputan anak di rumah mantan suami, Atalarik Syah.Ia
sempat kesulitan membujuk kedua anaknya supaya bisa ikut tinggal
bersamanya.Upaya penjemputan beberapa waktu lalu gagal dilakukan, karena kedua
anaknya merasa ketakutan. Sementara itu,Tsania Marwa siap berjuang kembali untuk
bisa bertemu kedua anaknya, melalui cara mengajukan eksekusi ulang ke pengadilan.
4 September 2019 lalu, hakim memutuskan konflik mantan pasangan ini dengan jalan
tak terduga, yakni sama-sama mendapatkan hak asuh anak.Hakim memutuskan
Atalarik Syach mendapat hak asuh atas anak pertamanya, Syarif Muhammad
Fajri.Sementara anak keduanya, Aisyah Shabira diserahkan pada Tsania Marwa .
Atalarik pun siap memperjuangkan hak yang ia rasa
wajib(https://www.tribunnews.com/seleb/2021/11/22)

Kasus di atas dapat di temui di dalam novel Perempuan Menangis Kepada Bulan
Hitam tokoh utamanya dijinakkan seperti binatang ia menjadi korban tradisi kawin
tanggkap, ia harus melawan orang tua, seisi kampung, dan adat yang ingin
mengambil kemerdekaannya sebagai perempuan. karya sastra merupakan media yang
digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan
pengalamannya. Karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang
terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungannya dalam Sugihastuti (2007:
81-82). Hakikat karya sastra adalah rekaan atau yang lebih sering disebut imajinasi.
Imajinasi dalam karya sastra adalah imajinasi yang berdasarkan kenyataan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Endraswara (2011: 78) yang menyatakan bahwa karya sastra
merupakan ekspresi kehidupan manusia yang tak lepas dari akar masyarakatnya.
Karya sastra sebagai suatu potret kehidupan yang berisi tentang cerminan kehidupan
nyata yang menimbulkan sifat sosial pada diri manusia. Karya sastra tercipta dari
masalah di masyarakat yang menarik untuk dituangkan dalam tulisan kreatif dan
imajinatif. Meskipun pada hakikatnya karya sastra adalah rekaan, karya sastra
dikonstruksi atas dasar kenyataan. Menurut Ratna (2005:312).

Dian Yuliasri, atau dikenal sebagai Dian Purnomo lahir di Kota Salatiga pada
tangga 19 Juli 1976. Ia adalah sarjana Kriminologi UI dan dulunya merupakan
pekerja radio di grup Prambors dan Female Radio. Belajar mengenai kriminologi
khususnya tentang kekerasan berbasis gender dan perlindungan anak, membuat
banyak perubahan pada karyanya. Karya pertamanya setelah vakum, Perempuan
yang Menangis kepada Bulan Hitam menjadi perwujudan perubahan tema dan warna
pada karyanya. Penulis Dian Purnomo memiliki perhatian pada isu-isu sosial,
khususnya isu perempuan dan perlindungan anak. Perempuan yangMenangis kepada
Bulan Hitam adalah buku ke-9 yang ditulisnya setelah enam tahun vakum. Novel ini
merupakan karya yang dihasilkannya setelah menerima grant residensi penulis
Indonesia 2019 di Sumba. Alumni Kriminologi UI ini sedang aktif menghidupkan
kelas nulis di taman,sebuah kelas menulis di ruang terbuka yang bayarannya berupa
mata uang kebaikan.
Alasan memilih perjuangan perempuan dalam novel Perempuan Yang Menangis
Kepada Bulan Hitam karena menceritakan berdasarkan pengalaman banyak
perempuan yang ada di Sumba menjadi korban kawin tangkap. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kritik feminis, kritik feminis merupakan suatu pandangan
yang mulai disuarakan pada abad ke-19 mengenai kedudukan yang sejajar antara
perempuan dan laki-laki. Menurut pandangan ini, perempuan layak mendapat hak dan
kesempatan yang sama. Belakangan ini, feminisme menjadi gerakan sosial dan politik
yang tumbuh pada dekade 1960-an di Amerika Serikat, lalu menyebar dengan cepat
ke seluruh dunia. Feminisme ada didalam bentuk perwujudan. Kritik sastra feminis
yang radikal pertama-tama akan mengaggap karya sastra sebagai ungkapan tentang
cara hidup kita dulu dan sekarang. Rich dalam Djajanegara (2000:29).

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perjuangan perempuan dalam novel perempuan yang menangis
kepada bulan hitam karya Dian Purnomo?
2. Apa faktor-faktor yang mendorong tokoh utama untuk memperjuangkan
dalam novel perempuan yang menangis kepada bulan hitam karya Dian
Purnomo ?

