Anda di halaman 1dari 16

KONSEP PERTANIAN ORGANIK

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Sistem Pertanian Berkelanjutan I (Organik)

MAKALAH
Disusun oleh:
Lenardi

150510090189

Ilman Fauzi

150510120002

Hilda Aulia R.

150510120009

Anggun Suciati

150510120014

En Krina Supriyani

150510120036

Kelompok 3

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FEBRUARI 2014

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................1
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................2
1.1 Latar Belakang........................................................................................................2
1.2 Tujuan Makalah......................................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................................................4
2.1 Pengertian Pertanian Organik.................................................................................4
2.2 Sejarah Pertanian Organik......................................................................................7
2.3 Peraturan Dan Sertifikasi Pertanian Organik.........................................................8
2.4 Pemasaran Produk Pertanian Organik..................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian merupakan suatu bidang kegiatan usaha yang tidak akan lepas dari
kehidupan manusia dan alam, sebab secara hirarkhi di ekosistem beberapa
komponen kehidupan membentuk mata rantai yang saling mempengaruhi,
terputusnya salah satu mata rantai tersebut akan mengakibatkan atau berpengaruh
terhadap kelangsungan makhluk hidup yang lain sehingga harus dilestarikan.
Dengan melihat gejala perilaku manusia sebagai komponen yang paling aktif
mengadakan eksplorasi, pembudidayaan, perubahan, pengguna (konsumsi) dan
lain-lain untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat telah
menimbulkan gejala yang mengarah pada kerusakan pencemaran lingkungan dan
produk pertanian. Ironisnya pengguna bahan kimia dan bahan an-organik lainya
yang sulit dirombak dan sekaligus merupakan bahan pencemar itu merupakan hasil
karya para ahli yang mengharapkan dapat menjawab tantangan kebutuhan hidup
masyarakat, misalnya untuk meningkatkan hasil suatu produk pertanian dalam
proses budidaya tanaman menggunakan pestisida untuk pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan (OPT), zat pengatur tumbuh untuk merangsang pembelahan
sel atau meningkatkan aktifitas auxin sehingga pertumhuhan dapat optimal,
penggunaan pupuk anorganik yang mudah didapat dan mudah aplikasinya sebagai
penyedia unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Hasil yang diperoleh dari usahatani demikian apabila diperhatikan sekilas
memang bagus, baik kualitas maupun kuantitasnya, tetapi jika kita teliti lebih detail,
ternyata dibalik keherhasilan tersebut terdapat suatu kerugian yang tidak kalah
besarnya, yaitu adanya pencemaran lingkungan dan produk pertanian, pemutusan
mata rantai kehidupan dan efek-efek negatif lainnya yang akan sangat terasa bila
sudah berjalan beberapa waktu lamanya.
Efek residu dari penggunaan pestisida antara lain dapat mencemari tanah
disertai

matinya beberapa organisme perombak tanah, mematikan serangga dan binatang


lain yang mungkin sebenarnya binatang tersebut dapat bermanfaat bagi kita
sehingga terputusnya rantai makanan bagi hewan pemakan serangga hama. Dari hal
tersebut yang tidak kalah menariknya untuk kita renungkan adalah bahan aktif
pestisida yang tertinggal pada tanaman yang akan dikonsurnsi dapat meracuni kita
dan akan terakumulasi di dalam tubuh, maka tidak heran banyak gejala penyakit
yang salah satu penyebabnya adalah bahan kimia tersebut, misalnya kanker, radang,
penyakit kulit dan lain-lain bahkan ada yang teracuni langsung, yaitu orang
mengkonsumsi komponen tanaman (buah, daun, bunga, umbi dan lain-lain) yang
jelas-jelas masih mengandung pestisida. Efek negatif yang berkepanjangan pada
suatu areai pertanian akan menurunkan produktifitas lahan itu sendiri. Dengan
demikian tujuan yang semula untuk memaksimalisasi produktivtas lahan pertanian
justru terbalik, bahkan akan menjadikan bumerang bagi kita.
Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya
sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.
Salah satu teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan yang sudah kita
dengar adalah Pertanian Organik. Pertanian Organik merupakan suatu tekhnologi
budidaya tanaman yang pada penerapannya disesuaikan dengan keadaan
lingkungan, agar tidak terjadi perubahan ekosistem secara drastis sehingga tidak
menggangu dan memutuskan mata rantai makhluk hidup.

