Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PENYAKIT HATI
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teori Farmakologi Kemoterapi

FARMASI 3 C

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2014

Penyusun :
1. Dian Eka Nugraha
2. Mohammad Rizkie Rienaldi
3. Muhammad Gilang Ramadhan
4. Rizky Ramdhani
5. Tora Aditya Yospana
6. Rifky Rifaldhi
7. Annisa Septiana P
8. Ayu Rahayu
9. Bellasyana Novismara S
10. Dede Karmilawati
11. Desy Apriani
12. Divina Valiencia
13. Dita Meiliawati
14. Eneng Dina Tresnawati
15. Farida Sonya
16. Fatma Azzahra
17. Fatimah Nurul
18. Lely Oktavia
19. Meilina Putri P
20. Nesvi Nur Ayu A
21. Nurul Aini
22. Popi Dwi Nopiani
23. Syifa Ul Zannah
24. Siti Nurmayanti
25. Nopi Harisa

Penyakit Hati
Hati merupakan organ intestinal paling besar dalam tubuh manusia.
Beratnya rata-rata 1,2 1,8 kg atau kira-kira 2,5% berat badan orang dewasa. Di
dalamnya terjadi pengaturan metabolism tubuh dengan fungsi yang sangat
kompleks dan juga proses-proses penting lainnya bagi kehidupan, seperti
penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan
metabolism kolesterol dan detoksifikasi racun atau obat yang masuk ke dalam
tubuh.
Gangguan fungsi hati seringkali dihubungkan dengan beberapa penyakit
hati tertentu. Beberapa pendapat membedakan penyakit hati menjadi penyakit hati
akut atau kronis. Dikatakan akut apabila kelainan-kelainan yang terjadi
berlangsung sampai dengan 6 bulan, sedangkan penyakit hati kronis berarti
gangguan yang terjadi sudah berlangsung lebih dari 6 bulan. Ada satu bentuk
penyakit hati akut yang fatal, yakni kegagalan hati fulminan yang berarti
perkembangan mulai dari timbulnya penyakit hati hingga kegagalan hati yang
berakibat kematian (fatal) terjadi dalam waktu kurang dari 4 minggu.
Beberapa penyebab penyakit hati antara lain :
1. Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan melalui selaput mukosa, hubungan
seksual atau darah (parenteral).
2. Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu.
3. Genetik atau keturunan, seperti hemokromatosis.
4. Gangguan imunologis, seperti hepatitis autoimun, yang ditimbulkan
karena adanya perlawanan sistem pertahanan tubuh terhadap jaringan
tubuhnya sendiri. Pada hepatitis autoimun, terjadi perlawanan terhadap
sel-sel hati yang berakibat timbulnya peradangan kronis.
5. Kanker, seperti hepatoseluler karsinoma, dapat disebabkan oleh senyawa
karsinogenik antara lain aflatoksin, polivinil klorida (bahan pembuat
plastik), virus, dan lain-lain. Hepatitis B dan C maupun sirosis hati juga
dapat berkembang menjadi kanker hati.

Penyakit hati dibedakan menjadi berbagai jenis, beberapa macam penyakit


hati yang sering ditemukan yaitu hepatitis, sirosis hati, kanker hati, pelemakan
hati, kolestasis dan penyakit kuning, hemokromatosis, dan abses hati.
Istilah hepatitis dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati.
Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan,
termasuk obat tradisional. Virus merupakan penyebab dari hepatitis akut dan
kronik. Virus hepatitis terdiri dari beberapa jenis : hepatitis A, B, C, D, E, dan F.
Hati merupakan bagian utama replikasi dan kerusakan sel. Semua virus hepatitis
menyebabkan infeksi akut; oleh karena itu, virus yang menyebabkan hepatitis A
dan E biasanya dapat hilang dari tubuh sekitar 6 bulan dan tidak menyebabkan
infeksi persisten. Sedangkan hepatitis B, C, D dapat menyebabkan infeksi kronik,
sirosis, dan meningkatkan resiko kanker hati. Gejalaklasik pada hepatitis akut
untuk beberapa minggu seperti kulit kuning, urine gelap, kelelahan yang
ekstrim, mual, muntah, sakit perut, dan penurunan nafsu makan. Beberapa
pasien tanpa gejala atau gejalanya seperti penyakit flu. Pasien dengan hepatitis B
atau C kronik, biasanya mengalami kelelahan diantara keluhan mereka.
Secara luas belum terdapat pengobatan yang spesifik untuk hepatitis. Hati
mempunyai daya regenerasi yang cukup tinggi, sehingga pada kerusakan 90%
massa hati masih dapat mempertahankan hidup. Dalam hal ini terapi suportif
hanya diperlukan untuk membantu kelangsungan fungsi vital.
Pemberian obat-obat hepatitis ditujukan sebagai terapi simptomatik untuk
meringankan gejala penyakit dan sebagai terapi suportif untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut dan mencegah terjadinya komplikasi. Obat-obat yang
digunakan pada umumnya bersifat hepatoprotektor, lipotropik, kholeretik atau
kholagogum. Kholeretikum bekerja meningkatkan sekresi empedu dalam hati.
Namun pada kerusakan parenkim hati tidak dianjurkan pemakaian senyawa ini
karena peningkatan sekresi empedu akan menambah beban hati. Kholagogum
bekerja meningkatkan pengosongan kandung empedu, sebagai contoh peptone,
sorbitol, dan berbagai minyak atsiri seperti peppermint, anisi dan adas.

A.

Hepatitis A
1.

