Anda di halaman 1dari 8

TUGAS HEMATOLOGI

Anemia Makrositer

Oleh :
Kelompok III
1. Dewa Ayu Yuni Dewantari
2. Benny Tresnanda
3. A. A. Ayu Trisna Pradnyandari
4. Kadek Sri Sumadewi
5. A. A. Inten Pradnya Suamami
6. Ni Luh Nyoman Sri Kasihani
7. Christian Naftali Ranni
8. Ni Putu Novi Puspita Kusuma
9. I Gusti Ayu Pradnya Dewi
10. Kadek Dwi Septini
11. I Dewa Gd Aditya Satria Darma Putra
12. Luh Pt Suciana Candra Dewi

(P07134013026)
(P07134013027)
(P07134013028)
(P07134013029)
(P07134013030)
(P07134013031)
(P07134013032)
(P07134013033)
(P07134013034)
(P07134013035)
(P07134013036)
(P07134013037)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2014
ANEMIA MAKROSITER
A. Anemia
a. Pengertian Anemia
1. Depkes RI

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah
kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin.
(Depkes RI, 1996).
2. World Health Organization (WHO)
Anemia diartikan sebagai suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) lebih
rendah dari keadaan normal untuk kelompok yang bersangkutan
b. Jenis-jenis Anemia
1. Berdasarkan penyebabnya, anemia dibagi menjadi
a. Anemia defisiensi besi yaitu anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi
b. Anemia megaloblastik yaitu anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin
B12.
c. Anemia hemolitik yaitu anemia yang terjadi karena pemecahan sel-sel darah
lebih cepat dari pembentukannya.
d. Anemia aplastik yaitu anemia yang terjadi karena gangguan pembentukan selsel darah.
2. Berdasarkan morfologi eritrosit, anemia dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a. Anemia hipokromik mikrositer (MCV<80 fl; MCH <27pg).
Anemia ini disebabkan oleh adanya anemia defisiensi besi, thalassemia,
anemia akibat penyakit kronik, anemia sideroblastik.
b. Anemia normokromik normositer (MCV 80-100 fl; MCH 27-34 pg).
Anemia ini disebabkan oleh pendarahan akut, anemia aplastik-hipolastik,
anemia

penyakit

kronik,

gagal

ginjal

kronik,

anemia

mieloptisik,

mielofibrosis, sondrom mielodispastik, leukemia akut.


c. Anemia makrositer (MCV>100fl)
Anemia disebabkan karena adanya gangguan maturasi sel sehingga
ukurannya besar. Anemia ini dibagi lagi menjadi 2 yaitu anemia megaloblastik
dan nonmegaloblastik.
3. Nilai Normal
WHO telah menggolongkan penetapan kadar normal Hemoglobin (Hb)
dalam berbagai kelompok seperti dibawah ini :
Kelompok
Dewasa
Anak-anak

Wanita
Wanita hamil
Laki-laki
6 bulan 6 tahun
6 tahun 14 tahun

4. Uji Diagnostik Anemia

Hemoglobin (Hb)
12
11
14
11
12

Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat


dilakukan untuk menunjang diagnosis anemia antara lain:
a. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan
alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan, yaitu trimester I dan III.
b. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri
atau menggunakan rumus:
1. Mean Corpuscular Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV
merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia
dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi
hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl,
mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
2. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31
pg.
3. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35%
dan hipokrom < 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah

perifer

dilakukan

secara

manual.

Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan


ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan
flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide=RDW)
RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi
tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan
manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi. MCV rendah
bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan

zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi
diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara
perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun
donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan
malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan
ukuran mutlak status besi yang spesifik.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan
besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat
menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal
dan keganasan
h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum
dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa
diikat secara khusus oleh plasma.
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. . Serum feritin < 12 ug/l sangat
spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan
besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi,
tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya
sangat tinggi
B. Anemia Makrositer
a. Pengertian
Anemia disebabkan karena adanya gangguan maturasi sel sehingga ukurannya
besar. Anemia ini dibagi lagi menjadi 2 yaitu anemia megaloblastik dan nonmegaloblastik. Anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi folat dan vitamin
B12 sedangkan non megalobastik karena penyakit hati kronik, hipotiroid dan
sindrom mielodisplastik.
b. Pengelompokkan Anemia
- Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah kumpulan penyakit heterogen yang


memiliki karakteristik yang sama yaitu adanya sel megaloblast. Anemia
megaloblastik paling banyak disebabkan oleh defisiensi folat dan vitamin B12.
Vitamin B12 diperlukan untuk melepaskan folat dari bentuk methyl sehingga
bisa kembali menuju tetrahydrofolate pool untuk dikonversi menjadi 5, 10methylene tetrahydrofolate. Pada anemia megaloblastik , sel darah merah
bersifat makrositer dengan MCV meningkat dengan rentang dari 105-160 fl.
Megaloblastik bercirikan adanya makro-ovalosit dan hypersegmented
neutrofil yang tidak ditemukan dalam anemia makrositer non-megaloblastik
yang memiliki makrosit bulat atau makroretikulosit. Dalam anemia
megaloblastik, prekursor eritrogenik lebih besar daripada sel darah merah
matur karena defisiensi folat dan vitamin B12 menyebabkan kerusakan
sintesis DNA dan RNA. Peningkatan serum pada homosystein dan
methylmaloni acid (MMA) terjadi karena kelainan proses biokimia pada
defisiensi asam folat dan B12, dan ini bisa digunakan untuk mengklarifikasi
anemia megaloblastik.
-

