Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN PEMELIHARAAN MESIN-MESIN

PRODUKSI
PENDAHULUAN
Perkembangan peradaban manusia telah memacu peningkatan kebutuhan dan keinginan
baik dalam jumlah, variasi jenis, dan tingkat mutu. Perkembangan ini menimbulkan tantangan
untuk dapat memenuhi keinginan tersebut dengan cara meningkatkan kemampuan menyediakan
dan menghasilkannya. Peningkatan kemampuan penyediaan atau produksi barang merupakan
usaha yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk dapat memenuhi kebutuhan secara efektif dan
efisien. Usaha ini dilakukan agar dicapai tingkat keuntungan yang diharapkan demi menjamin
kelangsungan perusahaan.
Dalam mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien, dikembangkanlah
pemikiran dan pengkajian untuk mendapatkan cara-cara yang lebih baik. Tujuannya adalah untuk
menghasilkan keluaran yang optimal, sehingga dapat mencapai sasaran secara tepat dalam waktu,
jumlah, mutu, dengan biaya yang efisien dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi. Faktor
produksi yang dimaksud meliputi tenaga manusia (men), bahan (material), dana (money), serta
mesin dan peralatan (machines). Kekurangan salah satu faktor produksi dapat mengganggu
proses produksi, artinya kelancaran proses produksi dapat terhambat bila salah suatu faktor
produksi mengalami kerusakan.
Said (1980) dalam Fachrurrozi (2002) menyatakan bahwa mesin-mesin produksi
merupakan faktor produksi yang berfungsi mengkonversi bahan baku menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi. Mesin merupakan pesawat pengubah energi yang beroperasi berdasarkan
prinsip-prinsip logis, rasional dan matematis. Kebutuhan produktivitas yang lebih tinggi serta
meningkatnya keluaran mesin pada tahun-tahun terakhir ini telah mempercepat perkembangan
otomatisasi. Hal ini pada gilirannya memperbesar kebutuhan akan fungsi pemeliharaan
(maintenance) mesin-mesin tersebut, selain karena mesin-mesin tersebut cenderung terus
mengalami kelusuhan sehingga diperlukan reparasi atau perbaikan.
Ditinjau dari usaha pemeliharaan dan perbaikan yang dilakukan terhadap fasilitas
produksi, dapat dikatakan bahwa tujuan dari pemeliharaan dan perbaikan adalah untuk
mempertahankan suatu tingkat produktivitas tertentu tanpa merusak

produk akhir. Jadi, dengan adanya pemeliharaan, maka fasilitas/peralatan pabrik diharapkan dapat
beroperasi sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama digunakan untuk proses
produksi sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan tercapai.
Perawatan atau pemeliharaan mesin tentu saja membutuhkan biaya. Biaya ini meliputi
nilai rawatan yang disimpan dan digunakan, biaya pekerja langsung, segala macam pekerja tidak
langsung, dan pekerjaan yang disubkontrakkan. Oleh sebab itu diperlukan suatu pengaturan yang
baik sehingga pelaksanaan kegiatan perawatan diharapkan dapat membantu memaksimalkan
perbedaan antara biaya variabel yang dikeluarkan oleh pabrik dan hasil penjualan yang diperoleh
dari menjual produk sehingga keuntungan dapat tetap diperoleh. Ini merupakan fungsi utama dari
manajemen pemeliharaan (Walley, 1987).
Walaupun telah mengetahui arti pentingnya pemeliharaan mesin-mesin produksi, tetap
saja banyak industri/pabrik berskala besar maupun kecil yang mengabaikannya. Ini dikarenakan
industri/pabrik tersebut hanya memandang dari segi biaya dan waktu jangka pendek yang akan
dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pemeliharaan, tanpa mempertimbangkan kerugian yang
mungkin diderita apabila pemeliharaan mesin tidak dilakukan. Oleh karena itu, studi manajemen
pemeliharaan mesin-mesin produksi ini perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya perhatian
pabrik dalam menerapkan sistem manajemen pemeliharaan mesinnya.

