Disusun
O
Kelompok 1
Schroeder (1994) memberikan penekanan terhadap definisi kegiatan produksi dan operasi
pada tiga hal, yaitu:
1) pengelolaan fungsi organisasi dalam menghasilkan barang dan jasa;
2) adanya sistem peran formasi yang menghasilkan barang dan jasa;
3) adanya pengambilan keputusan sebagai elemen yang penting dari manajemen operasi.
1) perencanaan output,
2) desain proses transformasi,
3) perencanaan kapasitas,
4) perencanaan bangunan pabrik,
5) perencanan tata letak fasilitas,
6) desain aliran kerja,
7) manajemen persediaan,
8) manajemen proyek,
9) scheduling,
10) pengendalian kualitas,
11) keandalan kualitas dan pemeliharaan.
Menurut Krajewsky dan Ritsman (1987), dalam Zulian yamit, memberikan tiga aspek dalam
manajemen operasi, yaitu:
1) manajemen operasi dilihat dari segi fungsi;
2) manajemen operasi dilihat dari segi profesi;
3) manajemen operasi dilihat dari segi pengambilan keputusan.
Tabel 2.1
Ruang Lingkup Produksi/Operasi Manajemen Produksi
Struktur Produksi
Perencanaan produksi Pengendalian proses
produksi
Berdasarkan tabel diatas, dapat dikemukakan bahwa manajemen operasi mempunyai tiga
ruang lingkup, yaitu sebagai berikut
1) Sistem Informasi Produksi
Sistem informasi produksi, meliputi hal-hal berikut.
a) Perencanaan produksi
Lingkup perencanaan produksi meliputi penelitian tentang produk yang disukai
konsumen. Selain itu, dalam perencanaan produksi terdapat pengembangan dalam produksi
yang merupakan penelitian terhadap produk yang telah ada untuk dikembangkan lebih lanjut
agar mempunyai kegunaan yang lebih tinggi dan lebih disukai konsumen.
Adapun faktor yang memengaruhi rancangan dan data tata letak, di antaranya:
1) karakteristik lokasi, gedung tinggi atau gedung luas/lebar;
2) proses produksi, tata letak produk menempatkan tugas sesuai urutan pengerjaaannya;
3) jenis produk: pembagian lokasi berdasarkan jenis produk;
4) kapasitas produksi yang diinginkan: tingkat produksi maksimum atau tingkat produksi
umum plus 25%.
c) Perencanaan kapasitas
Kapasitas dalam manajemen operasi harus disesuaikan dengan masukan yang telah diproses,
antara lain perencanaan lingkungan kerja dan perencanaan standar produksi.
Proses produksi atau proses operasi pada hakikatnya merupakan proses perubahan
masukan menjadi keluaran. Berbagai bentuk barang atau jasa yang dikerjakan banyak sekali
sehingga macam-macam proses yang ada juga menjadi banyak. Menurut Pangestu Subagyo
(2000: 8), proses produksi dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
c. Tahap Intergrate
Tahap selanjutya dari pengembangan aplikasi e-business adalah mengintegrasikan proses
bisnis perusahaan dengan perusahaan atau entiti-entiti lain yang ada di luar perusahaan. Pada
tahap ini, tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan dan mengembangkan kinerja
perusahaannya secara signifikan.
Level integritas proses bisnis antara perusahaan dengan pihak luar pada tahapan ini
sangat tinggi, bahkan tidak jarang dibutuhkan suatu manajemen integrasi proses bisnis yang
online dan real-time. Contoh, yang kerap dipakai untuk mengilustrasikan tahap ini adalah
aplikasi package delivery tracking yang dimiliki Federal Express ataupun DHL yang
memungkinkan pelanggan melalui komputernya (internet) melacak status pengiriman paketnya
(yang bersangkutan dapat mengetahui posisi terkini dari paket yang dimaksud). Contoh lain
adalah aplikasi e-business yang diterapkan di industri penerbangan, yaitu perusahaan dapat
mengetahui lokasi terkini dari seluruh awak pesawatnya, baik yang sedang terbang maupun
istirahat.
Proses pemesanan tiket bioskop atau pertandingan olahraga melalui internet yang
memungkinkan seorang pelanggan untuk memilih spesifik bangku yang diinginkan juga
merupakan salah satu implementasi dari e-business pada tahapan ini. Nilai terbesar yang
diperoleh perusahaan di sini adalah meningkatnya keunggulan kompetitif (hal yang membedakan
perusahaan dengan para pesaingnya).
d. Tahap Reinvent
Tahap terakhir di dalam evolusi dapat secara efektif di implementasikan jika ada
perubahan paradigma mendasar dari manajemen perusahaan, terutama yang berkaitan dengan
cara melihat bisnis yang ada.
Tahap ini dinamakan sebagai reinvert karena perusahaan yang telah memiliki
pengalaman sukses menerapkan konsep e-business pada tiga tahap sebelumnya ditantang
untuk mendefinisikan ulang mekanisme dan model bisnisnya dengan berpedoman pada
peluang-peluang usaha baru yang ditawarkan oleh e-business.
Selanjutnya cara perusahaan retail dan distribusi mengubah total bisnisnya menjadi
penyedia jasa informasi (portal) sehubungan dengan consumer products yang ditawarkan,
atau perusahaan pembuat perangkat lunak aplikasi internet yang meredifinisikan ulang
usahanya menjadi perusahaan outsourcing di bidang customer relationship management, atau
perusahaan penjual buku-buku asing yang berubah menjadi perusahaan penerjemah bahasa-
bahasa asing, dan sebagainya.
