Anda di halaman 1dari 83

1.

MEMAHAMI MEDAN KERJA DAN


SIFAT FISIK MATERIAL
Material yang berada dipermukaan bumi ini sangat beraneka ragam, baik jenis, bentuk
dan lain sebagainya. Oleh karenanya alat yang digunakan memindahkanpun beraneka
ragam pula., Yang dimaksud dengan material dalam pekerjaan pemindahan tanah (earth
moving), meliputi tanah,batuan, vegetasi (pohon, semak belukar dan alang-alang). Sifat
phisik yang harus dihadapi alat berat akan berpengaruh besar terutama dalam hal :
1. menentukan jenis alat yang digunakan dan taksiran produksi atau kapasitas
produksinya.
2. Perhitungan volume pekerjaan
3. Kemampuan kerja alat pada kondisi material yang ada.
Jadi dengan tidak sesuainya alat dengan kondisi material, akan menimbulkan kesulitan
berupa tidak efisiensinya alat berat, yang otomatis akan menimbulkan kerugian karena
banyaknya waktu yang terbuang (loss time).
Baberapa sifat phisik material dan kondisi medan kerja yang penting untuk siperhatikan
dalam pekerjaan pemindahan tanah adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan Material
2. Berat Material
3. Bentuk Material
4. Kohesivitas Material
5. Kekerasan Material Daya Dukung Tanah

Pengembangan Material
Yang dimaksud dengan pengembangan material adalah perubahan berupa penambahan
atau pengurangan material/tanah yang diganggu dari bentuk aslinya. Dari faktor tersebut
kondisi material dibagi dalam tiga bagian. Seperti pada gambar 1 berikut ini :

GAMBAR 1

a) Keadaan asli (Bank condition)


Keadaan material yang masih alami dan belum mengalami gangguan teknologi
dinamakan keadaan asli (Bank). Dalam keadaan seperti ini, butiran-butiran yang
dikandungnya masih terkonsilidasi dengan baik. Satian volume material dalam kondisi
asli disebut meter kubik dalam keadaan asli (Bank Cubic Meter atau BCM)
b) Keadaan gembur (loose condition)
Material yang telah digali dari tempat asalnya, akan mengalami perubahan volume, yaitu
mengembang. Hal ini disebabkan adanya penambahan rongga-rongga udara pada butiranbutiran tanah. Dengan demikian volumenya bertambah besar. Satuan volume material
dalam kondisi gembur umumnya disebut meter kubik dalam keadaan gembur (Loose
Cubic Meter atau LCM)
c) Keadaan padat (Compact condition)
Keadaan ini akan dialami oleh material yang mengalami proses pemadatan
(pemampatan). Perubahan volume terjadi, karena adanya penyusutan rongga udara
diantara partikel-partikel material tersebut. Dengan demikian volumenya berkurang,
sedangkan beratnya tetap. Satuan material dalam kondisi padat disebut meter kubik
dalam keadaan padat (Compact Cubic Meter atau CCM).
Dalam perhitungan produksi, material yang didorong/digusur dengan blade, yang dimuat
dengan bucket atau vessel, kemudian ditebar adalah dalam kondisi gembur. Untuk
menghitung volume tanah sudah diganggu dari bentuk aslinya, dengan melakukan
penggalian material tersebut, atau melakukan pemadatan dari material yang sudah
gembur menjadi padat, perlu dikalikan dengan faktor yang disebut faktor konversi.

Contoh 1 : bila 300 BCM (Bank Cubic Meter) tanah biasa asli digali sehingga
menjadi gembur, maka berapa volumenya sekarang ?
Jawab

: Dari tabel faktor konversi, disapat data, bahwa tanah berpasir, faktor
konversi dari asli ke gembur adalah 1.25, maka volume sekarang
menjadi,
volume gembur = Volume asli x faktor
= 300 x 1.25
= 375 LCM (Loose Cubic Meter)

Contoh 2 : Ada 400 LCM tanah berpasir dalam keadaan gembur. Apabila kemudian
tanah ini
dipadatkan dengan compactor, maka berapakah volume
sekarang :
Jawab

: Kembali lihat tabel. Kemudian akan diperoleh faktor konversi tanah


berpasir dari gembur
kepadat 0.72, maka :
Volume padat = volume gembur x faktor
= 400 x 0.72

= 288 CCM (Compacted Cubik Meter)

Berat Material
Berat adalah sifat yang dimiliki oleh setiap material. Kemampuan suatu alat berat untuk
melakukan pekerjaan seperti mendorong, mengangkat, mengangkut dan lain-lain, akan
dipengaruhi oleh berat material tersebut. Seperti yang di alami oleh alat pada gambar 2,
dibawah ini :
Waktu mengangkut tanah dengan berat 1.5 ton/m3, alat bekerja dengan baik. Tetapi pada
saat mengangkut tanah dengan berat 1.8 ton/m3, ternyata alat angkut mengalami beban
berat sehingga unit terlihat berat untuk menggelinding.

Bentuk Material

Faktor ini harus dipahami, karena akan berpengaruh terhadap banyak sedikitnya material
tersebutdapat menempati suatu ruangan tertentu. Mengingat material yang kondisi
butirannya kecil, kemungkinan isi dapat sama (senilai) dengan volume ruangan yang
ditempatinya. Sedangkan material yang berbongkah-bongkah akan lebih kecil dari nilai
volume ruangan yang ditempati.

Oleh karena itu, material jenis ini akan berbentuk rongga-rongga udara yang memakan
sebagian isi ruangan. Beberapa material yang mampu ditampung oleh suatu ruangan
dapat di hitung dengan caramengoreksi ruangan tersebut dengan suatu faktor yang
disebut faktor muat :Bucket Factor atau Pay Load Factor.
Kohesivitas Material
Yang disebut kohesivitas material adalah daya lekat atau kemampuan saling mengikat
diantara butir-butir material itu sendiri.

Material dengan kohesivitas tinggi akan mudah menggunung. Jadi apabila material itu
berada pada suatu tempat, akan mujung. Volume material yang menempati ruangan ini
ada kemungkinan bisa melebihi volume ruangannya. Umpamanya tanah liat. Sedangkan
material yang kohesivitas yang kurang baik, misalnya pasir, apabila menempati suatu
ruangan akan sukar menggunung. Melainkan cenderung peres/rata (struck).
Kekerasan Material.
Material yang keras akan lebih sukar untuk di koyak, di gali atau di kupas oleh alat berat.
Hal ini akan menurunkan produktivitas alat tersebut. Material yang tergolong keras
adalah obat-batuan.
Aplikasi alat berat yang paling umum untuk material batu-batuan ialah : pembongkaran
batu dengan cara ripping. Oleh karena itu sebelum menentukan alat berat yang akan
digunakan meripping batuan, terlebih dahulu di tentukan tingkat appabilitasnya.
Metode untuk menentukan rippabilitas :
A. Mengklasifikasi jenis dan tekstur batuan.
Batuan sedimen
1. Berbentuk lapisan-lapisan
2. Semakin tipis lapisan semakin mudah di ripping
3. Contoh : Sand stone, limestone, shale, konglomerate.
Batuan Beku
4. Tidak membentuk perlapisan
5. Relatif sulit untuk di ripping
6. Contoh : Granite, basalt, andesite, dll.
Batuan Metamorfik
7. Berbeda-beda rippabilitasnya tergantung pada : tebal perlapisan dan kekuatan
ikatan kristalnya
8. Contoh : Gneiss, schist, kwarsit, dll.

Tingkat rippabilitas batuan ditentukan oleh :

1. Tingkat pelapukan batuan


2. Kekuatan ikatan kristal batuan
Mudah di ripping :
1. Ada fault atau patahan
2. Tingkat pelapukan tinggi
3. Kristalnya mudah lepas.
4. Memiliki banyak lapisan tipis.
5. Memiliki retakan yang besar.
6. Mengalami perembesan oleh air
7. Memiliki pperlapisan vertikal.
Sulit di ripping
8. Memiliki partikel-partikel kecil yang padat
9. Memiliki cukup kadar air untuk memadatkan permukaan batu.
10. Tidak ada retakan
11. Masif dan homogenikatan kristalnya yang kuat.