MANAJEMEN
A. Definisi Manajemen
Pengertian manajemen begitu luas, sehingga dalam kenyataannya tidak ada defenisi
yang digunakan secara konsisten oleh semua orang. Berikut ini beberapa defenisi manajeman
yang dikemukakan oleh para ahli dalam Handoko (1989).
1. Marie Parker mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan
melalui orang lain.
2. Stoner menyatakan defenisi manajemen yang lebih kompleks, yaitu manajemen adalah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi dan penggunaan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.
3.

Luther Gillick mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan


(sciene) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana

manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem kerja sama ini lebih
bermanfaat bagi kemanusiaan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa defenisi manajemen adalah
bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan, dan mencapai tujuantujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), penyusunan personalia/kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan
(leading), dan pengawasan (controlling) (Handoko, 1989).
B. Fungsi Manajemen
Menurut Manullang (2002), fungsi manajemen dapat didefenisikan sebagai aktivitasaktivitas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Bila dilihat dari sudut proses atau
urutan pelaksanaan aktivitas tersebut, maka fungsi-fungsi manajemen itu dibedakan menjadi
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan.
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan merupakan fungsi menyusun serangkaian tindakan yang ditentukan
sebelumnya agar tercapai tujuan-tujuan organisasi. Perencanaan dilakukan untuk menghindari
pekerjaan rutin supaya kejadian mendadak dapat diperkecil.
2. Organisasi (organizing)
Defenisi organisasi dapat dibedakan menjadi dua, tergantung dari sudut pandangnya.
Organisasi dalam arti badan adalah sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai
suatu atau beberapa tujuan tertentu, sementara itu dalam arti bagan atau struktur, organisasi
merupakan gambaran secara skematis tentang hubungan-hubungan, kerjasama dari orangorang yang terdapat dalam rangka usaha mencapai suatu tujuan.
3. Penyusunan (staffing)
Fungsi penyusunan (staffing) disebut juga dengan fungsi personalia, meliputi tugastugas memperoleh pegawai, memajukan pegawai, dan memanfaatkan pegawai. Fungsi ini
adalah fungsi setiap manajer yang berhubungan dengan para pegawai di lingkungan
pimpinannya agar para pegawai terdorong untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya
untuk merealisasikan tujuan perusahaan atau tujuan aktivitas yang dipimpinnya.
4. Pengarahan (directing)
Bila rencana pekerjaan sudah tersusun, struktur organisasi sudah ditetapkan dan posisi
atau jabatan dalam struktur organisasi tersebut sudah diisi, maka kegiatan yang harus
dilakukan pimpinan selanjutnya adalah menggerakkan bawahan, mengkoordinasi agar apa

yang menjadi tujuan perusahaan dapat diwujudkan. Menggerakkan bawahan inilah yang
dimaksud dengan mengarahkan (directing) bawahan.
5. Pengawasan (controlling)
Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa
yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengkoreksi dengan maksud supaya
pelaksanaan sesuai dengan rencana semula.
Menurut Reksohadiprodjo dan Gitosudarmo (1992), fungsi pengawasan kegiatan
produksi dapat dibagi dalam:
a. Supervisi, yang menjamin agar kegiatan-kegiatan dilaksanakan dengan baik.
b. Pembandingan, berusaha mengecek apakah hasil kerja sesuai dengan yang dikehendaki.
c. Koreksi, berusaha untuk menghilangkan kesulitan-kesulitan/penyimpangan-penyimpangan
baik pekerjaan maupun merubah rencana yang terlalu berlebihan.

PEMELIHARAAN (MAINTENANCE)
A. Defenisi Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan fungsi yang penting dalam suatu pabrik. Sebagai suatu usaha
menggunakan fasilitas/peralatan produksi agar kontinuitas produksi dapat terjamin dan
menciptakan suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan rencana. Selain
itu, fasilitas/peralatan produksi tersebut tidak mengalami kerusakan selama dipergunakan
sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan tercapai.
Pemeliharaan (maintenance), menurut The American Management Association, Inc.
(1971), adalah kegiatan rutin, pekerjaan berulang yang dilakukan untuk menjaga kondisi
fasilitas produksi agar dapat dipergunakan sesuai dengan fungsi dan kapasitas sebenarnya
secara efisien. Ini berbeda dengan perbaikan. Pemeliharaan (maintenance) juga didefenisikan
sebagai suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang
dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima (BS3811, 1974 dalam
Corder, 1992).
Di Indonesia, istilah pemeliharaan itu sendiri telah dimodifikasi oleh Kementerian
Teknologi (sekarang Departemen Perdagangan dan Industri) pada bulan April 1970, menjadi
teroteknologi. Kata teroteknologi ini diambil dari bahasa Yunani terein yang berarti merawat,
memelihara, dan menjaga. Teroteknologi adalah kombinasi dari manajemen, keuangan,
perekayasaan dan kegiatan lain yang diterapkan bagi aset fisik untuk mendapatkan biaya
siklus hidup ekonomis. Hal ini berhubungan dengan spesifikasi dan rancangan untuk