2. Loyalitas Baru
Dampak dari situasi ini pada karyawan adalah munculnya loyalitas bentuk baru: dari
perusahaan ke proyek. Di perusahaan tradisional, kesepakatan atau komitmen dibuat antara
individu dan perusahaan.
Organisasi baru yang lebih ramping tadi harus bekerja sama dengan berbagai unit usaha dari
perusahaan lain dalam proyek-proyek yang menjadi target bersama. Akibatnya, ikatan emosi
antara karyawan dengan perusahaanya lebih renggang, dan hubungan dengan profesinya/teman
sesame proyek menjadi lebih erat.
Implikasi dari hal itu para professional akan bekerja keras dan mempertahankan mutu yang
tinggi, tetapi mereka juga memperoleh kepuasan kerja dan identitas diri dari bidang yang mereka
geluti, dan tidak lagi terlalu menggantungkan diri pada ikatan dengan perusahaan.
3. Manajemen Proyek
Memaknai kata proyek di sini menunjuk pada sifat pekerjaan. Pada prinsipnya, suatu
pekerjaan akan dikatakan proyek jika memiliki karakteristik berikut:
a. Memiliki keluaran (output) spesifik,
b. Melibatkan banyak pihak dan bidang keahlian,
c. Dibatasi oleh waktu (ada saat awal dan ada saat akhir),
d. Merupakan kegiatan yang “kompleks” penuh faktor ketidakpastian dan risiko, dan
mempunyai siklus hidup (life cycle).
Merujuk pada karakteristik di atas, manajemen proyek dalam pengertian awam selalu
dikaitkan dengan manajemen terhadap proyek konstruksi, menjadi tidak relevan lagi.
Untuk lebih jelasnya, pengetahuan dan keterampilan dalam manajemen proyek akan
menjadi tuntutan yang harus dimiliki. Misalnya, saat seorang manajer memimpin kegiatan
perancanangan dan peluncuran produk baru yang akan melibatkan lintas fungsional, mulai R and
D, produksi, pemasaran, keuangan, dan sebagainya maka harus menggunakan teknik manajemen
proyek.
Dalam mencapai sasaran tersebut, dunia mengenal tiga level manajemen proyek, yaitu
manajemen misi proyek (project mission management), manajemen proyek (project
management), dan manajemen lapangan (field management). Leveling ini dibuat untuk
membedakan tugas dan kompetensi yang dituntut penyandangnya, meskipun secara professional
ketiganya menyandang gelar manajer.
Fungsi utama manajemen misi proyek (MMP) adalah melakukan manajemen terhadap
misi proyek, bukan semata-mata menyelesaikan proyek tepat waktu dengan biaya terbatas dan
mutu memadai.
Pemimpin proyek “pengembangan produk baru” dengan misi meningkatkan citra
perusahaan, tidak akan dilanjutkan dengan usaha-usaha peningkatan citra perusahaan melalui
produk baru tersebut.
Dalam praktik, MMP ini mewakili unsur pemilik proyek (owner), sehingga akan lebih
banyak melakukan interaksi dan koordinasi tugas-tugas dan tanggung jawab pemilik, konsultan,
dan pelaksana. Pemegang peran MMP harus mampu menciptakan persetujuan (dalam bentuk
kontrak) mengenai hubungan kerja antara satu dengan yang lain secara detail dari proyek yang
akan dibangun. Dengan demikian, keluaran (output) seorang pemegang mandat MMP adalah
kontrak dan kepatuhan para pihak (konsultan, pelaksana, dan pemilik) dalam melaksanakan
kontrak tersebut.
Berdasarkan kapasitasnya, manajemen proyek lebih menitikberatkan pada cara pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan proyek menyelesaikan tugasnya. Dalam hal ini, proses
perencanaan dan pengorganisasian proyek, pemantauan dan manajemen aliran sumber daya yang
mendukung pelaksanaan proyek menjadi perhatian utama.
Pada tahap pelelangan, manajemen proyek meliputi perencanaan pekerjaan, estimasi
biaya, serta analisis finansial dan risiko dari proyek. Setelah pelelangan, manajemen proyek
terdiri atas penjadwalan, pembelian, pengadaan, dan mobilisasi semua sumber daya yang
diperlukan untuk memulai dan mempertahankan pekerjaan konstruksi. Pada tahap akhir,
manajemen proyek termasuk juga memantau status dan kemajuan proyek, persiapan laporan
kemajuan dan klaim serta manajemen cash-flow.
Fungsi utama manajemen lapangan (ML) adalah mengolah sumber daya yang tersedia
dalam operasi proyek sehari-hari di tingkat lapangan, sehingga rencana pelaksanaan yang telah
disusun pada level yang lebih tinggi dapat diimplementasikan secara teratur, efisien, dan efektif.
Level manajemen lapangan berfokus pada detail teknis dari metode pelaksanaan proyek dengan
mempertimbangkan keterbatasan kapasitas peralatan. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan
dalam manajemen lapangan, yaitu perencanaan, penjadwalan, mobilisasi, dan pengarahan
aktivitas kegiatan berdasarkan ketersediaan tenaga kerja, peralatan dan material.