B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah :

1. Mendeskripsikan perjuangan perempuan dalam novel perempuan yang


menangis kepada bulan hitam karya Dian Purnomo
2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mendorong tokoh utama untuk
memperjuangkan dalam novel perempuan yang menangis kepada bulan
hitam karya Dian Purnomo

C. Manfaat Penelitian :
Manfaat yang diterapkan dalam penelitian ini adalah manfaat teoritis dan
manfaat praktis

1. Manfaat teoritis
Diharapkan agar penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya dalam teori sosiologi sastra
2. Manfaat praktis
a. Diharapkan melalui teori Judith Buttler dapat membantu pembaca
untuk mengungkapkan makna yang ada dalam novel perempuan yang
menangis kepada bulan hitam karya Dian Purnomo
b. Diharapkan penelitian ini menambah wawasan kepada pembaca
tentang perjuangan perempuan

Perbaiki dulu bagian BAB 1

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain

Hasil penelitian Ega Damayanti (2022) yang berjudul “Pemberontakan


Budaya Patriarki Dalam Novel Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan
Hitam” perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis adalah objek
formalnya yang berupa pemberontakan budaya patriarki sedangkan objek
formal penulis menggunakan perjuangan perempuan. Persmaan penelitian
tersebut dengan penelitian penulis adalah objek materialnya yaitu novel
Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan Hitam. Penelitian tersebut
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan pragmatik. Hasil
penelitian dari penelitian diatas: pertama bentuk budaya patriarki, perempuan
terasingkan pada akses kekuasaan dan laki-laki mengontrol kekuasaan atas
segala peran penting yang ada di masyarakat. Laki-laki dianggap mempunyai
kekuatan yang lebih dibanding dengan perempuan, Kedua struktur masyarakat
yang melatarbelakangi terbentuknya karakter tokoh, struktur masyarakat yang
melatarbelakangi terbentuknya karakter tokoh dalam novel Perempuan yang
Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo adalah kepemimpinan
Rato atau ketua suku yang begitu dominan kepada tokoh utama Magi Diela.
Ketiga pemberontakan budaya patriarki, eksistensi serta kemampuan yang
dimiliki perempuan dinilai dari bentuk fisiologisnya, artinya tidak berarti
untuk masyarakat dengan cara berpikir yang masih terkonsep dengan budaya
patriarki.

Hasil penelitian Muhamad Fanny Ikhsan (2010) yang berjudul “Potret


Perjuangan Perempuan Dalam Menghadapi Ketidakadilan Yang
Direpresentasikan Dalam Film Perempuan” perbedaan penelitian tersebut
dengan penelitian penulis adalah objek materialnya yang berupa film,
sedangkan objek material penulis berupa novel. Persamaan penelitian tersebut
dengan penelitian penulis adalah menggunakan objek material yang sama
yaitu perjuangan perempuan. Penelitian tersebut menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian diatas adalah: film “Perempuan
Punya Cerita” merupakan potret perempuan dalam mengatasi
ketidakberdayaan. Hal tersebut dapat dilihat dari penggambaran scene-scene
yang menunjukkan bagaimana seorang perempuan dapat menghadapi
kenyataan pahit yang dialami dalam kehidupannya. Secara khusus, semua
tokoh utama dalam film ini mengalami ketidakberdayaan akibat dari adanya
kekerasan terhadap perempuan. Terdapat factor eksternal dan internal yang
menyebabkan perempuan tidak berdaya. Perempuan memiliki cara tersendiri
dalam menghadapi permasalahan yang menimpanya, yakni menunjukkan
sikap melawan, diam atau mengalah, dan reaksi campuran, yaitu melawan
kemudian diam. Nasib perempuan tidaklah menjadi lebih baik setelah
berusaha mengatasi kasus. Masih kuat melekatnya budaya patriarki menjadi
penyebab adanya transformatif nasib.

Hasil penelitian Utari Isnaini, Rina Ratih, Purwati Zisca Diana (2020) yang
berjudul “Perjuangan Tokoh Perempuan Dalam Novel Satin Merah Karya
Brahmanto Dan Rie Yanti” perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian
penulis adalah objek materialnya pada penelitian tersebut menggunakan novel
Satin Merahsedangkan penulis menggunakan novel Perempuan Yang
Menangis Kepada Bulan Hitam. Persamaan penelitian tersebut dengan
penelitian penulis terletak pada objek formalnya yaitu perjuangan perempuan.
Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil dari
penelitian diatas adalah:Perjuangan tokoh perempuan dalam
novelSatinMerahkarya Brahmanto Anindito dan RieYanti adalah sebagai
berikut (1) perjuangan tokoh perempuan dalam bidang pendidikan
yangdilakukanoleh Nadya dan Lina meliputi(a)perjuangan
mempertahankan eksistensinyadi duniakerja dan(b)perjuangan untuk
memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, (2) perjuangan
tokohperempuan dalam bidang politik yang dialami oleh Nadya dan
Lina meliputi perjuangan dalammendapatkan hak pilih dan
berpendapat.Nadyamenggunakan hak pilihnya dalam memilih
metodepenerbitan noveletnya, sedangkanLinamengungkapkanpendapatnya
sebagai intelejen budayadalam mempertahankan sastra Sunda,(3)
perjuangan tokoh perempuan dalam bidang sosial yangdilakukanoleh
Nadya dan Lina meliputi(a)perjuangan dalam mendapatkan pengalaman kerja
dan(b)memperoleh kedudukan sosial.Lina membantu pekerjaan Nadya
dengan menjadi moderatordalam acaralounchingbuku, sedangkan,Nadya
berusaha keras agar menjadipenulis terkenal,dan(4) perjuangan tokoh
perempuan dalam bidang ekonomi yangdilakukanoleh Nadya dan
Linaadalahperjuangan dalam usahanya untuk mendapatkan
penghasilan.Nadya berjuang mendapatkanpenghasilan dengan bekerja keras
mempromosikan dan menjual novel nya, sedangkanLinabekerja keras
sebagai dosen dan pembicara seminar untuk menafkahi dan
menyekolahkan anakjalanan yang ditampungnya

Anda mungkin juga menyukai