EPIDEMIOLOGI
Hepatitis A dapat menyerang segala usia. Pada anak-anak sering

tidak terdeteksi secara klinis (asimptomatik) dan periode penularannya lebih


lama daripada orang dewasa. Infeksi hepatitis A terjadi melalui rute fekaloral, kontak dengan penderita, atau melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi, atau melalui darah (jarang). Lebih sering terjadi pada
masyarakat golongan sosioekonomi rendah dengan tingkat kepadatan
penduduk yang tinggi dan sanitasi yang buruk.
2.

3.

FAKTOR RISIKO
-

Tempat penitipan anak

Pelancong (khususnya yang pergi ke daerah endemik)

Pengguna obat suntikan (Injection Drug Users = IDUs)

Hubungan seks oral-anal

Penderita penyakit hati kronis

Orang-orang yang bekerja dengan hewan primate

ETIOLOGI
Virus hepatitis A (Hepatitis A Virus=HAV) merupakan Hepatovirus

yang berhubungan dengan Enterovirus dalam family Picornaviridae.


Berbentuk kubus simetrik dengan panjang sisi 27-28 nm. Virus ini tidak
memiliki selubung dan tahan terhadap cairan empedu. Memiliki 1 serotipe.
Genomnya merupakan RNA sense-positif beruntai tunggal dan memiliki
empat genotipe. Tipe I dan III paling umum ditemukan pada manusia. Stabil
dalam lingkungan selama 1 bulan. Masa inkubasi 2-4 minggu. Dapat
diinaktivasi dengan pemanasan dengan suhu minimal 85C selama 1 menit
atau dengan pengenceran natrium hipoklorit dalam air dengan kadar 1:100.
4.

PATOFISIOLOGI
-

Virus masuk melalui mulut dan tertelan

Absorpsi oleh saluran GI

Masuk ke sirkulasi darah dan hati

Replikasi di dalam hepatosit dan sel-sel epitel saluran cerna

Virus baru masuk ke dalam sirkulasi darah dan disekresikan


melalui cairan empedu

5.

Reabsorpsi oleh saluran GI Keluar melalui feses

MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda dan gejala:
-

Fase preikterus: gejala-gejala seperti influenza (hilang nafsu


makan, mual, lelah, dan rasa tidak enak badan)

Hilang nafsu makan, mual, muntah, lelah, rasa tidak enak badan,
demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen bagian kanan atas.

Fase ikterus : sklera dan kulit berwarna kuning, urin berwarna


gelap, feses berwarna terang (acholic), kulit gatalgatal, dan gejalagejala sistemis yang memburuk.

Anak-anak yang berusia <6 tahun tidak menampakkan gejala,


kalaupun ada, mereka tidak mengalami jaundice (kuning).

6.

DIAGNOSIS
-

Pemeriksaan fisik

Sklera, kulit, dan sekresi ikterik

Penurunan berat badan ringan (2-5 kg)

Hepatomegali

Tes laboratorium

IgM anti HAV positif

Peningkatan kadar bilirubin, -globulin, dan transaminase hepatik


(alanine transaminase dan aspartate transaminase) 2 kali lipat dari
normal pada penyakit anikterik akut.

Peningkatan kadar alkali fosfatase, -glutamil transferase, dan


bilirubin total pada pasien kolestatik.

7.

8.

TERAPI
-

Tujuan terapi: pemulihan kondisi pasien.

Terapi umumnya bersifat suportif.

Penggunaan steroid tidak disarankan.

PENCEGAHAN
-

Pencegahan hepatitis A dapat dilakukan dengan vaksinasi dan


imunisasi.

Semua anak yang berusia >1 tahun, kelompok faktor risiko, pasien
penyakit hati kronis, dan orang-orang dengan gangguan faktor
pembekuan darah sebaiknya menerima vaksin hepatitis A.

Dua jenis vaksin hepatitis A yang berlisensi di AS adalah Vaqta dan


Havrix. Vaqta tidak mengandung pengawet dan potensi vaksin ini
dihitung dengan unit antigen HAV. Havrix menggunakan 2fenoksifenol sebagai pengawet dan potensi vaksin dihitung dengan
unit ELISA (Enzyme-linked Immunoabsorbent Assay). Efek
samping: rasa sakit dan panas di tempat injeksi, sakit kepala, tidak
enak badan, dan nyeri. Efek samping serius seperti anafilaksis,
sindrom Guillain-Barre, brachial plexus neuropathy, transverse
myelitis, sklerosis multipel, ensefalopati, dan erythema multiforme
juga pernah dilaporkan.

Tabel 1: Dosis Havrix dan Vaqta yang disarankan :

Twinrix adalah vaksin bivalen untuk hepatitis A dan B. Vaksin ini


diperbolehkan untuk orang-orang berusia 18 tahun dengan waktu
pemberian 0, 1, dan 6 bulan. Dosis pertama memberikan tingkat
serokonversi HAV >90%, tetapi diperlukan tiga dosis untuk
serokonversi HBV yang maksimal.

Imunoglobulin (Ig) digunakan sebagai terapi profilaksis pra/pasca


paparan terhadap HAV. Paling efektif bila diberikan dalam masa
inkubasi. Ig jarang menyebabkan efek samping serius dan aman
diberikan kepada wanita hamil dan menyusui.
Dosis:
0,2 mL/kg IM : untuk mereka yang telah terpapar HAV atau belum
(profilaksis <3 bulan)
0,6 mL/kg IM (profilaksis 5 bulan) : untuk mereka yang belum
terpapar HAV

B.

Hepatitis B
1.

Definisi Penyakit
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus

Hepatitis B"(VHB). Suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat


menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian
kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker hati.
2.

