Anda di halaman 1dari 56

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

DARI ASAP CAIR SEKAM PADI GRADE 1 TERHADAP


BEBERAPA BAKTERI PENCEMAR PANGAN

SKRIPSI

BQ. MUTMAINNAH
G1A 005 015

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2010

HALAMAN PERSETUJUAN

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI


DARI ASAP CAIR SEKAM PADI GRADE 1 TERHADAP BEBERAPA BAKTERI
PENCEMAR PANGAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains


Bidang Biologi Pada Program Studi Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Mataram

Oleh

BQ. MUTMAINNAH
G1A 005 015

Tanggal Lulus: 07 Agustus 2010


Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing 1,

Ernin Hidayati, S.Si., M.Si

............................................

NIP : 19741231 200312 2 001

Dosen Pembimbing II,

Lely Kurniawati, S.Pd., M.Si


NIP : 19740804 200801 2 011

............................................

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Judul

: Uji Aktivitas Antibakteri dari Asap Cair Sekam Padi grade 1 terhadap
Beberapa Bakteri Pencemar Pangan.

Penyusun

: BQ. MUTMAINNAH

NIM

: G1A 005 015

Tanggal Ujian

: 07 Agustus 2010
Disetujui Oleh :

1. Ernin Hidayati, S.Si., M.Si

(Ketua)

................................

NIP. 19741231 200312 2 001


2. Lely Kurniawati, S.Pd., M.Si

(Sekertaris)

................................

NIP. 19740804 200801 2 011


. Bambang F. Suryadi, S.Si., M.Si

(Anggota)

...............................

NIP. 19721011 200312 1001

Mengetahui :
Dekan Fakultas MIPA

Ketua Program Studi Biologi

Universitas Mataram

Universitas Mataram

Prof. Ir. I Made Sudarma M.Sc, Ph. D


NIP : 19600606 198503 1 032

Bambang F. Suryadi, S.Si., M.Si


NIP : 19721011 200312 1001

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Orang yang dapat memanfaatkan waktunya dengan baik,


pasti bisa menguasai arah tujuan yang ingin dicapai

Jika Anda tidak bisa menjadi orang pandai, jadilah


orang yang baik. Jangan menganggap remeh diri
sendiri, karena setiap orang memiliki kemungkinan
yang tak terhingga.

Kesuksesan yang paling besar dalam hidup adalah


bisa bangkit kembali dari kegagalan

Persembahan

Babah dan Mamah tercinta atas limpahan kesabaran yang dengan sabar
membesarkan dan merawatku, serta kasih sayangnya yang tak pernah
putus, adek-adek Q, Abang yadi yang slalu setia menemani Q dalam suka &
duka, keluarga besar Q, dosen-dosen Q, serta teman-teman terbaik Q, atas
motivasi dari kalian,,,I

love U all.

thX 4 alL.

Tiada kta Lain yG Q persembahkan pDa X-an Smw


Terimakasih..
Terimakasih......
Terimakasih......
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Robbi Semesta Alam atas
Karunia dan Rahmat-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Uji Aktivitas Antibakteri Dari Asap Cair Sekam Padi Grade 1 Terhadap Beberapa
Bakteri Pencemar Pangan tepat waktu serta selawat serta salam semoga dihaturkan
kepada Nabi dan Rasul Pilihan Muhammad SAW, keluarga beserta sahabatnya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
baik fisik maupun material, terutama kepada:
1. Ernin Hidayati, S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama atas bimbingan,
arahan, nasehat, dan motivasi yang sangat berharga dan berarti, serta hasil
dokumentasi beliau yang membuat skripsi ini menjadi lebih berwarna dan bermakna.
2. Lely Kurniawati, S.Pd., M.Si. selaku Dosen pembimbing pendamaping atas segala
nasehat, bimbingan, dan dukungannya hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Bambang F. Suryadi, S.Si., M.Si selaku Dosen Pembahas atas segala bimbingan,
arahan dan masukannya selama ini yang menjadi koreksi berharga sehingga membuat
skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Prof. Ir. I Made Sudarma, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas MIPA dan atas
kebaikan serta kesempatan yang banyak diberikan kepada penulis.
5. Arben Virgota, S.Si., M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik

6. Maria Ulfa, S.Si., M.Si atas bimbingan, motivasi yang tak terhingga, doa dan telah
sabar membimbing penulis hingga skripsi terselesaikan.
7. Seluruh Staf Laboratorium Biomedik Rumah Sakit Umum Mataram dan Lab. Biologi
MIPA Unram yang telah memfasilitasi dan memberikan bimbingan selama penelitian.
8. Kedua orang tuaku yang selalu menumpahkan rasa cinta dan kasih sayang yang
penuh kepada penulis serta bantuan material yang sangat mendukung penulis, Adekadek Q, dan Keluarga besarku atas segala doa, perhatian, kasih sayang, dan
kepercayaan yang menjadi kekuatan dan motivasi terbesarku.
9. Teman-temanku Bio05 yang selalu kompak terutama kelompok mikro05 (Yana,
Lina, Ratna, Yuyun, Alfit, Shanti), mbk Vina04, mbk Sri04, mbk Hil04, mbk
Lesti04 Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu dalam
tulisan ini.
10. L.Kusmayadi atas segala motivasi, kesabaran, dan masukannya selama ini..
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan
penulis sangat memerlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Mataram, 14 Agustus 2010
Penulis

Uji Aktivitas Antibakteri Dari Asap Cair Sekam Padi Grade 1 Terhadap Beberapa
Bakteri Pencemar Pangan

Bq. Mutmainnah
GIA 005 015

ABSTRAK

Asap cair sekam padi merupakan dispersi asap kayu dalam air, yang dibuat dengan
mengkondensasikan asap dari hasil pembakaran kayu. Asap cair dibedakan berdasarkan
kualitasnya yaitu grade 1, grade 2, dan grade 3. Asap cair sekam padi grade 1 dapat
dijadikan sebagai pengawet makanan kerena mengandung senyawa fenol yang berperan
sebagai antimikroba. Akan tetapi, belum diketahui seberapa besar aktivitas antimikroba
dalam pemanfaatannya. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan
antibakteri dari asap cair sekam padi grade 1 pada berbagai konsentrasi terhadap bakteri
pencemar pangan yaitu E.coli, S.aureus, V.cholerae, dan B.cereus. Penelitian ini
dilakukan di Unit Riset Biomedik RSU Mataram dengan metode penelitian yang bersifat
eksperimen. Asap cair sekam padi grade 1 di uji aktivitas antibakterinya menggunakan
metode sumuran. Hasil uji antibakteri asap cair tersebut mampu menghambat bakteri uji.
Zona hambatan tertinggi dari E.coli, V.cholerae, dan B.cereus masing-masing sebesar
21,6 mm, 13 mm, dan 21,6 mm setelah inkubasi 12 jam, sedangkan S.aureus sebesar 18
mm setelah inkubasi 18 jam. Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan
analisis sidik ragam (ANOVA) dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial
dengan dua faktor (faktor pertama perlakuan konsentrasi dan faktor kedua waktu
inkubasi), dan dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor perbedaan konsentrasi memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap kemampuan asap cair sekam padi grade 1 sebagai antibakteri E. coli.
Sedangkan faktor waktu inkubasi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
kemampuan antibakteri asap cair sekam padi grade 1 terhadap bakteri B. cereus.
Penggunaan konsentrasi 100%, 75%, 50%, dan 25% setelah inkubasi 6 jam telah
memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, dan B.
cereus.

Kata Kunci : Asap cair sekam padi grade 1, antibakteri, bakteri pencemar pangan, metode
sumuran.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
HALAMAN
PERSETUJUAN.
.............................................................................................
.....................ii
HALAMAN
PENGESAHAN
SKRIPSI
.............................................................................................
.....................iii
.............................................................................................
.............................................................................................
MOTTO
DAN
PERSEMBAHAN
.............................................................................................
.....................iv
KATA PENGANTAR....................................................................................................v
ABSTRAK

................................................................................................................vii

DAFTAR ISI.................................................................................................................viii
DAFTAR
TABEL
.............................................................................................
.....................xi
DAFTAR
GAMBAR
.............................................................................................
.....................xii
DAFTAR
LAMPIRAN
.............................................................................................
.....................xiv
.............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

10

1.1 Latar Belakang................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Asap Cair.................................................................5
2.2 Kandungan Asap Cair......................................................................................6
2.2.1 Senyawa fenol ................................................................................6
2.2.2 Senyawa karbonil............................................................................7
2.2.3 Senyawa asam..........................................................................................8
2.2.4 Senyawa hidrokarbon pirosiklik aromatis................................................8
2.3 Pemurnian Asap Cair...............................................................................8
2.4 Keuntungan dan Sifat Fungsional Asap Cair ..................................................11
2.5 Asap Cair Hasil Pirolisis Sekam Padi Grade 1 ...............................................12
2.4.1 Komponen Asap Cair Sekam Padi Grade 1...........................................12
2.4.2 Potensi Asap Cair Sekam Padi Grade 1 Sebagai Antimikroba.13
2.6 Tinjauan Umum Tentang Beberapa Bakteri Pencemar Makanan.....................14
2.6.1 Escherichia coli.....................................................................................15
2.6.2 Staphylococcus aureus...........................................................................16
2.6.3 Vibrio cholera........................................................................................17
2.6.4 Bacillus cereus...18
2.7 Mekanisme Kerja Bahan Antibakteri dalam Membunuh Bakteri.....................19
2.7.1 Daya kerja antibakteri dengan merusak dinding sel...............................19
2.7.2 Daya kerja bahan antibakteri melalui gangguan
permeabilitas sel.................................................................................20
2.7.3 Daya kerja antibakteri melalui hambatan sintesa