1.2 Tujuan Makalah


Terdapat beberapa tujuan dari pembuatan makalah ini diantaranya adalah
1. Memahami pengertian dari pertanian organik,
2. Memahami bagaimana sejarah pertanian organik terbentuk,
3. Mengetahui peraturan dan sertifikasi dalam budidaya dengan sistem pertanian
organik, dan
4. Memahami bagaimana cara pemasaran produk pertanian organik.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pertanian Organik


Secara etimologis kata organik berasal dari benda hidup (organics mean origin
from living thing) dan pertanian organik merupakan sistem produksi yang hidup
secara berkelanjutan (long life production system). Oleh karena itu, pertanian
organik memiliki kesamaan dengan sistem pertanian berkelanjutan (sustainable
agriculture), yaitu permakultur, pertanian ekologis terpadu, eko-farming dan lainlainnya. Perbedaan utamanya adalah bahwa pertanian organik harus disertai
sertifikasi dalam proses produksi maupun produknya.
Fokus utama pada pertanian organik adalah menitikberatkan pada pelestarian
fungsi ekosistem dan konservasi energi yang tidak dapat diperbaharui
(nonrenewable energy) dan sumber bahan baku untuk menghasilkan produk yang
bebas dari senyawa toksis (residu pestisida). Oleh karena itu, penggunaan bahan
baku non alami atau artificial (pupuk buatan seperti urea, pupuk hasil pemurnian,
pestisida, herbisida dan hormon sintetis, dan lain-lainnya) dihindari secara
terencana. Dengan demikian pertanian organik tidak dimaksudkan untuk mencapai
hasil maksimum. Definisi pertanian organik (organic farming, organic growing,
organic agriculture) antara lain adalah sebagai berikut (Balfour, 1995; Palmer,
1995; IFOAM, 2000; Sharma, 2002; Kuepper & Gegner, 2004):

Organic farming means produced in soils of enhanced biological activity,


determined by humus level, crumb structure and feeder root development,
such that plant are fed through the soil ecosystem and not primarly through
soluble fertilizers added to the soil (Australian Organic Producers Advisory
Committee)
Pertanian organik berarti suatu produksi dalam tanah dengan peningkatan
aktivitas biologis, ditentukan oleh tingkat humus, struktur remah dan
perkembangan zona perakaran, sehingga tanaman mendapatkan nutrisi melalui

ekosistem tanah tanpa melalui pupuk yang dilarutkan ke dalam tanah


(Australian Organic Producers Advisory Committee)

Organic growing is working with nature, by not applying chemical pesticides,


fungicides, herbicides and artificial fertilizers to soils and ecosystem; and
recyling natural material (organic matter) from your domain either by means
of composting or as a liquid fertilizers (David Heaton, Organic grower in
Queensland)
Organik bekerja dengan alam, dengan tidak menggunakan pestisida kimia,
fungisida, herbisida dan pupuk buatan untuk tanah dan ekosistemnya; dan
mendaur ulang bahan alami (bahan organik) dengan cara pengomposan sebagai
pupuk cair.

Organic agriculture is a holistic production management system which


promotes and enhances agro-ecosystem healt, including biodiversity,
biological cycles and soil biological activity (FAO/WHO).
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang
mempromosikan dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk
keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.
An ecological production management system that promotes and enhances
biodiversity, biological cycles and soil biological activity. It is based on
minimal use of off-farm inputs and on management practices that restore,
maintain and enhance ecological harmony (The National Organic Standards
Board, NOSB, USDA, 2004)
Sebuah sistem manajemen produksi ekologi yang mempromosikan dan
meningkatkan keanekaragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.
Hal ini didasarkan pada penggunaan minimal input off-farm dan praktek
manajemen yang mengembalikan, mempertahankan dan meningkatkan harmoni
ekologi.