Epidemiologi
Diduga diseluruh dunia terdapat 300 juta pengidap virus Hepatitis B,

yang merupakan sumber infeksi. Bergantung pada kejadian infeksi primer


virus Hepatitis B, angka pengidap bervariasi antara 0,3% (di Amerika
Serikat dan Eropa Barat) sampai 20% (di Asia Tenggara, Afrika sub-Sahara
dan Oceania). Di Indonesia data virus Hepatitis B ditunjukan dengan angka
seroprevalensi darah donor di beberapa kota besar, bervariasi antara 2,4
9,1% dengan angka rata-rata 52%. Ancaman terhadap infeksi ini pasca
transfuse sebagian besar telah disingkirkan dengan penapisan rutin untuk
HB s Ag, meskipun 5-10% hepatitis pasca transfuse masih terjadi
disebabkan oleh virus Hepatitis B.

Ras dengan prevalensi tinggi: ras kulit hitam non-Hispanik disusul


oleh ras Asia-Pasifik dan ras kulit putih non-Hispanik. Ras Hispanik
memiliki prevalensi hepatitis B terendah. Hepatitis B Virus (HBV)
ditularkan secara seksual, parenteral, dan perinatal. Penularan juga dapat
terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh penderita, terutama darah dan
komponen darah.
3.

Fatofisiologi
Replikasi dengan perlekatan virion pada sel hepatosit
Partikel virus berpindah ke nukleus

Konversi DNA membentuk DNA sirkular tertutup sebagai template RNA


pragenomik
Transkripsi RNA virus
RNA virus kembali ke sitoplasma

Cadangan template virus

Berkembang di dalam membran


intrasel bersama protein envelope
Menginfeksi sel lain

Hepatitis B Virus ini tidak bersifat patogenik terhadap sel, tetapi


respons imun terhadap virus ini yang bersifat hepatotoksik. Kerusakan
hepatosit menyebabkan peningkatan kadar ALT.
4.

Etiologi
Hipertitis B merupakan virus DNA yang termasuk ke dalam family

Hepadnaviridae. HBV ini memiliki envelope, berukuran kecil dan


mengandung DNA beruntai ganda parsial dengan 3200 pasang basa
nitrogen. DNA ini mengkode 3 protein permukaan diantaranya antigen
permukaan (HBsAg), antigen inti (HBcAg), protein pra-inti (HBeAg);

protein polymerase aktif yang besar; protein transaktivator. Ada 7 genotife


(A-H) yang tersebar di wilayah geografis. Virus ini memiliki masa inkubasi
1-6 bulan.
5.

Fatogenesis
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari

peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses
replikasi virus. Sellanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi
partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk bualt dan tubuler, dan HbeAg
yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang respons imun
tubuh, yang pertama kali datang adalah respon imun nonspesifik yang
diikuti oleh respon imun spesifik.
6.

Diagnosis
a.

Pemeriksaan fisik:
- Sklera, kulit, dan sekresi ikterik.
- Penurunan bunyi usus besar, peningkatan lingkar abdomen, dan
adanya pergerakan cairan.
- Asterixis
- Spider angiomata

b.

Tes laboratorium:
- Adanya Hepatitis B surface antigen (HBsAg) minimal selama 6
bulan.
- Peningkatan transaminase hati (alanine transaminase dan
aspartatetransmaninase) dan DNA HBV >105 kopi/mL.
- Biopsi hati

7.

Manifestasi Klinik
Beberapa tanda-tanda dan gejala yang ditimbulkan dari Hepatitis B

ini yaitu:
a.

Mudah lelah, cemas, tidak nafsu makan, dan rasa tidak enak badan.

b.

Asites, jaundice (kuning), perdarahan variseal, dan ensefalopati


hepatik dapat timbul bersama dekompensasi hati.

c.

Ensefalopati hepatik sering dikaitkan dengan hipereksitabilitas,


gangguan mental, obtundation, bingung, dan koma.

8.

9.

Faktor Risiko
a.

Pelancong

b.

Pengguna obat suntik (IDU)

c.

Kontak seksual/tinggal serumah dengan penderita

Penanganan
Tujuan terapi: meningkatkan seroklirens, mencegah perkembangan

penyakit ke arah sirosis, dan meminimalkan kerusakan hati pada pasien.


Terapi nonfarmakologi:
a.

Konseling

b.

Vaksinasi dan imunisasi

c.

Hindari konsumsi alkohol

d.

Ajak pasien untuk berkonsultasi sebelum menggunakan obat baru,


termasuk obat herbal dan obat tanpa resep.

Terapi farmakologi:
a.

Interferon (IFN)
Merupakan sitokin yang memiliki efek antivirus, antiproliferatif,

dan imunomodulator. Pemberian IFN memerlukan frekuensi pemberian


3 kali seminggu, sehingga digantikan oleh pegylated-IFN (PEG-IFN).
PEG-IFN memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada IFN,
dapat diberikan 1 kali/minggu.
Efek samping: Kelelahan, demam, sakit kepala, mual, tidak
nafsu makan, kekakuan, mialgia, artralgia, nyeri muskuloskeletal,
insomnia, depresi, cemas/emosi labil, alopesia, reaksi di tempat injeksi.
Dosis:
a. Interferon -2a :
SC/IM; 4,5 x 106 unit 3x seminggu, jika tidak menimbulkan respon
setelah 6 bulan, naikkan sampai dosis maks 18x106 unit 3x seminggu.
b. Interferon -2b
SC; 3x106 unit 3x seminggu, naikkan sampai 510x106 unit 3x
seminggu bila tidak menimbulkan respons setelah 6 bulan
Pertahankan dosis minimum selama 4-6 bulan kecuali dalam keadaan
intoleran

b.

Lamivudine
Merupakan analog nukleosida yang memiliki aktivitas antivirus

pada HBV maupun HIV.