11

protein..................................................................................................20
2.7.4 Daya kerja antibakteri melalui hambatan aktivitas
enzim...................................................................................................20
2.7.5 Daya kerja antibakteri melalui hambatan sintesa asam
nukleat.....................................................................................................21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian................................................................................................22
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian..........................................................................22
3.3 Alat dan Bahan Penelitian...............................................................................22
3.3.1 Alat penelitian .......................................................................................22
3.3.2 Bahan dan media Penelitian...................................................................23
3.4 Cara Kerja.......................................................................................................24
3.4.1 Uji aktivitas antibakteri........................................................................24
3.4.1.1 Persiapan alat dan bahan uji....................................................24
3.4.1.2 Pembuatan media....................................................................24
3.4.1.3 Uji penegasan kemurnian isolat bakteri uji.............................25
3.4.3.3.1 Pengamatan morfologi koloni................................25
3.4.3.3.2 Pengamatan morfologi sel.....................................25
3.4.1.4 Peremajaan biakan bakteri uji................................................26
3.4.1.5 Penentuan jumlah bakteri uji ................................................26
3.4.2 Pembuatan konsentrasi larutan.............................................................26
3.5 Pelaksanaan Uji Aktivitas Antibakteri .............................................................27
3.6 Analisis Data.................................................28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................29

12

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan...............................................................................................44
5.2 Saran.........................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................45
LAMPIRAN-LAMPIRAN..........................................................................................47

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

2.1

Perbedaan kualitas asap cair dari pembakaran batu bata

12

4.1

Diameter zona hambat bakteri uji dari asap cair sekam padi
grade 1 dengan berbagai perlakuan konsentrasi menggunakan
metode sumuran pada volume 100 L asap cair sekam padi
grade 1

29

13

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

2.1

Alat pirolisis asap cair sekam padi kelompok masyarakat


Banjar Ihwan sentra kerajinan batu bata Desa Pringgajurang,
Kecamatan Montonggading Kabupaten Lombok Timur, Nusa
Tenggara Barat.

2.3

Struktur ikatan kimia dari asap cair sekam padi grade 1

2.3

Pertumbuhan Escherichia coli pada medium Nutrien Agar


dengan metode gores empat kwadran (Sumber: http://
ASM MicrobeLibrary.org)

15

2.4

Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada medium


Nutrient Agar dengan metode gores empat kwadran
(Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)

17

2.5

Pertumbuhan Vibrio cholerae pada medium TCBS dengan


metode gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM
MicrobeLibrary.org)

18

2.6

Pertumbuhan Bacillus cereus pada medium Nutrient Agar


dengan metode gores empat kwadran (Sumber: http://
ASM MicrobeLibrary.org)

19

14

4.1

Zona hambatan E.coli dari asap cair sekam padi grade 1


dengan berbagai perlakuan konsentrasi menggunakan
metode sumuran

30

4.2

Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri E.coli pada


berbagai konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 pada
setiap jam pengamatan

35

4.3

Bintik-bintik pertumbuhan koloni di sekitar sumuran dari


asap cair sekam padi grade 1 pada E.coli

36

4.4

Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri S.aureus pada


berbagai konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 pada setiap
jam pengamatan

37

4.5

Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri V.cholerae pada


berbagai konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 pada setiap
jam pengamatan

39

4.6

Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri B.cereus pada


berbagai konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 pada setiap
jam pengamatan.

40

15

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1.

Diameter zona hambatan asap cair sekam padi grade 1 pada


bakteri uji (mm)

47

2.

Hasil pengecatan gram bakteri uji

59

Koloni bakteri uji

60

4.

Komposisi media

61

5.

Perhitungan konsentrasi asap cair

63

6.

Hasil analisis varian pengaruh faktor konsentrasi dan waktu


inkubasi terhadap diameter zona hambatan yang terbentuk pada
bakteri uji

65

7.

Hasil uji lanjut BNJ pada taraf signifikansi 5%

67

16

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asap cair merupakan dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan
mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis kayu pada suhu air 25 0C (Darmadji,
1999). Sedangkan menurut Girard (1992), asap cair diartikan sebagai suatu
suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas.
Asap cair telah banyak dimanfaatkan dan diproduksi secara komersial
untuk diperdagangkan. Pemanfaatan asap cair dibedakan berdasarkan kualitasnya.
Grade 1 (satu) dengan karakteristik berwarna bening, rasa sedikit asam,
kualitasnya tinggi dan tidak mengandung senyawa yang berbahaya untuk
diaplikasikan dalam produk makanan sehingga dapat dijadikan sebagai pengawet
makanan seperti tahu dan bakso (Oramahi, 2009). Asap cair Grade 2 (dua)
digunakan sebagai pengawet makanan pada makanan dengan rasa asap seperti
daging asap dan bandeng asap/ikan asap. Sedangkan Grade 3 (tiga) tidak
digunakan sebagai bahan pengawet pangan, tetapi digunakan pada pengolahan
karet penghilang bau dan pengawet kayu (Astuti, 2000). Menurut Amritama
(2007), pengawetan bahan pangan mentah dengan asap cair dapat memperpanjang
masa kesegaran buah-buahan.

17

Pangan sangat rentan kontaminan oleh mikroba berbahaya. Kontaminan


makanan menyebabkan penyakit yang bervariasi seperti diare akibat infeksi
Escherichia coli; Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus menyebabkan
keracunan makanan (Irianto, 2007); dan Vibrio cholerae menyebabkan kolera El
Tor (Supardi dan Sukamto, 1999). Mengingat bahaya dan tingginya tingkat
1
kontaminasi makanan oleh bakteri pencemar
pangan menyebabkan perlunya

pemanfaatan senyawa bioaktif yang lebih efektif dan aman. Salah satu sumber
yang perlu dipertimbangkan adalah asap cair sekam padi grade 1.
Asap cair sudah digunakan di Amerika Serikat untuk pengolahan
pengawetan daging. Sedangkan di Sidoarjo asap cair digunakan untuk bandeng
asap (Tranggono, 1996). Berdasarkan penelitian Tranggono dan Darmadji (1996),
asap cair dari tempurung kelapa memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan
makanan, karena adanya kandungan senyawa fenolat, asam dan karbonil.
Kualitas asap cair yang dihasilkan tergantung dari bahan dasar kayu yang
dipirolisis. Bahan dasar yang telah banyak digunakan untuk produksi asap cair
antara lain limbah kayu, tempurung kelapa, bongkol kelapa sawit, dan ampas hasil
penggergajian kayu (Amritama, 2007). Bahan dasar lain yang bisa diperoleh dari
limbah-limbah pertanian misalnya sekam padi, batang padi, batang jagung, dan
batang tembakau. Salah satu limbah pertanian yang banyak ditemukan di NTB
adalah sekam padi.
Di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), limbah pertanian seperti sekam
padi belum banyak dimanfaatkan. Asap cair dari pembakaran sekam padi
mempunyai kandungan yang relatif sama dengan asap cair yang selama ini

18

beredar di pasaran seperti asap cair hasil pirolisis tempurung kelapa dan cangkang
kelapa sawit yang diaplikasikan sebagai pestisida organik, pengawet organik, dan
obat ternak. Akan tetapi, hasil yang ditunjukkan belum optimal karena belum
diketahui seberapa besar aktivitas antimikroba dalam pemanfaatannya (Ihwan,
2008). Berdasarkan pemikiran tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui aktivitas antibakteri dari asap cair pembakaran sekam padi grade 1
sebagai antibakteri dalam kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri
pencemar pangan yaitu E. coli, S. aureus, B. cereus dan V. cholerae, sehingga
dapat diketahui kemampuan antibakteri dari asap cair sekam padi grade 1
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kemampuan antibakteri
dari asap cair sekam padi grade 1 pada berbagai konsentrasi terhadap bakteri
pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus
dan Vibrio cholerae?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan
antibakteri dari asap cair sekam padi grade 1 pada berbagai konsentrasi terhadap
bakteri pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus
cereus dan Vibrio cholerae.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

19

1. Diperoleh data ilmiah mengenai kemampuan asap cair sekam padi grade 1
sebagai antibakteri terhadap beberapa bakteri pencemar pangan yaitu
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Vibrio cholerae.
2. Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya dalam melakukan eksplorasi
potensi asap cair sekam grade 1 padi yang dapat diaplikasikan sebagai
pengawet makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Asap Cair
Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil
pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan-bahan yang banyak
mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain (Amritama, 2007). Asap cair merupakan
suatu campuran larutan dari dispersi koloid asap kayu dalam air, yang dibuat dengan
mengkondensasikan asap dari hasil pembakaran kayu tersebut (Oramahi, 2007).
Sedangkan menurut Kamus Websters mendifinisikan asap hasil dari pembakaran sebagai
suspensi dari partikel padat dan cair dalam medium gas.
Salah satu cara untuk membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap
hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu. Selama pembakaran, komponen kayu seperti
hemiselulosa, selulosa, dan lignin akan mengalami pirolisis yang menghasilkan tiga
kelompok senyawa yaitu senyawa mudah menguap yang dapat dikondensasikan, gas-gas
yang tidak dapat dikondensasikan dan zat padat berupa arang (Maga, 1987).
Pirolisis adalah proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik atau
senyawa kompleks menjadi zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan, dan gas yang

20

disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar pada suhu yang
cukup tinggi (Sulaiman, 2004). Alat produksi dari asap cair sekam padi grade 1 dapat
dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Alat pirolisis asap cair sekam padi kelompok masyarakat Banjar Ihwan
sentra kerajinan batu bata Desa Pringgajurang, Kecamatan Montonggading Kabupaten
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

2.2 Kandungan Asap Cair


2.2.1 Senyawa fenol
Senyawa

fenol

diduga

berperan

sebagai

antioksidan

sehingga

dapat

memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap
sangat tergantung dari jumlah komponen lignin pada pirolisis kayu. Lignin merupakan
makromolekul dalam kayu yang strukturnya sangat berbeda jika dibandingkan dengan
polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana
(gambar 2.2).