Berdasarkan definisi tersebut dapat dirangkum bahwa pertanian organik adalah


managemen sistem produksi holistik yang dapat meningkatkan kesehatan maupun
kualitas ekosistem tanah dan produksi tanaman secara berkelanjutan dengan
menitikberatkan penggunaan inputs yang terbarukan dan bersifat alami serta
menghindari penggunaan input sintesis (pestisida, fungisida, hormone tumbuh)
maupun produk rekayasa genetika
Menurut IFOAM (2000), tujuan utama sistem pertanian organik antara lain
adalah:

Menghasilkan bahan pangan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas nutrisi
tinggi

Menitikberatkan interaksi efektif dengan sistem daur alamiah yang mendukung


semua keanekaragaman hayati (biodiversity) dalam ekosistem

Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan
mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta
hewan

Mempertahankan dan meningkatkan kualitas (kesuburan fisik, kimia dan


biologi) dan kesehatan ekosistem tanah secara berkelanjutan

Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbarui yang berasal dari


sistem usaha tani itu sendiri

Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun di


luar usaha tani

Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan


perilakunya yang hakiki

Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin


dihasilkan oleh kegiatan pertanian

Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman


dan hewan

Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama
petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk
memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja,
termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat.

2.2 Sejarah Pertanian Organik


Perkembangan pertanian organik moderen telah dimulai sejak tahun 1900-an.
Pada saat beberapa orang menentang kecenderungan perkembangan moderen yang
bertumpu pada teknologi dan input buatan. Tonggak pertanian organik moderen
dimulai oleh Sir Albert Howard pakar botani (dikenal sebagai Bapak Pertanian
Organik Moderen) yang bekerja sebagai penyuluh pertanian dari tahun 1905 1924
di Pusa, Bengal, India. Dia mengamati dan mencatat pertanian tradisional petani
India.

Selanjutnya,

dia

mengembangkan

metoda

tersebut,

menulis

dan

mempublikasikannya pada tahun 1940 dalam bukunya yang berjudul; An


Agriculture Testaments. Pada rentang waktu yang sama Rudolf Steiner di Jerman
mengembangkan pertanian biodinamis (biodynamic agriculture) sebagai sistem
pertanian organik yang komprehensif. Diilhami oleh buku Howard, Lady Eva
Balfour pada tahun 1943 mempublikasikan hasil percobaan dan penelitiannya
dalam tulisan The Living Soil. Istilah pertanian organik dikemukakan oleh Lord
Northboun pada tahun 1940 dalam bukunya: Look to the Land yang
menggambarkan secara holistik pendekatan pertanian berdasarkan keseimbangan
ekologis.
Masanobu Fukuoka seorang ahli mikrobiologi yang bekerja dalam bidang ilmu
tanah dan patologi di Jepang meragukan perkembangan pertanian moderen dan
pada tahun 1940 dia meninggalkan pekerjaannya tersebut. Selanjutnya sekitar 30
tahun ia mengembangkan pertanian organik tanpa olah tanah, dan sekarang dikenal
sebagai Fukuoka Farming.
Sejak tahun 1950-an, pertanian berkelanjutan mendapat perhatian dari para
pakar. J.I. Rodale mempopulerkan istilah pertanian organik melalui berkebun
organik. Perhatian yang lebih luas mulai terbuka ketika Rachel Carson tahun 1962
mempublikasikan Silent Spring Chronicling yang mengemukakan dampak
penggunaan DDT dan pestisida lainnya terhadap lingkungan. Hasilnya pada tahun
1972 DDT dilarang beredar dan buku tersebut mendorong pergerakan lingkungan
secara meluas ke seluruh dunia. Pada tahun 1970 pergerakan global terfokus pada
pertanian organik dan membedakan makanan yang diproduksi secara organik
dengan yang diproduksi melalui pertanian konvensional moderen. Pada tahun 19808