Indikasi : Hepatitis B kronik.
Dosis : Dewasa, anak > 12 tahun : 100 mg 1 x sehari. Anak usia
2 11 tahun : 3 mg/kg 1 x sehari (maksimum 100 mg/hari).
Efek samping : diare, nyeri perut, ruam, malaise, lelah, demam,
anemia, neutropenia, trombositopenia, neuropati, jarang pankreatitis.
Perhatian : pankreatitis, kerusakan ginjal berat, penderita sirosis
berat, hamil dan laktasi.
Interaksi obat : Trimetroprim
Penatalaksanaan :Tes untuk HBeAg dan anti HBe di akhir
pengobatan selama 1tahun dan kemudian setiap 3 -6 bulan. Durasi
pengobatan optimal untuk hepatitis B belum diketahui, tetapi
pengobatan dapat dihentikan setelah 1 tahun jika ditemukan adanya
serokonversi HBeAg . Pengobatan lebih lanjut 3 6 bulan setelah ada
serokonversi HBeAg untuk mengurangi kemungkinan kambuh.
Monitoring fungsi hati selama paling sedikit 4 bulan setelah
penghentian terapi dengan Lamivudine.
c.

Adefovir
Merupakan analog nukleosida asiklik dari AMP (adenosine

monophosphate).
Mekanisme kerja: menghambat polimerase DNA HBV.
Dosis: 10 mg/hari selama 1 tahun.
d.

Entecavir
Merupakan analog nukleosida dari guanosin.
Mekanisme kerja: menghambat polimerase HBV.
Lebih poten daripada lamivudine dan efektif pada HBV resisten
lamivudine.
Dosis: 0,5 mg/hari atau 1 mg/hari pada pasien dengan HBV
resisten lamivudine

e.

Telbivudine
Merupakan analog nukleosida spesifik HBV.
Mekanisme kerja: inhibitor kompetitif DNA polimerase. lebih
poten daripada lamivudine.
Efek samping: ISPA

C.

f.

Tenofovir

g.

Emtricitabine

Hepatitis C
1.

Definisi
Hepatitis C adalah penyakit infeksi yang bisa tak terdeteksi pada

seseorang selama puluhan tahun dan perlahan-lahan merusak organ hati


(lever) yang disebabkan oleh virus hepatitis C (VHC). Virus ini masuk ke
sel hati, menggunakan mesin genetic dalam sel untuk menduplikasi HCV,
kemudian menginfeksi banyak sel lainnya.
2.

Penyebaran Penyakit
Faktor resiko: transfusi darah, hemodialisis, penggunaan obat

suntik (IUD), kontak seksual atau perinatal.


Skrining HCV perlu dilakukan pada:
1. Pengguna obat suntik
Suntikan yang digunakannya secara bersam-sama, suntikan darah,
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

3.

suntikan pengguna narkoba.


Penderita HIV
Menerima transfusi darah/transplantasi organ sebelum tahun 1992
Menerima faktor pembekuan darah sebelum tahun 1987
Pernah/sedang menjalani hemodialisis
Pasien dengan peningkatan kaar ALT/penyakit hati
Tenaga kesehatan setelah paparan di lingkungan kerja
Anak yang lahir dari ibu positifvirus hepatitis C
Imigran dari Negara dengan prevalensi hepatitis C tinggi

Patofisologi
Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor

spesifik yang terletak pada membrane sel hepar. Setelah perlekatan


tersebut, virus melakukan penetrasi dan memasukkan sitoplasma sel hepar.

Di dalam sitoplasma, sel hepar virus melepaskan kapsulnya dan terbentuk


nukleo kapsida. Selanjutnya nukleo kapsida menembus dinding sel hati
sampai memasuki inti hati tersebut. Di dalam inti sel hati asa nukleat virus
akan keluar dari nukleo kapsida dan menempel pada dna. Dna akan
merangsang hepar untuk membentuk protein an asam nukleat bagi virus.
Pada akhirnya terbentuk virus baru dan akibat nekrosis sel-sel hati, maka
virus baru akan melempaarkan ke dalam peredaran darah.
Kadar RNA HCV dalam darah meningkat
Natural killer cells aktif
CD4 spesifik HCV dan limfosit T CD8, diikuti ekspresi interferon (IFN)
menurunkan replikasi virus
HCV dirusak oleh limfosit T
Sitotoksik dengan cara
Hepatosit terinfeksi memicu apotosis
4.

IFN menekan replikasi virus

Etiologi
Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA berantai tunggal dari

family Flaviviridae. Virus ini bereplikasi di dalam hepatosit dan tidak


merusak sel secara langung. Waktu paruh dalam serum: 2-3 jam. Karena
virus ini sangat pandai merubah dirinya dengan cepat, maka HCV
dikelompokkan ke dalam 6 genotip (1-6) yang terdistribusi di seluruh
belahan dunia. Masa inkubasi: 2 minggu - 6 bulan dimana 60-70% tanpa
gejala, 10-20% menunjukkan gejala yang tidak spesifik seperti: mual,
muntah, lemah, tidak nafsu makan, nyeri pada perut dan 20-30% disertai
warna kuning pada kulit (ikerus). Kemungkinan yang dapat terjadi setelah
terinfeksi HVC adalah ebagai berikut:
a. 60-85% pasien terinfeksi HVC menjadi hepatitis kronis
b. 10-20% dari hepatitis kronik akan menjadi sirosis
c. 1 dari 5 % dengan hepatitis kronik akan menjadi kanker hati.
5.