B. Penentuan dengan pengujian di laboratorium.


1. Dilakukan dengan cara uji kompresi dan kekerasan contoh batuan.
2. Hasilnya lebih tinggi dari keadaan sebenarnya, karena : mengabaikan faktorfaktor yang ada di lapangan.
C. Penentuan dengan pengujian di lokasi / lapangan.
Metoda :

3. Pengujian cepat rambat gelombang (seismic wave velocity/rippermeter test).


4. Pengujian hambatan listrik
5. Pengujian mekanis di lapangan.
Yang praktis dan paling sering di gunakan adalah :pengukuran cepat rambat gelombang
seismik (seismic wave velocity test).
Secara sederhana gambaran seismik wave velocity test dilakukan seperti gambar berikut.
Hasil bisa di ketahui kekerasan dan kedalaman masing-masing lapisan keras sampai yang
lunak.

Cara pengetesan :
Dengan menempatkan /sedikit tertanam alat ceophone a b c d e dengan jarak tertentu
kemudian dirangkaikan sedemikian rupa, ujung kabel pada power source, satu lagi di
hubungkan dengan peralatan khusus (Signal Stacking Seismograph).Setelah power
source dipukul beberapa kali, maka akan diperoleh gambaran mengenai kekerasan
material tersebut. Sehingga dapat di simpulkan type alat berat yang cocok.
Daya Dukung Tanah

Adalah kemampuan tanah untukmendukung alat berat yang berlalu-lalang diatasnya.


Apabila suatu alat berat berada di atas tanah, maka alat berat tersebut akan memberikan
Ground pressure, sevangkan perlawanan yang diberikan adalah Daya Dukung. Jika
ground pressure alat lebih besar dari daya dukung tanah, maka alat tersebut akan
terbenam.

Nilai daya dukung tanah dapat diketahui dengan cara pengukuran/test langsung di
lapangan seperti gambar di atas. Alat yang umum digunakan untuk test daya dukung
tanah disebut Cone Penetro Meter.

Diposkan 12th June 2012 oleh DUNIA TAMBANG


Label: Dunia Tambang MEMAHAMI MEDAN KERJA DAN SIFAT FISIK MATERIAL
0

Tambahkan komentar
o
May
8

MENAMBANG YANG BAIK DAN


BENAR
(GOOD MINING PRACTICE)
Peradaban dan pembangunan

manusia sekarang ini tak dapat lepas dari peranan input-input hasil sumber daya alam
terutama pertambangan, dan aktivitas ini terkait erat dengan peningkatan kesejahteraan
manusia. Tambang dan sumberdaya mineral tidak dapat dilepaskan dari lingkungan
pembentukannya di bumi. Daerah dengan tatanan geologis tertentu akan menghasilkan
cadangan mineral yang ekonomis. Dan bagi daerah tertentu, kehadiran cadangan ini dapat
menjadi tulang punggung pendapatan daerah.
Pertambangan berpotensi untuk menjadi agen perubahan (development agent) di suatu
daerah karena umumnya tambang berlokasi di daerah remote yang akhirnya dapat
mebuka akses dan meningkatkan infrastruktur di sekitar lokasi tersebut.
Aktivitas pertambangan haruslah dijalankan secara berkelanjutan karena sifatnya yang
temporary dan mengambil sumber daya yang tak pulh (unrenewable resources). Oleh
karenanya pemulihan lahan yang terganggu akibat aktivitas pertambangan harus
dioptimalkan sehingga menjadi lahan yang produktif. Selain itu, manfaat dari aktivitas
pertambangan perlu di konversi ke dalam bentuk lain (transformasi manfaat) agar

pembangunan tetap dapat berlanjut dan tetap memberikan kesejahteraan di daerah


sekitarnya.
Lantas apa maksud dari keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam pertambangan?
Well, pemanfaatan yang berkelanjutan adalah memanfaatkan seefisien mungkin sumber
daya mineral (yang sifatnya unrenewable resources) melalui peningkatan dan konversi
nilal tambah dengan mengedepanpan nilai lingkungan dan keadilan sosial dan tetap
memberikan kesempatan pada generasi mendatang untuk menikmati sumber daya
mineral tersebut.
Kemudian konsep pemanfaatan mineral berkelanjutan ini akan berlandaskan pada isu
demokrasi, keadilan dan pemerataan yang sifatnya lintas generasi. Suatu konsep yang
perlu melibatkan seluruh stake holders. Ini juga adalah suatu konsep yang menekankan
pentingnya pengelolaan keteknikan, wawasan sosial kemasyarakatan, pendekatan
lingkungan yang terpadu dan kesemua hal ini dapat dilebur untuk diterapkan dalam
praktek pengelolaan tambang yang benar (Good Mining Practice).
Good Mining Practice dapat dijelaskan secara gamblang sebagai aktivitas pertambangan
yang memenuhi criteria, kaidah maupun norma-norma menambang yang tepat sehingga
pemanfaatan mineral memberikan hasil optimal dan mengurangi dampak negative yang
terjadi. Beberapa ciri Good Mining Practice antara lain:
1. Penerapan prinsip konservasi dan nilai lindung lingkungan
2. Kepedulian terhadap K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) terutama bagi
pekerjanya
3. Meciptakan nilai tambah bagi pengembangan wilayah dan masyarakat sekitar
4. Kepatuhan terhadap hukum dan perundangan yang berlaku
5. Menggunakan standarisasi keteknikan dan teknologi pertambangan yang tepat
dalam aktivitasnya
6. Pengembangan potensi dan kesejahteraan masyarakat setempat terutama dari
optimalisasn dan konversi pemanfaatan mineral
7. Menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan setelah periode pasca tambang
(mine closure)
8. Memberikan benefit yang memadai bagi investor

Kemudian siapa yang harus melaksanakan Good Mining Practice ini..? Seharusnya
seluruh perusahaan tambang wajib melakukan Good Mining Practice sebagai inisiatif
global. Karena ini akan menjadi parameter kepatuhan dan integritas perusahaan sebagai

operator pertambangan. Implementasi Good Mining Practice ini juga merupakan


repectivitas tehadap lingkungan, masyarakat serta Negara.
Diposkan 8th May 2012 oleh DUNIA TAMBANG
Label: Dunia Tambang GOOD MINING PRACTICE
0

Tambahkan komentar
2.
Apr
14

KEMANTAPAN LERENG BATUAN


Penelitian terhadap kemantapan suatu lereng harus dilakukan bila longsoran lereng yang
mungkin terjadi akan menimbulkan akibat yang merusak dan menimbulkan bencana.
Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak dan penahan yang ada pada lereng
tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang mengakibatkan lereng longsor.
Sedangkan gaya penahan adalah gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng
tersebut. Jika gaya penahannya lebih besar dari gaya penggerak, maka lereng tersebut
dalam keadaan mantap. Kemantapan suatu lereng biasanya dinyatakan dalam bentuk
Faktor Keamanan (F) dengan persamaan sebagai berikut :
F = gaya penahan / gaya penggerak...................................................... (1-1)
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng Batuan
Kemantapan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain : geometri lereng, struktur geologi, kondisi air tanah, sifat fisik dan mekanik batuan
serta gaya-gaya yang bekerja pada lereng.
a. Geometri Lereng
Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kemantapannya. Semakin
besar kemitingan dan tinggi suatu lereng, maka kemantapannya semakin kecil.
b. Struktur Batuan
Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah bidang-bidang
sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan bidang-bidang lemah

dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor.
c. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi (density),
porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, kohesi dan sudut geser
dalam merupakan sifat mekanik batuan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng.
- Bobot Isi
Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang longsor.
Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya penggerak yang menyebabkan
lereng longsor akan semakin besar. Dengan demikian, kemantapan lereng tersebut
semakin berkurang.
- Porositas
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan demikian
bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga akan memperkecil kemantapan lereng.
- Kandungan Air
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi besar juga.
Dengan demikian kuat geser batuannya akan menjadi semakin kecil, sehingga
kemantapannya pun berkurang.
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :
........................................................................... ) tg + = c + (
Dimana :
= kuat geser batuan (ton/m2)
c = kohesi (ton/m2)
= tegangan normal (ton/m2)
= tekanan air pori (ton/m2)
= sudut geser dalam (derajat)
- Kuat Tekan, Kuat Tarik dan Kuat Geser
Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined & unfined
compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear strength). Batuan
yang mempunyai kekuatan besar, akan lebih mantap.
- Kohesi dan Sudut Geser Dalam
Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka kekuatan geser batuan akan semakin
besar juga. Dengan demikian akan lebih mantap.

