Label Produk
Label Produk
Menurut dia, pemerintah sudah mengatur peredaran pestisida dengan mewajibkan semua
pestisida yang beredar harus sesuai dengan label produk, termasuk formulasi, kadar
bahan aktif, dan klasifikasinya.
Selain itu, tambahnya, kemasan pestisida juga harus menampilkan tanda-tanda bahaya,
petunjuk penyimpanan, petunjuk penggunaan, tanda piktogram, nomor pendaftaran,
identitas kedaluwarsa, serta petunjuk pemusnahan.
Dirjen Tanaman Pangan Deptan Sutarto Alimoeso menuturkan hasil temuan tersebut
merupakan upaya konsistensi pengawasan peredaran pestisida di lapangan untuk
menekan peredaran zat kimia yang berpotensi merusak lingkungan.
"Harus ada pengawasan sampai ke daerah dan dibantu petani atau kelompok tani yang
sudah terlatih. Perannya, agar memberikan informasi dan laporan mengenai pestisida
yang beredar di daerah masing-masing," jelasnya. (aprika.hernanda@bisnis.co.id)
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 42 tahun 2007 tentang
Pengawasan Pestisida, pestisida dikatakan palsu jika isi atau mutunya tidak
sesuai label di luar batas toleransi. Pestisida dengan nama dagang, kemasan,
dan label yang meniru pestisida legal pun dianggap palsu. Batas toleransi kadar
bahan aktif berbeda-beda tergantung kadar bahan aktif pestisida itu sendiri.
Pestida dengan kadar bahan aktif pada label lebih dari 50%, batas toleransinya
2,5% dari kadar bahan aktif pada label. Misal jika pada Label tertera kandungan
bahan aktif 60%, maka jika faktanya lebih dari 62,5% atau kurang dari 57,5%
dianggap palsu. Untuk kadar bahan aktif antara 25-50%, batas toleransinya 5%;
10-25%, 6%; 2,5-10%, 10%; dan 0-2,5%; 15%.
Pengukuran bahan aktif itu hanya bisa dilakukan di laboratorium oleh produsen
atau Sub Direktorat Pengawasan Pupuk dan Pestisida dari Direktorat Sarana
Produksi. Petani tak perlu mengukur sendiri, amati saja perbedaan fisik dan
efektivitasnya. Sekilas, memang tampak mirip dengan pestisida asli baik yang
kemasan botol plastik, botol kaca, sachet, maupun kaleng.
'Untuk kemasan botol biasanya pemalsu menggunakan botol bekas dengan label
tiruan. Terkadang ada sedikit perbedaan warna dan isi tulisan pada label,' kata
Deddy Djuniadi, ketua I Croplife Indonesia-asosiasi produsen pestisida
multinasional. Untuk kemasan sachet pun biasanya ada sedikit perbedaan
cetakan. Kemasan kaleng yang berkarat dan rusak patut dicurigai.
Jika tak terlihat perbedaan kemasan, jangan langsung percaya. Amati warna,
tekstur, dan bau isinya. Warna pestisida palsu ada yang lebih gelap maupun
terang. Coba juga amati warna saat dilarutkan. Tekstur pun terkadang berbeda
baik untuk pestisida bentuk cair maupun bubuk. 'Pestisida palsu yang saya beli
warnanya sama persis dengan yang asli, tapi bau lebih menyengat mirip cat. Jika
dilarutkan menempel pada dinding wadah,' kata Darkimin.
Perbedaan fisik memang tak mudah diamati. Yang banyak terjadi, petani mulai
curiga saat mengamati efektivitasnya membasmi hama dan penyakit. 'Biasanya
pestisida palsu kurang efektif membasmi hama dan penyakit karena kandungan
bahan aktifnya sangat rendah, bahkan tidak ada sama sekali,' kata Yongki
Pamungkas, Koordinator Bidang Teknis dan Peraturan dari Croplife Indonesia.
Parahnya, ada juga pestisida palsu yang malah merusak atau membunuh
tanaman. Seorang petani anggrek di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor,
harus menanggung rugi Rp50-juta akibat pemakaian pestisida palsu yang
mematikan sebagian besar anggreknya.
Pengawasan
Kerugian tak hanya dirasakan petani, produsen pun rugi. 'Selain mengurangi
pendapatan, rusaknya citra merek akibat pemalsuan sangat merugikan
produsen,' kata Jarot Warseno, manajer produk dari produsen pestisida PT
Bayer Indonesia. Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan bekerja sama dengan
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia mengestimasi kerugian Produk
Domestik Bruto atau GDP akibat pemalsuan pestisida mencapai Rp182-miliar
pada 2002. 'Kerugian dan dampak buruk pestisida palsu menuntut pengawasan
dari semua stakeholder seperti pemerintah, produsen, asosiasi, dan petani,' kata
Spudnik.
Pengawasan pemerintah dilakukan oleh Sub Direktorat Pengawasan Pupuk dan
Pestisida dari Direktorat Sarana Produksi yang dibantu oleh komisi pestisida dan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di seluruh provinsi, kotamadya, dan
kabupaten. 'Baik produsen maupun petani bisa langsung melapor ke Direktorat
Sarana Produksi di Jakarta, Komisi Pestisida maupun PPNS di daerah,' kata Ir H
Zainul Abidin MSi, kepala sub Direktorat Pengawasan Pupuk dan Pestisida.
Bisa juga petani melapor ke kios resmi terdekat. Lalu kios akan melaporkan ke
petugas lapang dari merek yang bersangkutan. Selanjutnya petugas lapang akan