an berbagai petani dan kelompok konsumen mendesak pemerintahnya untuk


membuat regulasi pertanian organik dan hasilnya sejak tahun 1990 dihasilkan
standarisasi dan sertifikasi pertanian organik.
Pertanian organik berkembang pesat sejak tahun 1970-an. Perkembangan
tersebut dicerminkan dengan berdirinya organisasi yang bersifat internasional
(IFOAM = Internasional Federation of Organic Agricluture Movements pada tahun
1972 di Switzerland) maupuan nasional di berbagai negara (AGL =
Arbeitsgemeinschaft kologischer Landbau di Jerman tahun 1993, Maporina =
Masyarakat Pertanian Organik Indonesia tahun 2000) dan pada tahun 2000 sudah
terdapat 700 organisasi di 100 negara (IFOAM, 2000). Produk yang memenuhi
kriteria yang ditentukan oleh badan sertifikasi organisasi tersebut (grown and
processed according to strict uniform standards, verified annually by independent
sate or private organisation), lazim disebut sebagai produk organik (disertai
dengan sertifikat) (Kuepper, 2002)
Sejak tahun 2002, USDA telah menggunakan standar organik nasional. Produk
yang memenuhi persyaratan dan pengujian diberi label USDA Certified Organic
(NCATs, 2003). Hal yang sama telah terdapat diberbagai negara maju lainnya.
2.3 Peraturan Dan Sertifikasi Pertanian Organik
Di Indonesia melalui konsesus yang dikoordinasikan oleh Pusat Standarisasi
dan Akreditasi Deptan pada tanggal 8 Juli 2002, telah dihasilkan SNI No. 01-67292002 tentang sistem pangan organik. Di dalam SNI ini telah tertulis berbagai hal
yang mengatur tentang lahan, saprodi, pengolahan, labelling sampai pemasaran
produk pangan organik. SNI ini merupakan adopsi dengan modifikasi dari standar
internasional Codex GL/32.1999, rev.I 2001. Tujuan utama dari standar ini adalah
untuk memfasilitasi produsen produk pangan organik yang semakin marak di
Indonesia. Acuan normatif lain yang membahas tentang pertanian organik:

IFOAM Basic Standards for Organic Production dan Processing, 2002


National Organic Program. 2000. United States Department of Agriculture,
Washington D.C.

CAC/GL 1999 Guideline for the Production, Processing, Labelling and

Marketing of Organically Produced Foods


Pedoman KAN 401 tahun 2000 tentang Persyaratan Umum Lembaga

Sertifikasi Produk
Pedoman Mutu 08: 2000, Pedoman Pelaksanaan Produksi, Penanganan dan
Pengolahan, Pelabelan, dan Pemasaran Produk Pangan Organik, Departemen

Pertanian RI.
Pedoman Mutu 09: 2000, Prinsip-prinsip Produk pangan organik, Departemen

Pertanian RI.
Pedoman Mutu 10: 2000, Sistem Pengawasan dan Sertifikasi Produksi Pangan

Organik 2, Departemen Pertanian RI.


Pedoman Mutu 11: 2000, Persyaratan Bahan Substansi Input dalam Produk
Pangan Organik, Departemen Pertanian RI.
Untuk mendapatkan label organik, perlu dilakukan serangkain khusus kegiatan

oleh pihak lembaga sertifikasi produk pangan organik yang berwenang. Deptan
telah membuat draft tentang sistem sertifikasi bertahap menuju pertanian organik.
Ada empat jenis label untuk produk pertanian organik yaitu:
1.
2.
3.
4.

Label BIRU untuk produk non-pestisida


Label KUNING untuk transisi organik
Label HIJAU untuk produk setara dengan SNI organik
Produk pertanian yang tumbuh secara organik

dengan

sendirinya

(Organically Grown)
Persyaratan teknis proses sertifikasi
a. Aplikasi
Pengajuan suatu perusahaan yang memproduksi produk organik nya kepada
lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh pemerintah dengan cara mengisi
dan menyerahkan formulir pendaftaran yang mencakup identitas perusahaan dan
data umum perusahaan serta membuat rencana kerja jaminan mutu produk
pangan organik.
b. Kaji ulang permohonan sertifikasi
Lembaga sertifikasi memeriksa ulang persyaratan pengajuan sertifikasi.
c. Inspeksi Lapang