- Pengaruh Gaya
Biasanya gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi kemantapan lereng antara lain :
getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau sekitar lereng, peledakan, gempa bumi dll.
Semua gaya-gaya tersebut akan memperbesar tegangan geser sehingga dapat
mengakibatkan kelongsoran pada lereng.
2. Klasifikasi Longsoran Batuan
Berdasarkan proses longsornya, longsoran batuan dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu : longsoran bidang (plane failure), longsoran baji (wedge failure),
longsoran guling (toppling failure) dan longsoran busur (circular failure).
a. Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi disepanjang bidang
luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa rekahan, sesar maupun
bidang perlapisan batuan. Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah (Gambar 2.1):
- Bidang luncur mempunyai arah sejajar atau hampir sejajar (maksimum 200) dengan
arah lereng.
- Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang luncur harus muncul di muka
lereng, dengan kata lain kemiringan bidang gelincir lebih kecil dari kemiringan lereng.
- Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser dalamnya
- Terdapat bidang bebas pada kedua sisi longsoran

Gambar 2.1
Longsoran Bidang

b. Longsoran Baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat lebih dari satu bidang lemah
yang saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang lemah tersebut harus lebih
besar dari sudut geser dalam batuannya tetapi lebih kecil dari kemiringan lereng.

(Gambar 2.2)

Gambar 2.2
Longsoran Baji

c. Longsoran Guling
Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang arah kemiringannya
berlawanan dengan kemiringan bidang lemahnya. Hoek & Bray (1981), telah membuat
grafik yang dapat memberikan gambaran kapan terjadinya longsoran tersebut (Gambar
2.3). Dari gambar tersebut dapat diartikan : Jika > dan b/h < , maka balok akan
meluncurTan dan mengguling. Jika < dan b/h > , maka balok akanTan langsung
mengguling.

Gambar 2.3
Posisi Balok Pada Longsoran Guling

d. Longsoran Busur
Longsoran jenis ini sering terjadi di alam, terutama pada material tanah
atau batuan yang lunak. Untuk longsoran pada batuan dapat terjadi bila
batuan mempunyai pelapukan yang tinggi dan mempunyai spasi kekar
yang rapat, sehingga batuan tersebut akan mempunyai sifat seperti tanah.
(Gambar 2.4).

Gambar 2.4
Longsoran Busur

3. Analisis Kemantapan Lereng


Kemantapan lereng suatu batuan dapat dianalisis dengan metode grafis
(stereografis), analisis vektor dan metode Hoek & Bray. Pada tulisan ini yang
akan di bahas adalah metode grafis dan metode Hoek & Bray.
a. Metode Grafis

Metode grafis yaitu metode yang digunakan untuk menentukan arah dan
jenis longsoran yang mungkin terjadi, berdasarkan data geologi yang ada.
Dalam analisis ini batuan ditinjau mempunyai bidang-bidang diskontinu
seperti bidang perlapisan, sesar, kekar. Hubungan antara orientasi
bidang-bidang lemah dengan jenis-jenis longsoran. (Gambar 3.1. dan
3.2.).

Dengan cara ini dapat diperkirakan kemungkinan terjadinya

longsoran pada batuan.

Gambar 3.1.
Jenis Longsoran & Stereoplot

Gambar 3.2.
Informasi struktur geologi dan evaluasi jenis longsoran yang mungkin terjadi dari
suatu rentana tambang open pit

a. Metode Hoek & Bray


Metode Hoek & Bray dapat digunakan untuk menganalisis keempat
macam longsoran pada lereng batuan.
Longsoran Bidang
Dalam menganalisis longsoran bidang dengan metode Hoek & Bray,
suatu lereng ditinjau dalam dua dimensi dengan anggapan :
Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi.

Terdapat rekahan tarik tegak (vertikal) yang terisi air sampai


kedalaman Zw. Rekahan tarik ini dapat terletak pada muka lereng
maupun di atas lereng (Gambar 3.3).

Gaya W (berat blok yang menggelincir), U (gaya angkat oleh air)


dan V (gaya tekan air mendatar di rekahan tarik) bekerja di titik
pusat blok. Sehingga diasumsikan tidak ada momen penyebab
rotasi.
Kuat = sudut, dimana c = kohesi dan tan=c + ) pada bidang
lemah adalah geser ( geser dalam.

Gambar 3.3.
Geometri Longsoran Bidang Dengan Rekahan Tarik

Persamaan yang digunakan untuk menentukan faktor keamanan adalah sebagai berikut :
p}.............. (3-1) p+Vcos}/{Wsinp)tanp-U-VsinF = {cA + (Wcos
Dimana :

A = p panjang bidang luncur = (H-z)cosec

U = p wzw(H-z)cosec

V = wzw2

W = f}, rekahan tarik di belakang crest lereng. p-cot H2{(1-(z/H)2)cot

= f-1)}, rekahan tarik di muka lereng. ptanp(cot H2{(1-(z/H)2)cot

Bila lereng batuan tersebut berada di daerah rawan gempa dan percepatan W, maka
perhitunganyang ditimbulkan dimodelkan menjadi gaya statis faktor keamanan dapat
dilakukan dengan memasukkan pengaruh gempa dengan cara memodifikasi persamaan
(3-1) menjadi sebagai berikut :

F = }/ .................... (3-2) p)tanp) U - Vsinsinp-cA + {(W(cos

p} p)+Vcoscosp+W(sin

- Longsoran Baji

Dalam analisis ini, longsoran baji dianggap hanya akan terjadi pada garis perpotongan
kedua bidang lemah. Faktor keamanannya dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :

B..... (3-3) )Y}tanw/2A+{B-()X}tanw/2H)(cAX+cBY)}+{A-(F = {(3/

Dimana :

cA dan cB = kohesi bidang lemah A dan B

B =A dan sudut geser dalam bidang lemah A dan B

= bobot isi batuan

w = bobot isi air

H = tinggi keseluruhan dari baji yang terbentuk (Gambar 3.4)

X = 2.na) 45sin24/(sinsin

Y = 1.nb) 35sin13/(sinsin

A = na.nb) 5sin2na.nb)/(sinbcosa-cos(cos

B = na.nb) 5sin2na.nb)/(sinacosb-cos(cos

ba dan = dip bidang lemah A dan B

5 = plunge dari garis potong kedua bidang lemah

na.nb = sudut perpotongan kedua bidang lemah

1.nb = sudut antara bidang lemah A dengan garis perpotongan bidang lemah A dan muka
lereng.

2.na = sudut antara bidang lemah B dengan garis perpotongan bidang lemah B dan
muka lereng.

24, dsb = sudut-sudut yang diperoleh dengan menggunakan stereonet seperti terlihat
pada Gambar 3.5.

Gambar 3.4.
Geometri Baji Untuk Analisis Kemantapan Dengan Memperhitungkan Kohesi
dan Air

Gambar 3.5.
Stereoplot Data Longsoran Baji

Jika tahanan bidang longsorannya tidak terdapat kohesi, maka


penentuan faktor keamanannya dapat menggunakan persamaan
berikut ini :

F /sin = (sin/tan)(tani)......................................................... (3-4)


Sudut , dan i ini akan sangat mudah ditentukan dengan bantuan
stereonet.