21

Gambar 2.2 Struktur ikatan kimia lignin dari asap cair grade 1
Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah
guaiakol dan siringol.
Senyawa fenol yang terdapat pada kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang
tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa
fenol juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam, dan ester (Maga,
1987).
2.2.2 Senyawa karbonil
Senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan cita rasa
produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma karamel yang

22

unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain vanilin dan
siringaldehida.
2.2.3 Senyawa asam
Senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk cita rasa
produk asapan baik rasa, aroma dan daya simpan produk. Senyawa asam ini antara lain
asam asetat, propionat, butirat dan valerat.
2.2.4 Senyawa hidrokarbon pirosiklik aromatis
Menurut Girard (1992), senyawa Hidrokarbon Pirosiklik Aromatis (HPA) dapat
terbentuk pada pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon pirosiklik aromatis seperti
benzene(a)pyrene merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat
karsinogen. Pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung
beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses
pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa proses yang
menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar
benze(a)pyrene. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.
2.3 Pemurnian Asap cair
Asap cair yang diperoleh dari tahap pirolisis atau grade 3 masih terdapat
kandungan tar dan benzene(a)pyrene tinggi sehingga tidak aman diaplikasikan dalam
pengasapan dan pengawet makanan (Pszczola, 2002). Oleh karena itu, dilakukan proses
lebih lanjut untuk meningkatkan potensi asap cair dari grade 3 menjadi grade 2 dan 1
yang aman diaplikasikan pada makanan.
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pemurnian asap cair adalah destilasi,
selanjutnya dilakukan penyaringan dengan karbon aktif dan zeolit (Demarco,1998).
Penyaringan dengan zeolit aktif bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang benar-benar

23

bebas dari zat berbahaya seperti benze(a)pyrene. Sedangkan filtrasi dengan karbon aktif
bertujuan untuk mendapatkan filtrat asap cair dengan bau asap yang ringan dan tidak
menyengat. Asap cair grade 1 yang diperoleh setelah penyaringan ini berwarna bening,
rasa sedikit asam, beraroma netral, kualitasnya tinggi dan tidak mengandung senyawa
yang berbahaya untuk diaplikasikan dalam produk makanan (Oramahi, 2009). Pemurnian
asap cair dilakukan dengan cara destilasi ulang pada asap cair grade 3. Destilasi satu
tingkat/satu kali akan menghasilkan grade 2. Asap cair yang keluar dari mesin pirolisis
masih memiliki kandungan tar yang sangat pekat. Oleh karena itu, cara yang mudah
untuk memisahkannya adalah dengan teknik settling/pengendapan beberapa hari sampai
diperoleh asap cair yang bening (Mashuri, 2008).
Menurut Demarco (1998), menyatakan bahwa beberapa tahapan penyaringan asap
cair sebagai berikut:
1. Proses pemurnian asap cair
Pemurnian asap cair bertujuan untuk meminimalisir jumlah tar pada asap cair.
Proses tersebut dapat dilakukan dengan proses destilasi. Destilasi merupakan proses
pemisahan komponen dalam campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya, atau
pemisahan campuran berbentuk cairan atas komponennya dengan proses penguapan dan
pengembunan sehingga diperoleh destilat dengan komponen-komponen yang hampir
murni (Astuti, 2000).
Dalam pembuatan asap cair, destilasi bertujuan untuk memisahkan tar yang
bersifat karsinogenik. Suhu yang dibutuhkan pada destilasi tidak setinggi pada pirolisis.
Suhu sekitar 150oC 200oC sudah cukup untuk menghasilkan asap cair yang bagus.
Destilasi sederhana dilakukan secara bertahap, sejumlah campuran dimasukkan ke dalam
sebuah reaktor destilasi, dipanaskan bertahap dan dipertahankan selalu berada dalam

24

tahap pendidihan kemudian uap yang terbentuk dikondensasikan dan ditampung dalam
derigen plastik. Produk destilat yang pertama kali tertampung mempunyai kadar
komponen yang lebih ringan dibandingkan destilat yang lain. Komponen-komponen
dominan yang mendukung sifat-sifat fungsional dari asap cair adalah senyawa fenolat,
karbonil dan asam. Tetapi asap cair yang baru keluar dari destilasi masih belum langsung
dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Karena masih ada proses yang harus dilalui.
2. Filtrasi dengan zeolit aktif
Filtrasi destilat dengan zeolit aktif bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang
benar-benar bebas dari zat berbahaya seperti benze(a)pyrene. Dilakukan dengan
mengalirkan asap cair destilat kedalam kolom zeolit aktif sehingga diperoleh filtrat asap
cair yang benar-benar aman dari zat berbahaya seperti benze(a)pyrene.
3. Filtrasi dengan karbon aktif
Filtrasi dengan karbon aktif bertujuan untuk mendapatkan filtrat asap cair dengan
bau asap yang ringan dan tidak menyengat. Dilakukan dengan mengalirkan filtrat hasil
filtrasi zeolit aktif kedalam kolom yang berisi karbon aktif sehingga diperoleh asap cair
dengan bau yang ringan dan tidak menyengat dan dapat di aplikasikan asap cair yang
diperoleh sebagai pengawet makanan.
2.4 Keuntungan dan Sifat Fungsional Asap Cair
Asap cair mempunyai beberapa keuntungan. Adapun keuntungan asap cair sebagai
berikut :
1. Keamanan Produk Asapan
Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi komponen
asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis. Komponen ini tidak

25

diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat karsinogen pada dosis tinggi.
Melalui pembakaran terkontrol, dan teknik pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi
minyak berat dapat dipisahkan sehingga produk asapan yang dihasilkan mendekati bebas
HPA (Pszczola, 1995).
2. Aktivitas Antioksidan
Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan terhadap
fraksi minyak dalam produk asapan. Senyawa fenolat ini berperan sebagai donor
hidrogen dan efektif dalam jumlah yang sangat kecil untuk menghambat autooksidasi
lemak (Vaughn dan Gardner, 1993).
3. Aktivitas Antibakterial
Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena adanya
formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai penyebab
semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam
organik yang bekerja secara sinergis dapat mencegah dan mengontrol pertumbuhan
mikrobia (Pszczola,1995).
4. Potensi Pembentukan Warna Coklat
Menurut Ruiter (1979), karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya
pembentukan warna coklat pada produk asapan. Jenis komponen karbonil yang paling
berperan adalah aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan formaldehid dan
hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol juga memberikan kontribusi pada
pembentukan warna coklat pada produk yang diasap meskipun intensitasnya tidak sebesar
karbonil.
5. Kemudahan dan Variasi Penggunaan

26

Asap cair bisa digunakan dalam bentuk cairan, dalam fasa pelarut minyak dan
bentuk serbuk sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang lebih luas dan mudah
untuk berbagai produk (Pszczola,1995).
Asap cair tempurung kelapa sawit telah diaplikasikan dalam industri pengolahan
karet alam, bermanfaat dalam mencegah pertumbuhan bakteri dalam pengolahan karet
sehingga tidak terjadi bau busuk. Selain itu, asap cair cangkang kelapa sawit
dimanfaatkan utuk mengurangi bau busuk limbah industri atau sampah lainnya. Produk
asap cair cangkang kelapa sawit ini bisa juga digunakan sebagai pengawet makanan,
pupuk organik, pestisida, fungisida, herbisida, dan obat-obatan (Oudejans, 1991).
2.5 Asap Cair Hasil Pirolisis Sekam Padi Grade 1
2.5.1 Komponen asap cair sekam padi grade 1
Berdasarkan penelitian Ihwan (2008), kandungan asap cair dari proses pembakaran
batu bata menunjukkan kandungan yang sama dengan kandungan asap cair yang selama
ini beredar dipasaran. Asap cair yang diperoleh mengandung fenol 0,18 %, asam 0,87 %,
karbonil 5,19%, benzo(a)pirena 16,24 ppm dan kadar air 92,18 %. Berat jenis 1,0134
g/ml dan pH 6,00. Asap cair sekam padi tersebut juga dimurnikan dengan destilasi
sehingga didapatkan kandungan fenol 0,10 %, asam 0,33 %, karbonil 19,45 %,
benzo(a)pirena 3,15 ppm dan kadar air 80,06 % dengan berat jenis 1,01 g/ml dan pH
4,94.
Kualitas asap cair yang dihasilkan dari pembakaran batu-bata ditunjukkan dalam
tabel 2.1.
Tabel. 2.1 Perbedaan kualitas asap cair dari pembakaran batu bata

27

Sumber : Laboratorium LPPT UGM tahun 2007 dalam Ihwan, 2008.


2.5.2 Potensi asap cair sekam padi grade 1 sebagai antimikroba
Asap cair sekam padi hasil pembakaran batu-bata berpotensi menjadi pestisida
organik, pengawet organik dan obat ternak. Penelitian Ihwan (2008), menunjukkan bahwa
hasil uji asap cair sekam padi sebagai pestisida organik pada cabe dan tomat
memperlihatkan hasil yang sama dengan hasil penggunaan pestisida kimia di desa
Pringgajurang dengan jenis hama penyakit yang sama. Hasil uji asap cair sebagai
pengawet organik dilakukan pada tomat yang menunjukkan ada peningkatan daya simpan
tomat antara yang menggunakan asap cair dengan yang tidak, yaitu dari 5 hari menjadi 7
hari. Sedangkan pengujian asap cair sebagai obat ternak telah dilakukan pada sapi yang
menunjukkan penyakit sapi dapat sembuh dalam waktu 1 sampai 2 minggu dengan
dioleskan asap cair.

