OLEH:
Daru Kristiyono T.A., S.Ked ( J500090094)
Gilang Kurnia Hirawati, S.Ked ( J500090107)
PEMBIMBING:
dr. Farhat, M.Kes, Sp.OT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Sdr. R
Kelamin
: laki-laki
Umur
: 12 tahun
Alamat
: Paringan, Jenangan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Tanggal masuk RS
: 7/6/2013
Tanggal pemeriksaan
: 8/6/2013
Anamnesa
A. Keluhan utama :
Nyeri tangan kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Ponorogo dengan keluhan nyeri pada tangan kiri
dan tidak bisa digerakkan. Pasien mengakui bahwa sebelumnya pasien berlarian di
jalan kemudian jatuh terpeleset dari pinggiran jalan dan masuk ke dalam selokan
dengan posisi tangan kiri menumpu badan tepat pada sudut selokan. Tidak
terdapat luka sobek pada tangan yang terkena benturan tersebut. Ada luka lecet
pada beberapa bagian di tangan sebelah kanan dan kiri.
Pasien mengeluhkan rasa yang sangat sakit pada tangan kiri saat tangan
tersebut digerakkan, namun tidak menjalar. Nyeri tidak berdenyut dan juga tidak
dirasakan nyeri pada malam hari. Nyeri berkurang saat tangan tidak digerakkan.
Sebelum jatuh terpeleset,tangan kiri pasien dapat bergerak bebas dan tidak merasa
nyeri.
Pasien langsung dibawa ke RSUD ponorogo kemudian mendapat
pertolongan pertama, luka lecet dbersihkan dan tangan kiri pasien kemudian di
balut. Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri pada bagian tubuh lain, pasien tidak
mengalami pingsan sesaat setelah kejadian, pingsan (-), pusing (-), sakit kepala
(-), demam (-), mual (-), muntah (-), sesak nafas (-), nyeri dada (-), nyeri perut (-).
C. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Asma
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Trauma
: disangkal
III.
Riwayat Alergi
: disangkal
Riwayat Asma
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum
: Baik
Gizi
: Cukup
Kesadaran
Vital Sign
Tekanan Darah
: 110/70
Nadi
: 68 x/ menit
RR
: 18 x/ menit
Suhu
: 36,5o
B. Pemeriksaan fisik
a) Kepala/Leher
b) Mata
Konjungtiva
: Anemis (-/-)
Sklera
: Ikterus (-/-)
Pupil
c) Thoraks
Dinding torax
Paru
: jejas (-)
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
d) Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
e) Ekstemitas
Atas
C. Status lokalis
a) Lokasi trauma
b) Look
Deformitas
:+
Edema
:+
Luka
: VE (+)
Nyeri tekan
:+
Akral Hangat
:+
Capilarry refill time
Pulsasi a. radialis: +
c) Feel
d) Move
: < 2 detik
IV.
False movement : +
Krepitasi
:+
Nyeri gerak
ROM
:+
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Darah Lengkap tanggal 8 Juni 2013
Keterangan
26/7/2013
Satuan
Nilai rujukan
Hb
12,8
g/dl
11-16
Hct
41,8
37-50
AL
9,1
10/l
4,0-10
AT
213
10/l
100-300
AE
4,9
10/l
3,5-5,5
MCV
85,4
Fl
82-95
MCH
26,1
Pg
27-31
MCHC
30,6
g/dl
32-36
RDW
15,7
11-16
MPV
7,3
Fl
7,2-11,1
PDW
16,1
15-17
18,7
20-40
GDS
123
mg/dl
< 140
Ureum
16,01
mg/dl
10-50
Kreatinin
0,63
mg/dl
0,7-1,2
SGPT
19,4
u/l
0-31
SGOT
24,3
u/l
0-31
Albumin
4,2
g/dl
3,5-5
Hematologi rutin
Indeks eritrosit
Hitung jenis
Limfosit
Kimia klinik
B. Pemeriksaan Radiologi
a) Foto regio antebrachii
b) Foto thorak
V.