Fatogenesis
HCV merupakan penyakit yang menular melalui darah dan

menyerang hati. HVC menyerang hati sehingga menyebabkan radang dan

kerusakan jaringan hati. Pada 85% dari semua kasus, infeksi ini akan
berlangsung seumur hidup. Hal ini menimbulkan resiko berkembangnya
sirosis hati, kanker hati dan bahkan kematian. Hepatitis C menyebabkan
kematian 8000-10.000 warga Amerika setiap tahunnya. Banyak orang
tidak mengetahui bahwa dirinya terinfeksi karena tidak ada gejala pada
awalnya. Bagaimanapun, penyakit ini secara perlahan berkembang
menjadi sirosis setelah bertahun-tahun.
Hepatitis C kronis merupakan penyakit yang berkembang secara
lambat selama 10-40 tahun. Terdapat bebrapa bukti bahwa penyakit ini
berkembang lebih cepat pada usia paruh baya atau lebih tua.dalam satu
studi, hepoatitis kronis dengan biopsi hati ditemukan pada rata-rata 10
tahun setelah transfusi darah dan sirosis pada rata-rata 20 tahun. HVC
masuk lewat darah kemudian muali berkembang biak dengan sendirinya,
kemungkinan kerusakan hati meningkat. Proses ini berlangsung selama
bertahun-tahun, tanpa gejala.
6. Diagnosis
a. Kadar transaminaseu abnormal yang bertahan selama beberap
waktu.
b. Reaktik enzim immunoassay for anti HCV.
7. Penanganan
1. Penanganan Farmakologi
Terapi tanpa obat tidak menjamin kesembuhan, untuk itu dilakukan cara
lain dengan menggunakan obat-obatan. Golongan obat yang digunakan
antara lain adalah aminoglikosida, antiamuba, antimalaria, antivirus,
diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan multivitamin
dengan mineral.
a. Aminoglikosida
Antibiotika digunakan pada kasus abses hati yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Diberikan 3 kali sehari secara teratur selama tujuh
hari atau sesuai petunjuk dokter. Antibiotika kombinasi biasanya
digunakan untuk mencegah ketidakaktifan obat yang disebabkan oleh
enzim yang dihasilkan bakteri
b. Antiamuba
Antiamuba seperti dehydroemetine, diiodohydroxyquinoline,
diloxanide furoate, emetine, etofamide, metronidazole, secnidazole,
teclozan, tibroquinol, tinidazole adalah preparat yang digunakan untuk

amubiasis. Dengan terapi ini maka risiko terjadinya abses hati karena
amuba dapat diminimalkan.
c. Antimalaria
Antimalaria, misalnya klorokuin, dapat juga digunakan untuk
mengobati amubiasis. Obat ini mencegah perkembangan abses hati
yang disebabkan oleh amuba.
d. Antivirus
Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV) pada koinfeksi
hepatitis C, saat ini tersedia ARV gratis di Indonesia. ARV yang
tersedia gratis adalah Duviral (Zidovudine + Lamivudine) dan Neviral
(Nevirapine). Sedangkan Efavirenz (Stocrin) tersedia gratis dalam
jumlah yang amat terbatas. Didanosine atau Stavudine tidak boleh
diminum untuk penderita yang sedang mendapat pengobatan interferon
dan Ribavirin, karena beratnya efek samping terhadap gangguan faal
hati. Zidovudine, termasuk Duviral dan Retrovir harus ketat dipantau
bila digunakan bersama Ribavirin (untuk pengobatan hepatitis C),
karena masing-masing dapat menimbulkan anemia. Anemia dapat
diantisipasi dengan pemberian eritropoietin atau tranfusi darah.
Neviraldapat mengganggu faal hati. Jadi, kadar hemoglobin dan
leukosit serta tes faal hati (SGOT, SGPT, bilirubin, dan lain-lain) harus
dipantau ketat.
e. Diuretik
Diuretik tertentu, seperti Spironolactone, dapat membantu
mengatasi edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa asites.
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan
keseimbangan

elektrolit

atau

gangguan

ginjal

berat

karena

menyebabkan ekskresi elektrolit. Obat diuretik lain yang digunakan


dalam penyakit hati selain spironolakton adalah furosemid yang efektif
untuk

pasien

yang

gagal

memberikan

tanggapan

terhadap

Spironolactone. Obat lain seperti Thiazide atau Metolazone dapat


bermanfaat pada keadaan tertentu.
f. Multivitamin dengan mineral
Golongan ini digunakan sebagai terapi penunjang pada pasien
hepatitis

dan penyakit

hati

lainnya.

Biasanya

penyakit

hati

menimbulkan gejala-gejala seperti lemah, malaise, dan lain-lain,

sehingga pasien memerlukan suplemen vitamin dan mineral. Hati


memainkan peranan penting dalam beberapa langkah metabolisme
vitamin. Vitamin terdiri dari vitamin-vitamin yang larut dalam lemak
(fat-soluble) seperti vitamin A, D, E dan K atau yang larut dalam air
(water-soluble) seperti vitamin C dan B-kompleks.
2. Penanganan Non Farmakologi
Terapi tanpa obat bagi penderita adalah diet yang seimbang,
jumlah kalori yang dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan, berat
badan, dan aktivitas. Pada keadaan tertentu, diperlukan diet rendah
protein, banyak makan sayur dan buah serta melakukan aktivitas sesuai
kemampuan untuk mencegah sembelit, menjalankan pola hidup yang
teratur dan berkonsultasi dengan petugas kesehatan. Tujuan terapi diet
pada pasien penderita penyakit hati adalah menghindari kerusakan hati
yang permanen; meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan hati
dengan keluarnya protein yang memadai; memperhatikan simpanan
nutrisi dalam tubuh; mengurangi gejala ketidaknyamanan yang
diakibatkan penyakit ini; dan pada penderita sirosis hati, mencegah
komplikasi asites, varises esofagus dan ensefalopati hepatik yang
berlanjut ke komplikasi hepatik hebat. Diet yang seimbang sangatlah
penting. Kalori berlebih dalam bentuk karbohidrat dapat menambah
8.

disfungsi hati dan menyebabkan penimbunan lemak dalam hati.