Longsoran Guling
Asumsi yang digunakan adalah longsoran guling yang terjadi
mempunyai n buah blok berbentuk teratur x dan tinggi ydengan lebar
n

(Gambar 3.6). Penomoran blok dimulai dan kemiringan mukadari

bawah (toe) ke atas. Sudut kemiringan lereng adalah

atas lereng

adalah u, sedangkan dip dari bidang-bidang lemah adalah . Undakundakan yang terjadi (akibat longsoran) berbentuk teratur dan90mempunyai kemiringan b. Konstanta a 1, a2 dab b (Gambar 3.6)
selanjutnya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
a1)-x.tan( =
a2-x.tan( = u)
)..............................................................................

(3-5)-x.tan(b

Tinggi blok ke-n (yn) dihitung dengan persamaan berikut ini :


yn = n(a1-b)

(untuk blok dari crest ke bawah)

(untuk blok di atas crest)................................... (3-6)

yn-1-a2-b

Gambar 3.6.
Model Longsoran Guling Untuk Analisis Kesetimbangan Batas

Berdasarkan model pada Gambar 3.6, terlihat ada tiga grup blok yang
mempunyai tingkat kemantapan berbeda, yaitu :
Satu set blok yang akan tergelincir (di daerah toe)
Satu set blok yang mantap (di daerah atas)
Satu set blok yang akan terguling (di daerah tengah)

Gambar 3.7.
Kondisi Kesetimbangan Batas Blok Ke-n yang Akan Terguling dan Tergelincir

Selanjutnya, kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja di setiap blok


ditunjukkan pada Gambar 3.7. Dari gambar tersebut terlihat bahwa
gaya-gaya yang bekerja di dasar blok ke-n adalah Rn dan Sn,
sedangkan gaya-gaya yang bekerja di interface (dengan blok terdekat)
adalah Pn, Qn, Pn-1 dan Qn-1. Konstanta Mn, Ln dan Kn yang
terdapat pada gambar tersebut dihitung sebagai berikut :
Untuk blok di bawah crest lereng : Mn = yn; Ln = yn-a1; Kn = 0
Untuk blok tepat di crest lereng

: Mn = yn-a2; Ln = yn-a1; Kn = 0

Untuk blok di atas crest lereng

: Mn = yn-a2; Ln = yn; Kn = 0

Sementara untuk gaya-gaya Qn, Qn-1, Rn dan Sn dihitung dengan


persamaan berikut ini :
Qn

= Pntan

Qn-1

= Pn-1tan

Rn

= Wn+(Pcosn-Pn-1)tan

Sn

= Wn+(Psinn-Pn-1)...............................................................

(3-7)
Dimana Wn = ynx.

Sedangkan untuk gaya-gaya Pn dan Pn-1, perhitungannya dibedakan


untuk blok yang terguling dan blok yang tergelincir.
Untuk xblok ke-n yang terguling, dicirikan dengan yn/ > bila
cot>, maka :

Pn-1,t

= {Pn(Mn)+(Wx.tan-n/2)(yn)}/Lxcos-sinn..... (3-8)

Pn

= 0 (untuk blok teratas dari set blok yang terguling)


= Pn-1,t (untuk blok terguling dibawahnya)

Untuk kontrol lebih lanjut bisa dilihat bahwa pada blok ini harga
Rn>0 dan Sn < Rn .tan
Untuk blok ke-n yang tergelincir, dicirikan dengan S n=Rn,tan maka
:
Pn-1,s

Pn-{Wn)}/(1-tan-sincos(tan2).................. (3-9)

Pn

Pn-1,t (untuk blok teratas dari set blok yang tergelincir)

Pn-1,s (untuk blok tergelincir dibawahnya, disini akan


terlihat Pn-1,t>Pn-1,s)

Perhitungan di atas dilakukan dengan mengambil >, dengan


memperhatikan blok no. 1 (toe) :
Jika P0>0, maka lereng berada pada dalam kondisi tidak mantap
untuk yang diasumsikan. Oleh karena itu disarankan untuk
mengulangnilai .perhitungan dengan meningkatkan nilai
Jika P0<0, maka disarankan untuk mengulang perhitungan
dengan , karena hal ini tidak mungkin.menurunkan nilai
Jika P0> tetapi cukup kecil, maka lereng berada dalam kondisi
yang diasumsikan.setimbang untuk nilai
P0 adalah merupakan gaya yang menahan balok no 1.

Longsoran Busur
Metoda yang banyak digunakan untuk menganalisa longsoran ini
adalah metoda Fellnius dan metoda Bishop. Namun untuk keperluan
praktis, Hoek & Bray (1983), telah menuangkan dalam bentuk
diagram. Cara ini merupakan cara yang sangat mudah, cepat dan
hasilnya masih dapat dipertanggungjawabkan. Asumsi yang digunakan
:
Jenis tanah/batuan, dalam hal ini tanah/batuan dianggap homogen
dan kontinyu.
Longsoran yang terjadi menghasilkan bidang luncur berupa busur
lingkaran
Tinggi permukaan air tanah pada lereng.
Hoek & Bray membuat lima buah diagram untuk masing-masih kondisi
air tanah tertentu mulai dari sangat kering sampai jenuh.
Cara perhitungannya adalah sebagai berikut (untuk lebih jelasnya lihat
Gambar 3.8.) :
Langkah 1 : Dengan gambar geometri lereng yang telah dibuat,
tentukan kondisi air tanah yang ada dan sesuaikan
dengan Gambar 3.9. Pilih yang paling tepat atau
mendekati.
Langkah 2 : Hitung angka c/(gHtanf), kemudian cocokan angka
tersebut pada lingkaran terluar dari diagram (chart) yang
dipilih.

Langkah 3 : Ikuti jari-jari mulai dari angka yang diperoleh pada


langkah 2 sampai memotong kurva yang menunjukkan
kemiringan.
Langkah 4 : Dari titik pada langkah 3, kemudian ditarik ke kiri dan ke
bawah untuk mencari angka tanf/F dan c/(gHF).
Langkah 5 :
Hitung faktor keamanan (F) dari kedua angka yang
diperoleh dari langkah 4 dan pilih yang paling tepat

Gambar 3.8.
Langkah Perhitungan Faktor Keamanan Untuk Longsoran Busur Dengan Menggunakan
Diagram Hoek & Bray

Gambar 3.9.
Keadaan Atau Pola Aliran Air Tanah Untuk Diagram 1-5

Diposkan 14th April 2012 oleh DUNIA TAMBANG


Label: Dunia Tambang KEMANTAPAN LERENG BATUAN
0

Tambahkan komentar
3.
Apr
11

PELAKSANAAN REKLAMASI
Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan
rencana tahunan pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah disetujui
dan harus sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan. Dalam
melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan pertambangan
bertanggung jawab sampai kondisi/rona akhir yang telah disepakati
tercapai.

Setiap lokasi penambangan

mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhi pelaksanaan


reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari
pekerjaan teknik sipil dan teknik vegetasi. Pekerjaan teknik sipil
meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan akhir (SPA),

bangunan pengendali lereng, check dam, penengkap oli bekas (oil


cather) dan lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistem penanaman


(monokultur, multiple croping), jenis tanaman yang disesuaikan
kondisi setempat, cover crop (tanaman penutup) dan lain-lain.
Pelaksanaan reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
a) Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang,
pengaturan
bentuk
tambang
(landscaping),
pengaturan/penempatan bahan tambang kadar rendah (low
Grade) yang belum dimanfaatkan.
b) Pengendalian erosi dan sedimentasi.
c) Pengelolaan tanah pucuk (top soil)
d) Revegatasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan
bekas tambang untuk tujuan lainnya.
Mengingat sifat lahannya dan kegaitannya yang memerlukan
penjelasan rinci, maka kegiatan pelaksanaan reklamasi di atas, di sini
juga dijelaskan mengenai pelaksanaan reklamasi khusus, reklamasi
pada infrastruktur dan reklamasi lahan bekas tambang.

PERSIAPAN LAHAN

1. Pengamatan Lahan Bekas Tambang

Kegiatan ini meliputi :


a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang
tidak digunakan di lahan yang akan direklamasi,

b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah


beracun dan berbahaya dengan perlakuan khusus agar tidak
mencemari lingkungan,
c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan scrap
pada tempat khusus,
d. Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen,
e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang
yang akan direklamasi.