DIAGNOSIS KERJA
-
VI . PLANNING
a. Diagnosa
b. Terapi
Medikamentosa
Infus RL 20 tpm
Cefotaxime 2x1g
Ketorolac 3x1amp
REFLEKSI KASUS
Pasien laki-laki berusia 12 tahun, datang ke RSUD dr harjono Ponorogo dengan
keluhan nyeri pada tangan kiri setelah jatuh terpeleset dan tangan kiri membentur sudut
selokan, nyeri dirasakan memberat pada saat digerakan dan berkurang pada saat
beristirahat. Dari pemeriksaan fisik regio antebrachii sinistra didapatkan look: deformitas
(+), edema (+), luka lecet (+); feel: akral hangat (+), capilarry refill time < 2 detik, pulsasi
a. radialis (+) ; move: nyeri gerak (+), false movement (+), ROM terbatas karena nyeri.
Dari hasil rontgen didapatkan diskontuinitas tulang radius sinistra 1/3 distal
dan diskontinuitas tulang ulna sinistra 1/3 distal. Kemudian dilakukan open reduction
internal fixation tulang radius sinistra 1/3 distal dan tulang ulna sinistra 1/3 distal.
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa letak perubahan
letak fragmen tulang. Menurut Lane and Cooper, fraktur atau patah tulang adalah kerusakan
jaringan atau tulang baik komplet maupun inkomplete yang berakibat tulang yang menderita
tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan atau tanpa adanya jarak yang menyebabkan
fragmen.(2)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (3)
Secara garis besar, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur komplit dan
inkomplit. Pada fraktur komplit, tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih.
Fraktur inkomplit adalah patahnya tulang hanya pada satu sisi saja. Fraktur komplit dapat
dibagi lagi menjadi fraktur transversa, oblik/spiral, impaksi, kominutif, dan intra-artikular.
Fraktur inkomplit dapat dibagi menjadi greenstick fracture, yang khas pada anak-anak, dan
fraktur kompresi, yang biasanya ditemukan pada orang dewasa. Fraktur avulsi terjadi bila
suatu fragmen tulang terputus dari bagian tulang sisanya yang disebabkan oleh tarikan
ligamentum atau pelekatan tendon yang kuat dan biasanya terjadi akibat dari kontraksi otot
secara paksa. (4)
Jenis-jenis fraktur :
Greenstick : tulang anak bersifat fleksibel, sehingga fraktur dapat berupa bengkokan
tulang di satu sisi dan patahan korteks di sisi lainnya. Tulang juga dapat melengkung
tanpa disertai patahan yang nyata (fraktur torus).
Avulsi : sebuah fragmen tulang terlepas dari lokasi ligamen atau insersi tendon.
Patologis : fraktur yang terjadi pada tulang yang memang telah memiliki kelainan,
seringkali terjadi setelah trauma trivial, misalnya penyakit Paget, osteoporosis, atau
tumor.
Fraktur stres atau lelah : akibat trauma minor berulang dan kronis. Daerah yang rentan
antara lain metatarsal kedua atau ketiga (fraktur march), batang tibia proksimal, fibula,
dan batang femoral (pada pelari jarak jauh dan penari balet).
Fraktur impaksi : fragmen-fragmen saling tertekan satu sama lain, tanpa adanya garis
fraktur yang jelas.
Fraktur lempeng epifisis pada anak di bawah usia 16 tahun. Fraktur ini dapat
dikelompokkan menjadi tipe 1 sampai 5 berdasarkan klasifikasi Salter Harris.(5)
II. INSIDENS
Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, fraktur yang
mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius distal dan
ulna distal, sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type
green-stick. Fraktur tulang radius dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah atau 1/3 distal .
(1)
III. ETIOLOGI
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah.(1)
Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat; kadang-kadang trauma
ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Jika
trauma ringan yang terus menerus dapat menimbulkan fraktur. Berdasarkan ini, maka dikenal
berbagai jenis fraktur :
Fraktur spontan/patologik
Fraktur stress/fatigue
Internal : kontraksi otot yang kuat dan memdadak seperti pada serangan epilepsi,
tetanus, renjatan listrik, keracunan strinkin.
mengalami proses patologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, myeloma multiple,
kista tulang, osteomyelitis, dan sebagainya.
Fraktur stress disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus menerus, misalnya fraktur
march pada metatarsal, fraktur tibia pada penari balet, fraktur fibula pada pelari jarak jauh,
dan sebagainya.(6)
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG
Anatomi Tulang
Secara makroskop terdiri dari : (1) substantia compacta dan (2) substantia spongiosa.
Pada os Longum substantia compacta berada di bagian tengah dan makin ke ujung tulang
menjadi semakin tipis. Pada ujung tulang terdapat substantia spongiosa, yang pada
pertumbuhan memanjang tulang membentuk cavitis medullaris. Lapisan superficialis tulang
disebut periosteum dan lapisan profunda disebut endosteum. Bagian tengah os longum
disebut corpus, ujung tulang berbentuk konveks atau konkaf, membesar, membentuk
persendiaan dengan tulang lainnya.
Dari aspek pertumbuhan, bagian tengah tulang disebut diaphysis, ujung tulang disebut
epiphysis dibentuk oleh cartilago, dan bagian diantara keduanya disebut metaphysis, tempat
peartumbuhan memanjang dari tulang (peralihan antara cartilago menjadi osseum). (8)
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya dilapisi oleh
periostenum. Pada
penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingkan orang dewasa. (7)
Anatomi Radius
Ujung proximal radius membentuk caput radii (capitulum radii), berbentuk roda, letak
melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (fossa articularis) yang
serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies articularis, yang disebut
circumferentia articularis dan berhubungan dengan incisura radialis ulnae. caput radii terpisah
dari corpus radii oleh collum radii. Di sebelah caudal collum pada sisi medial terdapt
tuberositas radii. Corpus radii di bagian tengah agak cepat membentuk margo interossea
(crista interossea), margo anterior (margo volaris), dan margo posterior. Ujung distal radius
melebar ke arah lateral membentuk processus styloideus radii, di bagian medial membentuk
incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendo.
Permukaan ujung distal radius membentuk facies articularis carpi. (8)
Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat dan
fungsi resopsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoklas. Kalsium hanya dapat
dikeluarkan oleh tulang melalui proses aktivitas osteoklasin yang menghilangkan matriks
organic dan kalsium secara bersamaan dan disebut deosifikasi.
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang
berakhir. Setelah fase ini tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan mikroskopik
akibat aktifitas fisiologi tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang.
Komposisi tulang terdiri atas:
Substansi organic
: 35%
Substansi Inorganic
: 45%
Air
: 20%
Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organic intraseluler atau
matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan adalah asam
hialuronat dan kondroitin asam sulfur. Substansi inorganic terutama terdiri atas kalsium dan
fosfor dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat dan fluoride. Enzim tulang
adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai
peranan yang paling penting dalam produksi organic matriks sebelum terjadi kalsifikasi.(7)
Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada suatu tingkat
yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak ketika terjadi lebih banyak
pembentukan daripada absorpsi tulang. Pergantian yang berlangsung terus-menerus ini
penting untuk fungsi normal tulang dan membuat tulang dapat berespon terhadap tekanan
yang meningkat dan untuk mencegah terjadi patah tulang. Betuk tulang dapat disesuaikan
dalam menanggung kekuatan mekanis yang semakin meningkat. Perubahan tersebut juga
membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses penuaan. Matriks organik yang
sudah tua berdegenerasi, sehingga membuat tulang secara relative menjadi lemah dan rapuh.
Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks organik baru, sehingga memberi
tambahan kekuatan pada tulang. (10)
V. DIAGNOSIS
Film polos tetap merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada
sistem skeletal. Gambar harus selalu diambil dalam dua proyeksi. (11)
Film polos merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan kecurigaan
trauma skeletal. Setiap tulang dapat mengalami fraktur walaupun beberapa diantaranya
sangat rentan.
Garis fraktur : garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau
menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur minor.
Iregularis kortikal : sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.(5)
Posisi yang dianjurkan untuk melakukan plain x-ray adalah AP dan lateral view.
Posisi ini dibutuhkan agar letak tulang radius dan tulang ulna tidak bersilangan, serta posisi
lengan bawah menghadap ke arah datangnya sinar (posisi anatomi).(12)
Terdapat tiga posisi yang diperlukan pada foto pergelangan tangan untuk menilai
sebuah fraktur distal radius yaitu AP, lateral, dan oblik. Posisi AP bertujuan untuk menilai
kemiringan dan panjang os radius, posisi lateral bertujuan untuk menilai permukaan artikulasi
distal radius pada posisi normal volar (posisi anatomis).(4,9)
Berikut ini gejala klinis dari beberapa jenis fraktur yang terdapat pada fraktur radius
dan ulna :
ditemukan pada anak-anak. Fraktur ini kadang-kadang terasa nyeri saat lengan bawah
dirotasi, dan nyeri tekan pada sisi lateral siku memberi petunjuk untuk mendiagnosisnya.
mendorong kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat retak atau,
patah sedangkan pada anak-anak tulang lebih mungkin mengalami fraktur pada leher radius.
Setelah jatuh, anak mengeluh nyeri pada siku. Pada fraktur ini kemungkinan terdapat nyeri
tekan pada kaput radius dan nyeri bila lengan berotasi.
1) Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radioulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dan angulasi ke arah dorsal. Dislokasi
mengenai ulna ke arah dorsal dan medial. Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan
terentang dan lengan bawah dalam keadaan pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung
pada pergelangan tangan bagian dorsolateral. Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi
daripada fraktur Monteggia. Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda
yang mencolok. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.
(1,4,5)
Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) dengan angulasi ke
posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi fragmen distal ke radial. Dapat bersifat
kominutiva. Dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna. Fraktur collees dapat terjadi
setelah terjatuh, sehingga dapat menyebabkan fraktur pada ujung bawah radius dengan
pergeseran posterior dari fragmen distal (1,6)
3) Fraktur Smith
Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara langsung
pada punggung tangan. Pasien mengalami cedera pergelangan tangan, tetapi tidak
terdapat deformitas. Fraktur radius bagian distal dengan angulasi atau dislokasi fragmen
distal ke arah ventral dengan diviasi radius tangan yang memberikan gambaran
deformitas sekop kebun (garden spade). (1,5,6)
Tipe I
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang, sel-sel
pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini terjadi oleh
karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi baru lahir dan pada anakanak yang lebih muda. Pengobatan dengan reduksi tertutup mudah oleh karena masih
ada perlekatan periosteum yang utuh dan intak. Prognosis biasanya baik bila
direposisisdengan cepat.(5,10,11,12)
Tipe II
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui sepanjang
lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk suatu fragmen
metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut tanda Thurson-Holland. Sel-sel
pertumbuhan pada lempeng epifisis juga masih melekat. Trauma yang menghasilkan
jenis fraktur ini biasanya terjadi pada anak-anak yang lebih tua. Periosteum
mengalami robekan pada daerah konveks tetapi tetap utuh pada daerah konkaf.
Pengobatan dengan reposisi secepatnya tidak begitu sulit kecuali bila reposisi
terlambat harus dilakukan tindakan operasi. Prognosis biasanya baik, tergantung
kerusakan pembuluh darah.(5,10,12)
Gambar 12. Cedera Salter Harris tipe II pada tulang radius ulna (5,6)
-
Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis fraktur mulai
permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis lempeng
epifisis. Jenis fraktur ini bersifat intra-artikuler dan biasanya ditemukan pada epifisis
tibia distal. Oleh karena fraktur ini bersifat intra-artikuler dan diperlukan reduksi yang
akurat maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka dan fiksasi interna dengan
mempergunakan pin yang halus.
Gambar 13. Cedera Salter Harris tipe III atau Tillaux fracture (5,10,12)
-
Tipe IV
Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui permukaan sendi
memotong epifisis serta seluruh lapisan epifisis dan berlanjut pada sebagian metafisis.
Jenis fraktur ini misalnya fraktur kondilus lateralis humeri pada anak-anak.
Pengobatan dengan operasi terbuka dan fiksasi interna dilakukan karena fraktur tidak
stabil akibat tarikan otot. Prognosis jelek bila reduksi tidak dilakuakn.
Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan pada
lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu sendi
pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosa sulit karena secara radiologik tidak dapat
dilihat. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan sebagian atau seluruh lempeng
pertumbuhan.