Mekanisme Obat
a. Lamivudin
Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin
dimetabolisme di hepatosit menjadi bentuk trifosfat yang aktif.
Lamivudin bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA,
secara

kompetitif

menghambat

polymerase

virus

(reverse

transcriptase, RT). Lamivudin tidak hanya aktif terhadap HBV


wikdtype saja, namun juga terhadap varian precore/core promoter.
Selain itu, terbukti lamivudin dapat mengatasi hiperresponsivitas
sel T sitotoksik pada pasien yang terinfeksi kronik
b. Ribavin
Peningkatan efek/toksisitas: penggunaan ribavirin dengan
analog nukleosoda dapat meningkatkan risiko hepatotoksisitas,

laktat asidosis ( adefovir, didanosin, emtricitabin, entekavir,


lamivudin, stavudin, zalcitabin, zidovudin). Penggunaan bersama
didanosin meningkatkan risiko pankreatitis, dan neropati perifer
disamping laktat asidosis. Hentikan terapi bila bila tanda toksisitas
ada. Penggunaan bersama interferon alfa meningkatkan risiko
anemia hemolisis. Menurunkan efek: ribavirin dapat menurunkan
efek stavudin.
c. Peginterferon Alfa
Interferon, terutama alfa dan beta memiliki peranan penting
dalam pertahanan terhadap infeksi virus. Senyawa interferon
adalah bagian dari sistem imun non-spesifik dan senyawa tersebut
akan terinduksi pada tahap awal infeksi virus, sebelum sistem imun
spesifik merespon infeksi tersebut. Pada saat rangsangan atau
stimulus biologis terjadi, sel yang memproduksi interferon akan
mengeluarkannya ke lingkungan sehingga interferon dapat
berikatan dengan reseptor sel target dan menginduksi transkripsi
dari 20-30 gen pada sel target. Hal ini menghasilkan keadaaan antivirus pada sel target. Aktivasi protein interferon terkadang dapat
menimbulkan kematian sel yang dapat mencegah infeksi lebih
lanjut pada sel.
D.

Hepatitis D
1.

Definisi
Hepaitis D (HDV) disebut hepatitis Delta adalah suatu peradangan

pada hati sebagai akibat virus hepatitis D yang sebenarnya adalah suatu
virus detektif yang ia sendiri tidak dapat menginfeksi hepatosit untuk
menimbulkan hepatitis, virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV
sehingga HBV bertambah parah . infeksi oleh HDV juga dapat timbul
belakangan pada individu yang mengidap infeksi kronik HBV. Hepatitis D
bergantung pada virus hepatitis B yang lebih kompleks untuk bertahan,
hepatitis D hanya merupakan resiko untuk mereka yang mempunyai antigen
permukaan hepatitis B positif. Oleh karena itu, hepatitis D hanya ditemukan

pada pasien yang sedang menderita hepatitis B akut atau pada hepatitis B
kronis
2.

Etiologi
Penyebab penyakit hepatitis D adalah virus hepatitis tipe D atau

antigen Delta yang berukuran 35-37 nm dan merupakan virus RNA yang
tidak sempurna. Virus tersebut dari nukleo protein RNA merupakan hybrid
DNA virus Hepatitis B. Virus ini juga memerlukan selubung HBSAg. Virus
hepatitis D tidak terdapat dalam serum atau darah tetapi anti HVD Ig M
dapat ditemukan dalam sirkulasi
3.

Patofisiologi
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi atau super-

infeksi dengan VHB. Ko-infeksi berarti infeksi VHD dan VHB terjadi
bersamaan. Adapun super-infeksi terjadi karena penderita hepatitis B kronis
atau pembawa HBsAg terinfeksi oleh VHD. Ko-infeksi umumnya
menyebabkan hepatitis akut dan diikuti dengan penyembuhan total.
Koinfeksi dengan hepatitis D meningkatkan beratnya infeksi hepatitis B,
perjalanan penyakitnya lebih membahayakan dan meningkatkan potensi
untuk menjadi penyakit hati kronik. Sementara super-infeksi

sering

berkembang ke arah kronis dengan tingkat penyakit yang lebih berat dan
sering berakibat fatal. Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada
reseptor-reseptor spesifik

yang terletak pada membran sel-sel hepar

kemudian melakukan replikasi. Untuk dapat bereplikasi, virus tersebut


memerlukan keberadaan virus hepatitis B.
4.

Manifestasi Klinik
Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala

yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. Masa inkubasi 1-90 hari atau
4-7 minggu. Gejalanya biasanya muncul secara tiba-tiba gejala seperti flu,
demam, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan feses berwarna hitam
kemerahan, Pembengkakan pada hati. Manifestasi klinik pada anak
penderita hepatitis D adalah
a. Awitan tersembunyi dan berbahaya : Ikterus , Anoreksia, mual,
Malaise, Akrodermatitis popular (Sindrom Gianotti-Crosti)

b. Gejala Prodnormal : Artralgia, Artritis, Ruam eritema


makulopopular, poliarteritis nodosa, Glomerolunefritis.
c. Hepatitis D memperhebat gejala hepatitis B dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya kondisi kronik.
Gambaran klinis pada hepatitis D terdapat 3 fase antara lain :
a.

Masa tunas (inkubasi) terjadi sejak virus masuk kedalam tubuh


sampai menimbulkan gejala. Belum ada gejala klinik yang tampak
pada stadium ini meskipun sudah terjadi kerusakan sel-sel hati.

b.