10

Inspeksi lapang dilakukan oleh lembaga terkait untuk menetapkan


kesesuaian standar dan regulasi teknik dan bahwa bahan-bahan substansi
terlarang tidak digunakan untuk operasi.Inspeksi lapangan juga bertujuan untuk
mengoleksi data dan pengujian pada tanah, limbah, air, benih, tanaman, hewan,
serta produk yang telah diolah. Inspeksi lapangan dilakukan sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan atau sewaktu-waktu dapat meminta inspeksi
lapangan tambahan.
d. Pemberian sertifikat
Setelah dikaji ulang hasil inspeksi, dan telah sesuai dengan persyaratan
maka perusahaan berhak mendapatkan sertifikat yang mencakup:
Nama dan alamat unit kegiatan
Tanggal berlakunya sertifikat
Kategori kegiatan organik (misalnya hasil pertanian, hewan, atau produk

olahan)
Nama, alamat dan nomor telepon lembaga sertifikasi
Sertifikat yang telah diberikan, berlaku selama 3 tahun sejak diterbitkan.

Lembaga sertifikasi berhak mencabut sertifikat apabila perusahaan tidak


menerapkan standar secara konsisten.
e. Penolakan sertifikasi
Apabila lembaga sertifikasi menemukan bahwa perusahaan tidak memenuhi
persyaratan dan standar untuk diberikan sertifikat, maka berhak untuk menolak
aplikasi dengan syarat memberikan pemberitahuan tertulis kepada perusahaan
mengenai ketidaksesuaian dan melakukan evaluasi tindakan koreksi. Perusahaan
yang menerima pemberitahuan tertulis mengenai ketidaksesuaian dapat
mengajukan kembali aplikasi yang disertai deskripsi tindakan koreksi, dan
apabila lembaga sertifikasi mempunyai alasan bahwa perusahaan mempunyai
niat yang salah atau menyajikan kegiatan operasi yang tidak sesuai dengan
persyaratan maka lembaga sertifikasi mampu menolak pemberian sertifikat
tanpa menerbitkan pemberitahuan ketidaksesuaian.
f. Perpanjangan sertifikasi
Untuk memperpanjang sertifikat yang telah didapatkan, perusahaan harus
membayar biaya sertifikasi tahunan yang disertai dengan pelaporan mengenai
penambahan atau pengurangan dari informasi yang dipersyaratkan. Kemudian
lembaga sertifikasi dapat melakukan kembali inspeksi lapangan untuk

11

meyakinkan jaminan persyaratan. Apabila memenuhi syarat sertifikat dapat


kembali digunakan.
2.4 Pemasaran Produk Pertanian Organik
Peluang Pasar
Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri masih sangat kecil,
penggunaan produk organik hingga saat ini masih terbatas pada kalangan menengah
diatas. Hal tersebut disebabkan kurangnya informasi tentang pentingnya produk
organik bagi kesehatan, tidak ada jaminan mutu dan standard kualitas organik dan
harga produk pangan organik masih tergolong mahal. Demikian juga dengan
produsen pertanian organik di Indonesia yang masih sangat terbatas, kendala yang
dihadapi oleh produsen untuk mengembangkan pertanian organic antara lain
adalah:
1. Belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian
organik,
2. Perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan
yang benar benar steril dari bahan agrokimia,
3. Belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas
tersebut.
Produk dari Indonesia belum banyak yang dapat bersaing di pasar global. Baru
beberapa produk yang dapat bersaing di pasar global diantaranya baru produk kopi
Arabika yang dibudidayakan berdasarkan prinsip pertanian organik oleh Kelompok
Tani Kopi Arabika di daerah Gayo, Kabupaten Aceh Tengah. Produk kopi yang
diekspor telah memperoleh akreditasi dari Bio-coffee IFOAM dan memperoleh
label ECO dari negeri Belanda. Untuk pasar domestik, baru PT Bina Sarana Bakti,
Cisarua yang membudidayakan sayuran secara organik, yang telah memiliki
konsumen tetap dan green shop di Jakarta (Sutanto, 2002).
Secara bisnis pertanian organik di Indonesia masih memiliki peluang yang
besar. Dengan jumlah penduduk yang demikian besar menjadi potensi yang besar
sebagai konsumen produk organik. Walaupun tidak semua kalangan masyarakat
Indonesia mampu membeli hasil pertanian organik, karena harga hasil produk
pertanian organic biasanya tergolong cukup mahal.