5) Fraktur Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan saat jatuh
atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal dengan angulasi
anterior yang disertai dengan dislokasi anterior kaput radius.(5,10,12)
CT scan di gunakan untuk mendeteksi letak struktur fraktur yang kompleks dan
menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fraktur atau fraktur
dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi trauma
jaringan lunak, kerusakan ligament dan adanya pendarahan.(5)
VI. PENATALAKSANAAN
Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi. Fraktur radius
dan ulna biasanya selalu berupa perubahan posisi dan tidak stabil sehingga umumnya
membutuhkan terapi operatif. Fraktur yang tidak disertai perubahan posisi ekstraartikular dari
distal radius dan fraktur tertutup dari ulna dapat diatasi secara efektif dengan primary care
provider. Fraktur distal radius umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja, serta mudah
sembuh pada kebanyakan kasus. (4,9)
Terapi fraktur diperlukan konsep empat R yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi,
terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
1.
Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar
sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat
dipersiapkan lebih sempurna.
2.
3.
Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan
fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4.
Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur
tersebut dapat kembali normal.(2)
Fase hematoma
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan lunak, kemudian
terjadi organisasi (proliferasi jaringan penyambung muda dalam daerah radang) dan
hematoma akan mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah
sehingga terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur. Pada ujung tulang yang patah terjadi
ischemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan matinya osteocyt
pada daerah fraktur tersebut.
2.
Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol adalah proliferasi sel-sel
lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma terdesak oleh proliferasi ini dan
diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub periosteal maka terjadi aktifitas
sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan endosteum dan dari bone marrow masing-masing
fragmen. Proses dari periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu
dalam satu preses yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang
tersebut sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin
tampak di beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkin banyak sekali,walaupun
adanya kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang. Pada fase ini sudah terjadi
pengendapan kalsium.
3.
resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan matriks intra selluler
yang terdiri dari kolagen dan polisakarida, yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium,
membentuk tulang immature atau young callus, karena proses pembauran tersebut, maka
pada akhir stadium ter dapat dua macam callus yaitu didalam disebut internal callus dan
diluar disebut external callus.
4.
Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh aktivitas
osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan pembentukan lamelalamela). Pada stadium ini sebenarnya proses penyembuhan sedah lengkap. Pada fase ini
terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary callus. Pada saat ini sudah mulai diletakkan
sehingga sudah tampak jaringan yang radioopaque. Fase ini terjadi sesudah 4 (empat)
minggu, namun pada umur-umur lebih mudah lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary
bone callus diresorbsi dan diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan
jaringan tulang yang normal.
5.
Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang banyak dan
tulang sedah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari medula tulang.
Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada umumnya berlebihan,
mengelilingi daerah fraktur di luar maupun didalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal
medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi
otot dan sebagainya, maka callus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali
dengan kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya. (2)
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa komplikasi umum, lokal atau sistemik meliputi komplikasi
dini atau lambat, oleh trauma atau akibat pengobatan. Komplikasi umum meliputi crush
syndrome, deep venous thrombosis, gas gangrene dan emboli lemak. Crush syndrome terjadi
karena trauma keras yang menyebabkan otot hancur. Penderita yang terkena crush syndrome
dapat menderita kontinensia urin akibat dari otot yang hancur mengeluarkan acid
myohaetamin yang akan menyebabkan kebuntuan pada tubulus sehingga penderita dapat
menderita acute tubular necrosis. Untuk terapi kita harus melakukan amputasi atau rena
dialysis untuk menyelamatkan nyawa penderita. Gas gangrene dapat terjadi karena infeksi
dari clostridium perfringens yang terpaksa bagian tubuh orang yang terkena infeksi ini harus
diamputasi. Berikutnya emboli lemak yang timbul setelah patah tulang, terutama tulang
panjang. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi
akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak
bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering
tersangkut disirkulasi paru karena ada robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya
tarik kembali terhadap darah-darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga
mengikut serertakan lemak yang dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.