28

2.5 Tinjauan Umum Tentang Beberapa Bakteri Pencemar Makanan


Manusia memiliki flora normal yang melimpah dalam tubuhnya yang biasanya
tidak menyebabkan penyakit, tetapi mencapai keseimbangan yang menjamin bakteri dan
inang untuk tetap bertahan, tumbuh dan berpropagasi. Beberapa bakteri penting yang
dapat menyebabkan penyakit biasanya tumbuh bersama dengan flora normal. Suatu
bagian tubuh, dimana bakteri menempel atau melekat pada sel inang biasanya adalah
epitel. Pada bagian yang tepat untuk menginfeksi, bakteri akan memperbanyak diri dan
menyebar melalui jaringan atau aliran darah (Jawetz dkk, 2001).
Virulensi atau derajat patogenitas yang dinyatakan dengan jumlah mikroorganisme
yang mampu menimbulkan kematian dan inangnya dipengaruhi oleh daya invasi dan
toksigenitas bakteri. Reaksi yang dihasilkan akan merespon kerja sistem kekebalan tubuh
baik yang bersifat nonspesifik maupun kekebalan spesifik. Bila daya tahan tubuh inang
menurun, organisme yang dalam keadaan biasa tidak pathogen dapat menimbulkan
penyakit. Keadaan demikian dinamakan oportunis (Lucky dkk, 1994). Beberapa bakteri
yang menjadi objek penelitian dapat menimbulkan penyakit pada manusia sebagai
inangnya. Bakteri tersebut diantaranya :
2.6.1 Escherichia coli

Escherichia coli berbentuk batang pendek (cocobasil), Gram negatif, ukuran


sel E.coli memiliki panjang sekitar 0,4 sampai 0,7 m dan lebar 1,4 m, beberapa
strain mempunyai kapsul, motil, anaerob fakultatif (Lucky, dkk, 1993). E.coli
tumbuh pada suhu antara 10oC sampai 40oC, dengan suhu optimum 37oC. pH
optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,0 sampai 7,5; pH minimum pada 4,0
dan maksimum pada pH 9,0 (Supardi dan Sukamto, 1999).

29

E.coli patogen menimbulkan gastroenteritis akut yang terutama menyerang


anak-anak di bawah dua tahun dan infeksi di luar saluran pencernaan yaitu infeksi
saluran kemih, usus buntu, peritonitis, radang empedu, dan infeksi pada luka
bakar (Supardi dan Sukamto, 1999).

Gambar 2.3 Pertumbuhan Escherichia coli pada medium Nutrien Agar dengan
metode gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org).
2.6.2 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus bersifat gram positif, umumnya membentuk pigmen


kuning keemasan, memproduksi koagulase, dapat memfermentasi glukosa dan
mannitol dengan memproduksi asam dalam keadaan anaerob, tetapi tumbuh baik
pada kondisi aerob. Selnya berbentuk bulat atau kokus, diameternya berukuran
0,5 sampai 1,5 m, tidak menghasilkan spora, dan biasanya sel-selnya terdapat
dalam kelompok seperti buah anggur atau membentuk tetrad. Suhu optimum
untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35oC sampai 37oC, dengan
suhu minimum 6,7oC dan suhu maksimum 45,5oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada

30

pH 4,0 sampai 9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0 sampai 7,5 (Supardi dan
Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus berwarna kuning emas, mampu menghasilkan enterotoksin
yang tahan panas. Bakteri ini biasanya terdapat di berbagai bagian tubuh manusia,
termasuk hidung, tenggorokan dan kulit. Oleh karena itu, mudah memasuki makanan
akibat adanya kontak langsung antara organ-organ tersebut dengan makanan. Makananmakanan yang sering menjadi sasaran pertumbuhannya adalah yang mengandung protein
tinggi, misalnya sosis, telur dan lain sebagainya (Fardiaz, 1993).

Gambar 2.4 Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada medium Nutrien Agar


dengan metode gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
2.6.3. Vibrio cholerae

Vibrio cholerae bersifat gram negatif, bergerak dengan flagel monotrikus,


tidak membentuk spora, berukuran panjang 1-3m, dan lebar 0,4-0,6 m, Bentuk
batang yang melengkung seperti koma, tersusun dalam kelompok berbentuk huruf
S atau spiral atau tunggal, anaerobik fakultatif, dan tumbuh pada pH optimum 7,8
- 8,0 (Supardi dan Sukamto, 1999).

31

Vibrio cholerae hidup di air laut dan menetap 0,5-1,5 bulan di dalam saluran
pencernaan hewan laut seperti kerang, kepiting, dan ranjungan. Vibrio cholerae El Tor
dapat hidup di dalam air tawar sampai 19 hari, sedangkan biotipe klasikal hidup selama 7
hari. Di dalam makanan hasil laut yang masih mentah, Vibrio dapat hidup 2-4 hari selama
4-9 hari pada suhu 5 - 10C. Di dalam air laut, biotipe El Tor hidup selama 10-13 hari
pada suhu 30 - 32C, atau 58-60 hari pada suhu 5-10C (Fardias, 1993).

Gambar 2.5 Pertumbuhan Vibrio cholerae pada medium TCBS dengan metode
gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
2.6.4 Bacillus cereus

Bacillus cereus adalah bakteri gram positif berbentuk batang, aerob dan
membentuk rantai. Bakteri ini bersifat saprofit yang lazim terdapat di tanah, air,
udara dan tumbuh-tumbuhan (Jawetz dkk, 2001).
Bakteri ini memiliki endospora yang berbentuk oval atau silinder dan
besarnya tidak melebihi sel induknya. Bakteri ini menyebabkan keracunan
makanan karena terbentuknya endospora. Sporulasi terjadi karena makanan yang
telah dimasak dihangatkan kembali sehingga terbentuk toksin yang dapat

32

mengganggu kesehatan manusia. Bakteri ini juga dapat menyebabkan pneumonia


(Pelczar dan Chan, 1986).

Gambar 2.6 Pertumbuhan Bacillus cereus pada medium Nutrien Agar dengan
metode gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
2.7 Mekanisme Kerja Bahan Antibakteri dalam Membunuh Bakteri

Menurut Muslimin (1996), mekanisme daya kerja bahan antibakteri


terhadap sel dapat dibedakan atas beberapa kelompok yaitu merusak dinding sel,
mengganggu permeabilitas sel, merusak molekul protein dan asam nukleat,
menghambat aktivitas enzim, dan menghambat sintesa asam nukleat.
2.7.1 Daya kerja antibakteri dengan merusak dinding sel
Dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif dapat dirusak oleh enzim lisozom
yang terdapat di dalam air mata, leukosit, sekresi mukosa dan putih telur. Enzim yang
diproduksi oleh beberapa spesies bakteri dapat merusak struktur dinding sel spesies
lainnya. Kerusakan dinding sel biasanya diikuti dengan lisis sel.
Beberapa senyawa dapat menghambat sintesa komponen-komponen penyusun
dinding sel pada kultur bakteri yang sedang tumbuh, sehingga membentuk suatu struktur

33

tanpa dinding sel yang disebut protoplas. Protoplas sangat mudah mengalami lisis,
kecuali jika ditempatkan pada kondisi tertentu. Salah satu contoh

senyawa yang

menghambat sintesa dinding sel adalah penicillin (Jawet dan Adelberg, 2001).
2.7.2 Daya kerja bahan antibakteri melalui gangguan permeabilitas sel
Semua sel hidup mempunyai membran semipermeabel yang mengatur lewatnya
substansi ke dalam dan keluar sel. Kerusakan pada membran ini memungkinkan ion
anorganik yang penting, nukleotida, koenzim, dan asam amino merembes keluar sel.
Kerusakan tersebut mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat atau menyebabkan
kematian sel (Volk dan Wheeler, 1990).
Senyawa-senyawa yang mengganggu sifat permeabilitas sel misalnya komponen
fenol, deterjen sintetik, sabun dan komponen amonium quaterner. Senyawa-senyawa
tersebut merusak permeabilitas selektif dari membran sehingga menyebabkan kebocoran
(Megawati, 2002).
2.7.3 Daya kerja antibakteri melalui hambatan sintesa protein
Protein merupakan penyusun utama struktur sel. Semua reaksi metabolisme
dikatalisis oleh enzim yang terbuat dari protein. Reaksi metabolisme ini merupakan
reaksi biosintesis zat-zat penting dan reaksi penting lainnya yang menghasilkan energi
(Volk dan Wheeler, 1990). Suhu tinggi dan konsentrasi yang tinggi dari suatu senyawa
antibakteri dapat menyebabkan koagulasi dan denaturasi terhadap protein dan asam
nukleat.
2.7.4 Daya kerja antibakteri melalui hambatan aktivitas enzim
Berbagai enzim yang terdapat dalam sel dapat dihambat oleh senyawa-senyawa
antibakteri yang bertindak sebagai inhibitor. Senyawa-senyawa yang potensial terutama

34

adalah yang menghambat aktivitas enzim-enzim dalam proses glikolisis, daur krebs dan
sistem sitokroma. Sebagai contoh sianida menghambat sitokhrom oksidase, fluorida
menghambat glikolisis, komponen arsenik menghambat daur krebs dan dinitrofenol
menghambat fosforilasi oksidatif.
2.7.5 Daya kerja antibakteri melalui hambatan sintesa asam nukleat.
Beberapa senyawa kimia sintetik dan alami merupakan inhibitor dalam sintesa
RNA dan DNA. Senyawa-senyawa yang menghambat sintesa asam nukleat dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu senyawa-senyawa yang menghambat pembentukan
komponen penyusun asam nukleat, yaitu purin dan pirimidin; dan senyawa yang
menghambat polimerisasi nukleotida menjadi asam nukleat. DNA dan RNA merupakan
komponen penting dalam sintesa asam nukleat karena dapat menghambat pertumbuhan
sel atau menyebabkan kematian sel.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yaitu uji in vitro kemampuan
antibakteri dari asap cair hasil pirolisis sekam padi grade 1 terhadap beberapa bakteri
pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan
Vibrio cholerae.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 Juni 2010, bertempat di
Laboratorium Unit Riset Biomedik, Rumah Sakit Umum Mataram.