Peluang bisnis produk

pertanian organik ini sudah mulai banyak dimanfaatkan terbukti ada peningkatan

12

jumlah lahan pertanian organik Indonesia, berdasarkan data Statistik Pertanian


Organik Indonesia (Ariesusanty, 2010). Trend bahan organik juga mulai merambah
ke rumah makan, hotel, restoran, catering yang menyediakan menu organik sehat.
Dari sejumlah pengguna hasil pertanian organik, ternyata tidak hanya pengguna
langsung melainkan pelaku bisnis lain pun mulai melirik hasil pertanian organik
untuk mereka jadikan bahan baku makanan.
Pendapatan Petani melalui Pemasaran Pertanian Organik
Gerakan Go Organic 2010 yang telah dicanangkan Kementerian Pertanian
memberikan hasil yang positif terhadap para petani. Mereka merasakan manfaat
pertanian organik karena mampu mendongkrak pendapatan 2030 persen
(Mayrowani et al., 2010). Beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa pertanian
organik memberikan keuntungan yang lebih besar dan berpengaruh nyata terhadap
pendapatan petani (da Costa, 2012; Rahmawati et al., 2012).
Harga produksi sayuran organik di Jawa Barat dua kali lipat dari harga produk
konvensional, sedangkan biaya bahan produksi organik adalah setengah dari
produksi konvensional, namun biaya tenaga kerja adalah 5,5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan usahatani konvensional. Secara total keuntungan bersih
produk organic hanya1,2 kali dari produk konvensional (Sugino, 2010). Mengingat
pertanian organic terintegrasi antara produksi dan pemasaran sehingga keuntungan
lain didapat dari marjin pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa keuntungan dari
pertanian organik lebih baik daripada pertanian konvensional, terutama jika antara
produksi dan pemasaran terintegrasi.
Contoh pemasaran produk Organik
Salah satu mekanisme pemasaran yang di lakukan dalam produk pertanian
organic adalah mekanisme fair trade yaitu sebuah gerakan sosial yang muncul pada
tahun 1940-an, terutama di beberapa negara Eropa supaya mereka dapat terlepas
dari jeratan kemiskinan melalui sebuah kemitraan perdagangan yang didasarkan
pada dialog, transparansi dan respek (baik produsen maupun konsumen). Dalam
mekanisme fair trade, produsen (petani) dan konsumen diposisikan secara sejajar
dan mengedepankan asas transparansi. Dalam menentukan harga jual, petani dan
pedagang menghitung seluruh komponen biaya produksi, termasuk aspek

13

konservasi, edukasi dan sosial. Faktor pembentuk harga itu diinformasikan secara
terbuka kepada konsumen, begitu juga mengenai proses produksinya.
Produk organik di Indonesia sebagian juga dipasarkan lewat mekanisme fair
trade. Prinsip fair trade dinilai identik dengan "nilai lebih" Pertanian organik (PO).
Karenanya mengadopsi model ini dianggap akan lebih dapat membantu dan
mensejahterakan petani, khususnya petani kecil. Praktek budidaya PO berpegang
prinsip pada keharmonian, keanekaragaman dan kelestarian alam. Dalam prinsip
keharmonian dan kelestarian ini, termasuk pula dimensi berkelanjutan kehidupan
petani PO sebagai praktisi dari praktek keselarasan alam ini. Dengan kata lain,
keadilan dan kesejahteraan petani yang menjadi prinsip fair trade juga menjadi
kepedulian PO. Produk organik yang dipasarkan dengan pemasaran berkeadilan,
biasanya memiliki perbedaan dibandingkan dengan produk konvensional (produk
pertanian yang dihasilkan dengan budidaya menggunakan bahan-bahan agrokimia)
yang berhubungan dengan proses dan dampaknya.
SAHANI (Sahabat Niaga Petani)
Sahani didirikan pada tahun 1997 di Yogyakarta oleh beberapa lembaga
swadaya masyarakat yang memiliki keprihatinan terhadap nasib petani di Indonesia
& ingin memperbaiki kondisi tersebut melalui sebuah sistem perdagangan yang
berkeadilan. SAHANI adalah wadah praktek langsung dari perdagangan yang
berkeadilan/fair trade. Sahani dibentuk untuk membantu pemasaran bagi industri
kecil dan petani organik kecil yang merupakan partner dari konsorsium.
Dibentuknya SAHANI dengan harapan untuk menyatukan industri-industri kecil
dan petani-petani organik kecil di pasaran, sehingga kebersamaan itu dapat
membawa mereka dalam posisi tawar yang benar. Di dalam menjalankan praktek
bisnisnya, Sahani selalu mencoba untuk menerapkan prinsip- prinsip fair trade,
misalnya:
1.