Berikutnya, komplikasi lokal yang meliputi komplikasi dini dan lambat. Komplikasi dini
meliputi komplikasi dini tulang, dini jaringan lunak dan dini sendi. Komplikasi dini tulang
misalnya dapat terjadi infeksi pada tulang. Komplikasi dini jaringan lunak misalnya adanya
kelepuhan pada kulit, luka akibat plester, terjadi robekan pada otot serta tendon dan sindrom
kompartemen yang ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang
disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Komplikasi dini sendi misalnya
terjadi haemarthrosis dan infeksi. Sedangkan komplikasi lambat meliputi lambat tulang,
lambat jaringan lunak dan lambat sendi. Komplikasi lambat tulang misalnya terjadi avaskular
nekrosis, non-union, delayed union, atau mal-union yang menimbulkan deformitas atau
hilangnya fungsi. Komplikasi lambat jaringan lunak misalnya terjadi bed sores karena tidur
lama yang menyebabkan luka ulkus pada bagian gluteus, myositis ossifikasi dimana otot
mengalami perkapuran, tendinitis (iritasi dan pembengkakan) serta juga ruptur tendon
(tendon pecah), penyempitan saraf misalnya nervus ulnaris akibat terjadi fraktur pada daerah
siku dan juga dapat terjadi volkmans contracture yaitu terjadi pelisutan otot jari sehingga
terjadi kontraktur pada jari-jari. Terakhir dapat terjadi komplikasi lambat pada sendi misalnya
ketidakstabilan pada sendi, kekakuan pada sendi, dan algodistrofi (nyeri pada sendi).1,3
Komplikasi lambat yang tersering adalah salah-taut dan apabila salah-tautnya berupa
angulasi disertai dengan ketidaksejajaran radius dan ulna, akan terjadi gangguan gerak
pronasi dan supinasi. Komplikasi lain adalah terbentuknya sinostosis atau jembatan kalus
yaitu kalus antara radius dan ulna sehingga kemungkinan supinasi dan pronasi hilang. Perlu
diketahui bahwa kalus merupakan hiperkeratosis setempat yang umumnya berbentuk kurang
lebih bundar akibat gesekan kronik. Biasanya kelainan ini timbul di atas penonjolan tulang
dan akan hilang sendiri bila gesekan kronik tadi dihentikan. Pada anak, dengan timbulnya
kalus ini akan disertai proses pengaturan kembali pertumbuhan epifisis sehingga sudut
patahan akan pulih sampai derajat tertentu.( 3 )
VIII. PROGNOSIS
Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan terjadi pada
setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan dokter pada patahan tulang
tersebut. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang, yang disebabkan
oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost yang disebut dengan fase
hematoma, kemudian berubah menjadi fase jaringan fibrosis, lalu penyatuan klinis, dan pada
akhirnya fase konsolidasi.(18)
DAFTAR PUSTAKA
1. Carter Michel A., Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, Wilson Lorraine
McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 1365-1371.
2. Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi
5. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006. Hal 158, 166, 167, dan 169.
3. Carter Michel A., Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam: Price Sylvia A,
Wilson Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 1357-1359.
4. Eiff et. al., Radius and Ulna Fractures in : Fracture Management For Primary
Care. Second Edition. Publisher Saunders. UK. 2004. Page 116-119.
5. Malang
Unmuh.
Fraktur
Radius
Ulna.
Diunduh
dari
http://bedahunhum.wordpress.com/2010/05//fraktur-radius-ulna/.
6. Helmes Erakinc. J and Misra Rakesh.R. in: A-Z Emergency Radiology. from GMM.
Cambridge. Page 94-101.
7. Rujito S. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Fraktur Dengan Pemasangan
illizarov. Diunduh dari:http:// www.rujito-fisioterapi.com/category/fisioterapi -padafraktur/.
8. Sjamsuhidayat R., dan de Jong Wim. Patah Tuland dan Dislokasi dalam: Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005. Hal 840854.
9. Bone Healing, Komlpikasi dan Prognosis Fraktur. Diunduh dari:
http://www.wrongdiagnosis.com/f/fracture/prognosis.htm
10. Fraktur Radius Ulna. Diunduh dari: http://www.artikelkedokteran.com/838/frakturradius-ulna.html
11. Fracture assesment and surgical
Weblog
Heris.
Fraktur
dan
Fraktur
dari:http://heriblog.wordpress.com/page/2/..htm
Radius
Ulna.
Diunduh