Anemia Non Megaloblastik


Anemia non megalobastik disebabkan karena penyakit hati kronik,
hipotiroid dan sindrom mielodisplastik. Hipotiroid adalah tingkat pengurangan
hormon tiroid (tiroksin). Yaitu suatu keadaan di mana kelenjar tiroid kurang
aktif dan menghasilkan sedikit tiroksin. Hal ini dapat menyebabkan fungsi
metabolisme tubuh bekerja sangat lambat.
Sindroma mielodisplastik (myelodysplastic syndrome [MDS]) adalah
sekelompok

gejala

heterogen

akibat

gangguan-gangguan

pembelahan

hematopoietik yang saling berkaitan erat. Semua gangguan tersebut ditandai


oleh hiperselularitas maupun hiposeluleritas sumsum tulang disertai kelainan
bentuk dan proses pematangan (dismielopoiesis) yang akhirnya menyebabkan
sitopenia di sirkulasi perifer akibat produksi sel darah yang tidak efektif.

Makrositosis, umumnya dengan MCV 100 110, tapi khusus tanpa adanya
anemia terjadi pada 60% alkoholik . Penyebab bukan karena defisiensi asam folat
atau vitamin B12, tapi efek langsung etanol sendiri pada sumsum tulang. Sumber
macrositosis lainnya adalah adanya eritrosit muda yang dilepas lebih awal dari
sumsum tulang pada anemia karena perdarahan atau hemolisis. Beberapa sel
eritrosit besar ini dapat diidentifikasi di apusan darah tepi karena masih
mengandung inti (normoblast). Selain itu, yang lebih matur dari normoblas,
memiliki sisa inti RNA tercat biru juga hemoglobin tercat merah, cenderung
memberi warna purplish dengan pengecatan Romanowski yang rutin digunakan
pada apusan darah tepi. Eritrosit besar ini disebut polikromatophilik or
polikromatik sel. Keberadaan beberapa sel ini umum pada apusan normal , tapi
dalam jumlah banyak dapat menyebabkan makrositosis.
Diferensial diagnosis anemia makrositosis terutama adalah antara yang
disebabkan gangguan sintesis DNA dalam sumsum tulang, yang menyebabkan
perubahan megablastik pada prekursor sel darah dan makrositosis yang berasal
dari mekanisme lainnya, seperti pada alkoholisme, penyakit hepar, hipotiroid dan
hemolisis atau perdarahan yang melepas eritrosit imatur, sel darah merah yang
besar. Netrofil hipersegmented, suatu gambaran anemia megaloblastik, tidak
terdapat pada anemia makrositik nonmegaloblastik, kecuali pada gangguan
mielodisplastik.
c. Penyebab Terjadinya Anemia Makrositer
Anemia makrositik dapat terjadi oleh beberapa faktor :
1. Abnormalitas sintesis DNA , umumnya akibat defesiensi asam folat dan
vitamin B12, yang menyebabkan prekursor eritrosit membesar abnormal di
sumsum tulang.
2. Kelainan bawaan pada sintesis DNA
3. Obat-obatan yang mempengaruhi sintesis DNA

4. Anemia makrositosis juga sering terjadi pada sindroma mielodisplastik


disebabkan perubahan maturasi eritrosit akibat ekspansi klonal sel stem
hemapoetik abnormal.

DAFTAR PUSTAKA

WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of severity.
Vitamin

and

Mineral

Nutrition

Information

System.

2011.

Available

at

http://www.who.int/vmnis/indicators/haemoglobin. Accessed [November, 14].


Bakta. Hematologi Klinik Ringkas: in Anemia Megaloblastik. ECG: Jakarta. 2006: 45-8.
Milman, N. Anemiastill a major health problem in many parts of the world!. Ann Hematol.
2011; 90:36977.
Kamus Kesehatan. 2014. Anemia Makrositer. http://kamuskesehatan.com/arti/anemiamakrositik/. Diakses pada tanggal 14 November 2014
Admin. 2014. Anemia Makrositik. http://www.drmuhammadriduan.com/index.php/anemia/amakrositik. Diakses pada tanggal 14 November 2014
Spicaadhara.

2011.

Myelosyplastic

Syndrome.

http://adharaspica.blogspot.com/2011/03/myelodysplastic-syndrome-mds.html
diakses pada tanggal 17 November 2014
Prodia. Hipotiroid. http://prodia.co.id/penyakit-dan-diagnosa/hipotiroid diakses pda tanggal
17 November 2014

Anda mungkin juga menyukai