Preicterik (prodnormal) Anoreksia, mual, ketidaknyamanan


diperut bagian atas (kuadran kanan atas), terasa berbau logam,
malaise, sakit kepala, letih, demam tingkat rendah, hepatomegali,
urin lebih pekat.

c.

Icterik Air kencing gelap seperti teh karena peningkatan


pengeluaran billirubin pruritus tinja seperti dempul jika
conjugated billirubin tidak mengalir keluar dari hati ke usus,
timbul ikterik, hati membesar jika diraba (hepatomegali) dan
terdapat nyeri tekan pada hati.

d.

Post icterik (penyembuhan) Hilangnya ikterik, tidak enak badan,


mudah letih, warna urin dan tinja menjadi normal kembali.

5.

Insidens Dan Diagnosa


a. Insidens :
Insiden hepatitis D sulit ditetapkan karena muncul bersamaan
dengan hepatitis B dan tidak mudah didiagnosis. Tingkat keparahan
mencapai 2-70%
b. Diagnosa :
Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus
maka akan dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis
virus. Bila terjadi hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi.
Diagnosis secara pasti diperoleh jika ada VHD pada bagian jaringan
hati. Diagnosis infeksi hepatitis D kronis dan akut yang terjadinya
bersamaan ditandai dengan ditemukannya Ig M anti HBC yang
merupakan tanda serologis untuk hepatitis B akut dan IgM anti HVD.

Diagnosis hepatitis D akut pada pengidap VHB adalah terdeteksinya


HbsAg (+), dan IgM anti VHD dengan titer tinggi dan Ig anti HBC (-).
6.

Pencegahan
a. Berhubungan seks dengan perlindungan
b. Hindari berbagi barang-barang pribadi dengan orang yang
terinfeksi
c. Hindari paparan terhadap darah orang yang terinfeksi
d. Hindari penyalahgunaan obat intravena
e. Ibu yang terinfeksi harus diimunisasi terhadap virus tersebut pada
waktu kelahiran
f. Jangan berbagi jarum suntik, gunting dan pisau cukur dengan orang
lain
g. Melakukan Vaksinasi Hepatitis B

7.

Penanganan
Penanganan dan pengobatan Hepatitis D dapat berbeda tergantung

pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Ada dua terapi yang bisa
dilakukan diantaranya :
a. Terapi Farmakologi
- Antivirus

Antivirus

bekerja

dengan

cara

menekan

perkembangbiakan virus sehingga pembentukan virus terhenti


- Transplantasi Hati
- Vaksinasi Hepatitis B
- Obat interferon alfa 2a= Interferon bekerja dengan
memodifikasi

system

kekebalan

tubuh

sehingga

cara
mampu

menghancurkan sel hati yang menbgandung virus. Peginterferon


dan Ribavirin dalam kombinasi dengan Interferon selain
bermanfaat mengatasi hepatitis C juga untuk hepatitis D.
b. Terapi non farmakologi
Terapi ini disebut juga dengan terapi tanpa menggunakan obat.
Dilakukan diantaranya dengan istirahat yang cukup, diet seimbang.
Diet seimbang sangat penting. Kalori berlebih dalam bentuk

karbohidrat dapat menambah disfungsi hati dan menyebabkan


penimbunan lemak dalam hati. Tujuan dari terapi ini adalah
menghindari

kerusakan

hati

yang

permanen,

meningkatkan

kemampuan regenerasi jaringan hati, mencegah komplikasi asites,


varises esofagus dan ensefalopati hepatik yang berlanjut ke
komplikasi hepatik hebat.
E.

Sirosis Hati
1.

Definisi
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi

pembuluh darah besar, dan seluruh struktur hati mengalami perubahan


menjadi iregular, dan terbentuknya jaringan ikat (fibrosis) disekitar
parenkim hati yang mengalami regenerasi. Secara fungsional sirosis hati
dibagi atas 2 jenis, yang pertama adalah sirosis hati kompensata dimana
pada stadium ini belum terdapat gejala-gejala yang nyata (asimptomatis).
Biasanya stadium ini ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan
screening. Yang kedua adalah sirosis hati dekompensata pada stadium ini
gejala-gejala yang sangat jelas pasien merasa lemas, adanya asites, ikterus
dll. Pada stadium inilah pasien dibawa ke tempat pelayanan kesehatan atau
ke rumah sakit.
2.

Epidemiologi
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika

dibandingkan dengan wanita sekedar 1,6:1 dengan umur rata-rata terbanyak


antara golongan umur 30-59 tahun, dengan puncaknya sekitar umur 40-49
tahun
3.

Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian,

kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam
keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi
pada peminum alkohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel
tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung

kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stelata berperan dalam


membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stelata
membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan
pembengkakkan pada hati. Namun, ada beberapa faktor parakrine faktor
yang menyebabkan sel stelata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor
parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocites, sel Kupffer dan endotel
sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh
peningkatan kadar sitokin transforming growth pactobeta 1 (TGF-beta 1).
Ditemukan pada pasien dengan hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGFbeta 1 kemudian mengaktivasi sel stelata untuk memproduksi kolagen tipe 1
dan pada akhirnya ukuran hati menyusut.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya
ukuran dari fenestra endotal hepatics menyebaabkan kapilerisasi (ukuran
pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stelata dalam memproduksi
kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah
perisinusoidal adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stelata inilah yang
menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga menggangu
proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian
hepatocites dalam jumlah yang besar akan menyebebkan banyaknya fungsi
hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari
vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan
keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.
4.