Transparansi, Sahani selalu memberikan informasi mengenai beras yang


dihasilkan petani (jenis, sistem budidaya, asal beras, dsb.) kepada konsumen.
Sebaliknya, Sahani juga memberikan informasi mengenai beras yang disukai konsumen
(mutu, jenis, kuantitas, dsb.)

14

2.

Partisipasi, Sahani melibatkan produsen untuk berperan dalam menentukan


harga beras yang layak bagi keberlanjutan kehidupan petani

3.

Tidak diskriminatif, Sahani tidak pernah membedakan masalah jenis kelamin,


agama, suku mau pun ras, baik kepada produsen mau pun konsumen
Saat ini jaringan pasar Sahani telah terbangun di empat kota yaitu Yogyakarta,
Jakarta, Bogor, dan Surabaya. Meningkatnya kesadaran hidup masyarakat dan
berkembangnya gaya hidup kembali ke alam menjadikan minat konsumen akan
pangan organik semakin meningkat.

15

DAFTAR PUSTAKA

Balfour, L.E.1995. Canberra organic grower society Inc. Towards a sustainable


agriculture The living soil. http://www.netspeed.com.au/cogs/cogint8.htm
IFOAM. 2000. The international federation of organic agricultural movements. Basel,
Switzerland. http://www.ifoam.org/whoisifoam/generel.htlm (Diakses Februari
2015)
IFOAM.
2008.
Prinsip-Prinsip
Pertanian
Organik.
http://www.ifoam.bio/sites/default/files/poa_folder_indonesian.pdf
Kuepper, G and L. Gegner, 2004. Organic crop production overview.
http://www.atra.ncat.org/atrra-pub/organiccrop.html. (Diakses Februari 2014)
Kuepper, G. 2002. Creating an organic production and handling system plan: a guide to
organic plan templates. http://www.attra.ncat.org/attra-pub/handlingsys.html
Mayrowani, Henny. 2012. Pengembangan Pertanian Organik Di Indonesia (The
Development
of
Organic
Agriculture
in
Indonesia).
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE30-2b.pdf
Mayrowani,Henny.2012. Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia.
pse.litbang.pertanian.go.id ( diakses tanggal 20 Februari 2015)
Mutiarawati, Tino. 2006. Kendala dan Peluang dalam Produksi Pertanian Organik di
Indonesia.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/11/kendala_dan_peluang_dalam_produksi.pdf
NCATs, 2003. Organic crops workbook: a guide to sustainable and allowed practices:
http://www.attra.ncat.org/
Otoritas Kompeten Pangan Organik Departemen pertanian. 2008. Pedoman Sertifikasi
Produk Organik diakses melalui perpustakaan.organicindonesia.org/index.php?
p=fstream&fid=328 pada Jumat 20 Februari 2015 pukul 15.35
Palmer, E. 1995. Canberra organic grower society Inc. What is organic Growing.
http://www.netspeed.com.au/cogs/cogint8.htm (Diakses Februari 2015)
Sahani.2015. Sahani Produk Organik dan Fairtrade. www.sahani.org ( diakses tanggal
20 Februari 2015)
Sertifikasi bertahap menujupertanian organik. Buletin INFOMUTU Berita Standarisasi
Mutu dan Keamanan Pangan diterbitkan oleh Ikatan Sarjana Peternakan
Indonesia
(ISPI)
edisi
September
2002
diakses
melalui
staff.unila.ac.id/bungdarwin/files/2013/03/label-pertanian-organik.pdf
pada
Jumat 20 Februari 2015 pukul 15.32
Sharma, A.K. 2002. A Handbook of Organic Farming. Agrobios India.
Suiatna, Utju. 2014. Pertanian Organik. http://www.healthy-rice.com/organik.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai