Uji Aktivitas Antibakteri Asap Cair
Uji Aktivitas Antibakteri Asap Cair
SKRIPSI
BQ. MUTMAINNAH
G1A 005 015
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
Oleh
BQ. MUTMAINNAH
G1A 005 015
Dosen Pembimbing 1,
............................................
............................................
Judul
: Uji Aktivitas Antibakteri dari Asap Cair Sekam Padi grade 1 terhadap
Beberapa Bakteri Pencemar Pangan.
Penyusun
: BQ. MUTMAINNAH
NIM
Tanggal Ujian
: 07 Agustus 2010
Disetujui Oleh :
(Ketua)
................................
(Sekertaris)
................................
(Anggota)
...............................
Mengetahui :
Dekan Fakultas MIPA
Universitas Mataram
Universitas Mataram
Motto
Persembahan
Babah dan Mamah tercinta atas limpahan kesabaran yang dengan sabar
membesarkan dan merawatku, serta kasih sayangnya yang tak pernah
putus, adek-adek Q, Abang yadi yang slalu setia menemani Q dalam suka &
duka, keluarga besar Q, dosen-dosen Q, serta teman-teman terbaik Q, atas
motivasi dari kalian,,,I
love U all.
thX 4 alL.
6. Maria Ulfa, S.Si., M.Si atas bimbingan, motivasi yang tak terhingga, doa dan telah
sabar membimbing penulis hingga skripsi terselesaikan.
7. Seluruh Staf Laboratorium Biomedik Rumah Sakit Umum Mataram dan Lab. Biologi
MIPA Unram yang telah memfasilitasi dan memberikan bimbingan selama penelitian.
8. Kedua orang tuaku yang selalu menumpahkan rasa cinta dan kasih sayang yang
penuh kepada penulis serta bantuan material yang sangat mendukung penulis, Adekadek Q, dan Keluarga besarku atas segala doa, perhatian, kasih sayang, dan
kepercayaan yang menjadi kekuatan dan motivasi terbesarku.
9. Teman-temanku Bio05 yang selalu kompak terutama kelompok mikro05 (Yana,
Lina, Ratna, Yuyun, Alfit, Shanti), mbk Vina04, mbk Sri04, mbk Hil04, mbk
Lesti04 Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu dalam
tulisan ini.
10. L.Kusmayadi atas segala motivasi, kesabaran, dan masukannya selama ini..
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan
penulis sangat memerlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Mataram, 14 Agustus 2010
Penulis
Uji Aktivitas Antibakteri Dari Asap Cair Sekam Padi Grade 1 Terhadap Beberapa
Bakteri Pencemar Pangan
Bq. Mutmainnah
GIA 005 015
ABSTRAK
Asap cair sekam padi merupakan dispersi asap kayu dalam air, yang dibuat dengan
mengkondensasikan asap dari hasil pembakaran kayu. Asap cair dibedakan berdasarkan
kualitasnya yaitu grade 1, grade 2, dan grade 3. Asap cair sekam padi grade 1 dapat
dijadikan sebagai pengawet makanan kerena mengandung senyawa fenol yang berperan
sebagai antimikroba. Akan tetapi, belum diketahui seberapa besar aktivitas antimikroba
dalam pemanfaatannya. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemampuan
antibakteri dari asap cair sekam padi grade 1 pada berbagai konsentrasi terhadap bakteri
pencemar pangan yaitu E.coli, S.aureus, V.cholerae, dan B.cereus. Penelitian ini
dilakukan di Unit Riset Biomedik RSU Mataram dengan metode penelitian yang bersifat
eksperimen. Asap cair sekam padi grade 1 di uji aktivitas antibakterinya menggunakan
metode sumuran. Hasil uji antibakteri asap cair tersebut mampu menghambat bakteri uji.
Zona hambatan tertinggi dari E.coli, V.cholerae, dan B.cereus masing-masing sebesar
21,6 mm, 13 mm, dan 21,6 mm setelah inkubasi 12 jam, sedangkan S.aureus sebesar 18
mm setelah inkubasi 18 jam. Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan
analisis sidik ragam (ANOVA) dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial
dengan dua faktor (faktor pertama perlakuan konsentrasi dan faktor kedua waktu
inkubasi), dan dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor perbedaan konsentrasi memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap kemampuan asap cair sekam padi grade 1 sebagai antibakteri E. coli.
Sedangkan faktor waktu inkubasi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
kemampuan antibakteri asap cair sekam padi grade 1 terhadap bakteri B. cereus.
Penggunaan konsentrasi 100%, 75%, 50%, dan 25% setelah inkubasi 6 jam telah
memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, dan B.
cereus.
Kata Kunci : Asap cair sekam padi grade 1, antibakteri, bakteri pencemar pangan, metode
sumuran.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
HALAMAN
PERSETUJUAN.
.............................................................................................
.....................ii
HALAMAN
PENGESAHAN
SKRIPSI
.............................................................................................
.....................iii
.............................................................................................
.............................................................................................
MOTTO
DAN
PERSEMBAHAN
.............................................................................................
.....................iv
KATA PENGANTAR....................................................................................................v
ABSTRAK
................................................................................................................vii
DAFTAR ISI.................................................................................................................viii
DAFTAR
TABEL
.............................................................................................
.....................xi
DAFTAR
GAMBAR
.............................................................................................
.....................xii
DAFTAR
LAMPIRAN
.............................................................................................
.....................xiv
.............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
10
11
protein..................................................................................................20
2.7.4 Daya kerja antibakteri melalui hambatan aktivitas
enzim...................................................................................................20
2.7.5 Daya kerja antibakteri melalui hambatan sintesa asam
nukleat.....................................................................................................21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian................................................................................................22
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian..........................................................................22
3.3 Alat dan Bahan Penelitian...............................................................................22
3.3.1 Alat penelitian .......................................................................................22
3.3.2 Bahan dan media Penelitian...................................................................23
3.4 Cara Kerja.......................................................................................................24
3.4.1 Uji aktivitas antibakteri........................................................................24
3.4.1.1 Persiapan alat dan bahan uji....................................................24
3.4.1.2 Pembuatan media....................................................................24
3.4.1.3 Uji penegasan kemurnian isolat bakteri uji.............................25
3.4.3.3.1 Pengamatan morfologi koloni................................25
3.4.3.3.2 Pengamatan morfologi sel.....................................25
3.4.1.4 Peremajaan biakan bakteri uji................................................26
3.4.1.5 Penentuan jumlah bakteri uji ................................................26
3.4.2 Pembuatan konsentrasi larutan.............................................................26
3.5 Pelaksanaan Uji Aktivitas Antibakteri .............................................................27
3.6 Analisis Data.................................................28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................29
12
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan...............................................................................................44
5.2 Saran.........................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................45
LAMPIRAN-LAMPIRAN..........................................................................................47
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1
12
4.1
Diameter zona hambat bakteri uji dari asap cair sekam padi
grade 1 dengan berbagai perlakuan konsentrasi menggunakan
metode sumuran pada volume 100 L asap cair sekam padi
grade 1
29
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1
2.3
2.3
15
2.4
17
2.5
18
2.6
19
14
4.1
30
4.2
35
4.3
36
4.4
37
4.5
39
4.6
40
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
47
2.
59
60
4.
Komposisi media
61
5.
63
6.
65
7.
67
16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asap cair merupakan dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan
mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis kayu pada suhu air 25 0C (Darmadji,
1999). Sedangkan menurut Girard (1992), asap cair diartikan sebagai suatu
suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas.
Asap cair telah banyak dimanfaatkan dan diproduksi secara komersial
untuk diperdagangkan. Pemanfaatan asap cair dibedakan berdasarkan kualitasnya.
Grade 1 (satu) dengan karakteristik berwarna bening, rasa sedikit asam,
kualitasnya tinggi dan tidak mengandung senyawa yang berbahaya untuk
diaplikasikan dalam produk makanan sehingga dapat dijadikan sebagai pengawet
makanan seperti tahu dan bakso (Oramahi, 2009). Asap cair Grade 2 (dua)
digunakan sebagai pengawet makanan pada makanan dengan rasa asap seperti
daging asap dan bandeng asap/ikan asap. Sedangkan Grade 3 (tiga) tidak
digunakan sebagai bahan pengawet pangan, tetapi digunakan pada pengolahan
karet penghilang bau dan pengawet kayu (Astuti, 2000). Menurut Amritama
(2007), pengawetan bahan pangan mentah dengan asap cair dapat memperpanjang
masa kesegaran buah-buahan.
17
pemanfaatan senyawa bioaktif yang lebih efektif dan aman. Salah satu sumber
yang perlu dipertimbangkan adalah asap cair sekam padi grade 1.
Asap cair sudah digunakan di Amerika Serikat untuk pengolahan
pengawetan daging. Sedangkan di Sidoarjo asap cair digunakan untuk bandeng
asap (Tranggono, 1996). Berdasarkan penelitian Tranggono dan Darmadji (1996),
asap cair dari tempurung kelapa memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan
makanan, karena adanya kandungan senyawa fenolat, asam dan karbonil.
Kualitas asap cair yang dihasilkan tergantung dari bahan dasar kayu yang
dipirolisis. Bahan dasar yang telah banyak digunakan untuk produksi asap cair
antara lain limbah kayu, tempurung kelapa, bongkol kelapa sawit, dan ampas hasil
penggergajian kayu (Amritama, 2007). Bahan dasar lain yang bisa diperoleh dari
limbah-limbah pertanian misalnya sekam padi, batang padi, batang jagung, dan
batang tembakau. Salah satu limbah pertanian yang banyak ditemukan di NTB
adalah sekam padi.
Di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), limbah pertanian seperti sekam
padi belum banyak dimanfaatkan. Asap cair dari pembakaran sekam padi
mempunyai kandungan yang relatif sama dengan asap cair yang selama ini
18
beredar di pasaran seperti asap cair hasil pirolisis tempurung kelapa dan cangkang
kelapa sawit yang diaplikasikan sebagai pestisida organik, pengawet organik, dan
obat ternak. Akan tetapi, hasil yang ditunjukkan belum optimal karena belum
diketahui seberapa besar aktivitas antimikroba dalam pemanfaatannya (Ihwan,
2008). Berdasarkan pemikiran tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui aktivitas antibakteri dari asap cair pembakaran sekam padi grade 1
sebagai antibakteri dalam kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri
pencemar pangan yaitu E. coli, S. aureus, B. cereus dan V. cholerae, sehingga
dapat diketahui kemampuan antibakteri dari asap cair sekam padi grade 1
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kemampuan antibakteri
dari asap cair sekam padi grade 1 pada berbagai konsentrasi terhadap bakteri
pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus
dan Vibrio cholerae?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan
antibakteri dari asap cair sekam padi grade 1 pada berbagai konsentrasi terhadap
bakteri pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus
cereus dan Vibrio cholerae.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
19
1. Diperoleh data ilmiah mengenai kemampuan asap cair sekam padi grade 1
sebagai antibakteri terhadap beberapa bakteri pencemar pangan yaitu
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Vibrio cholerae.
2. Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya dalam melakukan eksplorasi
potensi asap cair sekam grade 1 padi yang dapat diaplikasikan sebagai
pengawet makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Asap Cair
Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil
pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan-bahan yang banyak
mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain (Amritama, 2007). Asap cair merupakan
suatu campuran larutan dari dispersi koloid asap kayu dalam air, yang dibuat dengan
mengkondensasikan asap dari hasil pembakaran kayu tersebut (Oramahi, 2007).
Sedangkan menurut Kamus Websters mendifinisikan asap hasil dari pembakaran sebagai
suspensi dari partikel padat dan cair dalam medium gas.
Salah satu cara untuk membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap
hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu. Selama pembakaran, komponen kayu seperti
hemiselulosa, selulosa, dan lignin akan mengalami pirolisis yang menghasilkan tiga
kelompok senyawa yaitu senyawa mudah menguap yang dapat dikondensasikan, gas-gas
yang tidak dapat dikondensasikan dan zat padat berupa arang (Maga, 1987).
Pirolisis adalah proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik atau
senyawa kompleks menjadi zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan, dan gas yang
20
disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar pada suhu yang
cukup tinggi (Sulaiman, 2004). Alat produksi dari asap cair sekam padi grade 1 dapat
dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Alat pirolisis asap cair sekam padi kelompok masyarakat Banjar Ihwan
sentra kerajinan batu bata Desa Pringgajurang, Kecamatan Montonggading Kabupaten
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
fenol
diduga
berperan
sebagai
antioksidan
sehingga
dapat
memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap
sangat tergantung dari jumlah komponen lignin pada pirolisis kayu. Lignin merupakan
makromolekul dalam kayu yang strukturnya sangat berbeda jika dibandingkan dengan
polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana
(gambar 2.2).
21
Gambar 2.2 Struktur ikatan kimia lignin dari asap cair grade 1
Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah
guaiakol dan siringol.
Senyawa fenol yang terdapat pada kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang
tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa
fenol juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam, dan ester (Maga,
1987).
2.2.2 Senyawa karbonil
Senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan cita rasa
produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma karamel yang
22
unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain vanilin dan
siringaldehida.
2.2.3 Senyawa asam
Senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk cita rasa
produk asapan baik rasa, aroma dan daya simpan produk. Senyawa asam ini antara lain
asam asetat, propionat, butirat dan valerat.
2.2.4 Senyawa hidrokarbon pirosiklik aromatis
Menurut Girard (1992), senyawa Hidrokarbon Pirosiklik Aromatis (HPA) dapat
terbentuk pada pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon pirosiklik aromatis seperti
benzene(a)pyrene merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat
karsinogen. Pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung
beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses
pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa proses yang
menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar
benze(a)pyrene. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.
2.3 Pemurnian Asap cair
Asap cair yang diperoleh dari tahap pirolisis atau grade 3 masih terdapat
kandungan tar dan benzene(a)pyrene tinggi sehingga tidak aman diaplikasikan dalam
pengasapan dan pengawet makanan (Pszczola, 2002). Oleh karena itu, dilakukan proses
lebih lanjut untuk meningkatkan potensi asap cair dari grade 3 menjadi grade 2 dan 1
yang aman diaplikasikan pada makanan.
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pemurnian asap cair adalah destilasi,
selanjutnya dilakukan penyaringan dengan karbon aktif dan zeolit (Demarco,1998).
Penyaringan dengan zeolit aktif bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang benar-benar
23
bebas dari zat berbahaya seperti benze(a)pyrene. Sedangkan filtrasi dengan karbon aktif
bertujuan untuk mendapatkan filtrat asap cair dengan bau asap yang ringan dan tidak
menyengat. Asap cair grade 1 yang diperoleh setelah penyaringan ini berwarna bening,
rasa sedikit asam, beraroma netral, kualitasnya tinggi dan tidak mengandung senyawa
yang berbahaya untuk diaplikasikan dalam produk makanan (Oramahi, 2009). Pemurnian
asap cair dilakukan dengan cara destilasi ulang pada asap cair grade 3. Destilasi satu
tingkat/satu kali akan menghasilkan grade 2. Asap cair yang keluar dari mesin pirolisis
masih memiliki kandungan tar yang sangat pekat. Oleh karena itu, cara yang mudah
untuk memisahkannya adalah dengan teknik settling/pengendapan beberapa hari sampai
diperoleh asap cair yang bening (Mashuri, 2008).
Menurut Demarco (1998), menyatakan bahwa beberapa tahapan penyaringan asap
cair sebagai berikut:
1. Proses pemurnian asap cair
Pemurnian asap cair bertujuan untuk meminimalisir jumlah tar pada asap cair.
Proses tersebut dapat dilakukan dengan proses destilasi. Destilasi merupakan proses
pemisahan komponen dalam campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya, atau
pemisahan campuran berbentuk cairan atas komponennya dengan proses penguapan dan
pengembunan sehingga diperoleh destilat dengan komponen-komponen yang hampir
murni (Astuti, 2000).
Dalam pembuatan asap cair, destilasi bertujuan untuk memisahkan tar yang
bersifat karsinogenik. Suhu yang dibutuhkan pada destilasi tidak setinggi pada pirolisis.
Suhu sekitar 150oC 200oC sudah cukup untuk menghasilkan asap cair yang bagus.
Destilasi sederhana dilakukan secara bertahap, sejumlah campuran dimasukkan ke dalam
sebuah reaktor destilasi, dipanaskan bertahap dan dipertahankan selalu berada dalam
24
tahap pendidihan kemudian uap yang terbentuk dikondensasikan dan ditampung dalam
derigen plastik. Produk destilat yang pertama kali tertampung mempunyai kadar
komponen yang lebih ringan dibandingkan destilat yang lain. Komponen-komponen
dominan yang mendukung sifat-sifat fungsional dari asap cair adalah senyawa fenolat,
karbonil dan asam. Tetapi asap cair yang baru keluar dari destilasi masih belum langsung
dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Karena masih ada proses yang harus dilalui.
2. Filtrasi dengan zeolit aktif
Filtrasi destilat dengan zeolit aktif bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang
benar-benar bebas dari zat berbahaya seperti benze(a)pyrene. Dilakukan dengan
mengalirkan asap cair destilat kedalam kolom zeolit aktif sehingga diperoleh filtrat asap
cair yang benar-benar aman dari zat berbahaya seperti benze(a)pyrene.
3. Filtrasi dengan karbon aktif
Filtrasi dengan karbon aktif bertujuan untuk mendapatkan filtrat asap cair dengan
bau asap yang ringan dan tidak menyengat. Dilakukan dengan mengalirkan filtrat hasil
filtrasi zeolit aktif kedalam kolom yang berisi karbon aktif sehingga diperoleh asap cair
dengan bau yang ringan dan tidak menyengat dan dapat di aplikasikan asap cair yang
diperoleh sebagai pengawet makanan.
2.4 Keuntungan dan Sifat Fungsional Asap Cair
Asap cair mempunyai beberapa keuntungan. Adapun keuntungan asap cair sebagai
berikut :
1. Keamanan Produk Asapan
Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi komponen
asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis. Komponen ini tidak
25
diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat karsinogen pada dosis tinggi.
Melalui pembakaran terkontrol, dan teknik pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi
minyak berat dapat dipisahkan sehingga produk asapan yang dihasilkan mendekati bebas
HPA (Pszczola, 1995).
2. Aktivitas Antioksidan
Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan terhadap
fraksi minyak dalam produk asapan. Senyawa fenolat ini berperan sebagai donor
hidrogen dan efektif dalam jumlah yang sangat kecil untuk menghambat autooksidasi
lemak (Vaughn dan Gardner, 1993).
3. Aktivitas Antibakterial
Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena adanya
formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai penyebab
semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam
organik yang bekerja secara sinergis dapat mencegah dan mengontrol pertumbuhan
mikrobia (Pszczola,1995).
4. Potensi Pembentukan Warna Coklat
Menurut Ruiter (1979), karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya
pembentukan warna coklat pada produk asapan. Jenis komponen karbonil yang paling
berperan adalah aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan formaldehid dan
hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol juga memberikan kontribusi pada
pembentukan warna coklat pada produk yang diasap meskipun intensitasnya tidak sebesar
karbonil.
5. Kemudahan dan Variasi Penggunaan
26
Asap cair bisa digunakan dalam bentuk cairan, dalam fasa pelarut minyak dan
bentuk serbuk sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang lebih luas dan mudah
untuk berbagai produk (Pszczola,1995).
Asap cair tempurung kelapa sawit telah diaplikasikan dalam industri pengolahan
karet alam, bermanfaat dalam mencegah pertumbuhan bakteri dalam pengolahan karet
sehingga tidak terjadi bau busuk. Selain itu, asap cair cangkang kelapa sawit
dimanfaatkan utuk mengurangi bau busuk limbah industri atau sampah lainnya. Produk
asap cair cangkang kelapa sawit ini bisa juga digunakan sebagai pengawet makanan,
pupuk organik, pestisida, fungisida, herbisida, dan obat-obatan (Oudejans, 1991).
2.5 Asap Cair Hasil Pirolisis Sekam Padi Grade 1
2.5.1 Komponen asap cair sekam padi grade 1
Berdasarkan penelitian Ihwan (2008), kandungan asap cair dari proses pembakaran
batu bata menunjukkan kandungan yang sama dengan kandungan asap cair yang selama
ini beredar dipasaran. Asap cair yang diperoleh mengandung fenol 0,18 %, asam 0,87 %,
karbonil 5,19%, benzo(a)pirena 16,24 ppm dan kadar air 92,18 %. Berat jenis 1,0134
g/ml dan pH 6,00. Asap cair sekam padi tersebut juga dimurnikan dengan destilasi
sehingga didapatkan kandungan fenol 0,10 %, asam 0,33 %, karbonil 19,45 %,
benzo(a)pirena 3,15 ppm dan kadar air 80,06 % dengan berat jenis 1,01 g/ml dan pH
4,94.
Kualitas asap cair yang dihasilkan dari pembakaran batu-bata ditunjukkan dalam
tabel 2.1.
Tabel. 2.1 Perbedaan kualitas asap cair dari pembakaran batu bata
27
28
29
Gambar 2.3 Pertumbuhan Escherichia coli pada medium Nutrien Agar dengan
metode gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org).
2.6.2 Staphylococcus aureus
30
pH 4,0 sampai 9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0 sampai 7,5 (Supardi dan
Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus berwarna kuning emas, mampu menghasilkan enterotoksin
yang tahan panas. Bakteri ini biasanya terdapat di berbagai bagian tubuh manusia,
termasuk hidung, tenggorokan dan kulit. Oleh karena itu, mudah memasuki makanan
akibat adanya kontak langsung antara organ-organ tersebut dengan makanan. Makananmakanan yang sering menjadi sasaran pertumbuhannya adalah yang mengandung protein
tinggi, misalnya sosis, telur dan lain sebagainya (Fardiaz, 1993).
31
Vibrio cholerae hidup di air laut dan menetap 0,5-1,5 bulan di dalam saluran
pencernaan hewan laut seperti kerang, kepiting, dan ranjungan. Vibrio cholerae El Tor
dapat hidup di dalam air tawar sampai 19 hari, sedangkan biotipe klasikal hidup selama 7
hari. Di dalam makanan hasil laut yang masih mentah, Vibrio dapat hidup 2-4 hari selama
4-9 hari pada suhu 5 - 10C. Di dalam air laut, biotipe El Tor hidup selama 10-13 hari
pada suhu 30 - 32C, atau 58-60 hari pada suhu 5-10C (Fardias, 1993).
Gambar 2.5 Pertumbuhan Vibrio cholerae pada medium TCBS dengan metode
gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
2.6.4 Bacillus cereus
Bacillus cereus adalah bakteri gram positif berbentuk batang, aerob dan
membentuk rantai. Bakteri ini bersifat saprofit yang lazim terdapat di tanah, air,
udara dan tumbuh-tumbuhan (Jawetz dkk, 2001).
Bakteri ini memiliki endospora yang berbentuk oval atau silinder dan
besarnya tidak melebihi sel induknya. Bakteri ini menyebabkan keracunan
makanan karena terbentuknya endospora. Sporulasi terjadi karena makanan yang
telah dimasak dihangatkan kembali sehingga terbentuk toksin yang dapat
32
Gambar 2.6 Pertumbuhan Bacillus cereus pada medium Nutrien Agar dengan
metode gores empat kwadran (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
2.7 Mekanisme Kerja Bahan Antibakteri dalam Membunuh Bakteri
33
tanpa dinding sel yang disebut protoplas. Protoplas sangat mudah mengalami lisis,
kecuali jika ditempatkan pada kondisi tertentu. Salah satu contoh
senyawa yang
menghambat sintesa dinding sel adalah penicillin (Jawet dan Adelberg, 2001).
2.7.2 Daya kerja bahan antibakteri melalui gangguan permeabilitas sel
Semua sel hidup mempunyai membran semipermeabel yang mengatur lewatnya
substansi ke dalam dan keluar sel. Kerusakan pada membran ini memungkinkan ion
anorganik yang penting, nukleotida, koenzim, dan asam amino merembes keluar sel.
Kerusakan tersebut mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat atau menyebabkan
kematian sel (Volk dan Wheeler, 1990).
Senyawa-senyawa yang mengganggu sifat permeabilitas sel misalnya komponen
fenol, deterjen sintetik, sabun dan komponen amonium quaterner. Senyawa-senyawa
tersebut merusak permeabilitas selektif dari membran sehingga menyebabkan kebocoran
(Megawati, 2002).
2.7.3 Daya kerja antibakteri melalui hambatan sintesa protein
Protein merupakan penyusun utama struktur sel. Semua reaksi metabolisme
dikatalisis oleh enzim yang terbuat dari protein. Reaksi metabolisme ini merupakan
reaksi biosintesis zat-zat penting dan reaksi penting lainnya yang menghasilkan energi
(Volk dan Wheeler, 1990). Suhu tinggi dan konsentrasi yang tinggi dari suatu senyawa
antibakteri dapat menyebabkan koagulasi dan denaturasi terhadap protein dan asam
nukleat.
2.7.4 Daya kerja antibakteri melalui hambatan aktivitas enzim
Berbagai enzim yang terdapat dalam sel dapat dihambat oleh senyawa-senyawa
antibakteri yang bertindak sebagai inhibitor. Senyawa-senyawa yang potensial terutama
34
adalah yang menghambat aktivitas enzim-enzim dalam proses glikolisis, daur krebs dan
sistem sitokroma. Sebagai contoh sianida menghambat sitokhrom oksidase, fluorida
menghambat glikolisis, komponen arsenik menghambat daur krebs dan dinitrofenol
menghambat fosforilasi oksidatif.
2.7.5 Daya kerja antibakteri melalui hambatan sintesa asam nukleat.
Beberapa senyawa kimia sintetik dan alami merupakan inhibitor dalam sintesa
RNA dan DNA. Senyawa-senyawa yang menghambat sintesa asam nukleat dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu senyawa-senyawa yang menghambat pembentukan
komponen penyusun asam nukleat, yaitu purin dan pirimidin; dan senyawa yang
menghambat polimerisasi nukleotida menjadi asam nukleat. DNA dan RNA merupakan
komponen penting dalam sintesa asam nukleat karena dapat menghambat pertumbuhan
sel atau menyebabkan kematian sel.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yaitu uji in vitro kemampuan
antibakteri dari asap cair hasil pirolisis sekam padi grade 1 terhadap beberapa bakteri
pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan
Vibrio cholerae.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 Juni 2010, bertempat di
Laboratorium Unit Riset Biomedik, Rumah Sakit Umum Mataram.
35
36
medium Cholera Medium TCBS untuk remajakan isolat Vibrio cholerae. Medium Muller
Hinton Agar (MHA) untuk menguji potensi antibakteri asap cair sekam padi grade 1
(Lampiran 4). Selain itu, digunakan juga aquades, alkohol 70%, antibiotik (Tetrasiklin,
Cloramfenikol, dan Streptomisin), dan zat warna untuk pewarnaan gram (kristal ungu,
iodin/lugol, alkohol, dan safranin)
37
Larutan medium kemudian di sterilisasi dalam autokaf pada suhu 121 oC dan
tekanan 2 atm selama 30 menit. Medium yang telah steril didinginkan selanjutnya
dituang dalam cawan petri steril yang berdiameter 9 cm sebanyak 20 mL.
3.4.1.3 Uji penegasan kemurnian isolat bakteri uji
Uji ini bertujuan untuk menegaskan bahwa bakteri uji yang digunakan
telah murni. Isolat bakteri uji yang di peroleh diamati morfologi koloni dan
morfologi selnya.
3.4.1.3.1 Pengamatan morfologi koloni
Pengamatan morfologi koloni meliputi bentuk, elevasi, tepi, dan warna
dilakukan dengan terlebih dahulu menumbuhkan isolat bakteri pada medium NA
(Nutrient Agar) dan di inkubasi selama 24 jam (Benson, 2001).
3.4.1.3.2 Pengamatan morfologi sel
Pengamatan
morfologi
sel
dilakukan
dengan
pengecatan
Gram.
38
kembali dengan air mengalir dan dikering anginkan selama 2 detik. Preparat
kemudian di tetesi larutan cat safranin selama 20 detik, kemudian dicuci kembali
dengan air mengalir dan dikering anginkan selama 2 detik. Preparat diamati
dengan mikroskop setelah ditetesi minyak imersi. Bakteri Gram positif berwarna
violet dan Gram negatif berwarna merah (Benson, 2001).
3.4.1.4 Peremajaan biakan bakteri uji
Peremajaan ini bertujuan untuk memperoleh biakan bakteri uji yang masih aktif
dalam pertumbuhan dan metabolismenya. Bakteri uji dari persediaan induk (stok) diambil
sebanyak satu ose, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi medium Nutrien
Broth (NB) dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
3.4.1.5 Penentuan jumlah bakteri uji
39
Dalam uji ini digunakan 2 kontrol, yaitu kontrol negatif dan kontrol
positif. Kontrol negatif bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
pelarut aquades pada zona hambat pertumbuhan bakteri uji yang terbentuk dari
berbagai konsentrasi asap cair sekam padi grade 1. Sedangkan kontrol positif
adalah antibiotik Streptomisin, Tetrasiklin, dan Kloramfenikol dengan tujuan
untuk membandingkan pola hambatan pertumbuhan bakteri uji serta sebagai
pembanding kemampuan aktivitas antibakteri dari asap cair sekam padi dalam
menghambat bakteri uji.
40
Asap cair sekam padi grade 1 diuji antibakterinya menggunakan metode sumuran
terhadap empat bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Escherichia
coli, dan Vibrio cholerae. Berdasarkan hasil uji diketahui bahwa perbedaan perlakuan
konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 memberikan hasil berbeda. Hal tersebut terbukti
dengan adanya perbedaan zona hambatan yang terbentuk (tabel 4.1).
Tabel 4.1 Diameter zona hambat bakteri uji dari asap cair sekam padi grade 1 dengan
berbagai perlakuan konsentrasi menggunakan metode sumuran dengan volume 100 L
asap cair sekam padi grade 1
Perlakuan Konsentrasi
dan Kontrol
Staphylococcus
aureus
Vibrio
cholerae
Bacillus
cereus
100%
21,6
18
13
21,6
75%
18
15
12
18,6
41
50%
16,3
14
11
15,6
25%
11
11
11,3
10%
10
5%
Kontrol Positif
Streptomisin
2%
30
30
25
30
Tetrasiklin
2%
30
30
35
30
Kloramfenikol 2%
30
30
40
30
Kontrol Negatif
Aquades steril
29
E. coli
Gambar 4.1 Zona hambatan E. coli dari asap cair sekam padi grade 1 dengan berbagai
perlakuan konsentrasi menggunakan metode sumuran
42
Asap cair sekam padi grade 1 mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji E.
coli, S. aureus, V. cholerae, dan B. cereus. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona
hambatan pertumbuhan berupa daerah jernih di sekitar sumuran. Zona hambatan yang
terbentuk dapat dilihat pada gambar 4.1.
Pada tabel 4.1 terlihat bahwa terjadi penurunan diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri sebanding dengan penurunan konsentrasi asap cair sekam padi
grade 1. Hal ini disebabkan karena berkurangnya kandungan senyawa bioaktif pada asap
cair sekam padi grade 1 yang diencerkan. Semakin tinggi jumlah pelarut yang digunakan
maka semakin sedikit jumlah biomassa zat aktif dalam asap cair sekam padi grade 1,
sehingga semakin kecil kemampuan asap cair tersebut dalam menghambat pertumbuhan
bakteri uji. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa zona hambat yang terbentuk
memiliki ukuran bervariasi. Zona hambatan terbesar terbentuk pada E. coli dan B.cereus
dengan konsentrasi 100% sebesar 21,6 mm. Sedangkan zona hambatan terkecil terbentuk
dari asap cair sekam padi grade 1 dengan konsentrasi 10% dan 5% sebesar 0 mm.
Diameter zona hambat pada konsentrasi 10% masih mampu menghambat B. cereus
sebesar 10 mm. Selain itu, tabel 4.1 memperlihatkan bahwa V. cholerae untuk konsentrasi
25% tidak terbentuk zona hambatan. Hal tersebut disebabkan karena jenis senyawa
bioaktif yang dikeluarkan tidak terlalu kuat atau konsentrasinya kecil untuk menghambat
V.cholerae.
Pada tabel 4.1 juga terlihat bahwa aquades sebagai kontrol negatif tidak
mempunyai aktivitas antibakteri, artinya aktivitas antibakteri dari asap cair benar-benar
berasal dari asap cair sekam padi grade 1 dan tidak ada pengaruh dari pelarutnya.
Aktivitas antibakteri asap cair lebih kecil dari Chloramphenicol, Streptomisin, dan
Tetrasiklin sebagai kontrol positif. Menurut Darmadji (1994), aktivitas antibakteri dari
43
asap cair sekam padi grade 1 lebih kecil jika dibandingkan dengan asap cair yang
diproduksi dari sabut kelapa sawit, kelobot jagung, dan tempurung kelapa. Hal ini dapat
disebabkan karena asap cair sekam padi diproduksi dari bahan dasar kayu sangat lunak
sehingga kandungan ligninnya sedikit jika dibandingkan dengan bahan dasar kayu keras
seperti hasil pirolisis asap cair tempurung kelapa. Menurut Pszczola (1995), semakin
tinggi kandungan lignin pada bahan dasar kayu maka semakin tinggi kemampuan
antibakteri dalam asap cair tersebut. Lignin merupakan makromolekul dalam kayu yang
strukturnya sangat berbeda jika dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas
sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana (gambar 2.2). Dengan adanya
proses pirolisis pada asap cair sekam padi terjadi reaksi pemutusan ikatan lignin menjadi
unit penyusunnya yaitu fenilpropana. Fenilpropana merupakan unit awal dari
terbentuknya fenol, dimana fenol berperan penting sebagai antimikroba (Darmadji, 2004).
Kandungan lignin berbeda pada kayu lunak dan kayu keras (Fengel dan Wegener,
1995). Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya
dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Hal ini menyebabkan bahan
kayu yang keras menghasilkan aroma lebih baik serta lebih kaya kandungan senyawa
aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu yang lunak
(Girard, 1992).
Aktivitas antibakteri dari 2 bakteri uji gram positif yaitu B.cereus dan S.aureus;
dan 2 bakteri uji gram negatif yaitu E.coli dan V.cholerae menunjukkan reaksi yang sama
terhadap asap cair sekam padi grade 1. Hal ini berarti bahwa asap cair sekam padi grade
1 berpengaruh terhadap bakteri uji gram negatif dan gram positif. Sedangkan antar jenis
bakteri uji gram negatif (E. coli dan V.cholerae), diameter zona hambatan E. coli lebih
tinggi daripada V. cholerae. Demikian juga untuk bakteri uji gram positif (B. cereus dan
S. aureus), diameter zona hambatan B.cereus lebih tinggi daripada S. aureus. Meskipun
44
E. coli dengan V.cholerae (gram negatif) dan B. cereus dengan S. aureus (gram positif)
termasuk dalam kelompok gram yang sama, tetapi kemampuannya untuk melawan jenis
senyawa tertentu akan berbeda seperti yang dinyatakan Jawetz, dkk, (2001) bahwa
perbedaan ketebalan membran luar dari suatu bakteri akan mempengaruhi ketahanan
bakteri terhadap suatu jenis senyawa tertentu.
Terbentuknya zona hambatan pada bakteri yang diujikan disebabkan oleh adanya
senyawa fenol, asam, karbonil, dan benze(a)pyrene yang terdapat pada asap cair sekam
padi grade 1 (Ihwan, 2008). Oleh sebab itu, diduga bahwa senyawa-senyawa tersebut
juga berperan menghambat pertumbuhan bakteri uji ini. Menurut Barylko dan Pikielna
(1978), fenol merupakan komponen utama yang menghambat pertumbuhan populasi
bakteri yang terdapat pada asap cair dengan memperpanjang fase lag secara proporsional
di dalam produk sedangkan kecepatan pertumbuhan dalam fase eksponensial tetap tidak
berubah kecuali konsentrasi fenol sangat tinggi. Sedangkan fenol pada konsentrasi rendah
hanya menambah permeabilitas membran sel sehingga metabolit sel akan keluar dan
menginaktifkan enzim bakteri. Dalam bentuk larutan sampai konsentrasi 1%, fenol
berfungsi sebagai bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi berperan
sebagai bakterisidal (Waluyo, 2008).
Pada konsentrasi tertentu senyawa fenol akan merusak membran sitoplasma
sehingga menyebabkan bocornya membran. Kerusakan membran ini akan memungkinkan
ion organik nukleotida koenzim dan asam amino ikut keluar sel. Selain itu, kerusakan ini
akan mencegah masuknya bahan-bahan penting ke dalam sel karena membran sitoplasma
yang bertugas mengendalikan bahan-bahan penting dalam sel tidak berfungsi dengan
baik. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan bakteri, bahkan bisa menyebabkan kematian
(Volk dan Wheiler, 1990).
45
46
hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan
asap cair serta kandungan udara dalam kayu. Hal ini menyebabkan kemampuan
antibakteri asap cair sekam padi grade 1 secara in vitro masih relatif kecil.
Waktu terbentuknya diameter zona hambatan dari asap cair sekam padi grade 1
dapat dilihat pada gambar 4.2, 4.4, 4.5, dan 4.6.
Gambar 4.2 Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada
berbagai konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 pada setiap jam pengamatan
Gambar 4.2 memperlihatkan diameter zona hambatan yang terbentuk pada bakteri
E.coli dengan diameter zona hambatan terbesar terbentuk dari asap cair sekam padi grade
1 dengan konsentrasi 100% setelah inkubasi 12 jam sebesar 21,6 mm. Diameter zona
hambat telah terbentuk pada jam ke-6 (konsentrasi 100%, 75%, 50%, dan 25%), yaitu
sebesar 20,3 mm, 16,6 mm, 15,3 mm, dan 11 mm. Selain itu, zona hambatan pada
konsentrasi 100% dan 75% setelah inkubasi 36 jam - 42 jam terjadi penurunan sebesar 20
mm dan 15,3 mm; dan 18 mm dan 15 mm.
Terbentuknya zona hambat terbesar pada E.coli dengan konsentrasi 100% pada jam
ke-12 dapat disebabkan karena pengamatan 12 jam merupakan waktu efektivitas tertinggi
senyawa aktif dari asap cair sekam padi grade 1 dapat menghambat isolat uji dengan
47
zona hambatan terbesar, sehingga pada inkubasi lebih lama dari pengamatan ke-72 jam
tidak akan memberikan pengaruh yang lebih besar dari konsentrasi dan inkubasi
optimalnya.
Pada gambar 4.2 juga menunjukkan bahwa bakteri E.coli pada berbagai konsentrasi
cenderung mengalami kenaikan pada jam ke-12 dan turun lagi sampai jam ke-42. Hal ini
dapat dilihat dari rentang diameter zona hambatan yang terbentuk yaitu 11 mm - 21,6 mm
dan mengalami penurunan pada jam ke-42 dengan rentang diameter zona hambatan
berkisar 18 mm 11 mm. Sedangkan pada pengamatan 6 jam rentang diameter zona
hambatan dari E.coli tidak sama yang dapat disebabkan karena adanya perbedaan
pengaruh difusi dari senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam asap cair sekam padi
grade 1 pada waktu terbentuknya zona hambatan. Pada jam ke-42 besarnya diameter zona
hambatan pertumbuhan E.coli mengalami penurunan dan mulai terdapat bintik-bintik
bakteri di sekitar sumuran seperti yang terlihat pada gambar 4.3.
E. coli
Gambar 4.3 Bintik-bintik pertumbuhan koloni di sekitar sumuran dari asap cair sekam
padi grade 1 pada E. coli
48
Hal ini dapat disebabkan karena bakteri yang berada di luar zona bening yang tidak
dihambat oleh asap cair sekam padi grade 1 mengalami pertumbuhan dengan
memperbanyak diri, sehingga menembus daerah zona bening dari luar. Pada akhirnya
mengakibatkan diameter zona hambatan semakin menyempit. Tumbuhnya bakteri pada
daerah terluar zona bening juga dipicu oleh konsentrasi bahan bioaktif yang terus
mengalami penurunan seiring dengan meluasnya daerah difusi dari sumuran.
Gambar 4.4 Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri S.aureus pada berbagai
konsentrasi asap cair sekam padi grade 1 pada setiap jam pengamatan.
Gambar 4.4 menunjukkan diameter zona hambatan yang terbentuk pada bakteri
S.aureus dengan zona hambatan terbesar yang terbentuk dari asap cair sekam padi grade
1 dengan konsentrasi 100% setelah inkubasi 18 jam yaitu sebesar 18 mm. Terbentuknya
diameter zona hambatan terbesar dari S.aureus dengan waktu paling lama dibandingkan
dengan bakteri uji lain kemungkinan disebabkan karena isolat uji yang digunakan
merupakan isolat bakteri klinik yang ketahanannya terhadap suatu jenis senyawa tertentu
tinggi, sehingga membutuhkan waktu lama untuk mampu dihambat oleh senyawa aktif
dari asap cair sekam padi grade 1. Peningkatan diameter zona hambatan pertumbuhan
pada S. aureus terjadi pada pengamatan jam ke-12 sampai jam ke-18. Pada pengamatan
49
jam ke-18 sampai pengamatan jam ke- 72 diameter zona hambat tidak mengalami
peningkatan yang berarti atau ralatif konstan.
Hal ini menunjukkan bahwa waktu efektivitas antibakteri dari senyawa bioaktif
yang terlarut dalam asap cair sekam padi grade 1 dalam menghambat pertumbuhan S.
aureus setelah inkubasi 18 jam. Meskipun jumlah biomassa senyawa bioaktif dalam asap
cair sekam padi grade 1 dipekatkan tidak akan memberi peningkatan berarti pada
terbentuknya zona hambat pertumbuhan dari S. aureus pengamatan diatas waktu
efektivitas senyawa bioaktifnya.
berbagai
Gambar 4.5 memperlihatkan diameter zona hambat bakteri V.cholerae dengan zona
hambatan terbesar adalah sebesar 13 mm yaitu dari asap cair sekam dengan konsentrasi
100% setelah inkubasi 12 jam. Sedangkan diameter zona hambatan terkecil adalah
sebesar 0 mm yang dihasilkan dari asap cair sekam padi grade 1 dengan konsentrasi 25%,
10%, dan 5% setelah inkubasi 6 jam. Pada pengamatan jam ke-12 sampai pengamatan
jam ke-24 diameter zona hambat tidak mengalami peningkatan yang berarti atau relatif
konstan.
50
Terbentuknya zona hambat terbesar dari bakteri V. cholerae pada konsentrasi 100%
setelah pengamatan jam ke-12 dan memiliki diameter zona hambat terkecil jika
dibandingkan dengan bakteri uji lainya. Hal ini dapat disebabkan karena V. cholerae
memiliki permeabilitas membran luar yang sangat rendah, yaitu 100 kali lebih rendah
dari Escherichia coli, sehingga tidak dapat ditembus oleh antibakteri dari asap cair grade
1 (Brooks, 2001). Tiap-tiap spesies bakteri memiliki permeabilitas membran luar yang
berbeda. Perbedaan permeabilitas membran luar ini dipengaruhi oleh komponen kimia
dan panjang rantai lipopolisakarida (LPS) penyusun membran luar. Semakin panjang
rantai lipopolisakaridanya maka permeabilitas membran luarnya semakin rendah dan sulit
ditembus oleh antibakteri (Iglewski, 2006).
berbagai
Gambar 4.6 memperlihatkan diameter zona hambat pada B.cereus dengan zona
hambatan terbesar terbentuk dengan konsentrasi 100% setelah inkubasi 12 jam sebesar
21,6 mm. Diameter zona hambat sudah terbentuk pada jam ke-6 (konsentrasi 100%, 75%,
dan 25%), yaitu sebesar 20 mm, 18,6 mm, dan 14,6 mm. Pertumbuhan bakteri B.cereus
masih dapat dihambat oleh asap cair sekam padi grade 1 pada konsentrasi 10% setelah
51
inkubasi 12 jam sebesar 10 mm. Selain itu, zona hambatan pada konsentrasi 100%, 75%,
dan 50% setelah inkubasi 36 jam terjadi penurunan sebesar 20,3 mm, 18 mm, dan 14
mm.
Terbentuknya zona hambat terbesar pada B.cereus dengan konsentrasi 100% pada
jam ke-12 dapat disebabkan karena pengamatan 12 jam merupakan waktu efektivitas
tertinggi senyawa aktif dari asap cair sekam padi grade 1 dapat menghambat isolat uji
dengan zona hambatan terbesar, sehingga meski di inkubasi lebih lama dari 72 jam tidak
akan memberikan pengaruh yang lebih besar dari konsentrasi dan inkubasi optimalnya.
Pertumbuhan bakteri B.cereus masih dapat dihambat oleh asap cair sekam padi grade 1
pada konsentrasi 10% setelah inkubasi 12 jam. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
struktur dinding sel bakteri B.cereus (gram positif) lebih sederhana dari bakteri uji
lainnya. Struktur dinding selnya terdiri atas satu lapis yang mengandung peptidoglikan
tinggi, yaitu mencapai 50%. Sehingga B.cereus yang merupakan bakteri gram positif
bersifat lebih sensitif terhadap senyawa-senyawa bioaktif dari asap cair sekam padi
grade 1 (Waluyo, 2007).
Tidak terbentuknya zona hambat pada bakteri uji dengan konsentrasi asap cair 10%
(kecuali pada B. cereus) dan konsentrasi 5% dapat disebabkan karena asap cair sekam
padi grade 1 tersebut tidak mampu menghambat bakteri uji pada kondisi perlakuan
konsentrasi yang diberikan, terdapat kemungkinan asap cair sekam padi tersebut
menghambat bakteri uji, tetapi bakteri target yang diujikan tidak sensitif (resisten)
terhadap senyawa aktif dari asap cair sekam padi grade 1.
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh konsentrasi dan waktu inkubasi terhadap
pertumbuhan bakteri uji dilakukan analisis keragaman (ANOVA) pada taraf signifikansi
5% (lampiran 4). Dari hasil analisis keragaman tersebut diketahui bahwa terdapat
52
pengaruh yang berbeda nyata pada faktor konsentrasi terhadap diameter zona hambatan
yang terbentuk pada bakteri uji E. coli (lampiran 4 tabel 1). Hal ini dapat disebabkan
karena dalam asap cair sekam padi grade 1 terdapat senyawa yang bersifat sebagai
antibakteri salah satunya adalah fenol (Ihwan, 2008). Menurut Waluyo (2008), senyawa
fenol dapat merusak mambran sel secara total dan mengkoagulasi protein bila diberikan
pada konsentrasi tinggi. Sedangkan pada konsentrasi yang rendah interaksi fenol dengan
mambran sel dapat menambah permeabilitas dari mambran sel tersebut. Mambran sel
yang permeabel dapat menyebabkan komponen intraseluler keluar atau senyawa-senyawa
dari luar dapat masuk kedalam sel. Sehingga mengakibatkan terganggunya metabolisme
sel untuk pertumbuhan bakteri.
Faktor waktu inkubasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
diameter zona hambatan yang terbentuk pada bakteri uji B. cereus (lampiran 4 tabel 4).
Hal ini dapat disebabkan karena senyawa bioaktif dalam asap cair sekam padi grade 1
dapat mempengaruhi fase pertumbuhan bakteri B. cereus. Menurut Barylko dan Pikielna
(1978), fenol dapat menghambat pertumbuhan populasi bakteri dengan memperpanjang
fase lag, dan fenol pada konsentrasi tinggi juga mempengaruhi fase eksponensial pada
pertumbuhan bakteri uji. Selain itu, fenol dapat dikelompokkan bersifat bakteriostatik bila
diberikan pada konsentrasi 1%. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi berperan
sebagai bakterisidal. Sehingga perlakuan asap cair sekam padi grade 1 memperlihatkan
diameter zona hambatan yang berbeda untuk waktu inkubasi yang berbeda. Sedangkan
pada bakteri uji S. aureus dan V. cholerae, baik faktor konsentrasi maupun waktu inkubasi
tidak menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata terhadap diameter zona
hambatan yang terbentuk pada kedua bakteri uji tersebut.
Setelah dilakukan uji lanjut pada taraf yang sama (lampiran 5) diketahui bahwa
pada bakteri uji V. cholerae, perlakuan konsentrasi 100% membentuk zona hambatan
53
paling kecil. Sedangkan pada bakteri uji B. cereus dan E.coli, perlakuan konsentrasi
100% (waktu inkubasi 12 jam) membentuk zona hambatan terbesar.
Dalam penelitian ini juga dilihat ketahanan atau stabilitas zona hambatan sehingga
dapat diketahui kemampuan antibakteri asap cair tersebut dalam menghambat bakteri uji.
Menurut Waluyo (2008), antibakteri memiliki mekanisme kerja sebagai bakterisidal atau
bakteriostatik yang didasarkan pada toksitasnya terhadap bakteri pencemar pangan.
Dalam penelitian ini, secara keseluruhan pengujian antibakteri asap cair sekam padi
grade 1 termasuk dalam kelompok bakteriostatik, karena zona hambat yang terbentuk
hanya mampu menghambat bakteri uji dan terlihat bintik-bintik bakteri di sekitar
sumuran setelah pengamatan ke-36 jam pada bakteri uji yang digunakan.
Berdasarkan keseluruhan hasil pengujian aktivitas antibakteri dapat diperoleh hasil
bahwa asap cair sekam padi grade 1 yang di ujikan, memiliki aktivitas antibakteri yang
bervariasi dan bersifat spektrum luas terhadap beberapa bakteri uji yang digunakan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Asap cair dari sekam padi grade 1 mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri
pencemar pangan yaitu Escherichia coli, Staphylococcus cereus, Vibrio cholerae, dan
Bacillus cereus. Aktivitas antibakteri terbesar ditunjukkan oleh konsentrasi 100% pada
Escherichia coli dan Bacillus cereus dengan diameter zona hambat yaitu 21,6 mm.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi senyawa bioaktif yang
terdapat dalam asap cair sekam padi grade 1 yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri uji. Selain itu, penulis juga menyarankan untuk membandingkan produk pangan
54
yang diaplikasikan asap cair sekam padi grade 1 dengan produk pangan yang tidak
diaplikasikasi asap cair sekam padi grade 1 menggunakan uji mikrobiologis dan uji
organoleptik sehingga nantinya aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Alphaprint, A., Hants. 1990. The Oxoid Manual 6th Edition 1990, Publish by Unipath
Limited, Wade Road, Basingstoke, Hamspire, RG 24 OPW, England.
Amritama, D., 2007. Asap Cair (Liquid smoke). Didownload dari http://alcoconut.
Multiply.com/journal. Tanggal 5 Agustus 2009, pukul 14.15 WITA.
Astuti, 2000. Pemanfaatan Asap Cair. Didownload dari
Multiply.com/journal. Tanggal 12 Mei 2010, pukul 10.15 WITA.
http://alcoconut.
55
Fengel, D., and G. Wegener, 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Hardono
Sastrohamidjojo (penterjemah), Gadjah Mada University Press.
Girard, J.P., 1992. Technology Of Mead Product, Newyork, Ellis Horwood.
Iglewsky, B. H. 2006. Vibrio. Didownload dari http://www. Sciencedirect. com. Tanggal
14 Juni 2010, pukul 13. 00 WITA.
Ihwan, M.K., 2008. Pembuatan Asap Cair dari Asap Pembakaran Batu-Bata Menjadi
Pestida dan Pengawet Organik. Laporan Kegiatan Inisiatif Lokal-Proyek
Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI), Lombok Timur.
Irianto, K. 2007. Mikrobiologi, Menguak Dunia Mikroorganisme. Yrama Widya.
Bandung.
Jawetz, E., J.C. Melnick dan E.A. Adelberg, 2001. Mikrobiologi Kedokteran,
Medika, Jakarta.
Salemba
Lucky, H.M., Suharto, Karniasih, dan Mardiastuti, 1993. Batang Negatif Gram dalam
Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta.
45
Lucky, H.M., Suharto, Karsinah, dan Mardiastuti,
H.W., 1994. Mikrobiologi Kedokteran
Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta.
Maga, J.A., 1987. Smoke In Food Procesing, CRC press, Incorparated, Boca Raton,
Florida.
Mashuri, 2008. Pemurnian Asap Cair Dengan Destilasi. Didownload dari http://www.
Pontianakpost. Com,Tanggal 10 Januari 2010 pukul 17.45 WITA.
Megawati,Y.K., 2002. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica Val.)
terhadap Pertumbuhan Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif., Skripsi S-1
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram, Mataram.
Muslimin, L.W., 1996. Mikrobiologi Lingkungan, Unhas Press, Makasar.
Oramahi, H.A,, 2009. Asap Cair Sebagai Alternatif Pengawet Makanan, Didownload dari
http://www. Pontianakpost. Com,Tanggal 10 April 2009 pukul 08.05 WITA.
Oudejans, J.H., 1991. Agro pesticides : properties and function in Integrated Crop
Protection, United Nations Bangkok, 329p.
Pelczar, J.M., dan E.C.S. Chan, 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta.
Pszczola, D.E., 1995. Tour Higlight productions and use of smoke based plafors liquids
moke- natural Aqueus Condensate of Wood Smoke, food Technol, 49 (1) : 70-74.
Ruiter, A., 1979. Color Of Smoked Foods, Food Technology, 33, 54-63.
56
Sulaiman, S., 2004. Penjernihan Asap Cair Hasil Pirolisis Tempurung Kelapa
Menggunakan Kolom Kromatografi dengan Zeolit Alam Teraktivasi Sebagai Fasa
Diam, Skripsi, FMIPA, UGM, Yogyakarta.
Supardi, I., dan Sukamto, 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan
Pangan, Penerbit Aumni, Bandung.
Tranggono dan Purnama D., 1996. Identifikasi Asap Cair Di Berbagai Jenis Kayu Dan
Tempurung Kelapa, Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Vaughn, S.F., and Gardner, H.W., 1993. Lipoxygenase-derived Aldehydes Inhibit Fungi
Pathogenic on Soybean, J. Chem. Ecol., 19 (10): 2337-2345.
Volk, A.W., dan M.F. Wheeler, 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Waluyo, L., 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Waluyo, L., 2008. Teknik Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. UMM Press. Malang.