Etiologi
Sirosis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, termasuk radang kronis

berkepanjangan, racun infeksi, dan penyakit jantung. Di Amerika sendiri


penyebab sirosis hepatis mulai dari yang paling sering
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Hepatitis C (26%)
Alkoholic liver disease (21%)
Penyebab criptogenik/ tidak diketahui (18%)
Hepatitis C + alkohol (15%)
Hepatitis B (15%)
Lain-lain (5%)

5.

Diagosis
Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati dekompensata tidak

begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami pasien dan tanda
yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan kita pada
diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG
abdomen dan tes-tes labolaturium dapat membantu .
Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran
hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru
mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat
menggunakan tes-tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid wave. Tandatanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu spider
telangiektasis (suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil),
erithema palmaris (warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan ), caputmedusa, foetor hepatikum (bau yang khas pada penderita
sirosis), dan ikterus.
Tes labolaturium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis
fungsi

hati

kita

dapat

menilainya

dengan

memeriksa

kadar

aminotransverase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum


albumin, prothrombin time dan bilirubin. Serum glutamil oksaloasetat
(SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi
tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik.
Pemeriksaan radiologis seperti USG abdomen sudah secara rutin
digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan.
Pemeriksaan

USG

meliputi

sudut

hati,

permukaan

hati,

ukuran,

homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut hati mengecil dan
noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim
hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis
vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien
sirosis.

6.

Tanda/gejala
Pada kasus dengan sirosis hati kompensata, psien tidak mempunyai

keluhan yang terlalu berarti selain dari cepat merasa lelah dan nafsu makan
yang menurun tidak begitu signifikan. Beda halnya dengan pasien pada
stadium dekompensata, dimana sudah timbul banyak gejala yang membuat
pasien tidak berdaya akibat hati gagal mengkompensasi akumulasi
kerusakan yang dialaminya. Berikut gejala-gejala umum sirosis:
a.

Hipertensi portal
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi
perubahan pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan
tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya kombinasi dari
peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tekanan pada

7.

b.

aliran darah portal.


Kegagalan membuat cukup protein seperti albumin yang membentu

c.

mengatur komposisi cairan di dalam aliran tubuh


Kegagalan membuat bahan kimia yang cukup diperlukan untuk

d.

pembekuan darah
Kurang mampu mengolah limbah kimia dalam tubuh seperti

e.

bilirubin sehingga menumpuk di dalam tubuh


Kurang mampu memproses obat, racun dan bahan kimia lainnya

f.

yang kemudian bisa menumpuk di dalam tubuh.


Cairan yang bocor dari aliran darah dan menumpuk di kaki (edema)

dan perut (ascites)


g. Kecenderungan lebih mudah berarah dan memar
h. Kulit tubuh menguning karena penumpukkan bilirubin
i. Kulit telapak tangan menguning
j. Anemia
k. Hilang nafsu makan
l. Mudah lelah
m. Gangguan pencernaan
n. Turunya berat badan
o. Gatal-gatal karena penumpukkan racun
Faktor resiko
a. Penyalahgunaan alkohol kronis
Sedikitnya dua minuman perhari untuk wanita atau empat gelas
perhari untuk pria, yang telah dikonsumsi lebih dari 10 tahun dapat
b.

menyebabkan sirosis.
Hubungan seksual yang tidak aman

Hepatitis C dan B infeksi mudah menular melalui hubungan

8.

c.

seksual tanpa pelindung.


Penggunaan obat intavena
Transmisi hepatitis B dan C juga umum melalui penggunaan

d.

narkoba dan suntikan


Penyakit hati kronis karena turunan atau didapat setelah lahir.
Hemokromatosis, penyakit wilson, dan hepatitis autoimun

merupakan faktor resiko.


Penanganan
Dengan menggunakan obat sirosis hati diantaranya yaitu :
a.

Jelly gamat gold sea cucumber jelly


Jelly Gamat Gold G merupakan obat sirosis hati yang terbuat

dari teripang jenis terbaik yaitu Golden Stichopus Variegatus. Ektrak


teripang membantu memperbaiki fungsi hati. Obat sirosis hati gamat
gold g mempunyai efek sebagai hepatoprotektor yaitu melindungi hati
dari pengaruh zat toxic yang bisa merusak sel hati. Gamat gold g juga
bersifat antiradang, kolagogum, dan khloretik yaitu meningkatkan
produksi empedu oleh hati. Dan gamat gold g bisa menetralisir racunracun dalam tubuh sehingga jika dikonsumsi secara teratur bukan hanya
penyakit hepatitis b yang sembuh tapi kesehatan anda akan kembali
sehat secara menyeluruh. Inilah kenapa kami sangat merekomendasikan
untuk membantu sembuhkan hepatitis b segera konsumsi Jelly Gamat
Gold G Sea Cucumber.
b.

Obat herbal Ace Maxs


Obat alternatif yang tepat untuk menyembuhkan sirosis hati

secara alami dan ampuh yaitu menggunakan obat herbal ace maxs.
Hingga saat ini telah banyak macam obat herbal, namun perlu diketahui
bahwa pemilihan obat yang salah, akan menimbulkan resiko dan
bahkan menambah buruk keadaan. Maka dari itu anda harus selektif
memilih obat. Komposisi utama obat herbal terbuat dari Ekstrak Kulit
Manggis dan juga Ekstrak Daun Sirsak, Manggis (mangosteen)
mempunyai antioksidan paling tinggi dari pada buah buah lainnya serta
memiliki paling banyak juga senyawa zat xanthone. Xanthone
memiliki banyak manfaat kesehatan terutama kesehatan kardiovaskuler

yang mampu sembuhkan sakit jantung, hipertensi dan Obat Sirosis


Hati. manggis juga kaya akan mineral kalium yang membantu
metabolisme energi.

Anda mungkin juga menyukai