35

3.3 Alat dan Bahan Penelitian


3.3.1 Alat penelitian

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah petri disk


(pyrex), tabung reaksi (pyrex) 20 mL,
22erlenmeyer (pyrex) 250 mL, 500 mL, dan
1000 mL, gelas ukur (pyrex), bunsen (pyrex), neraca analitik (Tipe AB104 merek
Mettler Toledo), autoclave, Laminar Air Flow (ESCO Class II type A2), hot plate
(Thermolyne merek Cimarec 2), incubator (merek Sanyo dan Memmert), pipet
ukur, kulkas, kapas, ose, yellow tip, mikropipet, korek, pipet, Mc Farland 0,5,
beaker glass (pyrex), alat pembuat sumuran, rak tabung reaksi, magnetic stirrer,
kertas label, gunting, aluminium foil, tisu gulung, dan kertas pembungkus.
3.3.2 Bahan dan media penelitian
Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah asap cair hasil
pirolisis sekam padi grade 1 masa simpan 3 (tiga) bulan, yang diperoleh dari kelompok
masyarakat Banjar Ihwan sentra kerajinan batu bata Desa Pringgajurang, Kecamatan
Montonggading Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri klinis koleksi Unit
Riset Biomedik, Rumah Sakit Umum Mataram yang terdiri dari dua bakteri gram positif
(Stapylococcus aureus dan Bacilus cereus yang diisolasi dari spesimen urin) dan dua
bakteri gram negatif (Escherchia coli dan Vibrio cholerae yang diisolasi dari spesimen
urin). Bakteri tersebut disimpan dalam medium cair BLH-gliserol 10% pada refigrator
bertemperatur -800C selama 3 bulan.
Media yang digunakan adalah medium Nutrien Broth (NB) untuk meremajakan
bakteri uji Escherichia coli, Stapylococcus aureus, dan Bacillus cereus. Sedangkan

36

medium Cholera Medium TCBS untuk remajakan isolat Vibrio cholerae. Medium Muller
Hinton Agar (MHA) untuk menguji potensi antibakteri asap cair sekam padi grade 1
(Lampiran 4). Selain itu, digunakan juga aquades, alkohol 70%, antibiotik (Tetrasiklin,
Cloramfenikol, dan Streptomisin), dan zat warna untuk pewarnaan gram (kristal ungu,
iodin/lugol, alkohol, dan safranin)

3.4 Cara Kerja


3.4.1 Uji aktivitas antibakteri
3.4.1.1 Persiapan alat dan bahan uji

Peralatan seperti cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer disterilisasi pada


suhu 1210C dan tekanan 2 atm selama 30 menit. Sedangkan medium yang
digunakan akan disterilisasi bersamaan dengan peralatan setiap pembuatan media.
3.4.1.2 Pembuatan media
A. Pembuatan medium untuk peremajaan bakteri uji

Medium yang digunakan untuk peremajaan isolat Escherichia coli,


Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus adalah medium Nutrient Broth (NB)
sedang isolat Vibrio cholerae adalah Cholera Medium TCBS (Alphaprint, 1990).
Sebanyak 2,8 gr medium dilarutkan dalam 100 mL aquades steril, kemudian
dipanaskan di atas hot plate. Larutan media kemudian di sterilisasi dalam autokaf
pada suhu 121oC dan tekanan 2 atm selama 30 menit.
B. Pembuatan media untuk pengujian aktivitas antibakteri

Medium yang digunakan untuk pelaksanaan uji antibakteri adalah medium


MHA (Muller Hinton Agar). Sebanyak 3,4 gram MHA oxoid dilarutkan dalam
100 mL aquades steril, kemudian dipanaskan di atas hot plate (Alphaprint, 1990).

37

Larutan medium kemudian di sterilisasi dalam autokaf pada suhu 121 oC dan
tekanan 2 atm selama 30 menit. Medium yang telah steril didinginkan selanjutnya
dituang dalam cawan petri steril yang berdiameter 9 cm sebanyak 20 mL.
3.4.1.3 Uji penegasan kemurnian isolat bakteri uji

Uji ini bertujuan untuk menegaskan bahwa bakteri uji yang digunakan
telah murni. Isolat bakteri uji yang di peroleh diamati morfologi koloni dan
morfologi selnya.
3.4.1.3.1 Pengamatan morfologi koloni
Pengamatan morfologi koloni meliputi bentuk, elevasi, tepi, dan warna
dilakukan dengan terlebih dahulu menumbuhkan isolat bakteri pada medium NA
(Nutrient Agar) dan di inkubasi selama 24 jam (Benson, 2001).
3.4.1.3.2 Pengamatan morfologi sel
Pengamatan

morfologi

sel

dilakukan

dengan

pengecatan

Gram.

Pengecatan Gram dilakukan untuk membedakan bakteri yang bersifat Gram


positif atau Gram negatif, bentuk sel, dan susunan sel.
Langkah-langkah dalam pengecatan Gram yaitu sebanyak 1 ose koloni
bakteri diambil secara aseptik dan diletakkan pada gelas benda yang telah
dibersihkan dengan alkohol kemudian dikering anginkan di atas nyala lampu
spiritus. Larutan cat crystal violet kemudian dibubuhkan sebanyak 2-3 tetes dan
didiamkan selama 20 detik. Selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dikering
anginkan selama 2 detik. Setelah kering kemudian ditetesi dengan larutan iodin
dan dibiarkan selama 1 menit. Setelah dicuci dengan air mengalir dan dikering
anginkan, selanjutnya dicuci dengan alkohol selama 10-20 detik kemudian dicuci

38

kembali dengan air mengalir dan dikering anginkan selama 2 detik. Preparat
kemudian di tetesi larutan cat safranin selama 20 detik, kemudian dicuci kembali
dengan air mengalir dan dikering anginkan selama 2 detik. Preparat diamati
dengan mikroskop setelah ditetesi minyak imersi. Bakteri Gram positif berwarna
violet dan Gram negatif berwarna merah (Benson, 2001).
3.4.1.4 Peremajaan biakan bakteri uji
Peremajaan ini bertujuan untuk memperoleh biakan bakteri uji yang masih aktif
dalam pertumbuhan dan metabolismenya. Bakteri uji dari persediaan induk (stok) diambil
sebanyak satu ose, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi medium Nutrien
Broth (NB) dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
3.4.1.5 Penentuan jumlah bakteri uji

Jumlah bakteri yang akan diuji dihitung berdasarkan perhitungan


kekeruhan yang disetarakan dengan Mc Farland 0,5 dengan jumlah bekteri 150 x
106 /mL. Sebanyak 1 ose kultur bakteri uji dalam NaCl fisiologis dikocok sampai
kekeruhanya sama dengan larutan Mc Farland 0,5 sehingga diperoleh jumlah
bakteri uji sebesar 150 juta/mL.
3.4.2 Pembuatan konsentrasi larutan
Konsentrasi larutan yang digunakan adalah konsentrasi dalam persen
volume pervolume (V/V) dengan konsentrasi yaitu 100% (1 mL asap cair sekam
padi grade 1 /0 mL aquades), 75% (0,75 mL asap cair sekam padi grade 1/0,25
mL aquades), 50% (0,50 mL asap cair sekam padi grade 1/0,50 mL aquades),
25% (0,25 mL asap cair sekam padi grade 1/0,75 mL aquades), 10% (0,10 mL
asap cair sekam padi grade 1/0,90 mL aquades), dan 5% (0,5 mL asap cair sekam

39

padi grade 1/0,95 mL aquades). Sedangkan perlakuan konsentrasi pada


Streptomisin, Tetrasiklin, dan Kloramfenikol sebagai kontrol positif digunakan
dalam persen weight pervolume (W/V), dengan konsentrasi tiap-tiap antibiotik
yaitu sebesar 2% (2 gr antibiotik /98 mL aquades).
3.5 Pelaksanaan Uji Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dari asap cair dilakukan dengan metode sumuran.
Kapas swab dimasukkan ke dalam NaCl yang telah dicampur dengan kultur bakteri dan
disetarakan dengan Mc Farland 0,5, ditekan pada bagian dinding tabung agar cairan pada
kapas swab tidak terlalu banyak. Setelah itu di goreskan secara merata pada medium
MHA. Kemudian, dibuat lubang pada media dengan diameter 0,5 cm. Setiap sumuran
dipipetkan asap cair sekam padi grade 1 sebanyak 100 L dari tiap-tiap konsentrasi yang
telah dibuat. Setelah itu, diinkubasi pada suhu 37C selama 24-72 jam. Penghambatan
pertumbuhan bakteri uji diukur dengan mengukur zona bening disekitar sumuran dengan
menggunakan penggaris dalam satuan mm (Djafar dkk, 1996).

Dalam uji ini digunakan 2 kontrol, yaitu kontrol negatif dan kontrol
positif. Kontrol negatif bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
pelarut aquades pada zona hambat pertumbuhan bakteri uji yang terbentuk dari
berbagai konsentrasi asap cair sekam padi grade 1. Sedangkan kontrol positif
adalah antibiotik Streptomisin, Tetrasiklin, dan Kloramfenikol dengan tujuan
untuk membandingkan pola hambatan pertumbuhan bakteri uji serta sebagai
pembanding kemampuan aktivitas antibakteri dari asap cair sekam padi dalam
menghambat bakteri uji.