keandalan serta mampu-pelihara dari pabrik, mesin-mesin, peralatan, bangunan dan struktur,
dan instalasinya, pengetesan, pemeliharaan, modifikasi dan penggantian, dengan umpan balik
informasi untuk rancangan, unjuk kerja dan biaya (Corder, 1992).
B. Tujuan Pemeliharaan
Menurut Corder (1992), tujuan pemeliharaan yang utama dapat didefenisikan dengan
jelas sebagai berikut:
1. Memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan,
dan isinya).
2. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi (atau jasa) dan
mendapatkan laba investasi (return of investment) maksimum yang mungkin.
3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam kegiatan
darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan
sebagainya.
4. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
C. Jenis Pemeliharaan
Corder (1992) membagi kegiatan pemeliharaan ke dalam dua bentuk, yaitu
pemeliharaan terencana (planned maintenance) dan pemeliharaan tak terencana (unplanned
maintenance), dalam bentuk pemeliharaan darurat (breakdown maintenance). Pemeliharaan
terencana (planned maintenance) merupakan kegiatan perawatan yang dilaksanakan
berdasarkan perencanaan terlebih dahulu. Pemeliharaan terencana ini terdiri dari pemeliharaan
pencegahan (preventive maintenance) dan pemeliharaan korektif (corrective maintenance).
C.1. Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance)
Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan
untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menentukan
kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada
waktu digunakan dalam proses produksi. Preventive maintenance ini sangat efektif
digunakan dalam menghadapi fasilitas produksi yang termasuk dalam critical unit.
Sebuah fasilitas atau peralatan produksi termasuk dalam critical unit apabila
kerusakan fasilitas atau peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan atau
keselamatan

para

pekerja,

mempengaruhi

kualitas

produk

yang

dihasilkan,

menyebabkan kemacetan pada seluruh produksi, dan modal yang ditanamkan dalam
fasilitas tersebut cukup besar atau harganya mahal (Assauri, 2004).

Dalam prakteknya, preventive maintenance yang dilakukan oleh suatu pabrik dapat
dibedakan menjadi routine maintenance dan periodic maintenance. Routine maintenance
adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari,
sedangkan periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan
secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya satu minggu sekali, setiap bulan
sekali, ataupun setiap tahun sekali. Selain itu kegiatan periodic maintenance juga dapat
dilakukan berdasarkan lamanya jam kerja mesin sebagai jadwal kegiatan, misalnya seratus jam
sekali, dan seterusnya. Kegiatan periodic maintenance ini jauh lebih berat dari routine
maintenance (Assauri, 2004).
C.2. Pemeliharaan korektif (corrective maintenance)
Menurut Prawirosentono (2000), pemeliharaan korektif (corrective maintenance) adalah
perawatan yang dilaksanakan karena adanya hasil produk yang tidak sesuai dengan
rencana. Kegiatan ini dimaksudkan agar fasilitas/peralatan tersebut dapat digunakan
kembali dalam operasi, sehingga proses produksi dapat berjalan lancar kembali. Sedikit
berbeda dengan pendapat sebelumnya, selain preventive maintenance dan corrective
maintenance, Patton (1983) menambahkan satu jenis pemeliharaan lagi, yaitu
pemeliharaan

kemajuan

(improvement

maintenance),

yang

berfungsi

untuk

memodifikasi, mendisain ulang, dan merubah mesin ataupun pesanan.