2. Pengaturan Bentuk Lahan


Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan
hidrologi setempat. Krgiatan ini meliputi :
a. Pengaturan bentuk lereng
1) Pengaturan bentuk lereng dimaksud untuk mengurangi
kecepatan air limpasan (run off), erosi dan sedimentasi serta
longsor,s
2) Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk bertersteras

b. Pengaturan saluran pembuangan air

1) Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksudkan untuk


mengatur air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat
mengurangi kerusakan lahan akibat erosi.
2) Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan
(topografi) dan luas areal yang direklamasi.

3. Pengaturan/Penempatan Low Grade

Maksud pengaturan dan penempatan low garde (bahan tambang


yang mempunyai nilai ekonomis rendah) adalah agar bahan tambang
tersebut tidak tererosi/hilang apabila ditimbun dalam waktu yang lama
karena dapat dimanfaatkan.\
Diposkan 11th April 2012 oleh DUNIA TAMBANG
Label: Dunia Tambang PELAKSANAAN REKLAMASI Reklamasi
0

Tambahkan komentar
4.
Apr
11

PENGENDALIAN EROSI DAN


SEDIMENTASI

Pengendalian erosi merupakan hal yang mutlak dilakukan

selama kegiatan penambangan dan setelah penambangan. Erosi dapat


mengakibatkan berkurangnya kesuburan tanah, terjadinya endapan
lumpur dan sedimentasi di alur-alur sungai. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya erosi oleh air adalah : curah hujan,
kemiringan lereng (topografi), jenis tanah, tata guna tanah (perlakuan
terhadap tanah) dan tanaman penutup tanah.

Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah


sebagai berikut :
1. Meminimasikan areal terganggu dengan ;
a) Membuat rencana detail kegiatan penambangan dan rekalmasi,
b) Membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan,
c)

Penebangan
penambangan,

pohon

sebatas

areal

yang

akan

dilakukan

d) Pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan


2.
Membatasi/mengurangi
dengan :

kecepatan

air

limpasan

a) Pembuatan teras-teras
b) Pembuatan saluran diversi (pengelak)
c) Pembuatan SPA
d) Dam pengendali
3. Meningkatkan infiltrasi (peresapan air tanah)
a) Dengan penggaruan tanah searah kontur,
b) Akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah
meningkat sebagai media perakaran tanah,
c) Pembuatan lubang-lubang tanaman, pendangiran, dll.
4. Pengelolaan air yang keluar dari lokasi penambangan
a) Penyaluran air dari lokasi tambang ke perairan umum harus sesuai
dengan perlakuan yang berlaku dan harus di dalam wilayah Kuasa
Tambang,
b) Membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak
mengandu8ng sedimen,
c) Bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan
permanen yang dilengkapi dengan saluran pengelak,

d)

Letak bendungan ditempatkan sedemikian sehingga aliran air


mudah ditampung dan dibelokkan serta kemiringan saluran air
(SPA) jangan terlalu curam,

e)

Bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan


bendungansebaiknya sedimen dikeruk dan dapat dipakai sebagai
lapisan atas tanah,

f) Dalam membuat bendungan permanen harus dilengkapi dengan


saluran pelimpah (Spillways) untuk menangani keadaan darurat
dan saluran pembuatan (decant, syohon), dan lainnya yang
dianggap perlu,
g) Kurangi kecepatan aliran permukaan dengan membuat teras, check
dam dari beton, kayu atau dalam bentuk lain

Pengendalian erosi selengkapnya supaya mengacu pada pedoman


teknis yang telah ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jendral
Pertambangan Umum No. 693.K/008/DJP/1996 tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Erosi Pada Kegiatan Pertambangan Umum.
Diposkan 11th April 2012 oleh DUNIA TAMBANG
Label: Dunia Tambang PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI Reklamasi
0

Tambahkan komentar
5.
Apr
11

PERENCANAAN REKLAMASI
PERENCANAAN REKLAMASI

Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik,


agar dalam pelaksanaannyadapat tercapai sasaran sesuai yang
dikehendaki. Dalam hal ini reklamasi harus disesuaikan dengan tata
ruang. Perencanaan reklamasi harus sudah disiapkan sebelum
melakukan operasi penambangan dan merupakan program yang
terpadu dalam kegiatan operasi penambangan. Hal-hal yang harus
diperhatikan di dalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut :

a.

Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan


penambangan.

b.

Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal


penambangan.

c.

Memeindahkan dan menempatkantanah pucuk pada tempat


tertentu dan mengatur sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi.

d.

Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun


sampai tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu
tempat pembuangan.

e.

Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai


dengan tujuan penggunaannya.

f.

Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.

g.

Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam


aktivitas penambangan.

h.

Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak


memungkinkan untuk agar ditanami dengan tanaman pionir yang
akarnya mampu menembus tanah yang keras.

i.

Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang


diperuntukan bagi vegetasi, segera dilakukan penanaman kembali
dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi.

j.

Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya, dan

k.

Memeantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi


yang diharapkan.

PEMERIKSAAN LAHAN

Pemeriksaan lahan pertambangan merupakan hal yang terpenting


untuk merencanakan
jenis perlakuan dalam kegiatan reklamasi. Jenis perlakuan reklamasi
dipengaruhi oleh
berbagai faktor utama :
1. Kondisi Iklim,
2. Geologi,
3. Jenis Tanah,
4. Bentuk Alam,
5. Air permukaan dan air tanah,
6. Flora dan Fauna,
7. Penggunaan lahan,
8. Tata ruang dan lain-lain.

Untuk memperoleh data


lapangan. Dari berbagai

dimaksud

diperlukan

suatu

penelitian

faktor tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis
tanah merupakan
faktor yang terpenting.

PEMETAAN

Rencana operasi penambangan yang sudah memperhatikan


upaya reklamasi atau
sebaliknya dengan sendirinya
pelaksanaan kedua kegiatan

akan

saling

mendukung

dalam

tersebut. Rencana (tahapan pelaksanaan) tapak reklamasi ditetapkan


sesuai dengan
kondisi setempat dan rencana kemajuan penambangan. Rencana
tahap reklamasi tersebut
dilengkapi degan peta skala 1 : 1000 atau skala lainnya yang disetujui,
disertai gambar
gambar teknis bangunan
dilengkapi dengan peta

reklamasi.

Selanjutnya

peta

tersebut

indeks dengan skala memadai.


Di dalam peta tersebut digambarkan situasi penambangan dan
lingkungan, misalnya
kemajuan penambangan, timbunan tanah penutup, timbunan terak
(slag), penyimpanan

sementara tanah pucuk, kolam pengendap, kolam persediaan air,


pemukiman, sungai
jembatan, jalan, revegetasi, dan sebagainya serta mencantumkan
tanggal situasi/
pembuatannya.

PERALATAN YANG DIGUNAKAN

Untuk menunjang keberhasilan reklamasi biasanya digunakan


peralatan dan sarana prasarana, antara lain :Dump Truck, Bulldozer,
excavator, traktor, tugal, back hoe, sekop, cangkul, bangunan
pengendali erosi (a.l : susunan karung pasir, tanggul, susunan jerami,
bronjong, pagar keliling), beton pelat baja untuk menghindari
kecelakaan dan lain-lain.

Diposkan 11th April 2012 oleh DUNIA TAMBANG


Label: Dunia Tambang PERENCANAAN REKLAMASI Reklamasi
0

Tambahkan komentar

o
Apr
11

PRINSIP REKLAMASI
Prinsip Prinsip Reklamasi Tambang

Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam adalah


kegiatan pertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan
salah satu sektor penyumbangan devisa negara.Tetapi kegiatan
pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan antara lain berupa :

1.

Penurunan produktivitas tanah.

2.

Terjadinya erosi dan sedimentasi.

3.

Terjadinya gerakan tanah/ longsoran.

4.

Gangguan terhadap flora dan fauna.

5.

Perubahan iklim mikro.

6.

Permasalahan social

Dampak negatif usaha pertambangan terhadap lingkungan tersebut


perlu dikendalikan untuk mencegah kerusakan lingkungan di luar batas
kewajaran.