40

3.6 Analisis Data


Data hasil uji antibakteri yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel,
gambar, dan grafik. Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA)
dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial dengan dua faktor (faktor
pertama perlakuan konsentrasi dan faktor kedua waktu inkubasi), dan dilanjutkan dengan
uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Asap cair sekam padi grade 1 diuji antibakterinya menggunakan metode sumuran
terhadap empat bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Escherichia
coli, dan Vibrio cholerae. Berdasarkan hasil uji diketahui bahwa perbedaan perlakuan
konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 memberikan hasil berbeda. Hal tersebut terbukti
dengan adanya perbedaan zona hambatan yang terbentuk (tabel 4.1).
Tabel 4.1 Diameter zona hambat bakteri uji dari asap cair sekam padi grade 1 dengan
berbagai perlakuan konsentrasi menggunakan metode sumuran dengan volume 100 L
asap cair sekam padi grade 1

Perlakuan Konsentrasi
dan Kontrol

Diameter Zona Hambatan (mm) pada masing-masing


bakteri uji
Eschrichia
coli

Staphylococcus
aureus

Vibrio
cholerae

Bacillus
cereus

100%

21,6

18

13

21,6

75%

18

15

12

18,6

41

50%

16,3

14

11

15,6

25%

11

11

11,3

10%

10

5%

Kontrol Positif
Streptomisin

2%

30

30

25

30

Tetrasiklin

2%

30

30

35

30

Kloramfenikol 2%

30

30

40

30

Kontrol Negatif
Aquades steril

29

E. coli

Gambar 4.1 Zona hambatan E. coli dari asap cair sekam padi grade 1 dengan berbagai
perlakuan konsentrasi menggunakan metode sumuran

42

Asap cair sekam padi grade 1 mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji E.
coli, S. aureus, V. cholerae, dan B. cereus. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona
hambatan pertumbuhan berupa daerah jernih di sekitar sumuran. Zona hambatan yang
terbentuk dapat dilihat pada gambar 4.1.
Pada tabel 4.1 terlihat bahwa terjadi penurunan diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri sebanding dengan penurunan konsentrasi asap cair sekam padi
grade 1. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kandungan senyawa bioaktif pada asap
cair sekam padi grade 1 yang diencerkan. Semakin tinggi jumlah pelarut yang digunakan
maka semakin sedikit jumlah biomassa zat aktif dalam asap cair sekam padi grade 1,
sehingga semakin kecil kemampuan asap cair tersebut dalam menghambat pertumbuhan
bakteri uji. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa zona hambat yang terbentuk
memiliki ukuran bervariasi. Zona hambatan terbesar terbentuk pada E. coli dan B.cereus
dengan konsentrasi 100% sebesar 21,6 mm. Sedangkan zona hambatan terkecil terbentuk
dari asap cair sekam padi grade 1 dengan konsentrasi 10% dan 5% sebesar 0 mm.
Diameter zona hambat pada konsentrasi 10% masih mampu menghambat B. cereus
sebesar 10 mm. Selain itu, tabel 4.1 memperlihatkan bahwa V. cholerae untuk konsentrasi
25% tidak terbentuk zona hambatan. Hal tersebut disebabkan karena jenis senyawa
bioaktif yang dikeluarkan tidak terlalu kuat atau konsentrasinya kecil untuk menghambat
V.cholerae.
Pada tabel 4.1 juga terlihat bahwa aquades sebagai kontrol negatif tidak
mempunyai aktivitas antibakteri, artinya aktivitas antibakteri dari asap cair benar-benar
berasal dari asap cair sekam padi grade 1 dan tidak ada pengaruh dari pelarutnya.
Aktivitas antibakteri asap cair lebih kecil dari Chloramphenicol, Streptomisin, dan
Tetrasiklin sebagai kontrol positif. Menurut Darmadji (1994), aktivitas antibakteri dari

43

asap cair sekam padi grade 1 lebih kecil jika dibandingkan dengan asap cair yang
diproduksi dari sabut kelapa sawit, kelobot jagung, dan tempurung kelapa. Hal ini dapat
disebabkan karena asap cair sekam padi diproduksi dari bahan dasar kayu sangat lunak
sehingga kandungan ligninnya sedikit jika dibandingkan dengan bahan dasar kayu keras
seperti hasil pirolisis asap cair tempurung kelapa. Menurut Pszczola (1995), semakin
tinggi kandungan lignin pada bahan dasar kayu maka semakin tinggi kemampuan
antibakteri dalam asap cair tersebut. Lignin merupakan makromolekul dalam kayu yang
strukturnya sangat berbeda jika dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas
sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana (gambar 2.2). Dengan adanya
proses pirolisis pada asap cair sekam padi terjadi reaksi pemutusan ikatan lignin menjadi
unit penyusunnya yaitu fenilpropana. Fenilpropana merupakan unit awal dari
terbentuknya fenol, dimana fenol berperan penting sebagai antimikroba (Darmadji, 2004).
Kandungan lignin berbeda pada kayu lunak dan kayu keras (Fengel dan Wegener,
1995). Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya
dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Hal ini menyebabkan bahan
kayu yang keras menghasilkan aroma lebih baik serta lebih kaya kandungan senyawa
aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu yang lunak
(Girard, 1992).
Aktivitas antibakteri dari 2 bakteri uji gram positif yaitu B.cereus dan S.aureus;
dan 2 bakteri uji gram negatif yaitu E.coli dan V.cholerae menunjukkan reaksi yang sama
terhadap asap cair sekam padi grade 1. Hal ini berarti bahwa asap cair sekam padi grade
1 berpengaruh terhadap bakteri uji gram negatif dan gram positif. Sedangkan antar jenis
bakteri uji gram negatif (E. coli dan V.cholerae), diameter zona hambatan E. coli lebih
tinggi daripada V. cholerae. Demikian juga untuk bakteri uji gram positif (B. cereus dan
S. aureus), diameter zona hambatan B.cereus lebih tinggi daripada S. aureus. Meskipun

44

E. coli dengan V.cholerae (gram negatif) dan B. cereus dengan S. aureus (gram positif)
termasuk dalam kelompok gram yang sama, tetapi kemampuannya untuk melawan jenis
senyawa tertentu akan berbeda seperti yang dinyatakan Jawetz, dkk, (2001) bahwa
perbedaan ketebalan membran luar dari suatu bakteri akan mempengaruhi ketahanan
bakteri terhadap suatu jenis senyawa tertentu.
Terbentuknya zona hambatan pada bakteri yang diujikan disebabkan oleh adanya
senyawa fenol, asam, karbonil, dan benze(a)pyrene yang terdapat pada asap cair sekam
padi grade 1 (Ihwan, 2008). Oleh sebab itu, diduga bahwa senyawa-senyawa tersebut
juga berperan menghambat pertumbuhan bakteri uji ini. Menurut Barylko dan Pikielna
(1978), fenol merupakan komponen utama yang menghambat pertumbuhan populasi
bakteri yang terdapat pada asap cair dengan memperpanjang fase lag secara proporsional
di dalam produk sedangkan kecepatan pertumbuhan dalam fase eksponensial tetap tidak
berubah kecuali konsentrasi fenol sangat tinggi. Sedangkan fenol pada konsentrasi rendah
hanya menambah permeabilitas membran sel sehingga metabolit sel akan keluar dan
menginaktifkan enzim bakteri. Dalam bentuk larutan sampai konsentrasi 1%, fenol
berfungsi sebagai bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi berperan
sebagai bakterisidal (Waluyo, 2008).
Pada konsentrasi tertentu senyawa fenol akan merusak membran sitoplasma
sehingga menyebabkan bocornya membran. Kerusakan membran ini akan memungkinkan
ion organik nukleotida koenzim dan asam amino ikut keluar sel. Selain itu, kerusakan ini
akan mencegah masuknya bahan-bahan penting ke dalam sel karena membran sitoplasma
yang bertugas mengendalikan bahan-bahan penting dalam sel tidak berfungsi dengan
baik. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan bakteri, bahkan bisa menyebabkan kematian
(Volk dan Wheiler, 1990).

45

Keasaman mempunyai peranan yang besar dalam menghambat pertumbuhan


bakteri. Asap cair sekam padi grade 1 dengan pH 4 mampu menghambat pertumbuhan
bakteri uji sehingga ketahanan masing-masing bakteri uji terhadap perlakuan asap cair
sekam padi grade 1 berbeda-beda. Menurut Girard (1992) menunjukkan bahwa ketahanan
bakteri terhadap perlakuan asap cair berbeda-beda ada yang sangat peka biasanya pada
bakteri patogen dan pembusuk makanan, dan ada yang sangat tahan terhadap asap cair
yaitu jenis micrococci dan bakteri asam laktat. Asam (asam asetat) dari asap cair sekam
padi grade 1 mengandung bahan aktif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri
diakibatkan oleh molekul yang tidak terdisosiasi secara langsung dapat mengasamkan
sitoplasma, merusak tegangan permukaan membran dan hilangnya transport aktif
makanan melalui membran sehingga menyebabkan destabilisasi bermacam-macam fungsi
dan struktur komponen sel (Tranggono, 1996).
Karbonil yang terkandung dalam asap cair sekam padi grade 1 mempunyai fungsi
sebagai antibakteri dan antioksidan karena bersifat asam (Darmadji, 1996). Kadar
karbonil yang terdapat pada asap tergantung dari jenis kayu sebagai bahan dasarnya.
Bahan dasar dengan selulosa tinggi akan menyebabkan kadar karbonilnya juga tinggi
karena perlakuan pemanasan suhu tinggi pada selulosa akan menghasilkan karbonil.
Kadar karbonil dalam asap cair relatif tinggi dibandingkan dengan fenol, hal ini
disebabkan karena sebagian fenol ada yang memiliki gugus karbonil sehingga ikut
terhitung (Darmadji, 1994). Menurut Girard (1992), Karbonil mempunyai pengaruh
utama pada warna asap cair sekam padi grade 1. Warna asap yang terdapat pada asap cair
sekam padi ini disebabkan karena adanya interaksi antara karbonil dengan gugus amino.
Benzil (a)pyrene adalah senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat
karsinogen. Menurut Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa
HPA (Hidromatik pirosiklik aromatik) selama pembuatan asap tergantung dari beberapa

46

hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan
asap cair serta kandungan udara dalam kayu. Hal ini menyebabkan kemampuan
antibakteri asap cair sekam padi grade 1 secara in vitro masih relatif kecil.
Waktu terbentuknya diameter zona hambatan dari asap cair sekam padi grade 1
dapat dilihat pada gambar 4.2, 4.4, 4.5, dan 4.6.