Di samping pemeliharaan terencana (planned maintenance) yang telah dijelaskan
sebelumnya, terdapat pula pemeliharaan tidak terencana (unplanned maintenance).
Pemeliharaan tidak terencana didefenisikan sebagai pemeliharaan yang dilakukan karena
adanya indikasi atau petunjuk bahwa adanya tahap kegiatan proses produksi yang tiba-tiba
memberikan hasil yang tidak layak. Pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini dapat berupa
pemeliharaan darurat (emergency maintenance) yaitu kegiatan perawatan mesin yang
memerlukan penanggulangan yang bersifat darurat agar tidak menimbulkan kerusakan yang
lebih parah (Prawirosentono, 2000).
D. Organisasi Pemeliharaan
Menurut Taylor dalam Suharto (1991), organisasi adalah pengintegrasian sumbersumber, seperti persoalan teknik, kondisi alam, serta keterlibatan personal. Untuk mendukung
aktivitas produksi agar lebih berhasil dan berdaya guna, maka keberadaan suatu organisasi
perawatan mesin cukup dibutuhkan. Pada dasarnya organisasi perawatan mesin yang baik
ialah bila tetap memperhatikan problem-problem setempat dengan memperhatikan jenis

operasi, kontinuitas operasi, situasi geografis, ukuran pabrik, lingkup perawatan mesin, dan
kondisi tenaga kerja.
Konsep organisasi yang baik harus didasari beberapa pemikiran. Pemikiran yang
dimaksud berupa adanya deskripsi kerja yang jelas dan tidak tumpang tindih untuk
menghindari konflik, konsistensi kekuasaan, membatasi jumlah orang dalam kepegawaian,
serta kejelasan individu yang terlibat dalam organisasi (Suharto, 1991).
D.1. Struktur Organisasi
Struktur adalah pola hubungan komponen atau bagian organisasi. Struktur
merupakan susunan subsistem dan komponen dalam ruang tiga dimensi pada suatu waktu.
Dapat dikatakan bahwa struktur organisasi itu sifatnya relatif stabil, statis, berubah
lambat, dan memerlukan waktu untuk penyesuaian-penyesuaian (Reksohadiprodjo, 1993).
Pada suatu perusahaan, struktur organisasi yang dipakai sangat dipengaruhi oleh besar
kecilnya perusahaan. Perkembangan suatu perusahaan akan merubah struktur organisasi untuk
menampung perubahan yang diperlukan oleh manajemen. Di lapangan, salah satu langkah
yang diambil agar bagian perawatan dapat berfungsi dengan baik dipengaruhi oleh diagram
susunan organisasi. Diagram ini penting untuk dipublikasikan kepada seluruh karyawan dalam
lingkup kerjanya dengan tidak mengabaikan rasa tanggung jawab serta kerja sama yang
kompak dari semua personel yang terlibat di dalam diagram tersebut, sehingga semakin jelas
kepada siapa seorang pegawai harus bertanggung jawab, menanyakan haknya, dan lain-lain
(Suharto, 1991).

Selanjutnya persentase karyawan pemeliharaan terhadap keseluruhan karyawan


tergantung pada jenis industri dan apakah industri tersebut bersifat padat karya atau padat
modal. Dalam industri padat karya, angka ini hanyalah 2 persen, sedangkan untuk industri
padat modal jumlahnya dapat mencapai 50% (Corder, 1992).
D.2. Tipe Organisasi
Siagian (1998) memaparkan bahwa ada lima tipe organisasi yang umum dikenal yaitu,
organisasi lini, organisasi lini dan staf, organisasi fungsional, organisasi matriks, dan
kepanitiaan. 1. Organisasi lini

Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi ini digunakan untuk organisasi yang
masih kecil dengan jumlah karyawan sedikit dan produk yang dihasilkan tidak bervariasi.
Pengetahuan dan keterampilan yang dituntut dari para anggotanya dalam rangka
penyelesaian tugas pekerjaan belum spesifik serta masih dimungkinkan hubungan langsung
antara pimpinan dengan bawahannya.
2. Organisasi lini dan staf
Organisasi tipe ini sering pula dikenal dengan istilah birokrasi mesin. Tipe ini cocok
digunakan untuk organisasi besar yang memiliki jumlah karyawan banyak dengan produk
yang dihasilkan bervariasi di mana para anggota organisasi sudah dituntut memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang spesialistik. Pada organisasi tipe lini dan staf ini telah
terdapat stratifikasi dalam hubungan atasan dan bawahan.
3. Organisasi fungsional
Nama lain untuk tipe ini adalah birokrasi profesional atau teknokrasi. Penyebab timbulnya
tipe ini adalah karena tuntutan tugas yang semakin spesialistik yang pada gilirannya
memerlukan tenaga pelaksana yang memahani segi teknologikal penyelesaian pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya. Ciri utama organisasi fungsional adalah kompleksitas
yang tinggi disertai oleh standarisasi pekerjaan dengan pola penyebaran (desentralisasi)
dalam pengambilan keputusan. Kekuatan tipe ini terletak pada tersedianya tenaga-tenaga
berkemampuan teknologikal tinggi dalam pelaksanaan tugas berkat pendidikan dan
pelatihan yang telah ditempuh dan memungkinkan mereka menampilkan kinerja yang
memuaskan asal diberi kebebasan untuk bertindak.
4. Organisasi matriks
Organisasi tipe matriks merupakan penggabungan fungsi dan produk suatu organisasi.
Keunggulan tipe ini ialah: 1) penempatan tenaga yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang spesialistik dalam suatu unit kerja, 2) dimungkinkannya pemanfaatan
bidang-bidang spesialisasi tertentu untuk kepentingan lintas produk, 3) mudah untuk
melakukan koordinasi untuk kegiatan yang bersifat kompleks dan interdependen, dan 4)
komunikasi lebih lancar.
5. Kepanitiaan atau adhokrasi.
Biasanya digunakan dalam lingkungan birokrasi pemerintahan. Ciri utamanya adalah 1)
struktur panitia tidak kompleks, 2) formalisasi rendah atau bahkan tidak ada, 3) pola
pengambilan keputusan adalah desentralisasi, 4) diferensiasi horisontal tinggi, 5) tidak
terdapat diferensiasi vertikal, 6) daya tanggap yang tinggi, dan 7) diisi oleh tenaga-tenaga
yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus.

E. Tugas dan Kegiatan Pemeliharaan


Menurut Assauri (2004), semua tugas dan kegiatan pemeliharaan dapat digolongkan ke
dalam salah satu dari lima tugas pokok, yaitu (1) inspeksi (inspection), (2) kegiatan teknik
(engineering), (3) kegiatan produksi (production), (4) kegiatan administrasi (clerical work),
dan (5) pemeliharaan bangunan (house keeping).
1. Inspeksi (Inspection)
Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala
(routine schedule check) bangunan dan peralatan pabrik sesuai dengan rencana serta
kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dan
membuat laporan hasil pengecekan dan pemeriksaan tersebut. Hasil laporan inspeksi
harus memuat keadaan peralatan yang diinspeksi, sebab terjadinya kerusakan (bila ada),
usaha perbaikan yang telah dilakukan, dan saran perbaikan atau penggantian yang
diperlukan. Maksud dari kegiatan inspeksi ini adalah untuk mengetahui apakah pabrik
selalu mempunyai peralatan/fasilitas produksi yang baik untuk menjamin kelancaran
proses produksi.
2. Kegiatan Teknik (Engineering)
Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan peralatan yang baru dibeli,
pengembangan peralatan atau komponen yang perlu diganti, serta melakukan penelitian
terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.
3. Kegiatan Produksi (Production)
Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu
memperbaiki dan mereparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan
pekerjaan yang disarankan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan service dan
pelumasan. Kegiatan produksi ini dimaksudkan agar kegiatan produksi dalam pabrik
dapat berjalan lancar sesuai dengan rencana.
4. Pekerjaan Administrasi (Clerical Work)
Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
administrasi kegiatan pemeliharaan yang menjamin adanya catatan-catatan mengenai
kegiatan atau kejadian-kejadian yang penting dari bagian pemeliharaan.
5. Pemeliharaan Bangunan (House Keeping)
Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan untuk menjaga agar
bangunan tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.
F. Prosedur Pemeliharaan