Prinsip Dasar Kegiatan Reklamasi


7. Kegiatan reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh
(
holistic) dari kegiatan penambangan.
8. Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak
harus menunggu proses penambangan secara keseluruhan
selesai dilakukan.

Definisi
9. Penambangan ialah kegiatan untuk menghasilkan bahan galian
yang dilakukan baik secara manual maupun mekanis yang
meliputi pemberaian, pemuatan, pengangkutan dan
penimbunan.
10. Tambang permukaan ialah usaha penambangan dan penggalian
bahan galian yang kegiatannya dilakukan langsung berhubungan
dengan udara terbuka.
11. Reklamasi ialah usaha memperbaiki (memulihkan kembali) lahan
yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar
dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuan.
12. Restorasi lahan bekas tambang ialah upaya mengembalikan
fungsi lahan bekas tambang menjadi seperti keadaan semula.
13. Rehabilitas lahan ialah usaha memperbaiki, memulihkan kembali
dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak (kritis), agar dapat
berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media

pengatur tata air, maupun sebagai unsur perlindungan alam


lingkungan.
14. Rehabilitas lahan dan konservasi tanah (RLKT) ialah usaha
memperbaiki (memulihkan), meningkatkan dan
mempertahankan kondisi lahan agar dapat berfungsi secara
optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air
maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan.
15. Batuan limbah adalah batuan yang tergali dalam proses
panambangan tetapi tidak diolah karena tidak atau sedikit
mengandung mineral yang dikehendaki.
16. Tailing adalah bahan hasil dari proses pengolahan bahan galian
yang tidak mengandung nilai ekonomis lagi.
17. Bahan pembentuk asam ialah bahan yang jika berhubungan
dengan air dan udara dapat membentuk asam.
18. Revegetasi ialah usaha /kegiatan penanaman kembali pada
lahan bekas tambang.
19. Kerusakan lingkungan ialah penurunan kualitas lingkungan
sebagai akibat kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya alam,
melebihi kemampuan tanpa memperhatikan kelestariannya.
20. Pencemaran lingkungan ialah perubahan kualitas lingkungan
sebagai akibat adanya zat beracun baik berupa bahan padat,
cair maupun gas.
21.

DASAR HUKUM
22. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pertambangan.
23. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup.
24. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tantang Penataan Ruang.
25. Mijn Politie Reglement (MPR Stbl 1930 No. 341).

26. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa


Mengenai Dampak Lingkungan.
27. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
28. Intruksi Presiden R.I No. 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi
Pelaksanaan Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang
Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum.
29. SKB Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri kehutanan
Nomor : 996 K/05/M. PE/1969 tentang Pedoman Pengaturan
Pelaksanaan Undang-undang No. 429/K.pts. II/1939
Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan.
30. SKB menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan
Nomor : 1101. K/702/M. PE/1991 tentang Pembentukan Team
koordinasi 36/Kpts.II/1991

Diposkan 11th April 2012 oleh DUNIA TAMBANG


Label: Dunia Tambang PRINSIP REKLAMASI Reklamasi
0

Tambahkan komentar
o
Apr
10

BEBERAPA ASPEK TEKNIS DALAM


PENAMBANGAN YANG MENJADI

DASAR KONSEP MODEL


PERHITUNGAN CADANGAN
Beberapa aspek teknis penambangan yang dipertimbangkan dalam perhitungan cadangan adalah:

1. Batas penambangan
2. Geometri penambangan
3. Kontrol lingkungan

3.1 Batas penambangan

Banyak cara untuk merancang sebuah batas tambang (untuk tambang terbuka disebut ultimate
open pit). Metodenya dibedakan oleh ukuran deposit, kuantitas dan kualitas data, kemampuan
analisis, dan asumsi dari seorang enginer tersebut.

Langkah pertama untuk perencanaan jangka panjang atau pendek adalah menentukan batas dari
tambang (baik terbuka maupun bawah tanah). Batas ini menunjukkan jumlah batubara yang dapat
ditambang, dan jumlah material buangan (overburden) yang harus dipindahkan selama operasi
penambangan berlangsung. Ukuran, geometri, dan lokasi dari tambang utama sangat penting
dalam perencanaan tempat penimbunan tanah penutup (overburden), jalan masuk, stockpile, dan
semua fasilitas lain pada tambang tersebut. Pengetahuan tambahan dari rancangan batas tambang
juga berguna dalam membantu pekerjaan eksplorasi mendatang.

Dalam merancang batas tambang, seorang engineer akan memberi nilai pada parameter fisik dan
parameter ekonomi. Batas tambang utama merupakan batas maksimum seluruh material yang
memenuhi kriteria fisik dan ekonomi. Material yang terkandung dalam tambang tersebut
mempunyai dua sasaran :

1) Material dalam blok harus mampu membayar seluruh biaya untuk penambangan, proses,
pemasaran, maupun pengupasan material di atas blok tersebut.
2) Untuk konservasi dari sumber daya alam, maka material dalam blok harus termanfaatkan
secara optimal.

Hasil dari sasaran-sasaran ini adalah rancangan yang akan meningkatkan keuntungan total
tambang berdasarkan parameter fisik dan ekonomi yang digunakan. Perubahan parameterparameter ini di masa yang akan datang, akan mengakibatkan perubahan pada rancangan
tambang. Karena nilai dari parameter tidak diketahui pada saat merancang, seorang enginer
diharapkan dapat merancang tambang untuk berbagai nilai untuk menentukan faktor yang paling
penting maupun efeknya terhadap batas tambang.

Gambar 3.1 Batas Tambang pada Tambang Terbuka

3.2 Geometri penambangan

3.2.1 Aspek geometri pada tambang terbuka

Cadangan batubara yang akan ditambang dengan cara teknik tambang terbuka sangat
dipengaruhi oleh beberapa aspek meliputi ukuran, bentuk, orientasi dan faktor kedalaman
dari permukaan dari cadangan batubara tersebut. Keadaan topografi mencakup daerah
pegunungan sampai daerah dasar lembah. Oleh karena itu terdapat beberapa
pertimbangan geometri yang harus diperhatikan.
Adapun pertimbangan geometri yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Geometri jenjang
Komponen utama dalam suatu tambang terbuka adalah yang disebut dengan
bench (lihat Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Bagian-Bagian Dari Bench (Hustrulid.W. & Kuchta.M.)

Pertimbangan-pertimbangan yang akan dipakai dalam menentukan geometri jenjang


(w=lebar, l=panjang, dan h=tinggi) :
-

Sasaran produksi harian sasaran produksi tahunan.

Harus mampu menampung alat-alat/peralatan yang dipakai untuk bekerja (working bench).

Masih sesuai dengan ultimate pit slope

Masih sesuai dengan kriteria kemantapan lereng

Pembuatan jenjang pertama kali biasanya dilakukan dengan cara membuat suatu bukaan
(biasanya berbentuk empat persegi panjang). Bukaan tersebut biasanya dibuat dengan
cara peledakan. Di bawah ini diberikan contoh perhitungan geometri jenjang dengan cara
peledakan dari US Army Engineers.
Lebar jenjang minimum = Wmin = y + Wt + Ls + G + Wb
dimana :
Y

= lebar jenjang untuk peledakan, ft (m).

Wt

= lebar alat angkut, ft (m).

Ls

= panjang alat muat tanpa boom, ft (m).

= floor cutting radius, ft (m).

Wb = y = Lebar tumpukkan hasil peledakan, ft (m).

Sedangkan tinggi jenjang dibuat sesuai dengan kemampuan alat gali yang digunakan.

Gambar 3.3 Pembuatan Bench cara US Army Engineer (Pit & Quaries, No. 5-332, 1967)

2. Jalan tambang

Salah satu pertimbangan geometri adalah pembuatan jalan tambang baik itu jalan masuk
ke dalam tambang untuk pengangkutan batubara/endapan bahan galian yang ditambang
ataupun juga jalan yang digunakan untuk penimbunan lapisan penutup. Geometri dari

jalan akan mempengaruhi bentuk geometri daerah penambangan secara umum. Geometri
dari jalan tersebut meliputi lebar dan kemiringan jalan (biasanya dipengaruhi oleh jenis
alat yang digunakan dalam operrasi penambangan).