Gambar 4.2 Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada
berbagai konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 pada setiap jam pengamatan
Gambar 4.2 memperlihatkan diameter zona hambatan yang terbentuk pada bakteri
E.coli dengan diameter zona hambatan terbesar terbentuk dari asap cair sekam padi grade
1 dengan konsentrasi 100% setelah inkubasi 12 jam sebesar 21,6 mm. Diameter zona
hambat telah terbentuk pada jam ke-6 (konsentrasi 100%, 75%, 50%, dan 25%), yaitu
sebesar 20,3 mm, 16,6 mm, 15,3 mm, dan 11 mm. Selain itu, zona hambatan pada
konsentrasi 100% dan 75% setelah inkubasi 36 jam - 42 jam terjadi penurunan sebesar 20
mm dan 15,3 mm; dan 18 mm dan 15 mm.
Terbentuknya zona hambat terbesar pada E.coli dengan konsentrasi 100% pada jam
ke-12 dapat disebabkan karena pengamatan 12 jam merupakan waktu efektivitas tertinggi
senyawa aktif dari asap cair sekam padi grade 1 dapat menghambat isolat uji dengan

47

zona hambatan terbesar, sehingga pada inkubasi lebih lama dari pengamatan ke-72 jam
tidak akan memberikan pengaruh yang lebih besar dari konsentrasi dan inkubasi
optimalnya.
Pada gambar 4.2 juga menunjukkan bahwa bakteri E.coli pada berbagai konsentrasi
cenderung mengalami kenaikan pada jam ke-12 dan turun lagi sampai jam ke-42. Hal ini
dapat dilihat dari rentang diameter zona hambatan yang terbentuk yaitu 11 mm - 21,6 mm
dan mengalami penurunan pada jam ke-42 dengan rentang diameter zona hambatan
berkisar 18 mm 11 mm. Sedangkan pada pengamatan 6 jam rentang diameter zona
hambatan dari E.coli tidak sama yang dapat disebabkan karena adanya perbedaan
pengaruh difusi dari senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam asap cair sekam padi
grade 1 pada waktu terbentuknya zona hambatan. Pada jam ke-42 besarnya diameter zona
hambatan pertumbuhan E.coli mengalami penurunan dan mulai terdapat bintik-bintik
bakteri di sekitar sumuran seperti yang terlihat pada gambar 4.3.

E. coli

Gambar 4.3 Bintik-bintik pertumbuhan koloni di sekitar sumuran dari asap cair sekam
padi grade 1 pada E. coli

48

Hal ini dapat disebabkan karena bakteri yang berada di luar zona bening yang tidak
dihambat oleh asap cair sekam padi grade 1 mengalami pertumbuhan dengan
memperbanyak diri, sehingga menembus daerah zona bening dari luar. Pada akhirnya
mengakibatkan diameter zona hambatan semakin menyempit. Tumbuhnya bakteri pada
daerah terluar zona bening juga dipicu oleh konsentrasi bahan bioaktif yang terus
mengalami penurunan seiring dengan meluasnya daerah difusi dari sumuran.

Gambar 4.4 Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri S.aureus pada berbagai
konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 pada setiap jam pengamatan.
Gambar 4.4 menunjukkan diameter zona hambatan yang terbentuk pada bakteri
S.aureus dengan zona hambatan terbesar yang terbentuk dari asap cair sekam padi grade
1 dengan konsentrasi 100% setelah inkubasi 18 jam yaitu sebesar 18 mm. Terbentuknya
diameter zona hambatan terbesar dari S.aureus dengan waktu paling lama dibandingkan
dengan bakteri uji lain kemungkinan disebabkan karena isolat uji yang digunakan
merupakan isolat bakteri klinik yang ketahanannya terhadap suatu jenis senyawa tertentu
tinggi, sehingga membutuhkan waktu lama untuk mampu dihambat oleh senyawa aktif
dari asap cair sekam padi grade 1. Peningkatan diameter zona hambatan pertumbuhan
pada S. aureus terjadi pada pengamatan jam ke-12 sampai jam ke-18. Pada pengamatan

49

jam ke-18 sampai pengamatan jam ke- 72 diameter zona hambat tidak mengalami
peningkatan yang berarti atau ralatif konstan.
Hal ini menunjukkan bahwa waktu efektivitas antibakteri dari senyawa bioaktif
yang terlarut dalam asap cair sekam padi grade 1 dalam menghambat pertumbuhan S.
aureus setelah inkubasi 18 jam. Meskipun jumlah biomassa senyawa bioaktif dalam asap
cair sekam padi grade 1 dipekatkan tidak akan memberi peningkatan berarti pada
terbentuknya zona hambat pertumbuhan dari S. aureus pengamatan diatas waktu
efektivitas senyawa bioaktifnya.

Gambar 4.5 Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri V.cholerae pada


konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 pada setiap jam pengamatan

berbagai

Gambar 4.5 memperlihatkan diameter zona hambat bakteri V.cholerae dengan zona
hambatan terbesar adalah sebesar 13 mm yaitu dari asap cair sekam dengan konsentrasi
100% setelah inkubasi 12 jam. Sedangkan diameter zona hambatan terkecil adalah
sebesar 0 mm yang dihasilkan dari asap cair sekam padi grade 1 dengan konsentrasi 25%,
10%, dan 5% setelah inkubasi 6 jam. Pada pengamatan jam ke-12 sampai pengamatan
jam ke-24 diameter zona hambat tidak mengalami peningkatan yang berarti atau relatif
konstan.

50

Terbentuknya zona hambat terbesar dari bakteri V. cholerae pada konsentrasi 100%
setelah pengamatan jam ke-12 dan memiliki diameter zona hambat terkecil jika
dibandingkan dengan bakteri uji lainya. Hal ini dapat disebabkan karena V. cholerae
memiliki permeabilitas membran luar yang sangat rendah, yaitu 100 kali lebih rendah
dari Escherichia coli, sehingga tidak dapat ditembus oleh antibakteri dari asap cair grade
1 (Brooks, 2001). Tiap-tiap spesies bakteri memiliki permeabilitas membran luar yang
berbeda. Perbedaan permeabilitas membran luar ini dipengaruhi oleh komponen kimia
dan panjang rantai lipopolisakarida (LPS) penyusun membran luar. Semakin panjang
rantai lipopolisakaridanya maka permeabilitas membran luarnya semakin rendah dan sulit
ditembus oleh antibakteri (Iglewski, 2006).

Gambar 4.6 Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri B.cereus pada


konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 pada setiap jam pengamatan

berbagai

Gambar 4.6 memperlihatkan diameter zona hambat pada B.cereus dengan zona
hambatan terbesar terbentuk dengan konsentrasi 100% setelah inkubasi 12 jam sebesar
21,6 mm. Diameter zona hambat sudah terbentuk pada jam ke-6 (konsentrasi 100%, 75%,
dan 25%), yaitu sebesar 20 mm, 18,6 mm, dan 14,6 mm. Pertumbuhan bakteri B.cereus
masih dapat dihambat oleh asap cair sekam padi grade 1 pada konsentrasi 10% setelah

51

inkubasi 12 jam sebesar 10 mm. Selain itu, zona hambatan pada konsentrasi 100%, 75%,
dan 50% setelah inkubasi 36 jam terjadi penurunan sebesar 20,3 mm, 18 mm, dan 14
mm.
Terbentuknya zona hambat terbesar pada B.cereus dengan konsentrasi 100% pada
jam ke-12 dapat disebabkan karena pengamatan 12 jam merupakan waktu efektivitas
tertinggi senyawa aktif dari asap cair sekam padi grade 1 dapat menghambat isolat uji
dengan zona hambatan terbesar, sehingga meski di inkubasi lebih lama dari 72 jam tidak
akan memberikan pengaruh yang lebih besar dari konsentrasi dan inkubasi optimalnya.
Pertumbuhan bakteri B.cereus masih dapat dihambat oleh asap cair sekam padi grade 1
pada konsentrasi 10% setelah inkubasi 12 jam. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
struktur dinding sel bakteri B.cereus (gram positif) lebih sederhana dari bakteri uji
lainnya. Struktur dinding selnya terdiri atas satu lapis yang mengandung peptidoglikan
tinggi, yaitu mencapai 50%. Sehingga B.cereus yang merupakan bakteri gram positif
bersifat lebih sensitif terhadap senyawa-senyawa bioaktif dari asap cair sekam padi
grade 1 (Waluyo, 2007).
Tidak terbentuknya zona hambat pada bakteri uji dengan konsentrasi asap cair 10%
(kecuali pada B. cereus) dan konsentrasi 5% dapat disebabkan karena asap cair sekam
padi grade 1 tersebut tidak mampu menghambat bakteri uji pada kondisi perlakuan
konsentrasi yang diberikan, terdapat kemungkinan asap cair sekam padi tersebut
menghambat bakteri uji, tetapi bakteri target yang diujikan tidak sensitif (resisten)
terhadap senyawa aktif dari asap cair sekam padi grade 1.
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh konsentrasi dan waktu inkubasi terhadap
pertumbuhan bakteri uji dilakukan analisis keragaman (ANOVA) pada taraf signifikansi
5% (lampiran 4). Dari hasil analisis keragaman tersebut diketahui bahwa terdapat

52

pengaruh yang berbeda nyata pada faktor konsentrasi terhadap diameter zona hambatan
yang terbentuk pada bakteri uji E. coli (lampiran 4 tabel 1). Hal ini dapat disebabkan
karena dalam asap cair sekam padi grade 1 terdapat senyawa yang bersifat sebagai
antibakteri salah satunya adalah fenol (Ihwan, 2008). Menurut Waluyo (2008), senyawa
fenol dapat merusak mambran sel secara total dan mengkoagulasi protein bila diberikan
pada konsentrasi tinggi. Sedangkan pada konsentrasi yang rendah interaksi fenol dengan
mambran sel dapat menambah permeabilitas dari mambran sel tersebut. Mambran sel
yang permeabel dapat menyebabkan komponen intraseluler keluar atau senyawa-senyawa
dari luar dapat masuk kedalam sel. Sehingga mengakibatkan terganggunya metabolisme
sel untuk pertumbuhan bakteri.
Faktor waktu inkubasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
diameter zona hambatan yang terbentuk pada bakteri uji B. cereus (lampiran 4 tabel 4).
Hal ini dapat disebabkan karena senyawa bioaktif dalam asap cair sekam padi grade 1
dapat mempengaruhi fase pertumbuhan bakteri B. cereus. Menurut Barylko dan Pikielna
(1978), fenol dapat menghambat pertumbuhan populasi bakteri dengan memperpanjang
fase lag, dan fenol pada konsentrasi tinggi juga mempengaruhi fase eksponensial pada
pertumbuhan bakteri uji. Selain itu, fenol dapat dikelompokkan bersifat bakteriostatik bila
diberikan pada konsentrasi 1%. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi berperan
sebagai bakterisidal. Sehingga perlakuan asap cair sekam padi grade 1 memperlihatkan
diameter zona hambatan yang berbeda untuk waktu inkubasi yang berbeda. Sedangkan
pada bakteri uji S. aureus dan V. cholerae, baik faktor konsentrasi maupun waktu inkubasi
tidak menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata terhadap diameter zona
hambatan yang terbentuk pada kedua bakteri uji tersebut.
Setelah dilakukan uji lanjut pada taraf yang sama (lampiran 5) diketahui bahwa
pada bakteri uji V. cholerae, perlakuan konsentrasi 100% membentuk zona hambatan

53

paling kecil. Sedangkan pada bakteri uji B. cereus dan E.coli, perlakuan konsentrasi
100% (waktu inkubasi 12 jam) membentuk zona hambatan terbesar.
Dalam penelitian ini juga dilihat ketahanan atau stabilitas zona hambatan sehingga
dapat diketahui kemampuan antibakteri asap cair tersebut dalam menghambat bakteri uji.
Menurut Waluyo (2008), antibakteri memiliki mekanisme kerja sebagai bakterisidal atau
bakteriostatik yang didasarkan pada toksitasnya terhadap bakteri pencemar pangan.
Dalam penelitian ini, secara keseluruhan pengujian antibakteri asap cair sekam padi
grade 1 termasuk dalam kelompok bakteriostatik, karena zona hambat yang terbentuk
hanya mampu menghambat bakteri uji dan terlihat bintik-bintik bakteri di sekitar
sumuran setelah pengamatan ke-36 jam pada bakteri uji yang digunakan.
Berdasarkan keseluruhan hasil pengujian aktivitas antibakteri dapat diperoleh hasil
bahwa asap cair sekam padi grade 1 yang di ujikan, memiliki aktivitas antibakteri yang
bervariasi dan bersifat spektrum luas terhadap beberapa bakteri uji yang digunakan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Asap cair dari sekam padi grade 1 mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri
pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus cereus, Vibrio cholerae, dan
Bacillus cereus. Aktivitas antibakteri terbesar ditunjukkan oleh konsentrasi 100% pada
Escherichia coli dan Bacillus cereus dengan diameter zona hambat yaitu 21,6 mm.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi senyawa bioaktif yang
terdapat dalam asap cair sekam padi grade 1 yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri uji. Selain itu, penulis juga menyarankan untuk membandingkan produk pangan

54

yang diaplikasikan asap cair sekam padi grade 1 dengan produk pangan yang tidak
diaplikasikasi asap cair sekam padi grade 1 menggunakan uji mikrobiologis dan uji
organoleptik sehingga nantinya aman untuk dikonsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Alphaprint, A., Hants. 1990. The Oxoid Manual 6th Edition 1990, Publish by Unipath
Limited, Wade Road, Basingstoke, Hamspire, RG 24 OPW, England.
Amritama, D., 2007. Asap Cair (Liquid smoke). Didownload dari http://alcoconut.
Multiply.com/journal. Tanggal 5 Agustus 2009, pukul 14.15 WITA.
Astuti, 2000. Pemanfaatan Asap Cair. Didownload dari
Multiply.com/journal. Tanggal 12 Mei 2010, pukul 10.15 WITA.

http://alcoconut.

Benson, 2001. Microbiological Aplication : Laboratorium Manual in General


Microbiology, Eight Edition.
Barylko, F., dan Pikielna, E. 1978. Phenolic Compounds Of The Mesocarp Of Cresthauen
Peaches During Storange and Ripening. J. Food sci. 54 : 1259-1268.
Darmadji, P., 1994. Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Antimikrobia,Antioksidan serta
Sensorisnya, Laporan Penelitian Mandiri, DPP-UGM, 1996, 19; 11-15.
Darmadji, P., 1996. Aktivitas Antibakteri Asap Cair yang Diproduksi dari BermacamMacam Limbah Pertanian, Laporan Penelitian Mandiri, DPP-UGM, 1996, 16: 1922.
Darmadji, 1999. Aktivitasi Antibakteri Asap Cair Yang Diproduksi Dari BermacamMacam Limbah Pertanian, Agritech, Vol 16, No 4. Fakultas Teknologi Pertanian
UGM, yogyakarta.
Demarco, 1998. Technology of Mead And Mead Products. Ellis Horwood, New York.
Djafar, T.F., E.S., Rahayu, D. Wibowo, dan S. Sudarmaji, 1996. Antimicrobial Substance
Produce by Lactobacillus sp. TGR-2 Isolated from Growol. Indonesiam Food and
Nutrition Progress. Food and Nutrition development and Research Center. Gadjah
mada University Press, Yogyakarta.
Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

55

Fengel, D., and G. Wegener, 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Hardono
Sastrohamidjojo (penterjemah), Gadjah Mada University Press.
Girard, J.P., 1992. Technology Of Mead Product, Newyork, Ellis Horwood.
Iglewsky, B. H. 2006. Vibrio. Didownload dari http://www. Sciencedirect. com. Tanggal
14 Juni 2010, pukul 13. 00 WITA.
Ihwan, M.K., 2008. Pembuatan Asap Cair dari Asap Pembakaran Batu-Bata Menjadi
Pestida dan Pengawet Organik. Laporan Kegiatan Inisiatif Lokal-Proyek
Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI), Lombok Timur.
Irianto, K. 2007. Mikrobiologi, Menguak Dunia Mikroorganisme. Yrama Widya.
Bandung.
Jawetz, E., J.C. Melnick dan E.A. Adelberg, 2001. Mikrobiologi Kedokteran,
Medika, Jakarta.

Salemba

Lucky, H.M., Suharto, Karniasih, dan Mardiastuti, 1993. Batang Negatif Gram dalam
Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta.
45
Lucky, H.M., Suharto, Karsinah, dan Mardiastuti,
H.W., 1994. Mikrobiologi Kedokteran
Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta.
Maga, J.A., 1987. Smoke In Food Procesing, CRC press, Incorparated, Boca Raton,
Florida.
Mashuri, 2008. Pemurnian Asap Cair Dengan Destilasi. Didownload dari http://www.
Pontianakpost. Com,Tanggal 10 Januari 2010 pukul 17.45 WITA.
Megawati,Y.K., 2002. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica Val.)
terhadap Pertumbuhan Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif., Skripsi S-1
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram, Mataram.
Muslimin, L.W., 1996. Mikrobiologi Lingkungan, Unhas Press, Makasar.
Oramahi, H.A,, 2009. Asap Cair Sebagai Alternatif Pengawet Makanan, Didownload dari
http://www. Pontianakpost. Com,Tanggal 10 April 2009 pukul 08.05 WITA.
Oudejans, J.H., 1991. Agro pesticides : properties and function in Integrated Crop
Protection, United Nations Bangkok, 329p.
Pelczar, J.M., dan E.C.S. Chan, 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta.
Pszczola, D.E., 1995. Tour Higlight productions and use of smoke based plafors liquids
moke- natural Aqueus Condensate of Wood Smoke, food Technol, 49 (1) : 70-74.
Ruiter, A., 1979. Color Of Smoked Foods, Food Technology, 33, 54-63.

56

Sulaiman, S., 2004. Penjernihan Asap Cair Hasil Pirolisis Tempurung Kelapa
Menggunakan Kolom Kromatografi dengan Zeolit Alam Teraktivasi Sebagai Fasa
Diam, Skripsi, FMIPA, UGM, Yogyakarta.
Supardi, I., dan Sukamto, 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan
Pangan, Penerbit Aumni, Bandung.
Tranggono dan Purnama D., 1996. Identifikasi Asap Cair Di Berbagai Jenis Kayu Dan
Tempurung Kelapa, Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Vaughn, S.F., and Gardner, H.W., 1993. Lipoxygenase-derived Aldehydes Inhibit Fungi
Pathogenic on Soybean, J. Chem. Ecol., 19 (10): 2337-2345.
Volk, A.W., dan M.F. Wheeler, 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Waluyo, L., 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Waluyo, L., 2008. Teknik Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. UMM Press. Malang.

Anda mungkin juga menyukai