Sebelum melakukan pemeliharaan terhadap aset atau fasilitas yang digunakan dalam
produksi, sebaiknya terlebih dahulu telah disusun rencana akan hal-hal atau kegiatan apa saja
yang akan dilakukan terhadap mesin tertentu. Corder (1992) memaparkan prosedur yang harus
dilalui dalam melakukan kegiatan pemeliharaan, antara lain:
1. Menentukan apa yang akan dipelihara. Hal ini meliputi pembuatan daftar sarana, penyusunan
bahan-bahan yang menyangkut pembiayaan, karena ini merupakan aset fisik yang
memerlukan pemeliharaan dan merupakan satu-satunya alasan yang bisa
dipertanggungjawabkan dalam meminta pengeluaran biaya.
2. Menentukan bagaimana aset atau sarana tersebut dipelihara. Membuat jadwal pemeliharaan
bagi setiap mesin atau peralatan yang telah ditentukan. Sistem ini dapat dimulai dengan
melakukan pemeliharaan terencana bagi beberapa mesin kunci dan kemudian diikuti oleh
mesin lain sampai tercapai tingkat pemeliharaan ekonomis yang optimum.
3. Setelah mempersiapkan jadwal pemeliharaan, selanjutnya adalah menyusun spesifikasi
pekerjaan yang dihimpun dari jadwal pemeliharaan. Spesifikasi ini dipersiapkan terpisah
untuk masing-masing kegiatan dan frekuensi pemeriksaan.
4. Membuat perencanaan mingguan. Rencana ini dibuat bersama-sama dengan bagian produksi,
biasanya dengan seksi perencanaan dan kemajuan produksi. Pengaturan pemberhentian
pabrik untuk pemeriksaan pemeliharaan pencegahan terencana dan reparasi adalah
persyaratan dasar yang mutlak.

5. Membuat dan mengisi blangko laporan pemerikasaan yang diikutkan bersama spesifikasi
perkerjaan pemeliharaan. Setelah pemeliharaan selesai, blangko ini dikembalikan ke mandor
pemeliharaan untuk diperikasa dan ditandatangan sebelum akhirnya dikembalikan ke kantor
perencana pemeriksaan.
Untuk memudahkan pelaksanaan maintenance, maka kegiatan maintenace yang
dilakukan berdasarkan pada Pemeliharaan Dengan Pesanan (Maintenance Work Order atau
Work Order System), Sistem Daftar Pengecekan (Check List System), dan Rencana Triwulan.
Work Order System yaitu kegiatan maintenance yang dilaksanakan berdasarkan pesanan dari
bagian produksi maupun bagian-bagian lain. Check List System merupakan dasar atau
schedule yang telah dibuat untuk melakukan kegiatan maintenance dengan cara pemeriksaan
terhadap mesin secara berkala. Rencana kerja kegiatan maintenance per triwulan dilaksanakan
berdasarkan pengalaman-pengalaman atau catatan-catatan sejarah mesin, yaitu kapan suatu
mesin harus dirawat atau diperbaiki (Prawirosentono, 2000).

Menurut Walley (1987), kegiatan perawatan sulit untuk di ukur, ini dikarenakan oleh
beberapa faktor, antara lain:
1. Beranekaragamnya keterampilan yang digunakan, dibagian-bagian pabrik yang berbeda,
pekerjaannya juga tidak sama.
2. Pekerjaannya tampak berulang.
3. Banyak tugas terdapat di tempat-tempat dan posisi yang jauh dari ideal. Kerja luar sering
digunakan. Tugas perbaikan di tempat ini biasa berurusan dengan soal kebisingan dan
kotor.
4. Penyeliaan langsung sering merupakan masalah. Banyak pekerjaan dilaksanakan pada
waktu yang sama di berbagai bagian yang berbeda dalam pabrik, sehingga penyeliaan pun
sulit dilaksanakan.
5. Tugas cenderung mempunyai kadar pekerjaan yang tidak menentu.

G. Biaya Pemeliharaan
Biasanya makin tinggi nilai pabrik, makin tinggi pula biaya perawatannya. Umur
pabrik, keterampilan para operatornya, perlunya terus menjalankan pabrik tersebut memiliki
peranan yang besar dalam menentukan pentingnya perawatan dan biaya yang dapat dibenarkan
(Walley, 1987).
Biaya pemeliharaan preventif terdiri atas biaya-biaya yang timbul dari kegiatan
pemeriksaan dan penyesuaian peralatan, penggantian atau perbaikan komponen-komponen,
dan kehilangan waktu produksi yang diakibatkan kegiatan-kegiatan tersebut. Biaya
pemeliharaan korektif adalah biaya-biaya yang timbul bila peralatan rusak atau tidak dapat
beroperasi, yang meliputi kehilangan waktu produksi, biaya pelaksanaan pemeliharaan,
ataupun biaya penggantian peralatan (Handoko, 1987).
H. Produktivitas dan Efisiensi Pemeliharaan
Encyclopedia of Professional Management dalam Atmosoeprapto (2000) menyebutkan
bahwa produktivitas adalah suatu ukuran sejauh mana sumber-sumber daya digabungkan dan
dipergunakan dengan baik untuk dapat mewujudkan hasil-hasil tertentu yang diinginkan.