3. Stripping Ratio (nisbah pengupasan)

Salah satu cara menggambarkan efisiensi geometri (geometrical efficiency) dalam kegiatan
penambangan adalah dengan istilah Stripping Ratio atau nisbah pengupasan. Stripping ratio
(SR) menunjukkan jumlah overburden yang harus dipindahkan untuk memperoleh sejumlah
batubara yang diinginkan. Ratio ini secara umum digambarkan sebagai berikut :

Dari nilai stripping ratio yang diperoleh dan dibandingkan dengan nilai BESR (Break Even
Stripping Ratio) yang telah dihitung sebelumnya, maka akan diperoleh bahwa secara teknis
batasan kegiatan penambangan dalam pit adalah sampai nilai BESR yang dicapai dalam
perhitungan stripping ratio. Sebagai contoh dapat dilihat dalam Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Batasan penambangan berdasarkan nilai Stripping Ratio dan BESR

3.2.2 Aspek geometri pada tambang bawah tanah

Cadangan batubara yang akan ditambang dengan cara teknik tambang bawah tanah
sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek meliputi ukuran, bentuk, orientasi dan faktor
kedalaman dari permukaan dari cadangan batubara tersebut. Oleh karena itu terdapat
beberapa pertimbangan geometri yang harus diperhatikan.

Adapun pertimbangan geometri yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Geometri pilar

Pertimbangan tegangan insitu dan kemantapan lubang bukaan menyebabkan harus meninggalkan
pilar-pilar batubara dengan ukuran tertentu. Ratio luas beban yang harus ditanggung oleh sebuah
pilar batubara dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3.5 Rasio luas beban yang ditanggung pilar batubara

2. Lebar dan tinggi ekstraksi

Keterbatasan alat dan kemantapan lubang bukaan menyebabkan ekstraksi batubara hanya
mempunyai lebar dan tinggi yang terbatas. Selain itu, lebar ekstraksi batubara bawah tanah ini
akan berpengaruh pada penurunan permukaan tanah (subsidence) yang sketsanya dapat dilihat
pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Efek lebar ekstraksi pada penurunan permukaan tanah

3.3 Kontrol lingkungan

Kondisi lingkungan dimana tambang tersebut berada akan mengontrol operasi penambangan.
Keterbatasan-keterbatasan itu antara lain adalah:

Kendala subsidence akan menyebabkan keharusan meninggalkan pilar dengan dimensi yang
cukup besar.

Struktur geologi yang ada akan mengubah layout penambangan, khususnya penambangan
bawah tanah.

Keberadaan air tanah dengan debit yang besar menyebabkan perubahan layout penambangan
bawah tanah.

Diposkan 10th April 2012 oleh DUNIA TAMBANG


Label: BEBERAPA ASPEK TEKNIS DALAM PENAMBANGAN YANG MENJADI
DASAR KONSEP MODEL PERHITUNGAN CADANGAN Dunia Tambang
0

Tambahkan komentar
o
Apr
10

KONSEP DASAR ASPEK TEKNIS


DALAM TAMBANG TERBUKA
UNTUK BATUBARA

Pemilihan metode penambangan didasarkan pada keuntungan terbesar yang akan


diperoleh, bukan berdasarkan letak dangkal atau dalamnya suatu endapan, serta
mempunyai perolehan tambang (mining recovery) yang terbaik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem penambangan adalah sebagai


berikut.

1)

Karakteristik spasial dari endapan


a.

Ukuran (dimensi : tebal dan penyebaran)

b. Bentuk (merata, lensa, splitting)


c.

Attitude (inklinasi dan dip)

d. Kedalaman (nilai: rata-rata dan ekstrim, nisbah pengupasan)

2)

Kondisi geologi dan hidrogeologi

a. Topografi
b. Parameter kualitas batubara (cv, total moisture, ash content, sulphur content)
c. Struktur geologi (lipatan, patahan, diskontinu, intrusi)
d. Bidang lemah (kekar, retakan, rekahan dalam batubara)
e. Keseragaman, oksidasi, erosi
f. Air tanah dan hidrologi

3)

Sifat-sifat geoteknik (mekanika tanah dan mekanika batuan) untuk bijih dan batuan
sekelilingnya

a. Sifat elastik (kekuatan, modulus elastik, nisbah Poisson, dan lain-lain)


b. Perilaku elastik atau visko elastik (flow, creep)

c. Keadaan tegangan (tegangan awal, induksi)


d. Konsolidasi, kompaksi dan kompeten
e. Sifat-sifat fisik yang lain (bobot isi, voids, porositas, permeabilitas, lengas bawaan,
lengas bebas)

4)

Konsiderasi ekonomi

Faktor-faktor ini akan mempengaruhi hasil, investasi, aliran kas, masa pengembalian dan
keuntungan

5)

6)

a.

Cadangan (tonase dan kualitas)

b.

Produksi

c.

Umur tambang

d.

Produktivitas

e.

Perbandingan ongkos penambangan untuk metode penambangan yang cocok

Faktor teknologi

a.

Perolehan tambang

b.

Dilusi (jumlah waste yang dihasilkan dengan batubara)

c.

Ke-fleksibilitas-an metode dengan perubahan kondisi

d.

Selektifitas metode untuk batubara dan waste

e.

Modal, pekerja, dan intensitas mekanisasi

Faktor lingkungan

a.

Kontrol bawah tanah

b.

Penurunan permukaan tanah

c.
d.

Kontrol atmosfir (ventilasi, kontrol kualitas, kontrol panas dan kelembaban)


Kekuatan kerja (pelatihan, recruitment, kesehatan dan keselamatan, kehidupan,
kondisi permukiman)

Obyektif dasar di dalam pemilihan suatu metode penambangan suatu endapan mineral
tertentu adalah merancang suatu sistem eksploitasi yang paling cocok di bawah suatu
lingkungan yang aktual (Hamrin, 1982).
Diposkan 10th April 2012 oleh DUNIA TAMBANG
Label: Dunia Tambang KONSEP DASAR ASPEK TEKNIS DALAM TAMBANG
TERBUKA UNTUK BATUBARA
0

Tambahkan komentar
o
Apr
10

KONDISI TEKNIS PENAMBANGAN


SEBAGAI PERTIMBANGAN BATASAN
DALAM PERHITUNGAN CADANGAN
BATUBARA
1. SISTEM PENAMBANGAN BATUBARA
Sistem penambangan batubara ada 3, yaitu:
-

Penambangan Terbuka

Penambangan Bawah Tanah

Penambangan dengan Auger

1.1

Penambangan batubara terbuka

1.1.1

Kegiatan dalam tambang batubara terbuka

Kegiatan-kegiatan dalam tambang batubara terbuka adalah sebagai berikut.


Persiapan daerah penambangan
Pengupasan dan penimbunan tanah humus
Pengupasan tanah penutup
Pemuatan dan pembuangan tanah penutup (misalnya dengan shovel dan truk, BWE,
dan dragline)
Penggalian batubara
Pemuatan dan pengangkutan batubara
Penirisan tambang
Reklamasi

1.1.2

Macam-macam tambang batubara terbuka

Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara didasarkan pada letak endapan, dan
alat-alat mekanis yang dipergunakan.
Teknik penambangan pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologi dan topografi daerah yang
akan ditambang.

Jenis-jenis tambang terbuka batubara dibagi menjadi :

1) Contour mining

Contour mining cocok diterapkan untuk endapan batubara yang tersingkap di lereng
pegunungan atau bukit. Cara penambangannya diawali dengan pengupasan tanah penutup
(overburden) di daerah singkapan di sepanjang lereng mengikuti garis ketinggian
(kontur), kemudian diikuti dengan penambangan endapan batubaranya. Penambangan
dilanjutkan ke arah tebing sampai dicapai batas endapan yang masih ekonomis bila
ditambang.

Menurut Robert Meyers, contour mining dibagi menjadi beberapa metode, antara lain :

a.

Conventional contour mining

Pada metode ini, penggalian awal dibuat sepanjang sisi bukit pada daerah dimana batubara
tersingkap. Pemberaian lapisan tanah penutup dilakukan dengan peledakan dan pemboran atau
menggunakan dozer dan ripper serta alat muat front end leader, kemudian langsung didorong dan
ditimbun di daerah lereng yang lebih rendah (Gambar 1.1). Pengupasan dengan contour stripping
akan menghasilkan jalur operasi yang bergelombang, memanjang dan menerus mengelilingi
seluruh sisi bukit.

b. Block-cut contour mining

Pada cara ini daerah penambangan dibagi menjadi blok-blok penambangan yang bertujuan untuk
mengurangi timbunan tanah buangan pada saat pengupasan tanah penutup di sekitar lereng. Pada
tahap awal blok 1 digali sampai batas tebing (highwall) yang diijinkan tingginya. Tanah penutup
tersebut ditimbun sementara, batubaranya kemudian diambil. Setelah itu lapisan blok 2 digali
kira-kira setengahnya dan ditimbun di blok 1. Sementara batubara blok 2 siap digali, maka
lapisan tanah penutup blok 3 digali dan berlanjut ke siklus penggalian blok 2 dan menimbun
tanah buangan pada blok awal.

Pada saat blok 1 sudah ditimbun dan diratakan kembali, maka lapisan tanah penutup blok 4
dipidahkan ke blok 2 setelah batubara pada blok 3 tersingkap semua. Lapisan tanah penutup blok
5 dipindahkan ke blok 3, kemudian lapisan tanah penutup blok 6 dipindahkan ke blok 4 dan
seterusnya sampai selesai (Gambar 1.2). Penggalian beruturan ini akan mengurangi jumlah
lapisan tanah penutup yang harus diangkut untuk menutup final pit.

Gambar 1.1 Conventional Contour Mining (Anon, 1979)

c.

Haulback contour mining

Metode haulback ini (Gambar 1.3 dan 1.4) merupakan modifikasi dari konsep block-cut, yang
memerlukan suatu jenis angkutan overburden, bukannya langsung menimbunnya. Jadi metode ini
membutuhkan perencanaan dan operasi yang teliti untuk bisa menangani batubara dan
overburden secara efektif.

Ada tiga jenis perlatan yang sering digunakan, yaitu :


- Truk atau front-end loader
- Scrapers
- Kombinasi dari scrapers dan truk

d.

Box-cut contour mining

Pada metode box-cut contour mining ini (Gambar 1.5) lapisan tanah penutup yang sudah digali,
ditimbun pada daerah yang sudah rata di sepanjang garis singkapan hingga membentuk suatu
tanggul-tanggul yang rendah yang akan membantu menyangga porsi terbesar dari tanah
timbunan.

2) Mountaintop removal method

Metode mountaintop removal method ini (Gambar 1.6) dikenal dan berkembang cepat, khususnya
di Kentucky Timur (Amerika Serikat). Dengan metode ini lapisan tanah penutup dapat terkupas
seluruhnya, sehingga memungkinkan perolehan batubara 100%.

3)

Area mining method

Metode ini diterapkan untuk menambang endapan batubara yang dekat permukaan pada daerah
mendatar sampai agak landai. Penambangannya dimulai dari singkapan batubara yang
mempunyai lapisan dan tanah penutup dangkal dilanjutkan ke yang lebih tebal sampai batas pit.

Terdapat tiga cara penambangan area mining method, yaitu :

a.

Conventional area mining method

Pada cara ini, penggalian dimulai pada daerah penambangan awal sehingga penggalian lapisan
tanah penutup dan penimbunannya tidak terlalu mengganggu lingkungan. Kemudian lapisan
tanah penutup ini ditimbun di belakang daerah yang sudah ditambang (Gambar 1.7).

b.

Area mining with stripping shovel

Cara ini digunakan untuk batubara yang terletak 1015 m di bawah permukaan tanah.
Penambangan dimulai dengan membuat bukaan berbentuk segi empat. Lapisan tanah penutup
ditimbun sejajar dengan arah penggalian, pada daerah yang sedang ditambang. Penggalian sejajar
ini dilakukan sampai seluruh endapan tergali (Gambar 1.8).

c. Block area mining

Cara ini hampir sama dengan conventional area mining method, tetapi daerah penambangan
dibagi menjadi beberapa blok penambangan. Cara ini terbatas untuk endapan batubara dengan
tebal lapisan tanah penutup maksimum 12 m. Blok penggalian awal dibuat dengan bulldozer.
Tanah hasil penggalian kemudian didorong pada daerah yang berdekatan dengan daerah
penggalian (Gambar 1.9).

4)

Open pit Method

Metode ini digunakan untuk endapan batubara yang memiliki kemiringan (dip) yang
besar dan curam. Endapan batubara harus tebal bila lapisan tanah penutupnya cukup
tebal.

a. Lapisan miring

Cara ini dapat diterapkan pada lapisan batubara yang terdiri dari satu lapisan (single
seam) atau lebih (multiple seam). Pada cara ini lapisan tanah penutup yang telah dapat
ditimbun di kedua sisi pada masing-masing pengupasan (Gambar 1.10).

a.

Lapisan tebal

Pada cara ini penambangan dimulai dengan melakukan pengupasan tanah penutup dan
penimbunan dilakukan pada daerah yang sudah ditambang. Sebelum dimulai, harus tersedia
dahulu daerah singkapan yang cukup untuk dijadikan daerah penimbunan pada operasi berikutnya
(Gambar 1.11).

Pada cara ini, baik pada pengupasan tanah penutup maupun penggalian batubaranya, digunakan
sistem jenjang (benching system).

1.2 Penambangan batubara bawah tanah

Metode penambangan batubara bawah tanah ada 2 buah yang populer, yaitu:
-

Room and Pillar

Longwall

1.2.1

Room and Pillar

Metode penambangan ini dicirikan dengan meninggalkan pilar-pilar batubara sebagai penyangga
alamiah. Metode ini biasa diterapkan pada daerah dimana penurunan (subsidence) tidak diijinkan.
Layout Metode Room and Pillar

1.2.2

Longwall

Metode penambangan ini dicirikan dengan membuat panel-panel penambangan dimana ambrukan
batuan atap diijinkan terjadi di belakang daerah penggalian. Layout Metode Longwall dapat
dilihat pada Gambar 1.13. Penambangan ini juga dapat dilaksanakan secara manual maupun
mekanis.

1.3 Penambangan dengan Auger (Auger Mining)

Auger mining adalah sebuah metode penambangan untuk permukaan dengan dinding
yang tinggi atau penemuan singkapan (outcrop recovery) dari batubara dengan pemboran
ataupun penggalian bukaan ke dalam lapisan di antara lapisan penutup.

Auger mining dilahirkan sebelum 1940-an adalah metode untuk mendapatkan batubara
dari sisi kiri dinding tinggi setelah penambangan permukaan secara konvensional.
Penambangan batubara dengan auger bekerja dengan prinsip skala besar drag bit rotary
drill. Tanpa merusak batubara, auger mengekstraksi dan menaikkan batubara dari lubang
dengan memiringkan konveyor atau pemuatan dengan menggunakan loader ke dalam
truk.
Pengembangan dan persiapan daerah untuk auger mining adalah tugas yang mudah jika
dilakukan bersamaan dengan pemakaian metode open cast atau open pit. Setelah kondisi
dinding tinggi, auger drilling dapat ditempatkan pada lokasi.
Kondisi endapan yang dapat menggunakan metode ini berdasarkan Pfleider (1973) dan
Anon (1979) adalah endapan yang memiliki penyebaran yang baik dan kemiringannya
mendekati horisontal, serta kedalamannya dangkal (terbatas sampai ketinggian dinding
dimana auger ditempatkan, lihat Gambar 1.14 dan 1.15).

Diposkan 10th April 2012 oleh DUNIA TAMBANG


Label: Dunia Tambang KONDISI TEKNIS PENAMBANGAN SEBAGAI
PERTIMBANGAN BATASAN DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA
0

Tambahkan komentar

Memuat

Anda mungkin juga menyukai