Produktivitas dapat dijabarkan sebagai hasil penjumlahan atau merupakan fungsi dari
efektivitas dan efisiensi.
Efektivitas merupakan ukuran yang menggambarkan sejauh mana sasaran dapat
dicapai, sedangkan efisiensi menggambarkan bagaimana sumber-sumber daya dikelola secara
tepat dan benar. Efektivitas dan efisiensi yang tinggi akan menghasilkan produktivitas yang
tinggi (Atmosoeprapto, 2000).
Dalam mencapai efektivitas pemeliharaan mesin dan seluruh fasilitas produksi secara
optimum, maka Prawirosentono (2000) membagi kegiatan maintenance menjadi lima kegiatan
pokok, yaitu: 1) pemeliharaan mesin (mechanical maintenance), 2) pemeliharaan jaringan
listrik (electrical maintenance), 3) pemeliharaan instrumen (instrument maintenance), 4)
perawatan pembangkit listrik (electric power maintenance), 5) bengkel pemeliharaan
(workshop).
Siagian (2002) menyatakan bahwa prinsip efisiensi secara sederhana berarti
menghindarkan segala bentuk pemborosan. Efisiensi mesin merupakan rasio antara keluaran
aktual dan kapasitas efektif. Kapasitas efektif adalah keluaran maksimum yang dapat
dihasilkan mesin pada kondisi nyata yang antara lain dipengaruhi oleh penjadwalan produksi,
perawatan mesin, faktor kualitas, dan waktu istirahat operator. Keluaran aktual adalah laju
keluaran yang benar-benar dicapai. Laju keluaran ini dipengaruhi oleh kerusakan mesin,
adanya produk cacat, dan kekurangan bahan baku (Stevenson, 1996 dalam Fachrurrozi, 2002).
Masalah efisiensi dalam manajemen pemeliharaan lebih ditekankan pada aspek
ekonomi dengan memperhatikan besarnya biaya yang terjadi, dan alternatif tindakan yang
dipilih untuk dilaksanakan sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Di dalam
persoalan ekonomis ini, perlu diadakan analisis perbandingan biaya antara masing-masing
alternatif tindakan yang dapat diambil (Assauri, 2004).

REFERENSI
Assauri, S. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta.
Atmosoeprapto, K. 2001. Produktifitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
Corder, A.1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Erlangga. Jakarta.

Fachrurrozi. 2002. Studi Manajemen Pemeliharaan Mesin-Mesin Produksi di Industri Pengolahan


Kayu PT. Inhutani Administratur Industri Bekasi, Jawa Barat. Bogor. Skripsi Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Handoko, T. H.1989. Manajemen. Edisi Kedua. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Manullang, M. 2002. Dasar-Dasar Manajemen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Patton, J. D. 1983. Preventive Maintenance. Instrument Society Of America. Publishers Creative
Services Inc. New York.
Prawirosentono, S. 2000. Manajemen Operasi; Analisis dan Studi Kasus. Edisi Kedua. Bumi
Aksara. Jakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1993. Manajemen Perusahaan; Suatu Pengantar. BPFE-Yogyakarta.
Yograkarta.
Reksohadiprodjo, S. dan I. Gitosudarmo. 1992. Manajemen Produksi. BPFE-Yogyakarta.
Yogyakarta.
Siagian, S. P. 1998. Manajemen Abad 21. Bumi Aksara. Jakarta.
Suharto. 1991. Manajemen Perawatan Mesin. Rineka Cipta. Jakarta.
The American Management Association, Inc. 1971. Modern Maintenance Management. Bombay.
Walley, B. H. 1987. Manajemen Produksi; Pedoman Menghadapi Tantangan Meningkatkan
Produktivitas. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai